Anda di halaman 1dari 11

PERTUMBUHAN IKAN GENUS Plectropomus YANG DIDARATKAN

DI TEMPAT PENDARATAN IKAN DI PULAU WANGI-WANGI,


KABUPATEN WAKATOBI, SULAWESI TENGGARA.
Growth of landed genus plectropomus fish
At fish landing places on wangi-wangi island, wakatobi district, southeast
sulawesi.
Rahul Adzaning Arsyad1)*, Asriyana2), dan Wa Iba2)
1
Program Sarjana Manajemen Sumber Daya Perairan
2
Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo
Jl. H.E.A. Mokodompit Kampus Bumi Tridharma Anduonohu Kendari 93232
Telp/Fax:(0401)3197782
*Penulis korespondensi : i1a118008rahuladzaningarsyad@student.uho.ac.id

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan ikan kerapu genus Plectropomus yang meliputi sebaran
ukuran, hubungan panjang dan berat, serta faktor kondisi ikan Di Pulau Wangi-wangi, Kabupaten Wakatobi.
Penelitian ini berlangsung selama 5 bulan yakni pada bulan April 2021- Agustus 2021. Metode yang digunakan
yaitu metode survei dengan mengunjungi langsung lokasi pendaratan ikan yang berada diDesa Mola Raya
Kecamatan Wangi-Wangi selatan dan pasar sore Marina Kecamatan Wangi-wangi, Sampel yang diperoleh diukur
panjang totalnya dengan menggunakan mistar berketelitian 1 cm, yang diukur mulai dari ujung anterior hingga
ujung posterior tubuh ikan. Kemudian pengukuran bobot total dilakukan dengan menimbang ikan sampel
menggunakan timbangan analitik berketelitian 1 g. Hasil penelitian ditemukan Jumlah ikan dari genus
Plectropomus yang tertangkap selama penelitian sebanyak 231 individu terdiri dari 157 individu P.areolatus dan
74 individu P.leopardus. Frekuensi tertinggi ikan P. areolatus didominasi oleh ukuran 37,7-41,5 cm sedangkan
frekuensi terendah didominasi oleh ukuran 53,3-57,4 cm. Ukuran bobot ikan P.areolatus terbesar ditemukan pada
ukuran 948-1301 g Sementara untuk P. Leopardus frekuensi terbesar ditemukan pada ukuran 242-671 g.
Hubungan panjang dan berat tubuh ikan Spesies P. areolatus dan P. leopardus selama penelitian menunjukkan
bentuk pertumbuhan yang berbeda. Jenis P. areolatus memiliki bentuk pertumbuhan yang bersifat allometrik
positif sedangkan P. leopardus memiliki bentuk pertumbuhan yang bersifat allometrik negatif. Selama periode
penelitian baik P. areolatus maupun P. leopardus memiliki nilai faktor kondisi (FK) yang
bervariasi.
Kata kunci: Kerapu, Plectropomus, pertumbuhan, faktor kondisi.

