Anda di halaman 1dari 74

REALITAS SOSIAL DALAM CERPEN MADAME BAPTISTE, LA

PARURE DAN LE PAPA DE SIMON KARYA GUY DE


MAUPASSANT

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Ujian guna Memperoleh Gelar


Sarjana Sastra (S.S.) pada Program Studi Sastra Prancis Jurusan Bahasa
dan Sastra Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo

OLEH
VEBY ANATASYA
N1D418015

PROGRAM STUDI SASTRA PRANCIS


JURUSAN BAHASA DAN SASTRA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022
HALAMAN PERSETUJUAN

Telah selesai diperiksa dan disetujui oleh dosen pembimbing untuk

dipertahankan di hadapan Panitia Ujian Seminar Skripsi pada Program Studi Sastra

Prancis Jurusan Bahasa dan Sastra Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo.

Judul Penelitian : Realitas sosial dalam cerpen Madame Baptiste, La Parure


dan Le Papa de Simon karya Guy de Maupassant

Nama Mahasiswa : Veby Anatasya

Stambuk : N1D418015

Kendari, Januari 2023

Menyetujui:
Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Rasiah, S.Pd., M.Hum. Samsul, S.Pd., M.Hum.


NIP 19800906 201001 2 020 NIP 19800510 201404 2 001

Mengetahui,
Ketua Jurusan Ketua Program Studi
Bahasa dan Sastra, Sastra Prancis,

Dr. Lilik Rita Lindayani, S.Pd., M.Hum. Samsul, S.Pd., M.Hum.


NIP 19730728 200801 2 009 NIP 19800510 201404 2 001

2
ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan realitas sosial dalam cerpen


Madame Baptiste, La Parure dan Le Papa de Simon karya Guy de Maupassant dengan
menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Penelitian ini merupakan jenis penelitian
kepustakaan dengan metode deskriptif kualitatif. Adapun data dalam penelitian ini
adalah teks cerpen Madame Baptiste, La Parure dan Le Papa de Simon yang muncul
dalam kata-kata dan kalimat-kalimat yang menggambarkan realitas sosial pada cerpen
tersebut. Teknik pengumpulan data diperoleh dengan teknik membaca, mencatat dan
mengidentifikasi dan mengklarifikasi. Analisis data dilakukan dengan menggunakan
pendekatan sosiologi sastra dengan mendeskripsikan realitas sosial dalam cerpen
Madame Baptiste, La Parure dan Le Papa de Simon karya Guy de Maupassant. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa realitas sosial yang direfleksikan dalam cerpen
Madame Baptiste melalui tahap pelecehan seksual dan ketidakadilan. Pada cerpen La
Parure penelitian ini menunjukkan realitas sosial meliputi tahap konflik, perilaku
menyimpang dan faktor ekonomi. Pada cerpen Le Papa de Simon penelitian ini
menunjukkan realitas sosial yang meliputi tahap kesenjangan sosial.

Kata kunci: Realitas Sosial, Sosiologi Sastra, Madame Baptiste, La Parure, Le Papa
De Simon.

3
ABSTRAITE
Cette étude vise à décrire la réalité sociale dans les nouvelles Madame Baptiste,
La Parure et Le Papa de Simon de Guy de Maupassant en utilisant une approche
sociologique. Cette recherche est un type de recherche descriptive qualitative. Les
données de cette étude se présentent sous la forme des textes des nouvelles Madame
Baptiste, La Parure et Le Papa de Simon qui apparaissent dans des mots et des phrases
qui décrivent la réalité sociale dans la nouvelle. Les techniques de collecte de données
ont été obtenues en lisant, en enregistrant et en identifiant et en clarifiant les techniques.
L'analyse des données a été réalisée selon une approche de sociologie littéraire en
décrivant la réalité sociale dans les nouvelles de Madame Baptiste, La Parure et Le Papa
de Simon de Guy de Maupassant. Les résultats de cette étude indiquent que la réalité
sociale dans la nouvelle de Madame Baptiste passe par les étapes du harcèlement sexuel
et de l'injustice. Dans la nouvelle de La Parure, cette étude montre des réalités sociales
telles que les étapes du conflit, les comportements déviants et les facteurs économiques.
Dans la nouvelle du Le Papa de Simon, cette recherche montre la réalité sociale qui
comprend les étapes des inégalités sociales.
Mots de clé : Réalité Sociale, Sociologie De La Littérature, Madame Baptiste, La
Parure, Le Papa de Simon

4
KATA PENGANTAR

Assalamu ’alaikum warahatullahi wabarakayuh

Pertama-tama penulis mengucapkan syukur Allhamdulillah dan terima kasih

kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesempatan kepada

penulis untuk menyelesaikan sebuah penelitian karya ilmiah dengan judul Realitas

Sosial dalam Cerpen Madame Baptiste, La Parure dan Le Papa de Simon karya Guy de

Maupassant. Penelitian ini penulis susun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar sarjana sastra (S.S) pada Program Studi Sastra Prancis Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Halu Oleo.

Penulis menyadari selama penyusunan skripsi ini, penulis dihadapkan dengan

berbagai macam kendalan dan hambatan. Namun, berkat izin Allah swt, skripsi ini

dapat terselesaikan. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima

kasih kepada Ibu Dr. Rasiah, S.Pd., M.Hum., selaku pembimbing I dan Bapak

Samsul, S.Pd., M.Hum., selaku pembimbimh II yang dengan sabar telah memberikan

bimbingan, pemikiran dan saran yang sangat berguna bagi penulis dalam rangka

menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Teristimewa kepada Ayahanda La Habasia dan Ibunda Salfitamala yang telah

melahirkan, membersarkan, mencintai, menyayangi, sabar mendidik, memberikan

dukungan, mendoakan dan motivasi. teristimewa kepada La Tembaha dan Wa Lati

yang telah merawat, membersarkan, mencintai, menyayangi, memberikan dukungan,

mendoakan dan memotifasi, serta saudara dan keluarga penulis yang selalu mendoakan,

dan memberi semangat penulis sehingga bisa menyelesaikan skripsi ini.

5
Demikian pula kepada pihak yang telah memberikan bantuan, kritik dan saran.

Tanpa mengurangi rasa hormat dan penghargaan dengan segala kerendahan hati penulis

menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Muhammad Zamrun Firihu, S.Si., M.Si., M.Sc., selaku Rektor

Universitas Halu Oleo, Kendari.

2. Bapak Dr. Akhmad Marhadi, S.Sos., M.Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Halu Oleo, Kendari.

3. Ibu Dr. Lilik Rita Lindayani, S.Pd., M.Hum., selaku Ketua Jurusan Bahasa dan

Sastra Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo, Kendari.

4. Ibu Fina Amalia Masri, S.Pd., M.Hum., selaku Sekretaris Jurusan Bahasa dan Sastra

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo, Kendari.

5. Bapak Samsul, S.Pd., M.Hum., selaku Ketua Program Studi Sastra Prancis Jurusan

Bahasa dan Sastra Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo, Kendari.

6. Bapak Dr. H. Muh. Yazid A.R.G.I, Lc., M.Pd., selaku Kepala Laboratorium

Program Studi Sastra Prancis Jurusan Bahasa dan Sastra Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Halu Oleo, Kendari.

7. Ibu Dr. Rasiah, S.Pd., M.Hum., selaku pembimbing pertama dan bapak Samsul,

S.Pd., M.Hum., selaku pembimbing kedua yang telah banyak memberikan kritik dan

saran sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian ini.

8. Bapak Dr. La Ino, S.Pd., M.Hum., selaku ketua, bapak Arman, S.Pd., M.Hum.,

selaku sekertaris bapak Muarifuddin, S.Pd., M.A., ibu Nurmin Suryati, S.S.,

6
M.Hum., selaku dewan penguji yang telah telah banyak memberikan kritik, ide dan

saran sehingga saya dapat melaksanakan dan menyelesaikan penelitian ini.

9. Segenap Dosen yang telah dan pernah mengajar di Program Studi Sastra Prancis,

Aisyiah Aladawiah, S.Pd., M,Hum., Wiwid Nofa Suciaty, S.Pd., M.Ling.

10. Segenap Dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu

Oleo Prof. Dr. Ir. Usman Rianse, M.S., Dr. La Ino, S.Pd., M.Hum., Ibu Dr. Lilik

Rita Lindayani, S.Pd., M.Hum., Rahmawati Azi, S.Pd., M.A., Muarifuddin, S.Pd.,

M.A., La Janu, S.Sos., M.A., Raemon, S.Sos., M.A., Ali Mustopa, S.Pd.I., M.Pd.,

La Ode Marhini, S.Pd., M.Pd., Agus Supriatna, S.S., M.Hum., Dr, Maulid Taembo,

S.Pd., M.A.

11. Staf akademik Jurusan Bahasa dan Sastra, dan juga Program Studi Sastra Prancis

Jurusan Bahasa dan Sastra Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo, Kendari.

12. Waode Batia dan La Kari yang selalu memberikan dukungan dan motivasi kepada

saya untuk menyelesaikan penelitian ini.

13. Bripka Aliboni dan Briptu Titin Sri Lestari, S.Kep. yang selalu memberikan

dukungan dan motivasi kepada saya agar bisa menyelesaikan penelitian ini.

14. Sodara saya Regis Galang Saputra, Alafgan Saputra, Cahaya Fatiahturahma, Alim

Rahim, Zuhud Ramadan, Sofiana Putri dan Azkia yang telah memberikan

dukungan.

15. Teman-teman seperjuangan Littérature Française 2018 (Sastra Prancis Angkatan):

Damayanti, Sofiana Sadia, La Ode Sarif Krisbianto, Nanang Saputra, Lisda Tadisau,

7
Nanda Agustina.R, Wa Nuru Sariwati, Nining Hestini Saharu, Sisnorita, Alif Al

Ayyubi, Jeki Febrianto, Undu Pratama, Muhammad Nurhidayat, Ananda Navira,

Sisnorita, Dzyqri Magfirah yang telah banyak membantu dan memberi dukungan

kepada saya dalam menyelesaikan studi. Terimakasih sudah memberikan banyak

pengalaman bagi saya, selalu kompak meskipun banyak perbedaan. Terimakasih

atas semuanya saya cinta kalian.

16. Keluarga besar La Maruka Family yang senantiasa memberikan motivasi besar dan

dukungan serta dorongan.

17. Keluarga besar La Ndoasa Family yang senantiasa memberikan motivasi serta

dukungan.

18. Terkhusus orang special: Prada Muhamad Yusrin yang senantiasa memberikan

semangat, masukan, bantuan, dukungan dan dorongan kepada penulis.

19. Tim ELF ( Etudiants de La Littérature Française), angkatan 2016, 2017, 2018, 2019,

2020, 2021.

20. Sahabat dan kerabat yang luar biasa: Sitti Emelsa, Sitti Ikrawati, Marsela, La Ode

Sarif Krisbianto, Risko, Riski yang senantiasa memberikan bantuan, dorongan dan

motivasi.

21. Teman-teman seperjuangan sekolah SMAN 1 RAHA 2018 terima kasih untuk kerja

samanya, canda tawa, dan kenangan terindah selam sekolah.

22. Teman-teman KKN kelurahan Raha 1.

8
23. Serta semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih sekali

lagi atas dukungannya kepada penulis dalam meyelesaikan skripsi ini.

Semoga Allah SWT membalas segala budi baik dari semua pihak yang telah

membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini. Aamiin.

Akhir kata penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam tulisan

ini, oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun demi pwerbaikan tulisan

ini. Semoga segala bantuan yang diberikan mendapatkan imbalan dari Allah Swt. Amin.

Kendari, Januari 2023

Penulis

9
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN....................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN...........................................................................iii
ABSTRAK....................................................................................................... iii
ABSTRAITE................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR.................................................................................... v
DAFTAR ISI................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................. 5
1.4 Manfaat Penelitian........................................................................... 6

1.5 Batasan masalah.............................................................................. 6

1.6 Definisi Operasional........................................................................ 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 8

2.1 Penelitian Terdahulu......................................................................... 8

2.2 Landasan Teori.................................................................................. 10

2.2.1 Cerpen................................................................................... 10

2.2.2 Ciri-ciri Cerpen..................................................................... 12

2.2.3 Unsur Intrinsik Cerpen.......................................................... 12

2.2.4 Unsur Ekstrinsik Cerpen....................................................... 15

2.3 Sosiologi Sastra............................................................................ 15

2.3.1. Sosiologi…………………………………………………..

10
2.3.2 Sastra…………………………………………………………….

2.3.3 Ruang Lingkup Sosiologi Sastra........................................... 15


2.3.4 Sosiologi Sastra sebagai suatu Pendekatan........................... 20

2.3.5 Sosiologi Karya Sastra.......................................................... 21

2.4 Realitas Sosial...................................................................................... 23


2.4.1 Pengertian Realitas Sosial ................................................ 23
2.4.2 Realitas Sosial di Masyarakat ............................................. 25
2.5 Kerangka Pikir..................................................................................... 27

11
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 28
3.1 Jenis Penelitian.................................................................................... 28

3.2 Data dan Sumber Data Penelitian........................................................ 28

3.3 Teknik Pengumpulan Data.................................................................. 29

3.4 Teknik Analisis Data........................................................................... 29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................ 30

4.1 Hasil Penelitian.................................................................................... 30


4.1.1 Realitas Sosial Dalam Cerpen Madame Baptiste …………...
4.1.1.1 Pelcehan Seksual………………………......………
4.1.1.2 Ketidakadilan…………………………………….
4.1.2 Realitas Sosial Dalam Cerpen La Parure…………………...
4.1.2.1 Konflik……………………………………………
4.1.2.2. Perilaku Menyimpang……………….……………
4.1.2.3 Faktor Ekonomi………………………………….
4.1.3 Realitas Sosial Dalam Cerpen Le Papa de Simon……...…
4.1.3.1 Kesenjangan Sosial…………………..………….
4.2 Pembahasan......................................................................................... 52

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................... 54

5.1 Kesimpulan......................................................................................... 54
5.2 Saran................................................................................................... 54

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 56
LAMPIRAN.................................................................................................... 59

12
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berbicara sastra berarti berbicara realitas. Berbicara realitas karena sastra dan

kehidupnnya tidak dapat dipisahkan. Realitas bagi sastrawan hanyalah bahan

mentah. Ia hanyalah sumber pengambilan ilham dan untuk menjadi karya sastra

asli diperlukan pengolahan dala imajinasi sastrawan. Oleh karena itu, seorang

pengarang dalam menciptakan karya sastra bukan hanya sekedar memindahkan

apa yang disaksikan dalam kehidupan ke dalam tulisannya, melainkan dalam

penyampaiannya juga harus memberikan konstribusi dan tujuan serta penafsiran

mengenai kehidupan itu sendiri. Sehingga dapat dikatakan bahwa karya sastra

dapat dipakai pengarang untuk menuangkan segala persoalan kehidupan dalam

masyarakat. Karya sastra juga merupakan perwujudan dari hasil karya seni yang

dimediasi bahasa yang ditujukan untuk manusia. Karya sastra pun sebagai bentuk

kreativitas dalam bahasa yang elok, termasuk pengalaman batin pengarang dan

khayalan yang diperoleh dari pemahaman realitas sosial. Berbicara sastra adalah

berbicara realitas. Berbicara realitas karena sastra dan kehidupan tidak dapat

dipisahkan. Sehingga dapat dikatakan bahwa karya sastra dapat di pakai

pengarang untuk menuangkan segala persoalan kehidupan dalam masyarakat.

