Anda di halaman 1dari 13

TUGAS

TEKNOLOGI BUDIDAYA TANAMAN PANGAN


“Prospek Pengembangan Tanaman Ubi Kayu”

MUHAMMAD SAFARRUDIN
NIM.D1B117083

AGROTEKNOLOGI-D

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan utama bagi makhluk hidup terutama


manusia untuk menghasilkan tenaga dan berpikir. Di antara kebutuhan yang
lainnya, pangan merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi agar kelangsungan
hidup seseorang dapat terjamin. Indonesia merupakan salah satu negara
berkembang yang mata pencaharian penduduknya sebagai petani atau bercocok
tanam. Luas lahan untuk pertaniannya pun sudah tidak diragukan lagi. Namun,
kini Indonesia justru menghadapi situasi masalah serius dalam pangan di mana
yang menjadi kebutuhan pokok semua orang.
Di Indonesia, ubi kayu menjadi makanan bahan poko setelah beras dan
jagung. Manfaat daun ubi kayu sebagai bahan sayuran memiliki protein cukup
tinggi, atau untuk keperluan obat-obatan. Kayunya bisa digunakan sebagai pagar
kebun di desa-desa atau sebagai kayu bakar. Dengan perkembangan teknologi, ubi
kayu dijadikan bahan dasar pada industri makanan dan bahan baku industri pakan
dan obat-obatan.
Ubi kayu sering disebut sebagai bahan makanan desa atau berasal dari
kampung. Meski saat ini beraneka ragam usaha makanan yang berbahan dasar
singkong mulai menjamur, namun rata-rata usaha tersebut masih bermotivasi
untuk “mengangkat derajat” ubi kayu supaya lebih bergengsi. Artinya, singkong
masih dianggap sebagai bahan makanan rendahan. Di mata pemerintah dan
masyarakat, ubi kayu pun dianggap sebagai bahan makanan lokal yang perlu
digalakkan sebagai bahan makanan pokok alternatif. Istilah bahan makanan lokal
juga perlu dicermati, sebab tanaman ubi kayu ternyata bukan berasal dari
Indonesia.
Ubi kayu merupakan bahan baku aneka industri antara lain; tepung
mocaf, tapioka, keripik, gula cair, bioetanol, makanan camilan, dan lain-
lain. Agar kebutuhan industri berbasis singkong terpenuhi dalam jumlah
besar dan kontinu, maka penting sekali melakukan budidaya tanaman singkong
secara baik. Luas areal singkong di Indonesia sekitar 1.040 ribu ha.
Produktivitas nasional ubi kayu di Indonesia sebesar 22 ton/ha.
Produktivitas tanaman ubi kayu ditentukan oleh jumlah umbi akar, bobot
umbi per tanaman serta kesehatan tanaman dan umbi. Untuk itu budidaya
tanaman ubi kayu perlu diarahkan untuk mendukung peningkatan produktivitas
dengan mengoptimalkan faktor produksi tsb.
Saat ini Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia (PPBBI)
telah mengembangkan teknologi untuk meningkatkan produktivitas ubi kayu yang
telah dilakukan uji coba dalam skala luas di tiga lokasi yang mempunyai sifat
tanah dan tipe iklim yang berdeda, yaitu Lampung, Bogor, dan Kediri.
Dengan aplikasi teknologi PPBBI ini diharapkan produksi singkong dapat
mencapai 40 – 65 ton/ha dengan umur panen 9-10 bulan tergantung pada
sifat tanah, kesuburan tanah dan tipe iklim.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari karya ilmia ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaiman Asal-Usul Tanaman Ubi Kayu?
2. Apa Varietas Unggul dan Prospek Pengembangan Ubi Kayu?
3. Bagaiama Deskripsi Ubi Kayu?
4. Bagaiman Agroekologi Ubi Kayu?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah untuk mengetahui:
1. Mengetahui Asal-Usul Tanaman Ubi Kayu
2. Mengetahui Varietas Unggul dan Prospek Pengembangan Ubi Kayu
3. Mengetahui Deskripsi Ubi Kayu
4. Mengetahui Agroekologi Ubi Kayu
BAB II. PEMBAHASAN
A. Asal-Usul Tanaman Ubi Kayu