ABSTRACT
This study aims to determine the growth of grouper of the genus Plectropomus which includes size distribution,
length and weight relationship, and fish condition factors on Wangi-wangi Island, Wakatobi Regency. This
research lasted for 5 months, namely April 2021-August 2021. The method used was the survey method by
visiting the fish landing sites in Mola Raya Village, South Wangi-Wangi District and the Marina afternoon
market, Wangi-wangi District. The samples obtained were measured the total length using a ruler with an
accuracy of 1 cm, which was measured from the anterior end to the posterior end of the fish body. Then the total
weight measurement was carried out by weighing the sample fish using an analytical balance with an accuracy of
1 g. The results of the study found that the number of fish from the genus Plectropomus caught during the study
was 231 individuals consisting of 157 individuals of P.areolatus and 74 individuals of P.leopardus. The highest
frequency of P. areolatus fish was dominated by sizes 37.7-41.5 cm, while the lowest frequency was dominated
by sizes 53.3-57.4 cm. The largest weight size of P.areolatus fish was found at 948-1301 g while for P. Leopardus
greatest frequency found in the size of 242-671 g. Relationship between fish length and body weight P. areolatus
and P. leopardus during the study showed different growth forms. P. areolatus has a positive allometric growth
form, while P. leopardus has a negative allometric growth form. During the study period, both P. areolatus and P.
leopardus had varying condition factor (FK) values.
Keywords: Grouper, Plectropomus, growth, condition factor.
PENDAHULUAN
Sumber daya ikan merupakan sumber daya yang dapat pulih (renewable resources)
dan berdasarkan habitatnya di laut secara garis besar dibagi menjadi dua kelompok yaitu jenis
ikan pelagis dan ikan demersal. Newlan (2004); Asriyana & Ishak (2022) menjelaskan bahwa
ikan pelagis adalah kelompok ikan yang berada pada lapisan permukaan hingga kolom air
dan mempunyai ciri khas utama, yaitu dalam beraktivitas selalu membentuk gerombolan
(schooling) dan melakukan migrasi untuk berbagai kebutuhan hidupnya, sedangkan ikan
demersal adalah ikan-ikan yang berada pada lapisan yang lebih dalam hingga dasar perairan,
dimana umumnya hidup secara soliter dalam lingkungan spesiesnya.
Ikan demersal menurut pemanfaatannya dibagi menjadi dua yaitu ikan karang untuk
konsumsi dan ikan hias. Salah satu jenis ikan karang untuk konsumsi adalah ikan kerapu
sunu. Jenis ikan ini merupakan ikan demersal ekonomis penting yang mempunyai peluang
cukup baik untuk dikembangkan, karena didukung oleh potensi yang cukup besar (Saiful
dkk.,2013).Ikan kerapu sunu yang memiliki habitat di perairan terumbu karang sangat
bergantung pada kondisi terumbu karang tersebut, jika terjadi kerusakan pada terumbu
karang maka ikan kerapu sunu akan kehilangan tempat tinggal dan lama kelamaan akan
punah (Fitrianisa dkk., 2020).
Perairan Kepulauan Wakatobi memiliki beberapa kawasan terumbu karang dengan
potensi sumber daya ikan karang yang sangat beraneka ragam (Saiful dkk.,2013).
Berdasarkan kajian ekologi The Nature Conservation (TNC) dan WWF Indonesia Marine
Program (2003), pada perairan Wakatobi ditemukan 590 jenis ikan termasuk jenis ikan
kerapu (Serranidae) di perairan karang penghalang (barrier reef) di sebelah Barat Kepulauan
Wakatobi. Beberapa kawasan terumbu karang di perairan tersebut adalah Karang Tomia,
Karang Kaledupa, dan Karang Kapota (Saiful dkk.,2013).
Sejauh ini penelitian tentang ikan kerapu sunu telah dilakukan di beberapa lokasi yang
membahas beberapa aspek, diantaranya Setiawan dkk. (2019) tentang analisis hubungan
panjang berat; Tadjuddah dkk.(2013) tentang parameter biologi ikan kerapu; Alamsyah dkk.,
(2013) mengenai biologi reproduksi ikan kerapu sunu. Namun Informasi tentang pola
pertumbuhan ikan kerapu genus Plectropomus khususnya spesies Plectropomus areolatus
dan Plectropomus leopardus yang didaratkan di tempat penampungan ikan di Desa Mola
Raya Kecamatan Wangi-Wangi Selatan Kabupaten Wakatobi belum banyak diketahui. Oleh
karena itu penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui ukuran ikan kerapu yang banyak
tertangkap dan pola pertumbuhannya. Penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai bahan
pertimbangan untuk pengelolaan sumberdaya perikanan terutama ikan genus Plectropomus.
Penelitian mengenai kajian pertumbuhan ikan kerapu genus Plectropomus khususnya
kerapu sunu hitam(P. areolatus) dan kerapu sunu merah (P. leopardus) di Perairan Wakatobi
sampai saat ini belum dilakukan. Untuk itu diperlukan informasi mengenai aspek
pertumbuhan meliputi sebaran ukuran, hubungan panjang dan berat, serta faktor kondisi dari
sumberdaya ikan kerapu genus Plectropomus yang merupakan informasi dasar penting bagi
pengelolaan populasi alami.
Tujuan dilakukan penelitian adalah untuk mengetahui pertumbuhan ikan kerapu
genus Plectropomus yang meliputi sebaran ukuran, hubungan panjang dan berat, serta faktor
kondisi ikan. Hasil kajian tersebut dapat digunakan sebagai informasi dasar dalam
merumuskan upaya pengelolaan sumberdaya ikan khususnya kerapu genus
Plectropomus secara optimal.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan selama lima bulan dari bulan April sampai Agustus 2021.
Penelitian ini berlokasi ditempat pendaratan ikan, Desa Mola Raya, Kecamatan Wangi-
Wangi Selatan dan Pasar Sore Marina, Kecamatan Wangi- Wangi, Kabupaten Wakatobi,
Provinsi Sulawesi Tenggara, Pengambilan sampel dilakukan selama lima bulan yaitu bulan
April hingga Agustus 2021. Metode yang digunakan yaitu metode survei dengan
mengunjungi langsung lokasi pendaratan ikan yang berada di Desa Mola Raya Kecamatan
Wangi-Wangi selatan dan pasar sore Marina Kecamatan Wangi-wangi. Daerah fishing
ground nelayan berada diperairan Karang Kapota (5°33'38.11"LS dan 123°28'37.72"BT) dan
Karang Kaledupa (5°36'48.11"LS dan 123°34'51.98"BT). Sampel yang diperoleh diukur
panjang totalnya dengan menggunakan mistar berketelitian 1 cm, yang diukur mulai dari
ujung anterior hingga ujung posterior tubuh ikan. Kemudian pengukuran bobot total
dilakukan dengan menimbang ikan sampel menggunakan timbangan analitik berketelitian 1
g. Jumlah ikan yang diukur setiap hari kemudian ditabulasi dalam tabel menggunakan MS
Excel.Jumlah ikan yang diperoleh setiap hari berjumlah ±10 ekor.
Adapun lokasi penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta lokasi penelitian.