Sastra pada prinsipnya adalah lukisan pengarang mengenai masyarakat yang

merepresentasikan kehidupan sosialnya, sekaligus dirancang untuk dinikmati,

dipahami, dan juga digunakan. Di sisi lain sastra juga menyangkut persoalan-

persoalan dalam kehidupan manusia. Karya sastra dapat menggambarkan

penderitaan manusia, cinta, kebencian, kejahatan, serta semua hal yang diderita
oleh manusia (Esten, 1990: 8). Wujud pengungkapan ini merupakan persiapan

penulis untuk menjelaskan semua persepktif mengenai kehidupan sosial melalui

ungkapan penulis.

Sebagai sebuah karya sastra (fiksi) yang dapat mengangkat berbagai

persoalan kemanusiaan, kehidupan pengarang dapat mendalami bermacam

persoalan dengan sungguh-sungguh, dan kembali mengungkapkannya dalam

karya yang sesuai dengan pemikirannya. Oleh karena itu, karya sastra dapat

didefinisikan sebagai sebuah prosa dari sebuah cerita yang bersifat imajinatif,

namun pada umumnya logis serta terdapat validitas yang bersifat dramatis dalam

pengungkapannya (Altenbernd dan Lewis, dalam Nurgiyantoro, 2005: 2),

Damono (1977: 1) menggemukakan bahwa “sastra menampilkan

gambaran kehidupan dan kehidupan itu sendiri adalah kenyataan sosial”.

Pengertian ini menggambarkan bahwa kehidupan mencakup hubungan

antarmasyarakat, antarmasyarakat dengan orang-seorang, antarmanusia, dan

antarperistiwa yang terjadi dalam batin seseorang. Sedangkan sastra berasal dari

peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam batin seseorang yang merupakan cerminan

hubungan seseorang dengan orang lain atau dengan masyarakat.

Sastra dan masyarakat sangat erat kaitannya. Karya sastra ditulis oleh

pengarang, diceritakan oleh tukang cerita, disalin oleh penyalin, sedangkan ketiga

subjek tersebut adalah anggota masyarakat. Karya sastra hidup dalam masyarakat,

menyerap aspek-aspek kehidupan yang terjadi dalam masyarakat, yang pada

gilirannya juga difungsikan oleh masyarakat. Media karya sastra, baik lisan

maupun tulisan, dipinjam melalui kompetensi masyarakat, yang dengan

14
sendirinya telah mengandung masalah-masalah kemasyarakatan. Berbeda dengan

ilmu pengetahuan agama, adat-istiadat, dan tradisi yang lain dalam karya sastra

terkandung estetika, etika, bahkan juga logika, masyarakat jelas berkepentingan

dengan ketiga aspek tersebut.

Karya sastra merupakan ciptaan yang disampaikan dengan komunikatif

tentang maksud penulis untuk tujuan estetika. Menurut Damono (1977 :1) bahwa

"karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan

dimanfaatkan oleh masyarakat." Pada hakikatnya, karya sastra merupakan

ungkapan dari apa yang telah disaksikan, didengarkan, dipelajari, direnungkan

dalam kehidupan. Hasil dari apa yan direnungkan itulah yang dituangkan dalam

bentuk teks. Teks merupakan ungkapan bahasa dan bahasa itu sendiri adalah hasil

ciptaan sosial. Realitas sosial yang dihadirkan melalui teks kepada pembaca

merupakan gambaran tentang berbagai fenomena sosial yang pernah terjadi di

masyarakat dan dihadirkan kembali oleh pengarang dalam bentuk dan cara yang

berbeda.

Esten (Rimang, 2011 :2) menggemukakan bahwa "Sastra atau

kesusastraan adalah penggungkapan dari fakta artistik atau imajinatif sebagai

manifestasi kehidupan manusia (dan masyarakat) melalui bahasa sebagai medium

dan memiliki efek yang positif terhadap kehidupan manusia (kemanusiaan)."

Namun defenisi ini akan sangat membinggungkan apabila dihadapkan dengan

dunia teater, karena yang lebih dominan adalah gerak, bukan bahasa.

Salah satu bagian karya sastra yang merefleks realitas sosial dalam

masyarakat adalah cerpen. Realitas sosial dalam cerpen merupakan suatu

15
gambaran dari kehidupan dan perilaku yang nyata dari zaman pada saat cerpen itu

ditulis. Hal ini menunjukkan bahwa cerpen memuat kenyataan kisah, berita, atau

segala peristiwa yang merupakan pantulan realitas sosial. Sesuai dengan namanya,

cerpen mengandung kisah hidup yang singkat dan padat dan pada umumnya berisi

berbagai jenis cerita, nyata atau fiktif. Dinamakan cerpen karena wujudnya lebih

padat dari pada prosa lainnya yang membuatnya lebih singkat serta padat. Hal ini

menjadikannya sebagai salah satu karya sastra yang memikat peneliti dalam

melakukan penelitian.

Terdapat berbagai cerpen yang menarik untuk dibaca baik cerpen-cerpen

indonesia maupun Prancis. Salah satu penyair Prancis yang dikenal dengan

kekhasannya dalam menulis cerpen adalah Guy de Maupassant yang populer pada

abad ke-19 dan ditafsir sebagai salah satu dalang lahirnya cerita moderen. Selain

itu Guy de Maupassant seorang penulis yang beraliran realisme dan naturalisme.

Maupassant lahir 5 Agustus 1850 dan wafat pada 6 Juli 1893. Kekhasan cerpen

yang diciptakan oleh Guy de Maupassant merupakan kapabilitasnya dalam

mengungkap teka-teki kehidupan manusia yang sederhana menjadi menarik untuk

dibaca. Setelah membaca cerpen yang diciptakan oleh Guy de Maupassant sering

kali terhanyut dalam cerita yang membuat kita tanpa sadar tertawa bahkan sedih.

Cerpen Guy de Maupassant yang terkenal adalah Madame Baptiste yang memiliki

sebanyak 14 halaman, La Parure memiliki sebanyak 21 halaman dan Le Papa De

Simon memiliki 19 halaman, dan cerpen ini dibukukan menjadi buku kumpulan

cerpen dengan judul Mademoiselle fifi yang terdiri dari 25 cerpen.

16
Berdasarkan penjelasan singkat di atas, peneliti akan mengungkap realitas

sosial yang ada dibalik cerpen Madame Baptiste, La Parure dan Le Papa de

Simon karya Guy de Maupassant. Pengungkapan realitas sosial tersebut akan

ditempuh melalui pengungkapan genesis cerpen yang dikenal dengan pendekatan

sosiologi sastra. Endraswara (2011: 78) menerangkan bahwa kajian sosiologi

sastra mayoritas membahas mengenai pengarang dan kehidupan sosialnya. Baik

itu dari perspektif wujud maupun isi karya sastranya yang dibentuk oleh suasana

lingkungan serta sosialnya pada zaman tertentu. Sudut pandang kekreativitasan

serta khayalan tetap eksis dalam karyanya, namun sudut pandang sosialnya tidak

dapat dihilangkan. Ini adalah cerminan dari lingkungan sosio-kultural, yaitu teks

dialektis pengarang dengan konteks sosial yang membentuknya, atau pemahaman

tentang histori dialektika yang berkembang dalam karya sastra.

Berdasarkan penjelasan singkat di atas, Cerpen Madame Baptiste karya Guy

de Maupassant menceritakan tentang kisah seorang perempuan yang dibunuh

akibat tekanan masyarakat akan masa lalunya sebagai seorang korban

pemerkosaan, perempuan yang diperkosa mengalami penindasan baik secara fisik

maupun psikis karena telah kehilangan kehormatannya sebagai seorang

perempuan. Perempuan yang telah jatuh martabatnya ini malah ditindas dan

dikucilkan masyarakat karena dianggap telah melakukan kesalahan yang tidak

dapat ditoleransi. Cerpen La Parure karya Guy de Maupassant menceritakan

seorang perempuan bernama Mathilde Loisel yang lahir di keluarga berstatus

ekonomi rendah, lalu menikah dengan seorang pria yang bekerja di Kementrian

Pendidikan sebagai pegawai rendahan, perekonomiannya tidak mencukupi.

17
Mathilde selalu membayangkan dirinya berada di tempat yang lebih mewah dan

hidup berkecukupan. Kemudian cerpen Le Papa de Simon karya Guy de

Maupassant menceritakan mengenai Simon, seorang anak berusia 8 tahun yang

hidup dengan ibunya, Blanchotte. Suatu hari, ia mengunjungi sekolah untuk

pertama kalinya, akan tetapi teman-temannya mengolok-oloknya karena tidak

mempunyai ayah. Karena hal itu, ia berencana untuk mengakhiri hidup di sungai,

akan tetapi Philippe Rémy seorang tukang besi mencegahnya. Philippe

memberitahunya bahwa semua makhluk di dunia ini mempunyai seorang ayah,

singkat cerita Philippe mengantarnya kembali. Anak itu memohon pada Philippe

untuk berpura-pura menjadi ayahnya, karena jika tidak, Simon akan kembali ke

sungai untuk menenggelamkan dirinya. Akhirnya, Philippe menikahi Blancotte,

dan Simon sudah memiliki ayah, jadi teman-teman Simon akhirnya berhenti

mengolok-oloknya.

Hal yang menarik dari cerpen Madame Baptiste, La Parure dan Le Papa de

Simon adalah sebagai pengarang, Guy de Maupassant menggunakan narasi yang

tidak biasa serta jarang terdapat dalam karya sastra lainnya. Penguatan tokoh,

konflik batin, dan realitas sosial yang ada dibanggung beriringan dengan deretan

dari bab ke bab serta rangkaian tokohnya yang tersaji dengan sempurna.

Alasan peneliti memilih 3 cerpen ini ialah; (1) tidak terdapat penelitian

dengan judul yang sama, (2) ketiga cerpen ini menceritakan tentang perjuangan

perempuan, (3) cerpen Madame Baptiste, La Parure dan Le Papade Simon ini

menampilkan gambaran realitas sosial dengan cita rasa yang berbeda. Oleh karena

itu, cerpen Madame Baptiste, La Parure dan Le Papa de Simon ini dijadikan

18
objek penelitian dengan judul Realitas Sosial Dalam Cerpen Madame Baptiste,

La Parure dan Le Papa de Simon Karya Guy de Maaupassant.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, kemudian rumusan masalah yang muncul

dalam penelitian ini yaitu: Bagaimana realitas sosial yang terdapat dalam cerpen

Madame Baptiste, La Parure dan Le Papa de simon karya Guy de Maupasssant?”

1.3 Tujuan Penelitian

Berlandaskan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini ialah:

menggambarkan realitas atau kenyataan sosial yang terlihat pada cerpen Madame

Baptiste, La Parure dan Le Papa de simon karya Guyy de Maupasssant.

19
1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara

teoritis maupun praktis.

1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis yang di harapkan dalam penelitian ini dapat

mendeskripsikan realitas sosial dalam cerpen Madame Baptiste, La Parure dan Le

Papa de Simon karya Guy de Maupassant dan hasil peneitian ini dapat dijadikan

bahan acuan atau referensi bagi peneliti yang akan meneliti dengan judul yang

sama.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat menjadi sistem pedoman dalam pembangunan

teori sosiologi sastra dalam telaah sastra, khususnya cerpen.

1.5 Batasan Masalah

Penelitian ini membatasi pembahasan pada masalah realitas sosial dalam

cerpen Madame Baptiste, La Parure dan Le Papa de Simon dengan pendekatan

yang ada di masyarakat untuk menelaah masalah tersebut dapat digunakan teori

sosiologi sastra.

1.6 Definisi Operasional

Berdasarkan judul yang diambil oleh peneliti, terdapat beberapa definisi

operasional untuk memperjelas masalah yang akan dikaji. Diantaranya sebagai

berikut:

20
1. Realitas sosial merupakan realitas yang berkorelasi antar individu,

hubungan segala apa yang ada terhadap manusia, rangkaian, dependensi,

alterasi serta solidaritas. Singkatnya ialah wadah yang menjembatani

kehidupan sosial dengan menghubungkan individu satu dan lainnya.

(Sztompka 2011: 10).

2. Sosiologi sastra merupakan pengembangan lebih lanjut dari pendekatan

imitatif. Pendekatan ini mendalami karya sastra yang berkaitan dengan

realita dari sudut pandang sosial masyarakat. Pendekatan ini tercipta oleh

kenyataan bahwa eksistensi karya sastra tidak terlepas dari realita yang ada

di masyarakat. (Damono 1979).

3. Cerpen adalah sebuah karya imajinatif yang bisa dibaca sekaligus. Jadi,

cerita yang diterangkan bersifat terbatas dan berfokus pada satu peristiwa

(Sumardjo 2007: 202).

