Anda di halaman 1dari 11

Jurnal Manajemen Sumber Daya Perairan, .(.

):…-… e-ISNN 2503 4286 1

Variasi Makanan Ikan Sapu-Sapu (Pterygoplichthys sp.) di Perairan Sungai Konaweha Desa
Anggoro Kecamatan Wonggeduku Kabupaten Konawe

[Food Variations of Cattle Fish (Pterygoplichthys sp.) in Konaweha River Waters, Anggoro Village,
Wongeduku District, Konawe Regency]

Sintia Sasmita Said1, Romy Ketjulan2, dan Ermayanti Ishak2


1
Program Sarjana Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Halu Oleo
2
Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Halu Oleo

*Penulis Korespondensi; Sintiasasmita57@gmail.com

Abstrak

Ikan sapu-sapu (Pterygoplichthys sp.) merupakan jenis ikan yang sering ditemukan di sungai,
danau maupun rawa. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis variasi makanan ikan sapu-sapu
(Pterygoplichthys sp.) di Perairan Konaweha, Kecamatan Wonggeduku, Kabupaten Konawe.
Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan yaitu bulan April-Juni 2021. Lokasi penelitian di
Perairan Sungai Konaweha, Kecamatan Wonggeduku, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.
Pengambilan sampel ikan dilakukan secara purposive sampling yaitu teknik sampling yang dilakukan
dengan menentukan karakteristik tertentu. Hasil penelitian jenis makanan ikan sapu-sapu didominasi
oleh kelas Cyanobachteria dengan jenis Oscillatoria tenuis bernilai 15.22%, indeks bagian terbesar
(IBT) berdasarkan waktu didominasi oleh jenis kelamin jantan pada bulan Juli yaitu 52.14%,
selanjutnya ikan sapu-sapu berdasarkan ukuran pada ukuran besar memiliki nilai IBT 38.11%. RLG
berdasarkan waktu sampel terbanyak diperoleh pada bulan Mei, dengan jumlah sampel 60 ekor.
Kesimpulan dari penelitin ini yaitu Jenis makanan ikan sapu-sapu (Pterygoplichthys sp.) terdapat 14
jenis makanan yaitu kelompok dari kelas Bacillariophyceae Cyanobacteria Croococcaceae dan
Euglenophyta. Nilai panjang relatif usus ikan sapu-sapu yaitu >3 artinya ikan sapu-sapu
(Pterygoplichthys sp.) termasuk ikan golongan herbivora.

Kata kunci: ikan sapu-sapu, Sungai Konaweha, variasi makanan

Abstack

Sailfin catfish (Pterygoplichthys sp.) is a type of fish that is often found in rivers, lakes and
swamps. This study aims to analyze the food variation of the sailfin catfish ( Pterygoplichthys sp.) in
Konaweha Waters, Wongeduku District, Konawe Regency. This research was conducted for three
months April-June 2021. The research location is in the waters of the Konaweha River, Wongeduku
District, Konawe Regency, Southeast Sulawesi. Fish sampling was carried out by purposive sampling
is a sampling technique is done by datermining certain characteristics. The results of the research on
the type of sailfin catfish food were dominated by the Cyanobachteria class with the type Oscillatoria
tenuis valued at 15.22%, the largest portion index (IBT) based on time was dominated by male sex in
July, namely 52.14%, then the sailfin catfish based on size was large. has an IBT value of 38.11%.
The highest RLG based on the time of the sample was obtained in May, with a total sample of 60
individuals. The conclusion of this research is that the type of food for sailfin catfish
(Pterygoplichthys sp.) contains 14 types of food, namely the group from the Bacillariophyceae class,
Cyanobacteria, Croococcaceae and Euglenophyta. The value of the relative length of the sailfin
catfish intestines is >3 which means that the sailfin catfish (Pterygoplichthys sp.) belongs to the
herbivorous group of fish.
Keywords: Cattle fish, Konaweha River, food variety.
Pendahuluan
Jurnal Manajemen Sumber Daya Perairan, .(.):…-… e-ISNN 2503 4286 2

