Anda di halaman 1dari 48

KONSEP PENYAKIT DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM

MUSKULOSKELETAL

Disusun Oleh : Kelompok 4


Annisa Firdausi 20200910100012
Belinda Waliya Shava 20200910100108
Fajrina Alyani Khoiruddin 20200910100149
Ghina Chalistha Nadhilah 20200910100034
Khalishah Salsabila 20200910100154
Mutmainna Yudha 20200910100156
Salma Salsabila 20200910100163
Shafa Amalia Tazha 20200910100088
Suci Ayuwandita 20200910100167
Triana Oktaviani 20200910100144

Kelas 5C (Bilingual A)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
Jl. Cempaka Putih Tengah, Cemp. Putih, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota
Jakarta 10510 • 021-424401
1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb.

Puji syukur atas rahmat Allah SWT, berkat rahmat serta karunia-Nya sehingga makalah
dengan berjudul 'Konsep Penyakit dan Konsep Asuhan Keperawatan Sistem Muskuloskeletal'
dapat selesai. Makalah ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas Keperawatan Medikal Bedah.
Selain itu, penyusunan makalah ini bertujuan menambah wawasan kepada pembaca tentang
konsep penyakit dan konsep asuhan keperawatan sistem muskuloskeletal.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan masih melakukan banyak
kesalahan. Oleh karena itu Kami memohon maaf atas kesalahan dan ketidaksempurnaan yang
pembaca temukan dalam makalah ini. Penulis juga berharap adanya kritik serta saran dari
pembaca apabila menemukan kesalahan dalam makalah ini.

Terima Kasih

Wassalamualaikum wr.wb.

Jakarta, Desember 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
BAB 1.........................................................................................................................................4
ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM MUSKULOSKELETAL..........................................4
A. Definisi............................................................................................................................4
B. Anatomi fisiologi............................................................................................................4
BAB II........................................................................................................................................9
KONSEP PENYAKIT...............................................................................................................9
A. Konsep Penyakit Fraktur.................................................................................................9
B. Konsep Penyakit Joint Dislocations..............................................................................10
C. Konsep Penyakit Osteoporosis......................................................................................11
BAB III.....................................................................................................................................12
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN.................................................................................12
A. Konsep Asuhan Keperawatan Fraktur..........................................................................12
B. Konsep Asuhan Keperawatan Joint Dislocations.........................................................13
C. Konsep Asuhan Keperawatan Osteoporosis.................................................................14
BAB IV....................................................................................................................................15
PENUTUP................................................................................................................................15
A. Kesimpulan...................................................................................................................15
B. Saran..............................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................16

3
BAB 1

ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM MUSKULOSKELETAL


A. Definisi
Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan mengurus
pergerakan. Komponen utama dari sistem muskuloskeletal adalah tulang dan jaringan
ikat yang menyusun kurang lebih 25 % berat badan dan otot menyusun kurang lebih
50%. Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot rangka, tendon, ligament, dan jaringan-
jaringan khusus yang menghubungkan struktur-struktur ini.(Price,S.A,1995 : 175).

B. Anatomi fisiologi
1. Otot
Semua sel-sel otot mempunyai kekhususan yaitu untuk berkontraksi. Terdapat
lebih dari 600 buah otot pada tubuh manusia. Sebagian besar otot-otot tersebut
dilekatkan pada tulangtulang kerangka tubuh oleh tendon, dan sebagian kecil ada
yang melekat di bawah permukaan kulit.

Sistem muskuler memiliki ciri-ciri sebagai berikut:


1. Kontrakstilitas. Serabut otot berkontraksi dan menegang, yang dapat atau tidak
melibatkan pemendekan otot.
2. Eksitabilitas. Serabut otot akan merespons dengan kuat jika distimulasi oleh
impuls saraf.
3. Ekstensibilitas. Serabut otot memiliki kemampuan untuk menegang melebihi
panjang otot saat rileks.
4. Elastisitas. Serabut otot dapat kembali ke ukuran semula setelah berkontraksi atau
meregang.
Jenis-jenis otot dibedakan menjadi otot rangka, otot polos, dan otot jantung.
1. Otot Rangka, merupakan otot lurik, volunter, dan melekat pada rangka.
Karakteristik otot rangka sebagai berikut:
- Serabut otot sangat panjang, sampai 30 cm, berbentuk silindris dengan lebar
berkisar antara 10 mikron sampai 100 mikron.
- Setiap serabut memiliki banyak inti yang tersusun di bagian perifer.
- Kontraksinya sangat cepat dan kuat.

4
Struktur mikroskopis otot rangka adalah sebagai berikut:
- Otot skelet disusun oleh bundel-bundel paralel yang terdiri dari serabut-
serabut berbentuk silinder yang panjang, disebut myofiber/serabut otot.
- Setiap serabut otot sesungguhnya adalah sebuah sel yang mempunyai banyak
nukleus di tepinya.
- Cytoplasma dari sel otot disebut sarcoplasma yang penuh dengan bermacam-
macam organella, kebanyakan berbentuk silinder yang panjang disebut
dengan myofibril.
- Myofibril disusun oleh myofilament-myofilament yang berbeda-beda
ukurannya, yaitu yang kasar terdiri dari protein myosin yang halus terdiri dari
protein aktin/actin.
2. Otot Polos
Otot polos merupakan otot tidak berlurik dan involunter. Jenis otot ini dapat
ditemukan pada dinding berongga seperti kandung kemih dan uterus, serta pada
dinding tuba seperti pada sistem respiratorik, pencernaan, reproduksi, urinarius,
dan sistem sirkulasi darah. Serabut otot berbentuk spindel dengan nukleus sentral.
Serabut ini berukuran kecil, berkisar antara 20 mikron (melapisi pembuluh darah)
sampai 0,5 mm pada uterus wanita hamil. Kontraksinya kuat dan lamban.
Struktur mikroskopis otot polos adalah sarcoplasmanya terdiri dari myofibril
yang disusun oleh myofilamen-myofilamen. Ada dua kategori otot polos
berdasarkan cara serabut otot distimulasi untuk berkontraksi, yaitu sebagai
berikut:
- Otot polos unit ganda ditemukan pada dinding pembuluh darah besar, pada
jalan udara besar traktus respiratorik, pada otot mata yang memfokuskan
lensa dan menyesuaikan ukuran pupil dan pada otot erektor vili rambut.
- Otot polos unit tunggal (viseral) ditemukan tersusun dalam lapisan dinding
organ berongga atau visera. Semua serabut dalam lapisan mampu
berkontraksi sebagai satu unit tunggal. Otot ini dapat bereksitasi sendiri atau
miogenik dan tidak memerlukan stimulasi saraf eksternal untuk hasil dari
aktivitas listrik spontan.
3. Otot Jantung
Otot jantung merupakan otot lurik, yang disebut juga otot serat lintang
involunter. Karakteristik otot ini hanya terdapat pada jantung. Otot jantung
mempunyai sifat bekerja terus-menerus setiap saat tanpa henti, tapi otot jantung
5
juga mempunyai masa istirahat, yaitu setiap kali berdenyut. Struktur mikroskopis
otot jantung mirip dengan otot skelet. Memilki banyak inti sel yang terletak di tepi
agak ke tengah. Panjang sel berkisar antara 85-100 mikron dan diameternya
sekitar 15 mikron.
Fungsi sistem muskuler/otot meliputi hal berikut ini:
1. Pergerakan. Otot menghasilkan gerakan pada tulang tempat otot tersebut
melekat dan bergerak dalam bagian organ internal tubuh.
2. Penopang tubuh dan mempertahankan postur. Otot menopang rangka
dan mempertahankan tubuh saat berada dalam posisi berdiri atau saat
duduk terhadap gaya gravitasi.
3. Produksi panas. Kontraksi otot-otot secara metabolis menghasilkan panas
untuk mepertahankan suhu tubuh normal.
2. Tulang
Tulang adalah jaringan yang paling keras diantara jaringan ikat lainnya yang
terdiri atas hampir 50 % air dan bagian padat, selebihnya terdiri dari bahan mineral
terutama kalsium kurang lebih 67% dan bahan seluler 33%.
Struktur Tulang:
- Tulang terdiri dari sel hidup yang tersebar diantara material tidak hidup (matriks).
- Matriks tersusun atas osteoblas (sel pembentuk tulang).
- Osteoblas membuat dan mensekresi protein kolagen dan garam mineral.
- Jika pembentukan tulang baru dibutuhkan, osteoblas baru akan dibentuk.
- Jika tulang telah dibentuk, osteoblas akan berubah menjadi osteosit (sel tulang
dewasa).
- Sel tulang yang telah mati akan dirusak oleh osteoklas (sel perusakan tulang)
Fungsi dari sistem skeletal/rangka adalah:
a. Penyangga berdirinya tubuh, tempat melekatnya ligamen- ligamen, otot, jaringan
lunak dan organ. Membentuk kerangka yang berfungsi untuk menyangga tubuh
dan otot-otot yang melekat pada tulang.
b. Penyimpanan mineral (kalsium dan fosfat) dan lipid (yellow marrow) atau
hemopoesis.
c. Produksi sel darah (red marrow).
d. Pelindung yaitu membentuk rongga melindungi organ yang halus dan lunak, serta
memproteksi organ-organ internal dari trauma mekanis.

