Anda di halaman 1dari 74

Kajian Awal Aspek Sosial

PEMINDAHAN IBU KOTA NEGARA KE


KALIMANTAN TIMUR
Laporan Rekomendasi Kebijakan
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional /
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Kajian Awal Aspek Sosial

PEMINDAHAN IBU KOTA NEGARA


KE KALIMANTAN TIMUR

Laporan Rekomendasi Kebijakan


i

Kajian Awal Aspek Sosial


Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
KATA PENGANTAR
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

Membangun ibu kota negara (IKN) tidak hanya menyiapkan infrastruktur dan lingkungan,
namun juga yang terpenting adalah manusianya. Oleh karena itu, pemindahan IKN ke Kalimantan
Timur perlu disiapkan sebaik mungkin agar tidak menimbulkan masalah sosial-ekonomi dan
budaya. Pemahaman yang komprehensif mengenai karakteristik sosial-ekonomi dan budaya
masyarakat akan membantu kita mempersiapkan IKN yang smart, green, beautiful dan sustainable.

Agar IKN yang baru juga mencerminkan identitas bangsa dan kemajemukan yang harmonis
dan kondusif, diperlukan pemahaman yang baik antara lain mengenai penerimaan masyarakat
setempat, akulturasi budaya, kapasitas sumber daya manusia, sumber-sumber penghidupan, dan
nilai-nilai kearifan lokal. Perbedaan karakteristik sosial-ekonomi dan budaya antara masyarakat
setempat dan pendatang perlu diantisipasi sejak awal agar dapat dihindari berbagai potensi konflik
dalam masyarakat. Pengurangan kesenjangan dan kemiskinan serta penguatan ketahanan
masyarakat baik secara ekologi, ekonomi, dan sosial budaya, perlu terus diupayakan sejalan dengan
perwujudan ibu kota baru yang sesuai dengan Visi IKN dan Visi Indonesia 2045.

Sehubungan dengan itu, Kementerian PPN/Bappenas telah melaksanakan serangkaian


seminar dan diskusi, serta kunjungan lapangan sebagai bagian dari kajian aspek sosial pemindahan
IKN. Saya mengucapkan selamat atas penyusunan laporan kajian aspek sosial pemindahan IKN ini.
Sekaligus saya menyampaikan apresiasi yang tinggi dan terima kasih kepada semua pihak atas
dukungannya, khususnya kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Penajam Paser Utara, Kabupaten
Kutai Kartanegara, dan Kabupaten Paser, Universitas Mulawarman, Universitas Indonesia, Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia, dan para ahli yang telah memberikan kontribusi dalam penyusunan
kajian ini. Akhir kata, hasil dari kajian ini diharapkan dapat menjadi landasan bagi kajian lebih lanjut
dan dalam menyusun strategi dan kebijakan agar pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur
dapat berjalan inklusif.

Jakarta, Desember 2019


Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

Soeharso Monoarfa
ii
Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Kajian Awal Aspek Sosial

Kajian Awal Aspek Sosial


Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Laporan Rekomendasi Kebijakan
Copyright © Staf Ahli Menteri Bidang Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan,
Kementerian PPN/Bappenas, 2019

Tim Pengarah:
Sekretaris Kementerian PPN/Sestama Bappenas
Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan (selaku Ketua Pokja Sosial, Budaya, dan Demografi)

Penulis:
Dr. Vivi Yulaswati, MSc (editor)
Angeline Callista, S.I.Kom., MSc

Kontributor:
Prof. Dr. Yekti Maunati, LIPI
Prof. Dr. Dody Prayogo, Universitas Indonesia
Dr. Isono Sadoko, AKATIGA
Drs. Martinus Nanang, MA., Universitas Mulawarman
Dr. Ndan Imang, Universitas Mulawarman
Angel Manembu, MSPD, MA, Global Concern Indonesia
Akhmad Wijaya, S.Hut., MP
Pungkas Bahjuri Ali, STP, MS, Ph.D
Mahatmi Parwitasari Saronto, ST, MSIE, Tim Penyusun Rekomendasi Kebijakan (TPRK)
Dra. Ratna Sri Mawari Mustikaningsih, MA (TPRK)
Drs. Johni Juanda, MM. (TPRK)
Ir. Sidqy Lego Pangesthi Suyitno, MA (TPRK)
Dharendra Wardhana, SE, MSc, Ph.D (TPRK)
Ir. Muhammad Iqbal Abbas, MBA (TPRK)
Endah Kartika Lestari, SH (TPRK)
Widaryatmo, S.ST, M.Si (TPRK)
Ely Dinayanti, S.Sos, ME (TPRK)
Nicko Herlambang ST, M.Si, Pemerintah Daerah Penajam Paser Utara

Desain Sampul & Tata Letak:


Printama Creative

Dokumentasi & Foto Cover:


Angel Manembu, Martinus Nanang, Angeline Callista, Mei Christie,
dan sumber lainnya: Wikipedia, KATADATA, Kompas.com, Pesona.travel.

i-v + 60 hlm; 210 x 297 mm


ISBN: 978-623-92694-0-1
Diterbitkan oleh: Staf Ahli Menteri Bidang Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan, Kementerian
PPN/Bappenas. Jalan Taman Suropati No. 2, Jakarta Pusat 10310
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
iii

Kajian Awal Aspek Sosial


Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi iii
Daftar Tabel dan Kotak iv
Daftar Gambar v

Bab 1. Pendahuluan
a. Latar Belakang 1
b. Tujuan Kajian 2
c. Output Kajian 3
d. Ruang Lingkup dan Metodologi 3

Bab 2. Karakteristik Sosial-Budaya Masyarakat


a. Demografi 7
b. Struktur Sosial Masyarakat 9
c. Organisasi Sosial Kemasyarakatan 18
d. Kondisi Layanan Kesehatan dan Pendidikan 20
e. Keragaman Budaya Masyarakat 23

Bab 3. Karakteristik Ekonomi Masyarakat


a. Gambaran Umum Perekonomian 27
b. Ketenagakerjaan 29
c. Pelatihan Keterampilan 30
d. Kemiskinan dan Ketimpangan 31
e. Produksi dan Potensi Pangan Masyarakat 34
f. Produksi dan Potensi Keanekaragaman Hayati 36
g. Penggunaan Tanah dan Lahan 37

Bab 4. Analisis dan Mitigasi Dampak Sosial


a. Masalah Sosial yang Mengemuka 43
b. Mitigasi Dampak Sosial Pemindahan Ibu Kota Negara 46

Bab 5. Rekomendasi Kebijakan


a. Jangka Pendek 54
b. Jangka Menengah 55
c. Jangka Panjang 56
d. Penutup 57

Daftar Pustaka 58
Lampiran 60
iv
Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Kajian Awal Aspek Sosial

DAFTAR TABEL
Tabel 1. Gambaran Penduduk pada 5 kecamatan di Kabupaten PPU dan Kabupaten KuKar
Tabel 2. Adat Istiadat Suku Kutai
Tabel 3. Adat Istiadat Suku Paser
Tabel 4. Masyarakat Suku Dayak di Kalimantan Timur
Tabel 5. Kondisi dan Cakupan layanan Kesehatan dikedua Kabupaten IKN, 2017
Tabel 6. Gambaran Sarana, prasarana dan tenaga kesehatan Kabupaten Kukar dan PPU, 2018
Tabel 7. Gambaran Sarana, Prasarana, dan Tenaga Kesehatan Di Tingkat Kecamatan
Tabel 8. Kejuruan dan Kapasitas Pelatihan di BLKI
Tabel 9. Jenis Komoditas di Sepaku, Samboja, Loa Kulu, Loa Janan, dan Muara Jawa
Tabel 10. Sebaran Lubang Bekas Tambang di Indonesia pada Tahun 2018
Tabel 11. Gambaran Permasalahan Tanah di Beberapa Kecamatan/Desa di Kabupaten PPU dan
Kabupaten Kukar
Tabel 12. Kearifan Lokal dalam Visi IKN

DAFTAR KOTAK
Kotak 1. Pembelajaran dari perpindahan IKN ke Yogyakarta
Kotak 2. Contoh Kearifan lokal suku Dayak
Kotak 3. Pengelolaan Kawasan Pariwisata Sa Pa, Vietnam
v

Kajian Awal Aspek Sosial


Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Diskusi Lintas Pemangku Kepentingan di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten
Penajem Paser Utara
Gambar 2. Komponen Metodologi Penyusunan Analisis Dampak Sosial
Gambar 3. Proporsi Etnis Berdasarkan Asal Suku Provinsi Kalimantan Timur
Gambar 4. Proporsi Etnis Berdasarkan Tempat Lahir di Provinsi Kalimantan Timur
Gambar 5. Proporsi Etnis Berdasarkan Tempat Lahir di Kabupaten PPU dan Kukar
Gambar 6. Lembuswana, Simbol Kesultanan Kutai Kartanegara
Gambar 7. Persebaran Suku-Suku di Wilayah Ibu Kota
Gambar 8. Proporsi Desa/Kelurahan dengan Perkelahian Massal di Kalimantan
Gambar 9. Jumlah Konflik di Kalimantan Timur dalam Satu Tahun Terakhir
Gambar 10. 10 Peringkat Teratas dan Perubahan Beban Penyakit (Disability Adjusted Life Years/
DALYs) Tahun 1990 dan 2017 di Kalimantan Timur
Gambar 11. Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular
Gambar 12. Akses Menuju Sarana Pendidikan
Gambar 13. Rumah Lamin atau Rumah Panjang Suku Dayak
Gambar 14. Ukiran Kelompok Kayanik/Kelompok Apo Kayan (Kayan, Kenyah, dan Bahau)
Gambar 15. Ukiran Dayak Benuaq
Gambar 16. Burung Enggang sebagai Panglima Burung di Hutan Kalimantan
Gambar 17. Wisata Batu Dinding di Samboja, Kutai Kartanegara
Gambar 18. Fokus Komoditas Kalimantan Timur
Gambar 19. PDRB Berdasarkan Lapangan Usaha
Gambar 20. Penduduk Bekerja di Sektor Pertanian
Gambar 21. Penduduk Bekerja Berdasarkan Lapangan Usaha, 2013 – 2018
Gambar 22. Penyerapan Tenga Kerja di Kabupaten PPU
Gambar 23. Penyerapan Tenga Kerja di Kabupaten KuKar
Gambar 24. Tingkat Kemiskinan Kalimantan Timur dan Tingkat Nasional 2019
Gambar 25. Jumlah Penerima Bantuan Sosial
Gambar 26. Koefisien Gini di Kalimantan Timur
Gambar 27. Selisih Rata-Rata Pendapatan Penduduk
Gambar 28. Persebaran Penduduk Asli dan Pendatang Menurut Kelas Kuintil di Provinsi Kalimantan
Timur, 2018
Gambar 29. Beberapa Potensi Pangan dan Komoditas di Kalimantan Timur
Gambar 30. Neraca Perdagangan Produk Obat dan Farmasi Indonesia, 2007-2018
Gambar 31. Perbandingan Hutan Kalimantan pada Tahun 1973 dan 2010
Gambar 32. Perkembangan Produksi Batu Bara
Gambar 33. Bekas Lubang Tambang Batu Bara di Desa Bakungan, Loa Janan, Kutai Kartanegara
Gambar 34. Permasalahan Tanah di Kalimantan Timur
Gambar 35. Masalah Sosial yang Mengemuka
Gambar 36. Skema Mitigasi Permasalahan Batas dan Tata Guna Tanah
Gambar 37. Contoh pemanfaatan budaya lokal
Gambar 38. Pengemasan Madu
Gambar 39. Skema Rekomendasi Kebijakan dalam Tiga Tahap Pembangunan I
01

Kajian Awal Aspek Sosial


Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Bab 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Presiden Joko Widodo telah membuat keputusan untuk memindahkan Ibu Kota Negara
(IKN) ke Kalimantan Timur, yang disampaikan dalam konferensi pers di Istana Negara pada tang-
gal 26 Agustus 2019. Berbagai faktor menjadi pertimbangan perlunya dilakukan pemindahan
IKN. Faktor sosial, ekonomi, politik, budaya, pertahanan dan kemanan, bahkan sampai dengan
potensi bencana alam menjadi pertimbangan pentingnya IKN dipindahkan dari Daerah Khusus
Ibukota (DKI) Jakarta. Kepadatan penduduk yang tidak merata dan cenderung terkonsentrasi di
Pulau Jawa telah berdampak pada kesenjangan dalam berbagai aspek dan stagnasi ekonomi
yang tidak kunjung dapat diperbaiki.

Kesenjangan sosial ekonomi dan kependudukan merupakan salah satu faktor


pendorong rencana pemindahan IKN Republik Indonesia. Sekitar 57,4% penduduk Indonesia
terkonsenterasi di Pulau Jawa. Sementara sebaran penduduk di Sumatera sebesar 17,9%, Bali dan
Nusa Tenggara 5,5%, Kalimantan 5,81%, Sulawesi 7,31%, Maluku dan Papua 2,61%. 1 Padatnya
1
jumlah penduduk di Pulau Jawa menunjukkan adanya aglomerasi pembangunan dan kemajuan
yang tinggi di Jawa dan sebaliknya ketertinggalan di wilayah lainnya. Pemindahan IKN ke luar
Jawa bertujuan untuk mengurangi beban ekologis kota Jakarta yang sudah sangat berat. Jakarta
telah mengalami kemacetan parah, serta polusi dan air yang semakin buruk. Penetapan perpin-
dahan ibu kota ke wilayah Timur Indonesia diharapkan dapat mengurangi kesenjangan dan
mewujudkan pembangunan Indonesia yang berkelanjutan, serta mewujudkan ibu kota baru yang
sesuai dengan identitas bangsa.

1 BPS. (2019). Statistik Indonesia 2019.


02
Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Kajian Awal Aspek Sosial

Secara spesifik, lokasi inti yang ditetapkan sebagai IKN baru terletak di sebagian wilayah
dari dua kabupaten, yaitu Kabupaten Penajem Paser Utara (PPU) dan Kabupaten Kutai
Kertanegara (KuKar). Beberapa kriteria pemilihan lokasi IKN tersebut adalah: 1) letaknya yang
strategis secara geografis; 2) ketersediaan lahan milik negara yang luas; 3) keamanan dari poten-
si berbagai bencana; 4) kedekatan dengan kota yang sudah berkembang, yaitu Balikpapan dan
Samarinda; 5) ketersediaan sumber daya air; 6) aksesibilitas lokasi yang didukung oleh Tri Matra
Terpadu (darat, laut, dan udara); 7) potensi konflik sosial rendah dan memiliki budaya terbuka
terhadap pendatang; serta 8) dampak negatif yang minimal terhadap komunitas lokal.

Berdasarkan Visi Indonesia 2045,2 yaitu Sumber Daya Manusia (SDM) unggul melalui
penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), pembangunan IKN akan mengedepankan
visi sebagai berikut: 1) merepresentasikan identitas dan persatuan bangsa yang merefleksikan
kebhinekaan Indonesia; 2) modern dan berstandar internasional, sebagai pusat pendidikan dan
industri yang berkelas internasional; 3) smart, green, beautiful dan sustainable dengan menerap-
kan konsep forest city; 4) tata kelola pemerintahan yang efektif dengan masyarakat yang cerdas;
dan 5) mampu mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia Timur yang merata.

Dalam rangka mewujudkan pemerataan pembangunan dan perwujudan IKN yang sesuai
dengan lima visi tersebut, diperlukan pemahaman mendalam mengenai situasi mikro di lokasi
IKN dan sekitarnya. Pemahaman ini penting agar dapat disiapkan langkah-langkah antisipatif
dan mitigasi terhadap potensi risiko dan masalah yang dapat timbul sebagai akibat dari kehad-
iran IKN. Kehadiran IKN tentunya akan menyebabkan perubahan besar pada lingkungan dan
lanskap setempat, komposisi demografi dan struktur sosial, ekonomi, politik, kebudayaan,
lingkungan, dan keamanan. Berdasarkan hal tersebut, pertanyaan pokok kajian ini adalah: Apa
dampak sosial-budaya dan sosial-ekonomi yang akan timbul dari kehadiran IKN terhadap
masyarakat yang sekarang berdomisili di lokasi calon IKN dan sekitarnya? Bagaimana
menyiapkan pembangunan IKN yang inklusif dan menyejahterakan masyarakat?

