PENDAHULUAN
Temu lawak secara hitoris mempunyai kegunaan tradisional dan social cukup
luas dikenal di kalangan masyarakat Indonesia, oleh karena itu, banyak kalangan
yangmempromosikan temu lawak sebagai tanaman khas Indonesia.
Selama ini upaya mendapatkan produksi temu lawak dilakukan dengan dua
cara. Pertama , adalah melalui pengumpulan pemburuan, penebangan tanaman yang
tumbuh secara liar di hutan-hutan, kebun, tegalan, pematang dan lain lain. Kedua,
melalui penanaman (Pembudidayaan) secara kecil-kecilan di tegalan, kebun dan
pekarangan. Bentuk kultur teknik demikian menyulitkan dalam upaya peningkatan
kuantitas dan kualitas produksi rimpang temu lawak, padahala potensi tanaman ini
dapat diandalkan sebagai salah satu produk komoditas ekspor.
Masalah atau kendala utama yang dihadapi dalam pembudidayaan tanaman
obat khususnya tanaman temu lawak adalah terbatasnya paket teknologi yang
dinajurkan untuk para petani, sekalipun paket teknologi tersebut sudah dihasilkan
para pakar (peneliti) namun belum sampai ketingkat petani, sehingga rata-rata
produksi yang diperoleh rendah dan pemasarannya tidak menentu.
Dilain pihak, pengembangan budidaya temu lawak selain merupakan upaya
pelestarian sumber dimana asal tanaman itu ditemukan. Perbaikan teknik budidaya
secara intensif dan penanganan pasca panen temu lawak yang memadai, diharapkan
berperan dalam menunjang pengembangan industry makanan, minuman, dan
kosmetika.
BAB II
BOTANI TANAMAN TEMU LAWAK
A. SYARAT TUMBUH
1. Syarat Iklim
Lingungan tumbuh alami tanaman temu lawak umumnya merupakan
tumbuhan liar di tempat-tempat yang terlindung seperti bawah pohon
,naungan hutan jati, tanah tegalan, padang alang-alang dan hutan belantara
lainya, temu lawak mempunyai daya adapatsi yang luas didaerah yang
beriklim panas.
Temu lawak dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran rendah
sampai pegunungan, yakni mulai dari 5-1.200 dari permukaan laut(dpl).
Hasil penelitian dari Balai penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro)
menunjukan bahwa pembudidayaan temu lawak di dataran rendah pada
ketinggian 240 dpl menghasilkan rimpang yang kandungan patinya lebih
tinggi dibandingkan dengan dataran tinggi, sebaliknnya, pembudidayaan di
dataran tinggi menghasilkan rimpang yang kadar minyak astiri lebih tinggi.
Kondisi iklim yang optimum untuk pengembangan budidaya temu lawak
adalah daerah dataran rendah sampai ketinggian 750 dpl,suhu udaranya
antara 19-30 C , curah hujan tahunan 1.000-4.000 mm.
2. Syarat Tanah
Temu lawak dapat tumbuh pada berbagai tipe atau jenis tanah. Secara alami
tanaman ini dapat tumbuh pada tanah ringan berkapur, agak berpasir , sampai liat
keras. Untuk menghasilakan produksi rimpang yang maksimal temu lawak
membutuhkan tanah yang subur, gembur, banyak mengandung bahan organic,
tidak mudah becek dan menggenang dan pengairannya teratur.
Jenis tanah yang paling ideal untuk menanam temu lawak adalah liat
berpasir. Meskipun demikian , tanah-tanah bertekstur liat dapat dipilih untuk
lokasi kebun temu lawak, asalkan didukung oleh tingkat pengololaan yang baik,
terutama penambahan pasir dan pemberian pupuk organic.
C. PENYIAPAN LAHAN
Lokasi untuk kebun temu lawak dapat dipilih dilahan-lahan perkebunan,
tegalan maupun di lahan pekarangan. Penyiapan lahan harus dilakukan secara
sempurna, yakni dicangkul atau dibajak sedalam -+ 30 cm hingga struktur tanah
menjadi gembur.
Pengolahan tanah berikutnya adalah membuat bedengan-bedengan selebar
120-200 cm, tinggi 30 cm, dan jarak antar bedengan 30-40 cm. Dapatpula
dipersiapkan dalam bentuk petakan-petakan yang hamparannya agak luas, asalkan
disekelilingnya dilengkapi dengan parit-parit pembuangan dan pemasukan air,
terutama untuk menghadapi musim hujan.