Sungai Konaweha merupakan sungai utama di daerah aliran sungai (DAS) Konaweha
dengan panjang 325,47 km yang melintasi tiga kabupaten dan satu kota madya di Provinsi
Sulawesi Tenggara. Salah satu ikan yang terdapat pada sungai Konaweha adalah ikan sapu-
sapu (Pterygoplichthys sp.) yang merupakan salah satu jenis ikan yang termasuk dalam
invasive species. Invasive species dapat menjadi kompetitor (persaingan) utama dengan ikan
lainnya dalam mencari makan di perairan tersebut. Keberadaan ikan sapu-sapu dapat
diketahui dari lubang-lubang yang terlihat dalam bentuk kumpulan di sepanjang lereng
pinggir sungai. Lubang tersebut berfungsi sebagai tempat peletakkan telur ikan (Elfidasari et
al., 2016).
Pterygoplichthys sp. merupakan jenis ikan yang berasal dari sungai Amazon di
Amerika Selatan. Saat ini keberadaannya sudah tersebar di beberapa negara di dunia. Spesies
ikan sapu-sapu di Indonesia sudah tidak asing lagi, ikan ini sering dimanfaatkan sebagai
pembersih kaca akuarium oleh para pembudidaya ikan. Adapula yang telah
mengembangbiakkan dengan warna-warna yang lebih menarik seperti putih albino dan
kuning oranye (Wahyudewantoro, 2018).
Ikan sapu-sapu mampu hidup pada perairan tercemar serta perairan yang kandungan
oksigen terlarutnya rendah. Ikan sapu-sapu merupakan hewan pemakan alga atau sisa-sisa
pakan, sehingga sebagian besar masyarakat memanfaatkan ikan tersebut hanya sebagai
pembersih akuarium (Pinem et al., 2015).
Salah satu faktor pengendali penting dalam hal distribusi ikan di suatu perairan adalah
ketersediaan makanan. Suatu organisme dapat tumbuh serta berkembang karena adanya
energi yang berasal dari makanan tersebut. Di alam, terdapat berbagai jenis makanan yang
tersedia bagi ikan serta telah menyesuaikan diri dengan tipe makanan khusus dan telah
dikelompokkan sesuai dengan cara makanannya (Effendie, 2002).
Faktor makanan yang berhubungan distribusi ikan di perairan adalah jumlah dan
kualitas makanan yang tersedia, ketersediaan makanan, dan lama masa pengambilan serta
cara makan ikan tersebut. Jenis-jenis makanan yang dimakan suatu spesies ikan biasanya
tergantung pada kesukaan terhadap jenis makanan tertentu. Kebiasaan makan pada ikan
meliputi jenis kuantitas, dan kualitas makanan yang dimakan oleh ikan (Berlian et al., 2015).

Tujuan dan Manfaat

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis variasi makanan ikan sapu-sapu


(Pterygoplichthys sp.) di Perairan Konaweha, Kecamatan Wonggeduku, Kabupaten Konawe.
Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi atau pengetahuan yang
berkaitan dengan pengelompokkan ikan sapu-sapu berdasarkan variasi makanannya
khususnya yang berada di Perairan Konaweha.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan yaitu pada bulan April-Juni 2021.
Lokasi penelitian di Perairan Sungai Konaweha, Kecamatan Wonggeduku, Kabupaten
Konawe, Sulawesi Tenggara. Sampel ikan tersebut akan dianalisis di Laboratorium Pengujian
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo, Kendari.
Penentuan stasiun penelitian diawali dengan melakukan studi lapangan dilokasi
penelitian. Penentuan stasiun menggunakan teknik purposive sampling dengan didasarkan
pada karakteristik habitat yang berbeda sesuai dengan tujuan peneliti. Penempatan stasiun
penelitian ini didasarkan pada karakteristik habitat yang berbeda. Pengambilan ikan sapu-
sapu dilakukan pada 3 bagian perairan di Sungai Konaweha 1). Titik koordinat
3o59’35.65”LS dan 122o 10’50.71”BT. 2).
Jurnal Manajemen Sumber Daya Perairan, .(.):…-… e-ISNN 2503 4286 3

Titik koordinat  o59’39.59”LS dan  122o10”55.60”BT. 3). Titik koordinat 3o59’44.54”LS dan


122o10’47.88”BT.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian


(Google Earth Pro, 2021)
Pengambilan sampel ikan dilakukan secara purposive sampling yaitu teknik sampling
dengan menentukan karakteristik habitat tertentu. Pengambilan sampel ikan dilakukan setiap
sebulan sekali selama 3 bulan dan dilakukan pada 3 stasiun dengan menggunakan 3 unit alat
tangkap dengan ukuran mata jaring 1 inci 2 inci dan 3 inci. Metode pengukuran panjang ikan
dilakukan dengan mengukur ujung terdepan bagian kepala sampai ke ujung sirip ekor yang
paling belakang menggunakan mistar berskala dengan ketelitian 1 mm serta menimbang berat
ikan menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0,01 g. Setelah itu, ikan dibedah lalu
diambil lambung dan ususnya dan dimasukkan ke dalam wadah sampel yang berisi formalin
4% yang telah diberi label.