B. Tujuan Kajian
Untuk menjawab pertanyaan pokok di atas, kajian ini mengumpulkan data dan melaku-
kan analisis yang difokuskan untuk mendeskripsikan dan menganalisis aspek-aspek kehidupan
masyarakat lokal, meliputi:

Karakteristik sosial-budaya, mencakup: demografi, struktur sosial, organisasi sosial,


kondisi layanan pendidikan dan kesehatan, persepsi masyarakat terhadap IKN, dan
keberagaman budayanya.
Karakteristik sosial-ekonomi, mencakup: tren perekonomian daerah, komoditas
dan sumber daya ekonomi, dan mata pencaharian masyarakat.
Analisis permasalahan dan dampak negatif yang mungkin timbul dari pemindahan
dan kehadiran IKN terhadap masyarakat lokal.
Rumusan pegangan prinsip (guiding principles) kebijakan sosial pemindahan IKN.

2 Bappenas. (2017). Orasi Ilmiah Menteri PPN/Kepala Bappenas di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia: Visi

Indonesia 2045.
03

Kajian Awal Aspek Sosial


Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
C. Output Kajian
Tujuan akhir dari kajian ini adalah untuk membantu mewujudkan peningkatan tata kelola
dan manajemen resiko sosial selama proses pemindahan ibu kota berlangsung. Identifikasi dan
antisipasi berbagai potensi maupun dampak sosial selama proses pemindahan IKN diharapkan
dapat mengurangi kerentanan dan eksklusi sosial, serta meningkatkan iklim investasi dan
dukungan kerjasama regional dan kemitraan seperti berbagai pihak swasta dan internasional.

D. Ruang Lingkup dan Metodologi


Kajian ini berfokus pada masyarakat di wilayah yang akan menerima dampak pemban-
gunan IKN, yaitu masyarakat di Kabupaten PPU, Kabupaten KuKar, serta wilayah penyangganya.
Metodologi kajian ini mencakup beberapa tahapan sebagai berikut: 1) diskusi terfokus dampak
sosial-ekonomi dan sosial-budaya dari pemindahan IKN dan peran setiap pihak terkait; 2) analisis
mitigasi dan solusi permasalahan; 3) identifikasi potensi dan nilai-nilai sosial budaya yang dapat
dikembangkan, dan 4) peningkatan kapasitas sumber daya manusia yang diperlukan.

Kajian ini dilengkapi dengan tinjauan lapangan ke wilayah calon lokasi IKN pada tanggal
17-21 November 2019 (lihat lampiran). Pada tinjauan lapangan dilaksanakan wawancara menda-
lam dengan beberapa tokoh masyarakat dan Focus Group Discussion (FGD) di kantor pemerin-
tah kabupaten, kantor camat dan kantor lurah/desa. Kegiatan tinjauan lapangan dilanjutkan
dengan diskusi terkonsolidasi dari seluruh anggota tim peneliti yang melakukan survey terpisah
di Kabupaten KuKar, Kabupaten PPU dan Kabupaten Paser.

Gambar 1 . Diskusi Lintas Pemangku Kepentingan di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Penajem Paser Utara
04
Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Kajian Awal Aspek Sosial

Berdasarkan hasil lapangan, dilakukan diskusi dengan kementerian/Lembaga yang


merupakan anggota dari tim Pokja Sosial, Budaya, dan Demografi, yang merupakan bagian dari
Tim Koordinasi Pemindahan IKN. Aspek-aspek pembahasan mencakup antara lain hal- hal
sebagai berikut:

Persepsi masyarakat secara umum atas rencana pemindahan IKN;


Kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat di ke Kabupaten PPU dan Kabu-
paten KuKar, termasuk pekerjaan saat ini dan mendatang terkait pemindahan IKN;
Dampak sosial-ekonomi dan sosial-budaya dari pemindahan IKN dan identifikasi
pihak- pihak yang terkait;
Sosial budaya masyarakat yang perlu diadopsi dalam pembangunan IKN;
Peluang-peluang keterlibatan masyarakat dalam pembangunan IKN, termasuk
strategi pengembangan kapasitas sumberdaya manusia sesuai dengan kebutuhan
IKN baik selama proses konstruksi dan setelah IKN terbentuk;
Permasalahan seputar lahan sebagai identitas budaya dan faktor produksi;
Pemahaman sejarah dan hubungan antar-etnis, serta langkah-langkah mitigasi
untuk mencegah konflik di masyarakat;
Identifikasi berbagai potensi yang dapat dikembangkan untuk penanaman nilai
budaya, peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan kesejahteraan.

Pemetaan & Rona Sosial Implikasi Rencana

Tipologi & Kondisi Wilayah


Demografi, infrastruktur, pendidikan, kesehatan, ekonomi,
kesejahteraan, potensi, kebutuhan, akses desa Tantangan & Peluang IKN Aturan Legal
Dukungan, fasilitas, Kepatuhan Legal UU
sumber daya dan Perda
Tipologi & Karakter Masyarakat
Sejarah, kultur, struktur, stratifikasi, organisasi sosial

Analisis Stakeholder Paradigma, Kebijakan Kebijakan, Strategi, Tindakan


Kelompok kepentingan, pengaruh terhadap kondisi sosial, dan Renstra iKN Manajemen stakeholder dan
analisis mitigasi dampak Manajemen potensi dampak
sosial budaya
Analisis Kepentingan Jaringan
Jaringan pemangku kepentingan, tingkat pengaruh jaringan Agenda, Kerja IKN
Kebijakan, visi, misi,
strategi, program, Organisasi & Anggaran
Potensi Dampak Sosial IKN organisasi dan anggaran SDM, Tim respon cepat,
Dampak sosial ekonomi dan sosial budaya dalam isu anggaran, dst
konflik-konflik lahan, tenaga kerja, dan identitas budaya

Gambar 2 . Komponen Metodologi Penyusunan Analisis Dampak Sosial Sumber: Tim Penulis
07

Kajian Awal Aspek Sosial


Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Bab 2
KARAKTERISTIK SOSIAL
BUDAYA MASYARAKAT

A. Demografi
Pemindahan IKN diharapkan dapat menguatkan ketahanan masyarakat Kalimantan, baik
secara ekologi, ekonomi, sosial, dan budaya, sehingga tidak menyebabkan terpinggirnya
masyarakat lokal oleh pendatang. Pendatang tidak hanya ASN namun juga keluarga dan pelaku
ekonomi lainnya. Dalam rencana pemindahan aparatur sipil negara (ASN), berkembang dua
skenario yang memperkirakan perpindahan sebesar 182.462 orang ASN dan 118.513 orang ASN
(jika dibatasi umur hingga 45 tahun).3 Perpindahan ASN tersebut akan diikuti dengan keluarga
dan pelaku ekonomi lainnya, yang diperkirakan sebesar 1,5 juta orang di masa mendatang.4 Mas-
yarakat berharap agar integrasi kehidupan masyarakat yang berkeadilan dapat terjadi sehingga
manfaat pembangunan IKN dirasakan oleh seluruh masyarakat Kalimantan khususnya dan Indo-
nesia umumnya.

Lokasi inti IKN direncanakan akan menempati sebagian wilayah Kabupaten PPU dan
Kabupten KuKar. Saat ini, penduduk di Kabupaten PPU berjumlah 160,9 ribu jiwa, dan di Kabu-
paten Kukar berjumlah 786,1 ribu jiwa. Sedangkan total penduduk Kalimantan Timur saat ini
berjumlah 4.448.763 jiwa. 5 Mayoritas penduduk Kalimantan Timur saat ini didominasi oleh
pendatang yang berasal dari Jawa, Bugis, dan Banjar, serta berbagai etnis lainnya dalam jumlah
yang relatif lebih kecil. Keberagaman berdasarkan proporsi etnis berdasarkan suku asal di
Kalimantan Timur dapat dilihat pada Gambar 3.

% %
%
%
%
% %

Gambar 3 . Proporsi Etnis berdasarkan Asal Suku Provinsi Kalimantan Timur 6

3 Deputi SDMA (2020), Kementerian Pendayagunaan Aparatun Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia. Rapat

Pembahasan Penyiapan SDM dan Pemindahan IKN.


4 Wongkaren, T. (2019). Seminar Perpindahan Ibu Kota Negara dan Implikasinya pada Kehidupan Sosial Penduduk: Proses

Kependudukan Pemindahan Ibu Kota Negara. Lembaga Demografi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia.
5 Badan Pusat Statistik. (2019). Statistik Indonesia 2019.
6
diolah dari Badan Pusat Statistik. (2010). Senus Penduduk 2010.
08
Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Kajian Awal Aspek Sosial

Pengertian etnis dapat diperluas


lebih dari identitas kesukuan yang
diturunkan secara matrilineal maupun
patrilineal, yaitu berdasarkan provinsi
7
tempat lahir. Dengan pengertian etnis
yang melekat pada batas administratif,
terlihat bahwa meski memiliki leluhur dari
pendatang, sebagian besar penduduk
adalah kelahiran Provinsi Kalimantan Timur
(Gambar 4). Kondisi yang sama juga
terlihat di Kabupaten PPU dan Kabupaten
KuKar (Gambar 5).
Gambar 4 . Proporsi Etnis Berdasarkan Tempat Lahir
Kalimantan Timur

Gambar 5 . Proporsi Etnis Berdasarkan Tempat Lahir di Kabupaten PPU dan Kukar 8

Konteks sosial-budaya masyarakat di Kalimantan Timur tidak dapat lepas dari konteks
ekologis perwilayahan yang terkait dengan karakteristik geo-ekonomi dan geo-politik spesifik
untuk masing-masing wilayah. Wilayah pesisir Kalimantan Timur adalah konsentrasi pusat perda-
gangan dan pemerintahan, yang menarik banyak migran dari pulau-pulau lain di Indonesia,
maupun dari luar Indonesia. Beberapa pemukim kemudian menetap di daerah pesisir Kalimantan
Timur dan di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Sungai Mahakam, Sungai Kelay dan Segah,
Sungai Kendilo dan Sungai Telake.

Pendalaman terhadap karakteristik sosial budaya masyarakat dilakukan melalui diskusi


dengan masyarakat di 1 kecamatan di Kabupaten PPU dan 4 kecamatan di Kabupaten KuKar.
Kecamatan Sepaku di Kabupaten PPU mempunyai jumlah penduduk paling sedikit, sedangkan
Kecamatan Loa Janan di Kabupaten KuKar mempunyai jumlah penduduk terbanyak.

7 Chotib (2006). Kewarganegaraan 2, Menuju Masyarakat Madani


8 diolah dari berbagai sumber
09

Kajian Awal Aspek Sosial


Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Tabel 1 . Jumlah Penduduk pada 5 kecamatan di Kabupaten PPU dan Kabupaten KuKar 9

Total Luas Wilayah


Kecamatan Kabupaten Penduduk Km2 Jumlah Desa/Kel .

Sepaku PPU 36.627 1.172,4 11 desa, 4 kelurahan

Samboja Kukar 63.128 1.045,9 4 desa, 19 kelurahan

Loa Kulu Kukar 52.376 1.405,7 15 desa

Loa Janan Kukar 63.331 644,2 8 desa

Muara Jawa Kukar 37.857 754,5 8 kelurahan

Jumlah penduduk di lima kecamatan ini relatif sangat kecil jika dibandingkan dengan
luas wilayahnya, dan hanya sekitar 7 persen dari total populasi penduduk Kalimantan Timur.
Kecamatan Sepaku misalnya, yang sebagiannya akan menjadi lokasi pusat pemerintahan IKN,
memiliki luas 1,77 kali dibandingkan Jakarta, yang luasnya hanya sebesar 662,3 km 2. Demikian
halnya Kecamatan Samboja, yang akan menjadi bagian dari pengembangan kawasan IKN, memi-
liki luas 1.045,9 km2 atau sekitar 1,56 kali dari luas Jakarta.

Sebagai perbandingan, Brasilia, ibu kota baru Brazil, yang memiliki luas wilayah 5.802
2
km , jumlah penduduknya sebesar 2,6 juta jiwa. Brasilia dibangun di tengah kawasan hutan tropis
Amazon, dan berhasil tumbuh sebagai ibu kota yang memiliki hutan sebagai taman nasional
yang cukup luas di sekitarnya. Negara lain yang saat ini sedang membangun ibu kota baru
adalah Mesir. Ibu kota baru ini memiliki luas wilayah 700 km2 yang diproyeksikan untuk ditingga-
li sekitar 6,5 juta penduduk. Dengan perkiraan penambahan penduduk dari ASN dan keluarganya
serta komponen pendukung sebesar 1,5 juta jiwa, maka visi IKN sebagai kota hijau yang nyaman
ditinggali (livable) dapat terwujud.

B. Struktur Sosial Masyarakat


Struktur masyarakat di wilayah calon IKN cukup heterogen dan beragam, merupakan
pembauran dari masyarakat asli dan pendatang. Istilah masyarakat asli atau ‘penduduk asli’
merujuk pada definisi dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, yaitu orang-orang yang turun-tem-
urun tinggal di suatu daerah (kampung dan sebagiannya). Jika menggunakan rujukan ini,
masyarakat asli di dua kabupaten wilayah IKN merupakan suku Dayak asli yang sebagian telah
bertransformasi menjadi suku Paser, mayoritas tinggal di Kabupaten PPU; dan suku Kutai, may-
oritas tinggal di wilayah Kabupaten KuKar.

Sedangkan pendatang yang jumlahnya cukup dominan adalah suku Jawa, Bugis dan
Banjar. Pendatang Bugis berasal dari Sulawesi, sedangkan pendatang Banjar dari Kalimantan
Selatan dan Kalimantan Tengah. Suku Banjar dan Bugis merupakan pendatang lama di Kaliman-
tan Timur, disusul dengan pendatang dari Arab, Cina, dan India, yang sebagian datang pada
masa pemerintahan Hindia Belanda. Jumlah pendatang Jawa bertambah setelah adanya
program transmigrasi di beberapa desa di PPU dan KuKar. Di bawah ini penjelasan lebih lengkap
untuk masing-masing suku asli dan pendatang.

9 BPS Kecamatan Samboja, Kac Sepaku, Kec Loa Kulu, Loa Janan, Muara Jawa 2018.
10
Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Kajian Awal Aspek Sosial

1. Suku Kutai
Masyarakat suku Kutai merupakan masyarakat asli Kalimantan Timur yang mayoritas
beragama Islam, dan menempati bagian tengah Sungai Mahakam hingga tersebar ke beberapa
bagian hulu dan anak-anak sungai lain di Kabupaten Kutai Timur, Kutai Kartanegara, dan Kutai
Barat. Umumnya menetap di pesisir dan dataran rendah di sekitar Kota Tenggarong, Kutai Lama;
Mura Pahu Rembayan, Melak; Muara Kaman, Kota Bangun dan Muara Muntai serta Lembongan.
Terdapat 4 dialek bahasa yang dapat didengar antar wilayah pemukiman di sepanjang hulu
sungai. Menurut sejarahnya, banyak para ahli menyebutkan bahwa orang Kutai berasal dari
keturunan ras Proto Melayu yang sampai ke Kalimantan Timur sekitar 3.000 tahun lalu. Eksisten-
si Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura terus memberikan pengaruh pada kebudayaan
dan adat masyarakat Kutai.

Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura mengalami banyak pengaruh dan bera-
kulturasi dengan peradaban dari luar seperti Hindu, Budha, Islam, dan Melayu. Pengaruh Hindu
dapat dilihat dari temuan barang kuno dan bahasa yang banyak kemiripan dengan aslinya di
India. Demikian juga pada kebudayaan dan kepercayaan tradisional kuno Kaharingan dari kera-
bat dekat suku Kutai yaitu suku Dayak Tunjung dan Benuaq, seperti misalnya upacara adat Erau,
tarian Belian, senjata, dan mantra-mantra ilmu gaib. Selain itu, suku Kutai memiliki kedekatan
budaya dengan suku Banjar. Asimilasi dengan budaya Melayu Banjar terlihat pada pertunjukan
tari Zapin, musik dan syair. Tradisi lisan masyarakat Dayak Kenyah juga menyatakan bahwa
leluhur suku Kutai berasal dari Tiongkok. Keberagaman latar belakang ini membuat suku Kutai
dianggap sebagai pemersatu dari banyak sub-suku, yang tercermin dari simbol kesultanan Kutai
Kartanegara Lembuswana. Simbol ini merupakan hewan mitologi yang memiliki beragam ciri
seperti kepala singa bermahkota, namun juga memiliki belalai gajah, sayap garuda, dan bersisik
ikan.

Gambar 6 . Lembuswana, simbol Kesultanan Kutai Kartanegara

Mata pencaharian orang Kutai terutama yang tinggal di sekitar kawasan hutan umumnya
berladang dan mengumpulkan hasil hutan. Sedangkan mereka yang tinggal di sekitar danau-da-
nau Mahakam Tengah sebagian besar nelayan sungai dan danau. Jika musim kemarau mereka
akan membakar belukar rawa yang mengering dan gambut untuk bercocok tanam atau membu-
ka akses terhadap lokasi baru yang dianggap banyak ikan. Selain itu, beberapa keluarga masih
melakukan perburuan secara tradisional, dan sebagian lagi telah berprofesi di sektor perkayuan
secara komersial. Pekerjaan membuat sirap (atap dari kayu ulin atau kayu keras lainnya) merupa
11

Kajian Awal Aspek Sosial


Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
kan keahlian khas orang Kutai. Akibat kekurangan bahan baku, pekerjaan ini banyak ditinggalkan
dan beralih ke industri kayu komersial seperti kayu ’belambangan’ di kawasan hutan, kayu limbah
di bekas land clearing perkebunan sawit dan HTI, serta kayu log sengon dan kayu putih untuk
bahan baku pabrik veneer dan plywood.

Tabel 2 . Adat Istiadat Suku Kutai

Jenis Tradisi Penjelasan

1. Seni dan Tarian

1.1. Hadrah Kesenian Islam yang menampilkan iring-iringan rebana/terbang, yaitu sejenis alat
perkusi yang dimainkan sambil melantunkan syair dan pujian terhadap Nabi Muham-
mad SAW dengan disertai gerak tari. Hadrah biasa dipakai pada acara perkawinan,
mengantar orang berangkat haji, peringatan hari besar Islam dan perayaan lainnya.

1.2. Mamanda Merupakan seni panggung atau teater khas Kutai. Termasuk kesenian klasik Melayu
menyerupai musik opera dengan alat musik biola dan gendang. Tema cerita yang
sitampilkan bisanya tentang kisah para raja.

1.3. Tari Ganjar Ganjur Jenis tari khas asli Kutai yang biasanya ditampilkan saat upacara-upacara besar
kerabat Kesultanan seperti penyambutan tamu agung, upacara adat Erau, upacara
penabalan Sultan, dan lain-lain.

1.4. Tari Jepen Eroh Tari garapan yang memiliki banyak gerak ragam seperti ragam penghormatan, ragam
gelombang, ragam samba setangan, ragam samba penuh, ragam gengsot, ragam
anak, dan lain-lain. Eroh dalam bahasa Kutai artinya ramai, riuh, dan gembira. Oleh
karena itu penataan gerak tari Jepen Eroh penuh dengan gerakan yang dinamis dan
unsur kegembiraan.

2. Adat dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam

2.1. Rondong Rondong atau Perondongan adalah nama untuk kebun buah tradisional berupa
agriforest adalah bahasa Kutai. Rondong terbentuk dari kegiatan perladangan atau
bekas perkampungan.

2.2. Mendanau Mendanau adalah tradisi masyarakat Kutai di sekitar danau dan hutan gambut di saat
musim kemarau. Ketika danau dan hutan rawa gambut mengering, masyarakat
beramai-ramai mencari ikan di ceruk-ceruk danau yang berisi ikan.

2.3. Behuma Behuma atau berladang, yaitu tradisi masyarakat Kutai dalam kegiatan perladangan.

3. Erau Erau merupakan pesta dengan banyak kegiatan sekelompok orang yang mempunyai
hajat dan mengandung makna baik bersifat sakral, ritual, maupun hiburan. Termasuk di
dalam rangkaian tradisi adat Erau adalah beluluh sultan, menjamu benua, merangin,
merebahkan ayu, mengulur naga dan belimbur.Erau pertama kali dilaksanakan pada
upacara tijak tanah dan mandi ke tepian ketika Raja Aji Batara Agung Dewa Sakti
berusia 5 tahun. Upacara Erau juga dilaksanakan saat Aji Batara Agung Dewa Sakit
dewasa dan diangkat menjadi Raja Kutai Kartanegara yang pertama (1300-1325). Sejak
itulah Erau diadakan setiap penggantian atau penobatan raja-raja Kutai Kartanegara.
Dalam perkembangannya, Erau juga dilaksanakan saat pemberian gelar dari raja
kepada tokoh atau pemuka masyarakat yang dianggap berjasa terhadap kerajaan.
Tradisi Erau tetap terpelihara, dan diselenggarakan sebagai tradisi peringatan hari jadi
Kota Tenggarong.

2. Suku Paser
Ulun Paser atau orang Paser saat ini 95 persennya memeluk agama Islam. Suku Paser
banyak memiliki kesamaan budaya dan bahasa dengan Dayak Ngaju dan Dayak Lawangan.
Berawal dari suku Kerawong di hulu Sungai Telake Kabupaten Paser, suku Paser berkembang
menjadi 12 sub-suku yang disebut Bansu Tatau Datai Danum, yaitu masyarakat atau manusia
yang hidup di pinggir sungai, pantai, atau danau tersebar di Kabupaten PPU, Paser, Kota Balikpa-
pan, hingga ke Kabupaten Tanah Bumbu dan Kota Baru di Kalimantan Selatan.
12
Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Kajian Awal Aspek Sosial

Di lokasi calon IKN, suku Paser tinggal di desa-desa tradisional di Kecamatan Sepaku
seperti Kelurahan Maridan, Binuang, Pemaluan, Mentawir, dan Sepaku. Sebagian juga tinggal di
desa-desa transmigran karena dahulu masuk sebagai transmigran lokal ataupun karena menem-
pati lahan-lahan bekas warisan leluhur mereka sebelum kedatangan transmigran. Menurut sejar-
ahnya, suku Paser khususnya Paser Balik merupakan cikal bakal dari penduduk asli di sekitar
Balikpapan. Nama Kota Balikpapan sendiri bermula dari legenda suku Paser Balik dari keturunan
Papan Ayung, yaitu leluhur orang Paser Balik dari Kesultanan Paser. Masyarakat adat Paser
tinggal di desa-desa tradisional di Kecamatan Penajam dan Kecamatan Long Kali di Kabupaten
Paser.

Masyarakat asli suku Paser meyakini bahwa wilayah DAS Sepaku termasuk sebagian
wilayah konsesi PT ITCI Hutani Manunggal (IHM) dan PT ITCI Kartika Utama (ITCIKU) yang diren-
canakan untuk IKN, merupakan bagian dari wilayah adat mereka di masa lalu. Konon dahulu
banyak dijumpai kebun buah tradisional di bekas ladang dan pemukiman kecil di hulu-hulu
sungai. Namun semenjak adanya perusahaan PT ITCI di tahun 1970-an dan berlanjut dengan PT
IHM pada tahun 1994, serta masuknya transmigrasi di Sepaku dan Semoi, banyak bukti dari
kebun tersebut yang tergusur dan hilang. Sejalan dengan terdesaknya wilayah kelola tradisional
suku Paser, secara ekonomi mereka juga kalah dibandingkan kegiatan ekonomi penduduk
pendatang.

Masyarakat Paser yang semula berpindah-pindah dalam bercocok tanam telah terpen-
garuh oleh sistem transmigran dalam berkebun hingga akhirnya memiliki pola hidup menetap.
Perkawinan silang yang terjadi lintas generasi juga membawa pengaruh dalam lisan, upacara
adat, serta tari-tarian suku Paser. Dalam berbagai keterbatasan yang ada, budaya Paser terus
dipertahankan. Kesultanan Paser berperan penting dalam menjaga kebudayaan maupun adat
istiadat suku Paser. Anak muda Paser berharap kebudayaan Paser tidak akan hilang dengan
adanya pembangunan IKN.

“Semoga ibukota bisa memulihkan dan memelihara hutan-hutan kami.


Tarian Paser Balik banyak diilhami dari hutan dan alam. Saya berharap bisa menari di istana
dan menjelaskan arti tarian kami ini kepada banyak orang.”
– Dahlia, anak muda pelestari budaya tari Paser Balik

Tabel 3 . Adat Istiadat Suku Paser

Jenis Tradisi Penjelasan

1. Kesenian dan Tarian


1.1. Tari Ronggeng Tarian ini biasanya ditampilkan pada saat acara-acara resmi kerajaan yang bertujuan
memberikan hiburan kepada para tamu. Tarian diiringi dengan lagu Ronggeng dan
didominasi musik petik (Gambus). Lemah gemulainya sang penari menggerakkan
selendang dan sapu tangan mengajak hadirin untuk menari dan bergembira bersama.

1.2. Tari Rembara Tari tradisional pedalaman Paser ini termasuk dalam tari ritual yang ditampilkan pada
saat-saat diadakan Upacara Adat Paser, seperti dalam Upacara Belian, Upacara Nulak
Jakit dan upacara adat lainnya. Tarian ini biasanya dibawakan oleh beberapa orang
dara yang membawa perlengkapan untuk diserahkan kepada Sang Penguasa Jagat
Raya.
13

Kajian Awal Aspek Sosial


Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
1.3. Nalau Seni teater tradisional Paser yang tumbuh dan berkembang sejak zaman kerajaan
Rekantatau sampai sekarang ini merupakan kegiatan sendra tari yang dilengkapi
dengan berbagai macam tari, musik, lagu sastra dan dialog menggunakan Bahasa
Paser.

1.4. Belian Ritual adat Belian ini merupakan upacara suku Paser Pembesi yang bertujuan untuk
peyembuhan massal. Upacara ini dipimpin oleh seorang “Mulung,” yaitu orang yang
telah melakukan Mamulio Ngadap Klusan yang berarti mensucikan diri sebelum
menghadap Penguasa Alam Semesta. Ritual ini dilaksanakan sebagai wujud pelepasan
hajat setelah sembuh dari sakit ataupun setelah berhasil bercocok tanam/ bersawah
/berkebun.

1.5. Besipung Merupakan opera atau sandiwara gaib, yang diadakan di dalam Lou Olai (rumah besar)
yang gelap. Seorang tetua adat memanggil roh orang-orang dulu yang merupakan
pelaku sejarah sehingga terjadilah sandiwara yang dapat didengar oleh orang-orang
yang hadir.

2. Adat dalam Siklus Kehidupan

2.1. Lemu Ilmu mistis atau ilmu gaib untuk mempertahankan diri dari kejahatan. Beberapa jenis
lemu yang dikenal antara lain adalah:
• Pedang Kendali yaitu lemu dengan melemparkan senjata dan jika sasaran telah
tertumpas maka senjata tadi akan kembali ke pemiliknya. Lemu ini dulunya digunakan
untuk menghadapi bajak laut di sekitar Balikpapan.
• Cuca' peruntus yaitu lemu yang dapat menghancurkan organ-organ dalam tubuh
tanpa harus melukai tubuh luar.
• Cuca' maya yaitu lemu yang dapat membuat orang menjadi hidup seperti mayat.
• Cuca' bangkai yaitu lemu yang dapat membuat orang lain membusuk.

2.2. Rumah Kulit Kayu Salah satu ciri khas bentuk rumah orang Paser adalah atap dan dinding yang berbahan
(Louq Upak) kulit kayu, atau mengkombinasikan antara atap daun nipah dengan dinding kulit kayu.
Tradisi ini bergantung persediaan bahan yang ada di lingkungan seseorang itu berada.

2.3. Sistem Barter Suku Paser mengenal kebiasaan setumpu ini sejak adanya interaksi perdagangan
(Setumpu) dengan berbagai suku lain dari luar daerah. Orang Paser banyak membawa hasil
kebunnya untuk ditukarkan dengan garam, belacan atau barang lainnya yang dibawa
orang yang datang ke pasar-pasar di wilayah Paser.

3. Adat dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam

3.1. Tata Guna Lahan Orang Paser membagi kawasan hutan dan lahan dalam beberapa bentuk pemanfaatan
atau tata guna lahan yaitu pemukiman (kampong/benawa), bekas pemukiman (Lou),
lahan perkebunan (kebon), kawasan perladangan (umee), bekas ladang (uraat), dan
hutan (Alaas).

3.2. Siklus Perladangan Berdasarkan tipe siklus umur lahan yang dibedakan/ditinggal sesudah pembukaan
lahan perladangan orang Paser, dikenal beberapa macam tipe lahan yaitu:

1) Alaas mentutn yaitu hutan primer yang belum pernah dibuka untuk perladangan.
2) Umeeq/umaaq, lahan di hutan sekunder maupun primer, yang baru dibuka pada
tahun pertama untuk berladang.
3) Bowaq/Baber, yaitu ladang yang dibuka kembali tahun kedua meneruskan lahan
umeeq/umaaq. Pembukaan lahan dilakukan dengan dipepes yaitu menebas semak
kecil tanpa penebangan.
4) Kelewako, lahan perladangan yang telah ditinggalkan antara 3-10 tahun. Jika baru
berumur 3-5 tahun disebut kelewako ureq, sedangkan jika umur 6-10 tahun disebut
kelewako tuhaq.
5) Batekng, bekas perladangan yang telah lama ditinggalkan. Jika siklus 10-20 tahun,
disebut batekng ureeq, sedangkan jika siklus antara 20-30 tahun disebut batekng
tuhaq;
6) Alaas kerarayon/kerengkang, yaitu bekas perladangan yang ditinggalkan lebih dari
30 tahun, dicirikan oleh pulihnya lahan dan vegetasi kembali seperti hutan primer.

3. 3. Hutan Lindung/ Hutan yang terbuka atau belum dimiliki/digarap oleh masyarakat. Berfungsi sebagai
Cadangan (Alaas Nareng) cadangan untuk berbagai keperluan dalam wilayah adat.

3.4. Hutan Keramat Kawasan tertentu dalam hutan yang dilindungi dan dilarang untuk kegiatan yang
(Alaas Mori) bersifat merusak/menebang karena dikeramatkan atau bernilai sejarah.

3.5. Mencari Madu Mencari madu adalah kegiatan yang sering dilakukan oleh suku Paser. Madu didapat
dari pohon inang lebah yang berukuran besar dan tinggi, seperti banggris (koompas-
sia malaccensis), kempas (koompasia exelsa), jelutung (dyera costulata), bangkirai
(shorea laevis), benuang (octomeles duabanga) dan jelmu (canarium decumanum).
Pemungutan madu dilakukan menggunakan tali rotan atau tangga buatan, yang
terhubungkan ke pohon-pohon lainnya yang lebih kecil dan mudah dipanjat disekitar
pohon inang.
14
Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Kajian Awal Aspek Sosial

3.6. Mencari Rotan Orang Paser dan suku Dayak lain di Kalimantan juga mencari rotan untuk dibuat
kerjainan, yang memiliki keunikan dan nilai seni yang tinggi, seperti tikar lampit,
keranjang untuk mencari gaharu, pengikat kepala mandau, dan lain sebagainya.

