Anda di halaman 1dari 43

Pemerintah Kabupaten Cianjur

BAB III
KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEUANGAN DAERAH

Pada bab ini menguraikan substansi kerangka ekonomi daerah dan


kebijakan keuangan daerah pada perubahan RKPD Tahun 2020 serta
menguraikan kondisi perekonomian dan kemampuan keuangan pemerintah
dalam menjalankan program dan kegiatan yang akan direncanakan.

3.1 ARAH KEBIJAKAN EKONOMI DAERAH


Perubahan Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur tahun
2020 bertujuan dalam rangka mewujudkan visi Kabupaten Cianjur menjadi
Cianjur Lebih Maju dan Agamis. Dalam konteks ini, Arah Kebijakan
Pembangunan Ekonomi Daerah 2020 seyogianya mampu mencapai Misi ke-1
RPJMD yaitu meningkatkan pembangunan infrastruktur yang terintegrasi dan
berwawasan lingkungan serta Misi 2, yaitu meningkatkan pembangunan
keagamaan, dengan tujuan meningkatkan kualitas kehidupan beragama di
masyarakat. Secara detil, Misi ke-1 dan mis ke 2 menjawab arah kebijakan
pembangunan ekonomi dengan fokus pada peningkatan pembangunan
infrastruktur dalam rangka meningkatkan ekonomi masyarakat.

Kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Cianjur tahun 2020 tidak


terlepas dari arah kebijakan ekonomi nasional maupun regional (Provinsi Jawa
Barat) dalam masa pandemi COVID-19, dimana kondisi tersebut harus
bersinergi dan terintegrasi, sehingga kondisi perekonomian dapat terus
membaik. Demikian pula untuk menentukan arah kebijakan ekonomi daerah
Kabupaten Cianjur tahun 2020 harus memperhatikan perkembangan
perekonomian tersebut baik secara nasional maupun regional.

3.1.1 Kondisi Perekonomian


3.1.1.1 Kondisi Perekonomian Nasional
a. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi nasional pada semester I tahun 2020 tidak
berbeda dengan negara lain di dunia, pandemi COVID-19 berdampak besar
terhadap ekonomi Indonesia. Prospek pertumbuhan ekonomi tahun 2020 yang
pada awalnya ditargetkan mencapai 5,3 persen, direvisi ke bawah menjadi -
0,4–2,3 persen dengan mempertimbangkan terjadinya perlambatan pada
hampir semua komponen PDB. Melihat realisasi pertumbuhan triwulan I 2020
yang melambat signifikan menjadi sebesar 3,0 persen, pertumbuhan ekonomi
tahun 2020 diperkirakan melambat mendekati nol dengan puncak penurunan
terjadi pada triwulan II 2020.
Dari sisi PDB pengeluaran (Tabel 3.1), konsumsi masyarakat (konsumsi
rumah tangga dan LNPRT) diperkirakan melambat, hanya tumbuh -0,6–1,8
persen pada tahun 2020, lebih rendah dari sasaran RKP 2020 sebesar 4,9
persen. Perlambatan tersebut salah satunya disebabkan oleh berkurangnya
permintaan masyarakat, terutama untuk wisata dan hiburan, sebagai dampak
dari pembatasan sosial (social distancing) untuk menghentikan penyebaran
wabah COVID-19. Daya beli masyarakat juga turun disebabkan oleh hilangnya
pendapatan sebagian masyarakat yang kehilangan pekerjaan dan potensi
kenaikan harga karena gangguan di sisi penawaran. Perluasan bantuan sosial

BAB 3 – Kerangka Ekonomi Daerah dan Keuangan Daerah

31
Pemerintah Kabupaten Cianjur

yang dilakukan pemerintah diharapkan dapat menahan laju perlambatan


konsumsi masyarakat.
Pembentukan modal tetap bruto atau investasi diperkirakan terkena
dampak negatif yang besar, tumbuh sebesar -2,8–0,3 persen pada tahun 2020,
lebih rendah dari sasaran RKP 2020 sebesar 6,0 persen. Tekanan pada neraca
keuangan perusahaan akibat rendahnya penerimaan seiring penurunan
permintaan, ketidakpastian penyelesaian COVID-19 yang mendorong investor
asing maupun domestik menunda keputusan investasi, dan ditunda atau
dihentikannya proyek infrastruktur pemerintah menjadi beberapa faktor yang
mendorong perlambatan investasi.
Ekspor barang dan jasa yang pada awalnya ditargetkan tumbuh 3,7
persen diperkirakan mengalami kontraksi sebesar 7,7–3,0 persen pada tahun
2020. Kontraksi tersebut utamanya didorong oleh turunnya permintaan dunia
akan barang ekspor Indonesia. Selain ekspor barang, penurunan ekspor jasa
juga akan mengalami penurunan, terutama jasa transportasi dan jasa
perjalanan. Turunnya ekspor perjalanan didorong oleh penurunan wisatawan
mancanegara sebagai dampak penutupan perbatasan Indonesia dan negara
lainnya untuk mencegah penyebaran wabah COVID-19. Sementara itu, impor
barang dan jasa diperkirakan juga mengalami kontraksi sebesar 12,0–7,5
persen dari sebelumnya diperkirakan tumbuh sebesar 3,2 persen, akibat
turunnya aktivitas ekonomi domestik.
Pertumbuhan konsumsi pemerintah sebesar 3,3–4,0 persen menjadi
satu-satunya komponen PDB pengeluaran yang diperkirakan tidak akan
terlalu berbeda dari sasaran dalam RKP 2020 sebesar 4,3 persen.
Pertumbuhan konsumsi pemerintah didorong oleh peningkatan belanja untuk
memberikan stimulus terhadap kelompok masyarakat dan industri yang
terkena dampak COVID-19.
Tabel 3.1
Pertumbuhan PDB Sisi Permintaan Tahun 2019-2020 (Persen)
No. Uraian 2020: Sebelum 2020: Setelah
2019a)
COVID-19 b) COVID-19c)
1. Pertumbuhan PDB 5,0 5,3 (0,4)–2,3
2. Konsumsi Rumah Tangga dan 5,2 4,9 (0,6)–1,8
LNPRT
3. Konsumsi Pemerintah 3,2 4,3 3,3–4,0
4. Investasi (PMTB) 4.4 6,0 (2,8)–0,3
5. Ekspor Barang dan Jasa (0,9) 3,7 (7,7)–(3,0)
6. Impor Barang dan Jasa (7,7) 3,2 (12,0)–(7,5)
Sumber : Rancangan Awal RKP Tahun 2021
Dari sisi PDB menurut lapangan usaha, dampak negatif COVID-19
dirasakan merata di hampir semua sektor (Tabel 3.2). Sektor penyediaan
akomodasi dan makanan minuman, perdagangan, industri pengolahan,
perdagangan, transportasi dan pergudangan, dan konstruksi merupakan
sektor yang merasakan dampak negatif terbesar pada tahun 2020.

Tabel 3. 2
Pertumbuhan PDB Sisi Lapangan Usaha Tahun 2019-2020 (Persen)
No Uraian 2020: Sebelum 2020: Setelah
2019a)
COVID-19 b) COVID-19c)
1. Pertumbuhan PDB 5,02 5,3 (0,4)–2,3
2. Pertanian, Kehutanan dan 3,6 3,7 0,8 –2,5
Perikanan

BAB 3 – Kerangka Ekonomi Daerah dan Keuangan Daerah

31
Pemerintah Kabupaten Cianjur

No Uraian 2020: Sebelum 2020: Setelah


2019a)
COVID-19 b) COVID-19c)
3. Pertambangan dan Penggalian 1,2 1,9 (2,1)–0,5
4. Industri Pengolahan 3,8 5,0 (1,9)–1,8
5. Pengadaan Listrik dan Gas, dan 4,0 4,2 1,6–3,4
Air Bersih
6. Pengadaan Air 6,8 4,0 1,7–4,5
7. Konstruksi 5,8 5,7 (0,9)–2,2
8. Perdagangan besar dan eceran, 4,6 5,5 (2,0)–0,5
dan reparasi Mobil dan Sepeda
Motor
9. Transportasi dan Pergudangan 6,4 7,0 (7,5)–(3,1)
10. Penyediaan Akomodasi dan 5,8 6,0 (7,9)–(5,2)
Makan Minum
11. Informasi dan Komunikasi 9,4 7,3 8,3–11,2
12. Jasa Keuangan 6,6 6,3 2,5–5,4
13. Real Estate 5,7 4,9 (0,2)–2,5
14. Jasa Perusahaan 10,3 8,3 1,2–3,9
15. Administrasi Pemerintahan dan 4,7 4,5 4,4–5,1
Jaminan Sosial Wajib
16. Jasa Pendidikan 6,3 5,1 3,8–6,2
17. Jasa Kesehatan dan Kegiatan 8,7 7,5 11,2–13,3
Sosial
18. Jasa Lainnya 10,6 8,9 3,7–6,5
Sumber: a) BPS, 2019; b) Sasaran RKP 2020; c) Perkiraan Bappenas, Mei 2020

Sebagai gambaran, pada RKP tahun 2020 sektor penyediaan akomodasi


dan makan minum merupakan salah satu sektor yang diharapkan tumbuh
tinggi (6,0 persen) seiring dengan prioritas pembangunan di sektor pariwisata.
Namun pembatasan pergerakan manusia, penutupan perbatasan, dan
penghentian sebagian besar penerbangan internasional dan domestik
menyebabkan aktivitas pariwisata, baik wisatawan mancanegara maupun
domestik, turun tajam. Selain itu, pembatasan pergerakan manusia
berdampak pula terhadap restoran dan warung makanan yang hanya bisa
melayani delivery atau take away. Sebagai akibatnya, pertumbuhan sektor ini
diperkirakan mengalami kontraksi sebesar 7,9–5,2 persen.
Sektor industri pengolahan mengalami tekanan yang cukup besar, baik
dari sisi supply maupun demand. Dari sisi supply, gangguan pada rantai pasok
global menyebabkan kenaikan biaya produksi terutama untuk memenuhi
pasokan bahan baku impor. Selain itu, kebijakan pembatasan pergerakan
masyarakat berdampak pada tenaga kerja sektor industri pengolahan yang
mendorong turunnya aktivitas produksi.
Dari sisi demand, di satu sisi industri pengolahan secara keseluruhan
dihadapkan pada turunnya permintaan masyarakat akan produk industri,
terutama produk yang bukan kebutuhan dasar. Namun di sisi lain, terdapat
juga industri yang berkembang di antaranya: industri makanan minuman,
produk kebutuhan sehari-hari, alat kesehatan dan farmasi. Dengan
perkembangan tersebut, sektor ini diperkirakan akan tumbuh sebesar -1,9–1,8
persen.
Turunnya volume dan aktivitas perdagangan, baik domestik maupun
internasional, memberikan pengaruh bagi kinerja sektor perdagangan. Sektor
ini diperkirakan tumbuh melambat sebesar -2,0–0,5 persen. Sementara itu
sektor transportasi dan pergudangan diperkirakan terkontraksi sebesar 7,5–
3,1 persen, sebagai dampak dari dampak pembatasan pergerakan masyarakat
BAB 3 – Kerangka Ekonomi Daerah dan Keuangan Daerah

31
Pemerintah Kabupaten Cianjur

dan penurunan aktivitas ekonomi secara keseluruhan terhadap permintaan


angkutan transportasi, terutama transportasi udara.Sektor lainnya, sektor
konstruksi, terkena dampak penundaan atau penghentian berbagai proyek
pembangunan infrastruktur pemerintah yang berdampak pada melambatnya
pertumbuhan hingga sebesar -0,9–2,2 persen.
Sektor lain yang perlu mendapat perhatian adalah sektor pertambangan,
pertanian, dan pengadaan listrik yang masing-masing diperkirakan tumbuh
sebesar -2,1–0,5; 0,8–2,5; dan 1,6–3,4 persen pada tahun 2020. Sektor
pertambangan diperkirakan terkena dampak tidak langsung dari penyebaran
wabah COVID-19 yakni penurunan permintaan dan harga komoditas di tingkat
internasional. Sementara itu, sektor pertanian subsektor tanaman pangan
diperkirakan tidak akan mengalami gangguan dalam jangka pendek, tetapi
gangguan diperkirakan terjadi pada subsektor perkebunan dan perikanan,
terutama dari sisi ekspor. Sektor pengadaan listrik terbantu oleh peningkatan
konsumsi listrik rumah tangga yang meningkat seiring dengan kebijakan work
from home dan pembebasan tarif listrik, meski permintaan listrik industri dan
bisnis mengalami penurunan.
Sektor jasa kesehatan dan informasi komunikasi menjadi sektor yang
diperkirakan dapat bertahan di tengah wabah COVID-19. Jasa kesehatan
merupakan kebutuhan esensial terutama dalam hal pemenuhan obat-obatan,
farmasi, dan alat kesehatan. Selain itu, permintaan akan produk sektor
informasi dan komunikasi meningkat cukup signifikan, khususnya pada paket
data untuk memenuhi kebutuhan selama work from home. Sektor jasa
kesehatan dan informasi dan komunikasi diperkirakan masing-masing tumbuh
sebesar 11,2–13,3 persen dan 8,3–11,2 persen pada tahun 2020.
Dari sisi kewilayahan (Tabel 3.3), Wilayah Jawa-Bali diperkirakan akan
mengalami perlambatan hingga -0,5–1,9 persen. Perlambatan ini terjadi karena
sebagian besar daerah di wilayah ini telah memberlakukan Pembatasan Sosial
Berskala Besar (PSBB) yang berdampak pada penurunan aktivitas
perekonomian Jawa-Bali, utamanya industri dan pariwisata. Sementara itu,
Wilayah Sumatera dan Kalimantan yang memiliki ketergantungan terhadap
komoditas primer juga mengalami dampak perlambatan pada pertumbuhan
ekonominya. Sumatera dan Kalimantan diperkirakan akan tumbuh melambat
sebesar -0,3–2,6 persen dan -0,4–2,1 persen yang utamanya disebabkan oleh
transmisi perdagangan luar negeri akibat penurunan harga komoditas dunia
dan turunnya suplai input antara pada industri pengolahan khususnya di
wilayah Jawa-Bali.
Tabel 3.3
Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Tahun 2019-2020 (Persen)
No. 2020: Sebelum 2020: Setelah
Uraian 2019a)
COVID-19 b) COVID-19c)
1. Sumatera 4,6 4,8 (0,3)–2,6
2. Jawa – Bali 5,5 5,4 (0,5)–1,9
3. Nusa Tenggara 4,5 5,9 0,0–3,1
4. Kalimantan 5,0 6,4 (0,4)–2,1
5. Sulawesi 6,7 6,8 (0,5)– 4,0
6. Maluku 5,8 6,1 (0,3)–5,0
7. Papua -10,7 6,0 (0,0)–2,0
Sumber: a) BPS, 2019; b) Sasaran RKP 2020; c) Perkiraan Bappenas, Mei 2020

BAB 3 – Kerangka Ekonomi Daerah dan Keuangan Daerah

31
Pemerintah Kabupaten Cianjur

Dampak COVID-19 mendorong pelemahan sektor pariwisata,


terhambatnya pemulihan pembangunan pascagempa, dan terpukulnya sektor
pertambangan perekonomian Wilayah Nusa Tenggara. Pertumbuhan ekonomi
di wilayah ini diperkirakan tumbuh melambat sebesar 0,0–3,1 persen.
Sementara itu, Wilayah Sulawesi diperkirakan hanya tumbuh -0,5– 4,0 persen
yang disebabkan oleh tertahannya laju investasi dan menurunnya kunjungan
wisman. Pertumbuhan ekonomi Maluku diperkirakan masih mampu tumbuh
mencapai -0,3–5,0 persen dengan sektor yang terdampak cukup berat adalah
sektor perikanan. Kinerja ekspor diperkirakan menurun seiring dengan
pembatasan aktivitas ekonomi baik lokal maupun internasional. Lebih lanjut,
perekonomian wilayah Papua akan mengalami tekanan dampak COVID-19
yang relatif terbatas karena efek tekanan sektor tambang yang sudah
menurun. Wilayah Papua diperkirakan mampu tumbuh mencapai -0,0–2,0
persen.
b. Target Pembangunan
Prospek perlambatan pertumbuhan ekonomi akibat pandemi COVID-19
pada tahun 2020 diperkirakan memberikan dampak besar bagi pencapaian
sasaran pembangunan. Tingkat pengangguran terbuka dan tingkat kemiskinan
diperkirakan meningkat, tingkat kesenjangan melebar, dan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) menurun (Tabel 3.4).