1. Kelas Ukuran
Kelas ukuran panjang ikan dihitung dengan menggunakan persamaan (Walpole, 1995
in Rizal & Jaliadi, 2017) :
Nmax−Nmin
i= ……………………..(1)
K
Keterangan :
N = Jumlah sampel
i = Selang kelas
Nmax = Nilai terbesar
Nmin = Nilai terkecil

Selanjutnya untuk memperoleh jumlah kelas dapat menggunakan rumus sebagai


berikut:
K = 1+3.3 Log N……………………….(2)
Keterangan:
K = Jumlah kelas
1+ 3.3 = Konstanta
Log N = Nilai keseluruhan

2. Analisis Isi Lambung


Jurnal Manajemen Sumber Daya Perairan, .(.):…-… e-ISNN 2503 4286 4

Komposisi dan penentuan makanan utama ikan sapu-sapu diketahui dengan


menganalisis isi lambung Indeks Bagian Terbesar yang mengacu pada Natarajan & Jhingran
(1961) in Soni & Ujjania (2018):
Vi x Oi
IBT =
∑ (Vi X Oi) X 100……………… (3)
Keterangan:
IBT  = Indeks Bagian Terbesar (index of preponderance)
Vi = Persen volume satu jenis makanan
Oi = Persen frekuensi kejadian satu jenis makanan
∑ (Vi X Oi) = Jumlah Vi x Oi dari semua jenis makanan
3. Analisis Panjang Relatif Usus
Panjang relatif usus ikan dapat diketahui dari perbandingan antara panjang usus ikan
dan panjang total tubuh ikan. Setelah didapatkan panjang usus, maka dihitung panjang relatif
usus (Relative Length of Gut atau RLG) menggunakan rumus sebagai berikut (Zaliani et al.,
2016).

GL
RLG = ……………………….. (4)
TL

Keterangan:
RLG = Panjang relatif usus (cm)
GL = Panjang usus ikan (cm)
Tl = Panjang total tubuh ikan (cm)

Hasil

1. Kelas ukuran

Berdasarkan kelas ukuran yang diperoleh selama penelitian terdapat 9 (sembilan)

kelas ukuran yang dimana ukuran yang banyak ditemukan didominasi oleh ikan ukuran kecil

(16.00-25.20 cm) dengan jumlah individu 40 ekor, sedangkan ukuran yang terendah yaitu

ukuran besar (34.42-43-62 cm) dengan jumlah individu 5 ekor. Kelas ukuran ikan sapu-sapu

selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.


Jurnal Manajemen Sumber Daya Perairan, .(.):…-… e-ISNN 2503 4286 5

40 N = 150
30

Frekuensi
20
10
0
16- 19.07- 22.14- 25.21- 28.28- 31.35- 34.42- 37.49- 40.56-
19.06 22.13 25.20 28.27 31.34 34.41 37-48 40.55 43.62

Kelas Ukuran

Gambar 2. Kelas ukuran ikan sapu-sapu selama penelitian

2. Analisis Isi Lambung


Hasil analisis Indeks Bagian Terbesar ikan sapu-sapu berdasarkan waktu pengambilan
sampel. Ikan betina, makanan yang dominan yaitu synedra ulna dengan presentase masing-
masing nilai 31.06 bulan Mei, 33.35 bulan Juni, sedangkan bulan Juli presentase makanan
dominan yaitu Oscillatoria tenuis bernilai 34.88. Ikan jantan, makanan dominan yaitu jenis
Oscillatoria tenuis di bulan Mei bernilai 40.64, bulan Juni 25.42, serta bulan Juli makanan
mendominasi yaitu Navicula sp. bernilai 52.14.

Tabel 2. IBT Ikan Sapu-sapu berdasarkan Waktu


Kelompok Betina Jantan
Spesies
Makanan Mei Juni Juli Mei Juni Juli
Bacillariophyceae Melosira sp. 0 0 0 3.15 4.65 1.95
Synedra ulna 31.06 33.35 1.42 1.23 34.95 6.51
Synedra acus 0 11.39 0 0 0 2.04
Synedra sp. 12.56 0 0 0 0 0
Cymbella sp. 5.65 0 3.96 5.00 0.76 0
Navicula sp. 1.31 0 0 3.15 0 52.14
S. costatum 1.21 11.90 0 1.79 2.72 1.95
Oscillatoria tenuis 12.25 16.68 34.88 40.64 25.42 1.47
Cyanobacteria Lyngbya sp. 13.01 1.93 5.19 1.96 2.98 3.73
Anabaena sp. 3.10 0 0 2.36 2.33 1.30
Croococcaceae Oscillatoria sp. 0 6.61 11.87 8.19 7.41 12.28
Spirulina sp. 5.35 0 5.32 3.23 3.80 2.04
Gleocapsa sp. 6.25 4.50 11.69 9.69 2.41 0
Euglenophyta Euglena sp. 5.14 0.53 0 0.23 0.85 0
MTT 3.10 13.12 25.66 19.38 11.71 14.60
Total 100 100 100 100 100 100

