Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

MENJELASKAN PROSES FISIOLOGI PENYEMBUHAN LUKA

DISUSUN OLEH:

Elsa Habi

(C01420030)

Prodi S1 Keperawatan

Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhmmadiyah Gorontalo


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya
makalah ini dapat kami selesaikan seperti yang diharapkan. Makalah ini dimaksudkan untuk
memenuhi tugas kami terkait mata kuliah ELEKTIF II. Dalam makalah ini kami membahas
“MENJELASKAN PROSES PENYEMBUHAN LUKA” dengan materi yang terdiri dari :
proses fisiologi penyembuhan luka, Konsep pengkajian luka, Konsep penggunaan wound
dressing (balutan) pada luka, Konsep debridment luka, dan Konsep universal precaution dalam
perawatan luka.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja. Sekiranya makalah yang telah kami susun
ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun orang yang membacanya. saya memohon apabila
terdapat kesalahan berupa kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon bimbingan dan
saran yang membangun demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Demikian makalah ini kami buat dengan sebaik-baiknya. Atas perhatian anda kami ucapkan
terima kasih.

Gorontalo, 02 November 2023

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Luka merupakan suatu bentuk kerusakan jaringan pada kulit yang disebabkan oleh
kontak fisika (dengan sumber panas), hasil dari tindakan medis, maupun perubahan
kondisi fisiologis. Ketika terjadi luka, tubuh secara alami melakukan proses
penyembuhan luka melalui kegiatan bioseluler dan biokimia yang terjadi secara
berkesinambungan. Proses penyembuhan luka dibagi ke dalam lima tahap, meliputi
tahap homeostasis, inflamasi, migrasi, proliferasi, dan maturasi. Akhirnya, pada tahap
proliferasi akan terjadi perbaikkan jaringan yang luka oleh kolagen, dan pada tahap
maturasi akan terjadi pematangan dan penguatan jaringan. Penyembuhan luka juga
dipengaruhi oleh faktor-faktor di dalam tubuh, yaitu IL-6, FGF-1, FGF-2, kolagenase,
H2O2, serta BM-MSCs. Perawatan luka dapat dilakukan dengan menggunakan selulosa
mikrobial, balutan luka, maupun modifikasi sistem vakum. Terapi gen juga mulai
dikembangkan untuk penyembuhan luka, diantaranya aFGF cDNA, KGF DNA, serta
rekombinan eritropoietin manusia. Pengembangan formula dari sistem dan basis yang
digunakan juga dilakukan untuk membantu proses penyembuhan luka. Zat aktif dari
bahan alam pun akhir-akhir ini gencar dikembangkan sebagai alternatif pengobatan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud proses fisiologi penyembuhan luka?
2. Apa yang dimaksud dengan konsep pengkajian luka?
3. Apa yang dimaksud dengan konsep penggunaan wound dressing(balutan) pada luka?
4. Apa yang dimaksud dengan konsep debridement luka
5. Apa yang dimkasud dengan konsep universal precaution dalam perawatan luka?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui bagaiman proses fisiologi penyembuhan luka
2. Mengetahui apa itu konsep pengkajian luka
3. Mengetahui apa itu konsep penggunaan wound dressing(balutan) pada luka
4. Mengetahui pengertian konsep debridement luka
5. Mengetahui apa itu konsep universal precaution dalam perawatan luka
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Fisiologi proses penyembuhan luka