Tabel 3.4
Target Pembangunan Tahun 2020 (Persen)

No Target Pembangunan 2020: Sebelum 2020: Setelah


2019 a)
COVID-19 b) COVID-19c)
1. Tingkat Pengangguran Terbuka 5,3 4,8–5,0 7,8–8,5
(TPT)
2. Tingkat Kemiskinan 9,2 8,5–9,0 9,7–10,2
3. Indeks gini 0,380 0,375–0,380 0,379–0,381
4. IPM 71,92 72,51 72,11–72,16
Sumber: Rancangan Awal RKP Tahun 2021
a) BPS, 2019; b) Sasaran RKP 2020; c) Perkiraan Bappenas, Mei 2020

c. Tingkat Pengangguran Terbuka


Perlambatan pertumbuhan ekonomi tahun 2020 mengakibatkan
tingginya pekerja yang menghadapi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan
dirumahkan. Tingginya pekerja ter- PHK tersebut, masuknya angkatan kerja
baru ke pasar kerja, dan keterbatasan ekonomi untuk menciptakan
kesempatan kerja berpotensi menambah pengangguran sebanyak 4,22 juta
jika dibandingkan dengan tahun 2019. Tingginya jumlah penganggur tersebut
membuat Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada tahun 2020 diperkirakan
mencapai 7,8–8,5 persen.
d. Tingkat Kemiskinan
Penyebaran wabah COVID-19 berdampak juga terhadap pencapaian
tingkat kemiskinan pada tahun 2020. Namun pemerintah terus berupaya
menekan tingkat kemiskinan melalui pemberian stimulus fiskal berupa
bantuan sosial yang cakupannya diperluas dan indeks bantuan yang
dinaikkan, antara lain (1) Program Keluarga Harapan (PKH) dengan target 10
juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang ditingkatkan indeks bantuannya
sebesar 25 persen serta penyaluran dilakukan setiap bulan; (2) Program
Sembako yang diperluas menjadi 20 juta KPM dengan indeks bantuan yang
meningkat menjadi Rp200.000/KPM/bulan; (3) Bantuan sosial tunai selama 3
bulan bagi 9 juta KPM di luar wilayah DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang
BAB 3 – Kerangka Ekonomi Daerah dan Keuangan Daerah

31
Pemerintah Kabupaten Cianjur

dan Bekasi; (4) Bantuan sosial khusus bagi keluarga terdampak di wilayah DKI
Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi, bagi 1,9 juta KPM selama 3
bulan; (5) Bantuan pembebasan serta pengurangan tarif listrik 450 VA dan 900
VA bagi penduduk miskin dan rentan; serta (6) pemanfaatan Dana Desa untuk
mengurangi dampak COVID-19. Dengan bantuan tersebut diharapkan angka
kemiskinan dapat ditekan pada kisaran 9,7–10,2 persen pada tahun 2020.
e. Indeks gini
Indeks gini yang mengalami penurunan secara bertahap sejak tahun
2015 hingga mencapai 0,380 pada September 2019 diperkirakan akan kembali
meningkat sebagai dampak penyebaran wabah COVID-19. Pada tahun 2020,
capaian indeks gini diperkirakan bisa menyentuh kisaran angka 0,379-0,381.
Angka ini berada di bawah 0,002-0,003 gini poin di bawah target RKP 2020
sebelumnya.
f. Indeks Pembangunan Manusia
Perlambatan pertumbuhan ekonomi berdampak pula pada IPM,
terutama pada komponen pengeluaran per kapita yang merupakan indikator
standar hidup layak. Penurunan pengeluaran per kapita ini disebabkan oleh
merosotnya konsumsi rumah tangga akibat menurunnya pendapatan dan daya
beli. Pembatasan aktivitas penduduk selama pandemi menyebabkan
banyaknya pekerja yang dirumahkan atau diberhentikan, serta terhentinya
aktivitas ekonomi pekerja informal.
Tekanan yang cukup besar bagi perekonomian ini dapat diminimalisir
jika sistem kesehatan mampu mengendalikan pandemi. Kecepatan
menghentikan penularan akan mencegah jumlah kematian yang besar,
mempercepat selesainya pandemi dan membatasi penyebaran COVID-19 pada
wilayah tertentu (disease containment). Namun saat ini sistem kesehatan
Indonesia masih relatif lemah disebabkan oleh kecilnya investasi di sektor
kesehatan, khususnya sektor kesehatan publik (public health) termasuk
infrastruktur dan kemampuan sumber daya pada aspek promotif, preventif
maupun kuratif. Alhasil, tekanan besar pada sistem kesehatan untuk
mencegah penularan dan menekan kematian karena COVID-19 berdampak
pada terhambatnya penanganan pelayanan kesehatan utama seperti kesehatan
ibu dan anak, gizi masyarakat dan pengendalian penyakit.
Pandemi COVID-19 juga berdampak nyata pada penyelenggaraan
pendidikan dengan pengalihan proses pembelajaran dari sekolah ke rumah
(keluarga), melalui pembelajaran daring berbasis teknologi informasi. Sebagai
langkah darurat, sekolah di rumah tentu saja penting, namun proses
pembelajaran daring tidak sepenuhnya efektif. Dampak lain yang juga harus
mendapat perhatian serius adalah kemampuan finansial keluarga (rumah
tangga) yang menurun karena kehilangan pekerjaan, sehingga tidak dapat
membiayai pendidikan bagi anak-anak mereka. Kondisi demikian dapat
menyebabkan siswa-siswa putus sekolah atau tidak dapat melanjutkan ke
jenjang pendidikan berikutnya. Dengan berbagai perkembangan tersebut, IPM
diperkirakan akan mencapai 72,11–72,16 lebih rendah dari sasaran yang
ditetapkan dalam RKP tahun 2020 sebesar 72,51.

g. Neraca Pembayaran
Kinerja neraca pembayaran Indonesia tahun 2020 (Tabel 3.5) mengalami
tekanan terutama pada neraca modal dan finansial, seiring dengan rendahnya
FDI dan arus modal asing keluar Indonesia (capital outflow). Penyebaran wabah
COVID-19 di berbagai negara dan ketidakpastian waktu penyelesaiannya
menyebabkan turunnya aliran FDI di tingkat global, termasuk ke Indonesia.

BAB 3 – Kerangka Ekonomi Daerah dan Keuangan Daerah

31
Pemerintah Kabupaten Cianjur

Sementara itu, kepanikan di pasar keuangan dunia memicu larinya investasi


portfolio keluar Indonesia, meski pasca-April mulai menunjukkan tanda- tanda
pemulihan. Dengan perkembangan tersebut, surplus neraca transaksi modal
dan finansial diperkirakan turun hingga sebesar US$ 11,0–18,0 miliar pada
tahun 2020, didorong oleh penurunan investasi langsung dan portfolio menjadi
sebesar US$ 6,2–11,8 dan 11,2–13,0 miliar.
Defisit neraca berjalan diperkirakan menurun hingga mencapai 1,3–1,7
persen PDB pada tahun 2020. Turunnya defisit transaksi berjalan didorong
oleh peningkatan surplus neraca perdagangan pada kisaran US$ 9,2–5,5
miliar. Peningkatan surplus neraca perdagangan disebabkan oleh penurunan
impor yang lebih dalam daripada ekspor, seiring dengan penurunan aktivitas
ekonomi domestik. Defisit neraca jasa-jasa diperkirakan pada kisaran US$ 6,6–
7,6 miliar didorong salah satunya oleh penurunan ekspor jasa perjalanan,
seiring dengan terhentinya aktivitas perjalanan internasional.
Pada akhir tahun 2020, neraca pembayaran Indonesia diperkirakan
akan mengalami defisit sebesar US$ 2,4–1,1 miliar. Cadangan devisa Indonesia
menurun menjadi US$ 126,8– 128,1 miliar.

Tabel 3.5
Neraca Pembayaran Indonesia 2019-2020 (US$ Miliar)
2020
No Uraian 2019a)
(Outlook)b)
1. Neraca Pembayaran Secara Keseluruhan 4,7 (2,4)–(1,1)
2. Neraca Transaksi Berjalan Sebagai persen dari PDB (30,4) (13,4)–(19,1)
(2,7) (1,3)–(1,7)
3. Neraca Perdagangan Barang 3,5 9,2 –5,5
4. Neraca Perdagangan Jasa (7,8) (6,6)–(7,6)
5. Neraca Pendapatan Primer (33,8) (22,2)–(24,0)
6. Neraca Pendapatan Sekunder 7,6 6,2 –7,0
7. Neraca Modal dan Finansial Sebagai persen dari 36,4 11,0 –18,0
PDB 3,2 1,0 –1,6
8. Investasi Langsung 20,0 6,2 –11,8
9. Investasi Portofolio 21,5 11,2 –13,0
10. Investasi Lainnya (5,4) (6,5)–(6,9)
11. Posisi Cadangan Devisa 129,2 126,8 –128,1
− Dalam bulan impor 7,3 9,4 –8,7
Sumber: Rancangan Awal RKP 2021
a) Bank Indonesia, 2020; b) Perkiraan Bappenas, Mei 2020

h. Keuangan Negara
Pendapatan negara dan hibah tahun 2020 diperkirakan turun seiring
dengan melambatnya kondisi ekonomi global dan domestik, serta menurunnya
harga komoditas, utamanya minyak dunia. Pemberian stimulus berupa insentif
fiskal dan penurunan tarif PPh Badan dari 25 persen menjadi 22 persen pada
tahun 2020 turut memperlebar berkurangnya penerimaan perpajakan.
Penerimaan PPN juga terimbas dari sisi melemahnya permintaan dan
berkurangnya aktivitas ekspor-impor dari sektor-sektor produktif, termasuk
sektor manufaktur yang berkontribusi terbesar terhadap PPN. Kondisi tersebut
berdampak pada penerimaan perpajakan yang diperkirakan akan mencapai
Rp1.462,6 triliun atau 8,7 persen PDB. Perkiraan tersebut turun 5,4 persen
dari realisasi tahun 2019. Selanjutnya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
juga diperkirakan menurun akibat harga komoditas migas terutama harga

BAB 3 – Kerangka Ekonomi Daerah dan Keuangan Daerah

31
Pemerintah Kabupaten Cianjur

minyak mentah Indonesia yang menurun cukup tajam dan harga komoditas
nonmigas yang relatif berfluktuasi. PNBP diperkirakan turun menjadi sebesar
Rp 297,76 triliun pada tahun 2020.
Dari sisi belanja negara, pandemi COVID-19 berdampak pada
peningkatan yang signifikan untuk akselerasi penanganan dampak COVID-19.
Akselerasi tersebut diperlukan untuk mencegah berbagai krisis baik
kesehatan, sosial, ekonomi, dan keuangan. Dibutuhkan tambahan belanja
untuk akselerasi penanganan pandemi COVID-19 yang diperkirakan mencapai
Rp 255,1 triliun untuk kebutuhan sebagai berikut (1) intervensi
penanggulangan COVID-19 sebesar Rp 75,0 triliun untuk bidang kesehatan
berupa insentif tenaga medis dan belanja penanganan kesehatan; (2)
tambahan jaringan pengaman sosial sebesar Rp 110,0 triliun; dan (3)
pemberian dukungan kepada sektor industri sebesar Rp 70,1 triliun berupa
pajak dan bea masuk yang ditanggung pemerintah, serta stimulus Kredit
Usaha Rakyat (KUR). Tambahan belanja berupa stimulus fiskal diharapkan
mampu meningkatkan daya tahan sektor-sektor terdampak COVID-19,
menjaga daya beli masyarakat, serta memelihara keberlanjutan dunia usaha.
Seiring dengan akselerasi penanganan COVID-19 tersebut di atas,
belanja negara diperkirakan mencapai Rp 2.613,8 triliun, meningkat 13,1
persen dibandingkan realisasi tahun 2019, atau mencapai sebesar 15,5 persen
PDB. Berdasarkan komponennya, belanja pemerintah pusat diperkirakan
mencapai Rp 1.851,1 triliun atau 11,0 persen PDB termasuk tambahan belanja
penanganan COVID-19 sebesar Rp255,11 triliun pada tahun 2020.
Selanjutnya, Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) diperkirakan
mencapai Rp. 762,7 triliun atau 4,5 persen PDB. Tambahan belanja tersebut
selain merupakan tambahan alokasi juga diperoleh melalui realokasi anggaran
dari belanja yang bersifat kurang mendesak, untuk kemudian dipusatkan ke
sektor kesehatan dan bantuan sosial.
Berdasarkan perkiraan pendapatan dan belanja negara tersebut, defisit
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2020 diperkirakan
mencapai Rp 852,9 triliun atau 5,1 persen terhadap PDB (Tabel 3.6). Defisit
tersebut akan dibiayai utamanya dari pembiayaan utang yang diperkirakan
mencapai sebesar Rp 1.006,4 triliun (rasio utang diperkirakan sebesar 36,4
persen PDB. Selain itu, pembiayaan defisit bersumber dari Saldo Anggaran
Lebih (SAL) sekitar Rp70,6 triliun dan pembiayaan investasi sekitar negatif
Rp229,3 triliun. Dukungan pembiayaan anggaran juga diberikan untuk
penanganan COVID-19 sebesar Rp150,0 triliun yang digunakan sebagai
pembiayaan pendukung program pemulihan ekonomi nasional.
Tabel 3.6
Postur APBN (Persen PDB)
Realisasi 2020
No Uraian 2019a) APBN Outlook Perpres 54/2020
1. Pendapatan Negara dan Hibah 12,2 12,8 10,5
2. Penerimaan Perpajakan 9,8 10,7 8,7
3. PNBP 2,6 2,1 1,8
4. Belanja Negara 14,6 14,6 15,5
5. Belanja Pemerintah Pusat 9,5 9,6 11,0
6. TKDD 5,11 4,9 4,5
7. Keseimbangan Primer (0,5) (0,1) (3,1)
8. Surplus / (Defisit) (2,2) (1,8) (5,1)
9. Rasio Utang 30,2 30,2 36,4
Sumber: Rancangan Awal RKP 2021

BAB 3 – Kerangka Ekonomi Daerah dan Keuangan Daerah

31
Pemerintah Kabupaten Cianjur

Langkah-langkah akselerasi penanganan pandemi COVID-19 dituangkan


dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.1/2020
tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan. Melalui
Perppu tersebut Pemerintah berwenang melakukan relaksasi kebijakan defisit
anggaran melampaui 3 persen paling lama sampai dengan berakhirnya tahun
anggaran 2022. Perppu juga mengatur kebijakan di bidang keuangan daerah,
perpajakan, dan pelaksanaan program pemulihan ekonomi nasional.

3.1.1.2 Kondisi Perekonomian Provinsi Jawa Barat


a. Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat
Bank Indonesia (BI) telah melakukan kajian ekonomi regional Provinsi
Jawa Barat sampai dengan Mei 2020 dan laporannya telah dipublikasikan
pada bulan Juni 2020. Berdasarkan prediksi BI, pada tahun 2020,
pertumbuhan ekonomi Jawa Barat diperkirakan melambat pada kisaran 1,2-
1,6 persen, lebih rendah dibandingkan tahun 2019. Perlambatan tersebut
diperkirakan dipengaruhi oleh tekanan eksternal dan domestik, termasuk
perlambatan pada seluruh komponen pengeluaran. Dari sisi lapangan usaha,
kinerja sektor utama melambat sejalan dengan menurunnya kondisi
perekonomian global sebagai dampak dari pandemi COVID-19. Meskipun
demikian, kinerja sektor informasi dan komunikasi diperkirakan meningkat
signifikan seiring dengan perubahan gaya hidup yang lebih digital karena
adanya kebijakan work from home (WFH) dan learn from home (LFH) selama
periode pandemi COVID-19.
Secara umum, pandemi COVID-19 terbukti telah menahan laju
pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat pada triwulan I 2020 menjadi
sebesar 2,73 persen (yoy), melambat dibanding triwulan IV 2019 yang
mencapai 4,11 persen (yoy). Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan I
2020 tersebut lebih rendah dibandingkan rata-rata 5 tahun terakhir (2015-
2019) yaitu sebesar 5,35 persen (yoy), bahkan terendah sejak tahun 2010.
Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat triwulan I 2020 juga berada di bawah
pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 2,97 persen (yoy) (Gambar 3.1).

Gambar 3.1
Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat dan Nasional
Sumber: Laporan Perekonomian Provinsi Jawa Barat, Mei 2020

BAB 3 – Kerangka Ekonomi Daerah dan Keuangan Daerah

31
Pemerintah Kabupaten Cianjur

Secara spasial, Jawa Barat masih menjadi penopang perekonomian


nasional pada pangsa 13,53 persen, tertinggi ketiga setelah DKI Jakarta (18,66
persen) dan Jawa Timur (14,93 persen). Sumbangan pertumbuhan ekonomi
Jawa Barat terhadap perekonomian nasional ini meningkat dibanding triwulan
IV 2019 (13,02 persen) sama halnya dengan DKI Jakarta dan Jawa Timur yang
juga meningkat (Gambar 3.2).

Gambar 3.2
Pangsa perekonomian Provinsi di Jawa terhadap nasional
Sumber: Laporan Perekonomian Provinsi Jawa Barat, Mei 2020

Di kawasan Jawa, pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan I


2020 berada pada urutan ketiga, setelah DKI Jakarta dan Banten. Dilihat dari
arah pertumbuhannya, seluruh provinsi tercatat mengalami perlambatan
pertumbuhan pada triwulan I 2020 (Gambar 3.3).

Gambar 3.3
Perbandingan pertumbuhan ekonomi provinsi di Jawa (%, yoy)
Sumber: Laporan Perekonomian Provinsi Jawa Barat, Mei 2020

BAB 3 – Kerangka Ekonomi Daerah dan Keuangan Daerah

31
Pemerintah Kabupaten Cianjur

Sisi Pengeluaran

Pada triwulan I 2020, melambatnya pertumbuhan ekonomi Jawa Barat


ini disebabkan oleh melambatnya komponen konsumsi rumah tangga menjadi
3,04 persen (yoy). Begitu pula konsumsi pemerintah yang mengalami
perlambatan menjadi 4,33 persen (yoy). Di sisi lain, kondisi ketidakpastian
global yang tinggi akibat COVID-19 membuat investor cenderung bersikap wait
and see sampai iklim investasi kembali kondusif. Kondisi tersebut tercermin
pada Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang mengalami perlambatan
menjadi 0,71 persen (yoy). Perlambatan investasi tercermin dari penurunan
realisasi total investasi di Jawa Barat pada triwulan I 2020 yang mengalami
konstraksi lebih dalam sebesar -10,75 persen (yoy). Penurunan realisasi
investasi terutama disebabkan oleh kontraksi pada Penanaman Modal Asing
(PMA) sebesar -48,38 persen (yoy). Sementara itu, Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN) justru tumbuh meningkat sebesar 209,51 persen (yoy) (Gambar
3.4).

