Anda di halaman 1dari 14

Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 03 No. 02 (2023) p.

368-381
© Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya

JTRESDA
Journal homepage: https://jtresda.ub.ac.id/
p-ISSN : 2798-3420 I e-ISSN : 2477-6068

Karakteristik Kuat Tekan Model Benda Uji Pasir Vulkanik


Tersementasi dari Tebing Penambangan Pasir Gunung Kelud
Compressive Strength Characteristic of Cemented Volcanic Sand Specimen
from Mount Kelud Sand Mining Cliffs
Latifatun Nuroniyah Firdaus1*, Andre Primantyo Hendrawan2, Emma Yuliani3
123
Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya
Jalan MT. Haryono No. 167, Malang, 65145, Indonesia

Korespondensi Email : Abstrak: Pasir tersementasi memiliki fabrik berongga,


lnfirdaus@student.ub.ac.id dimana partikel dan pengikat partikelnya saling
mengunci oleh senyawa pengikatnya. Terlepas dari
DOI: kekuatan tebing pasir vulkanik, keruntuhan pada tebing
https://doi.org/10.21776/ub.jtresda.2023.003.02.032 tersebut biasanya terjadi secara cepat dan tiba-tiba.
Penelitian ini mengidentifikasi karakteristik kuat tekan
Kata kunci: Kuat Tekan Bebas, Pasir pada model benda uji berupa pasir vulkanik dari
Vulkanik, Tersementasi. longsoran tebing penambangan pasir Gunung Kelud
dengan dilakukan serangkaian pengujian di laboratorium.
Keywords: Cemented, Unconfined Pengujian gradasi butiran, berat jenis, angka pori, identi-
Compression, Volcanic Sand. fikasi bentuk butiran, serta kuat tekan bebas pada model
benda uji berdasarkan variasi waktu pemeraman dan
Article history: waktu pengeringan yang telah ditentukan. Pasir yang
Received: 26-05-2023 diuji merupakan tanah berbutir dan bergradasi baik. Nilai
Accepted: 22-06-2023 Gs sedikit lebih tinggi dari pasir pada umumnya, karena
partikel mikro menempel dan mengisi pori yang lebih
besar, sehingga menimbulkan efek tegangan tarik permu-
kaan antarbutiran dimana hal ini akan menambah kuat
tekan tanah. Karena didominasi partikel bersudut, gaya
friksi antarbutiran menjadi lebih besar dan meningkatkan
gaya saling mengunci antarbutiran. Model benda uji
diklasifikasikan tanah tersementasi lemah (qu < 30 kPa),
dimana perlakuan terhadap waktu pemeraman tidak
terlalu berpengaruh terhadap nilai qu. Nilai kadar air
berpengaruh terhadap besarnya nilai qu. Keruntuhan
benda uji terjadi secara tiba-tiba diawali dengan retakan
menunjukkan benda uji memiliki sifat getas.

Abstract: The steep volcanic sand cliffs are composed of


cemented sand deposits. Cemented sand has a porous
fabric where its particles and bindings are interlocked or
cemented to each other. Despite the strength of volcanic
sand cliffs, their strength comes from cementation, which
tends towards brittleness and sudden failure. This
research identifies a volcanic sand specimen with
unconfined compression strength characteristics from the
Mount Kelud sand mining cliff avalanche with laboratory
tests. Test of grain gradation, specific gravity, void ratio,
particle shape identification, and unconfined

*Penulis korespendensi: lnfirdaus@student.ub.ac.id


Firdaus, L.N. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 03 No. 02 (2023) p.368-381

compression strength of the specimen based on


variations in curing time and predetermined drying time.
The sand tested was granular and well-graded soil. The
GS value is slightly higher than typical sand because the
micro-particles stick to and fill the larger pores, the
effect of surface tension between grains, which will
increase the compressive strength of the soil. Because
angular particles dominate it, the friction between grains
becomes larger and increases the interlocking of the
grains. The specimen is classified as weakly cemented
soil (qu < 30 kPa), where the treatment of curing time
does not significantly affect the value of qu. The water
content value affects the qu value. The sudden specimen
failure, preceded by cracks, indicates the specimen has
brittleness.

