Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KULIAH LAPANG

Pmks Sidoarjo

Dosen Pengampu : Eko Risqi Purwo Widodo, MSW

Disusun Oleh :

Dandi Febrianshyah
202110030311019

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN


SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN
ILMU POLITIK UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH MALANG TAHUN 2023
A. Pendahuluan

1. Latar Belakang

PPKS (Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial) adalah perseorangan, keluarga, kelompok,

dan/atau masyarakat yang karena suatu hambatan, kesulitan, atau gangguan, tidak dapat

melaksanakan fungsi sosialnya, sehingga memerlukan pelayanan sosial untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya baik jasmani dan rohani maupun sosial secara memadai dan wajar

(Permensos Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial).

1. Anak Balita Terlantar

Anak balita terlantar adalah seorang anak yang berusia 5 tahun ke bawah yang di

telantarkan orang tuanya dan/atau berada di dalam keluarga tidak mampu oleh orang

tua/keluarga yang tidak memberikan pengasuhan, perawatan, pembinaan dan

perlindungan bagi anak sehingga hak-hak dasarnya semakin tidak terpenuhi serta anak

diekspoitasi untuk tujuan tertentu.

2. Anak Terlantar

Anak terlantar adalah seorang anak berusia 6 tahun sampai dengan 18 tahun, meliputi

anak yang mengalami perlakuan salah dan di telantarkan oleh orang tua/keluarga dan

anak yang kehilangan hak asuh dari orang tua/keluarga..

3. Anak Berhadapan Dengan Hukum

Anak yang berhadapan dengan hukum adalah orang yang telah berumur 12 tahun

tetapi belum mencapai umur 18 tahun, meliputi anak yang di sangka, didakwa, atau di

jatuhi hukuman pidana karena melakukan tindak pidana dan anak yang menjadi

korban tindak pidana atau melihat dan/mendengar sendiri terjadinya suatu tindak

pidana.

4. Anak Jalanan
Anak jalanan adalah anak yang rentan bekerja di jalan, anak yang bekerja di jalanan,

dan anak yang bekerja dan hidup di jalanan yang menghasilkan sebagian besar

waktunya untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari.

5.

Anak Disabilitas

Anak disabilitas adalah seorang yang belum berusia 18 tahun yang mempunyai

kelainan fisik atau mental yang dapat mengganggu atau merupakan hambatan bagi

dirinya untuk melakukan fungsi-fungsi jasmani, Rohani maupun sosialnya secara

layak, yang terdiri dari anak dengan disabilitas fisik, anak dengan disabilitas mental

dan anak dengan disabilitas fisik dan mental.

6.

Anak Yang Menjadi Korban Tindak Kekerasan

Anak yang menjadi korban tindak kekerasan adalah anak yang terancam secara fisik

dan non fisik karena tindak kekerasan, di perlakukan salah atau tidak semestinya

dalam lingkungan keluarga atau lingkungan sosial terdekatnya, sehingga tidak

terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan wajar baik secara jasmani, rohani maupun

sosial. Berikut kriteria anak korban tindak kekerasan.

7. Anak Yang Memerlukan Tindakan Khusus

Anak yang memerlukan tindakan khusus adalah anak yang berusia 6 tahun sampai

dengan 18 tahun dalam situasi darurat, dari kelompok minoritas dan terisolasi,

dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, di perdagangkan, menjadi korban

penyalahgunaan narkotika, alcohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya, korban

menyandang disabilitas, dan korban perlakuan salah dan penelantaran.


8. Lanjut Usia Terlantar

Lanjut usia terlantar adalah seorang yang berusia 60 tahun atau lebih, karena faktor-

faktor tertentu dan tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya.

9. Penyandang Disabilitas

Penyandang disabilitas adalah mereka yang memiliki keterbatasan fisik, mental,

intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama dimana ketika berhadapan dengan

berbagai hambatan hal ini dapat mengalami partisipasi penuh dan efektif mereka

dalam masyarakat berdasarkan kesetaraan dengan yang lainnya.

10. Tuna Susila

Tuna Susila adalah seseorang yang melakukan hubungan seksual dengan sesama

lawan jenis secara berulang-ulang dan bergantian di luar perkawinan yang sah dengan

tujuan mendapatkan imbalan uang, materi atau jasa. .

11. Gelandangan

Gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan yang tidak sesuai dengan

norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak mampunyai

pencaharian dan tempat tinggal yang tetap serta mengembara di tempat umum.

12. Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta di

tempat umum dengan berbagai cara untuk mengharapkan belas kasihan orang lain.

13. Pemulung

Adalah orang-orang yang melakukan pekerjaan dengan cara memungut dan

mengumpulkan barang-barang bekas yang berada di berbagai tempat pemungkiman

penduduk, pertokoan dan/atau pasar yang bermaksud untuk di daur ulang atau di jual

Kembali sehingga memiliki nilai ekonomis.


14. Kelompok minoritas

Adalah kelompok yang mengalami gangguan keberfungsian sosialnya akibat

diskriminasi dan marginalisasi yang di terimanya sehingga karena keterbatasannya

menyebabkan dirinya rentan mengalami masalah sosial seperti gay, waria, dan

lesbian.

15. Bekas Warga Binaan Lembaga Permasyarakatan

Adalah seseorang yang telah selesai menjadi masa pidananya sesuai dengan

keputusan pengadilan dan mengalami hambatan untuk menyesuaikan diri Kembali

dalam kehidupan masyarakat, sehingga mendapat kesulitan untuk mendapatkan

pekerjaan atau melaksanakan kehidupannya secara normal.

16. Orang Dengan HIV/AIDS

Adalah seseorang yang telah di nyatakan terinfeksi HIV/AIDS dan membutuhkan

pelayanan sosial, perawatan Kesehatan, dukungan dan pengobatan untuk mencapai

kualitas hidup yang optimal.

17. Korban Penyalahgunaan NAPZA

Adalah seorang yang menggunakan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di

luar pengobatan atau tanpa sepengetahuan dokter yang berwenang.

18. Korban Trafficking

Adalah seseorang yang mengalami penderitaan psikis, mental, fisik, seksual,

ekonomi, dan/atau sosial yang diakibatkan tindak pidana perdagangan orang.

19. Korban Tindak Kekerasan

Adalah orang baik individu, keluarga, kelompok maupun kesatuan masyarakat

tertentu yang mengalami tindak kekerasan, baik sebagai akibat perlakuan salah,

eksploitasi, diskriminasi, bentuk-bentuk kekerasan lainnya ataupun dengan


memberikan orang berada dalam situasi berbahaya sehingga menyebabkan fungsi

sosialnya terganggu.

20. Pekerja Migran Bermasalah Sosial

Adalah pekerja migran internal dan lintas negara yang mengalami masalah sosial,

baik dalam bentuk tindak kekerasan, penelantaran, mengalami musibah. Faktor alam

dan seksual maupun mengalami disharmoni sosial karena ketidak mampuan

menyesuaikan diri di negara tempat bekerja sehingga mengakibatkan fungsi sosialnya

terganggu.

21. Korban Bencana Alam

Adalah orang atau sekelompok orang yang menderita atau meninggal dunia akibat

bencana yang di akibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang di sebabkan

oleh alam seperti gempa bumi, tsunami, gunung Meletus, banjit, kekeringan, angin

topan dan lain-lain.

22. Korban Bencana Sosial

Adalah orang atau sekelompok orang yang menderita atau meninggal dunia akibat

bencana yang di akibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang di

akibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar

komunitas masyarakat.

23. Perempuan Rawan Sosial Ekonomi

Adalah seseorang perempuan dewasa menikah, belum menikah atau janda dan tidak

mempunyai penghasilan cukup untuk dapat memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.

24. Fakir Miskin


Adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau

mempunyai sumber mata pencaharian tetapi mempunyai kemampuan memenuhi

kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan keluarganya

25. Keluarga Bermasalah Sosial Psikologis

Adalah keluarga yang hubungan antar anggota keluarganya terutama antar suami-istri,

orang tua dengan anak kurang serasi, sehingga tugas-tugas dan fungsi keluarga tidak

dapat berjalan dengan wajar.

26. Komunitas Adat Terpencil

Adalah kelompok sosial budaya yang bersifat local dan terpencar serta kurang atau

belum terlibat dalam jaringan dan pelayanan baik.