21
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang cerpen yang berjudul Madame Baptiste, La Parure dan

Le Papa de Simon masih sangat terbatas, bahkan peneliti tidak menemukan sama

sekali penelitian akademis tentang cerpen tersebut. Akan tetapi, ulasan-ulasan

review online, peneliti mendapatkan beberapa penelitian yang memiliki

keterkaitan dengan penelitian terdahulu. Berikut adalah penelitian yang

menggunakan pendekatan sosiologi sastra ini sudah pernah dilakukan

sebelumnya:

Pertama, Chafid (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Ideologi

Tokoh-Tokoh Utama Dalam Roman La Débâcle Karya Emile Zola” ini

menemukan bahwa tokoh-tokoh dalam sebuah roman juga mampu

mempresentasikan ideologi-ideologi tertentu. Ideologi dapat dilihat pada sebuah

praktek kehidupan, pada tindakan kecil dan besar, pada pikiran awam dan ilmiah

pada sebuah sela-sela terkecil kehidupan manusia. Relevansi pada penelitian ini

terletak pada penggunaan pendekatan sosiologi sastra, namun perbedaan terletak

pada objek kajian yang menggunakan judul berbeda.

Kedua, Retnasi (2014) dalam penelitiannya dengan judul “Kritik Sosial

dalam Roman Momo Karya Michael Ende (Analisi Sosiologi Sastra)” ini

memaparkan; (1) Kondisi sosial masyarakat Jerman yang tergambar dalam novel

tersebut ialah mengenai masalah ekonomi serta kesejahteraan masyarakat sebagai

pemicunya, (2) Masalah sosial yang dikritik pengarang, serta (3) Wujud kritik

yang disampaikan dalam novel tersebut adalah secara langsung (oleh tokoh-tokoh)

22
dan juga secara tidak langsung (pengarang), keduanya berkombinasi secara

implisif sehingga menjadi sebuah cerita. Relevansi dalam penelitian ini terletak

pada objek kajian yang mengaplikasikan pendekatan sosiologi sastra, namun

perbedaannya terletak pada novel yang akan dikaji.

Ketiga, Agustin (2014) dalam penelitiannya dengan judul “Kondisi Sosial

dan Politik Eksil di Prancis dalam Novel Pulang Karya Leila S. Schudori dan

Implikasi Pada Pembelajaran Sastra di SMA” ini menggambarkan bagaimana

situasi sosial serta politik eksis di Negara Prancis dalam novel tersebut yang

diimplikasikan dalam proses pembelajaran sastra di SMA. Penelitian yang

dilakukan oleh Agustin ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan

pendekatan ilmu sastra serta sosiologi. Dari novel tersebut, ternyata bisa

memenuhi standar dalam kompetensi pembelajaran sastra dengan menjelaskan

penggunaan unsur instrinsik serta ekstrinsik dalam sebuah novel. Oleh karena itu,

pada murid diharapkan bisa saling menerapkan unsur toleransi, menghargai serta

bertanggung jawab dalam kondisi sosial sekitar dan politik eksil. Relevansi dalam

penelitian ini penerapan realitas sosial sebagai kajiannya, namun perbedaannya

terletak pada penggunaan objek penelitian yang berbeda dalam hal ini adalah

novel.

Keempat, Intan & Rijati (2021) dalam penelitiannya dengan judul “The

Short Story Le Papa de Simon: Guy de Maupassant’s Social Criticims Of 19 TH

Centuryfrench Society ( Cerpen Le Papa de Simon: Kritik Sosial Guy de

Maupassant Pada Masyarakat Prancis Abad XIX)” ini menggambarkan situasi

sosial masyarakat Prancis pada abad XIX yang ditampilkan pada cerpen Le Papa

23
de Simon karya Guy de Maupassant dan memaparkan kritik sosial yang

disampaikan mengarang di dalamnya. Penelitian yang dilakukan oleh Intan &

Rijati ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, analisis data dilakukan

menggunkan dengan penggelompokan, interprestasi dengan menggunkan

pendekatan sosiologi sastra. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa (1) seluruh

unsur naratif cerpen mendukung penggambaran kondisi sosial masyarakat Prancis

pada abad ke XIX, (2) masyarakat Prancis pada abad XIX masih menghormati

institusi perkawinan, nilai keluarga dan relijiusitas, (3) selain melakukan refleksi

atas karakter manusia, Maupassant mengajukan kritik sosial terutama berkaitan

dengan dampak dari pendidikan yang rendah, deskriminasi pada perempuan,

kemiskinan, dan ketimpangan sosial. Dari kajian ini, diperoleh gambaran bahwa

Maupassant menyampaikan kritiknya pada kekejaman manusia pada manusia lain,

yang sering kali disertai dengan alibi kepatuhan pada aturan dan norma. Relevansi

dalam penelitian ini penerapan realitas sosial sebagai kajiannya dan sama-sama

menggunakan objek penelitian dalam hal ini adalah cerpen.

Kelima, Sepli Ratihfa (2017) penelitiannya dengan judul ”Realitas Sosial

Masyarakat Minangkabau dalam Novel Jejak-Jejak yang Membekas Karya

Syafiwal Azzam” ini menggambarkan realitas sosial Minangkabau dalam Novel

Jejak-Jejak yang Membekas karya Syafiwal Azzam. penelitian ini difokuskan

pada realitas sosial masayarakat Minangkabau yang dilihat dari aspek lima

lingkup sosial masyarakat Minangkabau: (1) adat bakaum, (2) adat bakampuang

(3) adat bergaul dalam masyarakat (4) adat sumando manyumando dan (5) adat di

dalam keluarga. Penelitian yang dilakukan oleh Sepli Ratihfa ini menggunakan

24
metode deskriptif kualitatif. Relevansi dalam penelitian ini pemaparan realitas

sosial sebagai kajiannya, namun perbedaannya terletak pada penggunaan objek

penelitian yang berbeda yaitu novel.

Keenam, Nurhidayanti (2018) dalam penelitiannya berjudul “Potret Realitas

Sosial dalam Masyarakat Religius yang Terlihat Pada Novel Meniti di atas Kabut

karya Abu Umar Basyier” ini menggambarkan realitas sosial yang ada dalam

novel Meniti di atas Kabut karya Umar Bastiyar. Selain itu juga mendeskripsikan

gambaran realitas sosial dalam masyarakat religius yang terlihat pada novel

Meniti di Atas Kabut karya Umar Bastiyar. Penelitian yang dilakukan oleh

Nurhidayanti ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan menggunkan

pendekatan sosiologi sastra. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa realitas sosial

yang terlihat dalam novel Meniti di Atas Kabut terdiri dari enam aspek antara lain:

proses interaksi sosial, nilai dan norma sosial, kebudayaan, stratifikasi sosial,

status dan peran sosial dan perubahan sosial. Relevansi dalam penelitian ini

pemaparan realitas sosial sebagai kajiannya, namun perbedaannya terletak pada

penggunaan objek penelitian yang berbeda dalam hal ini adalah novel.

Ketujuh, Fahmi M. Yuniar (2015) dalam penelitiannya dengan judul

“Kontruksi Realitas Sosial dalam Media Iklan Line “Let's Get Rich” ( studi

Analisis Semiotik Pada Iklan “Let's Get Rich” di Televisi/Vidio Ad Sense Internet

Versi Dimas Danang & Imam Darto Dan Bunga Citra Lestari & Arsaf Sinclair).

Ini menggambarkan bahwa pengiklanan telah melakukan berbagai cara persuasif

untuk menggiring konsumen untuk menggunakan produk iklan sebagai media

kontruksi realitas dalam iklan Line makna denotatif dan konotatif menghasilkan

25
mitos, mitos merupakan sebagai unsur konstruksi dan kenyataan yang ada di

masyarakat emberikan sebuah cerminan atau Mirror of reality iklan pertama

gambaran konkrit tentang sebiah lukisan kenyataan. Berisikan informasi tentang

relasi dan budaya yang sedang dialami oleh pengguna game Let's Get Rich.

Penelitian yang dilakukan Fahmi M. Yuniar ini menggunakan metode deskriptif

kualitatif. Relevansi dalam penelitian ini penerapan realitas sosial sebagai

kajiannya, namun perbedaannya terletak pada penggunaan objek penelitian yang

berbeda dalam hal ini adalah novel.

Kedelapan, Baihaqi Imam Muhammad (2016) dalam penelitian berjudul

"Kontruksi Realitas Sosial Citra Polisi Pada Reality Show Net 86 Di Net. TV" ini

menggambarkan realitas sosial yang ada Citra Polisi pada Reality Show Net 86 Di

Net. TV. Selain itu juga kontradiksi dalam realita yang ditampilkan, Net 86

sebagai media massa sengaja mengonstruksi polisi dengan citra positif. Hal ini

bertujuan untuk mengubah pola pikir masyarakat lebih sadar hukum. Penelitian

yang dilakukan Baihaqi ini menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitiannya

menunjukkan polisi saat bertugas namun, dalam penyajian tayangan Net 86

seringkali berseberangan dengan realitas sosial yang mencuat ke masyarakat

denga menampilkan polisi dalam citra positif ketimbang negatif. Relevansi dalam

penelitian ini pemaparan realitas sosial sebagai kajiannya, namun perbedaanya

terletak pada penggunaan objek penelitian yang berbeda dalam hal ini adalah

cerpen.

Kesembilan, Muthmainnah Andi (2012) dalam penelitiannya berjudul

"Kontruksi Realitas Kaum Perempuan Dalam Film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita" ini

26
menggambarkan realitas dalam Film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita. Penelitian yang

dilakukan oleh Muthmainnah Andi ini menggunakan metode kualitatif dengan

menggunakan pendekatan analisis semiotika film Selain itu mendeskripsikan

realitas bahwa makna yang disampaikan dalam film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita

adalah konsep feminisme merupak konsep dan solusi yang paling tepat dalam

memandang realitas kaum perempuan. Adapun realitas kaum perempuan yang

dikontruksikan dalam Film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita antara lain: subordinasi dan

marjinalisasi kaum perempuan, ketidakadilan dalam peran ganda kaum

perempuan, perempuan sebagai objek seks, poligami sebagai bentuk penindasan

kaum perempuan, permpuan sebagai korban dalam pergaulan bebas, dan feminitas

pada kaum perempuan. Relevansi dalam penelitian ini pemaparan realitas sebagai

kajiannya, namun perbedaannya terletak pada penggunaan objek penelitian yang

berbeda dalam hal ini adalah film.

Kesepuluh, Kuswati Erni (2018) dalam penelitiannya berjudul "Realitas Dan

perilaku Sosial Dalam Novel O Karya Eka Kurniawan: kajian Sosiologi sastra" ini

menggambarkan realitas yan ada dalam novel O karya Eka Kurniawan. Selain itu

juga mendeskripsikan (1) Alur novel O yang digunakan pengarang untuk

menampilkan realitas dan perilaku sosial. (2) Tokoh dan penokohan dalam novel

O yang digunakan pengarag untuk menampilkan realitas dan perilaku sosial. (3)

Latar novel O yang digunakan pengarang untuk menampilkan realitas dan

perilaku sosial. (4) Realitas dan perilaku sosial dalam novel O. (5) Bentuk-bentuk

penyimpangan norma sosial dalam novel O. penelitian yang dilakuakan Kuswati

Erni ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dan menggunakan pendekatan

27
sosiologi sastra. Selain itu juga mendeskripsikan (1) Alur dalam novel O adalah

alur campuran. (2) Tokoh dan penokohan di dalam novel O terdiri dari satu tokoh

utama (Monyet O) da tiga tokoh tambahan (Etang Kosasi, Betalumur, dan Reni

Juwita), dengan sikap gigih, setia, munafik, egios, kasar dan penyanyang. (3)

Latar cerita dalam novel O adalah Jakarta , Rawa Kalong dan Desa. Dengan latar

waktu pada tahun 2000-an. (4) Realitas sosial dalam novel O adalah penyalahan

sebagai kodrat yang diciptakan oleh Tuhan. Manusia sejak awal adalah manusia,

monyet sejak awal adalah monyet, tidak akan berunah menjadi makhluk hidup

lain. (5) Perilaku dalam novel O dipengaruhi oleh faktor internal (biologis dan

psikologis) dan faktor eksternal (keluarga, institusional dan amsyarakat) melalui

perilaku positif (rela berkorban, saling menyanyangi), dan perilaku negatif

(sombong, munafik). (6) Bentuk-bentuk penyimpanga norma sosial dalam novel

O adalah bentuk penyimpangan primer (seks bebas), penyimpangan skunder

(KRT), penyimpangan individu (perampokan), dan penyimpangan kelompok

(penjualan narkoba). Relevansi dalam penelitian ini pemaparan realitas sosial

sebagai kajiannya, namun perbedaannya terletak pada penggunaan objek

penelitian yang berbeda dalam hal ini adalah novel.

2.2 Landasan Teori


2.2.1 Cerpen
Cerpen adalah sejenis karya sastra yang menjelaskan mengenai cerita

singkat tentang orang dan kompleksitasnya, atau arti lain dari cerita pendek ialah

esai fiksi yang secara singkat berbicara tentang kehidupan seseorang dan berfokus

hanya pada satu karakter. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menjelaskan

28
bahwa cerpen terdiri dari dua kata yakni cerita yang memuat makna tentang

bagaimana sesuatu terjadi yang berisikan kurang dari 10.000 kata serta

menonjolkan dan berpusat hanya pada satu karakter. Nugroho Notosusanto (dalam

Tarigan) juga menjelaskan bahwa sebuah cerita pendek panjangnya sekitar 5.000

kata, atau diperkirakan mencapai 17 halaman, dan merupakan cerita yang berpusat

di sekitar dirinya sendiri.

Cerpen ialah karangan bebas yang mengandung unsur cerita, latar, dan

tokoh yang lebih padat dari novel. Sumardjo (2007: 202) mengutarakan bahwa

cerpen adalah karangan bebas yang dapat dibaca sekaligus. Dengan demikian, alur

yang diutarakan pada satu cerita atau peristiwa bersifat terbatas. Edgar Allan Poe

(Malalui Nurgiyantoro, 2007:10) mengutarakan bahwa cerpen merupakan cerita

yang dapat dibaca sekitar 30 menit hingga 2 jam, yang tidak mungkin dilakukan

dengan sebuah novel. Panjang cerita pendek berbeda-beda; ada short story (cerpen

yang singkat), middle short story (cerpen yang cukup panjang) dan long short

story (cerpen panjang). Di sisi lain, Sayuti (2000: 10) mengutip bahwa cerpen

memiliki sifat-sifat pemadatan (compression), pemusatan (concentration) serta

pendalaman (intensity). Dari ketiga sifat tersebut berelevansi sehingga melahirkan

sebuah cerita dengan sifat yang structural.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa

cerpen adalah cerita pendek, kurang terstruktur dalam penyampaian ceritanya

dibandingkan novel, fokus terhadap satu karakter, situasi serta dibaca sekali.

Konflik yang diutarakan seringkali hanya berkembang pada satu kejadian saja,

29
akibatnya objek yang dinarasikan terbatas yang membuatnya menarik untuk

dibaca.

2.2.2 Ciri-ciri Cerpen

Berikut adalah ciri-ciri dari cerpen yang dituturkan oleh Nurhayati (2019:

117)

1. Formatnya yang ringkas, padat serta lebih pendek dibandingkan dengan

karya sastra tulis lainnya.

2. Susunan kata paling banyak 10.000.

3. Sumber cerita berdasarkan kehidupan sosial (pengalaman dari penulis atau

juga orang lain).

4. Tidak menggambarkan secara keseluruhan, hanya mengangkat satu masalah

atau intinya.

5. Karakter yang digambarkan akan mengalami konflik hingga teratasi.

6. Penggunaan kata-kata yang ringkas, mudah dipahami atau diketahui oleh

masyarakat luas.

7. Bisa membuat kesan yang mendalam dan meningkatkan perasaan pembaca..

8. Narasi satu atau lebih peristiwa dari evolusi dan kecemasan jiwa karakter.

9. Beralur tunggal dan pada umumnya literal (hanya memiliki satu alur)

10. Penokohan pada umumnya pendek dan tidak terlalu dalam.

2.2.3 Unsur Intrinsik Cerpen

Karya sastra tidak dapat dipisahkan dari bagian yang membangun ceritanya.

Salah satunya ialah cerpen yang tersusun atas 2 komponen, yaitu intrinsik dan

30
juga ekstrinsic. Nurgiyantoro (2009: 23) menjelaskan bahwa unsur esensial cerita

pendek adalah komponen karya sastra yang muncul dari karya itu sendiri.

a) Tema
Ialah ide dasar umum dari mengusung sebuah karya sastra. Nurgiyantoro

(2010: 68) menjelaskan bahwa tema dikecualikan dari pola yang terkandung

dalam karya yang bertaut serta menentukan adanya suatu peristiwa, konflik atau

situasi tertentu. Dalam banyak hal, subjek "mengikat" ada atau tidak adanya

peristiwa, konflik, atau situasi tertentu, termasuk berbagai elemen unik lainnya.

Tema merupakan dasar dari perkembangan keseluruhan cerita, dan pentingnya

tema meramaikan setiap bagian cerita.

b) Alur atau Plot

Alur sangat berkaitan dengan aspek cerita, yaitu sejarah dan naratif dari

karya fiksi sangat penting dan memainkan peran utama. Cerita sebagai peristiwa

yang sengaja disusun secara kronologis dengan memberikan pemahaman tentang

sejarah sebagai rangkaian sederhana dari peristiwa runtun waktu (Forster, dalam

Nurgiyantoro, 2010: 90)

c) Tokoh dan Penokohan

Karakter memainkan peran penting dalam cerita karena mereka adalah

kekuatan pendorong di balik cerita dan menghidupkannya. Sedangkan penokohan

adalah watak yang ditunjukkan melalui tokoh. Sayuti (2000: 74) membagi

karakter menjadi dua yaitu; karakter sentral atau utama dan karakter periferal atau

tambahan. Nurgiyantoro (2010: 176) membedakan karakter sebagai mayor dan

31
minor dalam hal peran atau tingkat kepentingannya dalam cerita. Tokoh utama

(mayor) selalu hadir di tiap peristiwa. Untuk mengenali tokoh utama (mayor)

menggunakan tolak ukur sebagai berikut; (1) Tokoh yang mendominasi dengan

tokoh lain (2) Tokoh yang paling banyak diceritakan oleh pengarang, dan (3)

tokoh yang paling banyak terlibat dalam tema cerita.

d) Latar dan Setting

Cerita tidak bisa dipisahkan dari yang kedua unsur ini yang berperan untuk

menunjukkan di mana serta kapan cerita itu terjadi. Abram (melalui Nurgiyantoro,

2010: 216) menjelaskan bahwa latar atau setting juga sering disebut pivot point

karena mengisyaratkan dari segi lokasi, hubungan temporal, dan lingkaran sosial

tempat peristiwa itu dikomunikasikan. Sambungnya, latar terbagi menjadi tiga

yaitu; tempat, waktu, sosial, artinya masalah yang berkaitan dengan sejarah, dan

sikap sosial mengacu pada kehidupan sosial.

e) Sudut Pandang

Sudut pandang pada dasarnya ialah perspektif pengarang dalam menyajikan

peristiwa dalam sebuah cerita. Oleh karena itu, sudut pandang hanya

mempengaruhi siapa yang bercerita. Pilihan atau keputusan pengaranglah yang

mempengaruhi gaya cerita yang ia ciptakan dan penentuan gayanya. Penulis

memilih dari sudut pandang yang disajikannya dan memungkinkan dalam

keterlibatan dalam cerita tersebut.

32
f) Gaya Bahasa

Gaya dan nada adalah media yang tidak terpisahkan dari cerita fiksi. Gaya

merupakan cara tertentu bagi seseorang untuk menggunakan bahasa dan ekspresi

yang khas bagi pengarangnya. Gaya ini membantu kita menciptakan nada untuk

cerita. Secara gaya, ini adalah sarana, dan tujuannya adalah nada. Jadi, gaya setiap

penulis tidak pernah sama.

2.2.4 Unsur Ekstrinsik Cerpen

Unsur ekstrinsik merupakan unsur yang membentuk cerita dari luar. Unsur

ini melibatkan keadaan kehidupan sosial pada saat pengarang menulis cerpen

tersebut. Faktor ini sangat berpengaruh terhadap kepanitiaan atau latar penyajian

cerpen (Nurgiyantoro, 2009: 23). Wellek & Werren (1956) mendefinisikannya

sebagai faktor yang berada di luar karya sastra secara tidak sengaja mengisi sistem

tersebut. Unsur ini berfungsi dalam memungkinkan pembangunan cerita. Unsur

ini terdiri dari; (1) Keadaan subjektif individu penulis. Misalnya, keyakinan dan

perspektif mengenai kehidupan. (2) Penerapan prinsip-prinsip psikologis dalam

keadaan mental, penulis, pembaca, atau karya. (3) Kondisi lingkungan ekonomi,

sosial serta politik pengarang. (4) Etik atau adab masyarakat terhadap karya seni,

agama, dan lainnya.

2.3 Sosiologi Sastra

Sosiologi sastra adalah suatu kajian penelitian wilayah sosiologi sastra

yang luas. Wellek dan Warren (dalam Budiantara, 1990: 111) membagi telaah

sosiologis menjadi tiga klasifikasi. Pertama, sosiologi pengarang. Sosiologi

33
pengarang mempermasalahkan tentang status sosial, ideologi politik, dan lain-lain

yang menyangkut diri pengarang. Kedua, sosiologi karya sastra. Sosiologi karya

sastra mempermasalahkan tentang suatu karya sastra; yang menjadi pokok telaah

adalah tentang apa yang tersirat dalam karya sastra tersebut dan apa tujuan atau

amanat yang hendak disampaikannya. Ketiga, sosiologi pembaca. Sosiologi

pembaca mempermasalahkan tentang pembaca dan pengaruh sosialnya terhadap

masyarakat.

Sosiologi sastra hakikatnya adalah interdisiplin antara sosiologi dengan

sastra yang menuntut keduanya memiliki objek yang sama, yaitu manusia dalam

masyarakat (Ratna, 2009: 3). Sementara itu, menurut Damono (1979: 2)

kecenderungan telaah sosiologi sastra adalah: pertama, pendektan yang

berdasarkan pada anggapan bahwa sastra merupakan cermin proses sosial

ekonomi belaka. Pendekatan ini bergerak dari faktor-faktor di luar sastra; sastra

hanya berharga dalam hubungannya dengan faktor-faktor di luar sastra itu sendiri.

Dalam pendekatan ini, teks sastra tidak dianggap sebagai objek yang utama, sastra

hanya sebagai gejala kedua. Kedua, pendekatan yang mengutamakan sastra

sebagai bahan penelaah. Metode ini yang dipergunakan adalah analisis teks sastra

untuk mengetahui strukturnya, untuk kemudian dipergunakan untuk memahami

lebih dalam gejala sosial yang ada dalam sastra.

Dari pengertian menurut para ahli sosiologi sastra, dapat disimpulkan

bahwa yang dimaksud dengan sosiologi sastra adalah suatu pemahaman terhadap

karya sastra dengan mempertimbangkan aspek-aspek kemasyarakatannya. Aspek-

aspek kemasyarakatan tersebut merupakan indikator suatu totalitas karya yang

34
terdapat dalam cerita yang dibangun oleh penulis. Pada prinsipnya sosiologi sastra

merupakan kajian interdisiplin antara sosiologi dengan sastra yang menuntut

keduanya memiliki objek yang sama, yaitu manusia dalam masyarakat.

2.3.1 Sosiologi

Secara etimologi sosiologi berasal dari kata Yunani, yakni socius dan

logos. Socius berarti kawan, berkawan ataupun bermasyarakat, sementara logos

berarti ilmu atau dapat juga bermaksud berbicara tentang sesuatu. Dengan

demikian, secara terminologis sosiologi dapat diartikan sebagai ilmu tentang

masyarakat. Oleh karena pergaulan hidup manusia terjadi secara timbal balik,

maka sosiologi dapat juga diartikan sebagai ilmu yang mempelajari segala sesuatu

tentang masyarakat manusia serta berbagai tingkah lakunya dalam kehidupan

sosial maupun budayanya.

Auguste Comte seorang tokoh yang disebut sebagai Bapak Sosiologi. Ia

berpendapat bahwa sosiologi merupakan ilmu positif tentang masyarakat sehingga

sosiologi menurutnya merupakan suatu ilmu yang bertujuan mengetahui

masyarakat, dan dengan pengetahuan itu seseorang dapat menjelaskan, meramal,

dan mengontrol masyarakat. Artinya, sosiologi merupakan studi ilmiah tentang

masyarakat. (Murdiyatmoko & Citra Handayani, 2004:7).

Menurut Weber (Upe, 2010:38) bahwa, “Sosiologi adalah ilmu yang

berusaha memberikan pengertian tentang tindakan sosial dan juga penjelasannya

secara kasual mengenai arah dan konsekuensi dari tindakan-tindakan tersebut.”

Pitirim Sorokin (Soekanto, 2012:17) mengemukakan bahwa, “sosiologi

adalah suatu ilmu yang mempelajari: (1) hubungan dan pengeruh timbal balik

35
antara aneka macam gejala-gejala sosial (misalnya antara gejala ekonomi dengan

agama; keluarga dengan moral, hukum dengan ekonomi, gerak masyarakat

dengan politik dan lain sebagainya); (2) hubungan dan pengaruh timbal balik

anatara gejala sosial dengan gejala-gejala nonsosial (misalnya gejala geografis,

biologis, dan sebagainya); dan (3) ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala

sosial.”

Dari definisi di atas menunjukkan beragamnya pendapat para ahli dan

masing-masing bergantung pada sudut pandang mana mereka memfokuskan

kajiannya. Dengan demikian, dapat diketahui substansi dasar dari sederetan

definisi di atas yaitu: a) Dalam arti luas, sosiologi dapat diartikan sebagai ilmu

yang mengkaji kehidupan masyarakat; b) sosiologi merupakan ilmu yang

mengkaji perkembangan masyarakat dalam berbagai aspeknya; dan c) sosiologi

merupakan ilmu yang banyak mengkaji hubungan timbal balik antara manusia

dengan manusia lainnya dalam segala aspeknya. Tidaklah diragukan lagi jika

objek kajian sosiologi adalah masyarakat, karena dalam sosiologi pasti

mengandung dua elemen dasar yakni adanya manusia dan adanya interaksi dalam

suatu wadah yang disebut dengan masyarakat.

2.3.2 Sastra

Merumuskan pengertian sastra atau hakikat sastra secara utuh memang

sangat sulit. Definisi tentang sastra tergantung pada konteks, cara pandang,

wilayah, geografi budaya, waktu, tujuan, dan juga berbagai faktor yang lain.

Definisi sastra juga tergantung pada kultur gebundenheid atau ikatan budaya

masing-masing masyarakat dan juga cara memandang terhadap dunia dan realitas

36
dari suatu masyarakat atau individu itu. Sastra didefinisikan dengan tujuan untuik

dipergunakan oleh orang yang mendefinisikan. Selain itu, proses waktu dan

historis juga memengaruhi cara mendefinisikan dan mempergunakan ‘sastra’.

Sastra dengan demikian adalah objek yang tidak dapat didefinisikan secara

tunggal. (Susanto, 2012:1).

Al-Hasany (2007:33) memaparkan beberapa pendapat para sastrawan

tentang sastra, yaitu:

1) A. Teeuw, seorang kritikus sastra Indonesia yang asli Belanda itu,

mengatakan bahwa sastra adalah kata yang berasal dari bahasa

Sansekerta; akar kata “-sas” dalam kata kerja turunan berarti

“mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk atau instruksi”. Akhiran

“-tra” biasanya menunjukkan alat atau sarana. Maka, sastra dapat

berarti alat untuk mengajar atau memberitahukan. Atau lebih

mudahnya, buku petunjuk, buku instruksi atau buku pengajaran.

2) Sedangkan menurut Hamdan, bahwa sastra biasanya diartikan sebagai

karangan dengan bahasa yang indah dan isi yang baik. Bahasa yang

indah artinya bisa menimbulkan kesan menghibur

pembacanya.sedangkan isi yang baik artinya berguna dan bernilai

pendidikan.

3) Kemudian sastra adalah suatu bentuk dari hasil pekerjaan seni kreati

yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan

menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Ini menurut Attar Semi.

37
4) Bagi Mursal Esten, sastra juga dapat didefinisikan dengan karya yang

indah, tetapi tidak hanya dilihat karena bahasanya yang beralun-alun

penuh irama, tetapi secara keseluruhan mulai dari tema, amanat,

struktur serta nilai-nilai yang terkandung di dalam karya tersebut.

Sastra adalah sebuah karangan dengan bahasa yang indah dan isi yang baik.

Horace (Ismawati, 2013:3) mengatakan bahwa, “sastra itu dulce et utile, artinya

indah dan bermakna.” Hal ini sesuai dengan prinsip sastra bahwa karya sastra

yang baik adalah karya yang bukan hanya dulce, menghibur; tetapi juga harus

mampu memberikan konstribusi atau pengaruh yang positif dan berguna utile.

2.3.3 Ruang Lingkup Sosiologi Sastra

Secara umum, sosiologi dapat digambarkan sebagai studi yang bersifat

faktual tentang manusia dan masyarakat yang melibatkan tahapan sosial yang ada

di dalamnya. Tentu saja, bidang ini menyajikan semua fenomena sosial yang perlu

dijelaskan secara ilmiah sebagai bahan penelitian seperti pola budaya, ekonomi,

bahasa, sastra, dan lainnya. Proses ini menunjukkan bagaimana individu dapat

berinteraksi dengan masyarakat melalui mekanisme sosial agar dapat diterima

dalam suatu perilaku tertentu. Oleh karena itu, sosiologi dapat dengan mudah

dikenal sebagai bidang yang mempunyai tujuan untuk mempelajari karakter

manusia, perwujudan dari sistem sosial, serta persetujuan pada bidang ekonomi,

budaya dan lainnya (Durkheim, 1958: 24)

Menurut Swingewood (dalam Yasa, 2012: 21), sosiologi sastra merupakan

pendekatan ilmiah yang menekankan analisis secara objektif tentang manusia

dalam masyarakat, tentang lembaga kemasyarakatan, dan proses-proses sosial

38
bermasyarakat. Pembagian sosiologi sastra sebagaimana diungkapkan oleh Alan

Swingewood (dalam Yunus, 1986c:1) yang membagi teori sosiologi sastra

menjadi: (i) sosiologi dan sastra, (ii) teori-teori sosial tentang sastra, (iii) sastra

dan strukturalisme, dan (iv) persoalan metode. Dalam mendekati sastra dan

sosiologi, dalam konteks pemikiran ini diusulkan adanya tiga macam pendekatan.

Pendekatan yang dimaksud mencakup (i) karya sastra sebagai dokumen

sosiobudaya yang mencerminkan suatu zaman, (ii) segi penghasilan karya sastra,

terutama kedudukan seorang penulis, dan (iii) penerimaan suatu masyarakat

terhadap suatu karya sastra atau karya dari seorang penulis tertentu. Sedangkan

dalam teori-teori sosial tentang sastra dibicarakan teori H. Taine, teori Marxist

dengan memperhitungkan perumusan dari C. Plekanov, yaitu latar belakang sosial

yang menimbulkan suatu karya sastra. Dalam konteks inilah, dapat dipahami

bahwa latar belakang sosial pengarang memiliki hubungan yang signifikan dengan

karya yang dihasilkannya. Karya-karya Umar Kayam, misalnya, menggambarkan

bagaimana latar belakang sosialitas Jawa terepresentasi secara menarik dalam dua

novel pentingnya, Para Priyayi dan Jalan Menikung. Demikian juga terhadap

karya-karya Romo Mangunwijaya berlatar belakang fenomena keindonesiaan

seperti misalnya tampak dalam Burung-Burung Manyar dan Burung-Burung

Rantau. Pembicaraan dalam sastra dan strukturalisme menitikberakan pada teori

strukturalisme, yang menghubungkan dengan formalisme Rusia dan Linguistik

Praha. Ini menjadi landasan teori pendekatan Goldmann. Sastra dan

strukturalisme menitikberatkan tentang bagaimana teks sastra yang

tersusunbangun atas unsur pengokohnya.

39
Intrinsikalitas teks sastra yang berkelindan dalam proses pemaknaan dalam

pandangan strukturalisme. Sebuah unsur yang sesungguhnya Sosiologi Sastra:

masuk dalam Dimensionalitas Sosial dalam Sastra tidak terpisah, tetapi susunan

yang membangun totalitas makna di dalamnya. Dalam bagian persoalan metode

dibicarakan dengan metode yang positif dan dialektif Swingewood. Metode

positif tidak menilai karya yang dijadikan data. Karya dianggap mencatat unsur

sosiobudaya dan setiap unsurnya dianggap mewakili langsung setiap unsur

sosiobudaya. Karya yang baik karena kesatuan unsur-unsurnya. Jadi bukan setiap

unsur berhubungan dengan unsur sosiobudaya tetapi kesatuan sebagai

keseluruhan. Swingewood membagi menjadi dua kelompok dalam sosiologi yang

menggunakan data sastra. Pertama, sosiologi sastra (sociology of literature).

Dalam hal ini pembicaraan mulai dari lingkungan sosial masuk ke dalam sastra

yang berhubungan dengan faktor luar. Penyelidikan ini melihat faktor sosial yang

menghasilkan karya sastra pada suatu masa dan masyarakat tertentu. Kedua,

sosiologi sastra (literary sociology) yang menghubungkan struktur karya sastra

kepada genre dan masyarakat. Seperti sosiologi, karya sastra juga ditafsirkan

sebagai upaya untuk memulihkan korelasi antara semua elemen di masyarakat.

Hal ini karena karya sastra dapat menjadi aspek estetika alternatif untuk

beradaptasi dan membuat perbedaan di masyarakat (Swingewood, 1972: 12).

Persamaan ini kemudian digarap oleh para ahli dalam melihat sastra terpisah

dari sosiologi. Sastra sendiri merupakan tinjauan dari bidang ilmu serta bisa

disikapi melalui unsur-unsur yang dikandungnya. Bahkan, karya sastra melampaui

sekadar penjelasan dan analisis ilmiah objektif untuk menembus permukaan sosial

40
dan untuk menjelaskan emosi manusia tentang apa yang telah mereka alami

(Swingwood, 1972: 12). Hal ini semakin menegaskan bahwa karya sastra dapat

merangkum rangkaian peristiwa yang bisa diuraikan secara sistematis dan rinci

melalui tahapan sosiologis (kemudian disebut sosiologi sastra).

Dari berbagai pendapat di atas, bisa ditarik kesimpulan bahwa sosiologi

ialah bidang yang mengkaji masyarakat dan indikasi yang dikandungnya.

Perbedaan dari keduanya adalah sosiologi membuat penjabaran yang factual,

sedangkan sastra menyerap ke dalam permukaan kehidupan sosial, dan

menggambarkan bagaimana orang hidup dalam bermasyarakat. Oleh karena itu,

hasil penelitiannya condong ke arah yang sama, akan tetapi studi sastra lebih

mengarah pada emosi dan pengalaman sosial orang berbeda dari perspektif ke

perspektif. Pendekatan sastra yang mempertimbangkan aspek sosial disebut

sosiologi sastra oleh beberapa penulis (Damono, 2013: 7).

Lanjutnya, Damono (2003: 79) menerangkan bahwa pendekatan ini ialah

pendekatan penelitian sastra yang berbasis sosiologi sastra yang mengajukan

pertanyaan-pertanyaan tentang status sosial sebagai seorang sastrawan, ideologi

sosial, dan pertanyaan-pertanyaan lainnya. Sebaliknya, Wellek dan Warren (1993:

111) mengklasifikasikannya menjadi tiga bagian yaitu; (1) sosiologi penulis yang

berfokus membahas status serta idealisme sosial sebagai pencetus karya sastra, (2)

persoalan nilai sosial karya sastra yang terkandung, serta (3) keterbukaan dalam

hal sosial pada karya sastra.

Sosiologi sastra ialah studi yang terpusat pada problematika kehidupan

manusia berdasarkan imajinasi, emosi dan intuisi (Endraswara, 2003: 79). Di sisi

41
lain, Faruk (1994: 1) juga mengemukakan bahwa studi ini bersifat factual

mengenai manusia dalam bermasyarakat, selain itu juga tentang institusi dan

proses sosial. Sosiologi juga mencoba merespon persoalan tentang bagaimana

masyarakat itu bekerja, dan kenapa mereka tetap eksis. Melalui hal tersebut,

mereka berdampingan membangun apa yang disebut dengan susunan sosial. Jadi,

sosiologi memberikan ide-ide tentang bagaimana beradaptasi dengan keputusan

sosial tertentu, gambaran mekanisme sosial, dan proses pembelajaran budaya di

mana individu ditugaskan dan menerima peran tertentu dalam kehidupan sosial.

Dari penjelasan tersebut, bisa diartikan bahwa studi dapat mengkaji dari

sudut pandang teks sastra, yaitu dari tiga perspektif yang peneliti analisis sebagai

cermin kehidupan masyarakat. Kedua, perspektif biologis yang peneliti analisis

dari perspektif penulis, kehidupan pengarang dan kehidupan sosial budayanya.

Ketiga, sudut pandang reseptif di mana peneliti menganalisa penerimaan umum

teks sastra. Dan sosiologi sastra memandang karya sastra dilihat dari

hubungannya dengan kenyataan, sejauh mana karya sastra itu mencerminkan

kenyataan Kenyataan di sini mengandung arti yang cukup luas, yakni segala

sesuatu yang berada di luar karya sastra dan yang diacu oleh karya sastra itu

sendiri.

2.3.4 Sosiologi Sastra sebagai suatu Pendekatan

Sosiologi berakar dari dua disiplin ilmu: sosiologi dan studi sastra.

Sosiologi lahir dari kata sosio dan logi dari bahasa (Yunani). Sosio atau socius

berarti kesatuan, sahabat dan logi atau logo berarti kata, peribahasa,

perumpamaan. Perkembangannya telah mengalami perubahan makna. Sogio dan

42
Soshius berarti masyarakat, dan Logi atau logo berarti ilmu. Oleh karena itu,

sosiologi adalah suatu bidang ilmu yang mendalami awal mula serta kemajuan

masyarakat menyeluruh baik itu mengenai korelasi masyarakat dan juga

lingkungannya yang bersifat umum, sensibel serta empiris.

Sastra itu sendiri berakar dari bahasa Sansekerta yaitu “sas” yang

bermakna menggerakan atau mengarahkan. Akhiran –tra bermakna "alat" atau

"sarana". Singkatnya, sastra ialah kumpulan bahan, manual, buku teks, atau

instruksi. Oleh karena itu, sosiologi sastra berarti memahami keseluruhan karya,

dengan perspektif-perspektif sosial yang eksis dalam suatu karya sastra.

Damono (Pradopo, 2002: 258) mengusulkan untuk menyebut pendekatan

yang memandang aspek sosial sebagai sosiologi sastra. Aspek sosial adalah

tentang manusia dan lingkungannya, struktur komunitas, institusi sosial dan

proses sosial.

Landasan filosofis pendekatan sosiologis ialah terdapat korelasi esensial

antara karya sastra dan masyarakat. Sejumlah hal yang perlu diperhatikan kenapa

sastra begitu kuat hubungannya dengan masyarakat yaitu (Ratna, 2006: 332-333);

1) Karya sastra dilahirkan oleh pengarang, dinarasikan oleh pendongeng,

disalin oleh pengarang, dan ketiga subjek tersebut adalah anggota

masyarakat.

2) Karya sastra eksis dalam masyarakat dan memasukkan perspektif

kehidupan sosial, yang juga ditekuni oleh masyarakat.

3) Wadah karya sastra baik lisan maupun tulis menyanggam oleh

kemampuan masyarakat, yang meliputi masalah-masalah sosial.

43
4) Karya sastra mencakup estetika, etika, bahkan logika, yang berbeda dari

ilmu pengetahuan lainnya. Akan tetapi masyarakat jelas tertarik pada

ketiga aspek tersebut.

5) Seperti masyarakat, karya sastra merupakan inti dari intersubjektivitas, dan

orang mencintai dalam karya mereka.

Di sisi lain, Wellek dan Werren (Damono, 1977: 3) mengklasifikasikannya

yang lebih padat, diantaranya:

1) Status sosial penulis sebagai penulis sastra, ideologi sosial, dan sosiologi

penulis yang berhubungan dengan masalah lain.

2) Sosiologi sastra berkaitan dengan karyanya, yaitu poin penting bahasa

yang mempelajari apa yang terkandung di dalamnya serta tujuannya.

3) Sosiologi sastra terkait dengan dampak sosial pembaca.

2.3.5 Sosiologi Karya Sastra

Sosiologi karya sastra merupakan sebuah bidang ilmu yang mendalami

korelasi antara karya sastra dengan problematika yang terjadi di masyarakat

(Wiyatmi, 2013: 45). Bidang ilmu ini didasarkan pada hukum atau konsep imitasi

Plato, yang mencerminkan sastra sebagai artificial dari kenyataan. Kajian ini juga

terkandung dalam karya sastra yang berkaitan dengan isi, tujuan dan juga masalah

sosial (Wellek dan Warren dalam Wiyatmi, 2013: 45). Refleksi sosial mengenai

apa yang tersirat dalam karya sastra dipandang sebagai refleksi atau redefinisi

realitas yang ada. Beberapa bidang sosiologi sastra adalah sebagai berikut:

1. Isi, tujuan, dan perihal lainnya yang bertautan dengan problematika sosial

yang terkandung pada karya sastra.

44
2. Studi sastra sebagai cerminan dari realitas normal masyarakat atau realitas.

3. Penelitian sastra sebagai dokumen sosial budaya yang mengungkap realitas

sosial budaya masyarakat pada waktu tertentu.

Selain itu, bidang ini juga mendalami fungsi sosial sastra dan sejauh mana

nilai-nilai sastra berhubungan dengan nilai-nilai sosial. Ian Watt (dalam Faruk,

2010: 5) mengkategorikan sosiologi sastra yaitu:

a. Konteks Sosial Pengarang

Hal ini mengacu pada korelasi antara status sosial pengarang dalam

masyarakat dan pembaca. Selain mempengaruhi isi karya sastranya, topik ini juga

mengandung faktor sosial yang dapat bertindak atas pengaruh penulis sebagai

individu. Hal utama yang perlu diperhatikan dengan pendekatan ini yaitu; (a)

bagaimana mencari nafkah. (b) sejauh mana penulis menganggap pekerjaannya

sebagai profesi, (c) masyarakat tempat penulis bekerja.

b. Sastra Sebagai Cermin Masyarakat

Hal pokok yang wajib dicermati ialah; (a) sepanjang karya sastra itu

merepresentasikan masyarakat pada saat karya itu dilahirkan, (b) kepribadian dari

sang penulis dalam menyampaikan citra kelompok yang ingin disampaikannya,

(c) rentang waktu di mana jenis yang dipakai oleh penulis bisa mempresentasikan

kelompok secara keseluruhan.

c. Fungsi Sosial Sastra

Hal pokok yang wajib dicermati ialah; (a) sepanjang karya tersebut bisa

berperan sebagai pembaharu dalam lingkungan masyarakat, (b) bagaimana karya

45
sastra tersebut bermanfaat hanya sebagai hiburan, (c) beberapa derajat integrasi

antara kemungkinan di atas (a) dan (b).

2.4 Realitas Sosial

2.4.1 Pengertian Realitas Sosial

Realitas berasal dari kata bahasa Inggris yaitu ‘reality’ atau berarti

‘kenyataan’. Sepadan dengan itu, dalam KBBI realitas atau realita yang berarti

kenyataan. Kedua, beberapa pengarang menjelaskan bahwa realitas sosial berarti

apa yang terjadi dalam latar belakang kelompok tertentu. Berger Luckman

(Anwar, 2010: 287) berpendapat bahwa: Realitas fiktif diisolasi, dilembagakan,

dan berkembang dalam kehidupan sehari-hari melalui bahasa dan sastra.

Karangan bebas cenderung persisten atau stabil serta bisa masuk ke dalam

berbagai aspek pertimbangan sosiologis. Pandangan ini menunjuk pada

kedudukan prosa dalam sastra sebagai komponen dari ilmu-ilmu sosial yang

disebabkan oleh kemampuannya memotivasi perilaku manusia.

Dalam tahapan sosial, individu dianggap sebagai pencetus realitas sosial

yang bersifat independen serta kreatif dalam lingkungan sosialnya. Hal tersebut

dikarenakan manusia mempunyai prerogeratif di luar batas-batas administratif

struktur atau institusi sosial tempat individu itu dilahirkan. Bungin (2011: 13)

menjelaskan bahwa orang tumbuh secara positif dan kreatif dalam respon mereka

pada rangsangan di dunia kognitif. Jadi, paradigma definisi sosial lebih tertarik

pada apa yang ada dalam pemikiran manusia mengenai proses sosial.

Hidayat (Bungin, 2011: 34) menerangkan bahwa realitas ialah formula

yang diwujudkan oleh kelompok itu sendiri. Namun, keabsahan itu relative karena

46
apa yang berperan tergantung pada kerangka atau susunan tertentu yang dianggap

terkait oleh pelakunya. Dalam dunia sosial, individu merupakan penentu yang

dibangun atas kehendaknya. Oleh karena itu, individu sebenarnya bukanlah

korban dari fakta sosial, melainkan korban dari dunia sosial.

Sejalan dengan itu, Max Weber (Bungin, 2011: 45) menyatakan bahwa

realitas sosial adalah suatu tindakan yang bersifat subjektif. Jadi, tindakan tersebut

mempunyai maksud serta skema maupun motivasi. Perilaku sosial ini bersifat

subjektif, artinya apabila mengarahkan dan mempertimbangkan tindakan. orang

lain secara individual dan mengarahkan mereka kepada sesuatu yang subjektif.

Perilaku itu pasti jika konsisten dengan perilaku yang umum di masyarakat.

Berger Luckmann (Bungin, 2011: 6) lebih jauh memisahkan antara

pengertian “realitas” serta “pemahaman”. Dalam hal ini, realitas didefinisikan

sebagai jenis yang terkandung serta dianggap ada secara independen dari

kehendak kita, dan pemahaman diartikan sebagai keyakinan mengenai realitas dan

mempunyai ciri khas.

Realitas sosial berarti merealisasikan atau mewujudkan makna dari

kehidupan sosial dalam lingkungan masyarakat tertentu. Masyarakat muncul

karena bereaksi terhadap lingkungannya dengan pikiran, perasaan, dan

keinginannya. Hal ini terjadi karena manusia memiliki dua keinginan utama: yang

satu ingin menyatu dengan manusia lainnya dan yang satu ingin berbaur dengan

alam lingkungan. Sztompka (2011: 10) menjelaskan bahwa realitas sosial

merupakan realitas segala sesuatu yang ada antara hubungan individu, jaringan,

rangkaian, dependensi, alterasi serta solidaritas. Dengan kata lain, realitas sosial

47
merupakan wadah yang menjembatani kehidupan sosial secara khusus dengan

orang lain.

2.4.2 Realitas Sosial di Masyarakat

Soerjono Sekanto membagi realitas sosial yang terbentuk dalam kehidupan

bermasyarakat, diantaranya ialah:

a. Interaksi Sosial

Young dan Mack (Arifin, 2014: 55) menjelaskan bahwa interaksi sosial

merupakan pokok dari semua aktivitas sosial serta tidak dapat hidup bersama

tanpanya. Dengan kata lain, hakikat kehidupan sosial ialah korelasi serta

kehidupan sosial dapat dicapai melalui berbagai bentuk hubungan interpersonal

baik dari individu dengan kelompok, dan antar kelompok.

b. Nilai dan Norma Sosial

Masyarakat memiliki nilai dan norma, yang merupakan fakta yang tidak

dapat dipisahkan dalam sosiologi. Nilai-nilai sosial bersifat abstrak berupa

prinsip, standar, asumsi dan keyakinan yang berlaku dalam masyarakat. Prinsip

nilai sosial adalah tentang menilai apakah segala sesuatu yang menjadi milik

masyarakat dan harus diperoleh masyarakat itu baik, benar dan bermanfaat..

Norma sosial adalah bentuk nilai sosial yang konkrit dalam bentuk aturan

atau deraan. Soekanto (2012: 174) mengklasifikasikan empat tipe norma sosial

diantaranya:

48
a. Metode (usage) lebih penting dalam korelasi antar individu dalam

masyarakat. Menyimpang darinya tidak mengakibatkan hukuman berat dan

hanya ditegur oleh orang yang berhubungan dengannya.

b. Kebiasaan (folkways) lebih mengikat daripada poin sebelumnya. Kebiasaan

didefinisikan sebagai perilaku yang diulang dengan cara yang sama. Ini

adalah bukti bahwa banyak orang menyukai aksinya..

c. Kode etik (mores) mencerminkan karakteristik hidup sekelompok orang

yang masyarakat gunakan secara sadar atau tidak sadar sebagai alat

manajemen bagi anggotanya.

d. Adat (custom) merupakan kode etik yang mengikat karena selamanya

terintegrasi kuat ke dalam ragam sikap masyarakat.

c. Kebudayaan

Arfin (2014: 128) mengemukakan bahwa kata budaya berakar dari kata

Sansekerta “Budhaya”, yang berarti akal atau budi.” Oleh karena itu, budaya

merupakan sesuatu yang penting serta dihasilkan oleh pikiran.

Selain itu, Saparlan (Arifin, 2014: 128-129) menjelaskan bahwa

kebudayaan secara menyeluruh adalah wawasan individu sebagai entitas sosial,

untuk memaknai dan mempelajari latar belakang sosial yang dihadapinya, serta

melahirkan dan memfasilitasi pelaksanaan tindakan.

2.5 Kerangka Berpikir

Berdasarkan uraian pada tinjauan pustaka di atas, maka pada bagian ini akan

diuraikan beberapa hal yang dijadikan penulis sebagai landasan berpikir.

49
Selanjutnya, landasan berpikir yang dimaksud tersebut akan mengarahkan penulis

untuk menemukan data dan informasi dalam penelitian ini guna memecahkan

masalah yang telah dipaparkan. Untuk itu akan diuraikan secara rinci landasan

berpikir yang dijadikan pegangan dalam penelitian ini. Berikut adalah kerangka

berpikirCerpen Madame Baptiste,


yang digunakan La
dalam mendeskripsikan lebih rinci mengenai
Realitas Sosial penelitian
parure dan Le papa de Simon
ini.

Sosiologi Sastra

Sistem sebagai refleksi dunia


Realitas

Realitas sosial

50
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kepustakaan dengan

metode deskripitf kualitatif. Adapun penelitian kepustakaan merupakan suatu

jenis penelitian yang digunakan dalam mengumpulkan informasi dan data secara

mendalam melalui berbagai literatur, buku, catatan, majalah dan referensi lainnya,

serta hasil penelitian sebelumnya yang relevan, untuk mendapatkan jawaban dan

ladasan teori mengenai masalah yang akan diteliti. sedangkan metode deskriptif

kualitatif ditujukan untuk mendeskripsikan dan menggambarkan fenomena-

fenomena yang ada,baik bersifat alamiah maupun rekayasa manusia,yang lebih

memperhatikan mengenai karakteristik,kualitas,keterkaitan antar kegiatan.

3.2 Data dan Sumber Data Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu semua kata serta frasa

yang mendeskripsikan realitas sosial pada cerpen “Madame Baptiste, La Parure

dan Le Papa de Simon” karya Guy de Maupassant. dan, data bersumber dari

cerpen “Madame Baptiste, La Parure dan Le Papa de Simon” yang terbit di tahun

2004 karya Guy de Maupassant.

3.3 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Baca catat, teknik ini berupa membaca cerpen berulang kali untuk

mendapatkan gambaran isi dalam makna cerpen.


2. Membaca kata-kata baik yang muncul secara denotatif maupun konotatif

yang merujuk pada masalah yang diungkap dalam penelitian ini

3. Mengidentifikasi dan mengklarifikasi data dengan memilah bagian-bagian

yang termasuk dalam realitas sosial.

3.4 Teknik Analisis Data

Teknik-teknik yang digunakan dalam menganalisis data penelitian adalah

sebagai berikut:

a) Mendeskripsikan data berupa kata-kata yang menggambarkan realitas

sosial dalam cerpen “Madame Baptiste, La Parure dan Le Papa de

Simon.”

b) Menganalisis realitas sosial dalam cerpen berdasarkan sosiologi sastra.

c) Membuat kesimpulan berdasarkan hasil analisis.

52
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh dalam penelitian ini

meliputi realitas sosial dalam cerpen Madame Baptiste, La Parure dan Le papa de

Simon karya Guy de Maupassant. Realitas sosial yang digambarkan dalam cerpen

Madame Baptiste, La Parure dan Le Papa de Simon akan dianalisis dengan

menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Sebelum pemaparan hasil penelitian,

akan dikemukakan ringkasan cerita dari setiap data penelitian yang ada. Adapun

ringkasan cerita secara garis besar adalah sebagai berikut, dengan sinopsis

lengkap cerpen pada bagian lampiran.

Adapun realitas sosial dalam cerpen Madame Baptiste, La Parure dan Le

Papa de Simon karya Guy de Maupassant anatara lain yaitu:

4.1.1 Realitas Sosial Dalam Cerpen Madame Baptiste

Berdasarkan hasil penelitian dalam cerpen Madame Baptiste karya Guy

De Maupassant, peneliti menemukan realitas sosial yang ada dalam cerpen

tersebut. Adapun beberapa realitas sosial yang dalam cerpen tersebut yaitu

pelecehan seksual dan ketidakadilan.

4.1.1.1 Pelecehan Seksual


Salah satu realitas sosial dari cerpen Madame Baptiste yaitu pelecehan

seksual, pelecahan seksual yang dimaksud adalah tindakan yang merujuk secara
seksual di mana pelaku membuat korban risih dan tertekan dan dapat di lihat pada

kutipan berikut:

Elle eut, étant tout enfant, à l’âge de onze ans, une aventure terrible : un
valet la souilla. Elle en faillit mourir, estropiée par ce misérable que sa
brutalité dénonça. Un épouvantable procès eut lieu et révéla que depuis
trois mois la pauvre martyre était victime des honteuses pratiques de cette
brute. L’homme fut condamné aux travaux forcés à perpétuité.
(Mademoiselle Fifi : 77)

Artinya:
“Waktu masih kecil, umur sebelas tahun, dia mengalami suatu kejadian
mengerikan: seorang pembantu menodai dirinya. Dia hampir saja mati,
lumpuh karna kebrutalan orang tak bermoral itu”. (Mademoiselle Fifi : 77)

Kutipan di atas menunjukkan seorang laki-laki (pembantu) yang menodai

anak tuannya. Keinginan untuk melampiaskan sifat bejatnya hampir saja membuat

lumpuh si korban. Tindakan pelecehan yang dilakukan telah berlangsung selama

tiga bulan, sehingga pelaku pelecehan divonis hukuman penjara seumur hidup.

Kutipan juga di atas menunjukkan bahwa realitas sosial pada cerpen Madame

Baptiste merupakan cerminan zaman kehidupan pada saat itu.

4.1.1.2 Ketidakadilan

Masuk dalam realitas sosial yang terdapat dalam cerpen Madame Baptiste

yaitu ketidakadilan, ketidakadilan yang dimaksud adalah suatu tindakan yang

memihak pada salah satu dari kedua belah pihak yaitu kutipannya sebagai berikut:

On la saluait à peine. Seuls, quelques hommes se découvraient. Les mères


feignaient de ne pas l’avoir aperçue. Quelques petits voyous l’appelaient «
Madame Baptiste », du nom du valet qui l’avait outragée et perdue. ”.
( Mademoiselle Fifi: 80)

Artinya:

54
“Ia hampir tak pernah disapa orang. Hanya beberapa orang laki-laki yang
mau menegurnya. Para ibu berlagak seolah-olah tak melihatnya.
Beberapa anak berandal memanggilnya “Madame Baptiste”, sesuai
dengan nama pelayan yang telah menodainya dan merusaknya”.
( Mademoiselle Fifi: 80)

Kutipan di atas menunjukkan proses kehidupan sosial bermasyarakat pada

cerpen Madame Baptiste menunjukkan perlakukan tidak adil terhadap korban

pelecehan seksual. Anak perempuan Fontanelle hampir tidak pernah disapa.

Orang-orang yang melewatinya memalingkan wajahnya seolah tidak melihatnya.

Selanjutnya kutipan ketidakadilan dapat di lihat pada kutipan berikut ini.

Un honnête homme ne donnerait pas volontiers la main à un forçat libéré,


n’est-ce pas, ce forçat fût-il son fils ? M. et Mme Fontanelle considéraient
leur fille comme ils eussent fait d’un fils sortant du bagne. (Mademoiselle
Fifi: 80)

Artinya:
“Seorang pria yang terhormat tak mungkin mengulurkan tangan dengan
sukarela kepada sorang hukuman yang dibebaskan bukan, sekalipun ia
anaknya sendiri. Bapak dan Ibu Fontanelle memperlakukan anak
perempuan mereka seperti seorang anak laki-laki yang keluar dari penjara
kerja paksa”. (Mademoiselle Fifi: 80)

Pada kutipan di atas dapat dilihat bahwa dalam keluarga sendiri Noynya

Paul Harnot, ia tidak mendapatkan perlakuan yang adil. Bahkan, Nyonya Paul

Harnot seperti seorang narapidana yang baru keluar dari penjara dan membawa

banyak aib keluarga. Lingkungan keluarga yang harusnya menjadi sandaran

Nyonya Paul Harnot sudah tidak bisa diharapkan lagi.

55
4.1.2 Realitas Sosial Dalam Cerpen La Parure

Berdasarkan hasil penelitian dalam cerpen La Parure karya Guy De

Maupassant, peneliti menemukan realitas sosial yang dalam cerpen tersebut yaitu

konflik, perilaku menyimpang dan faktor ekonomi.

4.1.2.1 Konflik

Salah satu realitas sosial dalam cerpen La Parure yaitu konflik, konflik

yang dimaksud adalah perjuangan yang dilakukan oleh berbagai pihak untuk

memperoleh untuk memperoleh hal-hal seperti nilai, status, kekuasan dan lain

sebagainya yaitu kutipannya sebagai berikut::

Tu mettras des fleurs naturelles. C’est très chic en cette saison-ci. Pour
dix francs tu auras deux ou trois roses magnifiques.
Elle n’était point convaincue.
Non... il n’y a rien de plus humiliant que d’avoir l’air pauvre au milieu de
femmes riches.
Mais son mari s’écria :
Que tu es bête ! Va trouver ton amie Mme Forestier et demande-lui de te
prêter des bijoux. Tu es bien assez liée avec elle pour faire cela.
(Mademoiselle fifi: 277)

Artinya:
“Perempuan itu tetap pada pendiriannya.
Tidak ada yang lebih menyakitkan daripada kelihatan miskin diantara
perempuan-perempuan kaya.
Tetapi tiba-tiba suaminya berteriak.
Bodoh sekali kamu,Pergilah,temui sahabatmu Bu Forestier dan mintalah
kepadanya agar meminjamkan perhiasanya.Kalian ‘kan cukup akrab
sehingga kau dapat melakukanya.” (Madamoiselle fifi: 277)

Kutipan di atas menunjukkan tentang tampil miskin didepan rekan-rekan

kerja suaminya adalah kondisi yang sangat tidak diinginkan oleh Nyonya Loisel.

Penampilan kaya dan mewah merupakan impian Nyonya Loisel. Tampil hanya

56
dengan gaun indah tidak cukup bagi Nyonya Loisel. Tampil dengan gaun indah

dengan tambahan riasan dan perhiasaan, Nyonya Loisel akan merasa percaya diri

dan merasa akan menjadi perempuan paling cantik diantara perempuan-

perempuan yang lain.

Namun, kecenderungan Nyonya Loisel untuk tampil mewah sempat

membuat suaminya emosi hingga meneriakinya. Itu terlihat sebagaimana yang ada

pada kutipan.

Kehidupan keluarga yang ditunjukan seperti pada cerpen La Parure kerap

kali ditemukan pada kehidupan keluarga di Prancis abad 19. Bahkan kehidupan

seperti itu juga seringkali kita temukan dalam lingkungan kehidupan sehari-hari

dan sering menimbulkan konflik di dalam lingkungan keluarga.

4.1.2.2 Perilaku Menyimpang

Realitas sosial yang terdapat dalam cerpen La Parure adalah perilaku

menyimpang, perilaku menyimpang yang dimaksud adalah perilaku yang tidak

berhasil menyesuaikan diri dengan kehendak masyarakat atau kelompok tertentu

dalam masyarakat. Perilaku menyimpang ini adalah perilaku yang menyimpang

dari norma dan nilai sosial keluarga dan masyarakat yang menjadi penyebab

memudarnya ikatan atau soliaritas kelompok. Kutipannya sebagai berikut:

Il faut, dit-il, écrire à ton amie que tu as brisé la fermeture de sa rivière et


que tu la fais réparer. Cela nous donnera le temps de nous retourner.
(Mademoiselle Fifi: 283)

Artinya:
“Tulislah kepada temanmu. usulannya, bahwa tali tenutup kalung itu
terputus da bahwa kau sedang memperbaikinya. Dengan begitu kita akan
mempunyai cukup waktu untuk mempertimbangan apa yang harus
dilakukan”. (Mademoiselle Fifi: 283)

57
Kutipan di atas menunjukkan tentang Perilaku menyimpang merupakan

tindakan sosial yang tdak sesuai dengan norma yang ada dalam tatanan

sosial.Salah satu penyebab perilaku menyimpang adalah keterbatasan ekonomi.

Perilaku menyimpang yang dilakukan atas dorongan faktor ekonomi sering kita

temukan dalam kehidupan sosial bermasyarakat.

Sejalan dengan pernyataan diatas, didalam cerpen La Parure juga

ditinjukan perilaku menyimpang yang dilakukan oleh pasangan suami istri.mereka

rela berbohong kepada Madame Forestier karena kalung yang dipinjam oleh

Nyonya Loisel dam belum bisa digantikan karena belum cukup uang untuk

menggantikan kalung yang telah dipinjamnya.

4.1.2.3 Faktor Ekonomi

Salah satu realitas sosial yang terdapat dalam cerpen La Parure adalah

faktor ekonomi, faktor ekonomi yang dimaksud adalah faktor yang berkaitan

dengan keuangan misalnya tingkat kemiskinan, yang kutipannya sebagai berikut:

Il fallait chaque mois payer des billets, en renouveler d’autres, obtenir du


temps.
Le mari travaillait, le soir, à mettre au net les comptes d’un commerçant,
et la nuit, souvent, il faisait de la copie à cinq sous la page.
Et cette vie dura dix ans.
Au bout de dix ans, ils avaient tout restitué, tout, avec le taux de l’usure, et
l’accumulation des intérêts superposés. (Mademoiselle Fifi: 286-287)

Artinya:
Setiap bulan mereka harus melunasi utang, dan membuat utang baru atau
mendapat perpanjangan waktu untuk membayar.
Pada sore harinya si suami bekerja lagi untuk mengurus pembukuan
seorang pedangan, dan pada malam harinya ia menyalin surat-surat dengan
upah lima sous setiap halaman.

58
Keadaan seperti itu berlangsung selama sepuluh tahun.
Setelah lewat sepuluh tahun, mereka berhasil melunasi semua utang,
semuanya, termaksud bunga lintah darat, tumpukan bunga yang
bertumpang-tindih. (Mademoiselle Fifi: 286-287)

Kutipan di atas menunjukkan keadaan ekonomi yang serba kekurangan

sangat mempengaruhi pola pikir. Apalagi mempunyai keinginan untuk memiliki

atau bahkan mendapatkan sesuatu. Dampak dari fenomena seperti itu membuat

seseorang cenderung imajinatif. Selain itu juga dapat membuat seseorang sering

mengeluh dengan keadaan ekonomi yang ada dan bahkan membuat seseorang

juga merasa menderita.

Faktor ekonomi seperti ini dapat ditemukan pada kutipan di atas

yangmenggambarkan bahwa Nyonya Loisel yang merasa menderita dengan

kondisi rumah atau tempat tinggalnya yang sederhana.nyonya Loisel juga

memiliki keinginan untuk memiliki gaun yang indah untuk dipakai menghadiri

pesta, sementara dalam keluarga mereka tidak memiliki begitu banyak uang untuk

mendapatkan barang mewah yang seperti diinginkan Nyonya Loisel. Selain

keinginan untuk memiliki gaun mewah, Nyonya Loisel menginginkan kalung

mewah sebagai bentuk perhiasan yang akan dipakainya ke pesta. Dan karena tidak

memiliki cukup uang yang membuat Nyonya Loisel meminjam perhiasan ke salah

satu sahabatnya. Namun, setelah pesta selesai, kalung yang dipinjam Nyonya

Loisel itu hilang. Karena tidak memiliki cukup uang, peristiwa ini membuat

Nyonya Loisel harus bekerja keras dan meminjam uang kemana-mana untuk

mengantikan perhiasan nyonya Forestier.

59
Dalam realitas sosial kita banyak menemukan fenomena sosial seperti

kutipan di atas, sehingga ini menunjukan adanya relevansi antara realitas sosial

dalam cerpen dengan realitas sosial dalam kehidupan nyata.

4.1.3 Realitas Sosial Dalam Cerpen Le Papa de Simon

Berdasarkan hasil penelitian dalam cerpen Le Papa de Simon karya Guy

De Maupassant, peneliti menemukan realitas sosial yang ada dalam cerpen

tersebut. Adapun beberapa realitas sosial yang dalam cerpen tersebut kesenjangan

sosial.

4.1.3.1 Kesenjangan Sosial

Realitas sosial yang terdapat dalam cerpen Le Papa de Simon adalah

kesenjangan sosial, kesenjagan sosial yang dimaksud adalah kondisi di mana ada

hal yang tidak seimbang di dalam kehidupan masyarakat entah itu secara personal

maupun kelompok, kutipannya adalah sebagai berikut:

Il se rappelait en effet que, huit jours auparavant, un pauvre diable qui


mendiait sa vie s’était jeté dans l’eau parce qu’il n’avait plus d’argent.
Simon était là lorsqu’on le repêchait ; et le triste bonhomme, qui lui
semblait ordinairement lamentable, malpropre et laid, l’avait alors frappé
par son air tranquille, avec ses joues pâles, sa longue barbe mouillée et
ses yeux ouverts, très calmes. On avait dit alentour : « Il est mort. »
Quelqu’un avait ajouté : « Il est bien heureux maintenant. » Et Simon
voulait aussi se noyer, parce qu’il n’avait pas de père, comme ce
misérable qui n’avait pas d’argent. (Madamoiselle Fifi: 32)

Artinya:

“ia teringat kejadian delapan hari yang lalu seorang pengemis malang
menceburtkan diri ke sungai karena sudah tidak punya uang lagi. Simon
berada di lokasi ketika mayatnya di angkat. Pria yang biasanya tampak
memelas, kumal dan jelek pada waktu itu tampak tenang denga pipi pucat
dan jangkut yang panjang yang basah serta kedua matanya terbuka,
sungguh tenang. Orang-orang disekitarnya berkata: “ia sudah mati.”

60
Seseorang menambahkan: “sekarang ia bahagia.” Dan simon juga ingin
menenggelamkan dirinya, karena ia tidak mempunyai ayah seperti halnya
si pengemis itu yang tidak mempunyai uang.” (Madamoiselle Fifi: 32)

Kutipan di atas menunjukkan tentang kemiskinan yang dialami laki-laki

peminta-minta mendorong melakukan hal yang diluar nalar dan norma

keagamaan, yaitu membunuh diri. Kehilangan harta benda membuatnya tidak

mampu mengurus dirinya sendiri dan keluarganya. Kondisi yanya menyedihkan

ini pun tidak mendapat perhatian dari orang-orang di sekitarnya, yang cenderung

individualis dan tak acuh, sehingga membuat orang miskin itu semakin terpuruk

dan putus asa. Kondisi seperti ini menunjukkan ada kesenjangan sosial yang telah

terjadi pada cerita si penulis.

4.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian dari cerpen Madame Baptiste, La Parure dan

Le Papa de Simon karya Guy de Maupassant yaitu tentang realitas sosial. Cerpen

Madame Baptiste, La Parure dan Le Papa de Simon mempunyai keterkaitan

dengan masyarakat prancis pada abad ke XIX.

Pada abad XIX, pemerintahan Prancis beberapa kali terjadi pergantian.

Pemerintahan-pemerintahan Prancis pada awalnya selalu berusaha memenuhi

aspirasi rakyat. Secara berangsur-angsur berubah menjadi otoriter dan

menerapkan berbagai aturan untuk membatasi kebebasan individu. Pergantian

pemerintahan liberal ke monarki mengakibatkan terjadinya perubahan dan

kerusuhan dalam segala bidang, baik itu dalam bidang sosial maupun politik yang

berdampak pada kehidupan masyarakat pada umumnya. Kesusastraan merekam

61
perubahan yang terjadi melalui berbagai bentuk karya sastra, salah satunya adalah

cerita pendek (cerpen).

Pada abad XIX, pokok bahasan dalam karya sastra adalah masyarakat

dalam realitas sosial, mulai dari perkembangan ekonomi, masalah sosial,

munculnya golongan proletar kota, pengosongan wilayah pedesaan dan situasi

politik. Budaya Prancis pada masa itu cenderung sensasional dan stereotipis, tapi

keadaan ini menguntungkan para sastrawan untuk menerjemahkan aspirasi sosial

dam menjadi panutan dalam urusan spiritual. Hal ini terbukti dengan pengambilan

posisi para sastrawan untuk menerbitkan karya sastra yang mengisahkan

kehidupan rakyat yang seringkali tragis/dramatis seperti karya sastra Guy de

Maupassant.

Relevansi antara sejarah prancis pada abad ke XIX dengan cerpen karya

Guy de Maupassant terlihat jelas dalam cerpen Madame Baptiste realitas sosial

atau masalah-masalah sosial tergambar jelas dalam setiap isi cerpen mulai dari

pelecehan seksual yang dialami Madame Baptiste dan ketidakadilan yang dialami

Madame Baptiste yaitu seperti perilaku tidak adil terhadap pelaku pelecehan

seksual.

Kedua relevansi sejarah prancis pada abad ke XIX dengan cerpen La

Parure dan Le Papa De Simon karya Guy de Maupassant realitas sosial dan

masalah-masalah sosial tergamar sangat jelas dalam setiap isi cerpen mulai dari

konflik, prilaku menyimpang dan faktor ekonomi.

Ketiga, relevansi antara sejarah Prancis pada abad ke XIX dengan cerpen

Le Papa de Simon karya Guy de Maupassant Realitas sosial atau masalah-masalah

62
sosial tergambar jelas dalam isi. Isi tulisan yang ada dalam cerpen terasa pahit dan

sarkastis. Jadi, antara sejarah prancis dengan hasil karya sastra (cerpen) terlihat

sangat relevan. Artinya bahwa kehidupan sosial bermasyarakat pada cerpen sangat

terlihat jelas menggambarkan kehidupan sosial bermasyarakat di Prancis pada

abad XIX.

63
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat

disimpulkan bahwa realitas sosial dalam cerpen Madame Baptiste, La Parure dan

Le Papa de Simon karya Guy de Maupassant memiliki beberapa tahapan.

Realitas sosial dalam cerpen Madame Baptiste karya Guy de Maupassant

pada tahap pertama yaitu pelecehan seksual, pada tahap kedua yaitu

ketidakadilan.

Realitas sosial dalam cerpen La Parure karya Guy de Maupassant. Pada

tahap pertama konflik, Pada tahap kedua perilaku menyimpang dan pada tahap

ketiga faktor ekonomi.

Realitas sosial pada cerpen Le Papa de Simon karya Guy de Maupassant.

Pada tahap pertama kesenjagan sosial.

5.2 Saran

Penelitiaan ini membatasi pembahasan hanya pada pendeskripsian realitas

sosial dalam cerpen Madame Baptiste, La Parure dan Le Papa de Simon karya

Guy de Maupassant dengan menggunkan pendekatan sosiologi sastra oleh Alan

Swengwood. Dari penelitian ysng telah dilakukan, peneliti dapat memberikan

saran sebagai berikut:

1. Untuk pembaca, khususnya bagi pembelajaran bahasa Prancis maupun

bahasa asing lainnya, penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi

dalam memahami teks-teks berbahasa Prancis lainnya.


2. Cerpen Madame Baptisre, La Parure dan Le Papa de Simon ini masih bia

di teliti kembali dengan berbagai aspek dan teori sastra lainnya, seperti

psikologi sastra, psikologi humanistik, semiotika maupun kajian ilmu

lainnya, agar penelitiaan dari cerpen Madame Baptiste, La Parure dan Le

Papa de Simon ini dapat di perdalam dan bervariasi.

3. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam

penelitian karya sastra khususnya dalam masalah realitas sosial.

65
66
DAFTAR PUSTAKA

A. Suminto Sayuti. 2000. Berkenalan Dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta: Gama


Media
Agustin, Dwina Octafindah. 2004. Kondisi Sosial Dan Politik Eksil Karya Leila S.
Dan Schudori Dan Implikasi Pada Pembelajaran Sastra Di SMA.
(Skripsi). Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Al-Hasany, Azzah Zain. 2007. Al-Qur’an Puncak Selera Sastra. Surakarta: Ziyad
Visi Media.
Andi, Muthmainnah. 2012. Kontruksi Realitas kaum Perempuan Dalam Film 7
Hati 7 Cinta 7 Wanita (Analisis Semiotika Film). Universitas
Hasaniddin: Makassar.
Anwar, Saifudddin. 2010. Metode penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ariani, L, Sudarmin, Nurhayati., S. 2009. Analisi Berpikir Kreatif Pada
Penerapan Problem Base Learning, And Mathematics. Jurnal Inovasi
Pendidikan Kimi 13 (1).
Ariani, L., Sudarmin,.Nurhayati., S. 2019. Analisis Berpikir Kreaktif Pada
Penerapan Problem Base Leaning Berpendekatan Science, Technology,
Engineering, And Mathematick. Jurnal Inovasi Pendidikan Kimi 13 (1) :
2307. 2317.
Arifin, Zainal. 2012. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Gowa: Anugerah Mandiri.
Budiantara, Melani (1990). Teori Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia.
Bungin, Burhan. 2011. Realitas Sosial dan Konstruksi Sosial. Jakarta: Rajawali
Pers
Chafid, Nur. 2011. Ideologi Tokoh-Tokoh Utama Dalam Roman La Débâcle
Karya Emile Zole. (sebuah kajian sosiologi sastra). IAN WATT.
(skripsi). Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Creswell, J. W. 2010. Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta:
PT Pustaka Pelajar.
D. Damono. S, 1979. Sosiologi Sebuah pengantar. Jakarta: Pusat Pembinaan Dan
Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.
Durkheim. Emile. 1958. The Rules Of sociological Mathod. Glencoe: Fress Press.
Endraswara. Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka
Widyatama.
Esten, Mursal. 1990. Kesustraan Pengantar, Teori dan Sejarah. Bandung:
Angkasa.
Faruk, 1994. Pengantar Sosiaologi Sastra: dari Strukturalisme Genetik
SampaiPostmoderaisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Husen, I. S. 2020. Pengarang Prancis Sepanjang Masa Abad XV-XXI. Yayasan
Pustaka. Obor Indonesia.
Imam Baihaqi, Muhammad. 2016. Kontruksi Realitas Sosial Citra Polisi Pada
Reality Show Net 86 Di Net. Tv. Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah: Jakarta.
Intan Tania & Sri Rujati. 2021. The Sport Le Papa De Simon: Guy De
Maupassant's Sosial Criticism Of 19TH Centuryfrench Society. Jurnal
Kata, 5 (1), 59-72. DOI: 10.22216/kata.v5il.70.
Ismawati, Esti. 2013. Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Penernit Ombak.
Junus, Umar. 1986. Sosiologi Sastra: Persoalan Teori Dan Metode.
Kualalumpur : Dewan Bahasa Dan Pustaka Kementrian Pelajaran
Malaysia.
Kuswati, Erni. 2018.Realitas Dan Perilaku Sosial Dsalam Novel O Karya Eka
Kurniawan: Kajian Sosiologi Sastra. Universitas Sarjanawitaya:
Yogyakarta.
Maupassant, Guy De. 2004. Madamoiselle Fifi. Kumpulan Cerita Pendek.
Disuting dan diberi kata pengantar oleh Ida Sundari Husen. Yayan Obor
Indonesia.
Murdiyatmoko & Handayani, Citra. 2004. Sosiologi untuk SMA Kelas 1.
Bandung: Grafindo Media Pratama.
Nurgiyanto, Burhan. 2005. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: UGM Pres.

68
Nurhidayanti. 2018. Potret Realitas Sosial dalam Masyarakat Religiusyang
Terlihat Pada Novel Meniti Di Atas Kabut. (Skripsi). Makassar :
Universitas Muhamadiyah Makassar.
Pradopo, Rachmat Djoko. 2002. Kritik Sastra Indonesia Modern. Yogyakarta:
Gama Media.
Ratihfa, Septi. 2017. Realitas Sosial Masyarakat Minangkabau dalam Novel
Jejak-jejak yang Membekas. (Skripsi). Padang: Sekolah Tinggi Keguruan
dan Ilmu Pendidikan (STKIP) PGRI Sumatera Barat.
Ratna, Nyoman Kutha. 2006. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Retnasih, Anisa Octafindah, 2004. Kritik Michael Ende (analisi sosiologi sastra).
(skripsi). Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarata.
Retno Wiyarni. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Salatiga: Widyasari.
Rimang, Siti Suwadah. 2011. Kajian Sastra: Teori dan Praktik. Yogyakarta: Aura
Pustaka.
Sastrawan, Hedi. 2012 Realitas Sosial di Masyarakat (Artikel Lengkap Sosiologi).
(Online) (http://hedisasrawan.blogspot.co.id/2012/12/realitas-sosial-di-
masyarakat-artikel.html?m=1, diakses 30 januari 2022).
Soekanto, Soerjono. 2012. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Soekanto, Soerjono. 2012. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kualitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung; PT
Alfabet.
Sugono, Dendy. 2003. Bahasa Indonesia dalam Media Masca Cetak. Jakarta:
Progres.
Sumardjo. 2007. Catatan Kecil Tentang Menulis Cerpen. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Susanto, Dwi. 2012. Pengantar Teori Ssastra. Yogyakarta: CAPS.
Swingewood.Alan And Diana Leurenson. 1972. The sociology Of Literature.
Paladine.

69
Syani, Abdul. 2012. Sosiologi Skematika, Teori dan Terapan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Sztomka, piotr. 2011. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada.
Tika, Pabundu, ddk. 2008. Ilmu Pengetahuan Sosiologi2 SMA/MA. Jakarta: Bumi
Aksara.
Upe, Ambo. 2010. Tradisi Aliran dalam Sosiologi; Dari Filosofi Positivistik ke
Post Positivistik. Jakarta: Rajawali Pers
Wellek, Rene, Austin Werren. 1956. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.
Wiyatmi. 2013. Sosiologi Sastra Teori Dan Kajian Terhadap sastra Indonesia.
Yogyakarta: Kanwa Pablisher.
Yasa, I. N. 2012. Teori Sastra dan Penerapannya. Bandung: Karya Putra Darwati.
Yuniar, Fahmi M. 2015. Kontruksi Realitas Sosial dalam Media Iklan Line “Let's
Get Rich” ( studi Analisis Semiotik Pada Iklan “Let's Get Rich” di
Televisi/Vidio Ad Sense Internet Versi Dimas Danang & Imam Darto
Dan Bunga Citra Lestari & Arsaf Sinclair). (Skripsi). Malang:
universitas Muhamadiyah Malang.

70
LAMPIRAN

Sinopsis Cerpen Madame Baptiste karya Guy de Maupassant


Seorang perempuan muda yang bernama Nyonya Paul Harnot adalah anak
saudagar kaya yaitu pak Foontanelle. Waktu masih muda umur belasan tahun dia
mengalami suatu kejadian yang mengerikan. Seorang pembantu menodainya, dia
hampir saja mati,lumpuh karena kebrutalan orang yang tak bermoral itu.

Gadis kecil itu tumbuh dewasa, terus membawa aib dalam dirinya,
terkucil, tanpa teman dan hampir tidak pernah dipeluk orang dewasa. Bagi
penduduk kota itu, anak itu menjadi semacam monster. Ia beranjak dewasa,
keadaannya lebih parah lagi, para gadis dijauhkan darinya seperti dari orang yang
terkena penyakit pes. Ketika lewat di jalan, ia selalu ditemani pengasuhnya. Ia
seperti selalu dijaga karena selalui dihantui ketakutan akan terjadi lagi
pengalaman lain yang mengerikan. Ketika lewat di jalan matanya terus menatap
ke bawah karena rasa malu misterius yang membebaninya. Gadis-gadis lain, yang
ternyata tidak senaif yang dikira orang, berbisik-bisik sambil meliriknya,
menertawakannya diam-diam, dan cepat-cepat memalingkan kepala dengan wajah
tak acuh bila tanpa sengaja perempuan itu menatap mereka.

Tak seorang pun tahu jeritan hatinya yang tersembunyi karena ia tak
pernah bicara dan tak pernah tertawa. Orang tuanya sendiri tampak canggung di
depannya, seolah-olah selalu mempermasalahkan gara-gara sesuatu kesalahn yang
tak mungkin diperbaiki.

71
Sinopsis Cerpen La Parure Karya Guy de Maupassant

Monsieur Loise mempersembahkan Mathilde dengan undangan ke pesta


formal Kementrian Pendidikan, yang dia harapkan akan membuat Mathilde
senang karena dia akan dapat berbaur dengan masyarakat kelas atas. Mathilde
kecewa karena tidak memiliki gaun cukup bagus untuk dikenakan ke acara pesta
tersebut.
Air mata Mathilde mengayunkan Monsieur Loisel untuk menawarkan
pakaian baru meskipun uang mereka tidak cukup. Mathilde meminta 400 franc.
Monsieur Loisel telah merencanakan untuk menggunakan uang yang ia tabung
untuk memberikan itu pada istrinya. Mendekati tanggal pesta, Mathilde
memutuskan untuk meminjam perhiasan dari Madame Forestier. Dia mengambil
kalung berlian dari korak perhiasan temannya.

Mathilde adalah primadona. Ketika malam berakhir dan pasangan kembali


ke rumah, Mathilde sedih dengan keadaan hidupnya yang sederhana dibandingkan
dengan pesta dongeng. Emosi ini dengan cepat berubah menjadi panik ketika dia
menyadari bahwa dia telah kehilangan kalung Madame Forestier yang
meminjamkannya.

Monsieur Loisel dan Madame Mathilde tidak menemukan kalung yang


hilang itu dan memutuskan untuk menggantikannya tanpa memberi tahu Madame
Forestier bahwa Mathilde menjatuhkan kalung itu. Mereka menemukan kalung
yang sama, tetapi untuk membelinya mereka tidak memiliki cukup uang. Mereka
meminjam uang di berbagai rentenir. Selama sepuluh tahun berikutnya Monsieur
dan Mathilde hidup dalam kemiskinan. Monsieur Loisel bekerja dan Mathilde
melakukan pekerjaan rumah tangga yang berat sampai utang mereka dilunasi.
Namun kecantikan Mathilde memudar dari satu kesusahan.

Suatu hari, Mathilde dan Madame Forestier bertemu di jalan. Pada


awalnya, Madame Forestier tidak mengenali Mathilde dan terkejut ketika dia
menyadari itu dia. Mathilde menjelaskan kepada Madame Forestier bahwa dia

72
kehilangan kalung itu, dan mengantinya, dan bekerja selama sepuluh tahun untuk
membayar kalung yanghilang itu. Cerita berakhir dengan Madame Forestier
dengan sedih mengatakan pada Mathilde bahwa kalung yang dia pinjam padanya
adalah perhiasan palsu dan hampir tidak berharga.

73
Sinopsi cerpen Le Papa de Simon karya Guy de Maupassant

Seorang perempuan yang bernama Bu Blanchotte hidup bersama anaknya


yaitu Simon seorang anak berusia 8 tahun. Suatu hari, ia mengunjungi sekolah
untuk pertama kalinya, akan tetapi teman-temannya mengolok-oloknya karena
tidak mempunyai ayah. Karena hal itu, ia berencana untuk mengakhiri hidup di
sungai, akan tetapi Philippe Rémy seorang tukang besi mencegahnya. Philippe
memberitahunya bahwa semua makhluk di dunia ini mempunyai seorang ayah,
singkat cerita Philippe mengantarnya kembali. Anak itu memohon pada Philippe
untuk berpura-pura menjadi ayahnya, karena jika tidak, Simon akan kembali ke
sungai untuk menenggelamkan dirinya. Akhirnya, Philippe menikahi Blancotte,
dan Simon sudah memiliki ayah, jadi teman-teman Simon akhirnya berhenti
mengolok-oloknya.

74

Anda mungkin juga menyukai