1. Pendahuluan
Gunung Kelud terletak di Jawa Timur merupakan salah satu gunung api strato yang paling aktif
dan berbahaya di Indonesia, erupsi Gunung Kelud menyebabkan > 15.000 korban sepanjang sejarah
[1]. Secara morfologis ditandai dengan bekas kawah yang tumpang tindih berbentuk tapal kuda pada
bagian tertentu, menandakan telah terjadi erupsi secara berulang dan bersifat eksplosif [2]. Erupsi
Gunung Kelud mengeluarkan material vulkanik berupa debu, pasir, dan batuan yang dapat
dimanfaatkan dalam bidang konstruksi. Material vulkanik tersebut ada di sepanjang bantaran sungai,
menjadikan daerah sekitar sungai berpotensi sebagai lokasi penambangan material, khususnya pasir.
Di lokasi penambangan pasir Gunung Kelud, terdapat beberapa tebing pasir vulkanik yang cukup
curam (steep slope) dan berpotensi mengalami kelongsoran [3], [4]. Tebing pasir yang tegak tersusun
dari deposit pasir tersementasi (cemented sand deposit) [5]. Pasir tersementasi memiliki sifat unik
yang didapat dari struktur mikronya yaitu memiliki fabrik yang berongga (porous), dimana partikel
dan pengikat partikelnya saling mengunci (interlocked) oleh senyawa pengikatnya seperti mineral,
unsur, dan senyawa lainnya [6]. Gaya mekanik saling mengunci (mechanical interlocking) dan gaya
tarik kapiler (capillary tension) antarbutiran dapat sebagai unsur pengikat [7].
Dalam hal kekuatan, pasir tersementasi diklasifikasikan lemah (weakly cemented sand) jika
memiliki kuat tekan bebas, UCT < 30 kPa dan diklasifikasikan sebagai pasir tersementasi moderat
(moderately cemented sand) jika memiliki harga UCT antara 30−400 kPa [8]. Terlepas dari kekuatan
tebing pasir vulkanik, keruntuhan pada tebing tersebut biasanya terjadi secara cepat dan tiba-tiba
mengakibatkan kerugian harta benda hingga jatuhnya korban jiwa (khususnya bagi para penambang
pasir di sekitar sungai). Meninjau adanya potensi risiko keruntuhan tersebut, maka diperlukan
penelitian untuk menyelidiki karakteristik kuat tekan tanah tebing lokasi penambangan pasir Sungai
dengan menggunakan benda uji pasir vulkanik tersementasi di laboratorium.

2. Bahan dan Metode


2.1 Bahan
Material dasar dalam penelitian ini merupakan sampel tanah terganggu (disturbed) berupa pasir
vulkanik. Pasir vulkanik yang digunakan berasal dari lokasi longsoran tebing sepanjang sungai aliran
lahar dingin Sungai Kali Putih, Desa Karangrejo, Kecamatan Garum, Kabupaten Blitar. Lokasi
pengambilan sampel disajikan pada Gambar 1.

369
Firdaus, L.N. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 03 No. 02 (2023) p.368-381

Gambar 1. Lokasi Pengambilan Sampel

2.2 Metode
Metode yang digunakan merupakan metode kuantitatif dengan penelitian eksperimental yang
dilakukan serangkaian pengujian di laboratorium dengan benda uji buatan (remolded samples)
menggunakan pasir vulkanik tersementasi. Tahapan pengerjaan penelitian disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram Alir Penelitian

Pengerjaan penelitian ini dilakukan dengan alur dan tahapan yang runtut agar mendapatkan hasil
dan tujuan yang diharapkan. Pengujian karakteristik fisik dan klasifikasi tanah dilakukan di
Laboratorium Air Tanah Teknik Pengairan Universitas Brawijaya, yang terdiri dari pengujian gradasi
butiran tanah (berupa analisis ayakan dan hidrometer), berat jenis (specific gravity), dan angka pori
(void ratio). Pengujian identifikasi bentuk butiran menggunakan SEM (Scanning Electron
Microscope) dilakukan di Laboratorium BIOSAINS Universitas Brawijaya.

370
Firdaus, L.N. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 03 No. 02 (2023) p.368-381

Pengujian kuat tekan bebas, UCT (Unconfined Compression Test) di Laboratorium Mekanika
Tanah Institut Teknologi Nasional. Pada peneltian ini, pengujian kuat tekan bebas, UCT (Unconfined
Compression Test) dilakukan terhadap benda uji pada 3 (tiga) variasi waktu pemeraman yaitu 7, 14,
dan 21 hari dengan variasi waktu pengurangan kadar air 3, 7, 14, dan 21.