Ubi kayu atau ubi kayu merupakan tanaman perdu. Ubi kayu berasal dari
Benua Amerika, tepatnya dari Brasil. Penyebarannya hampir ke seluruh dunia,
antara lain Afrika, Madagaskar, India dan Tiongkok. Tanaman ini masuk ke
Indonesia pada tahun 1852. Ubi kayu berkembang di negara-negara yang terkenal
dengan wilayah pertaniannya.
Nama lain untuk tanaman ubi kayu sangat beragam diseluruh Indonesia.
Diantaranya, ketila, keutila, ubi kayee (Aceh), ubi parancih (minangkabau), ubi
singkung (Jakarta), batata kayu (Manado), bistungkel (Ambon), huwi dangdeur,
huwi jendral, Kasapen, sampeu, ubi kayu (Sunda), bolet, kasawe, kaspa, kaspe,
katela budin, katela jendral, katela kaspe, kaspa, kaspe, katela budin, katela
jendral, katela kaspe, katela mantri, katela marikan, katela menyog, katela poung,
katela prasman, katela sabekong, katela sarmunah, katela tapah, katela cengkol,
ubi kayu, tela pohung (Jawa), Blandong, manggala menyok, puhung, pohung,
sabhrang balandha, sawe, sawi, tela balan dha, tengsag (Madura), kesawi, ketela
kayu, sabrang sawi (Bali), kasubi (Gorontalo, Baree, Padu), Lame kayu
(Makasar), lame aju (Bugis Majene), kasibi (Ternate, Tidore).
Ubi kayu merupakan tanaman pangan dan perdagangan (cash crop).
Sebagai tanaman perdagangan, ubi kayu menghasilkan starch, gaplek, tepung ubi
kayu, etanol, gula cair, sorbitol, monosodium glutamate, tepung aromatic, dan
pellets. Ubi kayu dapat menghidupi berbagai industri hulu dan hilir. Sebagai
tanaman pangan, ubi kayu merupakan sumber karbohidrat bagi sekitar 500 juta
manusia di dunia. Di Indonesia, tanaman ini menempati urutan ketiga setelah padi
dan jagung. Sebagai sumber karbohidrat, ubi kayu merupakan penghasil kalori
terbesar dibandingkan dengan tanaman lain. Nilai kalori ubi kayu adalah 250
kal/ha/hr. Indonesia adalah penghasil ubi kayu urutan keempat terbesar di dunia
setelah Nigeria, Brazil, dan Thailand. Namun, pasar ubi kayu dunia dikuasai oleh
Thailand dan Vietnam.

B. Deskripsi Ubi Kayu


Dalam sistematika tanaman, ubi kayu termasuk kelas Dicotyledoneae. Ubi
kayu masuk dalam famili Euphorbiaceae yang mempunyai 7.200 spesies,
beberapa diantaranya mempunyai nilai komersial, seperti karet (Hevea
brasiliensis), jarak (Ricinus comunis dan Jatropha curcas), umbi-umbian
(Manihot spp), dan tanaman hias (Euohorbia spp). Klasifikasi tanaman ubi kayu
sebagai berikut :
Kelas : Dicotyledoneae
Sub Kelas : Arhichlamydeae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Sub Famili : Manihotae
Genus : Manihot
Spesies : Manihot esculenta Crantz
Manihot esculenta Crantz mempunyai nama lain M. utilissima dan M.
alpi. Semua Genus Manihot berasal dari Amerika Selatan. Brazil merupakan pusat
asal dan sekaligus sebagai pusat keragaman ubi kayu. Manihot mempunyai 100
spesies yang telah diklasifikasikan dan mayoritas ditemukan di daerah yang relatif
kering.
Tanaman ubi kayu tumbuh di daerah antara 30 0 lintang selatan dan 300
lintang utara, yaitu daerah dengan suhu rata-rata lebih dari 18 0C dengan curah
hujan di atas 500 mm/tahun. Namun demikian, tanaman ubi kayu dapat tumbuh
pada ketinggian 2.000 m dpl atau di daerah sub-tropika dengan suhu rata-rata
160C. Di ketinggian tempat sampai 300 m dpl tanaman ubi kayu dapat
menghasilkan umbi dengan baik, tetapi tidak dapat berbunga. Namun, di
ketinggian tempat 800 m dpl tanaman ubi kayu dapat menghasilkan bunga dan
biji.
Ubi kayu diperbanyak dengan setek batang. Setek batang diperoleh dari
hasil panenan tanaman sebelumnya. Setek diambil dari bagian tengah batang agar
matanya tidak terlalu tua, tetapi juga tidak terlalu muda. Perbanyakan dengan biji
hanya dilakuan oleh pemulia tanaman dalam mencari varietas unggul. Asal stek,
diameter bibit, ukuran stek, dan lama penyimpanan bibit berpengaruh terhadap
daya tumbuh dan produksi ubi kayu. Bibit yang dianjurkan sebagai berikut :
- stek berasal dari batang bagian tengah yang sudah berkayu
- Panjang 15-20 cm
- Diameter 2-3 cm
- Tanpa Penyimpanan