Masalah kesehatan jiwa telah menjadi masalah kesehatan yang belum terselesaikan di tengah-

tengah masyarakat, baik di tingkat global maupun nasional. Terlebih di masa pandemi

COVID-19, permasalahan kesehatan jiwa akan semakin berat untuk diselesaikan. Dampak

dari pandemi COVID-19 ini tidak hanya terhadap kesehatan fisik saja, namun juga

berdampak terhadap kesehatan jiwa dari jutaan orang, baik yang terpapar langsung oleh virus

maupun pada orang yang tidak terpapar. Plt. Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit,

Kemenkes dr. Maxi Rein Rondonuwu mengatakan saat ini masyarakat masih berjuang

mengendalikan penyebaran virus COVID-19, tapi di sisi lain telah menyebar perasaan

kecemasan, ketakutan, tekanan mental akibat dari isolasi, pembatasan jarak fisik dan

hubungan sosial, serta ketidak pastina “Hal-hal tersebut tentu berdampak terhadap terjadinya

peningkatan masalah dan gangguan kesehatan jiwa di masyarakat,” katanya dalam konferensi

pers secara virtual, Rabu (6/10). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, menunjukkan lebih
dari 19 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami gangguan mental emosional,

dan lebih dari 12 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami depresi. Selain itu

berdasarkan Sistem Registrasi Sampel yang dilakukan Badan Litbangkes tahun 2016,

diperoleh data bunuh diri pertahun sebanyak 1.800 orang atau setiap hari ada 5 orang

melakukan bunuh diri, serta 47,7% korban bunuh diri adalah pada usia 10-39 tahun yang

merupakan usia anak remaja dan usia produktif. Direktur Pencegahan dan Pengendalian

Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Dr.Celestinus Eigya Munthe menjelaskan masalah

kesehatan jiwa di Indonesia terkait dengan masalah tingginya prevalensi orang dengan

gangguan jiwa. Untuk saat ini Indonesia memiliki prevalensi orang dengan gangguan jiwa

sekitar 1 dari 5 penduduk, artinya sekitar 20% populasi di Indonesia itu mempunyai potensi-

potensi masalah gangguan jiwa. “Ini masalah yang sangat tinggi karena 20% dari 250 juta

jiwa secara keseluruhan potensial mengalami masalah kesehatan jiwa,” katanya. Ditambah

lagi sampai saat ini belum semua provinsi mempunyai rumah sakit jiwa sehingga tidak semua

orang dengan masalah gangguan jiwa mendapatkan pengobatan yang seharusnya.

Permasalahan lain, lanjut Celestinus, adalah terbatasnya sarana prasarana dan tingginya

beban akibat masalah gangguan jiwa. “Masalah sumber daya manusia profesional untuk

tenaga kesehatan jiwa juga masih sangat kurang, karena sampai hari ini jumlah psikiater

sebagai tenaga profesional untuk pelayanan kesehatan jiwa kita hanya mempunyai 1.053

orang,” ucapnya. Artinya, satu psikiater melayani sekitar 250 ribu penduduk. Menurutnya, ini

suatu beban yang sangat besar dalam upaya meningkatkan layanan kesehatan jiwa di

Indonesia.

Tak hanya itu, masalah kesehatan jiwa di Indonesia juga terkendala stigma dan diskriminasi.

“Kita sadari bahwa sampai hari ini kita mengupayakan suatu edukasi kepada masyarakat dan
tenaga profesional lainnya agar dapat menghilangkan stigma dan diskriminasi terhadap orang

dengan gangguan jiwa, serta pemenuhan hak asasi manusia kepada orang dengan gangguan

jiwa,” tutur Celestinus. dr. Maxi mengatakan situasi masalah kesehatan jiwa tersebut

mendorong pemerintah untuk memastikan bahwa kesehatan mental agar dapat lebih

diprioritaskan dari sebelumnya. Pemerintah daerah harus menjadikan program dan pelayanan

kesehatan jiwa dapat menjadi fokus perhatian, tentunya dengan menyediakan berbagai sarana

dan prasarana terkait kesehatan jiwa yang memadai. “Kepada masyarakat, agar menjaga

kesehatan diri dan tetap patuh dan disiplin dengan protokol kesehatan agar tidak tertular

COVID-19, serta selalu menjaga kesehatan jiwa dengan mengelola stress dengan baik,

menciptakan suasana yang aman, nyaman bagi seluruh anggota keluarga,” ujarnya.

Hari Kesehatan Jiwa Sedunia

Tema Global peringatan hari kesehatan jiwa Sedunia tahun 2021 ini adalah “Mental Health in

an Unequal World : Kesetaraan dalam Kesehatan Jiwa untuk Semua”. Tema tersebut

mengamanahkan pada setiap Negara agar lebih memberikan akses layanan yang lebih besar

dan luas, agar kesehatan mental masyarakat lebih terjamin dan setara dengan kesehatan fisik

lainnya.

