Anda di halaman 1dari 11

JOURNAL READING

“Anemia Sebagai Faktor Risiko dari Tuberkulosis: Sebuah Tinjauan Sistematis dan
Meta Analisis”

(Anemia as a risk factor for tuberculosis: a systematic review and meta-analysis)

Disusun Oleh:
Syafiq Abdullah Attamimi
201670002

Pembimbing:
dr. Jerome Kurube, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PAPUA
2022
LEMBAR PENGESAHAN

Makalah Journal Reading diajukan oleh :


Nama Lengkap Mahasiswa : Syafiq Abdullah Attamimi

Nomor Induk Mahasiswa : 201670002

Jurusan : Program Pendidikan Profesi Dokter

Fakultas : Kedokteran

Universitas : Universitas Papua

Bagian Kepaniteraan : Ilmu Kesehatan Penyakit Dalam

Judul Journal Reading :


“Anemia Sebagai Faktor Risiko dari Tuberkulosis: Sebuah Tinjauan Sistematis dan
Meta Analisis”

(Anemia as a risk factor for tuberculosis: a systematic review and meta-analysis)

Telah dipresentasikan dan disahkan pada tanggal: ……………………………….

Mengetahui,

Pembimbing

dr. Jerome Kurube, Sp.PD


“Anemia Sebagai Faktor Risiko dari Tuberkulosis: Sebuah Tinjauan Sistematis dan
Meta Analisis”

(Anemia as a risk factor for tuberculosis: a systematic review and meta-analysis)

A. Pendahuluan
Anemia adalah kondisi dimana konsentrasi hemoglobin darah rendah, yaitu
kurang dari 11,0 g/dl untuk usia 6-59 bulan, 11,5 g/dl untuk usia 5-11 tahun, 12 g/dl
untuk usia 12-14 tahun, 11 g/dl untuk wanita hamil dan 13 g/dl untuk pria usia 15 tahun
ke atas. Anemia diklasifikasikan menjadi tiga kategori berdasarkan tingkat
keparahannya; anemia ringan, sedang, dan berat. Tuberkulosis adalah penyakit infeksi
kronik yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang menular melalui
udara (airborne) dan sering terjadi pada populasi sosio-ekonomi rendah. Ini adalah
penyebab kematian paling umum kedua di antara penyakit menular.
Anemia menyebabkan penurunan kualitas hidup, peningkatan morbiditas dan
mortalitas pasien dengan penyakit kronis, serta menjadi faktor predisposisi terhadap
berbagai penyakit menular termasuk TB, dengan prevalensi 44-89,1% dan diketahui
proporsi TB pada pasien dengan anemia lebih tinggi dibanding pasien yang tidak
mengalami anemia. Pada pasien anemia, respon imun yang diperantarai sel dan fungsi
bakterisida leukosit ditekan secara signifikan.
Penilaian faktor risiko yang berpotensi dapat dimodifikasi sangat penting untuk
pengembangan kebijakan pengendalian TB. Dengan demikian, beberapa faktor risiko
TB telah diketahui selama beberapa dekade, termasuk penyakit sistemik seperti diabetes
mellitus dan penyakit ginjal kronis, merokok, penggunaan alkohol, indeks massa tubuh,
infeksi human immunodeficiency virus (HIV), splenektomi, dan gastrektomi. Orang
yang terpapar faktor-faktor ini disebut kelompok risiko TB di mana prevalensi atau
kejadian TB secara signifikan lebih tinggi daripada populasi umum.
Telah banyak studi yang menemukan hubungan antara anemia dengan kejadian
TB, namun belum ada panduan atau pedoman yang ditetapkan untuk
mempertimbangkan pasien anemia sebagai kelompok yang berisiko mengalami TB dan
sebagai prioritas untuk dilakukan skrining TB aktif, meskipun diketahui juga bahwa
diagnosis anemia dapat dilakukan dengan pengukuran kadar Hb yang tidak
membutuhkan biaya besar dan tersedia di semua fasilitas kesehatan.
B. Rangkuman Isi Jurnal
B.1 Identitas Jurnal
“Anemia as a risk factor for tuberculosis: a systematic review and meta-
analysis” merupakan jurnal yang ditulis oleh Yemataw Gelaw, Zegeye Getaneh, dan
Mulugeta Melku. Jurnal ini diterbitkan pada tahun 2021 dalam Environmental Health
and Preventive Medicine yang dipublikasikan oleh BMC.