3. Indeks Bagian Terbesar (IBT) Ikan Sapu-sapu berdasarkan Ukuran


Hasil analisis indeks bagian terbesar ikan sapu-sapu berdasarkan ukuran yaitu ikan
ukuran kecil memiliki nilai IBT 21.01, pada ukuran sedang memiliki nilai IBT 22.97
Jurnal Manajemen Sumber Daya Perairan, .(.):…-… e-ISNN 2503 4286 6

sedangkan pada ukuran besar memiliki nilai IBT 38.11. Kelompok makanan yang
mendominasi pada setiap ukuran ikan sapu-sapu yaitu dari kelas Bacillariophyceae.

Tabel 3. Indeks Bagian Terbesar Ikan Sapu-Sapu


Ukuran
Kelompok Makanan Spesies
Kecil Sedang Besar
(16.00- 25.20) (25.21-34-41) (34.42-43.62)
Bacillariophyceae Melosira sp. 1.40 0.31 4.39
Synedra ulna 21.01 22.59 14.07
Synedra acus 2.98 0.72 0.86
Synedra sp. 2.92 0 0
Cymbella sp. 0.33 0.53 6.47
Navicula sp. 0 22.97 1.83
S.costatum 4.48 3.76 1.46
Cyanobacteria O.tenuis 18.01 22.52 38.11
Lyngbya sp. 3.30 3.53 3.11
Anabaena sp. 0.55 2.99 0
S. costatum 4.48 3.76 1.46
Oscillatoria
Croococcaceae sp. 10.72 2.09 8.88
Spirulina sp. 4.48 2.92 1.78
Gleocapsa sp. 12.49 4.30 1.02
Euglenophyta Euglena sp. 0.33 2.14 0.14
MTT 17.02 8.61 17.86
Total 100 100 100

3. Analisis Relative length of gut (RLG) berdasarkan Bulan


Hasil analisis RLG berdasarkan waktu pada bulan Mei, dengan jumlah sampel 60
ekor, bulan Juni berjumlah 52 ekor, sedangkan bulan Juli berjumlah 38 ekor. Hasil panjang
relatif usus ikan sapu-sapu berdasarkan waktu pengamatan dapat disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Panjang Relatif Usus Ikan Sapu-sapu berdasarkan Waktu Pengamatan.


Jumlah Panjang Relatif Usus (cm) Rata-rata
Bulan Individu
(ekor) Betina Jantan Betina Jantan
Mei 60 8.83−18.52 6.89−21.63 13.18 12.82
Juni 52 12.44−17.68 9.92−17.85 14.39 14.92
Juli 38 9.92−17.85 7.74−94.4 12.37 14.18
a. Jenis Makanan

Berdasarkan hasil analisis laboratorium jenis makanan yang diperoleh selama


penelitian pada lambung ikan sapu-sapu (Pterygoplichthys sp.) terdapat 4 (empat) kelas
kelompok makanan yaitu Bacillariopyceae, Cyanobachteria, Croococcaceae, Euglenophyta,
serta makanan tidak teridentifikasi (MTT). Jenis makanan yang banyak ditemukan selama
penelitian yaitu kelompok fitoplankton dari kelas Bacillariopyceae. Hal ini diduga karena
jenis makanan dari kelas Bacillariopyceae memiliki kemampuan dalam menyesuaikan diri
Jurnal Manajemen Sumber Daya Perairan, .(.):…-… e-ISNN 2503 4286 7