6
e. Penggerak yaitu dapat mengubah arah dan kekuatan otot rangka saat bergerak
karena adanya persendian.
3. Sendi
Hubungan antartulang disebut artikulasi. Agar artikulasi dapat bergerak,
diperlukan struktur khusus yang disebut sendi. Dengan adanya sendi, membantu
mempermudah gerakan. Sendi yang menyusun kerangka manusia terdapat di beberapa
tempat. Terdapat tiga jenis hubungan antar tulang, yaitu sinartrosis, amfiartosis, dan
diartosis.
a) Sinartrosis (Suture) disebut juga dengan sendi mati, yaitu hubungan antara dua
tulang yang tidak dapat digerakkan sama sekali, strukturnya terdiri atas fibrosa.
Artikulasi ini tidak memiliki celah sendi dan dihubungkan dengan jaringan
serabut. Dijumpai pada hubungan tulang pada tulang-tulang tengkorak yang
disebut sutura/suture.
b) Amfiartosis disebut juga dengan sendi kaku, yaitu hubungan antara dua tulang
yang dapat digerakkan secara terbatas. Artikulasi ini dihubungkan dengan
kartilago. Dijumpai pada hubungan ruas-ruas tulang belakang, tulang rusuk
dengan tulang belakang.
c) Diartosis disebut juga dengan sendi hidup, yaitu hubungan antara dua tulang yang
dapat digerakkan secara leluasa atau tidak terbatas, terdiri dari struktur synovial.

Untuk melindungi bagian ujung-ujung tulang sendi, di daerah persendian terdapat


rongga yang berisi minyak sendi/cairan synovial yang berfungsi sebagai pelumas
sendi. Contohnya yaitu sendi peluru (tangan dengan bahu), sendi engsel (siku), sendi
putar (kepala dan leher), dan sendi pelana (jempol/ibu jari). Diartosis dapat dibedakan
menjadi:
1) Sendi engsel yaitu hubungan antar tulang yang memungkinkan gerakan hanya
satu arah saja. Dijumpai pada hubungan tulang Os. Humerus dengan Os. Ulna
dan Os. Radius/sendi pada siku, hubungan antar Os. Femur dengan Os. Tibia
dan Os. Fibula/sendi pada lutut.
2) Sendi putar hubungan antar tulang yang memungkinkan salah satu tulang
berputar terhadap tulang yang lain sebagai porosnya. Dijumpai pada hubungan
antara Os. Humerus dengan Os. Ulna dan Os. Radius, hubungan antar Os.
Atlas dengan Os. Cranium.

7
3) Sendi pelana/sendi sellari yaitu hubungan antar tulang yang memungkinkan
gerakan ke segala arah/gerakan bebas. Dijumpai pada hubungan Os. Scapula
dengan Os. Humerus, hubungan antara Os. Femur dengan Os. Pelvis virilis.
4) Sendi kondiloid atau elipsoid yaitu hubungan antar tulang yang
memungkinkan gerakan berporos dua, dengan gerak ke kiri dan ke kanan;
gerakan maju dan mundur; gerakan muka/depan dan belakang. Ujung tulang
yang satu berbentuk oval dan masuk ke dalam suatu lekuk yang berbentuk
elips. Dijumpai pada hubungan Os. Radius dengan Os. Carpal.
5) Sendi peluru yaitu hubungan antar tulang yang memungkinkan gerakan ke
segala arah/gerakan bebas. Dijumpai pada hubungan Os. Scapula dengan Os.
Humerus, hubungan antara Os. Femur dengan Os. Pelvis virilis.
6) Sendi luncur yaitu hubungan antar tulang yang memungkinkan gerakan badan
melengkung ke depan (membungkuk) dan ke belakang serta gerakan memutar
(menggeliat). Hubungan ini dapat terjadi pada hubungan antarruas tulang
belakang, persendian antara pergelangan tangan dan tulang pengumpil.
4. Tendon
Tendon adalah tali atau urat daging yang kuat yang bersifat fleksibel, yang
terbuat dari fibrous protein (kolagen). Tendon berfungsi melekatkan tulang dengan
otot atau otot dengan otot.

Berdasarkan cara melekatnya pada tulang, tendon dibedakan sebagai berikut:


a. Origo, merupakan tendon yang melekat pada tulang yang tidak berubah
kedudukannya ketika otot berkontraksi.
b. Inersio, merupakan tendon yang melekat pada tulang yang bergerak ketika otot
berkontraksi.
5. Ligamen

Ligamen adalah pembalut/selubung yang sangat kuat, yang merupakan


jaringan elastis penghubung yang terdiri atas kolagen. Ligamen membungkus tulang
dengan tulang yang diikat oleh sendi.

Beberapa tipe ligamen :


- Ligamen Tipis Ligamen pembungkus tulang dan kartilago. Merupakan
ligament kolateral yang ada di siku dan lutut. Ligamen ini memungkinkan
terjadinya pergerakan.

8
- Ligamen jaringan elastik kuning. Merupakan ligamen yang dipererat oleh
jaringan yang membungkus dan memperkuat sendi, seperti pada tulang bahu
dengan tulang lengan atas.

BAB II

KONSEP PENYAKIT
A. Konsep Penyakit Fraktur
1. Pengertian Fraktur

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Syamsuhidayat. 2004:
840).

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. (Brunner & Suddarth. 2001 : 2357).

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan lunak
disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak
lengkap. (Price and Wilson, 1995 : 1183).

Patah tulang adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang
rawan yang disebabkan oleh kekerasan.(Oswari, 2000 : 144)

2. Klasifikasi

Menurut Abdul Wahid (2013: 9) penampilan fraktur dapat sangat bervariasi


tetapi untuk alasan yang praktis, dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:

Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)

1. Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
2. Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.

9
Berdasarkan komplit atau ketidak komplitan fraktur:

1. Fraktur komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui
kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
2. Fraktur inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti:
a. Hairline fracture/stress frakture adalah salah satu jenis fraktur tidak lengkap pada
tulang. Hal ini disebabkan oleh ”stress yang tidak biasa atau berulang-ulang” dan
juga karena berat badan terus menerus pada pergelangan kaki atau kaki. Hal ini
berbeda dengan jenis patah tulang yang lain, yang biasanya ditandai dengan tanda
yang jelas. Hal ini dapat digambarkan dengan garis sangat kecil atau retak pada
tulang, ini biasanya terjadi di tibia, metatarsal (tulang kaki), dan walau tidak
umum biasanya terjadi pada tulang femur. Hairline fracture/stress frakture umum
terjadi pada cedera olahraga, dan kebanyakan kasus berhubungan dengan
olahraga.
b. Buck atau torus facture, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi
tulang spongiosa di bawahnya.
c. Green stick fracture, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang
terjadi pada tulang panjang

10
Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma
1. Fraktur transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2. Fraktur oblik: fraktur yang arah garis patahannya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat tauma angulasi juga.
3. Fraktur spiral: fraktur yang arah garis patahannya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
4. Fraktur kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan yang lain.
5. Fraktur avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang.

Berdasarkan jumlah garis patah :

1. Fraktur komunitif: fraktur dimana garispatah lebih dari satu dan saling berhubungan.
2. Fraktur segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubngan.
3. Fraktur multipe: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang
sama.

11
Berdasarkan pergeseran fragmen tulang
1. Fraktur undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi kedua fragmen
tidak bergeser dan priosteum masih utuh.
2. Fraktur displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut
lokasi fragmen, terbagi atas:
a. Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping).
b. Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c. Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).

Berdasarkan posisi fraktur Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian:


1. 1/3 proksimal
2. 1/3 medial
3. 1/3 distal
Fraktur kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
Fraktur patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.

3. Etiologi

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat dari


trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis,
yang menyebabkan fraktur yang patologis (Mansjoer, 2002). Etiologi dari fraktur
menurut Price dan Wilson (2006) ada 3 yaitu:

1. Cidera atau benturan.


2. Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi lemah oleh
karena tumor, kanker dan osteoporosis.