Analisis Data
1. Hubungan Panjang Berat
Hubungan panjang dan berat ikan yang di peroleh ditentukan dengan menggunakan
aplikasi Microsoft excel.Hubungan panjang dan berat diketahui dengan perhitungan menurut
Le Cren 1951 in Weatherley (1972):

W = aLb
W = bobot ikan (g)
L = panjang total ikan (mm)
a dan b = konstanta
Menurut Setyobudiandi et al. (2009), korelasi parameter dari pertumbuhan panjang
dan berat dapat dilihat dari nilai konstanta b (sebagai penduga tingkat kedekatan hubungan
kedua parameter) yaitu dengan hipotesis:
b=3, pertumbuhan isometrik (pertumbuhan panjang sama dengan pertumbuhan berat)
b<3, pertumbuhan alometrik negatif (pertumbuhan panjang lebih dominan)
b>3, alometrik positif (pertumbuhan berat lebih dominan)
Untuk mengkaji nilai b, perlu penghitungan uji t dengan hipotesis dan rumus :
Hipotesis:
H0 : b = 3
H1 : b  3
b−3
T hitung =
sb

Pengambilan keputusan terhadap hipotesis dilakukan dengan membandingkan T hitung


dan Ttabel pada selang kepercayaan 95%. Jika nilai T hitung >Ttabel, maka keputusannya adalah
menolak H0. Jika nilai Thitung<Ttabel, maka keputusannya adalah terima H0 (Walpole, 1995).
H0 : Allometrik positif/Negatif
H1 : Isometrik

2. Faktor Kondisi
Berat relatif (Wr) dan koefisien faktor kondisi (K) digunakan untuk mengevaluasi faktor
kondisi dari setiap individu. Berat relatif (Wr) di tentukan berdasarkan persamaan Rypel dan
Richter (2008) yaitu:
W
Wr= x 100
Ws
Wr adalah berat relatif, W berat tiap-tiap ikan, dan Ws adalah berat standar yang diprediksi
dari sampel yang sama karena dihitung dari gabungan regresi panjang-berat melalui jarak
antar spesies:

Ws = a Lb

Koefesien kondisi Fulton (K) ditentukan berdasarkan Okgerman (2005) dengan rumus
sebagai berikut:

K= WL-3 x 100
Keterangan :
K = faktor kondisi,
W = berat (g),
L = panjang (mm),
-3
= koefesien panjang untuk memastikan bahwa nilai K cenderung bernilai 1