terhadap lingkungan perairan dibanding kelompok makanan yang lainnya. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Samsidar et al. (2013), yang menyatakan bahwa fitoplankton dari kelas
Bacillariopyceae (46-60%) mendominasi pada perairan tawar karena memiliki kemampuan
menyesuaikan diri dengan baik pada lingkungan serta berkembang biak dengan cepat.
Bacillariopyceae juga banyak ditemukan pada perairan tawar karena mampu bertahan
terhadap perubahan lingkungan. Hal ini didukung oleh pernyataan Harmoko et al. (2018),
menyatakan bahwa Bacillariopyceae mampu beradaptasi terhadap arus yang kuat karena
memiliki sitoplasma yang dapat mengeluarkan cairan perekat untuk menempel pada substrat.
Pembudi et al. (2016) juga menyatakan bahwa Bacillariopyceae adalah kelompok alga yang
memiliki toleransi yang tinggi serta dapat beradaptasi terhadap perubahan lingkungan
perairan.
Hasil analisis persentase frekuensi jenis makanan pada ikan sapu-sapu didominasi
oleh jenis Oscillatoria tenuis dari kelas Cyanobacteria. Hal ini diduga karena kelompok dari
jenis ini memiliki peranan penting terhadap suatu perairan. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Prihantini et al. (2008) bahwa Cyanobacteria merupakan kelompok alga prokariotik yang
berperan sebagai produsen serta penghasil senyawa nitrogen di suatu perairan. Oscillatoria
sp. mendominasi, diduga jenis ini memiliki kemampuan bertahan hidup dalam kisaran yang
tinggi terhadap lingkungan perairan. Hal ini didukung oleh pernyataan Zulkifli et al. (2009)
bahwa Oscillatoria merupakan salah satu jenis alga yang mempunyai kemampuan toleransi
tinggi terhadap habitatnya.
Hasil analisis jenis makanan pada lambung ikan sapu-sapu terdapat perbedaan yang
mendominasi pada setiap bulan. Bulan Mei, makanan yang mendominasi yaitu jenis O. tenuis
bernilai 19.20%, bulan Juni makanan yang mendominasi yaitu S. ulna bernilai 21.62%
sedangkan bulan Juli makanan yang mendominasi yaitu jenis Navicula sp. bernilai 22.1%.
Jenis makanan seperti S. ulna dan Navicula sp. mendominasi diduga karena lebih mudah
beradaptasi terhadap lingkungannya. Menurut Harmoko et al. (2017) bahwa S. ulna dan
Navicula sp. memiliki distribusi yang luas meliputi air laut maupun air tawar dan tanah yang
lembab serta mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan perairan. Navicula sp. juga
termasuk kedalam spesies yang memiliki adapatasi yang tinggi serta termasuk diatom bentik
dengan kemampuan untuk menenpel pada substrat dibawah permukaaan air (Andriansyah et
al., 2014).
Makanan yang diperoleh setiap bulan, memiliki perbedaan jenis yang mendominasi.
Perbedaan makanan ikan dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti habitat tempat ikan
itu mencari makan, musim, ukuran makanan, serta kesukaan terhadap jenis makanan ikan
tersebut (Effendie, 2002).
Variasi makanan ikan sapu-sapu pada jenis kelamin betina, makanan yang
mendominasi terdapat pada kelas Cyanobachteria khusus nya jenis makanan Oscillatoria
tenuis dengan nilai 18.20%. Sedangkan pada jenis kelamin jantan, makanan yang
mendominasi yaitu jenis S. ulna dengan nilai 14.36%. Kebutuhan makanan pada ikan sapu-
sapu jenis kelamin betina lebih besar dibandingkan dengan ikan sapu-sapu jenis kelamin
jantan. Pernyataan ini didukung oleh penelitian Dewi et al. (2020), menyatakan bahwa
kebutuhan makanan ikan sapu-sapu betina lebih besar dari pada ikan sapu-sapu jantan, hal ini
diduga karena ikan sapu-sapu betina membutuhkan lebih banyak nutrisi untuk perkembangan
gonadnya.

a. Indeks Bagian Terbesar (IBT)


Nilai IBT ikan sapu-sapu pada jenis kelamin betina dan jantan memiliki jenis
makanan yang berbeda. Jenis kelamin betina, makanan tertinggi pada bulan Juli yaitu jenis O.
tenuis dengan hasil IBT 34.88%, sedangkan jantan tertinggi yaitu Navicula sp. dengan hasil
IBT 52.14% makanan utama selama pengamatan yaitu dari kelas Bacillariophyceae. Hal ini
Jurnal Manajemen Sumber Daya Perairan, .(.):…-… e-ISNN 2503 4286 8

didukung oleh pernyataan Elfidasari et al. (2020), bahwa Bacillariophyceae merupakan