12
3. Fraktur beban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang- orang yang baru saja
menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru di terima dalam angkatan bersenjata
atau orang-orang yang baru mulai latihan lari.

Penyebab Fraktur adalah :

a. Kekerasan langsung; Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik


terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan
garis patah melintang atau miring.

b. Kekerasan tidak langsung: Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang


ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah
bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.

c. Kekerasan akibat tarikan otot: Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang
terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan
penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.

4. Patofisiologi
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma Baik itu
karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil, atau tidak
langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga
bisa karena trauma akibat tarikan otot misalnya: patah tulang patela dan
olekranon, karena otot trisep dan bisep mendadak berkontraksi.
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Terbuka bila terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit.
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan
ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya
mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur.
Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran
darahketempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai.
Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-
jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk
tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel
tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati (Corwin, 2000:
299)

13
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan
dengan pembengkakanyg tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke
ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol
pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah
total dapat berakibat anoksia jaringanyg mengakibatkan rusaknya serabut saraf
maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen (Brunner
& suddarth, 2002: 2287).

5. Pathways

14
6. Manifestasi klinis
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang
untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas. Deformitas dapat
di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak

15
dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas
tulang tempat melengketnya obat.
3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat
fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5,5 cm
4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik
tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau
beberapa hari setelah cedera.
7. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi :
X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment.
Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk mendeteksi
struktur fraktur yang kompleks.
2. Laboratorium :
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering
rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan
lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P mengikat di dalam darah
8. Komplikasi
1. Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam
posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring
2. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal
3. Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
4. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang
berlebihan di dalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada suatu
tempat.
5. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada
fraktur.
6. Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah. Faktor
resiko terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40
tahun, usia 70 sam pai 80 fraktur tahun.

16
7. Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada individu
yang imobiil dalam waktu yang lama karena trauma atau ketidak mampuan
lazimnya komplikasi pada perbedaan ekstremitas bawah atau trauma komplikasi
paling fatal bila terjadi pada bedah ortopedil
8. Infeksi, Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat
9. Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau necrosis
iskemia.
10. Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf
simpatik abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti. Mungkin karena nyeri,
perubahan tropik dan vasomotor instability.
9. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan konservatif. Merupakan penatalaksanaan non pembedahan agar
immobilisasi pada patah tulang dapat terpenuhi.
a. Proteksi (tanpa reduksi atau immobilisasi). Proteksi fraktur terutama untuk mencegah
trauma lebih lanjut dengan cara memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas
atau tongkat pada anggota gerak bawah.
b. Imobilisasi degan bidai eksterna (tanpa reduksi). Biasanya menggunakan plaster of
paris (gips) atau dengan bermacam-macam bidai dari plastic atau metal. Metode ini
digunakan pada fraktur yang perlu dipertahankan posisinya dalam proses
penyembuhan.
c. Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna yang menggunakan gips.
Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi dilakukan dengan pembiusan umum dan
local. Reposisi yang dilakukan melawan kekuatan terjadinya fraktur.penggunaan gips
untuk imobilisasi merupakan alat utama pada teknik ini.
d. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi. Tindakan ini mempunyai
dua tujuan utama, yaitu berupa reduksi yang bertahap dan imobilisasi.
2. Penatalaksanaan pembedahan.
a. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan K-Wire (kawat
kirschner), misalnya pada fraktur jari.
b. Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF:Open Reduction internal Fixation).
Merupakan tindakan pembedahan dengan melakukan insisi pada derah fraktur,
17
kemudian melakukan implant pins, screw, wires, rods, plates dan protesa pada tulang
yang patah.

B. Konsep Penyakit Joint Dislocations


1. Pengertian

Dislokasi adalah keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi
berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi) (Brunner&Suddarth). Dislokasi
adalah keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan
suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. (Arif Mansyur, dkk. 2000).
Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang di
sertai luksasi sendi yang disebut fraktur dis lokasi. ( Buku Ajar Ilmu Bedah, hal
1138). Berdasakan defenisi para ahli diatas, maka dapat kami tarik kesimpulan bahwa
dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi
ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh
komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi).

2. Anatomi dan Fisiologi

Anterior Posterior

a. Histologi Tulang

18
Secara histolognya, pertumbuhan tulang dibagi dalam 2 jenis yaitu:

1) Tulang imatur, terbentuk pada perkembangan emrional dan tidak terlihat lagi pada
usia satu tahun. Tulang imatur mengandung jaringan kolagen.

2) Tulang matur, ada 2 jenis yaitu tulang kortikal dan tulang trabekular.

b. Komponen Penyusun Tulang

Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun atas tiga jenis sel :

1) Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe 1 dan proteoglikan


sebagai matriks tulang atau jaringan osteoid melalui suatu proses yang disebut
osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas menyekresi
sejumlah besar fosfatase alkali yang memegang peranan penting dalam
mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang. Sebagai fosfatase dari
alkali akan memasuki aliran darah sehingga kadar fosfatase alkali dalam darah dapat
menjadi indicator yang baik tentang tingkat pembentukan tulang setelah mengalami
patah tulang.

2) Osteosit adalah sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk
pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.

3) Osteoklas adalah sel besar yang berinti banyak yang memungkinkan mineral dan
matriks tulang diabsorpsi. Tidak seperti osteoblast dan osteosit, osteoklas mengikis
tulang. Sel ini menghasilkan proteolitik yang memecahkan matriks dan beberapa
asam yang melarutkan mineral tulang sehingga kalsium dan fosfat terlepas kedalam
aliran darah (Arif Mustaqqin, 2008).

Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun kurang lebih 25% berat badan dan
otot menyusun kurang lebih 50%. Struktur tulang memberikan perlindungan terhadap
organ vital, termasuk otak, jantung dan paru. Kerangka tulang merupakan kerangka
yang kuat untuk menyangga struktur tubuh. Otot yang melekat ke tulang
memungkinkan tubuh bergerak, matriks tulang menyimpan kalsium, fosfor,
magnesium dan flor. Lebih dari 99% kalsium tubuh total terdapat dalam tulang,
sumsum tulang merah yang terletak dalam rongga tulang menghasilkan sel darah

19
merah dan putih dalam proses yang dinamakan hematopoiesis. Kontraksi otot
menghasilkan suatu usaha mekanik untuk gerakan maupun produksi panas untuk
mempertahankan temperatur tubuh (Brunner & suddarth, 2002).

c. Fungsi Utama Tulang

Tulang adalah jaringan yang terstruktur dengan baik dan mempunyai fungsi utama
yaitu :

1) Membentuk rangka badan

2) Sebagai pengumpil dan tempat melekat otot

3) Sebagai bagian dari tubuh untuk melindungi dan mempertahankan alat-

alat dalam (seperti otak, sumsum tulang belakang, jantung, dan paru-paru).

4) Sebagai tempat mengatur dan deposit kalsium, fosfat, magnesium, dan garam.

5) Ruang ditengah tulang tertentu sebagai organ yang mempunyai fungsi tambahan
lain, yaitu sebagai jaringan hemopoletik untuk memproduksi sel darah merah, sel
darah putih, dan trombosit (Arif Mustaqqin, 2008).

3. Klasifikasi Dislokasi

1) Dislokasi congenital
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
2) Dislokasi patologik
Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi.
3) Dislokasi traumatic
Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress
berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami
pengerasan)

4. Etiologi

20
Etiologi tidak diketahui dengan jelas tetapi ada beberapa faktor predisposisi,
diantaranya:

1. Akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir


2. Trauma akibat kecelakaan
3. Trauma akibat pembedahan ortopedi
4. Terjadi infeksi di sekitar sendi
5. Patofisiologi

Penyebab terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena kelainan congenital yang
mengakibatkan kekenduran pada ligamen sehingga terjadi penurunan stabilitas sendi.
Dari adanya traumatic akibat dari gerakan yang berlebih pada sendi dan dari patologik
karena adanya penyakit yang akhirnya terjadi perubahan struktur sendi. Dari 3 hal
tersebut, menyebabkan dislokasi sendi. Dislokasi mengakibatkan timbulnya trauma
jaringan dan tulang, penyempitan pembuluh darah, perubahan panjang ekstremitas
sehingga terjadi perubahan struktur. Dan yang terakhir terjadi kekakuan pada sendi.
Dari dislokasi sendi, perlu dilakukan adanya reposisi dengan cara dibidai.

6. Manifestasi Klinis

 Nyeri
 Perubahan kontur sendi
 Perubahan panjang ekstremitas
 Kehilangan mobilitas normal
 Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi  Deformitas
 Kekakuan

7. Komplikasi

Dini
1). Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat

mengkerutkan otot mati rasa 2).Cedera pembuluh 3). Fraktur disloksi

deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang pada otot tesebut darah : Arteri aksilla
dapat rusak.