1. Kepada masyarakat, agar menjaga kesehatan diri dan tetap patuh dan disiplin dengan

protokol kesehatan agar tidak tertular COVID-19, serta selalu menjaga kesehatan jiwa dengan

mengelola stress dengan baik, menciptakan suasana yang aman, nyaman bagi seluruh anggota

keluarga di rumah kita.

2. Kepada para tenaga kesehatan, kader kesehatan jiwa dan komunitas peduli kesehatan jiwa,

saya sampaikan ucapan terima kasih karena telah selalu menjaga kesehatan dan mencegah

penularan COVID-19 serta berdedikasi menjaga kesehatan jiwa masyarakat, baik melalui

kegiatan di komunitas dan atau di fasilitas pelayanan kesehatan dalam memberikan layanan
dan pendampingan bagi masyarakat yang mengalami masalah kesehatan jiwa, sehinga

mendapatkan akses layanan yang setara dan sama dengan setara.

3. Kepada para pimpinan pemerintah daerah, sebagai pengampu dan yang berwenang di

daerah, kami berpesan agar program dan pelayanan kesehatan jiwa dapat menjadi fokus

perhatian tentunya dengan menyediakan berbagai sarana dan prasarana terkait kesehatan jiwa

yang memadai dan mendukung penyelenggaraan program kesehatan jiwa di wilayah

bapak/ibu.

4. Kepada para organisasi profesi yang telah berkontribusi terhadap kesehatan jiwa

masyarakat, kami sampaikan terima kasih dan tentunya karya nyata pengabdian pada

masyarakat selanjutnya kami harapkan dapat berkelanjutan.

5. Kepada para Media dapat memberikan informasi secara berimbang terkait pemberitaan

masalah kesehatan jiwa, sehingga diharapkan dapat mengurangi stigma dan meningkatkan

informasi-informasi kebutuhan dan akses layanan kesehatan jiwa sebagai prasyarat

kesetaraan pelayanan kesehatan jiwa bagi seluruh masyarakat indonesia.

. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI. No. : 72 Tahun 2020, tentang Organisasi dan

Tata Kerja Rumah Sakit Jiwa Dr.Radjiman Wediodiningrat Lawang, bahwa Rumah Sakit

Jiwa Dr.Radjiman Wediodiningrat Lawang adalah Unit Organisasi dilingkungan

Kementerian Kesehatan yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada

Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan.

Rumah Sakit Dr.Radjiman Wediodiningrat Lawang mempunyai tugas melaksanakan upaya

kesehatan jiwa secara berdayaguna dan berhasil guna dengan mengupayakan pelayanan

kesehatan jiwa pencegahan ( Prefentif ), pelayanan kesehatan jiwa pemulihan ( Kuratif ) dan

pelayanan kesehatan jiwa Rehabilitasi. Yang dilaksanakan secara terpadu dengan upaya
pencegahan dan pemeliharaan. Dalam melaksanakan tugas tersebut Rumah Sakit Jiwa Dr.

Radjiman Wediodiningrat Lawang mempunyai fungsi sebagai berikut :

1. Melaksanakan usaha pelayanan kesehatan jiwa pencegahan ( preventif )

2. Melaksanakan usaha pelayanan kesehatan jiwa pemulihan ( kuratif )

3. Melaksanakan usaha pelayanan kesehatan jiwa rehabilitasi

4. Melaksanakan usaha pelayanan kesehatan jiwa masyarakat

5. Melaksanakan sistem rujukan ( referal )

BAB II

LITERATUR

ODGJ adalah singkatan dari orang dengan gangguan jiwa. Dikutip dari situs Kabupaten

Tegal Dinas Sosial, Undang-Undang No. 18 Tahun 2014 tentang kesehatan jiwa menjelaskan,

ODGJ adalah orang yang mengalami gangguan dalam berpikir, berperilaku, dan berperasaan

yang kemudian terbentuk dalam sekumpulan gejala atau perubahan perilaku yang bermakna,

dan dapat menimbulkan penderitaan serta hambatan dalam menjalankan fungsi sebagai

manusia.

Gejala pada ODGJ adalah hubungan yang kompleks antar unsur somatic, psikologis dan

sosial budaya. Umumnya, gejala gangguan jiwa dapat berwujud primer dan sekunder. Berikut

ini berbagai gejala gangguan jiwa :

Gangguan Kognisi

Gangguan kognisi pada ODGJ adalah keadaan mental individu yang menyadari dan

mempertahankan hubungan dengan lingkungannya. Gangguan kognisi terdiri dari beberapa

macam, yaitu:
Gangguan sensasi, yaitu tidak dapat merasakan suatu rangsangan.

Gangguan persepsi, yaitu merasakan berbagai macam rangsangan yang masuk dan didapat

dari proses interaksi.

Gangguan asosiasi adalah keadaan mental individu yang perasaan, kesan, dan gambaran

ingatannya menghasilkan gambar ingatan atau konsep lain yang berkaitan dengan individu

tersebut.

Gangguan perhatian, yaitu gangguan pada proses kognitif yang meliputi pemusatan pikiran

atau konsentrasi.

Gangguan ingatan adalah gangguan kognitif yang berkaitan dengan mencatat, menyimpan,

serta memproduksi data-data yang pernah dialami oleh individu.

Gangguan psikomotor adalah gangguan pada aspek motorik individu yang berkaitan dengan

peningkatan aktivitas, penurunan aktivitas, aktivitas yang dilakukan tidak sesuai, aktivitas

diulang-ulang, hingga sikap agresif.

Gangguan kemauan adalah keadaan di mana individu tidak dapat mempertimbangkan dan

memutuskan keinginannya dalam mencapai tujuan tertentu.

Gangguan emosi dan afektif, yaitu gangguan pada emosional individu, baik perubahan

suasana hati maupun perasaan yang signifikan dan cepat.

Gangguan jiwa dapat disebabkan oleh ketidakmampuan individu dalam melaksanakan tugas

selama proses perkembangannya. Proses ini akan menimbulkan berbagai masalah dan

perubahan yang harus dihadapi. Bila tidak dapat mengatasi permasalahannya, gangguan jiwa

dapat terpicu. Berikut ini faktor-faktor lain yang menyebabkan ODGJ:

1. Usia

Salah satu penyebab ODGJ adalah usia. Usia dewasa merupakan masa produktif yang

membuat individu harus menyesuaikan diri dan mandiri. Pada tahap inilah, usia dewasa
memiliki tanggung jawab yang lebih berat dan kompleks. Ketika tidak dapat dihadapi, mudah

bagi orang dewasa untuk mengalami gangguan jiwa.

2. Pekerjaan

Faktor selanjutnya adalah pekerjaan. Orang yang tidak bekerja memiliki risiko lebih tinggi

untuk mengalami gangguan jiwa karena tidak adanya penghasilan, tapi tanggung jawab yang

dipikul lebih berat atau semakin besar tiap harinya. Selain itu, tidak bekerja juga dapat

menimbulkan perasaan rendah diri.

3. Predisposisi Biologis

Orang yang sudah mengalami gangguan jiwa akan lebih mudah mengalami gangguan jiwa

lagi. Hal ini mungkin terjadi karena masih banyaknya stigma negatif di masyarakat tentang

ODGJ sehingga menghasilkan penolakan. Penolakan inilah yang pada akhirnya membuat

individu mengalami tekanan kembali.

4. Kepribadian yang Tertutup

Individu dengan kepribadian tertutup cenderung menghadapi dan menyimpan semuanya

sendiri tanpa diketahui orang lain sehingga permasalahannya menumpuk di hati, sedangkan

solusi tidak ditemukan. Akibatnya, gangguan jiwa pun muncul.

5. Putus Obat

Faktor selanjutnya terhadap ODGJ adalah putusnya konsumsi obat. Konsumsi obat jangka

panjang diperlukan bagi sebagian ODGJ. Ketika obat ini dihentikan, bisa saja gangguan jiwa

kembali muncul.
6. Pengalaman Buruk

Pengalaman yang dialami individu, khususnya pengalaman yang buruk, dapat menimbulkan

trauma pada individu. Pengalaman ini dapat berupa penganiayaan, pengucilan, serta

pelecehan yang traumatis sehingga memicu gangguan jiwa.

7. Konflik

Konflik yang terjadi dan tidak dapat terselesaikan, baik itu dengan keluarga, teman ataupun

orang-orang terdekat, dapat memberikan stres atau tekanan berlebih pada individu tertentu.

Hal ini dikarenakan individu tidak memiliki mekanisme yang baik antar satu individu dengan

yang lain.

Gangguan jiwa berikut ini merupakan salah satu gangguan jiwa yang paling sering dialami

masyarakat, misalnya:

1. Gangguan Bipolar

Mengutip rsjmenur.jatimprov.go.id, gangguan bipolar pada ODGJ adalah naik turunnya

mood atau suasana hati. Mood atau suasana hati ini dapat ditandai dengan ide-ide dan energi

yang berlebihan, banyak bicara, tidak butuh tidur, dan sering berisiko dalam melakukan suatu

hal.

2. Skizofrenia

Skizofrenia adalah halusinasi (gangguan persepsi panca indera, misalnya mendengar bisikan

atau melihat bayangan yang tidak ada sumbernya); delusi (keyakinan yang salah, tidak sesuai

realita/logika); gangguan pada pikiran, pembicaraan, dan perilaku; serta emosi yang tidak

sesuai.

3. Depresi

Depresi adalah perasaan sedih dan hilangnya minat terhadap suatu hal. Pasien seperti ini

biasanya mengungkapkan mereka merasa bersalah, tidak memiliki harapan, hingga tidak
berharga. Selain itu, ODGJ depresi lebih mudah merasa lelah, nyeri di beberapa bagian

tubuh, dan gangguan pola makan dan tidur.

4. Ansietas/Cemas

Selanjutnya ada anxiety atau kecemasan. Perasaan ini biasanya membuat individu cemas atau

khawatir tanpa alasan yang jelas. Biasanya, gangguan jiwa ini disertai dengan gejala

otonomik, seperti nyeri kepala, berkeringat, jantung berdebar, sesak nafas, seperti tercekik,

mual, muntah, diare, kesemutan, hingga gelisah.

Cara Penanganan ODGJ yang Tepat

Ada sejumlah cara yang dapat dilakukan untuk menangani ODGJ. Penanganan untuk tiap

gangguan jiwa berbeda-beda, tergantung hasil diagnosa dokter. Hanya dokter dengan

kompetensi terkait yang dapat menentukan jenis penanganan yang diperlukan. Namun,

sejumlah cara penanganan yang ada meliputi:

1. Psikoterapi

Psikoterapi dilakukan dengan penemuan ODGJ terlebih dahulu. Lanjut ke penanganan

penyembuhan, ODGJ dirujuk ke rumah sakit untuk bisa ditangani. Ketiga, psikoterapi

dilanjutkan ke pelaporan untuk penanganan selanjutnya. Kemudian ODGJ yang telah

sembuh, tetapi belum bisa bertemu dengan keluarga atau kerabat, bisa masuk ke panti

sebelum akhirnya dikembalikan ke keluarga.

2. Pengobatan

Pengobatan tidak langsung menyembuhkan gangguan jiwa, tetapi dapat membantu

pengelolaan gejala. Pengobatan yang dipasangkan dengan psikoterapi dapat menjadi cara

yang efektif untuk meningkatkan pemulihan.

3. Manajemen Kasus

Manajemen kasus mengkoordinasikan layanan untuk individu dengan bantuan manajer kasus.
Seorang manajer kasus dapat membantu menilai, merencanakan, dan menerapkan sejumlah

strategi untuk memfasilitasi pemulihan.

4. Rawat Inap

Dalam sebagian kecil kasus, rawat inap mungkin diperlukan agar seseorang dapat dipantau

secara ketat, didiagnosis secara akurat, atau obatnya disesuaikan ketika penyakit mentalnya

memburuk untuk sementara waktu.

5. Support Group

Kelompok pendukung adalah pertemuan kelompok di mana para anggota saling membimbing

satu sama lain menuju tujuan bersama untuk pemulihan. Kelompok pendukung sering kali

terdiri dari nonprofesional, tetapi rekan-rekan yang telah menderita pengalaman serupa.

6. Pengobatan Komplementer & Alternatif

Pengobatan Komplementer & Alternatif, atau CAM, mengacu pada pengobatan dan praktik

yang biasanya tidak terkait dengan perawatan standar. CAM dapat digunakan sebagai

pengganti atau tambahan untuk praktik kesehatan standar.

7. Rencana Bantuan Mandiri

Rencana bantuan mandiri adalah rencana kesehatan di mana seseorang mengatasi kondisinya

dengan menerapkan strategi yang mempromosikan kesehatan. Rencana bantuan mandiri

dapat melibatkan penanganan kesehatan, pemulihan, pemicu, atau tanda peringatan.

6. Dukungan Sebaya

Dukungan Teman Sebaya mengacu pada menerima bantuan dari individu yang pernah

mengalami pengalaman serupa.


BAB III

PEMBAHASAN

A. PROFIL LEMBAGA

UPT Balai Rehabilitasi PMKS Sidoarjo adalah sebuah badan yang dibentuk oleh

pemerintah Jawa Timur, didirikan pada tahun 1975. Pernyataan Sukardi yang di kutip dari

kominfo.jatimprov.go.id UPT Balai Rehabilitasi PMKS Sidoarjo memiliki visi yang berfokus

pada penanganan masalah kesejahteraan sosial di kalangan penghuni jalanan di perkotaan.

Misinya sendiri berfokus pada peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam memberikan

layanan profesional kepada penghuni jalanan, meningkatkan koordinasi dan kesesuaian

mekanisme kerja dalam menangani penghuni jalanan dengan pemerintah daerah, serta

mengembangkan kerjasama dengan kelompok profesional dan perguruan tinggi untuk

pengembangan metode dan teknik pelayanan.

Sebagai lembaga yang menjadi penampungan pertama dan/atau sementara, pelayanan dan

rehabilitasi sosial bagi klien Gelandangan psikotik atau biasa disebut orang dengan

ganngguan jiwa (ODGJ), Pengemis, Gelandangan, Wanita Tuna Susila dan Anak Jalanan,

ketatausahaan dan pelayanan masyarakat. PMKS Sidoarjo menawarkan beragam program


dan kegiatan, termasuk pemenuhan kebutuhan dasar, bimbingan mental dan spiritual,

bimbingan fisik dan pemeriksaan Kesehatan fisik dan psikis, pelatihan keterampilan,

bimbingan psikososial, dan bimbingan rekreatif. dengan target untuk meningkatkan kualitas

hidup mereka, mengembangkan potensi individu, dan mempersiapkan mereka untuk hidup

mandiri di kemudian hari.

Kedudukan

Dinas

Sosial merupakan unsur pelaksana otonomi daerah, dipimpin oleh seorang kepala dinas,

yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah.

Alamat

Dinas Sosial Pemerintah Provinsi Jawa Timur

Jl. Gayung Kebonsari No.56b, Gayungan, Kec. Gayungan, Kota SBY, Jawa Timur 60235

email : dinsos56b@jatimprov.go.id

website : https://dinsos.jatimprov.go.id/

Telp. (031) 8290794, Fax (031) 08290794


Tugas

Dinas Sosial mempunyai tugas membantu Gubernur menyiapkan bahan pelaksanaan urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi di bidang Sosial serta tugas

pembantuan.

Fungsi

Dinas Sosial dalam menyiapkan bahan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud di atas

menyelenggarakan fungsi:

1. Perumusan kebijakan di bidang sosial;

2. Pelaksanaan kebijakan di bidang sosial;

3. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang sosial;

4. Pelaksanaan administrasi Dinas di bidang sosial; dan

5. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Gubernur terkait dengan tugas dan

fungsinya.

Layanan Dinas Sosial

 Layanan Orang Terlantar

Turopoksi PSKBS sesuai dengan pergub 71 tahun 2016, :

Seleksi perlindungan sosial korban bencana sosial sebagaimana dimaksud dalam

pasal 3 ayat (1) huruf d angka 3, mempunyai tugas:

a. Menyiapkan bahan kebijakan perlindungan sosial korban bencana sosial;


b. Perlindungan bagi korban bencana sosial, warga negara migran bermasalah dan

pemulangan orang terlantrar;

c. Rangka pencegahan, penanganan dan perlindungan bagi korban bencana sosial,

warga negara migran bermasalah dan pemulangan orang terlantar;

d. Perlindungan sosial dan intervensi psikososial serta Latihan keterampilan bagi

korban bencana sosial, warga negara migran bermasalah dan pemulangan orang

terlanta.

B. HASIL INTERVEW

UPT Balai Rehabilitasi PMKS Sidoarjo adalah sebuah lembaga yang berfokus pada

rehabilitasi dan pelayanan bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial di wilayah Sidoarjo,

Jawa Timur, Indonesia. Lembaga ini bertujuan untuk menjadi lembaga yang profesional

dalam memberikan layanan rehabilitasi dengan pendekatan holistik dan berbasis hak asasi

manusia. Melalui visi dan misinya, lembaga ini berupaya memberikan layanan rehabilitasi

yang menyeluruh dan terintegrasi kepada masyarakat yang membutuhkan.