3. Hasil dan Pembahasan


3.1 Analisis Butiran Tanah
Analisis gradasi butiran tanah merupakan penentuan gradasi ukuran partikel-partikel yang ada
pada tanah, dinyatakan dalam persentase dari berat kering total. Ada 2 (dua) cara yang digunakan
untuk mendapatkan gradasi ukuran-ukuran partikel tanah, yaitu: (1) analisis ayakan, untuk ukuran
partikel-partikel berdiameter > 0,075 mm, dan (2) analisis hidrometer, untuk ukuran partikel-pertikel
berdiameter < 0,075 mm.
Analisis ayakan bertujuan untuk menentukan pembagian butir (gradasi) agregat kasar dan agregat
halus dengan cara diayak menggunakan ayakan standar American Standart Testing Material (ASTM).
Tanah yang ukuran butirnya < 0,075 mm (lolos ayakan No.200) tidak efektif lagi disaring dengan
ayakan yang lebih kecil dari No.200 jika ingin menetukan besaran butirannya. Oleh karena itu, tanah
dicampur dengan air suling yang ditambah bahan dispersi, sehingga tanah dapat terurai, kemudian
dipantau menggunakan alat hidrometer.
Analisis butiran tanah juga ditujukan untuk memperoleh nilai ukuran efektif (effective size)
berupa nilai koefisien keseragaman atau uniformity coefficient (Cu) dan nilai koefisien gradasi atau
gradation coefficient (Cc) dari kurva distribusi butiran yang disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Kurva Distribusi Ukuran Butiran

Berdasarkan kurva distribusi ukuran diperoleh nilai D10, D30, dan D60 untuk untuk menentukan
tipe tanah dari nilai ukuran efektif (effective size) berupa nilai koefisien keseragaman atau uniformity
coefficient (Cu) dan koefisien gradasi atau gradation coefficient (Cc) yang hasilnya sampel pasir
vulkanik Gunung Kelud yang diuji bergradasi baik (well graded).
3.2 Klasifikasi Tanah
Penelitian ini menggunakan 3 (tiga) sistem klasifikasi tanah yang memiliki ketentuan dan batasan
masing-masing. Ketiga klasifikasi tanah tersebut diantaranya, AASHTO (American Association of
State Highway and Transportation Officials), USCS (Unified Soil Classification System), dan JGS
(The Japanese Geotechnical Society). Hasil dari klasifikasi tanah tersebut disajikan pada Tabel 1.

371
Firdaus, L.N. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 03 No. 02 (2023) p.368-381

Tabel 1. Hasil Klasifikasi Tanah

Sistem Klasifikasi Tanah Kelompok Keterangan


Tanah berbutir dengan tipe material dominan kerikil
dan pasir yang berlanau atau berlempung, tidak
AASHTO [9] A-2-4
memilki nilai batas cair dan indeks plastisitas, serta
termasuk bahan tanah dasar baik.
USCS [10], [11] SM Pasir lanauan (silty sand).
JGS [12] S-V Tanah coarse-grained soil khususnya sand-volcanic.

Kurva distribusi ukuran butiran berdasarkan sistem klasifikasi AASHTO dan USCS disajikan
pada Gambar 4. Didapatkan hasil sampel pasir vulkanik Gunung Kelud yang diuji didominasi oleh
fine sand sebesar 44,80%.

Gambar 4. Kurva Distribusi Ukuran Butiran Berdasarkan Sistem Klasifikasi AASHTO dan USCS

Berdasarkan klasifikasi McPhie (1993) material tanah vulkanik yang termasuk dalam material
piroklastik dapat dikelompokkan berdasarkan ukuran butiran tanahnya, yaitu bombs (> 64 mm), lapili
(2−64 mm), dan ash (< 2 mm), dimana sampel pasir vulkanik Gunung Kelud yang digunakan untuk
penelitian ini didominasi oleh ash [13].
3.3 Analisis Berat Jenis Tanah (Specific Gravity)
Analisis berat jenis tanah/specific gravity (Gs) bertujuan untuk menentukan nilai berat jenis tanah,
dimana berat jenis/specific gravity (Gs) merupakan hasil perbandingan berat butir tanah dan berat air
suling dengan isi yang sama di suhu tertentu. Sampel pasir vulkanik yang digunakan untuk pengujian
berat jenis/specific gravity (Gs) sebesar 20 gram berat kering tanah serta lolos ayakan No.60, No. 100,
dan No.200.

372
Firdaus, L.N. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 03 No. 02 (2023) p.368-381

Berdasarkan hasil pengujian didapatkan nilai berat jenis/specific grafity (Gs) sampel vulkanik
Gunung Kelud sebesar 2,824 gram/cm3, sedikit lebih tinggi dari nilai berat jenis/specific grafity (Gs)
untuk pasir pada umumnya [14]. Hal ini dapat dipengaruhi adanya partikel sangat halus yang
menempel dan mengisi pori/rongga yang berukuran lebih besar pada permukaan butiran pasir
vulkanik.
3.4 Analisis Angka Pori (Void Ratio)
Angka pori/void ratio (e) merupakan perbandingan antara volume pori dan volume butiran padat.
Pengujian angka pori/void ratio (e) menggunakan pemodelan kondisi di lapangan, yang mewakili
keadaan tanah dengan kerapatan tanah padat (dense) dan kerapatan lepas (loose). Berdasarkan hasil
pengujian didapatkan nilai angka pori maksimum (emaks) sebesar 0,810 dan angka pori minimum (emin)
sebesar 0,685 (lebih besar dibandingkan dengan angka pori pada pasir silika) [15].
3.5 Analisis SEM (Scanning Electron Microscope)
Analisis SEM (Scanning Electron Microscope) menggunakan sampel pasir vulkanik Gunung
Kelud lolos dan tertahan ayakan No.200 dengan 3 (tiga) kali perbesaran. Pada Gambar 5 disajikan
hasil pengujian SEM (Scanning Electron Microscope) pasir vulkanik Gunung Kelud lolos ayakan
No.200. Berdasarkan pengamatan pasir vulkanik tersebut memiliki bentuk memanjang (low sphericity)
dengan tepi bersudut tajam (angular). Partikel butiran yang lebih kecil menempel satu sama lain dan
menempel pada permukaan partikel yang lebih besar.