Gambar 3.4
Perkembangan realisasi investasi di Jawa Barat
Sumber: Laporan Perekonomian Provinsi Jawa Barat, Mei 2020

Sementara itu, kondisi eksternal yang terdampak COVID-19


mengakibatkan menurunnya volume perdagangan dunia yang tercermin pada
ekspor dan impor yang mengalami kontraksi masing-masing menjadi sebesar -
2,50 persen (yoy) dan -4,89 persen (yoy). Penurunan impor terjadi karena
dipengaruhi oleh kondisi perekonomian Tiongkok sebagai pemasok utama
bahan baku impor untuk industri di Jawa Barat yang mengalami kontraksi
ekonomi pada triwulan I 2020 menjadi -6,8 persen (yoy) seperti dapat dilihat
pada Gambar 3.5.

BAB 3 – Kerangka Ekonomi Daerah dan Keuangan Daerah

31
Pemerintah Kabupaten Cianjur

Gambar 3.5
Perkembangan Impor Jawa Barat
Sumber: Laporan Perekonomian Provinsi Jawa Barat, Mei 2020

Pada triwulan II 2020, perekonomian Jawa Barat diperkirakan


mengalami kontraksi lebih dalam. Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat
diperkirakan pada kisaran -0,94 persen s.d -0,54 persen (yoy). Konsumsi
rumah tangga diperkirakan tumbuh pada kisaran 0,14 persen - 0,54 persen
(yoy) seiring dengan penurunan daya beli masyarakat lebih dalam akibat
pendapatan yang menurun dan akses yang terbatas menyusul pemberlakuan
PSBB. Di sisi lain, jumlah PHK dan pekerja yang dirumahkan juga terus
meningkat. Perkiraan tersebut sejalan dengan hasil Survei Konsumen dimana
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) mengalami penurunan signifikan hingga ke
level pesimis (Gambar 3.6). Hal ini utamanya didorong oleh pesimisme pada
ketersediaan lapangan kerja sehingga mempengaruhi penurunan angka Indeks
Kondisi Ekonomi (IKE) dan Indeks Ekspektasi Kondisi Ekonomi (IEK).

Gambar 3. 6
Indeks Keyakinan Konsumen Triwulan II 2020
Sumber: Laporan Perekonomian Provinsi Jawa Barat, Mei 2020

BAB 3 – Kerangka Ekonomi Daerah dan Keuangan Daerah

31
Pemerintah Kabupaten Cianjur

Di sisi lain, proporsi penghasilan untuk konsumsi semakin menurun


pada triwulan II 2020 menjadi sebesar 42,90 persen menunjukkan bahwa
masyarakat semakin besar menahan konsumsinya (Gambar 3.7).

Gambar 3.7
Proporsi penggunaan pendapatan Triwulan II 2020
Sumber: Laporan Perekonomian Provinsi Jawa Barat, Mei 2020

Namun demikian, konsumsi pemerintah diperkirakan meningkat pada


kisaran 4,63-5,03 persen (yoy) seiring dengan peningkatan belanja Pemerintah
untuk penanganan COVID-19. Perkiraan meningkatnya konsumsi pemerintah
berdasarkan pada Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 25 tahun 2020 untuk
melakukan refocusing kegiatan dan realokasi anggaran untuk penanganan
COVID-19 yang mulai berlaku sejak April 2020. Investasi pada triwulan II 2020
pun diperkirakan mengalami kontraksi yang cukup dalam pada kisaran -6,33
persen s.d -5,93 persen (yoy). Potensi realisasi investasi Jawa Barat pada
triwulan II 2020 tertahan oleh meningkatnya ketidakpastian kondisi ekonomi
global dan domestik akibat lonjakan kasus dan penyebaran COVID-19.
Sedangkan ekspor luar negeri Jawa Barat diperkirakan mengalami kontraksi
pada kisaran -16,95 persen s.d -16,55 persen (yoy).
Ekspor luar negeri diperkirakan terkontraksi seiring dengan proyeksi
pertumbuhan ekonomi negara mitra dagang Jawa Barat yang semakin
menurun pada triwulan II 2020. Purchasing Manager’s Index (PMI) Amerika
Serikat (AS) terus menunjukkan penurunan pada April-Mei 2020. Sama halnya
dengan PMI AS, PMI Eropa juga masih menunjukkan penurunan (Gambar 3.8).
Di tengah meluasnya dampak COVID-19, impor diperkirakan mengalami
kontraksi lebih dalam pada kisaran -32,30 persen s.d -31,90 persen (yoy).
COVID-19 tidak hanya menahan laju pertumbuhan ekspor, namun juga
memberikan dampak pada penurunan impor yang lebih dalam sehubungan
dengan impor Jawa Barat dari Tiongkok mencapai 23,50 persen dari total
impor serta penerapan lockdown di berbagai negara berakibat pada
terbatasnya pilihan dan kendala logistik. Selain itu, 60 persen impor
merupakan impor bahan baku. Di sisi lain, perlambatan kinerja industri
pengolahan dan ekspor turut mengakibatkan permintaan akan bahan baku
impor oleh industri menjadi menurun pada triwulan II 2020.

BAB 3 – Kerangka Ekonomi Daerah dan Keuangan Daerah

31
Pemerintah Kabupaten Cianjur

Gambar 3.8
Perkembangan PMI Negara Mitra Dagang Utama II 2020
Sumber: Laporan Perekonomian Provinsi Jawa Barat, Mei 2020

Pada triwulan III 2020, pertumbuhan ekonomi diperkirakan berada pada


kisaran 0,7 persen-1,1 persen, mengalami perbaikan dari perkiraan
pertumbuhan ekonomi triwulan II 2020 seiring dengan perbaikan pada
konsumsi rumah tangga dan pemerintah. Pertumbuhan konsumsi rumah
tangga keseluruhan tahun 2020 diproyeksikan tumbuh pada rentang 1,7
persen-2,1 persen (yoy), lebih rendah dari konsumsi rumah tangga pada tahun
2019. Konsumsi pemerintah diperkirakan sedikit meningkat dibandingkan
triwulan II 2020 dan secara keseluruhan tahun 2020 konsumsi pemerintah
Jawa Barat diperkirakan tumbuh pada kisaran 3,1 persen – 3,5 persen (yoy).
Kinerja investasi berupa PMTB akan mengalami perbaikan dibandingkan
triwulan II 2020 meskipun diperkirakan masih mengalami kontraksi. Secara
keseluruhan investasi pada tahun 2020 diproyeksikan menurun pada rentang
-1,7 persen s.d -1,3 persen (yoy). Ekspor total diharapkan mengalami
perbaikan dibandingkan triwulan II 2020. Secara keseluruhan tahun 2020,
ekspor total Jawa Barat diperkirakan terkontraksi pada kisaran -1,8 persen s.d
-1,4 persen (yoy). Di sisi lain, impor total juga terkontraksi pada kisaran -3,5
persen s.d. -3,1 persen (yoy), seiring dengan terkendalanya pelaku usaha
untuk memperoleh bahan baku impor.
Secara keseluruhan tahun 2020, konsumsi rumah tangga diperkirakan
mengalami perlambatan signifikan akibat dampak pandemi COVID-19 yang
menurunkan penghasilan dan daya beli rumah tangga. Di sisi lain, keyakinan
konsumen juga melemah diikuti dengan penundaan konsumsi barang tahan
lama (durable goods). Jumlah PHK dan pegawai dirumahkan yang cukup
besar, serta terkendalanya aktivitas ekonomi nonformal selama periode
pembatasan sosial menyebabkan penurunan pengeluaran rumah tangga. Di
sisi lain, sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia,
pelemahan daya beli sangat mempengaruhi daya dorong konsumsi rumah
tangga terhadap pertumbuhan ekonomi tahun 2020. Berbagai stimulus
Pemerintah Pusat dan Daerah diharapkan dapat menahan perlambatan
konsumsi rumah tangga di tahun 2020 melalui penyaluran bansos dan skema
jaring pengaman sosial lainnya.

BAB 3 – Kerangka Ekonomi Daerah dan Keuangan Daerah

31
Pemerintah Kabupaten Cianjur

Pertumbuhan konsumsi pemerintah diperkirakan melambat


dibandingkan 2019 berkaitan dengan dilakukannya penyesuaian anggaran
belanja Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, sehingga menjadi lebih
rendah dari target awal karena urgensi penanganan COVID-19. Di sisi lain,
pendapatan pemerintah daerah yang didominasi oleh pajak kendaraan
bermotor juga menurun cukup dalam terkait dengan perkiraan penurunan
penjualan mobil dan motor yang cukup signifikan dampak dari PSBB selama
periode pandemi.
Perbaikan kinerja investasi pada triwulan III 2020 diharapkan terjadi
seiring dengan pemberlakukan new normal secara bertahap, sehingga terdapat
peningkatan aktivitas ekonomi dibandingkan triwulan II 2020. Beberapa
proyek infrastruktur strategis dan investasi swasta skala besar yang dapat
terus berlanjut pasca PSBB diharapkan mendukung perbaikan kinerja
investasi, meskipun ketidakpastian tetap menjadi risiko bagi pelaku usaha
untuk cenderung mengambil sikap wait and see dalam berinvestasi. Di sisi
lain, pelaku usaha juga cenderung menahan dan menunda investasi karena
menurunnya kinerja sektor utama Jawa Barat, sehingga mempengaruhi
kondisi keuangan perusahaan. Ekspor Jawa Barat, khususnya ekspor luar
negeri pada triwulan III 2020 diharapkan mengalami perbaikan dibandingkan
triwulan II 2020 sejalan dengan mulai stabilnya angka fatality rate COVID-19
secara global yang diharapkan diikuti dengan penyesuaian kebijakan lock
down atau PSBB lainnya, sehingga aktivitas perdagangan global membaik.
Namun demikian, secara keseluruhan tahun 2020, ekspor luar negeri akan
mengalami kontraksi yang cukup karena kontraksi pertumbuhan ekonomi
negara mitra dagang utama dan menurunnya volume perdagangan dunia
secara signifikan.
Proyeksi Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat dari sisi pengeluaran dapat
dilihat pada Tabel 3.7.
Tabel 3.7
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat – Sisi Pengeluaran (%yoy)
2019 2020
Uraian r r r r P
I II III IV Total I II IIIP TotalP
(0.9)-
PDRB (% YOY) 5,39 5,67 5,15 4,11 5,07 2,73 0.7-1.1 1.2-1.6
(0.5)
Konsumsi Rumah
4,96 5,04 4,90 4,12 4,75 3,04 0.1-0.5 1.6-2.0 1.7-2.1
Tangga
-
Konsumsi LNPRT 8,45 5,41 -0,05 3,31 -1,70 (12.7)-(12.3) (10.0)-(9.6) (6.1)-(5.7)
0,20
Konsumsi
3,76 4,26 5,83 5,13 4,91 4,33 4.6-5.0 4.7-5.1 3.1-3.5
Pemerintah
Pembentukan Modal
5,48 4,35 2,62 4,13 4,11 0,71 (6.3)-(5.9) (2.5)-(2.1) (1.7)-(1.3)
Tetap Bruto
Ekspor 7,87 8,05 7,52 4,54 6,97 -2,50 (5.8)-(5.4) (1.3)-(0.9) (1.8)-(1.4)

Impor 6,97 5,53 5,25 4,41 5,46 -4,89 (8.7)-(8.30) (2.1)-(1.7) (3.5)-(3.1)
Sumber: Laporan Perekonomian Provinsi Jawa Barat, Mei 2020

Dari sisi PDRB menurut lapangan usaha, sektor industri pengolahan,


perdagangan, serta sektor pertanian menjadi faktor utama penahan
pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan I 2020 (Gambar 3.9). Pada
triwulan I 2020, pertumbuhan industri pengolahan tercatat mengalami
perlambatan menjadi 1,58 persen (yoy) dari periode sebelumnya sebesar 2,08
persen (yoy). Melambatnya kinerja sektor industri pengolahan sejalan dengan
melambatnya kinerja ekspor pada triwulan I 2020 yang disebabkan
menurunnya permintaan global. Sektor perdagangan besar & eceran dan
reparasi juga terpantau melambat dari 7,26 persen (yoy) pada triwulan IV 2019

BAB 3 – Kerangka Ekonomi Daerah dan Keuangan Daerah

31
Pemerintah Kabupaten Cianjur

menjadi 0,15 persen (yoy) pada triwulan I 2020. Perlambatan kinerja sektor
perdagangan seiring dengan menurunnya konsumsi dan daya beli masyarakat
akibat pendapatan yang menurun serta pembatasan aktivitas usaha. Sektor
pertanian, kehutanan dan perikanan pada triwulan I 2020 mengalami
kontraksi yang cukup dalam yakni sebesar -10,92 persen (yoy). Hal ini
disebabkan oleh pergeseran musim tanam akibat anomali cuaca yang terjadi
pada tahun 2019. Periode panen baru terjadi pada triwulan II 2020. Selain itu,
banjir yang melanda di beberapa wilayah di Jawa Barat pada awal tahun 2020
mengakibatkan gagal panen pada komoditas hortikultura.

Gambar 3.9
Pertumbuhan PDRB menurut Lapangan Usaha
Sumber: Laporan Perekonomian Provinsi Jawa Barat, Mei 2020

Pada triwulan II 2020, pertumbuhan ekonomi Jawa Barat diperkirakan


mengalami kontraksi yang disebabkan oleh kontraksi pada sektor industri
pengolahan, perdagangan besar & eceran, serta konstruksi. Hal ini seiring
dengan perlambatan ekonomi global dan nasional serta adanya pemberlakuan
PSBB di seluruh wilayah Jawa Barat sehingga kegiatan usaha banyak yang
berhenti beroperasi untuk sementara. Pertumbuhan industri pengolahan
diperkirakan mengalami kontraksi dibandingkan triwulan I 2020 dengan
angka pertumbuhan berkisar antara -2,87 persen s.d -2,47 persen (yoy). Sektor
perdagangan diperkirakan terkontraksi pada kisaran -2,6 persen s.d -2,2
persen (yoy). Hal ini dipengaruhi oleh masih lemahnya daya beli masyarakat
yang tercermin pada penurunan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) menjadi
86,9 pada triwulan II 2020 (lihat Gambar 3.6).
Sektor konstruksi pada triwulan II 2020 juga diperkirakan mengalami
kontraksi pada kisaran -2,39 persen s.d -1,99 persen (yoy). Kontraksi tersebut
antara lain disebabkan oleh berkurangnya hari kerja efektif menyusul
Instruksi Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Inmen PUPR)
untuk memberlakukan protokol pencegahan penyebarluasan COVID-19 dan
kendala pembiayaan. Pembiayaannya yang berasal dari anggaran pemerintah
akan ditunda dan difokuskan untuk penanganan COVID-19 sebagaimana
Perppu No. 1 Tahun 2020 dan pembiayaan dari asing juga mengalami
penundaan mengingat dampak ekonomi yang ditimbulkan pada negara
investor. Sementara itu, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan pada
triwulan II 2020 diperkirakan diperkirakan mengalami peningkatan