HASIL
Sebaran Frekuensi Panjang
Jumlah ikan dari genus Plectropomus yang tertangkap selama penelitian
sebanyak 231 individu terdiri dari 157 individu P. areolatus dan 74 individu P.
leopardus. P. areolatus mempunyai kisaran panjang 26,0-57,5 cm dan kisaran bobot
240,0-3070,0 g, sementara P. leopardus mempunyai kisaran panjang 27,0-85,2 cm
dan kisaran bobot 242,0-3250g.
Berdasarkan hasil analisis sebaran ukuran, P. areolatus memiliki 9 kelas ukuran
dan P. leopardus memiliki 7 kelas ukuran. Frekuensi tertinggi ikan P. areolatus
didominasi oleh ukuran 37,7-41,5 cm (33,758%) sebanyak 53 individu dan frekuensi
terendah didominasi oleh ukuran 53,3-57,4 cm (1,274%) dan 57,5-61,4 cm (1,274%)
masing- masing 2 individu. Sementara sebaran frekuensi panjang ikan P. leopardus
tertinggi berada pada selang kelas 43,2-51,5 cm (32,432%) sebanyak 24 individu dan
frekuensi kelas terendah berada pada selang kelas 76,8-85,2 cm (1,351%) 1 individu
(Tabel 1).

Tabel 1. Sebaran frekuensi ukuran panjang ikan P. areolatus dan P. leopardus


selama penelitian di tempat pendaratan ikan Kecamatan Wangi-Wangi dan
Wangi- Wangi Selatan, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara.
P. areolatus P. leopardus
No.
Ukuran (cm) Frek.(ind) (%) Ukuran (cm) Frek.(ind) (%)
1 26,0-29,8 7 4,46 26,4-34,7 16 21,62
2 29,9-33,7 15 9,55 34,8-43,1 21 28,37
3 33,8-37,6 37 23,57 43,2-51,5 24 32,43
4 37,7-41,5 53 33,76 51,6-59,9 10 13,51
5 41,6-45,4 34 21,66 60,0-68,3 2 2,70
6 45,5-49,3 4 2,55 68,4-76,7 0 0,00
7 49,4-53,2 3 1,91 76,8-85,2 1 1,35
8 53,3-57,4 2 1,27
9 57,5-61,4 2 1,27

Ukuran bobot ikan P. areolatus terbesar ditemukan pada ukuran 948-1301 g


(36,9%) sebanyak 58 individu dan terkecil pada ukuran 1656-2009 g dan 2718-3071
g (1,3%) masing-masing 2 individu. Sementara untuk P.leopardus frekuensi terbesar
ditemukan pada ukuran 242-671 g (31,08%) sebanyak 23 individu dan terkecil pada
ukuran 2822-3251 (2,70%) sebanyak 2 individu (Tabel 2).
Tabel 2. Sebaran frekuensi ukuran bobot ikan spesies P. areolatus dan P. leopardus
selama penelitian di tempat pendaratan ikan Kecamatan Wangi-Wangi dan
Wangi- Wangi Selatan, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara.
P. areolatus P. leopardus
No
Bobot (g) Frek. (ind) % Bobot (g) Frek. (ind) %
1 240-593 23 14,6 242-671 23 31,08
2 594-947 48 30,6 672-1101 13 17,57
3 948-1301 58 36,9 1102-1531 17 22,97
4 1302-1655 17 10,8 1532-1961 8 10,81
5 1656-2009 2 1,3 1962-2391 7 9,46
6 2010-2363 4 2,5 2392-2821 4 5,41
7 2364-2717 3 1,9 2822-3251 2 2,70
8 2718-3071 2 1,3

Hubungan Panjang dan Berat


Hubungan panjang dan berat tubuh P. areolatus dan P. leopardus selama
penelitian menunjukkan pola pertumbuhan yang berbeda (Tabel 3).
Tabel 3. Hasil analisis hubungan panjang beratikan spesies P. areolatus dan
P. leopardus selama penelitian di tempat pendaratan ikan Kecamatan
Wangi-wangi dan Wangi- wangi selatan, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi
Tenggara.
Spesies a b r R2 Thit Ttab Keterangan
P. areolatus 0,01 3,11 0,94 0,90 0,0002 1,97 Allometrik positif
P. leopardus 0,04 2,67 0,58 0,34 0,0007 1,99 Allometrik negatif

Grafik hubungan panjang dan berat ikan P. areolatus dan P. leopardus tertera
pada Gambar 2.
7000 3500 P. leopardus
P. areolatus f(x) = 0.04351773219436 x^2.67942130387027
6000 R² = 0.786503156678496
3000

5000 2500
Bobot (g)