perbesaran 500× perbesaran 1500×

perbesaran 7000×

Gambar 5. Hasil Pengujian SEM Pasir Vulkanik Gunung Kelud Lolos Ayakan No.200

Hasil pengujian SEM (Scanning Electron Microscope) untuk sampel tertahan ayakan No.200
disajikan pada Gambar 6, dapat dilihat bahwa sampel pasir vulkanik Gunung Kelud memiliki memiliki
tepi yang bersudut tajam (angular). Selain itu, partikel butiran memiliki rongga-rongga yang tersebar
hampir di semua permukaan butiran dengan rongga yang memiliki ukuran besar diisi oleh partikel
butiran yang berukuran kecil.

373
Firdaus, L.N. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 03 No. 02 (2023) p.368-381

perbesaran 500× perbesaran 1500×

perbesaran 7000×

Gambar 6. Hasil Pengujian SEM Pasir Vulkanik Gunung Kelud Tertahan Ayakan No.200

Berdasarkan hasil uji SEM (Scanning Electron Microscope) dapat diketahui sampel pasir
vulkanik terlihat memiliki rongga atau pori berukuran mikro yang tersebar merata di semua
permukaan butiran, dimana karakteristik permukaan butiran ini tidak dijumpai pada pasir non vulkanik
seperti pasir pantai. Hal ini sesuai apabila dihubungkan dengan hasil uji angka pori yang cukup besar.
Rongga-rongga udara pada butiran terbentuk akibat gas atau gelembung ketika pembentukan
partikel atau butiran batuan saat erupsi. Rongga udara pada batuan tersebut besar kemungkinan dapat
meloloskan air yang dapat meningkatkan massa tanah tebing sungai sehingga meningkatkan risiko
longsor pada tebing. Pada tebing deposit pasir vulkanik, efek sementasi dapat terjadi akibat adanya
rongga-rongga di permukaan butiran pasir vulkanik yang terisi oleh partikel butiran yang berukuran
sangat halus sehingga menimbulkan efek tegangan tarik atau tegangan kapiler permukaan (capillary
atau surface tension) di antara butiran dimana hal ini akan menambah kuat tekan tanah.
Struktur tanah tersementasi menurut Sowers dan Sowers (1970) dibagi menjadi 2 (dua), yaitu
struktur ikatan kontak butiran (contact bound) dan ikatan rongga (void bound) [16]. Pada struktur
contact bound, individu partikel tersementasi pada titik-titik singgung kontak butiran dan rongga-
rongga antarbutiran pada kondisi terbuka. Pada struktur void bound rongga antarbutiran terisi oleh
partikel yang lebih kecil/halus atau agen sementasi, biasanya lebih stabil daripada struktur contact
bound, dan umumnya terjadi pada lanau dan lempung. Struktur contact bound umumnya pada tanah
yang didominasi pasir dan dapat kehilangan kekuatannya secara tiba-tiba jika ikatan antarbutirannya
rusak atau hilang. Hilangnya kekuatan secara tiba-tiba ini merupakan akibat dari pengaturan kembali
(rearrangement) dari partikel-partikel yang membentuk konfigurasi lebih memadat.
Dua fenomena yaitu gaya saling mengunci secara mekanik (mechanical interlocking) antarbutiran
dan gaya tarik kapiler (capillary tension) dapat menghasilkan efek sementasi pada pasir vulkanik.
Gaya saling mengunci (mechanical interlocking) dapat terjadi pada butiran tanah yang memiliki

374
Firdaus, L.N. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 03 No. 02 (2023) p.368-381

bentuk meruncing atau bersudut tajam (angular) seperti debu/pasir vulkanik yang terdeposisi oleh
angin (wind laid volcanic ash) atau gumuk pasir (dune sand). Gaya tarik kapiler (capillary tension)
mampu meningkatkan tegangan efektif pada tanah, misalnya yang sering terjadi pada deposisi tanah
berlanau yang mendekati kondisi kering.
3.6 Analisis Sphericity dan Roundness
Analisis sphericity dan roundness menggunakan hasil uji SEM (Scanning Electron Microscope)
perbesaran 500× (disajikan pada Gambar 7) untuk mengetahui bentuk butiran dari pasir vulkanik
tersementasi tertahan ayakan No.200, kemudian dari hasil pengamatan dapat dicocokkan dengan nilai
sphericity dan roundness dari grafik Krumbein (1940) [17].