BAB 3 – Kerangka Ekonomi Daerah dan Keuangan Daerah

31
Pemerintah Kabupaten Cianjur

dibandingkan triwulan I 2020. sektor pertanian diperkirakan tumbuh pada


rentang 6,1 - 6,5 persen (yoy). Hal ini seiring dengan telah memasuki periode
panen tanaman pangan khususnya padi dan hortikultura. Puncak panen padi
di Jawa Barat diperkirakan terjadi pada bulan Mei - Juni 2020.
Secara keseluruhan tahun 2020, kinerja sektor ekonomi di Jawa Barat
diperkirakan terkontraksi. Pandemi COVID-19 memberikan dampak
penurunan kinerja pada hampir seluruh sektor di Jawa Barat. Diperkirakan
hanya sektor informasi dan komunikasi, jasa kesehatan dan kegiatan sosial,
serta administrasi pemerintah yang masih mencatat pertumbuhan positif
cukup tinggi di tahun 2020. Pada tahun 2020, kinerja sektor industri
pengolahan diperkirakan melambat pada kisaran 0,0 persen sampai 0,4 persen
(yoy), menurun dibandingkan dengan 2019. Kinerja sektor konstruksi pada
tahun 2020 juga diperkirakan melambat pada rentang 1,5 - 1,9 persen (yoy),
terendah dalam beberapa tahun terakhir. Kinerja sektor perdagangan pada
tahun 2020 melambat cukup dalam pada kisaran 0,4 persen - 0,8 persen (yoy)
sejalan dengan perlambatan ekonomi Jawa Barat. Perlambatan kinerja sektor
perdagangan terutama disebabkan oleh kontraksi subsektor perdagangan
besar kendaraan bermotor yang terdampak signifikan akibat PSBB selama
periode pandemi COVID-19. Di sisi lain, perdagangan ritail juga melambat
seiring dengan penurunan belanja masyarakat.
Kinerja sektor pertanian Jawa Barat pada tahun 2020 diperkirakan
mengalami kontraksi pada kisaran -0,9 persen sampai dengan -0,5 persen
(yoy). Menurunnya permintaan, terutama selama periode pandemi COVID-19
menjadi faktor utama penurunan kinerja sektor pertanian. Pandemi COVID-19
menyebabkan penurunan daya beli masyarakat sehingga permintaan produk
pertanian dari rumah tangga mengalami penurunan. Penurunan permintaan
komoditas pertanian berkaitan dengan konsekuensi pembatasan sosial skala
besar yang berdampak pada penghentian sementara atau pembatasan aktivitas
usaha hotel, restoran, kuliner dan wisata yang turut menurunkan permintaan
pada produk pertanian, peternakan dan perikanan. Dari sisi produksi, cuaca
tahun 2020 dengan curah hujan tinggi mendorong peningkatan produksi padi
meskipun terdapat pergeseran periode tanam dan panen. Di sisi lain curah
hujan yang tinggi tersebut menyebabkan produksi tanaman hortikultura
kurang optimal.
Proyeksi Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat dari sisi lapangan usaha
dapat dilihat pada Tabel 3.8.
Tabel 3.8
Proyeksi pertumbuhan ekonomi Jawa Barat – Sisi Lapangan Usaha
(%yoy)
2019 2020
Uraian
I r
II r
III r
IVr
Total I II P
IIIP TotalP
PDRB (% YOY) 5,39 5,67 5,15 4,11 5,07 2,73 (0.9)-(0.5) 0.7-1.1 1.2-1.6
Pertanian, Kehutanan, dan -
-1,13 6,87 -1,52 8,09 2,83 6.1-6.5 (1.7)-(1.3) (0.9)-(0.5)
Perikanan 10,92
Pertambangan dan
-0,24 -1,34 -1,28 -7,77 -2,76 0,00 (6.0)-(5.6) (2.8)-(2.4) (2.4)-(2.0)
Penggalian
Industri Pengolahan 6,22 3,32 4,64 2,08 4,04 1,58 (2.9)-(2.5) (0.3)-0.1 0.0-0.4
Pengadaan Listrik dan Gas -4,72 -9,67 2,02 7,84 -1,20 1,23 (6.8)-(6.4) (3.1)-(2.7) (2.2)-(1.8)
Pengadaan Air, Pengelolaan
Sampah, Limbah dan Daur 4,26 2,30 0,34 5,28 3,03 4,12 (7.2)-(6.8) (2.9)-(2.5) (1.5)-(1.1)
Ulang
Konstruksi 7,91 6,41 5,18 5,31 6,14 5,31 (2.4)-(2.0) 0.9-1.3 1.5-1.9
Perdagangan Besar dan
Eceran; Reparasi Mobil dan 5,05 9,87 7,75 7,26 7,51 0,15 (2.7)-(2.3) 1.2-1.6 0.4-0.8
Sepeda Motor
Transportasi dan 7,74 6,26 0,30 5,90 4,97 5,02 (3.2)-(2.8) 1.0-1.4 1.3-1.7

BAB 3 – Kerangka Ekonomi Daerah dan Keuangan Daerah

31
Pemerintah Kabupaten Cianjur

2019 2020
Uraian
I r
II r
III r
IVr
Total I II P
IIIP TotalP
Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan
7,21 11,82 8,61 1,71 7,25 5,26 (2.9)-(2.5) (1.0)-(0.6) 0.6-1.0
Makan Minum
Informasi dan Komunikasi 9,56 12,75 13,55 1,67 9,31 24,89 25.3-25.7 12.0-12.4 17.3-17.7
Jasa Keuangan dan
-0,48 -2,00 1,28 10,31 2,22 6,06 (3.1)-(2.7) 0.9-1.3 1.8-2.2
Asuransi
Real Estate 8,62 8,88 9,72 10,84 9,54 12,05 (2.3)-(1.9) 2.0-2.4 4.0-4.4
Jasa Perusahaan 6,52 11,44 9,12 9,63 9,18 9,82 (8.4)-(8.0) 2.6-3.0 1.7-2.1
Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan 0,33 10,13 8,46 1,92 5,10 3,73 4.5-4.9 4.6-5.0 3.5-3.9
Sosial Wajib
Jasa Pendidikan 3,61 1,00 8,31 7,76 5,19 9,78 (5.5)-(5.1) 1.7-2.1 2.2-2.6
Jasa Kesehatan dan
6,05 13,48 14,88 3,73 9,48 8,83 8.9-9.3 8.9-9.3 8.6-9.0
Kegiatan Sosial
Jasa lainnya 6,93 8,06 7,36 6,27 7,14 5,67 (9.9)-(9.5) (3.4)-(3.0) (1.3)-(0.9)
Sumber: Laporan Perekonomian Provinsi Jawa Barat, Mei 2020

Bappeda Provinsi Jawa Barat pun mencatat laju pertumbuhan ekonomi


Jawa Barat Tahun 2019 tumbuh 5,07 persen atau melambat apabila
dibandingkan dengan Tahun 2018 sebesar 5,66 persen (yoy). Dari sisi
produksi, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor Jasa Real Estate sebesar
9,54 persen. Dari sisi Pengeluaran dicapai oleh Komponen Ekspor Barang dan
Jasa yang tumbuh 6,97 persen. Pada tahun 2020, berdasarkan analisis
outlook ekonomi yang dilakukan UNPAD, pertumbuhan ekonomi Jawa Barat
menurun dengan adanya pandemi COVID-19 antara -2,1 persen (skenario
pesimis) dan 0,6 persen (skenario optimis). Nilai ini berbeda dengan prediksi BI
pertumbuhan ekonomi lebih optimis antara 1,2 persen dan 1,6 persen.

b. Laju Inflasi
Inflasi Jawa Barat pada triwulan I 2020 tetap terkendali dan berada pada
rentang sasaran inflasi 2020 yaitu 3%±1%, tepatnya sebesar 3,94 persen (yoy).
Nilai inflasi ini lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi nasional yang mencapai
2,96 persen atau dengan realisasi inflasi triwulan sebelumnya yang sebesar
3,21 persen (yoy) (Gambar 3.10.a). Secara kumulatif Januari hingga Maret,
inflasi Jawa Barat triwulan I 2020 tercatat merupakan yang terendah kedua
selama 3 (tiga) tahun terakhir (Gambar 3.10.b).

a. b.

Gambar 3.10
a. Inflasi Jawa Barat dan Nasional; b. Inflasi kumulatif di Jawa Barat
Sumber: Laporan Perekonomian Provinsi Jawa Barat, Mei 2020

Kondisi inflasi pada triwulan I 2020 didorong oleh komoditas kelompok


Makanan, Minuman dan Tembakau terutama subkelompok Makanan dan

BAB 3 – Kerangka Ekonomi Daerah dan Keuangan Daerah

31
Pemerintah Kabupaten Cianjur

subkelompok Rokok dan Tembakau yang menjadi penyumbang inflasi terbesar.


Komoditas penyumbang inflasi dan deflasi bulanan Jawa Barat dari Januari
s.d Maret 2020 dapat dilipat pada Gambar 3.11.

Gambar 3.11
Komoditas penyumbang inflasi dan deflasi Jawa Barat Januari-Maret 2020
Sumber: Laporan Perekonomian Provinsi Jawa Barat, Mei 2020

Berdasarkan kelompok pengeluarannya, kinerja inflasi sebagian besar


kelompok pengeluaran barang dan jasa pada triwulan I 2020 relatif masih
terkendali meskipun cenderung berada di atas inflasi triwulan I periode tahun
sebelumnya. Dari 11 kelompok kelompok pengeluaran, inflasi terbesar terjadi
pada kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya sebesar 6,63 persen (yoy)
yang dilanjutkan kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau sebesar 6,52
persen (yoy). Sementara inflasi terendah terjadi pada kelompok Informasi,
Komunikasi, dan Jasa Keuangan mencapai 0,01 persen (yoy) dan kelompok
Perumahan, Air, Listrik dan Bahan Bakar Rumah Tangga yang mencapai 1,54
persen (yoy) (Gambar 3.12).

Gambar 3.12
Inflasi berdasarkan kelompok pengeluaran
Sumber: Laporan Perekonomian Provinsi Jawa Barat, Mei 2020

Pada triwulan II 2020, inflasi Jawa Barat diperkirakan sesuai dengan


target sasaran inflasi 2020 pada rentang 3%±1% (yoy). Inflasi pada periode
BAB 3 – Kerangka Ekonomi Daerah dan Keuangan Daerah

31
Pemerintah Kabupaten Cianjur

Ramadhan dan Idul fitri 2020 di Jawa Barat tercatat lebih rendah dibandingkan
dengan rata-rata historisnya sehubungan dengan dua penyebab utama, yaitu
penurunan permintaan akibat menurunnya daya beli masyarakat serta periode
puncak panen padi dan hortikultura pada triwulan II 2020. Realisasi inflasi
bulan April sebesar 3,77 persen (yoy) dan pada bulan Mei 2020 terjadi deflasi
sebesar 2,93 persen (yoy). Sedangkan pada triwulan III 2020, tekanan inflasi
Jawa Barat diperkirakan sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2020
meskipun masih berada pada kisaran sasaran inflasi nasional.
Tekanan inflasi keseluruhan pada tahun 2020 diperkirakan berada dalam
kisaran inflasi nasional 3%±1% (yoy) bahkan berpotensi berada pada rentang
bawah target, sehubungan dengan adanya penurunan daya beli masyarakat dan
penurunan permintaan sebagai dampak dari pandemi COVID-19. Beberapa
faktor pendorong inflasi antara lain administered price, seperti kenaikan cukai
hasil tembakau, kenaikan harga komoditas pangan tertentu akibat kendala
pasokan, kenaikan permintaan pada komoditas kelompok kesehatan serta
kenaikan komoditas pendidikan yang tetap menjadi prioritas masyarakat di
tengah pandemi. Sedangkan faktor penahan inflasi lebih disebabkan oleh
turunnya harga komoditas dunia, khususnya minyak bumi, dan pembatasan
aktivitas yang berdampak pada penurunan permintaan komoditas angkutan.
Bappeda Provinsi Jawa Barat pun mencatat laju inflasi dari tahun ke
tahun “year on year” (Desember 2019 terhadap Desember 2018) sebesar 3,21
persen. Pada tahun 2020, berdasarkan analisis outlook ekonomi yang
dilakukan UNPAD, inflasi diperkirakan bergerak antara 2 persen dan 4 persen.
Nilai ini senada dengan BI yang memprediksikan inflasi sekitar 3%±1% (yoy).
c. Tingkat Pengangguran Terbuka
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Jawa Barat kembali menurun pada
Februari 2020 di tengah melambatnya laju pertumbuhan ekonomi triwulan I
2020. Hal ini sehubungan dengan pandemi COVID-19 pada Maret 2020 belum
terpotret dampaknya pada hasil survei Februari 2020. TPT Jawa Barat menurun
dari 7,73 persen pada Februari 2019 menjadi 7,69 persen pada Februari 2020
(Gambar 3.13).

Gambar 3.13
Perkembangan jumlah penduduk bekerja dan TPT Jawa Barat
Sumber: Laporan Perekonomian Provinsi Jawa Barat, Mei 2020

Pangsa pengangguran di Jawa Barat berdasarkan pendidikan tertinggi


yang ditamatkan pada Februari 2020 masih didominasi oleh lulusan SD ke

BAB 3 – Kerangka Ekonomi Daerah dan Keuangan Daerah

31
Pemerintah Kabupaten Cianjur

bawah (23,8 persen), diikuti lulusan SMP (23,1 persen) dan SMK (21,9 persen)
(Gambar 3.14.a). Adapun TPT tertinggi berdasarkan pendidikannya masih
terjadi pada tingkat pendidikan SMK yakni mencapai 11,30 persen, diikuti
Diploma I/II/III (10,95 persen), SMP (9,34 persen) dan SMA (8,91 persen)
(Gambar 3.14.b). Kondisi ini mengindikasikan tingkat pengangguran pada
lulusan pendidikan tinggi dan menengah di Jawa Barat masih sangat tinggi.

a. b.

Gambar 3.14
a. Pangsa penganggur berdasarkan Pendidikan tertinggi yang ditamatkan; b.
TPT berdasarkan tingkat Pendidikan terakhir
Sumber: Laporan Perekonomian Provinsi Jawa Barat, Mei 2020

Berdasarkan data dari Bappeda Provinsi Jawa Barat, capaian TPT Provinsi
Jawa Barat di tahun 2019 yaitu 7,99 persen dari target yang ditetapkan 7,70-
8,00 persen. Namun dengan adanya pandemi COVID-19, mengacu pada analisis
outlook ekonomi yang dilakukan UNPAD, pada tahun 2020, pengangguran
diprediksi meningkat dari menjadi 12% dalam skenario terparah.

d. Tingkat Kemiskinan dan Indeks gini

Ditengah perlambatan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat, kondisi


kesejahteraan masyarakat Jawa Barat pada September 2019 semakin membaik.
Sebagai gambaran umum, jumlah penduduk miskin di Jawa Barat pada
September 2019 sebanyak 3.380 ribu jiwa atau 6,82 persen dari jumlah
penduduk Jawa Barat. Tingkat kemiskinan di Jawa Barat pada September 2019
mengalami penurunan bila dibandingkan dengan September 2018 (7,25 persen)
(Gambar 3.15). Dengan demikian, tingkat kemiskinan September 2019
merupakan yang terendah dalam 8 (delapan) tahun terakhir dan tingkat
kemiskinan Jawa Barat masih konsisten bergerak dalam tren menurun. Sejalan
dengan hal tersebut, ketimpangan di Jawa Barat juga tercatat menurun dari
0,405 menjadi 0,398 pada September 2019.

BAB 3 – Kerangka Ekonomi Daerah dan Keuangan Daerah

31
Pemerintah Kabupaten Cianjur

Gambar 3. 15
Tingkat kemiskinan dan ketimpangan (Indeks gini) Jawa Barat
Sumber: Laporan Perekonomian Provinsi Jawa Barat, Mei 2020

Menurunnya tingkat kemiskinan di Jawa Barat terjadi baik di perkotaan


maupun di pedesaan. Penurunan terbesar pada tingkat kemiskinan di wilayah
pedesaan (dari 10,07 persen menjadi 9,58 persen) (Gambar 3.16.a). Meskipun
demikian, ketimpangan di pedesaan tercatat meningkat yakni dari 0,315 pada
September 2018 menjadi 0,318 pada September 2019. Sementara itu, tingkat
kemiskinan di wilayah perkotaan menurun dari 6,33 persen pada September
2018 menjadi 5,98 persen pada September 2019. Sejalan dengan hal tersebut,
ketimpangan di perkotaan juga tercatat mengalami penurunan, yakni dari
0,413 menjadi 0,408 pada September 2019 (Gambar 3.16.b).

12 % 0.45 POIN

10.07 0.413 0.408


10 9.58
0.40

6.33 5.98
6 0.315 0.318
0.30
4

0.35
0.25
% KEMISKINAN PERKOTAAN % KEMISKINAN PEDESAAN SEP'12 SEP'13 SEP'14 SEPT'15 SEP'16 SEP'17 SEP'18 SEP'19

SEP 2018 SEP 2019 PERKOTAAN PEDESAAN


2
Gambar 3. 16
a. Perkembangan tingkat kemiskinan pedesaan dan perkotaan; b.
Perkembangan Indeks gini pedesaan dan perkotaan
Sumber: Laporan Perekonomian Provinsi Jawa Barat, Mei 2020

Secara spasial, tingkat kemiskinan tertinggi di Jawa Barat berdasarkan


hasil rilis BPS periode Maret 2019 berada di Kota Tasikmalaya (11,6 persen),
sedangkan kabupaten/kota dengan tingkat kemiskinan paling rendah adalah
Kota Depok (Gambar 3.17). Dari 27 kabupaten/kota di Jawa Barat, sebanyak
15 kabupaten/kota memiliki tingkat kemiskinan lebih tinggi dari tingkat
kemiskinan Jawa Barat. Sementara 12 sisanya memiliki tingkat kemiskinan
lebih rendah dari tingkat kemiskinan Jawa Barat. Kabupaten/kota dengan
tingkat kemiskinan tinggi mayoritas berada di wilayah selatan Jawa Barat. Hal
ini menunjukkan bahwa terdapat ketimpangan atau pengembangan ekonomi
yang belum merata di Jawa Barat. Sebagian besar masyarakat yang berada di
wilayah dengan tingkat kemiskinan tinggi bekerja pada sektor pertanian.
Sebaliknya, masyarakat yang tinggal di wilayah dengan tingkat kemiskinan

BAB 3 – Kerangka Ekonomi Daerah dan Keuangan Daerah

31
Pemerintah Kabupaten Cianjur

rendah cenderung memiliki profesi yang lebih beragam, seperti pada sektor
industri keuangan atau sektor jasa.