B.2 Ringkasan Jurnal


B.2.1 Latar Belakang dan Tujuan Jurnal
Tuberkulosis (TB) termasuk ke dalam salah satu masalah kesehatan di
masyarakat, yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Infeksi ini
umumnya terjadi sebagian besar pada populasi dengan status ekonomi rendah, dan
merupakan penyakit infeksi yang menjadi penyebab kematian terbanyak ke dua di
dunia. Beberapa penelitian terdahulu menemukan bahwa tuberkulosis menjadi salah
satu beban tambahan bagi pasien dengan anemia, dimana anemia dapat menyebabkan
meningkatnya kerentanan seseorang terhadap penyakit infeksi termasuk tuberkulosis
dengan cara melemahkan sistem imun. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah
untuk menentukan apakah anemia merupakan faktor risiko dari tuberkulosis.

B.2.2 Metode
Desain studi pada penelitian ini adalah tinjauan sistematis dan meta analisis.
Penelitian ini dilakukan pada 23 Januari 2021 di University of Gondar, Ethiopia.
Sampel pada penelitian ini meliputi Literatur dengan tanggal publikasi hingga 17
Desember 2019, yang diperoleh dari PubMed, EMBASE, Cochrane Library, Google
Scholar, dan Science direct. Kata kunci yang digunakan untuk pencarian literatur yang
akan digunakan meliputi tuberculosis, TB, Anaemia, Anemia, Hemoglobin, Hb, risk
factor, predictors; dikombinasikan dengan “AND”, “OR”. Kriteria inklusi yang
digunakan pada penelitian ini adalah artikel berbahasa inggris, jenis studi observasional
seperti studi kohort, kasus kontrol, dan cross-sectional, studi yang meneliti kejadian
atau prevalensi TB pada pasien anemia (semua tipe anemia) atau artikel yang meneliti
anemia sebagai faktor risiko TB, dengan subyek adalah manusia, dan tanggal publikasi
hingga 17 Desember 2019. Sementara itu, kriteria eksklusi pada penelitian ini meliputi
studi yang tidak melaporkan nilai hazard ratio (HR), risk ratio (RR), atau odds ratio
(OR), serta tidak menampilkan hasil perhitungan komponen-komponen efek HR, RR,
dan OR pada tabel 2x2. Teknik uji atau analisis dan interpretasi data yang digunakan
antara lain untuk evaluasi kualitas metodologi dari setiap literatur penelitian yang
diinklusi menggunakan kriteria Joanna Brigg Institute (JBI), penilaian bias publikasi
menggunakan uji regresi Egger dengan nilai p < 0,05, penilaian heterogenitas
menggunakan uji statistik Cochrane I2, dan analisis statistik menggunakan program
STATA versi 11.
Data yang dikumpulkan meliputi nama pertama dari penulis, tahun publikasi,
negara atau lokasi penelitian, ukuran sampel beserta usia, desain penelitian, hasil dari
setiap penelitian termasuk nilai HR dan OR, serta status tingkat keparahan anemia.

B.2.3 Hasil dan Diskusi

Gambar 1. Diagram PRISMA (mekanisme pemilihan studi)


Berdasarkan diagram atau gambar di atas dapat dilihat bahwa dari total 1.272
penelitian yang didapatkan, sebanyak 1.246 penelitian dieksklusi karena adanya
duplikasi, dan sebanyak 9 penelitian diekslusi karena tidak memenuhi kriteria inklusi
lainnya, sehingga tersisa 17 penelitian yang memenuhi kriteria inklusi yang kemudian
diikutsertakan dalam studi meta analisis ini. Terdapat 12 penelitian dengan jenis studi
kohort, 2 penelitian kasus kontrol, dan 3 penelitian cross-sectional.
Pada penelitian ini dilakukan alokasi subyek ke dalam 2 kelompok yaitu
kelompok kasus dan kontrol berdasarkan 17 penelitian yang digunakan. Kelompok
kasus merupakan pasien dengan anemia dengan subgrup yaitu pasien anemia dengan
tingkat keparahan ringan, sedang, dan berat. Kelompok kontrol merupakan pasien yang
tidak mengalami anemia. Hasil uji statistika menunjukkan beberapa hasil yaitu hasil uji
meta analisis menunjukkan hasil yang signifikan pada hubungan antara anemia dan
tuberkulosis, dengan hasil funnel plot yang asimetris sehingga mengindikasikan adanya
kemungkinan bias publikasi, namun pada konfirmasi dengan uji Egger didapatkan hasil
nilai signifikansi atau p sebesar 0,540 dan 0,093 yang menunjukkan bahwa tidak
terdapat bias dalam publikasi pada setiap penelitian yang digunakan.