Gambar 7. Penomoran Butiran Pasir Vulkanik Tersementasi Tertahan Ayakan No.200

Selain menggunakan grafik Krumbein, terdapat metode lain untuk mengetahui nilai sphericity
dan roundness dengan cara mengukur panjang sumbu dan jari-jari butiran. Hasil dari pengukuran
panjang sumbu butiran adalah didapatkannya nilai F (shape factor) dan klasifikasi bentuk butiran
menurut Zingg (1935) [18], yang disajikan pada Gambar 8. Pengukuran jari-jari butiran untuk
menentukan nilai roundness atau tingkat kebulatan disajikan pada Gambar 9. Jumlah r (jari-jari sudut
partikel) tergantung pada banyak sudut partikel yang berada di luar R (jari-jari terbesar suatu butiran).

Gambar 8. Pengukuran Sphericity (sumbu a dan b) Butiran Pasir Vulkanik Tersementasi

375
Firdaus, L.N. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 03 No. 02 (2023) p.368-381

Gambar 9. Pengukuran Roundness Butiran Pasir Vulkanik Tersementasi

Nilai rekapiltulasi dari pengukuran bentuk butiran dari 3 (tiga) metode disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Rekapitulasi Pengukuran Bentuk Butiran

Metode Parameter yang Dicari Nilai Keterangan


Sphericity 0,529 Low Sphericity
Pembacaan Grafik Krumbein
Roundness 0,271 Sub-Angular
b
0,592
Perhitungan Shape Factor, F a
Bladed
Menggunakan Zingg c
0,500
b
Pengukuran Jari-Jari
Roundness 0,306 Sub-Angular
Menggunakan Krumbein

Berdasarkan Tabel 2, menunjukkan hasil bahwa pada sampel pasir vulkanik tersementasi tertahan
ayakan No.200 memiliki butiran memanjang (low sphericity) dengan tepi bersudut (sub-angular) dan
berbentuk pipih menyerupai pedang (blade).
Nilai sphericity dan roundness yang diperoleh berdasarkan hasil pengukuran dan perhitungan
dalam tabel rekapitulasi dapat dikategorikan baik, karena menjauhi nilai 0,9. Nilai sphericity dari 7
(tujuh) butir yang diukur menunjukkan nilai dengan rerata 0,529 dikategorikan low sphericity (butiran
yang cukup stabil atau tidak mudah bergerak).
Hampir seluruh butiran memiliki nilai roundness relatif kecil dengan rerata nilai roundess sebesar
0,306 atau dikategorikan sebagai sub-angular. Hal ini menunjukkan sampel memiliki bentuk yang
bersudut dan merupakan material yang belum atau bahkan tidak mengalami transport. Dapat dikatakan
material vulkanik yang berada di tebing sungai Kali Putih merupakan hasil letusan Gunung Kelud
yang langsung tertimbun. Bentuk yang bersudut (sub-angular) dapat mengikat antarpartikel satu sama
lain sehingga menjadi lebih kuat.
3.7 Analisis Kuat Tekan Bebas, UCT (Unconfined Compression Test)
Kuat tekan bebas/unconfined compression test (UCT) merupakan besarnya gaya aksial persatuan
luas pada saat benda uji silidris (sampel tanah) mengalami keruntuhan. Pengujian kuat tekan
bebas/unconfined compression test (UCT) bertujuan untuk menentukan besarnya kuat tekan bebas
sampel tanah. Pengujian ini dilakukan untuk mengukur daya dukung vertikal pada posisi terbuka
(tidak ada tekanan).

376
Firdaus, L.N. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 03 No. 02 (2023) p.368-381

Nilai kuat tekan bebas maksimum (qu) diperoleh dari puncak grafik tegangan regangan. Pada
Gambar 10 disajikan salah satu grafik hasil pengujian kuat tekan bebas/unconfined compression test
(UCT) benda uji, yaitu benda uji C dengan waktu pemeraman 7 hari dan pengurangan kadar air 21
hari.