21
Komplikasi lanjut
1. Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan

kekakuan sendi bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun.Terjadinya


kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi abduksi.

2. Dislokasi yang berulang:terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul terlepas
dari bagian depan leher glenoid

3. Kelemahan otot

8. Pemeriksaan Diagnostik

1. Foto X-ray : Untuk menentukan arah dislokasi dan apakah disertai


fraktur

2. Foto rontgen : Menentukan luasnya degenerasi dan


mengesampingkan malignasi

3. Pemeriksaan radiologi : Tampak tulang lepas dari sendi

4. Pemeriksaan laboratorium

9. Penatalaksanaan:

1. Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi


jika dislokasi berat.
2. Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke rongga
sendi.
3. Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga
agar tetap dalam posisi stabil.
4. Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi halus 3- 4X
sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi
5. Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan.

22
C. Konsep Penyakit Osteoporosis
1. Pengertian Osteoporosis
Osteoporosis adalah penyakit dimana tulang menjadi kurang padat, kehilangan
kekuatanya, dan kemungkinan besar patah (fraktur) (Alexander &Knight, 2010).
Osteoporosis adalah kelainan dimana terjadi penurunan masa tulang total. Terdapat
perubahan pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resoprsi tulang lebih besar
dan kecepatan pembentukan tulang, mengakibatkan penurunan masa tulang total (ode,
2012).
Osteoporosis dibedakan menjadi 2 yaitu, osteoporosis lokal dan osteoporosis umum.
 Osteoporosis lokal dapat terjadi karena kelainan primer di tulang atau sekunder
seperti akibat imobilisasi anggota gerak dalam waktu lama, dll .
 Osteoporosis umum primer tipe I : pasca menopause, terjadi pada usia 50-75 tahun,
wanita 6-8 kali beresiko dr pd laki-laki , penyebabnya adalah menurunnya kadar
hormon estrogen dan menurunnya penyerapan kalsium.
Osteoporosis umum primer tipe II terjadi pada usia 75-85 tahun, wanita 2 kali lebih
banyak daripada pria, penyebabnya adalah proses penuaan dan menurunnya
penyerapan kalsium.
Osteoporosis umum sekunder dihubungkan dengan pelbagai penyakit yang
mengakibatkan kelainan pada tulang, akibat penggunaan obat tertentu dan lain-lain.
2. Etiologi
1) Determinan massa tulang
Masa tulang maksimal pada usia dewasa ditentukan oleh berbagai faktor antara
lain :
a. Faktor genetik
Perbedaan genetik mempunyai pengruh terhadap kepadatan tulang.
b. Faktor mekanik
Beban mekanik berpengaruh terhadap massa tulang, bertambahnya beban
akan menambah massa tulang dan berkurangnya massa tulang. Ada
hubungan langsung dan nyata antara massa otot dan massa tulang. Kedua
hal tersebut menunjukkan respon terhadap kerja mekanik. Beban mekanik
yang berat akan mengakibatkan massa otot besar dan juga massa tulang
yang besar.
c. Faktor makanan dan hormon
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup
(protein dan mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal
sesuai dengan pengaruh genetic yang bersangkutan.
2) Determinan pengurangan massa tulang

23
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penurunan massa tulang pada usia
lanjut yang dapat mengakibatkan fraktur osteoporosis pada dasarnya sama seperti
pada faktor-faktor yang mempengaruhi massa tulang.

a. Faktor genetik
Faktor genetik berpengaruh terhadap resiko terjadinya fraktur. Pada
seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat resiko
fraktur dari seseorang denfan tulang yang besar.
b. Faktor mekanis
Pada umumnya aktifitas fisik akan menurun dengan bertambahnya usia
dan karena massa tulang merupakan fungsi beban mekanik, massa tulang
tersebut pasti akan menurun dengan bertambahnya usia.
c. Faktor lain
- Kalsium, merupakan nutrisi yang penting, dengan masukan kalsium
yang rendah dan absorbsinya tidak baik akan mengakibatkan
keseimbangan kalsium yang negatif begitu sebaliknya.
- Protein, Protein yang berlebihan akan mengakibatkan kecenderungan
keseimbangan kalsium yang negative.
- Esterogen, Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan
mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan kalsium, karena
menurunnya efisiensi absorbsi kalsium dari makanan dan juga
menurunnya konservasi kalsium diginjal.
- Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan
mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai
masukan kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh rokok terhadap
penurunan massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat
memperbanyak ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja.
- Individu dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan
kalsium yang rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang
meningkat. Mekanisme yang pasti belum diketahui.
3. Patofisiologi
Osteoporosis merupakan silent disease. Penderita osteoporosis umumnya tidak
mempunyai keluhan sama sekali sampai orang tersebut mengalami fraktur. Osteoporosis
mengenai tulang seluruh tubuh, tetapi paling sering menimbulkan gejala pada daerah -
daerah yang menyanggah berat badan atau pada daerah yang yang mendapat tekanan
(tulang vertebra dan kolumna femoris) (ode, 2012).
Pada tulang yang normal, kecepatan pembentukan dan resorpsi tulang bersifat konstan
pergantian segera disertai resorpsi, dan jumlah tulang yang digantikan sama dengan
jumlah tulang yang diresorpsi. Osteoporosis terjadi kalau siklus remodeling tersebut
terganggu dan pembentukan tulang yang baru menurun hingga dibawah resorpsi tulang.
Kalau tulang diresorpsi lebih cepat daripada pembentukanya, maka kepadatan atau
densitas tulang tersebut akan menurun (Kowalak, 2003).

24
Pada wanita menopause tingkat esterogen turun sehingga siklus remodeling tulang
berubah dan pengurangan jaringan tulang dimulai karena salah satu fungsi esterogen
adalah mempertahankan tingkat remodeling tulang yang normal, sehingga ketika
esterogen turun, tingkat resorbsi tulang menjadi lebih tinggi dari pada formasi tulang
yang mengakibatkan berkurangnya massa tulang (Lane, 2001 dalam Mu’minin, 2013).

4. Pathway

Genetik, gaya hidup, alcohol,


penurunan produksi hormon

Kemunduran
struktural Penurunan massa
jaringan tulang

Osteoporosis ( gangguan
musukuloskeletal )
Kerapuhan
nyeri
tulang

Kiposis Keseimbangan
(gibbus) tubuh menurun
fraktur

Perubahan Resiko
Defisit perawatan bentuk tubuh, cidera
diri penurunan TB

Hambatan
mobilitas
fisik

25
5. Manifestasi klinis
a. Nyeri dengan atau tanpa adanya fraktur yang nyata
b. Nyeri timbul secara mendadadak
c. Nyeri dirasakan ringan pada pagi hari (bangun tidur)
d. Nyeri akan bertambah karena melakukan aktifitas atau pekerjaan sehari-hari atau
karena pergerakan yang salah .
e. Rasa sakit karena oleh adanya fraktur pada anggota gerak
f. Rasa sakit karena adanya kompresi fraktur pada vertebra
g. Rasa sakit hebat yang terlokalisasi pada daerah vertebra
h. Rasa sakit akan berkurang apabila pasien istirahat di tempat tidur
6. Pemeriksaan penunjang
- X-ray
- Bone Mineral Density (BMD) : untuk mengukur densitas tulang
- Serum kalsium, posphor, alkalin fosfatase
- Quantitative ultrasound (QUS) : mebgukur densitas tulang dengan gelombang suara
Osteoporosis teridentifikasi pada pemeriksaan sinar-x rutin bila sudah terjadi
demineralisasi 25% sampai 40%. Tampak radiolusensi tulang. Ketika vertebra kolaps,
vertebra torakalis menjadi berbentuk baji dan vertebra lumbalis menjadi bikonkaf.
Pemeriksaan laboratorium (misalnya kalsium serum, fosfat, serum, fosfatase alkalu,
ekskresi kalsium urine, ekskresi hidroksi prolin urine, hematokrit, laju endap darah),
dan sinar-x dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosis medis lain
(misalnya ; osteomalasia, hiperparatiroidisme, dll) yang juga menyumbang terjadinya
kehilangan tulang. Absorbsiometri foton-tunggal dapat digunakan untuk memantau
massa tulang pada tulang kortikal pada sendi pergelangan tangan. Absorpsiometri
dual-foton, dual energy x-ray absorpsiometry (DEXA) , dan CT mampu memberikan
informasi mengenai massa tulang pada tulang belakang dan panggul. Sangat berguna
untuk mengidentifikasi tulang osteoporosis dan mengkaji respon terhadap terapi.
7. Penatalaksanaan
a. Penyuluhan penderita
Pada penderita osteoporosis, faktor resiko di luar tulang harus diperhatikan
program latihan kebugaran tubuh , melompat, dan lari tidak boleh dilakukan
karena resiko besar patah tulang. Tidak boleh mengepel lantai dengan berlutut
dan membungkuk karena resiko patah tulang pinggang cukup besar. Penderita
perlu menyadari besarnya resiko jatuh. Setelah makan atau tidur, duduk sebentar
dulu sebelum berdiri dan pada permulaan berdiri berpegangan dahulu pada tepi
meja makan.