3.7. Membuat Sagu Membuat sagu yang terbuat dari rumbia beramai-ramai merupakan salah satu aktivitas
(Nampaq Sagu) masyarakat adat Paser. Setiap orang yang datang akan memperoleh bagian atas upah
keikutsertaannya.

3. Suku Dayak
Sebutan Dayak identik dengan sebutan umum untuk penduduk asli Pulau Kalimantan.
Menurut asal katanya, istilah Dayak berasal dari kata ‘Dyak’, ‘Daya’ atau ‘Daye’ yang dalam
bahasa kebanyakan suku asli Kalimatan berarti hulu atau udik. Di masa lalu Dayak hanyalah istilah
geografis untuk menyebut sekelompok orang yang tinggal dan menetap di daerah hulu sungai
atau pedalaman Kalimantan. Sebutan Dayak sebagai sebuah istilah antropologi mulai banyak
dikenal semenjak tahun 1757. Istilah ini banyak dipergunakan oleh kolonial Belanda dan Inggris
yang tertarik dengan etnografi di Pulau Kalimantan atau Borneo.

Suku Dayak memiliki ciri budaya dan mata pencaharian yang dekat terhadap alam.
Terdapat lebih dari 400 suku Dayak yang dikategorikan dalam 7 rumpun besar yaitu, Dayak
Ngaju, Dayak Apo Kayan, Dayak Iban/Heban (Dayak Laut), Dayak Klemantan/Dayak Darat,
Dayak Murut, Dayak Punan, dan Dayak Barito. Merujuk pada klasifikasi rumpun suku Dayak
berdasarkan kesamaan bahasa, hukum adat dan teritori di atas, di Kalimantan Timur terdapat
empat kelompok rumpun besar suku Dayak (Tabel 4), dengan karakteristik sebagai berikut:

Kelompok rumpun Barito memiliki latar budaya perladangan gilir balik, yaitu
sistem perladangan berpindah pada lahan kering dan basah, tinggal di dalam
rumah panjang, dan memiliki campuran egaliter dalam sistem sosial.
Kelompok rumpun Apokayan hampir sama dengan Kelompok rumpun Barito,
namun terikat dalam sistem pelapisan sosial yang ketat.
Kelompok rumpun suku Punan memiliki latar budaya perladangan gilir balik lahan
kering yang terbatas, serta berburu dan mengumpulkan hasil hutan non kayu,
terikat dalam kelompok-kelompok kecil dengan struktur kepemimpinan bedasar-
kan senioritas dan kecakapan.
Kelompok rumpun Basap umumnya mengumpulkan hasil hutan dan berladang,
meskipun sistem pembukaan dan pemliharaan lahan sedikit berbeda dibandingkan
kelompok Dayak lainnya. Dalam kehidupan sehari-hari, suku Dayak Basap masih
menerapkan tradisi dan adat istiadat yang disebut sebagai Lawas, atau adat lama.
Adat Lawas merujuk pada identitas suku Basap sebagai salah satu suku tertua di
Kutai, dan telah diterapkan sejak masyarakat masih menganut kepercayaan leluhur.
15

Kajian Awal Aspek Sosial


Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Tabel 4 . Masyarakat Suku Dayak di Kalimantan Timur

Rumpun Suku Lokasi / Kabupaten Keterangan

Barito Tunjung Kutai Barat, Kutai Kartanegara Sering disebut juga dengan sebutan Toyooi.

Benuaq Kutai Barat, Kutai Kartanegara Memiliki kemiripan budaya dengan Tunjung
sehingga sering disebut juga seagai
Toyooi-Benuaq.

Bentian Kutai Barat Dominan di Kecamatan Bentian Besar.

Lawangan Kutai Barat Disebut juga sebagai Teboyan atau Tuayan.

Dusun Paser Sekerabat dengan Dayak Dusun


di Kalimantan Tengah.

Bukit Paser Sekerabat dengan Dayak Meratus


di Kalimantan Selatan.

Paser Paser, PPU Sebagian orang Paser lebih merasa sebagai


Melayu, bukan bagian dari Dayak.

Bakumpai Kutai Barat Kelompok Dayak Muslim yang datang dari


Kalimantan Tengah pada sekitar abad ke-18.

Apokayan Kenyah Mahakam Ulu, Kutai Kartanegara, Bermukim di Kaltim mulai awal abad ke 20,
Kutai Timur, Samarinda, Berau masuk secara bergelombang hingga tahun
1980-an.

Kayan Mahakam Ulu, Bermigrasi dari dataran tinggi Kayan


Kutai Kartanegara, Kutai Timur sejak abad ke-17.

Bahau Mahakam Ulu, Kutai Barat

Modang Kutai Kertanegara, Kutai Timur Ketiganya masih sekerabat.

Wehea Kutai Timur

Long Gelaat Mahakam Ulu

Gaai Berau Masih sekerabat dengan Wehea


di Kutai Timur dan Segai di Bulungan.

Aoheng/ Penihing Mahakam Ulu Masih sekerabat. Bukot dan sebagian


Seputan mengelompok ke dalam Punan.
Seputan Mahakam Ulu

Punan Bukat/Bukot Mahakam Ulu

Kuhi Mahakam Ulu Bermukim di Sungai Merah.

Murung Mahakam Ulu Bermukim di Sungai Ratah.

Kelay, Segah Berau Banyak bercampur dengan Suku Gaai


sehingga sering juga disebut Punan Gaai.

Beketan, Lisum, Aput Kutai Kertanegara Dominasi di hulu Sungai Belayan.

Long Sep/Long Kejiak Kutai Timur Bercampur dengan suku Kayan di


Maiau Baru dan Wehea di Wahau.

Basap Basap Berau, Kutai Timur Banyak disebut sebagai kelompok Punan.

Kutai Lawas Kutai Kartanegara Banyak disebut sebagai kelompok Kutai Lawas.

Lebo Berau, Kutai Timur Kelompok yang sudah lebih maju dan
mengenal perkampungan.

Ahe Berau Banyak disebut sebagai kelompok Punan.

Asihi Berau
16
Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Kajian Awal Aspek Sosial

Keberadaan suku Dayak yang tersebar di berbagai wilayah pedalaman sebagian diaki-
batkan dari proses panjang pembangunan di Kalimantan pada umumnya, khususnya di Kaliman-
tan Timur. Dua kebijakan yang signifikan terkait hal ini antara lain adalah:

Transmigrasi
Kehadiran transmigrasi dalam pembangunan banyak merambah dan mengambil wilayah
sebagian wilayah adat masyarakat adat. Dimekarkannya desa-desa transmigrasi sebagai desa
definitif dan kemudian memperoleh sertifikat atas lahan-lahan yang diberikan kepada
pemukiman mereka, menimbulkan kecemburuan sosial karena pemukiman masyarakat adat
Dayak tidak pernah diberikan sertifikat atas tanah khususnya yang bermukim di wilayah konser-
vasi. Contoh kasus lain adalah desa-desa tradisional di PPU tidak pernah memperoleh Alokasi
Dana Desa. Sementara, desa-desa transmigran yang telah menjadi desa definitif memperoleh
dana operasional untuk pembangunan desa.

Resettlement dan
Penataan Status Hutan

Program resettlement
penduduk atau dikenal dengan
istilah Respen semenjak periode
1970-an banyak memindahkan
masyarakat Dayak dari tanah
leluhurnya dan kehilangan
akses terhadap lahan. Peneta-
pan status kawasan hutan
sebagai milik Negara dan
peruntukan yang secara
sepihak untuk kawasaan
konservasi, konsesi pengelolaan
hutan alam, hutan tanaman
industri, perkebunan kelapa
sawit dan pertambangan
dirasakan tidak memberikan
keadilan dan akses terhadap
hutan.
Gambar 7 . Persebaran Suku-Suku di Wilayah Ibu Kota

Di atas ini, merupakan gambaran persebaran suku-suku masyarakat asli di calon wilayah
ibu kota baru. Persebaran tersebut menunjukan sejarah permukiman suku-suku asli yaitu suku
Dayak, Paser, dan Kutai, yang masih dapat dilihat. Sementara di wilayah lainnya terjadi pembau-
ran permukiman dengan para pendatang lainnya.
17

Kajian Awal Aspek Sosial


Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
4. Masyarakat Pendatang
Suku Jawa, Banjar, dan Bugis merupakan suku pendatang yang membentuk lebih dari
60 persen dari total populasi Kalimantan Timur. Selain ketiga suku tersebut, juga terdapat
pendatang lainnya seperti suku Toraja, Sunda, Madura, NTT, Buton, dan lain sebagainya. Kehad-
iran masyarakat pendatang ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan budaya, bahasa,
pola pemukiman, dan juga mata pencaharian.

Jawa
Suku Jawa membentuk 30,2 persen dari total masyarakat Kalimantan Timur.
Masyarakat suku Jawa hadir di Kalimantan Timur melalui program transmigrasi, yang ditem-
patkan di berbagai wilayah termasuk di Kecamatan Sepaku dan Kecamatan Samboja. Di
Kecamatan Sepaku, masyarakat transmigran menyebar di beberapa desa seperti Desa Bukit
Raya, Desa Sukaraja (Sepaku 2), Desa Tengin Baru (Sepaku 3, ibu kota kecamatan), dan Desa
Bumi Harapan (Sepaku 4). Pemukiman masyarakat di Sepaku 4 merupakan pelebaran dari
ketiga desa sebelumnya. Sedangkan di Kecamatan Samboja, Kabupaten Kukar, transmigrasi
dari Jawa telah berlangsung sejak tahun 1957. Pada tahun 2000, dilaksanakan juga transmi-
gran di hutan tanaman industri (HTI) seperti di Desa Karang Jinawi.
Masyarakat Jawa dan masyarakat asli berinteraksi melalui berbagai faktor seperti
agama, bahasa, asimilasi budaya melalui perkawinan silang, pendidikan, keterampilan dalam
pertanian dan perkebunan. Masyarakat suku Jawa menetap untuk membuka lahan pertanian
dan bermata pencaharian sebagai petani. Hal ini menciptakan peluang dalam perkembangan
inovasi perkebunan yang ditularkan oleh masyarakat Jawa kepada masyarakat asli.

Bugis
Masyarakat Bugis membentuk 20,6 persen dari total penduduk masyarakat Kaliman-
tan Timur. Pada permulaan abad ke-18, masyarakat suku Bugis mulai berdatangan di wilayah
Kutai. Raja Kutai memberikan izin kepada masyarakat Bugis untuk mendirikan pemukiman di
Kutai meski terbatas di muara Sungai Mahakam. Pemukiman ini terletak di antara dua dataran
rendah setempat, yang ‘sama rendah.’ Karena kondisi geografisnya, daerah ini dikenal
sebagai Samarinda.10 Masyarakat Bugis banyak bermata pencaharian sebagai nelayan.
Masyarakat Bugis dipandang masyarakat asli sebagai pekerja keras, ulet, dan cenderung
mendominasi penguasaan lahan dan kegiatan ekonomi. Hal ini menjadi salah satu penyebab
timbulnya sejumlah konflik sosial dengan masyarakat Dayak.

Banjar
Suku Banjar di Kalimantan Timur membentuk 12,4 persen dari total populasi
penduduk. Eksistensi suku Banjar di Kalimantan Timur sudah terjalin semenjak masa kesul-
tanan Banjar dipimpin oleh Sultan Suriansyah (1595-1620). Kesultanan Banjar menyebarkan
pengaruhnya ke Paser, Kutai, dan Berau. Namun saat kesultanan Banjar jatuh, para bang-
sawan Banjar mencari suaka di kesultanan Kutai. Oleh Sultai Kutai, masyarakat Banjar
diperkenankan bermukim di Kutai dan mengelola Danau Jempang, Melintang dan Semayang.
Saat ini, suku Banjar mayoritas tinggal di Samarinda Barat, Samarinda Timur, Balikpapan,
Tarakan, dan di muara Sungai Kelay, Berau. Organisasi suku Banjar di Kalimantan Timur
adalah Kerukunan Bubuhan Banjar-Kalimantan Timur (KBB-KT).

10 Sasongko, A. (2018, April). Interaksi Kutai Kertanegara dengan Bugis. Diakses melalui link: https://www.republika.co.id/berita/dunia-

islam/islam-digest/18/04/01/p6if2y313-interaksi-kutai-kertanegara-dengan-bugis pada 15 Desember 2019.


18
Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Kajian Awal Aspek Sosial

C. Organisasi Sosial Kemasyarakatan


Organisasi sosial kemasyarakatan di Kalimantan Timur jumlahnya cukup banyak, yang
menjamur sejak era reformasi. Hanya sedikit organisasi sosial yang lahir sebelum era reformasi
tersebut, misalnya Persekutuan Dayak Kalimantan Timur (PDKT) yang berdiri pada tahun 1993,
dan Forum Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) di Samarinda. Saat ini organisasi sosial
kemasyarakatan di Kalimantan Timur sangat beragam, ada yang berafiliasi dengan suku, asal,
tempat tinggal, profesi, dan pemuda. Beberapa diantaranya adalah Majelis Rakyat Kalimantan
Timur, Majelis Adat Dayak Nasional (MADN), Forum Intelektual Dayak Nasional Daerah Kaliman-
tan Timur (FIND), Dewan Adat Dayak Kalimantan Timur (DADKT), Ikatan Cendekiawan Dayak
Nasional (ICDN) Kalimantan Timur, Persekutuan Dayak Kalimantan Timur, Dewan Persekutuan
Adat Dayak Kutai Banjar Kalimantan Timur, Lembaga Adat Paser, Gerakan Pemuda Asli Kaliman-
tan, Laskar Mandau Adat Dayak Kalimantan Timur, Komando Pertahanan Adat Dayak Kutai
Banjar Kalimantan Timur, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, PUSAKA, serta berbagai
kerukunan umat beragama dan paguyuban suku bangsa seperti suku Jawa, Sunda, Bugis,
Mandar, Batak, Nusa Tenggara Timur, dan Toraja. Berbagai organisasi sosial kemasyarakatan
menyampaikan bahwa PDKT dan DADKT merupakan representasi yang dianggap dapat
mewakili aspirasi masyarakat Dayak di Kalimantan Timur.

Organisasi sosial kemasyarakatan ini pada dasarnya memiliki tujuan untuk peningkatan
partisipasi ekonomi, politik, dan menciptakan keharmonisan anggota dan masyarakat secara
luas. Organisasi kemasyarakatan sangat dirasakan peran positifnya dalam peningkatan partisipa-
si suku Dayak yang sering termarjinalkan dalam bidang ekonomi dan politik. Bila terjadi gesekan
antar suku, maka organisasi yang berafiliasi dengan suku yang mengalami gesekan tersebut
akan melakukan negosiasi untuk menciptakan perdamaian. Gesekan antar suku yang paling
sering terjadi adalah antara suku Dayak dan Bugis.

Suku Dayak pada prinsipnya menganut trilogi peradaban, yaitu: hormat dan patuh
kepada leluhur, orangtua, dan negara. Hal ini membentuk karakter untuk selalu berdamai dengan
alam semesta, suku lain dan negara. Namun bila pendatang mencederai martabat salah seorang
dari suku Dayak, maka mereka akan bersatu melawan dengan semangat senasib, sekaum, sedar-
ah, untuk memperjuangkan haknya. Kasus-kasus seperti penunjukan tugas di perkebunan atau
pertambangan pada orang Bugis atau perselisihan ringan di pasar dapat menyulut konflik. Data
Potensi Desa tahun 2014 dan 2018 menunjukkan turunnya proporsi desa/kelurahan yang men-
galami perkelahian masal. Namun dibandingkan provinsi lainnya di Kalimantan, proporsi desa
dengan perkelahian masal di Kalimantan Timur adalah yang tertinggi (Gambar 8).
19

Kajian Awal Aspek Sosial


Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Tahun 2014 Tahun 2018

Gambar 8 . Proporsi Desa/Kelurahan dengan Perkelahian Masal di Kalimantan 11

Data Potensi Desa 2018 juga menunjukkan intensitas konflik di tingkat desa. Kutai
Kartanegara tercatat memiliki intensitas konflik paling tinggi dibandingkan kabupaten lainnya.
Dari FGD diketahui bahwa permasalahan yang mengemuka antara lain adalah konflik kepemi-
likan lahan, terpinggirnya identitas dan nilai kebudayaan masyarakat asli, dan hilangnya kesem-
patan kerja dan berusaha.