4000 2000

Bobot (g)
f(x) = 3000
0.010562854695 x^3.119575070181 1500
R² = 0.865739988319473
2000 1000

1000 500

0 0
20 40 60 80 100 20 40 60 80 100
Panjang (cm) Panjang (cm)

Gambar 2. Grafik hubungan panjang bobot ikan kerapu di tempat pendaratan ikan
Kecamatan Wangi-Wangi dan Wangi-Wangi Selatan, Kabupaten
Wakatobi, Sulawesi Tenggara.
Faktor Kondisi
Selama periode penelitian baik P. areolatus maupun P. leopardus memiliki
nilai faktor kondisi (FK) yang bervariasi (Tabel 4). FK P. areolatus tertinggi
ditemukan saat bulan April, sementara P. leopardus ditemukan saat bulan Agustus.
Tabel 4. Hasil analisis faktor kondisi ikan spesies P. areolatus dan P. leopardus
P. areolatus P. leopardus
Bulan
n Kisaran Rerata N Kisaran Rerata
April 53 0,86-2,20 1,01 30 0,20-1,67 1,06
Mei 41 0,66-1,23 1 13 0,0012-0,0014 0,0013
Juni 23 0,34-1,21 1,02 0 0 0
Juli 17 0,81-1,42 1 13 0,79-1,31 1
Agustus 23 0,46-1,49 1,01 18 0,50-2,01 1,03

PEMBAHASAN
Sebaran ukuran panjang yang mendominasi dari spesies P. areolatus yakni
37,7-41,5 cm dan spesies P. leopardus yaitu 43,2-51,5 cm, sedangkan ukuran bobot
yang mendominasi pada spesies P. areolatus yaitu 948-1301 g dan spesies P.
leopardus yaitu 242-271 g. Perbedaan sebaran ukuran yang mendominasi kedua jenis
tersebut disebabkan oleh kondisi lingkungan perairan yang menjadi habitat jenis
tersebut bervariasi sehingga ukuran ikan yang tertangkap juga bervariasi. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Sudirman dan Karim (2008) bahwa perbedaan ukuran
tersebut diduga disebabkan oleh perbedaan lingkungan perairan misalnya habitat dan
makanan. Makanan adalah salah satu faktor yang mendukung kelangsungan hidup
suatu organisme. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kedua jenis tersebut
memiliki variasi ukuran di berbagai lokasi (Tabel 5).
Tabel 5. Sebaran ukuran ikan Plectropomus di berbagai lokasi
Sebaran Ukuran
No Jenis Lokasi Pustaka
(cm)
1 P. leopardus 32,0-55,3 Perairan Sitepu (2007)
Spermondae
2 P. areolatus Betina 29,0-40,0 Perairan Alamsyah dkk. (2012)
P. areolatus Jantan 40,0-46,0 Wakatobi
3 P. leopardus 18,0-67,0 Perairan Wangi- Setiawan dkk. (2019)
wangi
4 P. leopardus Jantan 20,0-56 ,0 Pelabuhan Fitrianisa dkk. (2020)
P. leopardus Betina 32,0-56,0 Perikanan,
Pantai Kurau
5 P. areolatus 37,7-41,5 Perairan Wangi- Penelitian ini (2022)
P. leopardus 43,2-51,5 wangi

Berdasakan hasil penelitian kedua jenis ikan tersebut memiliki bentuk


pertumbuhan yang berbeda. Ikan P. areolatus memiliki bentuk pertumbuhan
allometrik positif yang berarti pertambahan ukuran berat lebih cepat daripada
pertambahan panjang, sementara P. leopardus memiliki bentuk pertumbuhan
allometrik negatif yang berarti pertambahan ukuran panjang lebih cepat daripada
beratnya. Penelitian lain juga cenderung memiliki bentuk pertumbuhan yang bersifat
Allometrik positif maupun negatif (Tabel 6).
Tabel 6. Pertumbuhan genus Plectropomus di berbagai lokasi
Konstanta
Jenis Pola Pertumbuhan Lokasi Pustaka
b
P. areolatus Betina 2,63 Allometrik negatif Perairan Wakatobi Alamsyah dkk.
P. areolatus Jantan 2,09 Allometrik negatif (2012)
P. leopardus 2,46 Allometrik negatif Perairan Wangi- Setiawan dkk.
wangi (2019)
P. leopardus Jantan 3,87 Allometrik positif Pelabuhan Fitrianisa dkk.
P. leopardus Betina 3,09 Allometrik positif Perikanan, Pantai (2020)
Kurau
P. areolatus 3,11 Allometrik positif Perairan Wangi- Penelitian ini
P. leopardus 2,67 Allometrik negatif wangi (2022)