makanan utama dari P. pardalis karena habitatnya yang hidup pada dasar perairan sehingga
mendukung karakteristik atau bentuk mulut pada ikan sapu-sapu. Menurut pernyataan Tresna
et al. (2012) bahwa ikan sapu-sapu memanfaatkan fitoplankton sebagai makanan utama
(56,39%), zooplankton sebagai makanan pelengkap (36,94%) serta detritus sebagai makanan
tambahan (6,67%).
Nilai IBT ikan sapu-sapu berdasarkan panjang total tubuh yaitu pada ukuran kecil
dengan kisaran ukuran 16.00-25.20 cm, jenis makanan yang mendominasi yaitu S. ulna
dengan nilai IBT 21.01%, sedangkan ikan ukuran sedang dengan kisaran ukuran 25.21-34-41
cm, jenis makanan yaitu Navicula sp. dengan IBT 22.97%, dan ikan ukuran besar dengan
kisaran ukuran 34.42-43.62 cm. Hal ini sesuai dengan penelitian Dewi et al. (2020) bahwa
ukuran panjang tubuh ikan sapu-sapu pada ukuran kecil berkisar 17.7-24.7 cm, sedangkan
ukuran sedang berkisar 24.8-31.8 cm dan ukuran besar berkisar 31.9-38.9 cm. jenis makanan
yang mendominasi yaitu O. tenuis dengan nilai IBT 38.11%. Sedangkan menurut Elfidasari
(2016), bahwa ukuran panjang tubuh ikan sapu-sapu mencapai ukuran 40 cm atau lebih.
Perbedaan jenis makanan yang mendominasi pada setiap ukuran panjang tubuh ikan sapu-
sapu terdapat jenis makanan yang berbeda. Hal ini diduga karena ikan tersebut mengalami
perubahan makanan seiring dengan bertambahnya ukuran tubuh. Pernyataan tersebut sesuai
dengan penelitian Asriyana et al. (2014) bahwa adanya perbedaan jenis makanan sejalan
dengan bertambahnya ukuran tubuh. Terdapat perbedaan jenis makanan ikan sapu-sapu
berdasarkan ukuran panjang total tubuh. Ikan yang berukuran kecil, sedang dan besar tidak
selalu menyukai jenis makanan yang sama. Jenis makanan yang dimakan oleh ikan
tergantung ketersediaan jenis makanan di alam (Welcomme, 2001). Umumnya ikan akan
menyesuaikan jenis makanan dengan ukuran bukaan mulutnya, pada ikan yang berukuran
besar cenderung mengambil makanan yang lebih banyak (Sulistiono et al., 2009).

b. Panjang Relatif Usus (RLG)


Pengukuran panjang relatif usus (RLG) pada ikan merupakan salah satu metode yang
digunakan untuk membedakan ikan berdasarkan jenis makanannya yang dilakukan dengan
cara menghitung rata-rata panjang total tubuh dan panjang usus masing-masing ikan.
Berdasarkan panjang usus ikan yang diperoleh selama penelitian memiliki nilai diatas 3, yang
dimana ikan sapu-sapu tergolong ikan herbivora. Menurut Zuliani et al. (2016) bahwa nilai
kategori ikan sapu-sapu yang tergolong lebih dari tiga (>3) menunjukkan ikan tersebut
termasuk kategori ikan herbivora. Panjang usus dapat dipengaruhi oleh jenis makanan ikan
dilihat dari adanya hubungan langsung antara jenis makanan dengan panjang usus (Delariva
& Agostinho, 2001).
Hasil analisis panjang relatif usus (RLG) berdasarkan ukuran panjang total tubuh ikan
memiliki kelas ukuran yang tertinggi yaitu 37.49-40.55 cm dengan nilai RLG 296-597 cm.
Usus ikan sapu-sapu (Pterygoplichthys sp.) menunjukan adanya adaptasi yang kuat terhadap
jenis makanan yang dimakannya. Makanan ikan sapu-sapu fragmen tubuhan, alga dan
detritus. Alga dan detritus sulit dicerna dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Proses
pencernaan membutuhkan area yang luas untuk penyerapan, hal tersebut yang menyebabkan
usus ikan sapu-sapu sangat panjang (Samat, 2016).
Ikan sapu-sapu membutuhkan lingkungan perairan tertentu untuk bertahan hidup serta
pertumbuhan. Perairan sungai Konaweha memiliki kedalaman yang berbeda dengan kriteria
substrat belumpur. Hal ini didukung oleh pernyataan Hossain et al. (2018) bahwa kondisi
perairan ikan sapu-sapu dicirikan perairan yang dangkal, substrat berupa lumpur, serta
memiliki kecepatan arus yang lambat. merupakan salah satu parameter fisika yang
berpengaruh terhadap organisme dan menjadi salah satu ciri dari sungai. Hasil pengamatan
arus yang diperoleh pada sungai konaweha yaitu berkisar antara 0,02-0,09 m/detik. Hal ini
Jurnal Manajemen Sumber Daya Perairan, .(.):…-… e-ISNN 2503 4286 9