Grafik Unconfined Compression Test Benda Uji C


2.5

2,187

2.0

1.5
σ (kPa)

1.0

0.5

0.0
0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5
ɛ (%)

Gambar 10. Grafik Kuat Tekan Bebas, UCT (Unconfined Compression Test) Benda Uji C

Proses runtuhnya benda uji C (tampak samping) saat pengujian kuat tekan bebas/unconfined
compression test (UCT) disajikan pada Gambar 11. Dapat dilihat saat pembacaan arloji deformasi, ΔH
dari 0,25 mm hingga 1,50 mm tidak terlihat retakan pada sisi samping benda uji C. Saat pembacaan
arloji deformasi, ΔH 2,00 mm mulai terlihat retakan memanjang ke bawah pada sisi samping benda uji
C yang juga menunjukkan nilai tertinggi pembacaan arloji beban. Munculnya retakan baru pada saat
pembacaan arloji deformasi, ΔH 2,50 mm yang kemudian mengalami keruntuhan secara tiba-tiba.
Keruntuhan secara tiba-tiba yang diawali dengan retakan menunjukkan benda uji memiliki sifat
brittle atau getas. Sama halnya dengan Clough, et al. (1981) yang menyatakan bahwa keruntuhan
tanah tersementasi lemah (wealky cemented soil) dalam pengujian kuat tekan bebas/unconfined
compression test (UCT) menunjukkan perilaku yang sangat getas [19]. Pada saat keruntuhan,
umumnya tanah hancur menjadi butiran-butiran dan dengan cepat kehilangan sebagian besar atau
seluruh kekuatannya.

377
Firdaus, L.N. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 03 No. 02 (2023) p.368-381

a) 0,25 mm b) 0,50 mm c) 0,75 mm d) 1,00 mm

e) 1,50 mm f) 2,00 mm g) 2,50 mm h) runtuh

Gambar 11. Pengujian Kuat Tekan Bebas, UCT Benda Uji C Pembacaan Arloji Deformasi, ΔH

3.7.1 Pengaruh Kadar Air Terhadap Nilai Kuat Tekan Bebas Maksimum (qu) Pasir Vulkanik

Hubungan Nilai Kadar Air (wc) dengan Kuat Tekan Bebas Maksimum (qu)
2.5

2.0
y = 3,4301x + 0,9835
qu (kPa)

1.5 R2 = 0,8006

1.0

Pemeraman 7 Hari
0.5
Pemeraman 14 Hari
Pemeraman 21 Hari
0.0
0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5
kadar air, wc (%)

Gambar 12. Hubungan Nilai Kadar Air (wc) dengan Kuat Tekan Bebas Maksimum (qu)

Secara keseluruhan, pengaruh kadar air (wc) terhadap nilai kuat tekan bebas maksimum (qu)
benda uji pasir vulkanik Gunung Kelud disajikan pada Gambar 12. Dengan menggunakan regresi
linear didapatkan nilai R2 = 0,8006 yang memiliki arti bahwa sebesar 80,06% variasi dari variabel kuat
tekan bebas maksimum (qu) dapat dijelaskan/dipengaruhi oleh variabel kadar air (wc) dengan baik,
karena nilai R2 > 0,5. Sedangkan sisanya, sebesar 19,94% dipengaruhi oleh variabel lain.

378
Firdaus, L.N. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 03 No. 02 (2023) p.368-381

3.7.2 Hasil Penentuan Modulus Elastisitas (E50) dari Pengujian Kuat Tekan Bebas
Modulus elastisitas merupakan parameter yang menghubungkan antara tegangan dan regangan,
dimana tegangan adalah besaran yang menyatakan perbandingan antara suatu besaran gaya terhadap
luas penampang dan regangan adalah besaran yang menyatakan suatu perbandingan antara perubahan
panjang terhadap perubahan panjang awal dari suatu material. Modulus elastisitas atau modulus
Young menggambarkan kekakuan suatu material.
Pada beberapa material memiliki sifat getas (brittle) seperti beton, hubungan antara tegangan dan
regangan yang terjadi mendekati hukum Hooke, yaitu: E = Δσ/Δɛ. Hukum ini tidak menghasilkan
pendekatan yang memuaskan di dalam mempelajari karakteristik elastis pada tanah, karena hubungan
antara tegangan dan regangan pada tanah sebenarnya non-linear dan tidak elastis sempurna.
Dari pengujian kuat tekan bebas/unconfined compression test (UCT), didapatkan bahwa
hubungan antara tegangan dan regangan membentuk suatu kurva. Besar kemiringan (slope) dari
bagian awal kurva didefinisikan sebagai modulus tegangan regangan (stress-strain modulus). Modulus
elastisitas ditentukan sebagai E50. Hubungan nilai modulus elastisitas E50 dengan nilai kuat tekan bebas
maksimum (qu) untuk seluruh benda uji pasir vulkanik disajikan pada Gambar 13.