26
b. Pencegahan
- Pencegahan primer bertujuan untuk membangun kepadatan tulang dan
neuromuskler yang maksimal. Ini dimulai dari balita, remaja dewasa umur
pertengahan sampai umur 36 tahun. Beberapa hal penting pada
pencegahan primer:
Pemberian kalsium yang cukup (1200 mg) sehari selama masa remaja
Kegiatan fisik yang cukup dalam keadaan berdiri. Minimal jalan kaki 30
menit tiap hari.
Mengurangi faktor resiko rapuh tulang seperti merokok, alkohol dan
imobilisasi.
Menambah kalsium dalam diet sebanyak 800 mg sehari pada manula
Untuk wanita resiko tinggi penambahan estrogen, difosfonat atau
kalsitonin harus dipertimbangkan.
- Pencegahan sekunder yaitu pemberian hormon-hormon estrogen
progesterone. Hormon-hormon ini dilaporkan menghentikan setidak-
tidaknya mengurangi kehilangan tulang selama menopause.
- Pencegahan tersier dilakukan bila penderita mengalami patah tulang pada
osteoporosis atau pada orang yang masuk lanjut usia (lansia).
c. Pemberian gizi optimal
Pencegahan primer bertujuan agar kepadatan tulang yang maksimal tercapai pada
umur 36 tahun. Pencegahan sekunder bertujuan menghambat kehilangan kepada
tulang waktu menopause dengan pemberian hormon pengganti. Selanjutnya
kehilangan kepadatan tulang pada lansia dihambat dengan pencegahan tersier.
Pencegahan primer, sekunder dan tersier dilaksanakan melalui pengaturan gizi
yang optimal, dibarengi dengan aktivitas fisik dan olahraga yang sesuai dengan
umur dan stadium kerapuhan tulang penderita. Kebutuhan kalsium sehari—hari
untuk mencegah osteoporosis:
Sebelum menopause kebutuhan sehari 800 — 1000 mg Kalsium
Selama menopause kebutuhan sehari 1000— 1200 mg Kalsium
Selama menopause kebutuhan sehari 1200 — 1500 mg kalsium
d. Upaya rehabilitasi medik
Prinsip terapi fisik dan rehabilifasi dapat bermanfaat dalam penatalaksanaan
penderita osteoporosis
Latihan/exercise , latihan dapat mengurangi hilangnya massa tulang dan
menambah massa tulang dengan cara meningkatkan pembentukan tulang yang
lebih besar dari pada resorbsi tulang.
Pengobatan Pada Patah Tulang :
Pada orang tua dengan keluhan nyeri yang hebat pada lokalisasi tertentu seperti
pada punggung, pinggul, pergelangan tangan, disertai adanya riwayat jatuh, maka
perlu segera memeriksakan diri ke dokter untuk mengetahui adanya patah tulang.

27
Apabila pada pemeriksaan selanjutnya didapatkan adanya patah tulang, maka
harus dipertimbangkan tindakan-tindakan sebagai berikut:
1. Menghilangkan nyeri disertai pemberian obat-obatan untuk membangun
kekuatan tulang, yaitu kalsium dan obat-obat osteoporosis
2. Tindakan pemasangan gips pada patah tulang pergelangan tangan. Tindakan
menarik tulang pada panggul dan dilanjutkan dengan tindakan operasi pada
panggul dengan mengganti kepala panggul pada patah leher paha.

28
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Konsep Asuhan Keperawatan Fraktur


a. Pengkajian
1) Pengkajian primer
a) Circulation
TD dapat normal atau meningkat, hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardia, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan
membrane mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.
b) Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret
akibat kelemahan reflek batuk.
c) Breathing
Kelemahan menelan/batuk/melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan
yang sulit dan/atau tak teratur, suara napas terdengar rochi/aspirasi.
2) Pengkajian sekunder
a) Aktivitas/istirahat
i. Kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
ii. Keterbatasan mobilitas
b) Sirkulasi
i. Hipertensi (kadang terlihat sebgai respon nyeri/ansietas)
ii. Hipotensi (respon terhadap kehilangan darah)
c) Tachikardia
i. Penurunan nadi pada bagian distal yang cedera
ii. Capillary refill melambat
iii. Pucat pada bagian yang terkena
iv. Masa hematoma pada sisi cedera
d) Neurosensori
i. Kesemutan
ii. Deformitas, krepitasi, pemendekan
iii. Kelemahan
e) Kenyamanan
i. Nyeri tiba-tiba saat cedera
ii. Spasme/kram otot
f) Keamanan
i. Laserasi kulit
ii. Perdarahan
iii. Perubahan warna
iv. Pembengkakan lokal (Musliha, 2010)
b. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
a) Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang,
edema dan cedera pada jaringan lunak, alat traksi/ immobilisasi.
b) Kerusakan integritas jaringan yang berhubungan dengan cedera jaringan
lunak sekuderakibat fraktur femur terbuka.
c) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
aliran darah arteri atau vena, trauma pada pembuluh darah.

29
d) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan intregritas
tulang, terapi pembatasan gerak, kerusakan musculoskeletal.
e) Resilko tinggi syok hipovolemik yang berhubungan dengan hilangnya
darah dari luka terbuka, kerusakan vaskuler, dan cedera pada pembuluh
darah.
f) Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tak ada kuatnya
pertahanan primer: kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan pada
lingkugan, prosedur invasif, traksi tulang.
c. Perencanaan
a) Diagnosa 1 :
1) Rencana Tujuan
Setelah diberikan asuhan keperawatan nyeri yang dialami pasien
berkurang atau hilang.
2) Kriteria Hasil
a) Pasien menyatakan nyeri berkurang.
b) Pasien mengungkapkan mampu tidur / istirahat dengan baik.
c) Pasien tampak rileks.
d) TD pasien dalam rentang normal 100/60- 120/80 mmHg.
e) Frekuensi nadi pasien dalam rentang normal 80-100 x/menit.
f) Skala nyeri 0 dari 0 – 10.
g) Pasien dapat beraktivitas sesuai kemampuan.
3) Rencana Tindakan
a) Observasi TTV.
R : Mengetahui kondisi pasien sehingga dapat menentukan rencana
selanjutnya seperti peningkatan nadi, tekanan darah dimana
menunjukan adanya peningkatan atau penurunan akibat rasa nyeri
sehingga merupakan indikator atau derajat nyeri secara tidak
langsung.
b) Kaji nyeri dengan teknik PQRST.
R : Perubahan pada karakteristik nyeri menunjukan perubahan
dimana memerlukan evaluasi dan intervensi yang berguna dalam
pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan.
c) Anjurkan klien istirahat di tempat tidur.
R : Istirahat yang adekuat dapat mengurangi intensitas nyeri
dimana istirahat dapat meningkatkan normalisasi fungsi organ,
misalnya menurunkan ketidaknyamanan pada daerah abdomen post
operasi.
d) Beri posisi nyaman.
R : Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen bawah
atau pelvis, menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah
dengan posisi terlentang.
e) Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
R : Distraksi menghilangkan nyeri dengan cara mengalihkan
perhatian pasien dengan cara mengajak pasien dalam hal-hal yang
digemari pasien. Relaksasi mengurangi ketegangan, membuat
perasaan lebih nyaman, dan meningkatkan mekanisme koping.
f) Beri kompres hangat / dingin sesuai indikasi.