Penyembuhan luka merupakan proses fisiologis yang penting untuk menjaga integritas
kulit pasca trauma. Menurut Primadina, (2019) proses penyembuhan luka yang terdiri
dari tiga fase yaitu, fase inflamasi, fase proliferasi, fase maturasi (remodelling).
Pertama, fase inflamasi dibagi menjadi early inflammation (fase hemostasis) dan late
inflammation yang berlangsung dari hari ke-0 sampai hari ke- 5. Kedua, fase proliferasi
yang terjadi dari hari ke-3 sampai hari ke-21 pasca trauma yang melalui 3 proses utama
yaitu, neoangiogenesis, pembentukan fibroblas, dan re-epitelisasi. Pada fase proliferasi,
sel el fibroblas memegang peranan penting dalam N pembentukan jaringan ikat, selain
sel fibroblas juga ada makrofag, sel mast, leukosit, sel plasma, sel lemak, sel pigmen,
dan sel masenkim yang dapat memengaruhi pembentukan jaringan ikat. Sel fibroblas
pada jaringat ikat berperan dalam sintesis komponen matriks ekstraseluler (serat
kolagen, elastin, dan retikuler) dan beberapa makromolekul anionik
(glikosaminoglikans, proteoglikans), serta glikoprotein multiadhesive, laminin, dan
fibronektin yang dapat membantu perlekatan sel pada substrat. Ketiga, fase maturasi
yang terjadi mulai dari hari ke- 21 sampai 1 tahun pasca trauma.
2.2 Konsep pengkajian luka
pengkajian merupakan pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi dan data tentang klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali
masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien baik fisik, mentals, sosial dan
lingkungan “Effendy, 1995”. Pengkajian membantu menganalisa dan menentukan rencana
tindakan yang akan dilakukan bahkan dapat memprediksi lamanya perawatan luka pada
pasien.
2.2.1 Pengkajian luka terdiri atas 2:
1. Pengkajian luka lokal
 Lokasi luka
Lokasi luka dapat mempengaruhi waktu penyembuhan luka. Luka pada daerah
persendian cenderung lebih lama daripada daerah lain. Area yang merupakan
daerah yang rentan lain adalah bokong dan pinggul dikarenakan rentan terkena
tekanan atau gaya lipatan. Sedangkan proses penyembuhan meningkat didaerah
wajah dikarenakan vaskularisasi yang baik.
 Stadium luka
 Dasar Luka
Dalam melakukan pengkajian, perawat harus bisa menentukan warna dasar luka.
Ada beberapa warna dasar luka yaitu :
1. Pink : warna dasar menunjukan terjadinya proses epitelisasi
2. Merah : jaringan granulasi, vaskularisasi baik
3. Kuning : jaringan mati slough (lunak), vaskularisasi buruk
4. Hitam : jaringan mati nekrotik (keras), esschar, vaskularisasi buruk.
 Tepi luka dan kulit sekitar luka
Masalah lain yang harus dikaji pada luka adalah tepi luka dan sekitar luka. Proses
epitelisasi terjadi pada tepi luka meskipun pada beberapa kasus proses epitelisasi
terjadi ditengah luka. Tepi luka yang baik untuk terjadinya proses epitelisasi jika
tepi luka halus, tipis, bersih dan lunak. Tepi luka yang tebal harus ditipiskan, tepi
luka yang kasar harus dihaluskan dan tepi luka yang kotor harus dibersihkan serta
tepi luka yang keras harus dilunakkan. Sekitar luka dihitung kurang lebih 4cm
dari tepi luka dan sekitarnya. Sekitar luka yang baik untuk penyembuhan luka
adalah sekitar luka yang utuh, tidak bengkak, tidak kemerahan, tidak nyeri, tidak
mengeras, dan tidak berwarna kebiruan atau sianosis.
 Tipe eksudat atau cairan luka
Menurut bettes jensen modifikasi irma 2011

Kode Istilah Bentuk

0 Serous Cairan jernih (normal) tipis

1 Blood Tipis merah cerah

2 Hemoserous Cairan serosa disertai darah

3 Sanguineous Cairan banyak mengandung darah, dan kental

4 Serosanguineous Cairan berwarna merah pucat, hingga pink tipis

5 Purulent Cairan infeksi (pus/nanah) seperti susu berwarna k

6 Foul purulent Cairan infeksi (pus/nanah) seperti susu berawarna h

 Ukuran luka
Ukuran luka dapat mempengaruhi lamanya luka sembuh. Semakin besar luka,
waktu penyembuhan semakin lama. Cara mengukur luka memperhatikan arah
kepala, membentuk sudut 90◦ dengan mencari daerah paling panjang dan paling
lebar.
Cara penulisan:
PxL
Daerah luka yang memiliki ketinggian atau kedalaman, cara mengukur lukanya
yaitu sbb:
P x L x T/D
Jika pada luka terdapat goa, cara menghitumg ukuran luka dengan menggunakan
ilustrasi jarum jam.
Contoh penulisan
Goa diarah jam ..., ...cm