Gambar 9 . Jumlah Konflik di Kalimantan Timur dalam Satu Tahun Terakhir 12

11 Badan Pusat Statistik (2018). Statistik Potensi Desa Indonesia.


12 ibid
20
Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Kajian Awal Aspek Sosial

Sebagian organisasi kemasyarakatan juga ada yang menimbulkan masalah, antara lain
dengan berfungsi sebagai broker/middleman masyarakat di desa dan berbagai proyek pemban-
gunan. Dalam perekrutan pekerja lokal di pertambangan misalnya, organisasi tertentu berperan
sebagai broker yang menghubungkan calon pekerja dengan pihak perusahaan. Adanya dominasi
etnis dan organisasi tertentu dalam hal akses sumber kehidupan di suatu wilayah sering menim-
bulkan disharmoni di masyarakat. Dari FGD dengan masyarakat seperti di Loa Janan, juga
terdapat kekhawatiran akan kerentanan wilayah dan masyarakat dari bahaya kriminalitas, teroris
dan narkoba. Beberapa kasus yang terjadi selama ini banyak melibatkan pendatang.

D. Kondisi Layanan Kesehatan dan Pendidikan


Kondisi dan tantangan pelayanan dasar masyarakat, khususnya tekait kesehatan dan
pendidikan di wilayah IKN penting untuk diketahui agar upaya peningkatan kualitas manusia
dapat dilakukan secara komprehensif.

Kesehatan
Berdasarkan data yang ada, Kabupaten PPU merupakan salah satu wilayah endemik
malaria tertinggi di Indonesia. Kabupaten KuKar juga rentan terhadap penyakit yang disebarkan
melalui vektor hewan, seperti demam berdarah, kaki gajah (filariasis), zika, dan cikunguya. Ban-
yaknya aktivitas penebangan pohon, terutama di kawasan hutan, biasanya meninggalkan kubun-
gan air dan menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk anopheles balabacensis yang memba-
wa vektor penyakit malaria, dan juga jenis nyamuk lainnya. Selain itu, penyakit campak, infeksi
saluran pernapasan atas (ISPA), dan beberapa penyakit terkait kualitas air dan perilaku hidup
sehat banyak ditemukan.

Tabel 5 . Kondisi dan Cakupan Layanan Kesehatan dikedua Kabupaten IKN, 2017

Kabupaten Kutai
Kondisi / Cakupan PPU Target SDGs
Kertanegara
∑ balita di bawah grs merah 328 441 0 utk 2030 (Goal 3.2)

Akses Jamban Sehat 12% 56.9% 100%

Kualitas air minum yg memenuhi syarat 94.19% 66.67% 100%

Cakupan %KB Aktif 70.3% 88.2% 100%

Cakupan % Posyandu Aktif 42% 70% 100%

Filariasis 3 - 0 di th 2020

Kusta kering+basah 34 9 0 di th 2030

Campak 250 0 0 di thn 2030

Demam berdarah 264 12 0 di thn 2030

Malaria 472 933 0 di thn 2030

Cakupan rumah sehat 44.2% 66.2% 100%

Pola Hidup Bersih dan Sehat 40.79% 59.84% 100%


(10syarat)

Catatan: Perhitungan indikatif dari target SDGs

Sesuai Target Perlu peningkatan Keluar dari Target


21

Kajian Awal Aspek Sosial


Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Terjadi juga perubah-
an pola penyakit (transisi
epidemiologi) dari semula
didominasi oleh penyakit
menular menjadi penyakit
tidak menular. Tiga penyakit
utama yang tercatat menjadi
beban penyakit di Provinsi
Kalimantan Timur adalah
stroke, penyakit jantung
iskemik, dan diabetes.
Kenaikan beban penyakit yang
cukup signifikan dari tahun
1990 ke 2017 terjadi terutama
Penyakit menular/ masalah Penyakit tidak menular Cedera
kesehatan ibu, anak dan gizi
pada penyakit jantung iskemik
Gambar 10 . 10 Peringkat Teratas dan Perubahan Beban Penyakit dan diabetes.
(Disability Adjusted Life Years/DALYs) Tahun 1990 dan 2017 di Kaltim 13

Perilaku hidup yang tidak sehat meningkatkan faktor risiko penyakit seperti obesitas dan
tekanan darah tinggi (hipertensi), sehingga penyakit tidak menular seperti stroke, penyakit
jantung iskemik, dan diabetes meningkat. Berdasarkan data Riskesdas 2018, Kabupaten KuKar
mempunyai faktor risiko penyakit tidak menular yang lebih tinggi dibandingkan Kabupaten PPU.
Selain faktor risiko perilaku, lingkungan yang kurang mendukung untuk hidup sehat juga berpen-
garuh pada peningkatan penyakit tidak menular.

Gambar 11 . Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular 14

Dengan jumlah penduduk 5 kali lebih besar, sarana dan prasarana serta tenaga keseha-
tan di Kabupaten KuKar lebih banyak jumlahnya dibanding Kabupaten PPU. Namun dikarenakan
jarak yang relatif dekat dengan Kota Samarinda dan Balikpapan dengan sarana kesehatan lebih
lengkap, di kedua kabupaten ini tidak tersedia dokter spesialis.

11 Global Burden of Diseases, 2017


12 Riskesdas, 2018
22
Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Kajian Awal Aspek Sosial

Tabel 6 . Gambaran Sarana, Prasarana, dan Tenaga Kesehatan Kabupaten KuKar dan PPU, 2018

Sarana, Prasarana, Nakes Kabupaten Kukar Kabupaten PPU

RSU 3 1

Puskesmas 32 11

Posyandu 765 270

Apotek 46 44

Dokter umum 74 22

Dokter gigi 35 11

Bidan 517 166

Perawat (Laki + Perempuan) 533 179

Perawat gigi (laki + Perempuan) 17 13

Kondisi sarana dan prasarana kesehatan di tingkat kecamatan cukup lengkap. Dari Tabel
5 terlihat hanya Kecamatan Loa Kulu yang tidak memiliki dokter, tetapi terdapat cukup banyak
perawat dan bidan. Di Kecamatan Samboja yang memiliki rumah sakit, terdapat cukup banyak
puskesmas, puskesmas pembantu, dan dokter. Beberapa puskesmas, seperti Puskesmas Maridan
di Kecamatan Sepaku mengalami masalah tanah karena berada di wilayah hak guna usaha
(HGU) PT ITCI. Namun kepala puskesmas dapat bekerjasama dengan pihak swasta sehingga
pelayanan dan kondisi sarana prasarana dalam puskesmas dalam keadaan baik.

Tabel 7 . Gambaran Sarana, Prasarana, dan Tenaga Kesehatan Di Tingkat Kecamatan

Puskesmas
Kecamatan Puskesmas Lainnya Jumlah Tenaga Kesehatan
Pembantu

Sepaku 4 11 8 Pondok Bersalin Desa 2 dokter umum,


(Polindes), perawat dan bidan
69 posyandu aktif

Samboja 3 20 - 8 dokter umum, 2 dokter gigi,


33 bidan

Loa Kulu 2 12 - 41 perawat, 39 bidan

Loa Janan 3 5 1 poskesdes 6 dokter umum, 4 dokter gigi,


42 bidan, 91 tenaga paramedis

Muara Jawa 1 8 8 polindes 2 dokter umum, 1 dokter gigi,


21 bidan dan 33 paramedis

“Dengan adanya pembangunan IKN, puskesmas mengharapkan SDM dan sarana prasarana
ditingkatkan… Pelatihan-pelatihan yang selama ini kami membayar sendiri,
semoga dapat disediakan tanpa kami perlu membayar. Keuangan puskesmas juga bisa
dikelola oleh akuntan, bukan oleh perawat yang sering tidak memahami banyak aturannya”
– Bapak Su’Ud, Puskesmas Samboja, Nov 2019
23

Kajian Awal Aspek Sosial


Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Pendidikan
Peningkatan kualitas dan akses
terhadap pelayanan pendidikan merupakan
sebuah hal yang penting untuk meningkatkan
sumber daya manusia, penyerapan tenaga
kerja, sehingga mendukung ekonomi yang
produktif. Pelayanan dan fasilitas pendidikan
di lima kecamatan yang dikunjungi, dipenuhi
tidak saja oleh pemerintah namun juga pihak
swasta. Setiap kecamatan memiliki 18-40
pelayanan Sekolah Dasar (SD) Negeri yang
tersedia di setiap desa, taman kanak-kanak Gambar 12 . Akses Menuju Sarana Pendidikan
swasta, Sekolah Menengah Pertama (SMP),
dan Sekolah Menengah Atas (SMA) atau Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) negeri. Sedangkan
SMA swasta terdapat di Kecamatan Muara Jawa, dan SMK swasta terdapat di Kecamatan Loa
Janan dan Kecamatan Muara Jawa.

Infrastruktur jalan merupakan hal yang penting untuk akses pendidikan. Sekolah yang
cukup jauh bagi masyarakat pedalaman, terutama dalam musim-musim tertentu, seperti di Desa
Karang Jinawi yang berada di tengah hutan, membuat transportasi sebagai beban tambahan.
Permasalahan pendidikan yang mengemuka lainnya adalah terkait kurangnya pemeliharaan
fasilitas termasuk rumah guru yang didatangkan dari luar daerah, guru yang dibayar di bawah
upah minimum regional (UMR), dan kurangnya kesempatan pelatihan.

D. Keragaman Budaya Masyarakat


Kebudayaan terdiri dari bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan
hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi, dan kesenian.15 Sedangkan
kearifan lokal mencakup praktik-praktik baik, pengetahuan, nilai, modalitas dan sarana, serta
tradisi. Salah satu nilai kebersamaan dan sistem religi Dayak yang berpusat kepada alam dan
hutan dapat dilihat pada rumah panjang atau lamin masyarakat Dayak Kalimantan Timur. Rumah
lamin (disebut juga lou/rumah betang/amin ayaq) dikenal sebagai rumah panggung panjang
yang dapat ditinggali oleh 12-30 keluarga, dan dapat menampung lebih dari 100 orang. Di kalan-
gan masyarakat Dayak, ada kelompok-kelompok struktural yang berperan dalam kehidupan di
tingkat kampung yakni Komunitas Sekampung, Kerabat Serumah Induk, dan Keluarga Serumah.
Juga ada struktur otoritas yang berfungsi otoritatif dan koordinatif, yakni Kepala Kampung dan
Kepala Adat, Tetua Kerabat Serumah Induk, dan Tetua Keluarga Serumah.

Pada bagian rumah lamin, terdapat ukiran-ukiran yang memiliki makna menjaga peng-
huni dari bahaya dan tampilan unsur alam seperti pengelolaan hutan. Rumah panjang ini sudah
tidak berfungsi sebagai tempat tinggal, namun masih digunakan sebagai balai pertemuan berb-
agai kegiatan suku Dayak Basap di Desa Jonggon dan Dayak Benuaq di Loa Kulu.

15 Koentjaraningrat. (2002). Pengantar Ilmu Antropologi. PT. Rineka Cipta, Jakarta.


24
Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Kajian Awal Aspek Sosial

Gambar 13 . Rumah Lamin atau Rumah Panjang Suku Dayak

Adat dan budaya masing-masing suku menentukan perbedaan dari pola hidup,
kebiasaan, tradisi, hingga karya seni masing-masing suku. Seni ukir dan seni lukis, sebagai repre-
sentasi simbolik identitas suku Dayak, memiliki perbedaan antara dua kelompok besar yaitu
Kayanik dan Kelompok Lawangan. Kelompok Kayanik terdiri dari Dayak Kayan, Kenyah, Bahau.
Sedangkan Kelompok Lawangan terdiri dari Dayak Benuaq, Tunjung, Bentian, Paser, Bawo, dan
sebagainya.

Gambar 14 . Ukiran Kelompok Kayanik/Kelompok Apo Kayan Gambar 15 . Ukiran Dayak Benuaq
(Kayan, Kenyah, dan Bahau)

Burung Enggang banyak dijumpai sebagai simbol-simbol


pada ukiran, tugu belawing dan peti kubur (lungun). Burung
Enggang merupakan simbol kedewataan, kehormatan dan kesucian.
Burung Enggang dianggap sebagai penghubung dunia atas langit
(sang pencipta) dengan dunia bawah atau tanah (makhluk hidup).
Burung Enggang dipercaya sebagai penjelmaan panglima burung di
hutan pedalaman dan banyak digunakan sebagai hiasan kepala
orang-orang terhormat suku Dayak. Warna putih dan hitam burung
Enggang juga mencerminkan ketegasan seorang pemimpin

Gambar 16 . Burung Enggang


sebagai Panglima Burung di
Hutan Kalimantan
25

Kajian Awal Aspek Sosial


Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Dengan pembangunan IKN, terdapat kekhawatiran akan hilangnya beberapa kebu-
dayaan seperti Rumah Panjang yang biasa digunakan sebagai tempat berkumpul masyarakat
selama ini; kuburan-kuburan tua yang dianggap sebagai situs keramat; beberapa tempat wisata,
seperti misalnya Batu Dinding, yang belum sepenuhnya dikembangkan; serta kegiatan budaya
seperti lomba ketinting di sungai, lomba sulam tenun dan manik motif Dayak, dan sebagainya
yang selama ini rutin diselenggarakan. Misalnya di Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten KuKar,
yang dulunya merupakan pusat kerajaan Hindu tertua di Indonesia, pernah dilakukan penelitian
candi oleh Balai Cagar Budaya Banjarmasin. Namun kegiatan tidak berlanjut karena telah
berkembang menjadi pemukiman penduduk yang padat.

Pembangunan IKN yang mengadaptasi ragam budaya lokal Kalimantan Timur diharap-
kan dapat melestarikan identitas dan jati diri sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat
asli. Beberapa event budaya yang cukup besar seperti Festival Erau dari Kutai Kartanegara dan
Festival Belian Adat Paser Nondoi dari Penajam Paser Utara diusulkan dapat masuk sebagai
agenda wisata nasional.

Gambar 17 . Wisata Batu Dinding di Samboja, Kutai Kartanegara


27

Kajian Aspek Sosial


Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Bab 3
KARAKTERISTIK EKONOMI
MASYARAKAT

A. Gambaran Umum Perekonomian


Karakteristik ekonomi masyarakat
Fokus pada komoditas
Kalimantan Timur ditandai oleh tingginya
Penambangan dan tingkat Produk Domestik Regional Bruto
penggalian (batu bara) 47%
(PDRB), keberagaman mata pencaharian,
68% baik jenis maupun skala usahanya, serta
Manufaktur dari PDB
(pengolahan minyak) 14% provinsi wilayah sebaran masyarakat. Dengan wilayah
Kalimantan
Timur didominasi pertambangan (46 persen),

Pertanian, kehutanan terutama komoditas batu bara (47 persen),


(kelapa sawit) 7%
minyak (14 persen), dan sawit (7 persen),
sektor ini membentuk 68 persen PDRB
Gambar 18 . Fokus Komoditas Kalimantan Timur
Kalimantan Timur.