Gambar 3.15
Tingkat kemiskinan 27 Kabupaten/Kota di Jawa Barat
Sumber: Laporan Perekonomian Provinsi Jawa Barat, Mei 2020

Berdasarkan data dari Bappeda Provinsi Jawa Barat, capaian


Persentase Penduduk Miskin Provinsi Jawa Barat tahun 2019 tercatat
sebesar 6,82 persen dari target target yang ditetapkan sebesar 6,66-6,96
persen. Capaian positif keadaan kemiskinan diperkuat dengan menurunnya
ketimpangan, yang ditunjukkan oleh capaian Indeks Gini Provinsi Jawa Barat
di tahun 2019 tercatat sebesar 0,398 poin dari target yang ditetapkan sebesar
0,39-0,41 poin. Pada tahun 2020, mengacu pada analisis outlook ekonomi yang
dilakukan UNPAD, dengan adanya pandemi COVID-19, persentase penduduk
miskin akan meningkat menjadi 7,2 persen sedangkan Indek Gini akan turun
menjadi sekitar 0,37-0,38.

e. Indeks Pembangunan Manusia


Secara umum, pembangunan manusia Provinsi Jawa Barat terus
mengalami kemajuan selama periode 2010 hingga 2019 (Gambar 3.18). IPM
Provinsi Jawa Barat meningkat dari 66,15 pada tahun 2010 menjadi 72,03 pada
tahun 2019. Selama periode tersebut, IPM Provinsi Jawa Barat rata-rata
tumbuh sebesar 0,95 persen per tahun. Provinsi Jawa Barat menunjukkan
kemajuan yang besar, status IPM terus mengalami peningkatan. Sejak tahun
2016, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Barat berada pada status
“tinggi” dan saat ini menempati peringkat ke-10 secara nasional, di bawah DKI,
DIY, Kalimantan Timur, Kepulauan Riau, Bali, Riau, Sulawesi Utara, Banten,
dan Sumatera Barat. Pada tahun 2019, IPM Provinsi Jawa Barat telah mencapai
72,03. Angka ini meningkat 0,739 poin dibandingkan dengan tahun 2018 yang
sebesar 71,30 dan sudah diatas IPM Nasional yang sebesar 71,92.

BAB 3 – Kerangka Ekonomi Daerah dan Keuangan Daerah

31
Pemerintah Kabupaten Cianjur

Gambar 3.16
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Jawa Barat, 2010-2019
Sumber: BPS, Februari 2020

Pada tahun 2020 ini, besaran IPM Provinsi Jawa Barat berdasarkan
RPJMD Jawa Barat 2018-2023 ditargetkan antara 71,91–72,52. Namun dengan
adanya Pandemi COVID-19, IPM akan terkoreksi sekitar 71,5, tumbuh lebih
lambat dibandingkan tahun 2019 (72,03).
3.1.1.3 Kondisi Ekonomi Kabupaten Cianjur
Realisasi ekonomi daerah di tahun 2019 mampu tumbuh di atas 5
persen dan berada di atas pertumbuhan nasional maupun Provinsi Jawa
Barat, Namun di tahun 2020 berjalan perekonomian Kabupaten Cianjur
tampaknya mengalami penurunan sejalan dengan merebaknya pandemi
COVID-19 yang berdampak pada berbagai sektor perekonomian daerah
diantaranya pariwisata, UMKM, industri dan lain-lain.

a. Kondisi Pertumbuhan Ekonomi Kab. Cianjur


Pertumbuhan ekonomi tahun 2019 telah tumbuh di angka 5,47 persen
dan diperkirakan dapat tumbuh lebih besar lagi seiring dengan perkiraaan
membaiknya perekonomian nasional maupun global. Namun seiring merebak
pandemi COVID-19 telah mengubah asumsi dan proyeksi ekonomi tahun 2020
(Tabel 3.9). Pertumbuhan ekonomi diperkirakan menurun dari 5,47 persen di
tahun 2019 menjadi 0,3–3,12 persen. Pertumbuhan ekonomi mengalami
perlambatan seiring dengan perlambatan secara nasional maupun Provinsi
Jawa Barat terutama di triwulan I dan II tahun 2020 namun optimis masih
dapat tumbuh positif minimal di atas 0,3 persen dan maksimal di 3,12 persen
dengan asumsi penanganan COVID dapat dilakukan dengan baik dan dapat
diminimalisir pengaruhnya di tahun 2020.

Hampir seluruh sektor ekonomi mengalami penurunan kinerja kecuali di


kegiatan jasa kesehatan dan kegiatan sosial dan komunikasi dan informasi
yang justru mengalami peningkatan dengan adanya kejadian pandemi COVID-
19 (Tabel 3.9). Ini dikarenakan adanya peningkatan penanganan kesehatan
baik oleh pemerintah maupun masyarakat dan peningkatan penggunaan
teknologi komunikasi dan informasi untuk mengantisipasi pembatasan sosial
untuk menghentikan penyebaran COVID-19.

BAB 3 – Kerangka Ekonomi Daerah dan Keuangan Daerah

31
Pemerintah Kabupaten Cianjur

Tabel 3.9
Pertumbuhan PDRB sisi Lapangan Usaha Kabupaten Cianjur
Tahun 2019 – 2020 (Persen)
**Proyeksi 2020 **Proyeksi 2020
Realisasi
No Uraian Sebelum COVID- Setelah COVID-
2019*
19 19
1. Pertanian, Kehutanan, dan 2,61 2,77 -0,46 – 1,81
Perikanan
2. Pertambangan dan Penggalian (0,50) 1,90 -0,80 - (-0,37)
3. Industri Pengolahan 11,05 10,02 1,09 – 5,23
4. Pengadaan Listrik dan Gas 2,28 4,02 1,14 – 1,94
5. Pengadaan Air, Pengelolaan 6,31 6,51 -2,29 – 4,18
Sampah, Limbah dan Daur Ulang
6. Konstruksi 4,60 6,82 1,42 – 1,75
7. Perdagangan Besar dan Eceran; 4,76 4,87 0,50-0,52
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
8. Transportasi dan Pergudangan 8,11 8,70 -3,93 – 2,77
9. Penyediaan Akomodasi dan 7,04 8,35 -6,31 – 0,97
Makan Minum
10. Informasi dan Komunikasi 8,58 11,33 10,22 – 16,31
11. Jasa Keuangan dan Asuransi 5,29 6,47 4,33 – 5,25
12. Real Estate 10,68 8,32 4,68 – 4,92
13. Jasa Perusahaan 9,09 8,38 2,08 – 3,44
14. Administrasi Pemerintahan, 3,08 3,41 2,35 – 3,34
Pertahanan dan Jaminan Sosial
Wajib
15. Jasa Pendidikan 6,30 7,50 3,15 – 6,20
16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan 7,80 10,05 7,41 – 11,93
Sosial
17. Jasa lainnya 7,24 8,36 -0,91 – 5,28
Pertumbuhan PDRB 5,47 5,87 0,3 – 3,1
Sumber : * BPS, **Hasil Analisis Bappeda, 2020

Sektor yang paling dominan yaitu pertanian mengalami penurunan


kinerja sehingga berdampak cukup signifikan terhadap perlambatan
pertumbuhan ekonomi keseluruhan. Di tahun 2019, sektor pertanian dapat
tumbuh sebesar 2,61 persen. Namun seiring dengan menurunnya permintaan
komoditas hasil pertanian dari daerah lain terutama kota Jakarta dan
Bandung, pertumbuhan sektor pertanian mengalami perlambatan menjadi
sebesar 1,81 persen dan bila tidak diantisipasi dengan terdapat kemungkinan
turun produksinya dibandingkan tahun sebelumnya sehingga
pertumbuhannya minus.
Sektor Perdagangan besar dan eceran sebagai sektor kedua yang
berkontribusi besar terhadap perekonomian daerah juga mengalami
penurunan seiring dengan penurunan aktivitas perdagangan karena adanya
pemberlakuan PSBB dalam penanganan COVID-19. Perdagangan yang tumbuh
sebesar 4,76 persen di tahun 2019 diperkirakan mengalami kontraksi di tahun
2020 dengan pertumbuhan hanya sebesar 0,50 – 0,52 persen.
Sektor transportasi juga mengalami perlambatan pertumbuhan yang
cukup signifikan dari realisasi pertumbuhan sebesar 8,11 persen di tahun
2019 diperkirakan menjadi sebesar 2,77 persen di tahun 2020 bahkan dalam
skenario terburuk diperkirakan akan mengalami pertumbuhan minus sebesar
-3,93 persen karena adanya pembatasan pergerakan penduduk dalam daerah
maupun dari dan keluar daerah untuk meminimalisir dampak COVID-19 serta
penurunan permintaan pengangkutan produk daerah.
Sektor kontruksi diperkirakan akan mengalami perlambatan
pertumbuhan dari 4,6 persen di tahun 2019 menjadi 1,42 -1,75 persen karena
adanya penurunan aktivitas pembangunan fisik dan investasi. Penyediaan
akomodasi dan makan minum juga mengalami penurunan signifikan seiring
dengan penurunan kunjungan wisatawan dan tingkat hunian hotel serta
berkurangnya aktifitas rumah makan/restoran yang ada.

BAB 3 – Kerangka Ekonomi Daerah dan Keuangan Daerah

31
Pemerintah Kabupaten Cianjur

b. Tingkat Pengangguran
Hasil analisis dampak COVID-19 terhadap ketenagakerjaan
menimbulkan banyaknya pengangguran akibat adanya pemutusan hubungan
kerja, dirumahkan terutama di sektor industri dan pariwisata. Tahun 2019
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 9,72 persen dan diperkirakan
kembali meningkat di tahun 2020, diharapkan maksimal dikisaran 10,12
persen.

c. Laju Inflasi
Laju inflasi Kabupaten Cianjur tahun 2019 sebesar 2,33 persen, lebih
rendah dibandingkan inflasi tahun 2018 sebesar 2,95 persen. Laju inflasi ini
lebih rendah dibandingkan laju inflasi Jawa Barat sebesar 3,21 persen
maupun nasional sebesar 2,72 persen. Laju inflasi di tahun 2020 diperkirakan
relatif stabil, tidak mengalami lonjakan yang tinggi seiring dengan menurun
daya beli masyarakat karena menurunnya tingkat pendapatan dan
pembatasan kegiatan ekonomi masyarakat. Perkiraan laju inflasi tahun 2020
tetap dapat dipertahankan di angka 3,0 + 1,0 persen.

d. Tingkat Kemiskinan
Angka kemiskinan Kabupaten Cianjur dari tahun ke tahun terus
menurun signifikan. Tahun 2019 tingkat kemiskinan sebesar 9,15 persen
menurun dari tahun sebelumnya sebesar 9,81 persen. Dampak COVID
menyebabkan menurunnya pendapatan masyarakat akibat dari bertambahnya
pengangguran dan berkurang aktivitas ekonomi karena adanya pembatasan
aktifitas di luar rumah. Banyak penduduk yang berkurang pendapatan
menyebabkan mereka rentan jatuh di bawah garis kemiskinan dan berakibat
meningkatnya penduduk miskin di Kabupaten Cianjur. Tahun 2020
diperkirakan tingkat kemiskinan kembali meningkat ke kisaran 9,9 persen.

e. Indeks Pembangunan Manusia


Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terus mengalami peningkatan
signifikan, seiring dengan upaya percepatan pembangunan manusia. Tahun
2019 IPM Kabupaten Cianjur sebesar 65,38 poin meningkat sebesar 0,76 poin
dari IPM tahun 2018 sebesar 64,62 poin. Peningkatan IPM Kabupaten Cianjur
yang cukup besar menjadikan salah satu kabupaten dengan peningkatan
tertinggi di Jawa Barat. Di tahun 2020 ini, besaran IPM Kabupaten tumbuh
lebih lambat dibandigkan tahun lalu seiring dengan meningkatnya dampak
COVID-19 yang berpengaruh kepada kesehatan, pendidikan maupun daya beli
(ekonomi). Realisasi IPM kabupaten Cianjur tahun 2019 sebesar 65,38 poin
diperkirakan tetap meningkat menjadi 65,40 poin di tahun 2020.

f. Indeks Gini
Indeks gini merupakan indikator untuk menunjukkan ketimpangan
tingkat pendapatan secara menyeluruh. Tahun 2016 – 2018, indeks gini
Kabupaten Cianjur relatif konstan dan nilainya lebih rendah dibandingkan
indeks gini Jawa Barat. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat
ketimpangan pendapatan di Kabupaten Cianjur relatif lebih rendah di
bandingkan ketimpangan pendapatan di Jawa Barat. Tahun 2020, tekanan
kondisi ekonomi terdampak COVID-2019 akan berpengaruh terhadap
penurunan pendapatan masyarakat. Namun penurunan ini diperkirakan tidak
terlalu berpengaruh terhadap tingkat ketimpangan pendapatan masyarakat
sehingga indeks gini tetap dapat dipertahankan di angka 0,35 poin.
Indikator ekonomi 2019 dan 2020 untuk Kabupaten Cianjur dapat
dilihat pada Tabel 3.10.

BAB 3 – Kerangka Ekonomi Daerah dan Keuangan Daerah

31
Pemerintah Kabupaten Cianjur

Tabel 3.10
Indikator Ekonomi Kabupaten Cianjur
Tahun 2019 dan 2020
No Uraian Realisasi 2019* Proyeksi 2020**

1 Laju Pertumbuhan Ekonomi (%) 5,47 0,3 – 3,1

2 Indeks Pembangunan Manusia (poin) 65,38 65,40

3 Nilai investasi (Rp. Trilyun) 1,76 0,52

4 Indeks Kesehatan (poin) 0,7678 0,7682

5 Indeks Pendidikan (poin) 56,51 0,5920

6 Indeks Daya Beli (poin) 0,6441 0,6443

7 Laju Inflasi (%) 2,33 3,0 + 1,0

8 Persentase penduduk miskin (%) 9,15 9,9

9 Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 9,72 10,12

10 Indeks gini (poin) 0,35 0,35

Sumber *BPS, ** Hasil analisis Bappeda tahun 2020

Perbandingan indikator ekonomi Nasional, Provinsi Jawa Barat dan


Kabupaten Cianjur dapat dilihat pada Tabel 3.11.

Tabel 3.11
Perbandingan Indikator Ekonomi Nasional, Jawa Barat dan Kabupaten Cianjur
2019 dan 2020
No. Uraian Nasional Provinsi Jawa Barat Kab.Cianjur
2019 2020* 2019 2020* 2019 2020*
1. Laju Pertumbuhan Ekonomi 5,02 (0,4) – 2,3 5,07 1,2 -1,6 1 5,47 0,3 – 3,1
(LPE) (poin) (2,1)-0,6 2
2. Laju Inflasi (%) 2,72 3,0±1,0 3,21 3,0±1,01 2,333 3,0±1,01
2 – 42
3. Tingkat Pengangguran 5,3 7,8 - 8,5 7,99 12,02 9,72 10,12
Terbuka (TPT) (%)
4. Tingkat Kemiskinan (%) 9,2 9,7 – 10,2 6,82 7,22 9,15 9,9
5. IPM (poin) 71,92 72,11- 72,03 71,52 65,38 65,08
72,16
6. Indeks Gini (poin) 0,380 0,379- 0,398 0,37-0,382 0,35 0,35
0,381
Catatan : Prediksi 2020 Prov Jawa Barat 1 =BI ; 2 =UNPAD (yang ditulis skenario terparah) ; 3 =
mengacu ke Kota Sukabumi. Data Kabupaten Cianjur Tahun 2019 bersumber dari BPS sedangkan tahun
2020 hasil analisis Bappeda Cianjur Tahun 2020

3.2 ARAH KEBIJAKAN


3.3.1 Arah Kebijakan Nasional
Dampak sosial dan ekonomi yang melanda Indonesia akibat pandemi ini
memaksa semua level pemerintahan baik pusat dan daerah untuk melakukan
koreksi terhadap rencana pembangunan yang telah ditetapkan. Terutama yang
telah dituangkan dalam dokumen perencanaan dan anggaran mengingat pada
saat menyusun sama sekali tidak memperhitungkan pandemi. Penyesuaian
yang tepat dan kebijakan yang terukur dalam menangani wabah corona akan
menjadi titik awal untuk pemulihan.

BAB 3 – Kerangka Ekonomi Daerah dan Keuangan Daerah

31
Pemerintah Kabupaten Cianjur

Pemerintah Indonesia sendiri baru merampungkan


penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
2020 – 2024 ketika pandemi Covid-19 mulai menyebar ke seluruh dunia, yang
dituangkan Peraturan Presiden Nomor 18 tahun 2020 pada tanggal 14
Februari 2020. Dokumen yang menjadi pedoman bagi pemerintah pusat dan
daerah dalam perencanaan pembangunan untuk masa 5 tahun ke depan itu
disusun Ketika Indonesia belum punya catatan kasus Covid-19, sehingga
seluruh asumsi yang melandasinya berdasarkan keadaan normal.
Untuk skenario perencanaan pembangunan jangka menengah pada
masa kehidupan normal baru ini Pemerintah mempunyai 3 alternatif pilihan
strategi:
1. tetap dengan rencana semula yang sudah tertuang dalam RPJMN 2020-
2024, dengan sedikit penyesuaian program untuk mengakomodir kehidupan
normal baru dalam ancaman Covid-19.
2. melakukan penyesuaian program dan target secara moderat dengan
mendasarkan asumsi yang sudah diperbaharui sesuai situasi dan kondisi
pandemi Covid-19, kemudian mempertahankan program dimana asumsi-
asumsi yang menjadi dasar masih relevan dan masih bisa disesuaikan
dengan keadaan pasca Covid-19.
3. merombak seluruh program dan target-target yang ditetapkan berdasarkan
berbagai asumsi dan perkembangan baru pasca Covid-19 dan krisis
ekonomi yang mengiringinya. Dalam hal ini semua program yang telah
ditetapkan di RPJMN 2020-2024 dikaji ulang, dirumuskan kembali
strateginya, dan dijadwal ulang periode pelaksanaannya.
Berdasarkan pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijaikan
Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi
Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi
Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas
Sistem Keuangan, diantaranya adalah:
1. melakukan penyesuaian besaran belanja wajib (mandatory spending)
sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
terkait, melakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar fungsi,
dan / atau antar program
2. menggunakan anggaran yang bersumber dari:
 Sisa Anggaran Lebih (SAL);
 dana abadi dan akumulasi dana abadi pendidikan;
 dana yang dikuasai negara dengan kriteria tertentu;
 dana yang dikelola oleh Badan Layanan Umum;

3.3.2 Arah Kebijakan Provinsi Jawa Barat


Untuk mencapai kondisi pembangunan ekonomi Jawa Barat, strategi
dan arah kebijakan pembangunan ekonomi perlu disiapkan sedemikian rupa
menuju pertumbuhan ekonomi inklusif yang berkelanjutan. Strategi dan arah
kebijakan tentunya tetap mengacu pada strategi dan arah kebijakan
pembangunan ekonomi yang tertera pada RPJMD Tahun 2018-2023 Misi ke-4,
serta memperhatikan arahan nasional di bidang ekonomi yang tertuang dalam
RKP Tahun 2020.