Secara umum, nilai b tergantung pada kondisi fisiologis dan lingkungan


seperti suhu, pH, salinitas, letak geografis dan teknik sampling (Jenning dkk., 2001)
dan juga kondisi biologis seperti perkembangan gonad dan ketersediaan makanan
(Froese, 2006). Fenomena ini mungkin disebabkan oleh tingkah laku ikan. Ini sesuai
dengan pernyataan Muchlisin (2010), yang menyatakan bahwa besar kecilnya nilai b
juga dipengaruhi oleh perilaku ikan, misalnya ikan yang berenang aktif (ikan pelagis)
menunjukkan nilai b yang lebih rendah bila dibandingkan dengan ikan yang berenang
pasif (kebanyakan ikan demersal). Hal ini diduga terkait dengan alokasi energi yang
dikeluarkan untuk pergerakan dan pertumbuhan. Selain itu faktor-faktor yang
memengaruhi ukuran pertumbuhan yaitu kematangan seksual, makanan, habitat atau
proses migrasi yang dapat menyebabkan perubahan energi suatu spesies,
penangkapan, musim, bentuk tubuh, dan upaya penangkapan serta faktor-faktor
alamiah (Fontoura, 2010)
Pola pertumbuhan ditentukan berdasarkan nilai b yang diperoleh dari
persamaan hubungan panjang bobot. Nilai b menunjukkan hubungan panjang bobot
yang diakibatkan oleh faktor ekologis dan biologis (Manik, 2009). Sementara King
(2007) menyatakan bahwa hubungan panjang bobot ikan dapat digunakan untuk
menentukan kemungkinan perbedaan antara jenis yang sama pada stok yang berbeda.
Kegunaan lain dari analisis hubungan panjang bobot, yaitu dapat digunakan untuk
melakukan estimasi faktor kondisi atau sering disebut dengan index of plumpness,
yang merupakan salah satu derivat penting dari pertumbuhan untuk membandingkan
kondisi atau keadaan kesehatan relatif populasi ikan atau individu tertentu (Everhart
& Youngs, 1981; Asriyana et al., 2020).
Salah satu derivat penting dari pertumbuhan ialah faktor kondisi atau indeks
ponderal dan sering disebut pula sebagai Faktor K. Faktor kondisi ini menunjukkan
keadaan ikan dilihat dari segi kapasitas fisik untuk survival dan produksi (Effendie,
2002). Faktor kondisi ikan sangat dipengaruhi oleh pola pertumbuhan. Secara teoritis
untuk mengetahui faktor kondisi digunakan faktor panjang dan bobot individu.
Berdasarkan hasil penelitian, nilai rata-rata faktor kondisi terbesar pada ikan
P. areolatus ditemukan pada bulan Juni sedangkan ikan P. leopardus pada bulan
Agustus. Adanya variasi nilai faktor kondisi dari kedua ikan tersebut selama periode
penelitian disebabkan oleh variasi ukuran baik panjang maupun bobot dari ikan itu
sendiri. Variasi ukuran panjang maupun bobot dipengaruhi oleh pola pertumbuhan.
Nilai faktor kondisi meningkat menjelang puncak musim pemijahan dan menurun
setelah masa pemijahan hal ini ditemukan pada beberapa organisme perairan (Encina
& Granado-Lorencio, 1997) seperti Sardinella atricauda (Asriyana, 2015), Siganus
sp. (Sudarno et al., 2018), Scarus rivulatus (Gusrin et al., 2020), Plotosus canius
(Asriyana & Halili, 2021). Kondisi tersebut berkaitan dengan sumber energi utama
yang digunakan untuk perkembangan gonad dan pemijahan (Lizama & Ambrósio,
2002). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa faktor kondisi ikan jantan tidak
selalu sama dengan ikan betina, dan ikan betina mempunyai kondisi lebih baik dari
pada ikan jantan sepanjang tahun (Rahardjo & Simanjuntak 2008). Selama musim
pemijahan ikan tidak melakukan aktivitas makan, tetapi menggunakan cadangan
lemak dalam tubuhnya untuk suplai energi (Tzikas et al. 2007), peningkatan nilai
faktor kondisi terjadi saat gonad ikan berkembang dan mencapai puncaknya sebelum
terjadi pemijahan. Hal ini sesuai pernyataan Effendie (2002), fluktuasi faktor kondisi
pada ikan tidak hanya dipengaruhi oleh bobot gonad tetapi juga oleh aktivitas selama
pematangan dan pemijahan. Berbagai penelitian mengenai faktor kondisi ikan
Plectropomus di berbagai lokasi (Tabel 7).
Tabel 7. Faktor kondisi ikan Plectropomus di berbagai lokasi
Spesies Faktor Kondisi Lokasi Pustaka
P. areolatus Betina 1,17-2,02 Perairan Wakatobi Alamsyah dkk. (2012)
P. areolatus Jantan 0,59-2,13
P. leopardus Jantan 1,34-2,53 Pelabuhan Perikanan, Fitrianisa dkk. (2020)
P. leopardus Betina 0,70-2,24 Pantai Kurau
P. areolatus 1,01-1,02 Perairan Wangi-wangi Penelitian ini (2022)
P. leopardus 0,0013-1,06