C. Agroekologi Ubi Kayu

Untuk dapat berproduksi optimal, ubikayu memerlukan curah hujan 150-


200 mm pada umur 1-3 bulan, 250-300 mm pada umur 4-7 bulan, dan 100-150
mm pada fase menjelang dan saat panen (Wargiono et al., 2006). Berdasarkan
karakteristik iklim di Indonesia dan kebutuhan air tersebut, ubikayu dapat
dikembangkan di hampir semua kawasan, baik di daerah beriklim basah maupun
beriklim kering sepanjang air tersedia sesuai dengan kebutuhan tanaman tiap fase
pertumbuhan. Daerah sentra produksi
Ubi kayu memiliki tipe iklim C, D, dan E, serta jenis lahan yang
didominasi oleh tanah alkalin dan tanah masam, kurang subur, dan peka terhadap
erosi (Roja, 2009). Bibit yang dianjurkan untuk ditanam ialah stek dari batang
bagian tengah dengan diameter batang 2-3 cm, panjang 15-20 cm, dan tanpa
penyimpanan. Stek yang ditanam dengan posisi vertikal (tegak) dengan
kedalaman sekitar 15 cm memberikan hasil tertinggi baik pada musim hujan
maupun musim kemarau. Penanam stek dengan posisi vertikal juga dapat memacu
pertumbuhan akar dan menyebar merata di lapisan olah. Stek yang ditanam
dengan posisi miring atau horizontal (mendatar), akar tidak terdistribusi secara
merata seperti stek yang ditanam vertikal pada kedalaman 15 cm dan kepadatan
rendah. Hara yang terbawa panen ubikayu pada tingkat hasil 30 t.ha-1 adalah
147,6 kg N ha-1; 47,4 kg P2O5 ha-1; dan 179,4 kg K2O ha-1. Untuk
mendapatkan hasil tinggi tanpa menurunkan tingkat kesuburan tanah, hara yang
terbawa panen tersebut harus diganti melalui pemupukan setiap musim. Tanpa
pemupukan akan terjadipengurasan hara sehingga tingkat kesuburan tanah
menurun. Pemupukan yang tidak rasional dan tidak berimbang juga dapat
merusak kesuburan tanah. (Roja, 2009).
Curah hujan yang sesuai untuk tanaman ubi kayu antara 1.500 – 2.500
mm/tahun. Kelembaban udara optimal untuk tanaman ubi kayu antara 60-65%,
dengan suhu udara minimal bagi tumbuhnya sekitar 10oC. Jika suhunya dibawah
100C, pertumbuhan tanaman akan sedikit terhambat. Selain itu, tanaman menjadi
kerdil karena pertumbuhan bunga yang kurang sempurna. Sinar matahari yang
dibutuhkan bagi tanaman ubi kayu sekitar 10 jam/hari, terutama untuk kesuburan
daun dan perkembangan umbinya.
Tanah yang paling sesuai untuk ubi kayu adalah tanah yang berstruktur
remah, gembur, tidak terlalu liat dan tidak terlalu poros, serta kaya bahan organik.
Tanah dengan struktur remah mempunyai tata udara yang baik, unsur hara lebih
mudah tersedia, dan mudah diolah. Jenis tanah yang sesuai untuk tanaman ubi
kayu adalah jenis aluvial, latosol, podsolik merah kuning, mediteran, grumosol,
dan andosol. Derajat kemasaman (pH) tanah yang sesuai untuk budidaya ubi kayu
berkisar antara 4,5 – 8,0 dengan pH ideal 5,8. Umumnya tanah di Indonesia ber-
pH rendah (asam), yaitu berkisar 4,0 – 5,5, sehingga seringkali dikatakan cukup
netral bagi suburnya tanaman ubi kayu. Ketinggian tempat yang baik dan ideal
untuk tanaman ubi kayu antara 10-700 m dpl, sedangkan toleransinya antara 10-
1.500 mdpl. Jenis ubi kayu tertentu dapat ditanam pada ketinggian tempat
teretentu untuk dapat tumbuh optimal.