BAB 3 – Kerangka Ekonomi Daerah dan Keuangan Daerah

31
Pemerintah Kabupaten Cianjur

Strategi dan arah kebijakan ini harus lebih tajam merespon tantangan
yang dihadapi dalam jangka pendek di Tahun 2019 dan 2020. Seiring kondisi
perekonomian, tantangan dan prospek yang telah dijelaskan dan disajikan
pada bagian sebelumnya, maka strategi dan arah kebijakan pembangunan
ekonomi Jawa Barat untuk Tahun 2020, sebagai berikut:
1. Strategi mempercepat pencapaian sasaran Jawa Barat sebagai daerah
pertanian, kehutanan, kelautan, dan perikanan yang mandiri. Strategi ini
ditempuh dengan menyediakan pangan yang berkualitas bagi masyarakat
dengan arah kebijakan meningkatkan ketersediaan, akses, distribusi,
keamanan, dan penguatan cadangan, serta konsumsi pangan yang beragam.
Hal tersebut perlu diwujudkan melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi
lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan yang saat ini masih
memberikan kontribusi terbesar ketiga terhadap PDRB Jawa Barat. Secara
regional, potensi lapangan usaha ini masih cukup besar, nampak dari data
pangsa PDRB lapangan usaha tersebut terhadap total PDRB di 14
kabupaten/kota yang dalam kurun waktu 2010-2016 rata-rata di atas Jawa
Barat. Keempatbelas kabupaten/kota tersebut adalah Kabupaten Sukabumi,
Kabupaten Cianjur, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Garut, Kabupaten
Ciamis, Kabupaten Pangandaran, Kabupaten Kuningan, Kabupaten
Majalengka, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Sumedang, Kabupaten
Indramayu, Kabupaten Subang, Kabupaten Bandung Barat, dan Kota
Banjar.
Dengan demikian belanja program terkait peningkatan pertumbuhan
ekonomi lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan dapat
diprioritaskan pada keempatbelas kabupaten/kota tersebut. Peningkatan
pertumbuhan ekonomi lapangan usaha tersebut tentunya membutuhan
investasi yang ditujukan untuk peningkatan produktivitasnya secara
menyeluruh melalui kegiatan penyediaan bibit unggul maupun teknologi
tepat guna. Pemerintah daerah perlu memberikan insentif bagi para investor
yang akan berinvestasi di kegiatan ini. Perlindungan lahan-lahan pertanian
pun harus konsisten dilakukan. Selain itu dalam memotong rantai pasok
perdagangan komoditas pertanian, kehutanan, dan perikanan sehingga
harga pangan serta ketersediaan pangan dapat terpenuhi, nampaknya
kehadiran BUMD Pangan dapat menjadi salah satu pilihan.
BUMD langsung beli dari petani untuk selanjutnya dijual langsung ke
konsumen, sehingga terjadi efisiensi rantai dagang dan harga lebih
terjangkau. Arah kebijakan ini sejalan dengan arahan nasional yaitu
meningkatkan pertumbuhan potensial Indonesia melalui transformasi
struktural untuk peningkatan kesejahteraan, revitalisasi industry
pengolahan, modernisasi pertanian dan transformasi sektor jasa.
2. Strategi mengembangkan inovasi untuk peningkatan
produksi/produktivitas dan nilai tambah hasil pertanian, kehutanan, serta
kelautan dan perikanan perlu diwujudkan melalui peningkatan kontribusi
agroindustri terhadap PDRB dan kesempatan kerja lokal. Pembangunan
aktivitas-aktivitas kegiatan usaha yang memiliki keterkaitan erat baik
kedepan maupun kebelakang dengan sektor ini, sehingga diharapkan
mampu membentuk klaster-klaster aktivitas usaha yang kompetitif.
Pembangunan aktivitas ini seyogyanya ditunjang oleh penyediaan faktor
produksi yang mencukupi dan terampil, serta infrastuktur yang memadai.
Arah kebijakan ini sejalan dengan arahan nasional yaitu meningkatkan
pertumbuhan potensial Indonesia melalui transformasi struktural untuk
peningkatan kesejahteraan, revitalisasi industri pengolahan, modernisasi
pertanian, dan transformasi sektor jasa.

BAB 3 – Kerangka Ekonomi Daerah dan Keuangan Daerah

31
Pemerintah Kabupaten Cianjur

3. Strategi menuju tercapainya pariwisata sebagai sumber pertumbuhan


ekonomi inklusif, ditempuh dengan meningkatkan keunggulan daya tarik
dan promosi wisata dan dua kebijakan yakni 1) Mengembangkan destinasi
pariwisata dan produk wisata serta meningkatkan kualitas ekonomi kreatif,
dan 2) Peningkatan promosi pariwisata berbasis digital. Secara spesifik perlu
ditempuh upaya berupa:
a. Mendorong percepatan pembangunan infrastruktur konektivitas dan
infrastruktur pendukung pariwisata, memperbaiki infrastruktur jalan,
dan yang terkait dengan moda transportasi lain untuk mempermudah
dan mempercepat akses ke tempat wisata. Selai itu dilakukan
peningkatan akses langsung wisatawan mancanegara ke Jawa Barat
melalui pembukaan rute penerbangan internasional langsung ke Jawa
Barat yang lebih intensif.
b. Penyiapan SDM antara lain melalui 1) Sekolah pariwisata,
Peningkatan community involvement menuju community based tourism
(contoh: kampung wisata), dan 3) Melakukan pelatihan bagi para
pekerja/calon pekerja pariwisata untuk skill yang diperlukan di bidang
ini, agar mereka dapat mempertahankan pekerjaan mereka.
c. Peningkatan program-program wisata di Jawa Barat, yang menawarkan
paket wisata ke beberapa lokasi wisata di Jawa Barat dengan
karakterstik yang berbeda-beda, mulai dari wisata alam, wisata budaya,
hingga wisata buatan yang membuat wisatawan merasakan
keanekaragaman wisata di Jawa Barat.
d. Menyesuaikan karakteristik dan kebutuhan para wisatawan dengan
aktivitas kegiatan yang ada dibeberapa spot wisata, sehingga para
wisatawan lebih betah berada di Jawa Barat dengan meningkatkan lama
tinggal wisatawan, yang mengakibatkan peningkatan konsumsi
wisatawan. Preferensi wisatawan berbeda, ada yang butuh hotel bagus,
gubug khas desa, dan yang lainnya namun tetap nyaman ditempati.
e. Perlunya peningkatan pada besaran promosi pariwisata, agar semakin
banyak orang yang tahu keanekaragaman jenis pariwisata di Jawa Barat
baik untuk wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara.
Salah satunya dengan memanfaatkan media sosial.
f. Mengembangkan destinasi wisata sekitar Kota Bandung melalui
pelibatan pengusaha yang lebih banyak sehingga tidak dimonopoli oleh
beberapa pengusaha. Untuk ini perlu disiapkan roadmap pengembangan
wisata jangka pendek dengan memanfaatkan kelebihan wisatawan ke
Kota Bandung.
g. Perlunya institusi pariwisata yang baik dan kuat di Jawa Barat. Selama
ini beberapa aspek "aturan main" seperti tata kelola, payung hukum,
regulasi dan juga social capital terkait dengan pariwisata di Jawa Barat
yang masih belum tertata dengan baik.
h. Dibutuhkan badan kordinasi pariwisata daerah, sehingga antar pelaku
yang memiliki keterkaitan dapat terintegrasi. Secara konkrit dibutuhkan
pertemuan rutin antara para stakeholders di sector pariwisata dan
pemerintah daerah untuk membangun Kerjasama dan mengatasi
permasalahan yang muncul.
i. Perlu kolaborasi dengan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia
(PHRI), Association of the Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA)
dan pihak swasta lainnya sehingga terjadi kesepahaman antara swasta
dan pemerintah.

BAB 3 – Kerangka Ekonomi Daerah dan Keuangan Daerah

31
Pemerintah Kabupaten Cianjur

j. Memfasilitasi investasi di bidang pariwisata baik oleh investor asing


maupun lokal.
k. Menjaga kebersihan dan keamanan lingkungan wisata.
l. Transformasi pariwisata Pangandaran melalui program pengembangan
pemasaran pariwisata dan sejumlah event wisata seperti wisata hajat
laut, bimbingan teknis bagi seniman dan sanggar seni, pembentukan
kelompok peduli pariwisata, yang ikut mengelola kawasan wisata,
menjalin kerjasama dengan United Nation World Tourism Organization
untuk membantu menata objek wisata, dan membangun sarana
prasarana pendukung, antara lain Bandara Nusawiru
4. Strategi peningkatkan peran industri dan perdagangan dalam stabilitas
perekonomian Jawa Barat melalui daya saing industri, dengan arah
kebijakan mengembangkan klaster industri, kemitraan dan pemanfaatan
teknologi. Dalam konteks ini Pemerintah Provinsi Jawa Barat perlu
menciptakan Global Value Chain (GVC) yang kuat berfokus pada pelayanan
yang mendukung ekonomi inklusif dan berdaya saing. Secara lebih spesifik
arah kebijakan yang perlu ditempuh adalah mendorong standarisasi produk
industri agar dapat diterima pada GVC, mendorong penyelesaian berbagai
hambatan yang dihadapi industry sepanjang rantai pasok agar dapat
berperan dalam GVC (bahan baku, fasilitas industri, infrastruktur, kawasan
industri, logistik, perijinan, dan lain-lain)
5. Strategi meningkatkan perdagangan dalam dan luar negeri ditempuh dengan
dua kebijakan yakni 1) Meningkatkan sistem dan jaringan distribusi barang,
pengembangan pasar dalam dan luar negeri, serta perlindungan konsumen
dan pasar tradisional, dan 2) Menciptakan iklim usaha yang berdaya saing.
Terkait ekspor, di tengah-tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi
global, negara-negara ‘emerging market’ cenderung naik sehingga
Pemerintah Provinsi Jawa Barat perlu mendorong dan memfasilitasi kegiatan
ekspor ke mereka.
6. Strategi meningkatkan kualitas iklim usaha dan investasi daerah.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengambil langkah melakukan
transformasi struktural dari konsumsi ke produktif yakni mengubah
struktur pengeluaran dari yang sebelumnya bergantung pada sector
konsumsi rumah tangga dan LNPRT menjadi pengeluaran yang lebih
produktif seperti investasi. Dalam konteks ini dibutuhkan pengembangan
model layanan Investasi yang bagi KUKM, BUMD, PMDN dan PMA. Terkait
hal tersebut, diperlukan:
a. Penyederhanaan perijinan terkait investasi dalam rangka menarik
investasi baru.
b. Pembentukan Trade Promotion Center kantor perwakilan Jawa Barat di
seluruh Provinsi di Indonesia dan beberapa negara tujuan ekspor.
c. Revitaliasi data potensi daerah untuk sarana promosi terpadu.
d. Peninjauan, penyederhanaan dan penetapan kembali tarif, pajak, upah
yang berkaitan dengan aktivitas ekonomi terintegrasi di wilayah Jawa
Barat untuk mempertinggi daya tarik investasi
7. Strategi meningkatkan peringkat daya saing Jawa Barat. Dari sisi stabilitas
ekonomi makro, Jawa Barat cenderung stabil pada peringkat 3 (tiga) sejak
Tahun 2015. Faktor utama yang membuat daya saing Jawa Barat meningkat
adalah daya tarik terhadap investasi Jawa Barat yang tinggi. Namun
demikian, perlu dicermati dua hal ini yakni (1) Kinerja produktivitas, dan (2)

BAB 3 – Kerangka Ekonomi Daerah dan Keuangan Daerah

31
Pemerintah Kabupaten Cianjur

Kualitas hidup, pendidikan dan stabilitas sosial. Kedua hal tersebut menjadi
faktor yang perlu ditingkatkan. Investasi sumber daya manusia dapat
dilakukan melalui program-program yang menekankan pada aspek-aspek
berikut:
a. Keterampilan berbasis kekuatan ekonomi lokal untuk percepatan
pengembangan ekonomi di Jawa Barat melalui:
(1) Pembangunan sarana dan sarana pendidikan yang memadai, serta
meningkatkan aksesibilitas setiap warga untuk mengenyam
pendidikan dasar sesuai dengan program nasional
Untuk pendidikan tingkat menengah dan pendidikan tinggi,
diarahkan untuk membangun sarana dan sarana Pendidikan yang
sesuai dengan potensi perekonomian lokal yang ada baik dengan
anggaran pemerintah maupun mendorong investasi swasta di sektor
pendidikan menengah dan tinggi.
(2) Identifikasi kebutuhan tenaga kerja terampil dengan cara
menyeleraskan penawaran tenaga kerja dengan pemintaan skill oleh
perusahaan. Hal ini ditindaklanjuti dengan penyusunan kurikulum
pelatihan berbasis kebutuhan lokal. Kurikulum dapat dimanfaatkan
oleh sekolah formal, BLK maupun kursus (non-formal).
(3) Revitalisasi BLK sebagai wadah pelatihan terpadu. Dengan adanya
keterbatasan BLK, pelatihan tentunya tidak dapat dilakukan untuk
semua sektor ekonomi, melainkan dapat dioptimalkan untuk sektor
yang memerlukan skill tertentu seperti industri pengolahan dan
pariwisata.
(4) Investasi pada riset dan penelitian terkait diversifikasi pangan untuk
mendukung ketahanan pangan.
(5) Pengenalan IPTEK tepat guna untuk peningkatan produktivitas
tenaga kerja untuk penguatan daya saing produk dan destinasi
wisata Jawa Barat agar dapat bersaing di tingkat nasional maupun
internasional.
b. Investasi terkait modal sosial dapat dilakukan melalui program-program
yang menekankan pada aspek-aspek berikut:
(1) Peningkatan peran serta masyarakat dalam aktivitas produktif yang
dapat meningkatakan kesejahteraan ekonomi.
(2) Peningkatan akses terhadap dukungan modal usaha.
(3) Pembentukan jaringan diaspora untuk mendukung promosi produk
unggulan Jawa Barat serta mencegah terjadinya brain drain.
(4) Peningkatan ketahanan sosial melalui program dan kegiatan untuk
meningkatkan kesadaran hukum, kemandirian, dan tanggungjawab.

3.3.3 Arah Kebijakan Kabupaten Cianjur


Arah kebijakan ekonomi secara jangka menengah dapat terlihat pada
RPJMD yang dijabarkan pada dokumen perencanaan tahunan (RKPD). Arah
kebijakan ekonomi daerah tahunan disusun dengan tujuan untuk
mengimplementasikan program serta dalam rangka mewujudkan visi dan misi
yang telah ditetapkan berdasarkan kondisi ekonomi makro yang ada.
Kebijakan dan kondisi ekonomi makro dapat terlihat antara lain melalui
indikator Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), pertumbuhan ekonomi,
tingkat inflasi, tenaga kerja, jumlah penduduk miskin, nilai Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) serta tingkat pengangguran terbuka.

BAB 3 – Kerangka Ekonomi Daerah dan Keuangan Daerah

31
Pemerintah Kabupaten Cianjur

Tahun 2020 merupakan tahun keempat dari pelaksanaan RPJMD tahun


2016-2021, maka target pembangunan dalam RKPD tahun 2020 juga
merupakan target tahun ke empat dari pelaksanaan RPJMD. Untuk itu perlu
dicermati kembali hasil yang telah dicapai di tahun 2019, maupun perkiraan
hasil yang akan dicapai di tahun berjalan 2020 ini serta seberapa besar
kekurangan (gap) untuk mencapai target akhir RPJMD di tahun 2020. Selain
itu, adanya pandemi COVID-2019 di tahun 2020 berdampak menurunnya
perekonomian di tahun 2020, sehingga perlu langkah strategis yang sesuai
dengan arah kebijakan nasional dan Provinsi Jawa Barat dengan
mengoptimalkan sumberdaya dan potensi yang ada untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Cianjur di tahun 2020 seiring
merebaknya pandemi COVID-19 telah mengubah asumsi dan proyeksi ekonomi
tahun 2020. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan menurun dari 5,47 persen di
tahun 2019 menjadi 0,3–3,12 persen. Pertumbuhan ekonomi mengalami
perlambatan seiring dengan perlambatan secara nasional maupun Provinsi
Jawa Barat terutama di triwulan I dan II tahun 2020 namun optimis masih
dapat tumbuh positif minimal di atas 0,3 persen dan maksimal di 3,12 persen
dengan asumsi penanganan COVID dapat dilakukan dengan baik dan dapat
diminimalisir pengaruhnya di tahun 2020. Untuk lebih jelasnya Proyeksi
Pertumbuhan PDRB berdasarkan Lapangan Usaha di Kabupaten Cianjur
Tahun 2020 sebagaimana pada table 3.12.