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh beberapa kesimpulan yaitu :
1. Sebaran ukuran panjang yang mendominasi dari spesies P. areolatus yakni 37,7-
41,5 cm dan spesies P. leopardus yaitu 43,2-51,5 cm, sedangkan ukuran bobot
yang mendominasi pada spesies P.areolatus yaitu 948-1301 g dan spesies
P. leopardus yaitu 242-271 g
2. Hubungan panjang dan berat tubuh ikan Spesies P. areolatus dan P. leopardus
selama penelitian menunjukkan bentuk pertumbuhan yang berbeda. Jenis
P. areolatus memiliki bentuk pertumbuhan yang bersifat allometrik negatif
sedangkan P. leopardus memiliki bentuk pertumbuhan yang bersifat allometrik
positif
3. Selama bulan penelitian baik ikan jenis P. areolatus maupun P. leopardus
memiliki rata-rata nilai faktor kondisi sebesar 1
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai aspek biekologi guna
menunjang informasi status perikanan plectropomus
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah, A.S., L. Sara, dan A. Mustafa. 2013. Studi Biologi Reproduksi Ikan
Kerapu Sunu (Plectropomus areolatus) pada Musim Tangkap. Jurnal Mina
Laut Indonesia. 1(1):73-83.
Asriyana. 2015. Pertumbuhan dan Faktor Kondisi Ikan Siro, Sardinella atricauda,
Gunther 1868 (Pisces: Clupeidae) di Perairan Teluk Kendari, Sulawesi
Tenggara. Jurnal Iktiologi Indonesia, 15 (1): 77-86.
Asriyana., Halili. 2021. Beberapa Aspek Biologi Plotosus canius (Plotosidae:
Siluriformes) di perairan Teluk Kolono Sulawesi Tenggara. Saintek
Perikanan, 17(1): 74-80.
Asriyana., Ishak, E. 2022. Sumberdaya Perikanan. Buku Ajar. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo, Kendari. 283 hal.
Effendie, M.I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta.
Encina L, Granado-Lorencio C. 1997. Seasonal changes in condition, nutrition,
gonad maturation and energy content in barbel, Barbus sclateri, inhabiting a
fluctuating river. Environmental Biology of Fishes, 50(1):75-84
Everhart WH, Youngs WD. 1981. Principle of Fishery Science. Second Edition.
Comstock Publising Associates, a Division of Cornell University Press. Ithaca
and London. 345 p
Fitrianisa, A., Nurhayati & Lisna. 2020. Pola Pertumbuhan Ikan Kerapu Sunu
(Plectropomus leopardus) di Pelabuhan Perikanan Pantai Kurau Kabupaten
Bangka Tengah. Jurnal Perikanan Dan Kelautan. Volume 25 No. 3.hal.208-
215.
Fontoura, N.F. 2010. Can Weight-Length Relationship Predict Size at First Maturity
A Case Study with Two Species of Characidae. Neotropical Ichthyology. 8:
835-840
Gusrin., Asriyana., Bahtiar. 2020. Pertumbuhan Ikan Kakatua, Scarus rivulatus
Valenciennes, 1840 di Perairan Teluk Kulisusu, Buton Utara, Sulawesi
Tengara. Jurnal Sains dan Inovasi Perikanan, 4(1): 22-31.
Lizama M De Los AP, Ambrósio AM. 2002. Condition factor in nine species of fish
of the Characidae Family in the Upper Paraná River floodplain, Brazil.
Brazilian Journal of Biology, 62(1):113-124.
King M. 2007. Fisheries Biology, Assessment and Management. Second edition.
Blackwell Sciencetific Publication. Oxford. 381 p. Manik N. 2009. Hubungan
panjang-berat dan faktor kondisi ikan layang (Decapterus russelli) dari
perairan sekitar Teluk Likupang Sulawesi Utara. Oseanologi dan Limnologi di
Indonesia 35(1) : 65 – 74
Muchlisin, Z.A. 2010. Diversity of freshwater fishes in aceh province with emphasis
on several biological aspects of the depik (Rasbora tawanensis) an endemic
species in Lake Laut Tawar. Thesis, Universiti Sains Malaysia, Penang.
Newlan, A. 2004. Pengembangan Kawasan Perairan menjadi Daerah Penangkapan
Ikan. Makalah Pribadi Falsafah Sains (PPS 702) Sekolah Pasca Sarjana/S3
Institut pertanian Bogor. Bogor. 34hal
Okgerman. 2005. Biogeography and Conservation of Oxudercine Gobies (Gobidae:
Oxudercinae) in Lesser Sunda, Moluccas and Sulawesi. Skripsi: Institut
Pertanian Bogor.49 hal.
Rahardjo MF, Simanjuntak CPH. 2008. Hubungan panjang bobot dan faktor kondisi
ikan tetet, Johnius belangerii Cuvier (Pisces: Sciaenidae) di perairan pantai
Mayangan, Jawa Barat. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia,
15(2):135-140.