D. Varietas Unggul dan Prospek Pengembangan Ubi Kayu

Ubi kayu atau ubi kayu dapat dikelompokkam menjadi dua, yaitu sebagai
bahan baku tapioca dan sebagai pangan langsung. Ubi kayu sebagai pangan
langsung harus memenuhi syarat utama, yaitu tidak mengandung racun HCN (<
50 mg per Kg umbi basah). Sementara itu, umbi ubi kayu untuk bahan baku
industri sebaiknya memiliki kandungan protein rendah dan kandungan HCN yang
tinggi. Varietas ubi kayu unggul yang biasa ditanam, antara lain Adira 1, Adira 4,
Adira 2, Darul Hidayah, Malang 1, Malang 2, Malang-4, Malang-6, UJ-3, dan UJ-
5. Sementara itu beberapa varietas ubi kayu dan keunggulannya dapat dilihat pada
Tabel berikut.

Tabel. Varietas Unggul Ubi Kayu


Varietas Keunggulan
Adira 1 Umur panen 215 hari, produksi 22 ton/ha, serta tahan layu
tungau merah.
Adira 2 Umur panen 250 hari, produksi 21 ton/ha, serta tahan layu dan
tungau merah
Adira 4 Umur panen 240 hari, produksi 35 ton/ha, dan tahan layu
Malang 1 Umur panen 270 hari, produksi 36,6 ton/ha, tahan tungau
merah, dan tahan bercak cokelat daun
Malang 2 Umur panen 240 hari, produksi 31,5 ton/ha, tahan tungau
merah, dan tahan bercak cokelat daun
UJ-3 Umur panen 7 bulan, potensi hasil 20-35 ton/ha, dan kandungan
pati 20-27%
UJ-5 Potensi hasil 25-38 ton/ha, kanopi cepat menutup, dan
kandungan pati 19-30%
UJ-3 Umur panen 8-10 bulan dan produksi 20-35 ton/ha
UJ-5 Umur panen 9-10 bulan dan produksi 25-38 ton/ha
UJ-3 Umur panen 8-10 bulan dan produksi 20-35 ton/ha
UJ-5 Umur panen 9-10 bulan dan produksi 25-38 ton/ha
Malang-4 Umur panen 9 bulan dan produksi 39,7 ton/ha
Malang-6 Umur panen 9 bulan dan produksi 36,41 ton/ha

 Untuk Bahan pangan


Ubi kayu dapat dimanfaatkan untuk keperluan pangan, pakan
maupun bahan dasar berbagai industri. Oleh karena itu pemilihan varietas ubi
kayu harus disesuaikan untuk peruntukannya. Di daerah dimana ubikayu
dikonsumsi secara langsung untuk bahan pangan diperlukan varietas ubi
kayu yang rasanya enak dan pulen dan kandungan HCN rendah.
Berdasarkan kandungan HCN ubi kayu dibedakan menjadi ubi kayu
manis/tidak pahit, dengan kandungan HCN < 40 mg/kg umbi segar, dan
ubikayu pahit dengan kadar HCN ≥ 50 mg/kg umbi segar. Kandungan HCN
yang tinggi dapat menyebabkan keracunan bagi manusia maupun hewan,
sehingga tidak dianjurkan untuk konsumsi segar. Untuk bahan tape (peuyem)
para pengrajin suka umbi ubi kayu yang tidak pahit, rasanya enak dan daging
umbi berwarna kekuningan seperti varietas lokal Krentil, Mentega, atau
Adira-1. Tetapi untuk industri pangan yang berbasis tepung atau pati ubikayu,
diperlukan ubi kayu yang umbinya berwarna putih dan mempunyai kadar
bahan kering dan pati yang tinggi. Untuk keperluan industri tepung tapioka,
umbi dengan kadar HCN tinggi tidak menjadi masalah karena bahan racun
tersebut akan hilang selama pemrosesan menjadi tepung dan pati, misalnya
UJ-3, UJ-5, MLG-4, MLG-6 atau Adira-4. Hingga tahun 2009, Departemen
Pertanian secara resmi baru melepas 10 varietas unggul dan lima di antaranya
sesuai untuk pangan (Tabel 1).