Tabel 3. 12
Proyeksi Pertumbuhan PDRB berdasarkan Lapangan Usaha
di Kabupaten Cianjur Tahun 2020
No Uraian Realisasi 2019 Proyeksi 2020
1. Pertanian, Kehutanan, dan 2,61 -0,46 – 1,81
Perikanan
2. Pertambangan dan Penggalian (0,50) -0,80 - (-0,37)
3. Industri Pengolahan 11,05 1,09 – 5,23
4. Pengadaan Listrik dan Gas 2,28 1,14 – 1,94
5. Pengadaan Air, Pengelolaan 6,31 -2,29 – 4,18
Sampah, Limbah dan Daur Ulang
6. Konstruksi 4,60 1,42 – 1,75
7. Perdagangan Besar dan Eceran; 4,76 0,50-0,52
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
8. Transportasi dan Pergudangan 8,11 -3,93 – 2,77
9. Penyediaan Akomodasi dan Makan 7,04 -6,31 – 0,97
Minum
10. Informasi dan Komunikasi 8,58 10,22 – 16,31
11. Jasa Keuangan dan Asuransi 5,29 4,33 – 5,25
12. Real Estate 10,68 4,68 – 4,92
13. Jasa Perusahaan 9,09 2,08 – 3,44
14. Administrasi Pemerintahan, 3,08 2,35 – 3,34
Pertahanan dan Jaminan Sosial
Wajib
15. Jasa Pendidikan 6,30 3,15 – 6,20
16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 7,80 7,41 – 11,93
17. Jasa lainnya 7,24 -0,91 – 5,28
18. Pertumbuhan PDRB 5,47 0,30 – 3,12
Sumber: Hasil Analisis Bappeda, 2020

BAB 3 – Kerangka Ekonomi Daerah dan Keuangan Daerah

31
Pemerintah Kabupaten Cianjur

Memperhatikan kondisi dan dinamika perekonomian nasional, regional,


beberapa tahun sebelumnya serta perkembangan ekonomi tahun berjalan
2020, maka target indikator makro ekonomi Kabupaten Cianjur untuk
mendukung pencapaian target tujuan dan sasaran dalam RPJMD Kabupaten
Cianjur Tahun 2016-2021 untuk tahun perencanaan tahun 2020,
sebagaimana tercantum dalam tabel 3.13.

Tabel 3. 13
Indikator Makro Ekonomi Tahun 2020
Kabupaten Cianjur
Realisasi
No Uraian Proyeksi 2020
2019
1 Laju Pertumbuhan Ekonomi (%) 5,47 0,3 – 3,1
2 Indeks Pembangunan Manusia (poin) 65,38 65,40
3 Nilai investasi (Rp. Trilyun) 1,76 0,52
4 Indeks Kesehatan (poin) 76,78 76,82
5 Indeks Pendidikan (poin) 56,51 58,48
6 Indeks Daya Beli (poin) 64,41 64,43
7 Laju Inflasi (%) 2,33 3,0 + 1,0
8 Persentase penduduk miskin (%) 9,15 9,9
9 Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 9,72 10,12
10 Indeks gini (poin) 0,35 0,35
Sumber: Hasil Analisis Bappeda, 2020

Seiring dengan upaya pemulihan pertumbuhan ekonomi diproyeksikan


tahun 2020 sebesar 0,3 – 3,12 persen, namun terkoreksi lebih rendah dari
target RPJMD sebesar 6 persen. Penurun laju Pertumbuhan ekonomi ini
dengan penurunan tingkat investasi daerah dimana diperkirakan tahun 2020
sebesar Rp. 520 milyar. Laju inflasi dijaga tetap rendah sejalan dengan
kebijakan pemerintah pusat untuk mempertahankan inflasi di kisaran 3,0 +
1,0 persen, sama halnya dengan inflasi Kabupaten Cianjur di tahun 2019
sebesar 2,33 persen. Target IPM diproyeksikan meningkat menjadi 65,40 poin
dari tahun 2019 atau meningkat 0,02 poin. Persentase penduduk miskin
diperkirakan meningkat 0,75 persen dari capaian tahun 2019 sebesar 9,15
peresen dan perkirakan menjadi 9.9 persen pada tahun 2020, peningkatan
persentase penduduk miskin disebabkan oleh menurunnya tingkat
pendapatan masyarakat akibat pandemi COVID-2019.
Adanya gelombang pemutusan hubungan kerja dan pekerja yang
dirumahkan di tahun 2020 meningkatkan jumlah pengangguran. Mereka
diharapkan dapat bekerja kembali seiring membaiknya dunia usaha walaupun
diperkirakan masih belum pulih sepenuhnya seperti sebelum pandemi COVID-
19 terjadi. Hal ini sejalan dengan kondisi ekonomi global dan nasional pasca
pandemi COVID-19 yang diharapkan berangsur-angsur membaik juga. Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) tahun 2020 sebesar 10,12 persen kembali turun
minimal di bawah 10,10 persen di tahun 2021. Indeks gini akan
dipertahankan agar tidak mengalami peningkatan maksimal di angka 0,35
poin agar tidak memperlebar kesenjangan pendapatan masyarakat. Indeks gini
Kabupaten Cianjur relative lebih baik dibandingkan Jawa Barat.

Untuk mencapai sasaran RPJMD, penanganan dan pemulihan ekonomi


di tahun 2020, maka perlu adanya arah kebijakan daerah sebagai berikut:
1. Penguatan sistem jaminan kesehatan daerah dan meningkatkan kesadaran
masyarakat untuk menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
2. Meningkatkan ketahanan pangan, melalui mobilisasi logistik pangan serta
memperpendek rantai distribusi logistik pangan, sehingga petani tidak
mengalami kesulitan dalam memasarkan produk pertanian, bantuan
benih/bibit, program padat karya serta stabilisasi stok dan harga pangan,
BAB 3 – Kerangka Ekonomi Daerah dan Keuangan Daerah

31
Pemerintah Kabupaten Cianjur

3. Meningkatkan produksi dan produktivitas serta peningkatan produk


pertanian yang kompetitif;
4. Peningkatan daya saing ekonomi melalui pemberdayaan ekonomi
masyarakat dengan fokus penguatan koperasi dan UKM berbasis potensi
lokal dan komoditas unggulan serta peningkatan nilai tambah produk; serta
pengembangan sektor ekonomi kreatif
5. Pemulihan industri pariwisata melalui peningkatan promosi digital dengan
branding baru yang mengutamakan protocol kesehatan
6. Pemulihan investasi daerah melalui akses informasi dan penyederhanaan
perizinan.
7. Peningkatan perluasan kesempatan kerja bagi masyarakat
8. Pembangunan infrastruktur yang bersifat padat karya.
9. Penyesuaian belanja hibah dan bantuan sosial sebagai rangkaian
penanganan dan paska pandemi Covid-19 dalam upaya perluasan jaring
pengaman sosial.
10. Penyesuian belanja tidak terduga yang merupakan belanja untuk kegiatan
yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti
penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan
sebelumnya, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah
tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup serta dialokasikan untuk
penanganan dan paska pandemi Covid-19.

3.3.4 Arah Kebijakan Keuangan Daerah Kabupaten Cianjur


Sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah,
serta Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah yang antara lain menyebutkan bahwa keuangan daerah
harus dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien,
ekonomis, efektif, transparan dan bertanggungjawab dengan memperhatikan
keadilan, kepatutan dan manfaat untuk masyarakat.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka semua penerimaan dan
pengeluaran daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus
dimasukkan dalam APBD, dan selanjutnya APBD tersebut akan dipakai
sebagai dasar bagi pemerintah daerah dalam pengelolaan penerimaan dan
pengeluaran daerah yang disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan
pemerintahan serta kemampuan keuangan daerah, oleh karena itu prinsip
pengelolaan ini akan tercermin pada proses penyusunan anggaran daerah,
struktur pendapatan dan struktur belanja daerah. Pemberlakuan Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, memberikan
kesempatan yang seluas luasnya kepada Pemerintah daerah untuk melakukan
peran yang lebih aktif dalam dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat di daerahnya khususnya dalam bidang keuangan daerah.
3.3.4.1 Realisasi dan Proyeksi Keuangan Daerah pada Perubahan RAPBD
Tahun 2020
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah, komponen Pendapatan Daerah terdiri dari 3 (tiga) kelompok
yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan dan Lain-Lain
Pendapatan Daerah Yang Sah. Pendapatan Asli Daerah merupakan cerminan
kemampuan dan potensi daerah, sehingga besarnya penerimaan PAD dapat
mempengaruhi kualitas otonomi daerah. Semakin tinggi kualitas otonomi

BAB 3 – Kerangka Ekonomi Daerah dan Keuangan Daerah

31
Pemerintah Kabupaten Cianjur

daerah, maka ketergantungan dengan pemerintah pusat semakin berkurang.


Sedangkan dana perimbangan merupakan sumber pendapatan daerah yang
berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintahan
daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi kepada daerah utamanya
peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik.
Kebijakan Pendapatan Daerah Kabupaten Cianjur tahun 2020 dapat
ditentukan berdasarkan realisasi tahun-tahun sebelumnya. Pendapatan
daerah secara garis besar tersusun atas komponen Pendapatan Asli Daerah
(PAD), dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Adapun perkembangan realisasi pendapatan daerah 2015-2019 dan
APBD tahun berjalan atau tahun 2020 sebagaimana tercantum dalam tabel
3.14.

Tabel 3.14
Perkembangan Realisasi Pendapatan Daerah
Tahun 2015-2019
(dalam jutaan rupiah)
REALISASI RATA -
RATA
No URAIAN PERTUM-
2015 2016 2017 2018 2019 BUHAN
%
1 PENDAPATAN 3.114.053,00 3.241.038,00 3.764.267,00 4.017.389,95 3.995.406,81 6,43
PENDAPATAN ASLI
1.1 454.637,00 455.156,88 535.232,53 569.844,59 628.558,81 8,44
DAERAH

1.1.1 Pendapatan Pajak Daerah 122.681,00 131.691,90 170.746,31 192.762,03 195.831,00 12,40

Pendapatan Retribusi
1.1.2 27.422,00 18.482,44 20.911,69 28.261,49 34.470,00 5,89
Daerah
Pendapatan Hasil
1.1.3 Pengelolaan Kekayaan 7.333,00 8.886,05 9.543,50 9.248,23 9.167,00 5,74
Daerah Yang Dipisahkan
Lain-lain Pendapatan Asli
1.1.4 297.201,00 296.096,49 334.031,02 339.572,83 389.088,81 6,97
Daerah yang Sah

1.2 DANA PERIMBANGAN 1.729.841,00 2.155.469,46 2.201.273,70 2.246.193,46 2.261.839,00 6,93

Dana Bagi Hasil Pajak/Bkn


1.2.1 72.358,00 83.205,57 82.142,87 80.685,34 70.647,00 -0,60
Pajak

1.2.2 Dana Alokasi Umum 1.443.963,00 1.569.946,98 1.542.820,70 1.548.376,28 1.627.020,00 3,03

1.2.3 Dana Alokasi Khusus 213.520,00 502.316,90 576.310,13 617.131,83 564.171,00 27,49

LAIN-LAIN PENDAPATAN
1.3 929.574,00 631.032,70 1.027.761,40 1.201.351,89 1.105.008,00 4,42
DAERAH YANG SAH

Pendapatan Hibah 4.268,00 13.035,69 265.519,86 258.213,12 284.939,00 185,85

Dana Bagi Hasil Pajak Prov 189.481,00 189.559,72 203.622,61 219.388,94 238.044,00 5,87

Dana Penyesuaian 456.849,00 -100,00

Bantuan Keuangan dari


172.152,00 147.619,20 243.822,88 351.546,96 158.628,00 -2,02
Pemerintah Provinsi

Dana Desa 106.824,00 240.412,94 307.296,05 346.452,87 412.324,00 40,17

Dana Insentif Daerah 0 40.405,16 7.500,00 25.750,00 11.071,00 -35,05

Sumber: BPKAD Kabupaten Cianjur Tahun 2020

Berdasarkan data selama tahun 2015-2019, diperoleh gambaran bahwa


realisasi pendapatan daerah yaitu peiode tahun 2015 sampai dengan tahun

BAB 3 – Kerangka Ekonomi Daerah dan Keuangan Daerah

31
Pemerintah Kabupaten Cianjur

2019 dengan rata-rata tingkat pertumbuhan pendapatan sebesar 6,43 persen.


Untuk kelompok Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan dari tahun
2015 sampai tahun 2019 masing-masing pertumbuhannya sebesar 8,43
persen dan 6,93 persen. Adapun rincian Lain-lain Pendapatan yang sah
dengan peningkatan dari tahun 2015 sampai tahun 2019 sangat dipengaruhi
oleh kelompok Dana Desa dengan pertumbuhan sebesar 40,17 persen,
kemudian untuk Bantuan Keuangan dari Pemerintah Provinsi sebesar -2,02
persen, hal ini dikarenakan terjadi penurunan bantuan keuangan dari Provinsi
Jawa Barat Tahun Anggaran 2019. Selain dari Lain-lain Pendapatan yang sah,
peningkatan rata-rata pertumbuhan juga berasal dari Dana Perimbangan.
Dana Perimbangan dipengaruhi dari kelompok Dana Alokasi Khusus dengan
rata-rata pertumbuhan dari tahun 2015-2019 sebesar 3,03 persen.
Tabel dibawah ini menunjukkan proyeksi peningkatan pendapatan
daerah pada Perubahan RAPBD Tahun 2020. Hasil dari perhitungan
pendapatan daerah ditambah dengan sisa lebih perhitungan-perhitungan
anggaran dapat menunjukkan kemampuan kapasitas keuangan daerah yang
akan digunakan dalam pos belanja daerah.

Tabel 3.15
Realisasi Pendapatan Tahun 2018-2019 dan Proyeksi Pendapatan Daerah
Tahun 2020
(Dalam juta)
REALISASI PROYEKSI P RAPBD
NO URAIAN TAHUN TAHUN
2018 2019 2020
1 PENDAPATAN DAERAH 4.017.389,95 3.995.406,81 3.801.160
1.1 Pendapatan Asli Daerah 569.844,59 628.558,81 553.637.
1.1.1 Pendapatan Pajak Daerah 192.762,03 195.831,00 144.389.
1.1.2 Hasil Retribusi Daerah 28.261,49 34.470,00 23.137.
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah 9.248,23 9.167,00 10.152.
1.1.3 yang Dipisahkan
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang 339.572,83 389.088,81 375.957.
1.1.4 Sah
1.2 Dana Perimbangan 2.246.193,46 2.261.839,00 2.132.347
1.2.1 Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak 80.685,34 70.647,00 101.929
1.2.2 Dana Alokasi Umum 1.548.376,28 1.627.020,00 1.508.219
1.2.3 Dana Alokasi Khusus 617.131,83 564.171,00 522.198
1.3 Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 1.201.351,89 1.105.008,00 1.115.175
1.3.1 Pendapatan Hibah 258.213,12 284.939,00 252.471
1.3.2 Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi 219.388,94 238.044,00 226.461,79
Bantuan Keuangan dari Pemerintah 351.546,96 158.341
1.3.4 Daerah lainnya
1.3.5 Dana Desa 346.452,87 158.628,00 423.935
1.3.6 Dana Insentif Daerah (DID) 25.750,00 412.324,00
JUMLAH PENDAPATAN 4.017.389,95 3.995.406,81 3.801.160
Sumber: BPKAD Kabupaten Cianjur Tahun 2020

3.3.4.2 Arah Kebijakan Pendapatan Daerah


Pendapatan Daerah merupakan hak Pemerintah Daerah yang diakui
sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan.
Pendapatan daerah menjadi unsur penting dalam struktur Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah karena besaran pendapatan pada suatu
daerah menentukan kemampuan daerah dalam penyelenggaraan tugas-tugas
pemerintahan dan pembangunan. Arah kebijakan Pendapatan Daerah adalah
optimalisasi sumber-sumber pendapatan yang menjadi sumber dari

BAB 3 – Kerangka Ekonomi Daerah dan Keuangan Daerah

31
Pemerintah Kabupaten Cianjur

Pendapatan Asli Daerah serta tetap berupaya untuk menggali sumber-sumber


pendapatan yang baru dengan memanfaatkan potensi lokal yang ada dalam
wilayah Kabupaten Cianjur.
Secara umum arah kebijakan pendapatan daerah Tahun 2020,
dilakukan melalui upaya:
1. Memantapkan Kelembagaan dan Sistem Operasional Pemungutan
Pendapatan Daerah.
2. Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dengan intensifikasi dan
ekstensifikasi sumber-sumber pendapatan melalui penerapan secara penuh
penyesuaian tarif terhadap pajak daerah dan retribusi daerah yang
memperhatikan aspek legalitas, keadilan, kepentingan umum, karakteristik
daerah dan kemampuan masyarakat dengan memegang teguh prinsip-
prinsip akuntabilitas dan transparansi.
3. Meningkatkan pelayanan dan perlindungan kepada masyarakat sebagai
upaya meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membayar pajak dan
retribusi daerah.
4. Meningkatkan kinerja BUMD dalam upaya peningkatan kontribusi secara
signifikan terhadap pendapatan daerah.
5. Meningkatkan koordinasi secara sinergis di bidang pendapatan daerah
dengan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi.
6. Meningkatkan dan mengoptimalkan pengelolaan dan pemanfaatan aset
daerah secara profesional.
7. Meningkatkan kinerja pendapatan daerah melalui penyempurnaan sistem
administrasi, sarana dan prasarana serta efisiensi penggunaan anggaran
daerah.
Berdasarkan kebijakan perencanaan pendapatan daerah tersebut, dalam
merealisasikan perkiraan rencana penerimaan pendapatan daerah diperlukan
strategi pencapaiannya sebagai berikut:
1. Penataan kelembagaan, penyempurnaan dasar hukum pemungutan dan
regulasi penyesuaian tarif pungutan serta penyederhanaan sistem prosedur
pelayanan;
2. Peningkatan sumber-sumber potensi objek dan retribusi melalui pemetaan
objek pajak dan retribusi baru;
3. Peningkatan fasilitas pelayanan pajak dan penyebarluasan informasi di
bidang pendapatan daerah dalam upaya peningkatan kesadaran
masyarakat;
4. Optimalisasi pemberdayaan dan pendayagunaan aset yang diarahkan pada
peningkatan pendapatan asli daerah; serta
5. Peningkatan kinerja penatausahaan keuangan dan percepatan realisasi
anggaran Perangkat Daerah terkait Dana Perimbangan khususnya Dana
Alokasi Khusus (DAK) Fisik dan Dana Desa melalui pembinaan dan
pemetaan rencana pelaksanaan pekerjaan secara keseluruhan.