Tingkat PDRB Kabupaten PPU dan Kabupaten KuKar berada di atas rata-rata tingkat
nasional. PDRB Kabupaten PPU didukung oleh sektor pertambangan, pertanian dan manufaktur,
sedangkan PDRB Kabupaten KuKar didukung oleh sektor pertambangan, pertanian dan
konstruksi. Namun PDRB per kapita Kabupten KuKar mengalami penurunan sejak tahun 2012,
bahkan pada tahun 2018 ekonomi hanya tumbuh sebesar 2,12 persen. Hal ini menunjukkan
bahwa sektor unggulan seperti batu bara sulit menyerap tenaga kerja lagi. Sedangkan pada
sektor unggulan lainnya seperti pertanian dan konstruksi, meskipun produktivitasnya meningkat,
banyak tenaga kerja yang keluar dari sektor tersebut.

PDRB Kab. Penajem Paser Utara berdasarkan PDRB Kab. Kutai Kartanegara berdasarkan
Lapangan Usaha (Harga Konstan) Lapangan Usaha (Harga Konstan)

Pertanian, Kehutanan, Peternakan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Pertanian, Kehutanan, Peternakan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian
Manufaktur Listrik, Gas, dan Air Konstruksi Manufaktur Listrik, Gas, dan Air Konstruksi
Perdagangan, Restoran, dan Perhotelan Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi Perdagangan, Restoran, dan Perhotelan Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi
Keuangan dan Asuransi Jasa Masyarakat, Sosial dan Personal Keuangan dan Asuransi Jasa Masyarakat, Sosial dan Personal

Gambar 19 . PDRB Berdasarkan Lapangan Usaha 16

16 Badan Pusat Statistik. (2018). Survei Sosial Ekonomi Nasional.


28
Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Kajian Aspek Sosial

Dominasi sektor pertanian di kedua kabupaten ini lebih besar dibandingkan nilai rata-
rata Kalimantan Timur. Hal ini terlihat dari jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian
cukup besar, yaitu 19,12 persen di Kabupaten PPU dan 11,85 persen di Kabupaten KuKar. Komodi-
tas perkebunan utama yaitu sawit menyumbang sebesar 7 persen PDB, namun saat ini produkti-
vitas perkebunan sawit rendah sehingga tidak mampu menyerap tenaga kerja yang ada.

Gambar 20 . PDRB Berdasarkan Lapangan Usaha 17

Gambar 21 . Penduduk Bekerja Berdasarkan Lapangan Usaha, 2013 – 2018


18

17 Ibid.
18
Ibid.
29

Kajian Aspek Sosial


Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
B. Ketenagakerjaan
Dalam setahun terakhir, terjadi peningkatan pengangguran terbuka, yang ditandai oleh
pengangguran berpendidikan tinggi dan berusia muda. Pengangguran terbuka di Kabupaten
PPU pada tahun 2019 sedikit meningkat menjadi 4,76 persen atau 3,536 jiwa. Berdasarkan
kelompok usia, pengangguran di PPU didominasi oleh usia 20 – 24 tahun (25,57 persen), yang
sesungguhnya terlatih atau dengan ijazah pendidikan sekolah menengah atau lebih. Selama 5
tahun terakhir, terjadi peningkatan pengangguran jenjang sekolah menengah, yaitu sebesar
16,29 persen (untuk lulusan SMP) dan 3,21 persen (untuk lulusan SMA).

Gambar 22 . Penyerapan Tenga Kerja di Kabupaten PPU


19

Sementara itu, proporsi pengangguran relatif tinggi sejalan dengan tren nasional dan
internasional. Pengangguran terbuka di Kabupaten KuKar menunjukkan peningkatan, menjadi
5,96 persen, atau 21.361 jiwa. Di kabupaten ini, pengangguran didominasi oleh penduduk usia 20
– 24 tahun, yang besarnya mencapai 30 persen. Selama 5 tahun terakhir, penganggur usia 15 –
19 tahun mengalami peningkatan tertinggi sebesar 8 persen, sedangkan usia 30 – 34 tahun
menurun sebesar 9 persen. Perhatian lebih lanjut perlu diberikan terutama pada kondisi
penganggur yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi, terlatih, serta sampai kepada usia-usia
yang relatif tinggi.

Data memperlihatkan bahwa pendidikan tinggi tidak menjamin penyerapan tenaga kerja
yang lebih baik. Jumlah pekerja dengan latar belakang pendidikan tinggi di KuKar hanya 12
persen, sedangkan di Kabupaten PPU hanya 10 persen dari total pekerja.20 Pengangguran di
Kabupaten KuKar didominasi oleh penganggur terlatih atau dengan ijazah pendidikan sekolah
menengah atau lebih. Penganggur lulusan SMA cukup besar, yaitu mencapai 70 persen. Selama
lima tahun terakhir, pengangguran lulusan SMA mengalami peningkatan sebesar 26 persen,
sedangkan pengangguran lulusan SD menurun sebesar 21 persen.

19 SEPAKAT. (2019). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik 2013-2018.


20
Badan Pusat Statistik. (2019). Keadaan Pekerja di Indonesia.
30
Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Kajian Aspek Sosial

Situasi ini memperlihatkan bahwa pendidikan tinggi bukan kunci untuk penyerapan
tenaga kerja. Terlebih, untuk penduduk dengan usia yang lebih tinggi, jika terjadi pengangguran
dalam kurun waktu yang lebih lama, semakin sulit untuk kembali ke dalam lapangan pekerjaan.
Sektor dominan seperti pertambangan batu bara juga sering menimbulkan kegelisahan
masyarakat lokal karena orang-orang dari luar banyak berdatangan dengan kategori skilled,
sementara orang lokal jika dipekerjakan hanya mendapatkan bagian yang unskilled. Faktor-fak-
tor ini mempengaruhi struktur masalah pengangguran yang ada.

Gambar 23 . Penyerapan Tenga Kerja di Kabupaten KuKar 21

C. Pelatihan Keterampilan
Ketidaktersediaan lapangan pekerjaan bagi penduduk dengan tingkat pendidikan tinggi
memperlihatkan adanya ketidak-cocokan (mismatch) antara pasar kerja dan pasokan tenaga
kerja. Pelatihan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan sektor merupakan hal yang penting
bagi masyarakat. Saat ini, pelatihan keterampilan dilaksanakan melalui Balai Latihan Kerja Indus-
tri (BLKI) di Samarinda, Balikpapan, dan Kabupaten Paser. BLKI bertujuan membantu
masyarakat memiliki kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan industri atau mampu bekerja
atau mampu berwirausaha mandiri.

BLKI Samarinda merupakan Unit Pelaksana Teknis Pusat (UPTP) Kementerian Ketenaga-
kerjaan, dan memiliki jenis pelatihan paling lengkap serta kapasitas paling besar. Sementara itu,
BLKI Balikpapan merupakan unit pelaksana teknis daerah (UPTD) di bawah kewenangan Dinas
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Kalimantan Timur. Program pelatihan yang dilaksanakan
oleh BLKI Balikpapan terdiri dari: a) program pelatihan reguler atau pelatihan berbasis kompe-
tensi kerja yang mengacu pada unit-unit kompetensi dari Standar Kompetensi Kerja Nasional
Indonesia (SKKNI) dan pro pasar; b) program pelatihan mobile training unit atau pelatihan yang
mengacu pada potensi masyarakat; c) program pelatihan kemitraan yang dikembangkan untuk
mempererat kerjasama dunia industri dengan instansi pemerintah; dan d) program pelatihan
adjustment atau pelatihan yang diatur oleh pihak yang memerlukan dengan pihak lembaga

21 SEPAKAT. (2019). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik 2013-2018.


31

Kajian Aspek Sosial


Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
diklat yang menghasilkan. Sedangkan BLK Kabupaten Paser merupakan UPTD di bawah
kewenangan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Paser, Provinsi Kalimantan Timur.
BLK Kabupaten Paser memiliki jenis pelatihan dan kapasitas yang lebih terbatas. Jika dibanding-
kan dengan jumlah pengangguran dengan tingkat pendidikan SMA, kapasitas ketiga BLK terse-
but di atas sangat terbatas.

Jumlah BLK di Kalimantan Timur perlu ditambah, namun jenisnya perlu disesuaikan
dengan kebutuhan pembangunan IKN. Misalnya pemetaan jenis pekerjaan pembangunan
konstruksi diperlukan untuk mewujudkan berbagai bangunan pintar. Pemetaan juga diperlukan
untuk mengantisipasi berkembangnya kegiatan ekonomi baru, seperti misalnya industri dan
inovasi digital, industri fasrmasi, dan teknologi bersih. Dalam FGD disampaikan perlunya kuota
bagi pemuda suku asli untuk mendapatkan kesempatan dalam mengakses pelatihan keterampi-
lan dan jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Tabel 8 . Kejuruan dan Kapasitas Pelatihan di BLKI

Kapasitas BLKI Kapasitas BLKI Kapasitas BLKI


No. Kejuruan Samarinda (Orang) Balikpapan (Orang) Paser (Orang)

1 Tata Boga 336 80 64

2 Bisnis dan Manajemen 352 54 -

3 Garmen Apparel 224 144 54

4 Processing 64 - 64

5 Refrigeration 192 64 -

6 Tata Kecantikan 64 128 64

7 Elektronika 128 64 -

8 Las 160 64 64

9 Listrik 240 128 64

10 Manufaktur 112 64 -

11 Otomotif 784 112 64

12 Teknologi Informasi & Komunikasi 448 128 -

13 Pertanian - 64 -

14 Pariwisata - - 64

TOTAL KAPASITAS PER TAHUN 3.104 1.104 512

D. Kemiskinan dan Ketimpangan


Permasalahan penyerapan tenaga kerja di kedua kabupaten wilayah IKN berimplikasi
kepada masalah kemiskinan. Meskipun secara umum tingkat kemiskinan di Kalimantan Timur
serta kabupaten PPU dan KuKar di bawah rata-rata nasional, namun laju penurunan kemiskinan-
nya sangat lambat. Selain penyerapan tenaga kerja, persoalan lain yang menyebabkan mereka
hidup miskin adalah kepemilikan lahan yang menghambat upaya penghidupannya serta akses
dan kualitas layanan dasar yang terbatas. Persoalan kewenangan dan tata batas hutan menjadi
salah satu penghambat pembangunan sarana prasarana kesehatan dan pendidikan di
permukiman masyarakat yang terpencil.
32
Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Kajian Aspek Sosial

Gambar 24 . Tingkat Kemiskinan Kalimantan Timur dan Tingkat Nasional 2019 22

Kabupaten PPU saat ini memiliki tingkat kemiskinan sebesar 7,63 persen, sedangkan di
Kabupaten KuKar sebesar 6,08 persen. Penduduk miskin dan rentan yang datanya tersedia telah
mendapat akses terhadap program-program perlindungan sosial, seperti Program Keluarga
Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Program Indonesia Pintar, dan Program
Indonesia Sehat. Meskipun tingkat kemiskinan PPU lebih tinggi, namun jumlah penerima bantu-
an sosial dan jaminan kesehatan lebih kecil dari di KuKar. Persoalan yang sering terjadi adalah
bila masyarakat yang tinggal di pedalaman tidak terdata dalam administrasi kependudukan dan
mengakibatkannya tidak masuk dalam data penerima bantuan dan jaminan kesehatan, dan
akhirnya sulit mendapatkan akses terhadap berbagai layanan dasar yang tersedia. Dibutuhkan
koordinasi yang kuat antara Dinas Kependudukan dan Dinas Sosial untuk menjangkau seluruh
penduduk termasuk yang tinggal di pedalaman dan memastikannya memiliki akte kelahiran dan
Nomer Induk Kependuduk (NIK).

Salah satu indikator penting dalam melihat


dampak pembangunan selain kemiskinan dan
pengangguran adalah ketimpangan. Keberhasilan pem-
bangunan salah satunya ditandai dengan semakin
meratanya hasil-hasil pembangunan yang dirasakan
oleh masyarakat. Menggunakan pengukuran Koefisien
Gini, gambar di bawah menunjukkan ketimpangan
ekonomi di Provinsi Kalimantan Timur relatif rendah
dibandingkan ketimpangan di beberapa provinsi di
Pulau Jawa (rata-rata sebesar 0.408 pada Maret 2018),
bahkan di lingkup nasional sekalipun (rata-rata sebesar
0.389 pada Maret 2018). Namun bila dibandingkan
tahun 2017, ketimpangan seluruh kabupaten di
Kalimantan Timur, kecuali Berau, mengalami peningka-
tan pada tahun 2018. Gambar 25 . Jumlah Penerima Bantuan Sosial 23

22 Badan Pusat Statistik. (2019). Survei Sosial Ekonomi Nasional.


23
Kemensos. (2019). Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial (SIKS).
33

Kajian Aspek Sosial


Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Gambar 26 . Koefisien Gini di Kalimantan Timur 24

Meskipun indikator Koefisien Gini tidak terlalu mengkhawatirkan, variabel lain yang
mengindikasikan perbedaan kesejahteraan dapat ditinjau dari selisih pendapatan penduduk asli
dengan pendatang. Sebagaimana dijelaskan di depan, penduduk asli adalah mereka yang lahir di
Kalimantan Timur, termasuk pendatang dari Jawa misalnya. Variabel ini diperoleh dari Survei
Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) periode bulan Maret 2018, yang menunjukkan selisih rata-rata
pendapatan penduduk asli di Kabupaten KuKar dan Kabupaten PPU sedikit lebih tinggi diband-
ingkan pendapatan penduduk pendatang. Dapat diasumsikan disini bahwa pendatang adalah
mereka yang ke Kalimantan Timur untuk bekerja sehingga sebagian pendapatannya ada yang
dikirimkan ke tempat asalnya.

Gambar 27 . Selisih Rata-Rata Pendapatan Penduduk 25

24 Badan Pusat Statistik. (2018). Survei Sosial Ekonomi Nasional.


25
Ibid.
34
Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Kajian Aspek Sosial

Jika melihat persebaran distribusi pendapatan antar kelompok, diketahui bahwa perseb-
aran pendapatan penduduk asli cenderung berada di kuintil pertengahan, sementara penduduk
pendatang cenderung berada di kuintil teratas. Dari sudut kewilayahan, locus penduduk dengan
pendapatan 40 persen terbawah berada di Kabupaten KuKar dan Kota Samarinda. Pada dua
wilayah ini, jumlah penduduk asli yang berstatus ekonomi terbawah melebihi kelompok
pendatang.

Gambar 28 . Persebaran Penduduk Asli dan Pendatang Menurut Kelas Kuintil di Provinsi Kalimantan Timur, 2018 26

E. Produksi dan Potensi Pangan Masyarakat


Data kecamatan memberikan gambaran umum terkait mata pencaharian dan potensi
pangan masyarakat. Di Kecamatan Sepaku, mata pencaharian masyarakat paling banyak adalah
petani kebun sawit, penyadap karet, dan juga peternak sapi, ayam potong, dan kambing. Di
Kecamatan Samboja, mata pencaharian masyarakat lebih bervariasi, mulai dari berladang dan
berkebun, industri kecil, dan peternakan ayam (hulu sampai hilir). Komoditas unggulannya
adalah buah naga yang sudah tersertifikasi dan dijual ke luar wilayah Kalimantan Timur. Terdapat
kelompok tani wanita yang memproduksi jahe merah instan, meskipun mengalami kendala harga
pengemasan yang tergolong tinggi.

Sedangkan di Jonggon, masyarakat Dayak Basap umumnya melakukan pekerjaan keraji-


nan atau industri kecil seperti pembuatan tusuk sate, kerajinan dari akar manon untuk dikirim ke
Lombok, pembuatan gula aren dan kolang kaling, dan menangkap ikan. Loa Janan memiliki
berbagai lahan untuk hortikultura, terutama Lai Mahakam (durian khas Kalimantan), lada, buah
naga, dan nanas. Pengembangan produk usaha mikro kecil menengah dilakukan melalui berb-
agai cara seperti program wisata, produk saus lada hitam dari merica, dan keripik buah naga. Di
Muara Jawa, memiliki potensi perikanan yang besar dan pohon nipah yang digunakan
masyarakat membuat produk kerajinan. Beras suku Dayak Krayan yang bertekstur pulen dan
ditanam secara organik telah masuk dalam daftar Art of Taste, yaitu katalog internasional
makanan warisan langka yang dikelola gerakan Slow Food Global. Beragam komoditas ini menja-
di peluang untuk dikembangkan dan ditingkatkan kualitasnya.