30
R : Menghilangkan atau mengurangi nyeri melalui cara
meningkatkan rasa nyaman dimana dengan mengompres di sekitar
daerah yang terindikasi dapat memvasodilatasi dan meningkatkan
aliran sirkulasi sehingga dapat mengurangi ketegangan dan
meningkatkan relaksasi otot akibat nyeri yang ditimbulkan dan
memberikan sensasi yang menyenangkan.
g) Intruksikan pasien untuk melaporkan nyeri dengan segera jika
nyeri itu muncul.
R : Pengenalan segera meningkatkan intervensi dini dan dapat
menurunkan beratnya serangan yang ditimbulkan.
h) Kolaborasi untuk pemberian analgetik.
R : Analgetik berguna mengurangi nyeri sehingga pasien menjadi
lebih nyaman dimana obat golongan analgesik akan merubah
persepsi dan interprestasi nyeri sistem saraf pusat pada thalamus
dan korteks serebri. Analgesik akan lebih efektif diberikan sebelum
pasien merasakan nyeri yang berat dibandingkan setelah mengeluh
nyeri.
b) Diagnosa 2 :
1) Rencana tujuan
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kerusakan integritas
jaringan dapat diatasi.
2) Kriteria hasil
a) Penyembuhan luka sesuai waktu
b) Tidak ada laserasi, integritas kulit baik
3) Rencana Tindakan
a) Observasi keadaan kulit/kerusakan jaringan lunak yang terjadi pada
klien.
R : menjadi data dasar untuk memberikan informasi intervensi
perawatan luka, alat apa yang akan dipakai, dan jenis larutan apa
yang akam dilakukan.
b) Evaluasi kerusakan jaringan dan perkembangan pertumbuhan
jaringan.
R : apa bila masih belum tercapai kriteria evaluasi, sebaiknya perlu
dikaji ulang faktor-faktor apa yang menghambat pertumbuhan
jaringan lika.
c) Lakukan perawatan luka dengan teknik steril.
R : perawatan luka dengan teknik steril dapat mengurangi
kontaminasi kuman langsung kearea luka.
d) Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering, bersih,
alat tenun kencang)
R : Menurunkan risiko kerusakan/abrasi kulit yang lebih luas.
e) Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal
bebat/gips.
R : Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan
kulit dan otot terhadap tekanan yang relatif konstan pada
imobilisasi.
f) Kolaborasi dengan tim bedah untuk dikukan bedah perbaikan pada
karusakan jaringan agar tingkat kesembuhan dapat dipercepat.

31
R : Bedah perbaikan dilakukan terutama pada klien fraktur terbuka
dengan luka yang luas yang dapat menjadi pintu masuk kuman
yang ideal.
c) Diagnosa 3 :
1) Rencana tujuan
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan perfusi jaringan
efektif
2) Kriteria hasil
a) Meningkatkan perfusi jaringan
b) Tingkat kesadaran composmentis
c) Fungsi kognitif dan motorik/sensorik yang membaik
d) Tidak terjadinya tanda-tanda peningkatan TIK (Tekanan Intra
Kranial)
e) Tekanan darah dalam rentang yang normal (100/60- 120/80
mmHg)
f) Nadi perifer tidak teraba
g) Edema perifer tidak ada
3) Rencana Tindakan
a) Auskultasi frekuensi dan irama jantung, catat terjadinya bunyi
jantung ekstra.
R : Takikardia sebagai akibat hipoksemia dan kompensasi upaya
peningkatan aliran darah dan perfusi jaringan.
b) Pantau/catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan
dengan keadaan normalnya.
R : Untuk mengetahui tingkat kesadaran dan potensial peningkatan
TIK.
c) Melakukan perawatan sirkulasi perifer secara komprehensif misal:
periksa nadi perifer, edema, pengisian kapiler, warna, dan suhu
ekstremitas.
R : Mengetahui keefektifan intervensi dan perkembangan pasien.
d) Ajarkan pasien pentingnya mematuhi diit dan program pengobatan.
R : Mempercepat proses penyembuhan.
e) Tinggikan anggota badan yang terkena 20 derajat atau lebih tinggi
dari jantung.
R : Meningkatkan aliran darah balik vena.
f) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian anti trombosit & anti
koagulan.
R : Untuk meningkatkan aliran darah serebral
d) Diagnosa 4 :
1) Rencana tujuan
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien dapat
melakukan mobilitas fisik secara mandiri atu kerusakan mobilitas fisik
dapat berkurang
2) Kriteri hasil
a) Meningkatkan atau mempertahankan mobilitas pada tingkat yang
paling tinggi yang mungkin
b) Mempertahankan posisi fungsional
c) Meningkatkan kekuatan atau fungsi yang sakit
3) Rencana Tindakan

32
a) Kaji kemampuan mobilisasi pasien.
R : Menilai sejauh mana masalah yang dialami pasien
b) Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit
maupun yang sehat sesuai keadaan klien.
R :Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal,
mempertahankan tonus otot, mempertahakan gerak sendi,
mencegah kontraktur/atrofi dan mencegah reabsorbsi kalsium
karena imobilisasi.
c) Berikan penyangga pada ekstrimitas yang bermasalah.
R : Mempertahankan posis fungsional ekstremitas.
d) Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien.
R : Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan
(dekubitus, atelektasis, penumonia).
e) Dorong/pertahankan asupan cairan.
R : Mempertahankan hidrasi adekuat, men-cegah komplikasi
urinarius dan konstipasi
f) Berikan diet TKTP.
R : Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses
penyembuhan dan mem-pertahankan fungsi fisiologis tubuh.
g) Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi.
R : Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program
aktivitas fisik secara individual.
e) Diagnosa 5 :
1) Rencana tujuan
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan resiko syok
hipovolemik tidak terjadi.
2) Kriteria hasil
a) Klien tidak mengeluh pusing
b) Membran mukosa lembab
c) Turgor kulit normal
d) TTV dalam batas nomal (N : 80-100 x/menit, TD : 100/60- 120/80
mmHg)
e) CRT <2 detik
f) Urine >600 ml/hari
3) Rencana tindakan
a) Pantau status cairan (turgor kulit, membran mukosa, haluaran
urine).
R : Jumlah dan tipe cairan pengganti ditentukan oleh keadaan
status cairan. Penurunan volume cairan mengakibatkan menurunan
produksi urine, pemantauan yang ketat pada produksi urine < 600
ml/ hari merupakan tanda-tanda terjadinya syok hipovolemik.
b) Kaji sumber kehilangan cairan.
R : Kehilangan cairan dapat berasal dari faktor gijal dan diluar
ginjal. Penyakit yang mendasari terjadinya kekurangan volume
cairan ini juga haris diarasi. Perdarahan harus dikendalikan.
c) Auskultasi tekanan darah. Bandingkan kedua lengan.

33
R : hipotensi dapat terjadi pada hipovolemia yang menunjukan
terlibatnya sistem kardiovaskuler untuk melakukan konpensasi
mempertahankan tekanan darah.
d) Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi perifer, dan diaforesis secara
teratur.
R : Mengetahui adanya pengaruh penungkatan tahanan perifer
e) Pantau frekuensi dan irama jantung.
R: Perubahan frekuensi dan irama jantung menunjukan komplikasi
disritmia.
f) Kolaborasi pemberian cairan melalui intravena.
R : Jalur yang paten penting untuk pemberian cairan cepat dan
memudahkan perawat dalam melakukan kontrol asupan dan
haluaran cairan.
f) Diagnosa 6 :
1) Rencana tujuan
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi infeksi
2) Kriteri hasil
a) Tidak terdapat tanda dan gejala infeksi
b) Klien mampu mendiskripsikan proses penularan penyakit, factor
yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya
c) Klien mempunyai kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
d) Jumlah leukosit dalam batas normal(5.000 – 10.000)
3) Rencana Tindakan
a) Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda infeksi.
R: peningkatan suhu tubuh merupakan salah satu tanda terjadinya
proses infeksi.
b) Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap,
LED, Kultur dan sensitivitas luka/serum/tulang).
R : Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi, anemia dan
peningkatan LED dapat terjadi pada osteomielitis. Kultur untuk
mengidentifikasi organisme penyebab infeksi.
c) Lakukan perawatan perawatan luka.
R : Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan
luka.
d) Ajarkan klien untuk mempertahankan kebersihan luka.
R : Meminimalkan kontaminasi dan resiko terjadinya infeksi.
e) Jelaskan kepada klien dan keluarga tanda dan gejala infeksi.
R : Mencegah terjadinya infeksi secara lebih awal
f) Kolaborasi pemberian antibiotika.
R: Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara
profilaksis, mencegah atau mengatasi infeksi.
d. Pelaksanaan
Menurut Nursalam (2015), Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana
intervensi untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai
setelah rencana intervensi disusun dan ditujukan pada nursing order untuk
membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.
e. Evaluasi