 Skala nyeri luka


Penyebab pada nyeri harus dipastikan darimana asal nyeri yang berasal.
Nyeri juga dapat dikarenakan:
 Inflamasi
 Stadium luka 2
 Infeksi
 Penyumbatan pembuluh darah arteri
 Pelebaran pembuluh darah vena
 Neuropathy
2. Pengkajian luka umum
 Status nutrisi, oksigenisasi, psikososial, faktor penekanan atau immobilisasi
2.3 Konsep penggunaan wound dressing (balutan) pada luka
Wound dressing merupakan istilah medis yang mengacu pada teknik pembalutan
luka. Selain bertujuan untuk menutup luka dan mencegah luka menjadi serius atau
infeksi, wound dressing juga diharapkan dapat mempercepat waktu penyembuhan
luka.
Saat ini telah tersedia metode perawatan luka modern (modern dressing) yang bisa
digunakan petugas medis untuk merawat luka pada pasien. Jenis metode wound
dressing satu ini diketahui memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan metode
perawatan luka konvensional (conventional dressing).
2.4 Konsep debridement luka
Debridement adalah prosedur pengangkatan jaringan kulit mati (necrotic tissue), infeksi
jaringan kulit, serta debris-debris atau serpihan yang terdapat pada luka, agar
penyembuhan luka bisa menjadi lebih optimal dan cepat. Selain itu, prosedur ini juga
dapat digunakan untuk menghilangkan material asing pada jaringan kulit.
Prosedur ini utamanya ditujukan untuk pasien dengan luka yang tak kunjung membaik.
Penyembuhan yang lambat pada luka biasanya terjadi karena jaringan kulit mati atau
terinfeksi yang terperangkap pada penyembuhan pertama, sehingga penyembuhan
berikutnya baru bisa berlanjut setelah jaringan yang rusak diangkat.
Manfaat atau tujuan dilakukannya tindakan debridement adalah sebagai berikut:
 Meminimalisasi munculnya bekas luka.
 Membantu pertumbuhan jaringan yang sehat.
 Menurunkan risiko terjadinya komplikasi akibat proses pertumbuhan bakteri pada
luka yang dapat mengakibatkan nyeri, sepsis, dan amputasi.
 Meringankan peradangan pada luka.
Persiapan sebelum Debridement
 Persiapan debridement pada setiap orang bisa berbeda, tergantung pada kondisi
kesehatan, jenis debridement, dan jenis lukanya. Namun, secara umum, beberapa
persiapan sebelum tindakan debridement adalah sebagai berikut:
 Berpuasa sesuai anjuran dokter apabila pasien direncanakan untuk menerima
anestesi umum saat prosedur debridement berlangsung
 Pemeriksaan luka.
 Pemeriksaan fisik.
 Pemberian obat-obatan pereda nyeri (jika dilakukan debridement mekanis).
 Pemberian anestesi lokal (bius lokal) sesuai anjuran dokter.
Prosedur Debridement
Meski pada setiap orang bisa berbeda-beda, secara umum, prosedur debridement
membutuhkan waktu selama 2–6 minggu atau lebih. Prosedur debridement sendiri terbagi
menjadi dua jenis, yaitu debridement pembedahan dan tanpa pembedahan. Berikut
masing-masing penjelasannya.
Debridement Pembedahan
Debridement pembedahan adalah prosedur yang biasanya dilakukan ketika jenis
debridement lain belum atau tidak efektif dalam menyembuhkan luka. Sebelum memulai
prosedur, dokter akan memberikan anestesi lokal atau umum pada pasien tergantung dari
penilaian dokter pada setiap pasien, kemudian dilanjutkan dengan beberapa langkah
berikut:
 Membersihkan luka secara menyeluruh.
 Mengukur kedalaman luka dengan alat logam.
 Mencari apakah ada material asing yang terperangkap di dalam luka.