Hubungan Nilai E50 dengan Kuat Tekan Bebas Maksimum (qu)


2.5

2.0
y = 0,0259x + 1,7147
1.5 R2 = 0,1737
qu (kPa)

1.0

0.5 Pemeraman 7 Hari


Pemeraman 14 Hari
Pemeraman 21 Hari
0.0
0 2 4 6 8 10 12 14
E50

Gambar 13. Hubungan Nilai E50 dengan Kuat Tekan Bebas Maksimum (qu)

Berdasarkan Gambar 13 dengan menggunakan regresi linear didapatkan nilai R2 = 0,1737 yang
memiliki arti bahwa sebesar 17,37% variasi dari variabel kuat tekan bebas maksimum (qu) dapat
dijelaskan/dipengaruhi oleh variabel E50 dengan kurang baik/tidak baik, karena nilai R2 < 0,5.
Sedangkan sisanya, sebesar 82,63% dipengaruhi oleh variabel lain.

4. Kesimpulan
Berdasarkan pengujian klasifikasi tanah dan karakteristik fisik tanah, pasir vulkanik tersementasi
dari lokasi kelongsoran tebing sungai di area penambangan pasir Kali Putih, Desa Karangrejo,
Kecamatan Garum, Kabupaten Blitar bergradasi baik (well graded), tanah berbutir dengan material
dominan kerikil dan pasir yang berlanau atau berlempung, tidak memiliki nilai batas cair dan indeks
plastisitas, tergolong SM atau pasir lanauan (silty sand), serta termasuk tanah sand-volcanic (S-V)
yang didominasi ash sebagai material piroklastiknya. Dari pengujian berat jenis didapatkan nilai Gs
yang sedikit lebih tinggi dari pasir pada umumnya, hal tersebut karena dipengaruhi adanya partikel
sangat halus yang menempel dan mengisi pori/rongga yang berukuran lebih besar pada permukaan
butiran pasir vulkanik. Dari pengujian angka pori/void ratio (e) didapatkan nilai rerata angka pori
maksimum, emax sebesar 0,810 dan nilai rerata angka pori, emin sebesar 0,685.

379
Firdaus, L.N. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 03 No. 02 (2023) p.368-381

Berdasarkan hasil dari pengujian SEM (Scanning Electron Microscope), secara visual dapat
terlihat adanya rongga atau pori di permukaan butiran pasir vulkanik. Rongga tersebut terisi oleh
partikel butiran yang berukuran sangat halus sehingga menimbulkan efek tegangan tarik atau tegangan
kapiler permukaan (capillary atau surface tension) di antara butiran dimana hal ini akan menambah
kuat tekan tanah. Hasil dari pengukuran bentuk butiran pasir vulkanik tersementasi tertahan ayakan
No.200 menunjukkan sampel memilki bentuk pipih (blade) dan memanjang (low sphericity) dengan
tepi bersudut (sub-angular). Karena didominasi partikel dengan tepi bersudut, maka gaya friksi
antarbutiran menjadi lebih besar dan meningkatkan gaya saling mengunci (interlocking) antarbutiran.
Nilai roundness yang relatif kecil menunjukkan sampel merupakan material yang mungkin belum
mengalami transport.
Berdasarkan hasil dari pengujian karakteristik kuat tekan bebas/unconfined compression test
(UCT) pada benda uji pasir vulkanik tersementasi dapat disimpulkan bahwa semua sampel benda uji
memiliki nilai kuat tekan bebas maksimum (qu) < 30 kPa, sehingga diklasifikasikan sebagai tanah
tersementasi lemah (weakly cemented sand), dimana adanya perlakuan terhadap waktu pemeraman
tidak terlalu berpengaruh terhadap nilai kuat tekan bebas maksimum (qu). Hingga lama waktu
pengurangan kadar air atau waktu pengeringan selama 21 hari, belum menghasilkan kadar air sama
dengan 0 (nol). Tidak terdapat korelasi langsung antara lama waktu pengeringan dengan besarnya
kadar air. Hal ini karena pengeringan dilakukan secara alami di dalam ruangan. Sehingga tergantung
kepada cuaca dan suhu ruangan tersebut.
Pengaruh kadar air (wc) terhadap nilai kuat tekan bebas maksimum (qu) benda uji didapatkan nilai
R2 = 0,8006 dengan menggunakan regresi linear, yang artinya variabel kuat tekan bebas maksimum
(qu) dapat dijelaskan/dipengaruhi oleh variabel kadar air (wc) dengan baik. Keruntuhan benda uji
terjadi secara tiba-tiba diawali dengan retakan menunjukkan benda uji memiliki sifat brittle atau getas.
Hal tersebut menjadi sangat berbahaya jika terjadi di daerah pengambilan sampel, yaitu daerah
penambangan pasir Kali Putih, Kabupaten Blitar dimana banyak warga sekitar yang melakukan
aktivitas penambangan pasir sebagai mata pencahariannya. Kejadian longsornya tebing secara tiba-
tiba sering terjadi di beberapa daerah penambang pasir vulkanik Gunung Kelud yang mengakibatkan
kerugian harta benda hingga jatuhnya korban jiwa.