34
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan, rencana intervensi, dan
implementasinya (Nursalam, 2015), maka hasil yang diharapkan sesuai dengan
rencana tujuan, yaitu:
a. Nyeri yang dialami pasien berkurang.
Kriteria hasil:
1) Pasien menyatakan nyeri berkurang.
2) Pasien mengungkapkan mampu tidur / istirahat dengan baik.
3) Pasien tampak rileks.
4) TD pasien dalam rentang normal 100/60- 120/80 mmHg.
5) Frekuensi nadi pasien dalam rentang normal 80- 100 x/menit.
6) Skala nyeri 0 dari 0 – 10.
7) Wajah tampak tenang dan rileks.
8) Pasien dapat beraktivitas sesuai kemampuan.
b. Kerusakan integritas jaringan dapat diatasi
Kriteria hasil :
1) Penyembuhan luka sesuai waktu
2) Tidak ada laserasi, integritas kulit baik
c. Perfusi jaringan efektif
Kriteria hasil :
1) Meningkatkan perfusi jaringan
2) Tingkat kesadaran composmentis
3) Fungsi kognitif dan motorik/sensorik yang membaik
4) Tidak terjadinya tanda-tanda peningkatan TIK (Tekanan Intra Kranial)
5) Tekanan darah dalam rentang yang normal (100/60- 120/80 mmHg)Nadi
perifer tidak teraba
6) Edema perifer tidak ada
d. Pasien dapat melakukan mobilitas fisik secara mandiri atu kerusakan mobilitas
fisik dapat berkurang
Kriteri hasil :
1) Meningkatkan atau mempertahankan mobilitas pada tingkat yang paling
tinggi yang mungkin
2) Mempertahankan posisi fungsional
3) Meningkatkan kekuatan atau fungsi yang sakit
e. Resiko syok hipovolemik tidak terjadi
Kriteria hasil :
1) Klien tidak mengeluh pusing
2) Membran mukosa lembab
3) Turgor kulit normal
4) TTV dalam batas nomal (N : 80-100 x/menit, TD : 100/60- 120/80 mmHg)
5) CRT <2 detik
6) Urine >600 ml/hari
f. Tidak terjadi infeksi
Kriteri hasil :
1) Tidak terdapat tanda dan gejala infeksi
2) Klien mampu mendiskripsikan proses penularan penyakit, factor yang
mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya
3) Klien mempunyai kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
4) Jumlah leukosit dalam batas normal(5.000 – 10.000)

35
36
B. Konsep Asuhan Keperawatan Joint Dislocations

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan untuk mengumpulkan data
pasien dengan menggunakan tehnik wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang tetapi pada pasien dislokasi difokuskan pada :
 Keluhan Utama
Keluhan utama pada pasien dislokasi adalah psien mengeluhkan adanya nyeri. Kaji
penyebab, kualitas, skala nyeri dan saat kapan nyeri meningkat dan saat kapan nyeri
dirasakan menurun.
 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien biasanya mengeluhkan nyeri pada bagian yang terjadi dislokasi, pergerakan
terbatas, pasien melaporkan penyebab terjadinya cedera.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab dislokasi, serta penyakit yang
pernah diderita klien sebelumnya yang dapat memperparah keadaan klien dan menghambat
proses penyembuhan.
 Pemeriksaan Fisik
- Tampak adanya perubahan kontur sendi pada ekstremitas yang mengalami
dislokasi.
- Tampak perubahan panjang ekstremitas pada daerah yang mengalami dislokasi.
- Adanya nyeri tekan pada daerah dislokasi.
- Tampak adanya lebam pada dislokasi sendi
 Kaji 14 kebutuhan dasar Henderson. Untuk dislokasi dapat difokuskan kebutuhan
dasar manusia yang terganggu adalah :
- Rasa nyaman (nyeri) : pasien dengan dislokasi biasanya mengeluhkan nyeri pada
bagian dislokasi yang dapat mengganggu kenyamanan klien.
- Gerak dan aktivitas: pasien dengan dislokasi dimana sendi tidak berada pada
tempatnya semula harus diimobilisasi. Klien dengan dislokasi pada ekstremitas
dapat mengganggu gerak dan aktivitas klien.
- Makan minum: pasien yang mengalami dislokasi terutama pada rahang sehingga
klien mengalami kesulitan mengunyah dan menelan. Efeknya bagi tubuh yaitu
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

37
- Rasa aman (ansietas) : klien dengan dislokasi tentunya mengalami gangguan rasa
aman atau cemas(ansietas) dengan kondisinya.
 Pemeriksaan Diagnostik
- Pemeriksaan rontgen untuk melihat lokasi dari dislokasi.
- Pemeriksaan CT-Scan digunakan untuk melihat ukuran dan lokasi tumor dengan
gambar 3 dimensi.
- Pemeriksaan MRI untuk pemeriksaan persendian dengan menggunakan
gelombang magnet dan gelombang frekuensi radio sehingga didapatkan gambar
yang lebih detail.

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut SDKI (2017) diagnosa keperawatan yang muncul pada klien Dislokasi adalah:
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen penyebab cedera (fisik).
Definisi : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat dan konstan, yang berlangsung kurang dari 3
bulan.
a) Gejala dan tanda mayor :
- Subjektif : Mengeluh nyeri
- Objektif : Tampak meringis, Gelisah, Sulit tidur.
b) Gejala dan tanda minor :
- Subjektif : (tidak tersedia)
- Objektif : Pola Napas berubah, Proses berfikir terganggu, Berfokus pada diri
sendiri.

2) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskletal.


Definisi : Keterbatasan dalam Gerakan fisik dari suatu atau lebih ekstermitas
secara mandiri.
c) Gejala dan tanda mayor :
- Subjektif : Mengeluh sulit menggerakan ekstermitas
- Objektif : kekuatan otot menurun, Rentang Gerak (ROM) menurun
d) Gejala dan tanda minor :
- Subjektif : Nyeri saat bergerak, enggan melakukan pergerakan, merasa cemas
saat bergerak
- Objektif : sendi kaku, Gerakan tidak terkoordinasi, Gerakan terbatas.

38
3) Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit.
Definisi : Kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap objek yang
tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu
melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman.
e) Gejala dan tanda mayor :
- Subjektif : merasa bingung, merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yanf
dihadapi, sulit konsentrasi.
- Objektif : tampak gelisah, tampak tegang, sulit tidur
f) Gejala dan tanda minor :
- Subjektif : mengeluh pusing, anoreksia, palpitasi, merasa tidak berdaya.
- Objektif : ttv meningkat, tremor, muka tampak pucat, sering berkemih.

3. Intervensi Keperawatan
a) Nyeri akut berhubungan dengan agen penyebab cedera (fisik)
NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Rencana Tindakan Rasional
Keperawatan Hasil
1 Nyeri akut Setelah diberikan 1. Observasi 1. Mengetahu
berhubungan asuhan keadaan i keadaan
dengan agen keperawatan umum umum
penyebab cedera selama 1x24 jam, pasien(tingkat pasien dan
Fisik(trauma diharapkan dengan nyeri dan tingkat
kecelakaan dan kriteria hasil : TTV) nyeri
cedera olahraga) 1. Memperlihatk 2. Beri posisi pasien.
an nyaman(semi 2. Posisi semi
DS : pengendalian fowler). fowler
klien nyeri. 3. Berikan dapat
melaporkan 2. Melaporkan kompres meminimal
adanya nyeri. tidak adanya hangat pada kan nyeri
DO : nyeri lokasi pada
klien tampak 3. Tidak dislokasi dislokasi
berperilaku menunjukan 4. Ajarkan 3. Kompres
distraksi adanya nyeri teknik hangat
(mondar mandir, meningkat. distraksi dan berperan
aktivitas (tidak ada relaksasi. dalam
berulang, ekspresi nyeri 5. Beri HE vasodilatas
memegang pada tentang i pembuluh
daerah nyeri),
39
perilaku wajah,tidak penyebab darah.
ekspresif gelisah atau nyeri, dan 4. Teknik
(gelisah, ketegangan antisipasi distraksi
meringis, otot,tidak ketidaknyama dan
menangis , merintih atau nan. relaksasi
menghela napas menangis.) 6. Kolaborasi berfungsi
panjang) dalam dalam
pemberian mengalihk
analgetik an fokus
nyeri
pasien
5. Penanama
n HE
bfungsi utk
mngurangi
kecemasan
pasien
terhadap
kondisinya
6. Analgetik
dapat
mengurang
i rasa nyeri
pada dslksi

b) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskletal.