 Memotong jaringan hiperkeratotik (kulit yang menebal) yang sudah mati atau
mengalami infeksi.
Debridement tanpa Pembedahan
Sementara itu, terdapat empat jenis metode yang termasuk dalam debridement tanpa
pembedahan, antara lain:
1. Debridement Enzimatik
Prosedur ini memanfaatkan enzim dari tumbuhan, hewan, atau bakteri untuk
melembutkan jaringan kulit yang telah rusak. Debridement enzimatik dilakukan dengan
mengoleskan enzim pada luka sebanyak 1–2 kali, kemudian luka dibungkus dengan
perban. Namun, prosedur ini kurang cocok untuk dilakukan pada luka dengan infeksi
yang parah.
2. Debridement Mekanis
Debridement mekanis adalah jenis tindakan debridement yang paling umum dilakukan.
Prosedur ini juga bisa dilakukan pada luka yang mengalami infeksi ataupun tidak. Ada
tiga cara yang dapat diterapkan dalam prosedur ini, yakni menutup luka dengan kasa
basah hingga kering (wet-to-dry dressings), mengusapkan bantalan poliester ke seluruh
luka secara lembut, dan membersihkan jaringan kulit mati.
Kelemahan dari jenis debridement ini adalah saat balutan kering dilepas, ia akan menarik
jaringan mati yang melekat padanya. Proses ini menyakitkan dan berisiko mengangkat
jaringan yang sehat.
3. Debridement Autolitik
Tubuh dapat menghasilkan enzim yang bisa membersihkan jaringan yang sudah mati dari
suatu luka, tanpa memengaruhi jaringan yang sehat. Debridement autolitik dilakukan agar
proses tersebut berjalan dengan baik. Dalam hal ini, dokter akan menggunakan perban
khusus, seperti penutup hidrogel untuk mencegah infeksi selama tubuh bekerja
membersihkan luka. Jenis debridement ini merupakan pilihan terbaik untuk luka kecil
yang tidak terinfeksi dan biasanya memerlukan waktu beberapa hari.
4. Debridement Biologis
Debridement biologis disebut juga dengan “maggot therapy” atau “larva therapy.”
Prosedur ini menggunakan larva steril dari spesies Lucilia sericata. Jenis larva tersebut
dapat membantu penyembuhan luka dengan cara memakan jaringan mati dan melepaskan
zat antibakteri, sehingga bisa mengendalikan infeksi. Prosedur ini dilakukan dengan
membungkus larva dalam kasa dan meletakkannya di atas luka selama 1–3 hari.
Setelah Prosedur Debridement
Perawatan setelah debridement berbeda-beda, tergantung dari jenis prosedur yang
dilakukan. Berikut masing-masing penjelasannya.
Perawatan setelah Debridement Pembedahan
Proses pemulihan pasca-debridement pembedahan biasanya membutuhkan waktu 6–12
minggu. Meski begitu, durasi ini bisa berbeda-beda pada setiap orang, tergantung dari
tingkat keparahan, serta lokasi dan ukuran luka.
Adapun beberapa hal yang penting untuk diperhatikan oleh pasien luka setelah menjalani
debridement pembedahan adalah:
 Menghentikan kebiasaan merokok, karena dapat mempersulit aliran oksigen dan
nutrisi pada luka.
 Mengonsumsi makanan sehat dan bergizi seimbang.
 Melakukan konsultasi ke dokter secara rutin.
Perawatan setelah Debridement tanpa Pembedahan
Sementara itu, beberapa hal yang perlu diperhatikan setelah menjalani debridement tanpa
pembedahan, di antaranya:
 Mengganti perban luka secara teratur.
 Menjaga kebersihan luka.
 Menjaga balutan perban luka tetap kering.
 Hindari menekan area luka.
Efek Samping Debridement
Debridement adalah prosedur yang aman dilakukan. Namun, sama halnya dengan