Dalam menjalankan misinya, lembaga ini menawarkan berbagai program seperti pengamatan

dan evaluasi kondisi klien, terapi dan konseling individu dan kelompok, pelatihan

keterampilan (vocational training), dukungan sosial, reintegrasi sosial, serta penyuluhan dan

advokasi. Layanan ini dilakukan oleh tenaga profesional yang terlatih dan berpengalaman,

seperti psikolog, pekerja sosial, konselor, petugas medis, dan ahli rehabilitasi lainnya.

Selain itu, lembaga ini juga memiliki peran penting dalam meningkatkan kapasitas dan

keterampilan sumber daya manusia yang terlibat dalam pelayanan rehabilitasi, sekaligus

mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam proses rehabilitasi dan reintegrasi sosial
penyandang masalah kesejahteraan sosial. Lembaga ini juga melaksanakan kegiatan riset dan

pengembangan untuk menghasilkan inovasi dalam bidang rehabilitasi PMKS.

PENERAPAN ETIKA PROFESI KESEJAHTERAAN SOSIAL

Di Balai Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial PMKS Sidoarjo penggunaan kode etiknya masih

menggunakan kode etik yang dikeluarkan IPSPI. Tentunya balai pelayanan

dan rehabilitasi sosial PMKS Sidoarjo menerapkan itu semua seperti ketika penerimaan klien

datang yang biasanya terdapat case record dari dinas sosial pengirim dan pada berkas itu

berisi masalah-masalah klien dan tentunya pekerja sosial menerapkan prinsip kerahasiaan

namun prinsip kerahasiaan ini diterapkan untuk kerahasiaan sesama klien. Tetapi untuk

sesame petugas pasti tau karena untuk kewaspadaan namun tetap sebagai pekerja sosial harus

bisa menjaga kerahasiaan. Biasanya yang memiliki penyakit khusus diisolasi di ruang

terpisah.

Prinsip hubungan dengan teman sejawat dimana sesama sejawat harus saling menghargai dan

menghormati. Namun disini peksos tidak memiliki spesifik untuk satu klien tetapi sesama

peksos saling bekerja sama untuk membantu klien semuanya mempunyai jobdesknya masing-

masing. Contoh ketika peksos 1 bagian untuk memberikan pelayanan konseling kepada klien,

peksos 2 bagian untuk mengassesment keluarga klien dan lain sebagainya.

Prinsip tanggung jawab terhadap pelayanan di Lembaga juga diterapkan seperti ketika awal

disini semua klien dijadikan satu, lalu balai membuat cluster berdasarkan keberfungsian

sosialnya. Kelas 1, 2, 3, dan 4. Dan sekarang terdapat clustering

berdasarkan jenis PMKS nya.


KESIMPULAN

Berdasarkan hasil kajian lapang yang dilakukan di Balai Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial

Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) Sidoarjo. Mengenai proses pembinaan

klien pihak balai memiliki program-program dan fasilitas yang bisa dikatakan cukup

memadai karena dalam proses pembinaannya mulai dari fasilitas dan sumber daya

pembimbing sangat mumpuni dan memang ahli dalam membina penyandang masalah

kesejahteraan sosial, kemudian fasilitas sarana seperti ruang bimbingan, ruang kesehatan,

ruang asrama, dan lapangan untuk bimbingan keterampilan juga sangat memadai. Jadi Balai

sebagai strukturnya mampu memfasilitasi tenaga pembimbing yang sebagai fungsinya untuk

membina dan mengefektifkan klien sangatlah sesuai dan maksimal.


DAFTAR PUSTAKA

Dinas Sosial Kabupaten Bogor, “Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial” ( 17 juli 2017).

https://dinsos.bogorkab.go.id/ppks-pemerlu-pelayanan-kesejahteraan-sosial/

Adelade wreta, “Pengertian ODGJ, gejala, penyebab, penanganan yang tepat”

Detik.Com ( 27 Desember 2022)

https://www.detik.com/bali/berita/d-6484099/odgj-adalah-gejala-penyebab-dan-

penanganan-yang-tepat

Anda mungkin juga menyukai