1) Hasil untuk Studi Kasus Kontrol dan Cross-sectional

Ga
mbar 2. Forest plot studi kasus kontrol dan cross-sectional; OR untuk memperkirakan anemia terhadap
TB
Berdasarkan hasil OR pada penelitian-penelitian dengan desain studi kasus
kontrol dan cross-sectional yang diikutsertakan, didapatkan hasil yaitu kemungkinan
(odd) timbulnya infeksi TB pada pasien dengan anemia secara keseluruhan adalah 3,56
kali lebih besar daripada pada pasien tanpa anemia (IK 95% 2,5-5,0). Pada analisis
subgroup yaitu berdasarkan tingkat keparahan anemia, didapatkan hasil yaitu
kemungkinan penularan TB 3,91 kali lebih tinggi pada pasien dengan anemia berat
dibanding pasien tanpa anemia, sementara kemungkinan penularan pada pasien dengan
anemia ringan lebih rendah (2,33 kali).

2) Hasil untuk Studi Kohort

Gambar 3. Forest plot studi kohort; HR untuk memperkirakan anemia terhadap TB

Berdasarkan hasil HR gabungan penelitian-penelitian dengan desain studi kohort


yang diikutsertakan, bahaya (hazard) infeksi TB pada pasien dengan anemia secara
keseluruhan adalah 2,01 kali lebih besar daripada pada pasien tanpa anemia (IK 95%
1,7-2,37). Pada analisis subgroup yaitu berdasarkan usia subyek, didapatkan hasil yaitu
tidak terdapat perbedaan signifikan risiko TB pada pasien anak maupun dewasa dengan
anemia. Sementara itu pada analisis subgrup berdasarkan tingkat keparahan anemia,
didapatkan hasil yaitu bahaya infeksi TB meningkat seiring dengan peningkatan tingkat
keparahan anemia yaitu 2,6 kali lebih tinggi pada pasien dengan anemia berat dan 2,08
kali pada pasien anemia sedang dibanding pasien tanpa anemia. Sementara itu, pada
pasien dengan anemia ringan tidak terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik
dibanding pasien tanpa anemia (HR 1.4, IK 95% 0,9–1,9).
Beberapa faktor yang menyebabkan anemia dapat menjadi salah satu risiko dari
TB adalah karena pasien-pasien dengan anemia cenderung mengalami
ketidakseimbangan nutrisi dan dalam kondisi imunokompromais. Anemia digunakan
sebagai salah satu penilaian secara tidak langsung terhadap status nutrisi dan imunitas
seorang individu. Sebagian besar penelitian yang diikutsertakan tidak melaporkan tipe
anemia, akan tetapi menurut WHO 50% kasus anemia yang dijumpai adalah anemia
defisiensi besi yang diperkirakan serupa pada penelitian-penelitian yang digunakan
dalam jurnal ini. Penularan dari tuberculosis dipengaruhi oleh berbagai kondisi,
termasuk jarak dan durasi dari kontak dengan pasien TB aktif serta imunitas dari
individu yang terinfeksi TB tersebut, dimana seseorang dengan respon imun yang lemah
atau imunokompromais berisiko lebih tinggi mengalami TB. Zat besi merupakan
elemen vital tidak hanya untuk eritropoiesis tetapi juga untuk perkembangan system
imun dan berperan penting dalam integritas sistem imun tersebut, sehingga defisiensi
zat besi dapat menyebabkan gangguan imunitas.
Pada kondisi anemia defisiensi besi terjadi penurunan rasio monosit fagositik
yang penting dalam respon imun untuk mengontrol infeksi TB dengan cara membentuk
granuloma sebagai agregat sel imun dan “tembok pembatas” terhadap mikobakterium
untuk menghambat replikasi dan penyebaran dari bakteri tersebut. Selain anemia
defisiensi besi penyebab lainnya adalah karena defisiensi mikronutrien lainnya seperti
vitamin A dan B12, asam folat, dan riboflavin yang juga dapat menyebabkan gangguan
imunologis. Vitamin B12 diketahui memiliki efek imunomodulatorik dalam imunitas
seluler.
Faktor lainnya adalah adanya keterlibatan eritrosit secara langsung dalam
mempertahankan sistem imun bawaan dan adaptif, karena eritrosit merupakan
modulator proliferasi sel T dan dapat meningkatkan ekspansi dan kelangsungan hidup
sel T dengan cara menghambat apoptosisnya melalui penurunan stress oksidatif dalam
sel T yang teraktivasi.

C. Telaah Kritis
Penelitian ini merupakan studi meta analisis, sehingga telaah kritis dilakukan
menggunakan daftar pertanyaan atau worksheet yang sesuai dengan jenis penelitian
tersebut, untuk menilai layak tidaknya jurnal tersebut untuk diterapkan pada populasi
kita saat ini.