Daftar Pustaka
[1] F. Maena et al., "A sequence of a plinian eruption preceded by dome destruction at
Kelud volcano, Indonesia, on February 13, 2014, revealed from tephra fallout and
pyroclastic density current deposits," Journal of Volcanology and Geothermal Research, vol.
382, pp. 24–41, 2019, doi: 10.1016/j.jvolgeores.2017.03.002.
[2] E. Kadarsetia et al. “Karakteristik Kimiawi Air Danau Kawah Gunung Api Kelud, Jawa Timur
Pasca Letusan Tahun 1990,” Jurnal Geologi Indonesia, vol. 1, no. 4, pp. 185–192, 2006.
[3] A.M. Hapsari, A.P. Hendrawan, dan D. Sisinggih, “Identifikasi Sifat Fisik dan Mineralogi
Material Tebing Sungai di Lokasi Kelongsoran Penambangan Pasir Sungai Kali Putih
Kecamatan Garum Kabupaten Blitar,” Skripsi, Mahasiswa Jurusan Teknik Pengairan,
Universitas Brawijaya, 2019.
[4] G.I. Sudewo, A.P. Hendrawan, dan D. Sisinggih, “Evaluasi Karakteristik Kuat Geser Material
Tebing Sungai di Lokasi Kelongsoran Penambangan Pasir Kali Putih, Kecamatan Garum
Kabupaten Blitar,” Skripsi, Mahasiswa Jurusan Teknik Pengairan, Universitas Brawijaya, 2019.
[5] T.D. O'Rourke and E. Crespo, "Geotechnical Properties of Cemented Volcanic Soil," Journal of
Geotechnical Engineering, vol. 114, no.10, pp.1126–1147, 1988.
[6] B.D. Collins and N. Sitar, "Geotechnical Properties of Cemented Sands in Steep Slopes,"
Journal of Geotechnical and Geoenvironmental Engineering, ASCE, 2009.

380
Firdaus, L.N. et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 03 No. 02 (2023) p.368-381

[7] N. Sitar, G.W. Clough, and R.C. Bachus, "Behavior of Weakly Cemented Soil Slopes Under
Static and Seismic Loading Conditions," United States Geological Survey Department of the
Interior, 1980.
[8] B.D. Collins and N. Sitar, "Stability of Steep Slope in Cemented Sand," Journal of
Geotechnical and Geoenvironmental Engineering, ASCE, 2010.
[9] B.M. Das, “Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis) Jilid 1,” Jakarta: Erlangga,
1995, pp.67.
[10] SNI Tata Cara Pengklasifikasian Tanah untuk Keperluan Teknik dengan Sistem Klasifikasi
Unifikasi Tanah (SNI 6371:2015), Badan Standarisasi Nasional, 2015, pp.10.
[11] B.M. Das, "Principles of Foundation Engineering Second Edition," United States of America:
PWS-KENT, 1990, pp.18.
[12] S. Matsumura, "Laboratory and In-Situ Studies on Mechanical Properties of Volcanic Soil
Embankment in Cold Region," Hokkaido University, 2014, pp.15.
[13] J. McPhie, M. Doyle, and R. Allen, "Volcanic Textures a guide to the interpretation of textures
in volcanic rocks," Tasmania: Centre for Ore Deposit and Exploration Studies, 1993, pp.9.
[14] H.C. Hardiyatmo, “Teknik Fondasi 1 Cetakan Ke-3,” Yogyakarta: Beta Offset, 2006, pp.73.
[15] C.G. Maulina, A.P. Hendrawan, dan D. Sisinggih, “Evaluasi Pengaruh Sifat Mikro-Fisik dan
Bentuk Butiran terhadap Karakteristik Kuat Geser pada Pasir Vulkanik dan Pasir Pantai,”
Skripsi, Mahasiswa Jurusan Teknik Pengairan, Universitas Brawijaya, 2021.
[16] G.B. Sowers and G.F. Sowers, "Introductory Soil Mechanics and Foundations," New York:
Macmillan, 1970.
[17] W.C. Krumbein and L.L. Sloss, "Stratigraphy and Sedimentation, 2nd ed., W.H. Freeman," San
Francisco, 1963.
[18] Th. Zingg. “Beiträge zur Schotteranalyse,” ETH zűrich, pp. 39–140, 1935, doi:10.3929/ethz-a-
000103455.
[19] G.W. Clough, N. Sitar, and R.C. Bachus, "Cemented Sand Under Static Loadings," Journal of
the Geotechnical Engineering Division, 1981.

381

Anda mungkin juga menyukai