menunjukan arus pada sungai Konaweha tergolong lambat. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Hossain et al. (2018) bahwa di sungai, ikan sapu-sapu mendiami habitat yang perairan
dangkal memiliki arus lambat, dasar perairan yang landai atau berbatu.
Suhu yang diperoleh selama penelitian pada sungai Konaweha yaitu bekisar antara
29,5 ºC-33ºC. Hal ini menunjukkan bahwa suhu perairan di sungai Konaweha tergolong
sedang. Kualitas suhu ikan sapu-sapu memiliki suhu rentang yang lebih hangat antara 21-29
º
C (Nico et al., 2012).
Menurut Gibss et al. (2013) bahwa aliran air pada musim panas dapat memengaruhi
populasi ikan sapu-sapu menjadi lebih tinggi dengan menempati habitat pemijahan tetapi,
aliran air pada musim dingin, kemungkinan membatasi persediaan makanan alga serta
keberhasilan reproduksi ikan.
Derajat keasaman (pH) merupakan nilai untuk mengetahui tingkat keasamaan atau
kebasaan suatu perairan. Hasil pengukuran pH yang diperoleh pada sungai Konaweha yaitu
pH 6-7. Menurut Aksari (2015), bahwa ikan sapu-sapu dapat hidup secara optimal pada
perairan tropis dengan kisaran pH 7-7,5. Sedangkan pada nilai oksigen yang diperoleh selama
penelitian berkisar antara 1,9-5,7 mg/l.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut:


1. Jenis makanan ikan sapu-sapu (Pterygoplichthys sp.) terdapat 14 jenis makanan yaitu
kelompok dari kelas Bacillariophyceae yang merupakan alga bersifat uniseluler (diatom)
serta penyusun fitoplankton, alga hijau biru dari kelas Cyanobacteria serta alga hijau dari
kelas Croococcaceae dan Euglenophyta. Kelompok jenis makanan yang banyak dimakan
ikan sapu-sapu adalah dari kelompok kelas Bacillariophyceae sebanyak 7 jenis didominasi
oleh Synedra ulna.
2. Jenis makanan yang banyak dimakan ikan sapu-sapu berdasarkan hasil pengamatan yaitu
jenis Oscillatoria tenuis dari kelas Cyanobacteria.
3. Berdasarkan nilai RLG yang diperoleh selama pengamatan ikan sapu-sapu
(Pterygoplichthys sp.) tergolong ikan herbivora.

Daftar Pustaka

Aksari, D. Y. Perwitasari. D. Butet. A.N. (2015). Kandungan Logam Berat (Cd, Hg, dan Pb)
pada Ikan Sapu-Sapu, Pterygoplichthys Pardalis (Castelnau, 1855) di Sungai
Ciliwung. Jurnal Iktiologi Indonesia. 15 (3) : 257-266.
Andriansyah, T. R. S., Irwan, L. (2014). Kualtias Perairan Kanal Sungai Jawi di Sungai Raya
dalam Kota Pontianak ditanjau dari Struktur Komunitas Mikroalga Perivitik.
Jurnal Probiont. 3(1) : 61-70.
Berlian, Z., Aini, F., Aliah, D. (2015). Pengharuh Pemberian Pakan Tambahan dari
Kombinasi Tepung Cacing Tanah dan Tepung Ampas Tahu Terhadap
Pertumbuhan Ikan Betok (Anabas Testudinesus). Jurnal Biota. 1 (1) :16-17.
Dewi, M., Swarni., Sarifuddin, B. A. O. (2020). Kebiasaan Makan Ikan Sapu-sapu
Pterygoplichtys Multiradiatus Hancock 1828. di Perairan Danau Sidenreng
Kabupaten Sidenreng Rappang. Sulawesi Selatan. Jurnal Kelautan dan
Perikanan. 255-266.
Delariva, R. L., Agostinho, A. A. (2001). Relationship Between Morphology Ndiets of Six
Neotropical Fishes. J Fish Biol. 58 : 832-847.
Jurnal Manajemen Sumber Daya Perairan, .(.):…-… e-ISNN 2503 4286
10

Effendie, M. I. (2002). Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta.