Rypel, A.L., and T.J. Richter. 2008. Emperical Percentile Standard Weight Equation
for the Blacktail Redhorse. North American Journal of Fisheries Management,
2 (8): 1843-1846
Saiful, A.A., La Sara & Ahmad M. 2013. Studi Biologi Reproduksi Ikan Kerapu
Sunu (Plectropomus areolatus) pada Musim Tangkap. Jurnal Mina Laut
Indonesia. Vol. 1 No. 1. Hal. 73-83. ISSN : 2303-3959.
Setiawan, H., Achmad, F. & Mohammad M.k. 2019. Analisis Hubungan Panjang
Berat Pada Ikan Hermaphrodit: Kerapu Sunu (Plectropomus leopardus) dan
Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus). Jurnal Biologi Tropis.
Setyobudiandi I, Sulistiono, Yulianda F, Kusmana C, Hariyadi S, Damar A,
Sembiring A, Bahtiar. 2009. Sampling dan analisis data perikanan dan
kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Sitepu, F. G. 2007. The Fecundity, Gonad, and Sex Reversal of Coral Trout,
Plectropomus leopardus from the Water of Spermonde Archipelago, South
Sulawesi. Journal of Biological Science, 17(2):100-107.
Sudarno., Asriyana., Arami, H. 2018. Hubungan Panjang-Bobot dan Faktor Kondisi
Ikan Baronang (Siganus sp.) di Perairan Tondonggeu Kecamatan Abeli Kota
Kendari. Jurnal Sains dan Inovasi Perikanan, 2(1): 30-39.
Sudirman, M.Y., dan Karim. 2008. Ikan Kerapu (Biologi, Eksploitasi, Manajemen
dan Budidayanya). Sulawesi Selatan
Tadjuddah, M., Budy, W., Ari, P. & Eko S.W. 2013. Parameter Biologi Ikan Kerapu
(Epinephelus sp.) Hasil Tangkapan di Perairan Taman Nasional Wakatobi,
Sulawesi Tenggara Indonesia. Marine Fisheries, 4(1): 11-21.
Tzikas Z, Ambrosiadis I, Soultos N, Georgakis S. 2007. Seasonal size distribution,
condition status and muscle yield of Mediterranean horse mackerel Trachurus
mediterraneus from the North Aegean Sea, Greece. Fish-eries Science,
73(2):453-462.
Weatherley, AH. 1972. Growth and ecology of fish population. Academic Press.
London.

Anda mungkin juga menyukai