Tabel 1. Varietas unggul ubikayu yang sesuai untuk


pangan beserta karakteristiknya.
Varietas Tahun Karakteristik
Dilepas Umur Hasil Kadar Kadar Keterangan
(bln) umbi pati HCN
(t/ha) (% bb) (mg/kg)
Adira 1 1978 7-10 22 45* 27,5 - Tidak pahit
- Sesuai untuk pangan
- Agak tahan tungau merah (Tetranichus
bimaculatus)
- Tahan bakteri hawar daun, penyakit layu
Pseudomonas solanacearum, dan
Xanthomonas manihotis
Malang 1 1992 9-10 36,5 32-36* < 40,0 - Tidak pahit
- Sesuai untuk pangan
- Toleran tungau merah (Tetranichus
bimaculatus)
- Toleran bercak daun (Cercospora sp.)
-Adaptasi cukup luas
Malang 2 1992 8-10 31,5 32-36* < 40,0 - Tidak pahit
- Sesuai untuk pangan
- Agak peka tungau merah (Tetranichus
bimaculatus)
- Toleran penyakit bercak daun
(Cercospora sp.)
Darul 1998 8-12 102,1 25-31 < 40,0 - Tidak pahit
Hidayah - Sesuai untuk pangan
- Agak peka tungau merah (Tetranichus
sp.)
- Agak peka busuk jamur (Fusarium sp.)

Selain peruntukannya, pemilihan dan penerimaan suatu varietas ubi


kayu oleh petani dan pengguna lainnya juga ditentukan oleh umur tanaman,
keragaan dan sifat ketahanannya terhadap gangguan hama dan penyakit tanaman.
Pada umumnya petani sangat fanatik terhadap varietas lama maupun unggul
lokal yang telah dikenal luas oleh masyarakat luas sehingga pasarnya jelas.
 Untuk Bahan Baku Industri
Dari produk antara berupa tepung dan pati ubi kayu dapat
dikembangkan berbagai produk industri baik melalui proses dehidrasi, hidrolisis,
maupun fermentasi. Sebagai bahan baku industri, jenis ubi kayu yang memiliki
potensi hasil tinggi, kadar bahan kering dan kadar pati tinggi, dianggap paling
sesuai untuk bahan baku industri. Beberapa varietas unggul yang telah dilepas
Pemerintah dan sesuai untuk bahan baku industri antara lain: Varietas Adhira-
4, MLG-6, UJ-3, UJ-5, MLG-6 yang telah banyak ditanam petani di propinsi
Jawa Timur dan Lampung (Tabel 2).
Secara umum, jenis ubi kayu yang memiliki potensi hasil dan kadar pati
tinggi, dianggap paling sesuai untuk bahan baku industri. Sebagai bahan baku
industri, kadar HCN yang tinggi tidak menjadi masalah karena sebagian besar
HCN akan hilang pada proses pencucian, pemanasan maupun pengeringan.
Sifat fisik, seperti ukuran granula pati dan sifat kimia lainnya,
seperti kadar amilosa/amilopektin yang berperan dalam proses gelatinisasi
dan sifat amilografi, yang meliputi suhu dan waktu gelatinisasi serta
viskositas puncak, belum banyak diteliti dalam kaitannya dengan produksi
bioetanol. Pati dengan ukuran granula kecil dilaporkan memiliki daya serap air
yang lebih baik dan lebih mudah dicerna oleh enzim (BIOTEC, 2003).
Sementara rendemen glukosa yang dihasilkan, dipengaruhi oleh tinggi dan
panjang rantai amilosa. Semakin panjang rantai amilosa akan dihasilkan
rendemen gula yang semakin tinggi karena diduga berkaitan dengan kemudahan
enzim-amilase untuk memecah ikatan lurus 1,4 glikosidik dibanding ikatan
cabang 1,6 glikosid ik pada amilopektin (Richana et al., 2000). Pati dengan
kadar amilosa tinggi lebih sesuai karena proporsi partikel pati tidak
larutnya (insoluble starch particles) lebih rendah sehingga relatif lebih mudah
dihidrolisis baik dengan asam maupun enzim. Oleh karena itu selain kadar pati,
kadar gula total juga menentukan kesesuaiannya sebagai bahan baku etanol.