26 Ibid.
35

Kajian Aspek Sosial


Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Tabel 9 . Jenis Komoditas di Sepaku, Samboja, Loa Kulu, Loa Janan, dan Muara Jawa

Kecamatan
Komoditas
Sepaku Semboja Loa Kulu Loa Janan Muara Jawa
Pertanian (luas dalam ha)

Padi sawah 1.398 1.960 6.807 723 40

Padi ladang 758 430 232 248 545

Perkebunan (luas dalam ha)

Kopi 5.5 - - 187,5 824

Kelapa 435,51 - 35 124 2.403

Kelapa sawit 8.663 - 409,5 2.621 917

Karet 2.897 - 564 890,34 824

Peternakan, Unggas & Perikanan

Sapi 4.741 7.051 3.878 984 895

Kerbau 280 346 39 34 10

Kambing 1.662 - 954 627 240

Babi 502 222 169 520 -

Ayam 534.940 122.135 182.900 885.119 93.500

Komoditas Kelapa Kebon Buah Naga Bibit Merica


Sawit Rakyat Bibit Buah Lay di Desa Batuah di Desa Batuah

Gambar 29 . Beberapa Potensi Pangan dan Komoditas di Kalimantan Timur

Suku Dayak sebagian besar bermata-pencaharian sebagai petani ladang dan kebun
sederhana, dengan kondisi lokasi pemukiman atau kampung jauh dari akses pasar. Lahan
perladangan, kawasan hutan dan perairan setempat merupakan sumber penghidupan utamanya,
dan dikelola dengan menjaga keserasian dengan alam dan pemanfaatan yang lestari. Ada keari-
fan lokal seperti misalnya dalam memilih lokasi perladangan, menerapkan rotasi gilir balik, meng-
hindari kebakaran hutan atau lahan, mengambil hasil hutan, serta dalam memanfaatkan kawasan
hutan dan perairan.

Di kalangan masyarakat Dayak juga ada struktur hak tenurial masyarakat, atas kawasan
dan lahan untuk keperluan pemanfaatan tertentu. Hak-hak tersebut ada yang bersifat hak komu-
nal seluruh masyarakat sekampung, hak kolektif kerabat serumah induk/ahli waris lahan, dan ada
yang hak kolektif keluarga serumah/ahli waris lahan. Musyawarah dan mufakat mengenai obyek
hak yang berada di wilayah adat kampung/wilayah administratif kampung dilakukan dengan
para pemegang hak dan otoritas pengatur hak secara langsung untuk menghindari tuntutan
yang tidak diinginkan.
36
Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Kajian Aspek Sosial

Sementara itu, suku Banjar dan Kutai banyak bergerak di bidang perdagangan, menjadi
pegawai negeri dan memegang jabatan publik. Suku Paser masih mencari madu, ikan, dan seba-
gian berkebun. Sedangkan masyarakat asli lainnya masih banyak yang berladang, mencari ikan,
serta meramu hasil hutan. Suku Bugis menguasai perdagangan antar pulau, bidang transportasi
dan sebagai nelayan, sedangkan suku Jawa banyak menjadi pegawai negeri, pegawai perusa-
haan dan bergerak dalam bidang pekerjaan informal, seperti membuka warung dan kios.

F. Produksi dan Potensi Keanekaragaman Hayati


Keanekaragaman hayati Indonesia menempati peringkat kedua dunia setelah Brasil. Dari
sebanyak 5 juta keanekaragaman hayati di dunia, 15,3 persennya terdapat di Indonesia, dan
sekitar 6 persennya berada di area hutan tropis Kalimantan.27 Dari 350 spesies pohon penghasil
kayu yang bernilai ekonomi tinggi, lebih dari setengahnya terdapat di Indonesia, dan 155 spesies
diantaranya endemik Kalimantan.28 Selain itu, Kalimantan juga terkenal sebagai penghasil rotan,
yang merupakan sumber penghasilan, tabungan dan warisan. Di dalam kebun rotan juga ditana-
mi berbagai macam buah-buahan, dan ditemui jenis tumbuhan lainnya seperti herba, palem,
bambu, sulur-suluran, dan paku.

Khusus di wilayah Kalimantan Timur tumbuh sekitar 1000-189.000 jenis tumbuhan. Tum-
buhan yang memiliki potensi untuk dikembangkan berupa berbagai bahan pangan sumber
protein, obat-obatan, dan hiasan yakni berbagai bunga anggrek terutama warna hitam.
Masyarakat adat antara lain suku Dayak dan suku Melayu telah memanfaatkan tanaman yang ada
menjadi bahan pangan dan obat.29 Dari total 28.000 spesies tumbuhan obat di Indonesia, telah
diidentifikasi 1.845 merupakan obat. Pentingnya kebutuhan industri farmasi dapat dilihat dari
besarnya impor obat ke Indonesia. Berdasarkan data dari Global Economic Data, Indicators,
Charts, and Forecasts (CEIC), kinerja perdagangan produk obat dan farmasi Indonesia selama
tahun 2007-2018 mengalami defisit hingga 64 persen. Defisit tersebut cenderung melebar sejak
tahun 2013, karena terjadi peningkatan nilai impor, yang diikuti menurunnya nilai ekspor. Pertum-
buhan nilai impor 2007-2018 mencapai 59,2 persen sementara pertumbuhan nilai ekspor hanya
34,8 persen.

Gambar 30 . Neraca Perdagangan Produk Obat dan Farmasi Indonesia, 2007-2018 30

27 Hanggono, T. (2019). Seminar Internasional: Biotechnology Enchancement for Tropical Biodiversity. Bandung, Jawa Barat, Indonesia.
28
Widyatmoko, D. (2018). Seminar Nasional Biologi FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.
29 Prabowo, P. M. (2019). Kampanye Visit the Heart of Borneo (HoB). Berlin
30
CEIC. (2019). Neraca Perdagangan Produk Obat dan Farmasi Indonesia, 2007-2018
37

Kajian Aspek Sosial


Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
G. Penggunaan Tanah dan Lahan
Permasalahan tanah dan lahan merupakan persoalan ekonomi karena kontribusinya
secara langsung terhadap ekonomi, serta kaitannya dengan mata pencaharian, identitas, pola
hidup, dan pemukiman masyarakat. Permasalahan tanah dan lahan di Kalimantan Timur telah
terjadi sejak lama dan belum tuntas sampai kini. Klaim dari masyarakat adat tumpang tindihnya
perijinan pembangunan ekonomi melalui Hak Pengusahaan Hutan (HPH), Hutan Taman Industri
(HTI), dan Hak Guna Usaha (HGU) pertambangan, tanah ulayat dan pola ladang berpindah,
status kawasan Taman Hutan Raya (Tahura), serta kegiatan transmigrasi merupakan permasalah-
an yang berdampak tidak saja pada ekonomi, namun juga berdampak pada lingkungan hidup.

Pembabatan hutan atas berbagai kegiatan menyebabkan hilangnya hutan tropis


Kalimantan sebagaimana terlihat pada Gambar 28. Meskipun pemberian ijin usaha selalu disertai
ketentuan konservasi, ketentuan tersebut sering tidak dipatuhi dan penegakan aturan tersebut
juga tidak memadai. Indonesia dan Malaysia juga telah menetapkan standar minyak sawit berke-
lanjutan (Indonesian Sustainable Palm Oil atau ISPO untuk Indonesia dan Malaysian Sustainable
Palm Oil atau MSPO untuk Malaysia). Bahkan Indonesia juga telah menetapkan kebijakan mora-
torium perkebunan kelapa sawit dan kayu pulp baru di hutan primer. Namun sebagaimana
estimasi Center for International Forestry Research (CIFOR) pada tahun 2017, hutan Kalimantan
terus berkurang. Berdasarkan estimasi tersebut, hutan Kalimantan di wilayah Indonesia telah
hilang sebesar 3,74 juta Ha, jauh lebih besar dari di bagian Malaysia yang hilang sebesar 2,29 juta
Ha.

Gambar 31 . Perbandingan Hutan Kalimantan pada Tahun 1973 dan 2010 31

Selain hal tersebut di atas, penggunaan lahan untuk sektor pertambangan menyisakan
berbagai persoalan lahan dan lingkungan, serta berdampak pada pola hidup masyarakat.
Pertambangan batu bara di Kalimantan Timur berkembang pesat setelah era otonomi daerah
pada sekitar tahun 2002. Mulai saat itu, kualitas batu bara Kalimantan Timur yang tinggi mulai
dikenal hingga ke berbagai negara yang membutuhkannya. Eksploitasi batu bara dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan besar baik asing maupun domestik melalui perjanjian karya pengusa-
haan pertambangan batu bara (PKP2B) yang dikeluarkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya

31 Gaveau. (2014). Four Decades of Forest Persistence, Clearance and Logging on Borneo.
38
Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Kajian Aspek Sosial

Mineral. Terdapa juga perusahaan-perusahaan kecil yang berinvestasi dengan ijin usaha pertam-
bangan (IUP) yang dikeluarkan oleh bupati, dan beberapa tambang ilegal yang dikerjakan oleh
penduduk setempat. Mengingat kemudahan prosedurnya, banyak investor besar yang juga men-
gantongi beberapa IUP sekaligus. Tumpang tindih perizinan setidaknya terjadi pada 19 perusa-
haan dengan luas mencapai 1.909,32 Ha.
Produksi batu bara terus meningkat hingga puncaknya pada tahun 2011. Akibat harga
global yang anjlok pada tahun 2012, produksi batu bara Kalimantan Timur terus menurun. Pada
tahun 2018 produksi batu bara Kalimantan Timur tercatat hanya sebesar 7,79 juta metrik ton.

Gambar 32 . Perkembangan Produksi Batu Bara 32

Eksploitasi batu bara memiliki dampat positif dari Tabel 10 .Sebaran Lubang Bekas
Tambang di Indonesia pada Tahun 2018 33
segi ekonomi. Akan tetapi, degradasi lingkungan yang terja-
di cukup meresahkan masyarakat. Dampak pertambangan Provinsi Jumlah
batu bara pada kerusakan alam adalah berupa
Kalimantan Timur 1.735
lubang-lubang besar dan dalam sehingga merubah bentuk
Kalimantan Selatan 814
bentang lahan dan mengakibatkan hilangnya suatu
Sumatera Selatan 163
ekosistem. Pada tahun 2018, terdapat sejumlah 1,735 seba-
Kalimantan Tengah 163
ran lubang bekas tambang di Kalimantan Timur. Jumlah ini
Jambi 59
merupakan jumlah tertinggi di seluruh Indonesia (Tabel 9).
Bengkulu 54
Meskipun terdapat ketentuan untuk mereklamasi
Kalimantan Utara 44
seusai pertambangan digali, namun diperkirakan hanya
Sumatera Selatan 22
sekitar 30 persen perusahaan besar yang melakukan rekla-
Riau 19
masi. Banyak perusahaan-perusahaan kecil yang tidak
Lampung 9
melakukannya. Degradasi lingkungan lainnya adalah berupa
Aceh 6
sungai yang berlumpur tebal sehingga menyebabkan
Banten 2
frekuensi banjir yang terus bertambah, ikan yang sulit
Sulawesi Selatan 2
berkembang saat sungai tercemari, dan debu yang beter-
3.092
bangan dari kegiatan pertambangan.

32 Database bidang ekonomi, 2012, Kalimantan Timur.


33
Publikasi Catatan Akhir Tahun 2018 Jaringan Advokasi Tambang (Jatam); Disarikan Litbang Kompas/YOG
39

Kajian Aspek Sosial


Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Gambar 33 . Bekas Lubang Tambang Batu Bara di Desa Bakungan, Loa Janan, Kutai Kartanegara

Maraknya pertambangan sering berdampak pada terjadinya klaim tanah oleh berbagai
kelompok penduduk. Perusahaan sering harus membayar dua atau tiga kali dari tanah yang
sama karena adanya klaim dari orang lain yang menggunakan surat tanah bersegel sebagai bukti
kepemilikan tanah tersebut. Konflik antar kelompok masyarakat dan masyarakat dengan perusa-
haan juga sering terjadi karena persoalan ganti rugi maupun dampak lingkungan yang berakibat
buruk pada kehidupan masyarakat lokal. Persoalan tanah sering dianggap sebagai proses marji-
nalisasi masyarakat Dayak. Tabel di bawah memberi gambaran permasalahan tanah dan lahan
yang terjadi beberapa kecamatan/desa yang dikunjungi selama kajian.

Tabel 11 . Gambaran Beberapa Permasalahan Tanah di Beberapa Kecamatan/Desa

Kecamatan/ Desa Permasalahan Lahan / Tanah

Jonggon Masyarakat Dayak Basap di Jonggon mengklaim wilayah adatnya sebesar 112.637 Ha,
berada dalam wilayah PT ITCI Kartika Utama (ITCIKU) PT ITCI Hutani Manunggal
(IHM) dan PT Multi Harapan Utama (MHU). Namun ada proses usulan kesepakatan
dengan PT ITCIKU melalui Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesatuan Pengelolaan Hutan
(UPTD KPHP) terkait lahan untuk pertanian masyarakat Dayak Basap. Rumah
masyarakat Dayak Basap tidak memiliki sertifikat, sementara tetangga desanya yang
ditempati oleh transmigran mendapatkan sertifikat rumahnya dan lahan usahanya.
Kecemburuan sosial sering terjadi saat terdapat perlakuan yang tidak sama.
Masyarakat Dayak Basap mengharapkan dari luas tersebut, sekitar 40 persennya
dapat dimiliki oleh masyarakat adat Dayak Basap, sedangkan 60 persennya yang
dikelola oleh investor dapat digunakan untuk IKN.

Loa Kulu Persoalan tanah dan lahan di kecamatan Loa Kulu berkisar pada tumpang tindih
perijinan usaha yaitu PKP2B yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat dan IUP yang
dikeluarkan oleh Bupati. Hal ini juga memicu persoalan terkait ahli waris karena
penyelesaiannya tidak kunjung beres.

Loa Janan Terdapat kasus sengketa lahan antara lain adanya lahan yang diakui sebagai milik
Kesultanan Kutai. Sejarah panjang Kesultanan Kutai membuatnya memiliki bukti yang
diterbitkan sejak jaman kolonial Belanda. Namun pemanfaatan yang tumpang tindih
di atasnya memerlukan adanya registrasi kembali agar persoalan pelik ini dapat
diselesaikan.
40
Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Kajian Aspek Sosial

Samboja Permasalahan utama karena penetapan Taman Hutan Rakyat (Tahura) yang menurut
masyarakat berjalan sepihak sehingga tumpang tindih sekitar 63 persen dengan
wilayah permukiman transmigrasi dan masyarakat. Suku Bugis misalnya, sudah
tinggal dan berladang di sana sejak awal 1970an. Terdapat juga perkebunan kelapa
sawit dan tambang batu bara. Di Kelurahan Sungai Merdeka timbul persoalan akibat
anggaran pemerintah sulit dieksekusi di kawasan Tahura. Sementara itu, status
kepemilikan lahan masyarakat berbeda-beda, ada yang memiliki sertifikat kepemi-
likan, namun banyak yang tidak memilikinya. Dalam FGD juga mengemuka adanya
lahan sebagian masyarakat yang terkena pembangunan jalan tol Balikpapan-Sama-
rinda, terutama yang merupakan jalan lingkar untuk memasuki tol dan melewati
wilayah Samboja, namun belum mendapatkan kompensasi atau ganti rugi. Persoalan
semakin rumit karena saat ini bermunculan klaim ulang dan adanya para spekulan
tanah yang datang untuk membeli tanah.