No Diagnosa Tujuan dan Tindakan Rasional
. Keperawatan Kriteria Hasil Keperawatan

1. Hambatan Setelah diberikan 1) Observasi 1) Menunjukka


mobilitas fisik asuhan keadaan n tingkat
berhubungan keperawatan umum(tingkat mobilisasi pasien
dengan selama …x24 jam, mobilitas dan dan menentukan
gangguan diharapkan klien kekuatan otot) intervensi

40
muskuloskletal- dapat melakukan 2) Ajarkan selanjutnya
DS: pasien mobilisasi dengan ROM 2) Mempertahan
mengeluh sulit teratur dengan 3) Pengaturan kan atau
dalam kriteria hasil : posisi meningkatkan
bergerak- 1. Klien 4) Berikan kekuatan dan
DO: tidak dapat mengatakan bantuan perawatan ketahanan otot
melakukan dapat diri: berpindah 3)
aktivitas secara melakukan 5) Berikan HE Meningkatkan
mandiri, pergerakan tentang latihan kesejahteraan
gerakan tidak dengan bebas fisik 6) fisiologis dan
teratur atau 2. Gerakan Kolaborasi dengan psikologis
tidak pasien ahli fisioterapi 4) Membantu
terkoordinasi terkoordinir dalam memberikan individu
3. Pasien dapat terapi yang tepat mengubah posisi
melakukan tubuhnya
aktivitas 5) Mengubah
secara persepsi pasien
mandiri terhadap latihan
fisik.

6) Mengembalika
n posisi tubuh
autonom dan
volunter selama
pengobatan dan
pemulihan dari
posisi sakit atau
cedera

41
c) Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit.
No. Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil

1. Ansietas Kecemasan pasien Kaji tingakat Mengetahui tingakat


kecemasan pasien dan
berhubungan teratasi dengan ansietas klien
menentukan intervensi
dengan KH :
selanjutnya.
kurangnya - klien tampak
pengetahuan rileks Bantu Menggali pengetahuan

tentang penyakit - klien tidak pasien mengungka dari pasien dan


mengurangi kecemasan
tampak bertanya – pkan rasa cemas
pasien.
tanya atau takutnya.

Kaji pengetahuan Agar perawat tau

Pasien tentang seberapa tingkat


pengetahuan pasien
prosedur yang
dengan penyakitnya.
akan dijalaninya.

Berikan informasi Agar pasien mengerti


tentang penyakitnya
yang benar tentang
dan tidak cemas lagi
prosedur yang
akan dijalani
pasien.

42
C. Konsep Asuhan Keperawatan Osteoporosis
a. Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, agar dapat mengidentifikasi,
mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien (Istianah,
2017).
b. Pengumpulan Data
1) Biodata
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan, pendidikan, alamat.
2) Riwayat Kesehatan
Adanya perasaan tidak nyaman, antara lain nyeri, kekakuan pada tangan atau kaki
dalam beberapa periode / waktu sebelum klien mengetahui dan merasakan adanya
perubahan sendi.
3) Pemeriksaan Fisik
Inspeksi persendian untuk masing-masing sisi, amati adanya kemerahan,
pembengkakan, teraba hangat, dan perubahan bentuk (deformitas).
- Lakukan pengukuran rentang gerak pasif pada sendi. Catat jika terjadi
keterbatasan gerak sendi, krepitasi dan jika terjadinyeri saat sendi digerakkan.
- Ukur kekuatan otot
- Kaji skala nyeri dan kapan nyeri terjadi.Riwayat
4) Riwayat Psikososial
Penderita mungkin merasa khawatir mengalami deformitas pada sendi-sendinya.
Pasien juga merasakan adanya kelemahan-kelemahan pada fungsi tubuh dan
perubahan pada kegiatan sehari-hari.
5) Aktivitas/ Istirahat
Nyeri sendi karena pergerakkan, nyeri tekan, kekakuan sendi pada pagi hari.
Keterbatasan fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, aktivitas istirahat,
dan pekerjaan. Gejala lain adalah keletihan dan kelelahan yang hebat.
6) Kardiovaskuler
Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki ( mis: pucat intermitten, sianosis, kemudian
kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal).
7) Integritas Ego
Faktor stres akut/kronis, misalnya finansial, pekerjaan, ketidakmampuan,
keputusasaan dan ketidakberdayaan Ancaman konsep diri, citra diri, perubahan
bentuk badan
8) Makanan / cairan
Ketidakmampuan untuk mengonsumsi makan/cairan yang adekuat. Dan
menganjurkan makanan yang mengandung vit K,E dan C.
9) Higiene
Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi secara
mandiri. Ketergantungan pada orang lain.
10) Neurosensori
Kebas/ kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan,
pembengkakan sendi simetris
11) Nyeri /kenyamanan

43
Fase akut dari nyeri (disertai / tidak disertai pembekakan jaringan lunak pada
sendi. Rasa nyeri akut dan kekakuan pada pagi hari.
12) Keamanan
Kulit mengkilat, tegang. Kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah
tangga,kekeringan pada mata dan membran mukosa.
13) Interaksi social
Kerusakan interaksi dengan keluarga/orang lain ,perubahan peran.
c. Diagnosa Keperawatan
Menurut SDKI (2017) diagnosa keperawatan yang muncul pada klien Osteoporosis
adalah :
1) Nyeri akut berhubungan dengan Agen Pencedera fisiologi
Definisi : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat dan konstan, yang berlangsung kurang dari 3
bulan.
g) Gejala dan tanda mayor :
- Subjektif : Mengeluh nyeri
- Objektif : Tampak meringis, Gelisah, Sulit tidur.
h) Gejala dan tanda minor :
- Subjektif : (tidak tersedia)
- Objektif : Pola Napas berubah, Nafsu makan berubah, Berfokus pada diri
sendiri
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan Nyeri
Definis : Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara
mandiri
a) Gejala dan Tanda Mayor:
- Subjektif: Mengeluh sulit menggerakan ekstremitas
- Objektif: -
b) Gejala dan tanda minor:
- Subjektif: Nyeri saat bergerak, enggan melakukan pergerakan, merasa cemas
saat bergerak
- Objektif: Gerakan terbatas, fisik lemah
d. Intervensi Keperawatan

dx Kriteria Hasil SIKI


1 Setelah dilakukan intervensi Manajemen nyeri
keperawatan maka didapatkan Observasi:
dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
1. frekuensi nyeri berkurang durasi, frekuensi, kualitas, dan
2. kesulitan tidur cukup intensitas nyeri
menurun 2. Identifikasi skala nyeri
3. ekpresi wajah saat nyeri 3. Identifikasi respon nyeri non-
menurun verbal
4. Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
Terapeutik:

44
1. Berikan teknik non- farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
(mis, terapi pijat, kompres
dingin/hangat) untuk mengurangi
nyeri
Edukasi:
1. Jelaskan penyebab, periode , dan
pemicu nyeri
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian analgetik,
2 Setelah dilakukan intervensi Dukungan Mobilisasi
keperawatan maka di dapatkan Observasi :
dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi adanya nyeri atau
1. Kemampuan keluhan fisik lainnya
meningkatkan pergerakan 2. Monitor frekuensi jantung dan
ekstremitas tekanan darah sebelum memulai
2. Kemampuan dalam mobilisasi
meningkatkan kekuatan 3. Monitor kondisi umum selama
otot melakukan mobilisasi
3. Kemampuan dalam Terapeutik :
merentang gerak (ROM) 1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi
dengan alat bantu
2. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
2. Ajarakan mobilisasi sederhana
yang harus dilakukan (mis. Duduk
di tempat tidur, duduk di sisi
tempat tidur, pindah dari tempat
tidur ke kursi)
e. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan pelaksanaan tindakan yang sudah direncanakan
dengan tujuan kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal dalam rencana
keperawatan. Tindakan keperawatan mencakup tindakan mandiri (independent),
saling ketergantungan/kolaborasi, dan tindakan rujukan/ ketergantungan
(dependent) (Tartowo & Wartonah , 2015)
f. Evaluasi
Proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan
dari rencana keperawatan tercapai atau tidak dan perbandingan yang sistematis
dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan,
keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi untuk melihat kemampuan
klien dalam mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap
perencanaan.Untuk mempermudah mengevaluasi atau memantau perkembangan
pasien digunakan komponen SOAP adalah sebagai berikut :
S : Data subjektif. Perawat menuliskan keluhan pasien yang masih dirasakan
setelah dilakukan tindakan keperawatan.

45
O : Data objektif. Data berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat
secara langsung kepada pasien dan yang dirasakan pasien setelah dilakukan
tindakan keperawatan.
A : Analisa. Merupakan suatu masalah atau diagnosis keperawatan yang masih
terjadi, atau juga dapat dituliskan suatu masalah/ diagnosis baru yang terjadi
akibat perubahan status kesehatan pasien yang telah teridentifikasi datanya dalam
data subjektif dan objektif.
P : Planning. Perencanaan keperawatan yang dilanjutkan, dihentikan, dimodifikasi
atau ditambahkan dari rencana tindakan keperawatan yang telah ditentukan
sebelumnya, tindakan yang telah menunjukkan hasil yang memuaskan data
tindakan ulang pada umumnya dihentikan.

46
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis
akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan
sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan.
Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa untuk
menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah di jelaskan.

47
DAFTAR PUSTAKA

48

Anda mungkin juga menyukai