Tabel 2. Varietas unggul ubi kayu yang sesuai untuk bahan baku
industri beserta karakteristiknya
Varietas Tahun Karakteristik
Dilepas Umur Hasil Kadar Kadar Keterangan
(bln) umbi pati HCN
(t/ha) (% bb) (mg/kg)
Adira 2 1978 8-12 22 41* 124,0 - Pahit
- Sesuai untuk bahan baku industri
- Cukup tahan tungau merah (Tetranichus
bimaculatus)
- Tahan penyakit layu Pseudomonas
solanacearum
Adira 4 1978 10 35 20-22 68,0 - Pahit
- Sesuai untuk bahan baku industri
- Cukup tahan tungau merah (Tetranichus
bimaculatus)
- Tahan terhadap Pseudomonas
solanacearum dan Xanthomonas maniho
UJ-3 2000 8-10 20-35 20-27 > 100,0 - Pahit
- Sesuai untuk bahan baku industri
- Agak tahan bakteri hawar daun
(Cassava
UJ-5 2000 9-10 25-38 19-30 > 100,0 - Bacterial
Pahit Blight)
- Sesuai untuk bahan baku industri
Agak tahan CBB (Cassava Bacterial
Malang 4 2001 9 39,7 25-32 > 100,0 Blight)
- Pahit
- Sesuai untuk bahan baku industri
- Agak tahan tungau merah
(Tetranichus sp.)
-Adaptif terhadap hara sub-optimal
Malang 4 2001 9 39,7 25-32 > 100,0 - Pahit
- Sesuai untuk bahan baku industri
- Agak tahan tungau merah
(Tetranichus sp.)
-Adaptif terhadap hara sub-optimal
Malang 6 2001 9 36,4 25-32 > 100,0 - Pahit
- Sesuai untuk bahan baku industri
- Agak tahan tungau merah
(Tetranichus sp.)
-Adaptif terhadap hara sub-optimal

Peluang pengembangan industri ubi kayu di Sulawesi Tenggara sangatlah


besar mengingat produksi total ubi kayu di SULTRA pada tahun 2018 mencapai
175.095 ton/tahun dengan luas areal panen 8.398 ha. Namun, samapai Saat ini
belum termanfaatkan dengan baik oleh pemerintah maupun masyarakat Sulawesi
Tenggara. Pemanfaatan ubi kayu hanya terfokus pada bidang pemenuhan
pangan.
BAB III. PENUTUP
A. Kesimpulan

Ubi kayu merupakan tanaman pangan berupa perdu dengan nama lain
ketela pohon, singkong atau kasape. Ketela pohon berasal dari benua Amerika,
tepatnya dari negara Brazil. Penyebarannya hampir ke seluruh dunia, antara lain
Afrika, Madagaskar, India, Tiongkok. Ubi kayu berkembang di negara-negara
yang terkenal wilayah pertaniannya dan masuk ke Indonesia pada tahun 1852.
Tanaman ubi kayu tersebar di seluruh propinsi di Indonesia, namun
penyebarannya terbanyak di pulau Jawa dan Sumatra, masing-masing 50% dan
32% dari total luas panen ubi kayu di Indonesia. Ubi kayu merupakan komoditi
tanaman pangan yang penting di Indonesia setelah padi, jagung, kedelai, kacang
tanah dan kacang hijau, yaitu sebagai bahan pangan, pakan dan bahan baku
industri baik hulu maupun hilir. Komoditi ubi kayu selain berperan untuk
memenuhi kebutuhan sumber karbohidrat untuk substitusi beras, juga sebagai
bahan untuk diversifikasi pangan. Ubi kayu juga dapat dimanfaatkan sebagai
sumber pakan, bahan baku industri dan bahan baku bioetanol. Selain itu, komoditi
tersebut merupakan tanaman dengan daya adaptasi yang luas, mudah disimpan,
mempunyai rasa enak sehingga dapat membuka lapangan pekerjaan dan
meningkatkan pendapatan petani.

B. Saran

Penulisan karya ilmiah diatas masih sangat jauh dari kata sempurna, baik
dari segi penulisan maupun sumbernya. Oleh karena itu diharapkan adanya kritik
dan saran yang sifatnya membangun demi sempurnanya karya tulis ini.
DAFTAR PUSTAKA

Andoko A. dan Parjimo. 2007. Budi Daya Singkong. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Asnawi R dan Ratna WA. 2008. Teknologi Budidaya Ubi Kayu. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Lampung. Bandar Lampung.
Roja A. 2009. Ubikayu : Varietas dan Teknologi Budidaya. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Sumatera Barat. Padang
Syarief, rizal dan I. Aniez. 1988. Pengetahuan Bahan Untuk Industri Pertanian.
Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.
Sundari T. 2010. Petunjuk Teknis Pengenalan Varietas Unggul dan Teknik
Budidaya Ubi Kayu. Balai Penelitian kacang-kacangan dan umbi-umbian.
Malang.
Wargiono J. 1979. Ubi Kayu dan Cara Bercocok Tanam. Pusat Penelitian
Tanaman Pangan. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai