Di zaman ini Gadget marupakan hasil dari perkembangan teknologi yang
dipastikan hampir semua kalangan dapat mengoprasikannya. Menurut laporan Badan
Pusta Statistika (BPS) pada tahun 2022, terdapat 33,44% dari kalangan anak berusia 0-6 tahun di Indonesia yang sudah pandai dalam penggunaan Gadget (Mufidah, 2023). Menurut survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (AJPII), pengguna internet jika digolongkan berdasarkan rentan usia, penetrasi tertinggi berada di kelompok usia 13-18 tahun, 99,16% kelompok usia tersebut sudah pandai menggunakan Gadget dan terhubung dengan internet (Alamsyah, 2022). APJII merilis hasil survei mengenai jumlah pengguna Gadget di Indonesia tahun 2018, tercatat pengguna Gadget di Indonesia mencapai 171,17 juta jiwa dari 264,16 juta penduduk Indonesia, atau jika dipresentasikan mencapai 64,8% penduduk Indonesia, kemudian pada tahun selanjutnya data survey APJII menunjukkan bahwa kelompok usia 10-14 tahun mengalami peningkatan gadget sebesar 66,52%, dari hasil ini menjelaskan bahwa peningkatan Gadget tertinggi itu terdapat pada remaja (Pratiwi, 2021).
Tidak menutup kemungkinan terdapatnya pengaruh negatif yang diakibatkan
oleh fitur dari Gadget itu sendiri, terutama jika penggunannya merupakan anak usia dibawah 18 tahun atau peserta didik. Radiasi didalam Gadget mampu merusak jaringan syaraf pada otak anak jika dalam pemakaiannya yang berlebihan, dengan begitu terjadi penurunan daya aktif anak, sehingga anak menjadi kurang interaktif dan lebih memilih hidup sendiri, yang kemudian menyebabkan sifat individualis pada anak tersebut (Yumarni, 2022). Seorang pakar psikologi dari Amerika mengatakan, bahwa 6% dari pengguna game online khususnya peserta didik yang mengalami kecanduan, memiliki gejala yang cukup mirip dengan gejala seseorang yang kecanduan obat bius, hal ini dikarenakan mereka yang kecanduan game online menemukan kepuasan yang tidak mereka rasakan dikehidupan aslinya (Rahman, 2021). Dalam pandangan sosiologi, seseorang anak yang menjadikan game online sebagai kebiasaanya cenderung menjadi individualis dan egosentris, hal ini menyebabkan mereka akan menjauhi kehidupan lingkungan sekitar mereka (Johan, 2019). Bagi anak yang berusia dibawah 18 tahun dapat terkena information overload, yakni mereka dapat menemukan informasi yang berada di internet dengan porsi yang berlebihan seperti membuka video game online, mengakibatkan mereka lalai terhadap tanggung jawab yang mereka miliki terutama dalam hal Pendidikan mereka (Maritsa, 2021). Menyikapi permasalahan yang sudah dijelaskan diparagraf sebelumnya, penulis mengagas suatu inovasi berwujud game yang berbasis android dan IOS berjudul (belom kepikiran sih hehe), (belom kepikiran sih hehe) bertujuan untuk mengenalkan kepada siswa mengenai pengetahuan fisika secara luas, kejadian penting dalam dunia fisika, dan penemuan-penemuan fisika yang sangat penting untuk masa depan. Game ini diciptakan guna mewujudkan Sustainable Development Goals (SDGs) poin 4, yakni Quality of Education yang memiliki target meningkatkan kualitas pendidikan di berbagai aspek dengan melibatkan IPTEK. Jika kondisi pendidikan di Indonesia berkualitas, maka akan menciptakan kualitas SDM yang baik sehingga pembangunan Indonesia emas 2045 dapat terwujud.
Nitip ngga bisa didownload jurnalnya kak hehe
Jurnal 2
Alamsyah, I. N. (2022). PENGARUH MEDIA EDUKASI POSTER DIGITAL
TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN TENTANG CYBERCHONDRIA PADA MAHASISWA FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS YARSI (Doctoral dissertation, Universitas YARSI).