prosedur medis lainnya, tetap ada beberapa efek samping yang perlu diwaspadai, yakni:
 Infeksi bakteri.
 Rasa nyeri.
 Iritasi.
 Reaksi alergi.
 Perdarahan.
 Kerusakan dan kehilangan jaringan kulit yang sehat.
2.5 Konsep universal precaution dalam perawatan luka
 Pengertian Universal Precaution
Universal precaution merupakan tindakan pengendalian infeksi sederhana
yang digunakan oleh seluruh petugas kesehatan, untuk semua pasien, pada
semua tempat pelayanan dalam rangka mengurangi risiko penyebaran
infeksi (Nursalam, 2009). Universal precaution adalah suatu metode atau
petunjuk yang dirancang oleh pusat dan kendali Pencegahan Penyakit
untuk mereduksi penyebaran penyakit dan infeksi pada penyedia
pelayanan kesehatan dan pasien yang terdapat di dalam ruang lingkup
kesehatan (Dailey, 2010). Universal precaution adalah tindakan petugas
kesehatan agar dalam melaksanakan pekerjaannya tidak menimbulkan
infeksi silang, yakni infeksi dari dokter/petugas kesehatan ke pasien dan
sebaliknya atau dari pasien satu ke pasien lainnya.
 tujuan Universal Precaution Menurut Nursalam (2009) Universal
precaution perlu diterapkan dengan tujuan untuk:
a. Mengendalikan infeksi secara konsisten
b. Memastikan standar adekuat bagi mereka yang tidak di diagnosis atau
tidak terlihat seperti berisiko
c. Mengurangi risiko bagi petugas kesehatan dan pasien
d. Asumsi bahwa risiko atau infeksi berbahaya.
Prinsip UPI di pelayanan kesehatan adalah menjaga higiene sanitasi
individu, higiene sanitasi ruangan, serta sterilisasi peralatan. Hal ini
penting mengingat sebagian orang yang terinfeksi virus lewat darah
seperti HIV dan HBV tidak menunjukkan gejala-gejala fisik. Universal
precaution diterapkan untuk melindungi setiap orang (pasien dan petugas
kesehatan) apakah mereka terinfeksi atau tidak. Universal precaution
berlaku untuk darah, sekresi dan ekskresi (kecuali keringat), luka pada
kulit dan selaput lendir. Penerapan standar ini penting untuk mengurangi
resiko penularan mikroorganisme yang berasal dari sumber infeksi yang
diketahui atau tidak diketahui (misalnya pasien, benda terkontaminasi,
jarum suntik bekas pakai, dan spuit) di dalam sistem pelayanan kesehatan.
Pencegahan yang baik merupakan langkah awal untuk mencegah infeksi
nosokomial bagi pasien rawat inap. Cairan yang berpotensi infeksius di
fasilitasi pelayanan kesehatan antara lain darah, cairan semen, sekresi
vagina, sekresi leher rahim, ASI, sekresi luka, CSF (crebrospinal fluid),
cairan amnion, cairan sendi, cairan perikardium (Nursalam, 2009).
BAB III
PENUTUP

A KESIMPULAN
Perawatan luka adalah cara untuk merawat luka yang terjadi akibat kecelakaan,
pascaoperasi, pascajahitan, atau luka dekubitus. Jika dilakukan dengan tepat, perawatan
luka dapat mencegah infeksi dan mempercepat proses pemulihan.

Kulit rentan mengalami berbagai masalah kesehatan, termasuk luka ringan hingga
berat. Luka tersebut dapat disebabkan oleh sayatan benda tajam, cedera, jatuh dari
motor, atau komplikasi penyakit tertentu. Selain di permukaan kulit, luka juga bisa
merusak struktur di bawah kulit, seperti otot, tulang, atau saraf. Beragam jenis luka
tersebut perlu ditangani sesuai jenisnya untuk mencegah kerusakan pada organ lainnya.

Anda mungkin juga menyukai