Elfidasari, D., Wijayanti, F., Sholihah, A. (2020).Trophic Level and Position of
Pterygoplichthys pardalis in Ciliwung River (Jakarta, Indonesia) Ecpsystem
Based on the Gut Content Analysis. Biodiversitas. 21(6).
Elfidasari. D., Dinul. F. Q., Rini. M. F., Lindiawati. R. P. (2016). Variasi Ikan Sapu-Sapu
(Loricariidae) Berdasarkan Karakter Morfologi di Perairan Ciliwung. Jurnal
Al_Azhar Indonesia Seri Sains dan Teknologi. 3 (4):221-225.
Gibbs, M. A., Kurth B.N., dan Bridges C.D. (2013). Age and Growth of The Laricariid
Catfish Pterygoplichthys Disjunctivus in Volusia Blue Spring, Florida. Aquat.
Invasions. 8. 207-218.
Harmoko., Krisnawati, Y. (2018). Keanekaragaman Mikroalga Divisi Cyianobacteria di
Danau Aur Kabupaten Musi Rawas. Jurnal Biodjati. 3(1) :8-14.
Hossain, M. Y., Vadas, R,L., Ruiz-Caruz, R., Galib, S, M. (2018). Amazon Sailfin Catfish
Pterygoplichthys pardalis (Loricariidae) in Bangladesh: A Critical Review of Its
Invasive Threat to Native and Endemic Aquatic Species. Fishes. 3(4): 88-96.
Nico, L. G., Butt, P. L., Johnston, G.R., Jelks, H. L., Kail, M., Walsh, S. J. (2012). Discovery
of South American Suckermounth Amored Catfish (Loricariidae Pterygoplichthys
spp.) in the Santa Fe Rifer drainage, Suwannee River Basi, USA. Bioinv Rec. 1
(3) : 179-200.
Pembudi, A., Taufik, W. P., Nita., Basma. (2016). Keanekaragaman Fitoplankton Sungai
Ciliwung Pasca Kegiatan Bersih Ciliwung. Al-Azhar Indonesia Seri Sains dan
Teknologi. 3(4) : 204-211.
Prihantini, N. B., Wardana, W., Hendrayanti, D., Widyawan, A., Apriyani, Y., Rianto, R.
(2008). Biodervitas Cyanobacteria dari Beberapa Situ/Danau di Kawasan Jakarta-
Depok-Bogor, Indonesia. Jurnal Makara Sains. 12(1) : 44-54.
Salmin. (2005). Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) Sebagai
Salah Satu Indikator untuk Menentukan Kualitas Perairan. Oseana. 30(3): 21-26
Samat, A. (2016). Dietary Analysis of an Introduced Fish. Pterygoplichthys pardalis From
Sungai Langat, Selangor, Penin Sular Malaysia. the Malayan Nature Journal.
68(1) : 241-246.
Samsidar., Kasim, M., Salwiyah. (2013). Struktur Komunitas dan Distribusi Fitoplankton di
Rawa Aopa Kecamatan Angata Kabupaten Selatan. Jurnal Mina Laut Indonesia.
2(6) : 109-119.
Soni Nandita., Ujjania. N. C. (2018). Gut contents Analysis and Preponderance Index based
Study on Feeding Habit of Cirrhinus mrigala from Ukai Dam. Journal of
Fisheries and Life Sciences. 3 (1) : 19-21 pp.
Sulistiono., Citra S., dan Muniarti B. (2009). Kebiasaan Makanan Ikan Lidah (Cynoglossus
lingua) di Perairan Ujung Pangkah, Gresik, Jawa Timur. Jurnal Ilmu Pertanian
Indonesia. 4(1) : 184-193.
Tresna, L. K, Yayat D., Titin H. (2012). Kebiasaan Makanan dan Luas Relung Ikan di Hulu
Sungai Cimanuk Kabupaten Garut, Jawa Barat. Jurnal Perikanan dan Kelautan.
3(3) : 163-174.
Tisasari, M., Deni, E., dan Chaidir, P. P. 2016 Stomach Content Analysis of Pterygoplichthys
pardalis from the Air Hitam River, Payung Sekaki Distric, Riau Province. Jom
Faperika Unri, 3(1) : 1-14.
Wahyudewantoro, G. (2018). Sapu-sapu (Pterygoplichthys spp.) Ikan Pembersih Kaca Yang
Bersifat Invasif di Indonesia. Warta Iktiologi. 2(2) : 22-28.
Welcomme, R. L. (2001). Inland Fishies, Ecology and Management. Lowa USA. Blackwell
Science Company.
Jurnal Manajemen Sumber Daya Perairan, .(.):…-… e-ISNN 2503 4286
11

Zuliani, Z. Z. A., Muchlisin., N. Nurfadillah. (2016). Kebiasaan Makanan dan Hubungan


Panjang Berat Ikan Julung-julung (Dermogenys sp.) di Sungai Alur Hitam
Kecamatan Bendaharra Kabupaten Aceh Tamiang. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Kelautan dan Perikanan. 1 (1): 12-14.
Zulius, A. (2017). Rancang Bangun Monitoring pH Air Menggunakan Soil Moisture Sensor
di SMKN 1 Tebing Tinggi Kabupaten Empat Lawang. Jusikom. 2(1): 37-43.

Anda mungkin juga menyukai