C.1 Validity (Validitas)

No Penilaian Keterangan
.
1. Apakah dalam  ya
metodologi disebutkan  Menggunakan kata kunci yang berkaitan, dan
bagaimana cara Boolean operators
memperoleh artikel
yang relevan?
2. Apakah dalam • ya
metodologi disebutkan • Menggunakan kriteria Joanna Brigg Institute (JBI),
Cara untuk menilai dan telah dilakukan telaah kritis oleh dua orang
validitas masing- peneliti secara independen.
masing artikel?
3. Apakah ada Tidak
kemungkinan hasil
penelitian yang penting
tidak disertakan dalam
meta-analisis ini?
4. Apakah secara umum • Tidak
hasil masing-masing • Terdapat perbedaan pada hasil analisis studi kohort
penelitian konsisten? dengan studi kasus kontrol dan cross sectional
berdasarkan subgroup tingkat keparahan anemia
pada anemia ringan
C.2 Importance (besarnya manfaat)
Komponen ini memiliki tujuan untuk menilai besar manfaat dari hasil penelitian
ini, serta kepentingannya secara klinis.

No. Penilaian Keterangan


1. Apakah hasil • Ya
keseluruhan secara • Hasil analisis keseluruhan menunjukkan anemia
klinis penting merupakan faktor risiko dari TB, dan risiko tersebut
sehingga akan meningkat seiring dengan tingkat keparahan anemia
diterapkan pada • Dapat digunakan sebagai dasar pedoman
pasien kita? pertimbangan kasus anemia dan risiko TB
2. Bila terdapat analisis  ya
terhadap subgrup,  Subgrup berdasarkan tingkat keparahan anemia dan
apakah hasil subgrup usia subyek
tersebut penting?  dapat diketahui perbedaan OR dan HR berdasarkan
karakteristik subgroup tersebut
3. Apakah hasil-hasil  Salah satu studi berdasarkan subgrup tingkat
yang secara klinis keparahan anemia menunjukkan hasil yang
penting, secara bermakna secara klinis (HR 1,4) namun tidak
statistika bermakna? bermakna secara statistik karena IK 0,9-1,9.

C.3 Applicability (penerapan bukti ilmiah pada pasien)


Komponen ini bertujuan untuk menilai apakah hasil penelitian yang telah dinilai
validitasnya dan berpotensi penting secara klinis melalui telaah kritis yang telah
dilakukan tersebut dapat diterapkan kepada pasien kita.

No Penilaian Keterangan
.
1. Apakah karakteristik pasien  Ya
kita mirip dengan pasien  Jumlah kasus infeksi TB dan anemia di Papua
penelitian? Barat hingga saat ini masih cukup tinggi
 pada pasien dengan kondisi klinis yang serupa,
penelitian ini dapat diterapkan
2. Apakah tersedia obat,  Ya
fasilitas, keahlian, biaya
yang diperlukan?
3. Apakah pasien dan keluarga  Ya, jika bukti ilmiah ini disesuaikan dengan
dapat menerima pemberian kondisi setempat, ketersediaan fasilitas
obat/pengobatan atas dasar termasuk SDM, serta keinginan dan persepsi
nilai-nilai sosial, budaya, pasien.
agama?

D. Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan bahwa anemia merupakan faktor risiko infeksi TB
dan risikonya dapat meningkat seiring dengan tingkat keparahan anemia. Diagnosis
anemia dapat dilakukan dengan pemeriksaan kadar Hb, yang cukup murah, mudah
dilakukan, dan tersedia di seluruh fasilitas kesehatan sehingga diperlukan skrining serta
diagnosis dan terapi sedini mungkin untuk pasien dengan anemia untuk mengurangi
risiko penyebaran TB pada tingkat komunitas. Perlu pula dilakukan perencanaan untuk
penelitian klinis lanjutan yang terkoordinasi agar dapat mendukung penelitian ini dan
membuat pedoman dalam mempertimbangkan pasien anemia sebagai kelompok
berisiko terhadap TB dan perlu skrining sedini mungkin.
Berdasarkan hasil telaah kritis, penelitian yang dilaporkan dalam jurnal ini valid
atau sahih, dengan hasil yang bermakna secara klinis dan statistik, serta dapat digunakan
atau diterapkan karena tersedia fasilitas dan keahlian yang diperlukan.

E. Referensi

Gelaw Y, Getaneh Z, Melku M. Anemia as a risk factor for tuberculosis: a systematic


review and meta-analysis. Environmental Health and Preventive Medicine[Internet].
2021[cited 2022 Mar 8];26(13):1-13. Available from :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7824931/

Anda mungkin juga menyukai