Diatas bedengan ataupun petakan dibuatkan lubang tanam untuk penanaman
bibit temu lawak. Jarak antar lubang ataupun kedalam lubang diatur masing-masing
60 cm, sehingga kelak jarak tanamannya adalah 60x60 cm. Ukuran lubang tanam
dibuat 30x60x60 cm, dan tiap lubang diberi pupuk kandang yang sudah matang
sebanyak 1-2 kg, sehingga dosis perhektarnya antara 20-25 ton.
Penyiapan lahan untuk kebun temu lawak sebaiknya dilakukan 30 hari sebelum
tanam, agar kondisi tanahnya sudah matang benar.
D. PENANAMAN
Waktu tanam yang baik adalah pada awal musim hujan. Meskipun demikian
dapat saja dilakukan setiap saat, asal pengairannya memadai, karena pada fase awal
pertumbuhan tanaman temu lawak memerlukan ketersediaan air yang mencukupi.
Cara penanaman bibit temu lawak adalah meletakkan (memasukkan) bibit
pilihan pada lubang yang tersedia. Tiap lubang ditanami satu bibit temu lawak pada
posisi mata tunasnya menghadap keatas, kemudian ditimbun dengan tanah sedalam
7-10 cm.
Lahan kebun temu lawak seluas 1 hektar yang menggunakan jarak 60x60
cm, secara monokultur terdapat jumlah populasi sebanyak -+ 20.000-25.000
tanaman. Jumlah populasi ini tergantung dari kondisi tofografi tanah, dan luas ahan
yang efektif dapat ditanami temu lawak. Bersamaan dengan tanam, juga diberikan
pupuk dasar berupa TSP sebanyak 100 kg/ha. Cara pemupukannya adalah disebar
secara merata dalam larikan dangkal dinatara barisan tanaman atau dimasukan
kelubang tempat pupuk sejauh -+ 10 cm dari letak bibit, kemudian segera ditutup
dan langsung disiram
E. PEMELIHARAAN TANAMAN
4. Pemulsaan
- Seawal mungkin pertanaman temu lawak dapat dilakukan pemulsaan dengan
jerami padi setebal 3-5 cm menutupi permukaan tanah. Mulsa ini berfungsi
ganda untuk menekan pertumbuhan gulma dan mempertahankan kelembaban
tanah. Pada skala peneitian mulsa jerami dapat meningkatkan produksi
rimpang jerami.
- Cara pemasangan mulsa jerami relative gampang dan praktis, yaitu dengan
cara dihamparkan merata menutup permukaan tanah.
5. Pengendalian Hama dan Penyakit
Selama ini belum ada laporan tentang serangan hama dan penyakit yang
sifatnya dapat mengagalkan panen, meskipun demikian, hama-hama potensial yang
dapat menyerang temu lawak antara lain, ulat daun, ulat jengkal, ulat tanah dan
lalat rimpang.
Apabila serangan hama tersebut cukup membahayakan pertanaman, maka
harus dilakukan penyemprotan dengan insektisida yang efektif.
Penyakit yang sering ditemukan menyerang tanaman temu lawak adalah
cendawan atau jamur serta bakteri, ketiga jenis penyakit tersebut menyerang pada
rimpang, baik sewaktu masih dikebun ataupun setelah panen.
Gejala serangan penyakit ini adalah mula-mula daun bawah menguning,
kemudian menjadi layu, pucuk tanaman mongering dan tanaman akhirnya mati.
Akar rimpang yang diserang menjadi keriput dan berwarna agak gelap dan
membusuk.
Upaya pengendalian busuk rimpang oleh cendawan (Jamur) antara lain
menggunakan bibit yang benar-benar sehat, perbaikan drainase tanah, mencabut
tanaman yang sakit, agar tidak menular kepada tanaman lainya, melakukan
pergiliran tanaman yang bukan sesjenis. Jika dianggap perlu dapat dilakukan
penyemprotan dengan fungisida yang efektif
BAB IV
PANEN DAN PASCA PANEN TEMU LAWAK
5. Pengemasan
- Irisan rimpang kering dikemas dalam peti atau wadah yang kapasitasnya
rata-rata 20 kg/peti.
- Produksi akhir rimpang temu lawak dalam bentuk irisan rimpang kering
siap dipasarkan (ekspor).
- Persyaratan kualitas mutu rimpang temu lawak untuk ekspor meliputi :
warna. Aroma, rasa, kelembaban, kadar abu pati, dan minyak atsiri yang
tinggi.