3.3.4.3 Arah Kebijakan Belanja Daerah


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah belanja daerah adalah semua kewajiban daerah yang
diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran
yang bersangkutan. Sedangkan menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006
sebagaimana terakhir diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
21 Tahun 2011, belanja daerah dikelompokan menjadi Belanja Tidak Langsung
(BTL) dan Belanja Langsung (BL).
Belanja Tidak Langsung merupakan belanja yang tidak memiliki
keterkaitan secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan yang

BAB 3 – Kerangka Ekonomi Daerah dan Keuangan Daerah

31
Pemerintah Kabupaten Cianjur

meliputi belanja pegawai, belanja bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial,


belanja bagi hasil, bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga. Sedangkan
Belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara
langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan yang terdiri dari belanja
pegawai, barang dan jasa, serta belanja modal.
Sebagai gambaran belanja daerah yang merupakan belanja yang tidak
dipengaruhi atau tidak dipengaruhi oleh adanya program/kegiatan
pembangunan, berikut ini perkembangan realisasi belanja dari tahun tahun
2018 sampai dengan tahun 2019, proyeksi pada Perubahan APBD tahun 2020
sebagaimana tercantum dalam tabel 3.16.

Tabel 3.16
Realisasi Tahun 2017-2018, Proyeksi P RAPBD Tahun 2019 dan Proyeksi
Belanja Daerah Tahun 2020
(dalam jutaan rupiah)
REALISASI
NO URAIAN TAHUN
2017 2018 2019
2 BELANJA DAERAH 3.664.119,18 4.000.993,75 3.935.268,66
2.1 BELANJA TIDAK LANGSUNG 1.960.221,22 2.014.010,30 2.094.980,89
2.1.1 Belanja Pegawai 1.320.186,19 1.311.153,86 1.361.467,04
2.1.2 Belanja Bunga - -
2.1.3 Dana Subsidi - -
2.1.4 Belanja Hibah 48.728,96 63.135,94 70.743,36
2.1.5 Belanja Bantuan Sosial 216,5 1.426,00 2.436,50
Belanja bagi hasil kepada Propinsi 4.463,42
3.650,16 5.315,58
2.1.6 /Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa
Belanja Bantuan Keuangan kepada 651.139,08
Propinsi/Kabupaten/Kota dan 586.107,39 631.201,56
2.1.7 Pemerintahan Desa dan Partai Politik
2.1.8 Belanja Tidak Terduga 1.332,01 1.777,34 4.731,47
2.2 BELANJA LANGSUNG 1.703.897,96 1.986.983,44 1.840.287,77
2.2.1 Belanja Pegawai 121.675,03 107.941,21 123.430,54
2.2.2 Belanja Barang dan Jasa 759.008,23 950.431,92 1.026.203,63
2.2.3 Belanja Modal 823.214,70 928.610,30 690.653,59
BELANJA DAERAH 3.664.119,18 4.000.993,75 3.935.268,66
Sumber: Hasil pengolahan Bappeda

Perkembangan realisasi Belanja Daerah dari Tahun 2017 sampai dengan


2019 terus mengalami peningkatan, sehingga pengaturan pola pembelanjaan
yang proporsional, efisien dan efektif dapat dilaksanakan di Kabupaten
Cianjur. Dengan berpedoman pada prinsip-prinsip penganggaran, belanja
daerah disusun melalui pendekatan anggaran kinerja yang berorientasi pada
pencapaian hasil dari input yang direncanakan dengan memperhatikan
prestasi kerja setiap satuan kerja perangkat daerah dalam pelaksanaan tugas,
pokok dan fungsinya. Belanja daerah juga tetap diarahkan pada peningkatan
proporsi belanja untuk memihak kepentingan publik, disamping tetap menjaga
eksistensi penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Adapun Kebijakan Belanja Daerah pada perubahan Tahun 2020
dilakukan melalui pengaturan pola pembelanjaan yang proporsional, efisien
dan efektif sesuai Pedoman APBD Tahun 2020 serta pemenuhan ketentuan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020
tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk
Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Dalam
Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional
dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan, yaitu:
1. Belanja Daerah
a. Belanja Tidak Langsung

BAB 3 – Kerangka Ekonomi Daerah dan Keuangan Daerah

31
Pemerintah Kabupaten Cianjur

1) Mengalokasikan belanja pegawai yang merupakan belanja


kompensasi, dalam bentuk gaji dan tunjangan, serta penghasilan
lainnya yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil secara cermat dan
tepat yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
2) Mengalokasikan belanja bantuan sosial yang digunakan untuk
menganggarkan pemberian bantuan dalam bentuk uang dan/atau
barang kepada masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan sebagai rangkaian paska pandemi
Covid-19 dalam upaya perluasan jaring pengaman sosial.
3) Mengalokasikan belanja hibah yang digunakan untuk
menganggarkan pemberian hibah dalam bentuk uang, barang
dan/atau jasa yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku serta
penanganan dan paska pandemi Covid-19 dalam upaya perluasan
jaring pengaman sosial.
4) Mengalokasikan belanja tidak terduga yang merupakan belanja untuk
kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang
seperti penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak
diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atas kelebihan
penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup serta
dialokasikan untuk penanganan dan paska pandemi Covid-19.
5) Belanja Bantuan Keuangan dari Pemerintah Daerah kepada
Pemerintah Desa, untuk pemerataan dan/atau peningkatan
pembangunan yang mendukung kebijakan Pemerintah Kabupaten
Cianjur sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan.
b. Belanja Langsung
Kebijakan belanja langsung terbagi ke dalam urusan pemerintah
daerah meliputi:
1) 24 (dua puluh empat) Bidang Urusan Pemerintahan wajib terdiri dari
6 (enam) bidang Urusan Pemerintahan yang berkaitan dengan
Pelayanan Dasar dan 18 (delapan belas) bidang Urusan Pemerintahan
yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar;
2) 7 (tujuh) Bidang Urusan Pemerintahan pilihan;
3) 8 (delapan) Bidang Fungsi Penunjang Urusan Pemerintahan;
4) Prioritas Nasional dalam RKP Tahun 2020;
5) Prioritas Provinsi Jawa Barat sesuai dengan rencana tematik
kewilayahan;
6) Prioritas Daerah Kabupaten Cianjur yang dilaksanakan berdasarkan
urusan pemerintahan wajib, pilihan dan fungsi penunjang.
Berdasarkan uraian kebijakan di atas, maka kebijakan belanja
langsung Tahun 2020 sebagai berikut:
1) Belanja daerah tersebut diprioritaskan untuk mendanai urusan
pemerintahan wajib terkait pelayanan dasar yang ditetapkan dengan
Standar Pelayanan Minimal (SPM), sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar
Pelayanan Minimal serta berpedoman pada standar teknis dan harga
satuan regional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

BAB 3 – Kerangka Ekonomi Daerah dan Keuangan Daerah

31
Pemerintah Kabupaten Cianjur

2) Peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan untuk pemenuhan


dan pemanfaatan anggaran untuk fungsi pendidikan sebesar 20%
dari belanja daerah;
3) Peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan pemenuhan anggaran
kesehatan minimal 10% (sepuluh persen) dari total belanja APBD
diluar gaji,
4) Dalam rangka peningkatan daya beli masyarakat, anggaran belanja
akan diarahkan pada revitalisasi sektor pertanian, peternakan,
perikanan, perkebunan dan kehutanan, penguatan struktur ekonomi
pedesaan berbasis ‘desa membangun’, pemberdayaan koperasi dan
UMKM, serta dukungan infrastruktur pedesaan dalam rangka
pemulihan ekonomi sebagai dampak pandemic COVID-19.
5) Penurunan persentase jumlah angkatan kerja yang menganggur
melalui penyiapan SDM yang siap kerja, peningkatan investasi
program multi sektor, peningkatan sarana dan prasarana balai
pelatihan ketenagakerjaan.
6) Mengacu pada sinkronisasi kebijakan antara pemerintah pusat,
provinsi dan kabupaten dalam rangka penanganan dan pemulihan
paska Pandemi COVID-19.

Berdasarkan arah kebijakan belanja Daerah Tahun 2020, maka


proyeksi kapasitas kemampuan keuangan daerah sangat diperlukan.
Proyeksi kapasitas kemampuan keuangan daerah sangat diperlukan
Setelah mengetahui peningkatan pendapatan daerah ditambah sisa lebih
tahun sebelumnya, dapat diketahui kapasitas kemampuan keuangan
daerah yang menjadi pijakan dalam penyusunan belanja daerah. Adapun
Proyeksi Kapasitas kemampuan Keuangan daerah pada Perubahan
Rancangan APBD Tahun 2020 sebagaimana dalam tabel 3.17.
Tabel 3.17
Proyeksi Kapasitas Kemampuan Keuangan Daerah Tahun 2020
No Uraian Tahun 2019
1 Pendapatan 3.801.160.149.282,00
2 Sisa Lebih (RIIL) Perhitungan Anggaran 287.109.752.032,77
Kapasitas Kemampuan Keuangan Daerah 4.088.269.901.314,77
Sumber: Hasil Pengolahan Bappeda 2020

Setelah diketahui kapasitas kemampuan keuangan daerahnya


maka alokasi anggaran untuk belanja urusan penyelenggaraan
pemerintahan dan non urusan penyelenggaraan pemerintahan (non
program) dapat ditentukan. Karena keterbatasan tingkat pendapatan
daerah, maka anggaran belanja perlu disusun berdasarkan prioritas
daerah. Adapun rencana alokasi belanja daerah pada perubahan tahun
2020 dapat dilihat dalam tabel 3.18.

BAB 3 – Kerangka Ekonomi Daerah dan Keuangan Daerah

31
Pemerintah Kabupaten Cianjur

Tabel 3. 18
Proyeksi Alokasi Belanja Anggaran Prioritas pada Perubahan
RAPBD Tahun 2020
RKPD Tahun 2020 P RKPD 2020
No Uraian (Rp) (Rp)
KAPASITAS KEMAMPUAN KEUANGAN
A DAERAH 4.144.883.031.862,46 4.088.269.901.314,77
1 Pendapatan Daerah 4.109.883.031.862,46 3.801.160.149.282,00
Sisa Lebih Riil Perhitungan Anggaran
2 (SiLPA) 35.000.000.000,00 287.109.752.032,77
B BELANJA 4.121.383.031.862,46 4.066.443.860.739,77
1 BELANJA TIDAK LANGSUNG 2.313.489.659.667,46 2.458.166.533.473,78
PRIORITAS I 2.188.854.559.667,46 2.263.063.502.473,78
Gaji, Tunjangan, Insentif Pemungutan
a Pajak/Retribusi 1.497.310.826.018,04 1.416.851.715.166,77
b Belanja Bagi Hasil 8.932.754.000,00 16.752.742.000,00

Belanja Bantuan Keuangan kepada


Provinsi/Kabupaten/Kota,Pemerintahan
c Desa dan Partai Politik 677.138.865.142,00 688.487.957.642,00
d Belanja Tidak Terduga 5.472.114.507,42 140.971.087.665,01
PRIORITAS III 124.635.100.000,00 195.103.031.000,00
a Belanja Hibah 117.135.100.000,00 188.828.031.000,00
b Belanja Bantuan Sosial 7.500.000.000,00 6.275.000.000,00
c Belanja Subsidi 0
PRIORITAS II 1.807.893.372.195,00 1.608.277.327.265,99
2 BELANJA LANGSUNG 1.807.893.372.195,00 1.608.277.327.265,99
PRIORITAS IV
C PENGELUARAN PEMBIAYAAN 23.500.000.000,00 32.726.040.575,00
a Penyertaan Modal 23.500.000.000,00 8.500.000.000,00
b Pembayaran Pokok utang 24.226.040.575,00
pembiayaan netto 11.500.000.000,00 254.383.711.457,77
SURFLUS/DEFISIT 0,00 -10.900.000.000,00
Sumber: Hasil Pengolahan Bappeda, 2020

3.3.4.4 Arah Kebijakan Pembiayaan Daerah


Pelaksanaan otonomi daerah sebagaimana diamanatkan dalam Undang-
Undang Nomor 23 tahun 2014 membawa konsekuensi terhadap pelaksanaan
pembiayaan atas beberapa kewenangan yang akan dilaksanakan oleh
pemerintah daerah. Mekanisme pembiayaan pelaksanaan otonomi daerah
diutamakan semaksimal mungkin berasal dari potensi penerimaan asli daerah
baik melalui pajak daerah, retribusi daerah maupun dari laba BUMD dan
penerimaan lain yang dianggap sah serta potensi penerimaan lain yang masih
belum terjangkau oleh PAD atau lebih dikenal dengan Kapasitas Fiskal Daerah.
Pembiayaan daerah tersusun atas komponen penerimaan pembiayaan
daerah dan pengeluaran pembiayaan daerah. Penerimaan pembiayaan
diperoleh dari sisa lebih perhitungan anggaran daerah tahun sebelumnya,
pinjaman, pencairan dana cadangan dan lain-lain, sedangkan untuk
pengeluaran pembiayaan terdiri dari pembentukan dana cadangan, penyertaan
modal (investasi), pembayaran pokok utang dan lain-lain.

BAB 3 – Kerangka Ekonomi Daerah dan Keuangan Daerah

31
Pemerintah Kabupaten Cianjur

Perkembangan pembiayaan daerah dari Tahun 2017 sampai dengan


tahun 2019 serta proyeksi pada perubahan RAPBD Tahun 2020 dapat dilihat
pada tabel 3.19.
Tabel 3.19
Realisasi Pembiayaan Tahun 2017-2019 serta Proyeksi P APBD Tahun 2020
(dalam jutaan rupiah)
REALISASI PROYEKSI P RAPBD
NO URAIAN TAHUN TAHUN
2017 2018 2019 2020
3 PEMBIAYAAN 101.201,14 207.349,58 434.684,08
PENERIMAAN PEMBIAYAAN
100.201,14 199.349,58 330.684.,08 287.109,77
3.1 DAERAH
Sisa Lebih Perhitungan Anggaran
100.201,14 199.349,58 209.495,08 287.109,77
3.1.1 Tahun Anggaran Sebelumnya
3.1.4 Penerimaan Pinjaman Daerah 121.188

1.000,00 8.000,00 103.712


32.726
PENGELUARAN PEMBIAYAAN
3.2 DAERAH

1.000,00 8.000,00 5.000 8.500


3.2.1 Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
98.712 24.226.
3.2.2 Pembayaran Pokok Utang
PEMBIAYAAN NETTO 99.201,14 191.349,58 226.971,08 254.383,77
Sumber: BPKAD dan Hasil Pengolahan Bappeda Kabupaten Cianjur Tahun 2020

Berdasarkan perkembangan pembiayaan daerah dan proyeksi


pembiayaan daerah pada perubahan RAPBD tahun 2020, maka kebijakan
pembiayaan daerah, dari aspek penerimaannya akan diarahkan untuk
meningkatkan akurasi pembiayaan yang bersumber dari sisa lebih
perhitungan anggaran sebelumnya (SiLPA). Pada aspek pengeluaran
pembiayaan, sebagai pengeluaran yang akan diterima kembali baik pada tahun
anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun anggaran berikutnya, akan
mencakup penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah. Untuk itu
kebijakan pengeluaran pembiayaannya adalah penyertaan modal kepada
BUMD disertai dengan revitalisasi dan restrukturisasi kinerja BUMD dan
pendayagunaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan dalam rangka efisiensi
pengeluaran pembiayaan termasuk kajian terhadap kelayakan BUMD. Selain
itu, pada perubahan RAPBD Tahun 2020, pengeluaran pembiayaan
dialokasikan untuk pembayaran pokok utang.

BAB 3 – Kerangka Ekonomi Daerah dan Keuangan Daerah

31

Anda mungkin juga menyukai