Muara Jawa Banyak petani yang statusnya tidak memiliki lahan, tetapi meminjam tanah dari pemilik
ijin pertambangan batu bara. Di wilayah Delta Mahakam, terdapat konflik lahan antar
stakeholders, termasuk para nelayan tambak. Delta Mahakam merupakan tempat
pengiriman batu bara dari berbagai lokasi pertambangan.

Sepaku Tumpang tindih lahan dengan beberapa kelurahan dan desa di Kecamatan Sepaku
dengan PT. ITCI dan perusahaan lainnya.

Sumber: tinjauan lapangan pada tanggal 17-21 November 2019

Adanya rencana pembangunan IKN menjadi momentum penyelesaian berbagai masalah


pertanahan yang telah terjadi sejak puluhan tahun lalu. Masyarakat memiliki harapan akan
adanya sinkronisasi regulasi pertanahan antara pusat dan daerah sehingga tumpang tindih lahan
dapat diselesaikan secara tuntas dan kepemilikan tanah menjadi jelas.

Gambar 34 . Permasalahan Tanah di Kalimantan Timur

Dari FGD mengemuka harapan masyarakat akan adanya keadilan permasalahan tanah
secara historis. Meski bukti tanah masyarakat hanya berdasarkan tanam tumbuh dari kebiasaan
ladang berpindah, namun masyarakat menganggap ladang garapan tersebut merupakan wari-
san leluhurnya. Untuk itu, penyelesaian konflik lahan harus dilakukan melalui forum secara
berjenjang dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan, dengan mempertimbangkan tidak
saja hak secara historis, namun juga hak berdasarkan administratif, dan hak pemanfaatan. Jika
terjadi pemindahan, masyarakat juga berharap akan adanya mekanisme kompensasi, yang
bentuknya perlu didiskusikan secara bersama-sama.
43

Kajian Aspek Sosial


Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Bab 4
ANALISIS DAN MITIGASI
DAMPAK SOSIAL

Berdasarkan tinjauan lapangan dan diskusi terfokus dengan berbagai pihak, analisis
dampak sosial terkait rencana pemindahan IKN pada bab ini mencakup identifikasi isu atau
masalah yang mengemuka di masyarakat dan mitigasi penyelesaiannya.

A. Masalah Sosial yang Mengemuka


Adanya rencana pembangunan IKN di Kalimantan Timur menjadi momentum untuk
menyelesaikan berbagai masalah yang telah cukup lama terjadi. Permasalahan kepemilikan
tanah misalnya, tidak pernah dituntaskan dan telah menjadi sumber konflik tidak saja antar entis
namun juga lintas generasi. Dari berbagai FGD dan wawancara mendalam dengan beberapa
tokoh masyarakat, permasalahan sosial yang mengemuka saat ini adalah: 1) terkait kepemilikan
dan batas tata guna tanah, 2) terpinggirnya identitas dan nilai kebudayaan masyarakat asli, serta
3) hilangnya kesempatan kerja dan berusaha.

Gambar 35 . Masalah Sosial yang Mengemuka

1. Tumpang Tindih Kepemilikan dan Batas Tata Guna Tanah


Tanah merupakan aset yang paling jelas menggambarkan proses keterpinggiran
masyarakat asli secara sosial dan ekonomi. Masyarakat asli yang hidup tergantung pada alam
sering terpinggirkan oleh mereka yang lebih agresif atau yang lebih maju dalam mengorgani-
sasikan pasar dan produksi. Ekspansi tanah oleh suku Jawa dan Bugis, baik secara ekonomi
maupun hegemoni, menyebabkan marginalisasi dan rasa ketidakadilan di masyarakat. Sejak
masa Orde Baru, penetapan batas hutan dan wilayah tambang juga banyak yang tidak melalui
proses rembuk dengan desa-desa. Meskipun dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007
tentang Penataan Ruang dan peraturan perundangan mengenai penentuan batas-batas hutan
telah mengatur perlunya proses rembuk di tingkat desa, namun pada kenyataannya proses
44
Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Kajian Aspek Sosial

rembuk dengan masyarakat minim dilakukan. Persoalan tumpang tindih kepemilikan dan batas
tata guna tanah ini berakar pada lemahnya kepastian hukum atas tanah yang dimiliki masyarakat.
Banyak kasus tumpang tindih wilayah hutan atau tambang dengan lahan masyarakat, termasuk
pemilik sertifikat dan tanah hutan adat.

Terdapat tiga jenis bukti kepemilikan lahan yang umumnya ditemui, yaitu: 1) tanam
tumbuh; 2) segel/girik/surat Keterangan Tanah; dan 3) sertifikat tanah. Tanam tumbuh, merujuk
hukum adat masyarakat asli, adalah mereka yang mengelola sebuah lahan pertama kali yang
berhak atas pengelolaan lahan tersebut.34 Sedangkan segel umumnya dikeluarkan kepala desa,
baik untuk jual beli, surat hak waris, maupun surat hibah. Dalam berbagai kasus, pengeluaran
segel sebagai bukti kepemilikan lahan tidak disertai oleh pengukuran dan pengecekan lapangan,
atau penulisan batas lahan yang tidak akurat, sehingga akhirnya menyebabkan tumpang tindih
kepemilikan. Beberapa masyarakat menyatakan memiliki sertifikat, yang biasanya diterbitkan
pada lahan penggunaan lain (APL). Namun di lapangan faktanya terjadi tumpang tindih dengan
wilayah hutan lindung atau konservasi yang ditetapkan oleh Kementerian Kehutanan.

Perubahan tata guna tanah menjadi ibu kota telah mengundang spekulasi tanah, yang
mempertajam perbedaan-perbedaan yang telah ada cukup lama di masyarakat. Beberapa isu
yang mengemuka antara lain adalah:

Maraknya penawaran tanah terutama yang hak kepemilikannya bersifat “abu-abu.”


Penjualan tanah dilakukan dengan surat tanah resmi, seperti segel misalnya,
namun tanah nyatanya tidak jelas atau tidak sesuai dengan surat yang diperjual
belikan;
Adanya pemilik tanah besar yang berniat merubah mitra penggarapnya dan berba-
gi hasil pertanian;
Peningkatan harga tanah yang terjadi karena adanya spekulasi tanah; dan
Masyarakat yang di pada periode tertentu di masa lalu tidak mau mendaftarkan
ulang tanahnya, sekarang mulai melakukan klaim kepemilikan tanah.

2. Hilangnya Identitas Masyarakat Asli


Terpinggirkannya masyarakat asli serta hilangnya identitas dan budaya merupakan
kekhawatiran yang banyak disampaikan masyarakat. Kekhawatiran ini berakar pada masalah
tanah dan mata pencaharian, serta tergerusnya nilai-nilai budaya dan tradisi oleh modernisasi. Di
era Orde Baru, ‘modernisasi’ masyarakat asli dilakukan antara lain melalui proyek pemukiman
kembali. Sekitar 10.000 keluarga Dayak di Kalimantan Timur telah dipindahkan sejak awal tahun
1970-an.35 Melalui pemukiman kembali, kegiatan-kegiatan lain seperti kesehatan, pendidikan dan
pemajuan ekonomi diberikan untuk mempromosikan kelompok-kelompok suku Dayak agar
serupa dengan masyarakat Indonesia pada umumnya.

Program ini memberikan implikasi pada kehidupan dan kebudayaan suku Dayak.
Anak-anak Dayak mulai bersekolah, masyarakat beralih ke salah satu dari lima agama yang diakui
pemerintah, serta masuknya sebagian masyarakat di sektor pemerintahan tingkat bawah. 36

34 Billa, M. 2006. Alam Lestari & Kearifan Budaya Dayak Kenyah (Editor Fatich Alfis). Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
35 Rousseau, J. (1990). Central Borneo: Ethnic identity and social Life in a stratified society. Oxford: Clarendon Press.
36 Ave, Jan B and Victor T King. (1986). Borneo: The People of the Weeping Forest: Tradition and Change in Borneo. Leiden:
National Museum Ethnology.
45

Kajian Aspek Sosial


Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Akan tetapi, program ini juga berimplikasi pada tergerusnya budaya kedekatan pada alam akibat
hilangnya hutan, dan pengenalan teknologi. Baik ritual, keyakinan, maupun simbol-simbol hidup
seperti tempat yang dikeramatkan sudah banyak menghilang atau tidak dijalankan lagi secara
rutin. Terlebih, berbagai pengaruh dari Jawa membuat pandangan bahwa ‘modernisasi’ diasosi-
asikan dengan cara hidup dan nama-nama Jawa.

Kehidupan masyarakat asli sangat rentan terhadap tekanan perubahan drastis yang
terjadi, termasuk adanya pemindahan IKN. Sebagian besar masyarakat adat percaya bahwa
tanah adalah identitas dan tempat mereka berpijak yang harus dijaga sampai akhir hayat. Apabi-
la relokasi harus dilakukan, maka kehidupan ekonomi yang berbasis hutan dan sumber daya alam
perlu dipertahankan, agar identitas dan penghidupan masyarakat dapat tetap terjaga, dan kese-
jahteraannya tidak jauh tertinggal dari suku lainnya.

3. Kesempatan Kerja dan Berusaha


Secara umum, masyarakat di wilayah IKN dapat dikategorikan atas mereka yang secara
agresif memanfaatkan berbagai kesempatan baru, dan masyarakat yang masih tergantung dan
melakukan penyesuaian pada alam. Transmigrasi, investasi perkebunan, dan kegiatan pertam-
bangan selama ini telah menyebabkan masyarakat asli yang sebagian besar hidupnya bergan-
tung pada alam, tertinggal. Adat istiadat yang bergantung pada alam sesuai dengan siklus
kesuburan lahan, cenderung kalah dari kelompok masyarakat yang lebih modern dalam mengo-
lah lahan seperti perkebunan dan pertambangan dengan pemanfaatan teknologi dan berbagai
alat produksi.

Dalam mengembangkan usaha, masyarakat kelompok ini juga rentan terhadap berbagai
risiko usaha, karena kurangnya pengalaman, pemahaman, dan modal yang memadai. Berbagai
pelatihan dan sekolah keterampilan yang didapat sering tidak komprehensif dan berkelanjutan.
Ketertinggalan ini diperkuat dengan kondisi permainan dan spekulasi tanah yang menyebabkan
kesenjangan semakin nyata di masyarakat.

Masyarakat mengungkapkan agar pembangunan IKN tidak memperlebar kesenjangan


yang ada, tetapi justru menjadi momentum untuk membangun sumber daya manusia Kaliman-
tan Timur agar meningkat kesejahteraannya. Bab sebelumnya memperlihatkan bahwa tingginya
tingkat pendidikan tidak menjamin kesempatan bekerja atau berusaha. Masyarakat berharap
bahwa ibu kota baru dapat memberdayakan mereka dalam bentuk antara lain:

Pendidikan tinggi dan inovatif yang bisa mengejar ketertinggalan dan menyetara-
kan mereka dengan masyarakat lainnya;
Kesempatan kerja dan keterlibatan dalam pembangunan berbagai infrastruktur
IKN;
Kesempatan menjadi ASN melalui pemberian kuota bagi pemuda penduduk asli
Kalimantan Timur; dan
Penerapan prinsip ekonomi hijau dalam pembangunan IKN, karena masyarakat asli
memiliki keunggulan komparatif dari kehidupannya yang dekat dengan alam.
46
Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Kajian Aspek Sosial

B. Mitigasi Dampak Sosial Pemindahan Ibu Kota Negara


Pemindahan IKN ke Kalimantan Timur sangat diharapkan banyak pihak akan menjadi
momentum penyelesaian masalah-masalah yang mengemuka selama ini. Masalah seperti tump-
ang tindih kepemilikan dan batas guna lahan, hilangnya identitas masyarakat asli, serta kesempa-
tan kerja dan usaha sesungguhkan berakar dari permasalahan pembangunan yang telah
berlarut-larut dan tidak pernah diselesaikan secara baik dan komprehensif. Rona-rona sosial
yang harus diantisipasi sejak awal pembangunan IKN adalah bahwa:

Kesenjangan dan rasa ketidakadilan cukup besar dirasakan oleh masyarakat, teruta-
ma dalam aspek akses terhadap tanah dan kesempatan ekonomi;
Adanya kemungkinan manipulasi berita baik melalui media sosial maupun penyeba-
ran secara lisan; sementara rasa kepercayaan masyarakat rendah;
Adanya pandangan dan kepentingan yang sempit, semisal upaya penolakan terha-
dap rumah ibadah agama atau etnis tertentu;
Rendahnya toleransi terhadap suatu etnis sehingga menghambat kemajuan dan
pengembangan identitas dan jati diri.

Untuk itu, penyusunan kebijakan didasari oleh visi pembangunan IKN yang telah
dicanangkan perlu mengedepankan prinsip-prinsip dasar pembangunan IKN sebagai:

Kota yang menghargai nilai-nilai sosial dan budaya melalui inklusivitas masyarakat
lokal agar terwujud ibu kota yang majemuk dan sesuai dengan identitas bangsa;
Kota yang memberikan pelayanan dasar, seperti pendidikan, kesehatan, dan
permukiman yang berkualitas kepada warganya, termasuk bagi kelompok rentan
seperti penyandang disabilitas, lanjut usia, dan masyarakat adat;
Kota yang mendukung perilaku hidup sehat baik lingkungan maupun sarana dan
prasarana untuk hidup aktif;
Kota yang terus mencari jalan keluar dari konflik lahan tidak hanya secara adminis-
trasi dan hukum, namun mempertimbangkan juga budaya dan sejarah kepemilikan
masyarakat;
Kota yang memastikan ketahanan masyarakat terus tumbuh, tidak terdampak men-
jadi miskin atau termarjinalkan, serta keberlanjutan kualitas hidup lintas generasi.
Kota yang menjadi acuan bagi perencana kelas dunia dalam bidang perencanaan
dan implementasi sosial, budaya, dan lingkungan.

Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, di bawah ini merupakan serangkaian mitigasi yang perlu
dilaksanakan dalam pembangunan IKN ke depan.

a. Penegakan Kepemilikan dan Batas Tata Guna Tanah


Selain penegakan berdasarkan hukum tata guna lahan, perlu dibangun cara-cara
penyelesaian konflik baru di masyarakat. Agar masyarakat yang mengandalkan norma lokal dan
tokoh adat lokal harmonis, diusulkan adanya forum pertanahan lintas pemangku kepentingan.
Pembentukan forum pertanahan secara organik, artinya dilaksanakan berjenjang dari bawah,
47

Kajian Aspek Sosial


Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
melibatkan masyarakat, pemda, kementerian/lembaga terkait, dan pihak swasta yang terlibat.
Forum berfungsi sebagai:

Wadah lintas pemangku kepentingan untuk menyelesaikan masalah pertanahan,


kejelasan sertifikasi, hukum dan juga sosialisasi dan redistribusi kepada masyarakat;
Pusat informasi pertanahan yang terbuka, interaktif, dan inklusif.

1. Pemindahan ibukota
diharapkan menjadi momentum
1. Penentuan batas penyelesaian masalah tenurial
hutan, tambang & kebun di Kaltim. 1. Forum pertanahan
yg tak sesuai hukum sebagai forum
dimasa lalu menyebab- 2. Visi IKN yang berpihak hutan penyelesaian konflik
kan keraguan akan dan lingkungan diharapkan tanah secara partisipatif
keadilan kebijakan membawa keadilan dan dan berkeadilan (contoh
pemerintah. meningkatkan harkat hidup kasus tanah Lampung
masyarakat lokal. Barat).
2. Adanya HGU/HTI
yang tidak dikelola 3. Masih ada spekulan tanah 2. Penerapan smart dan
dengan baik namun yang menggunakan kelemahan Green IKN secara
tidak dicabut haknya penegakan hukum bagi konsisten dan berkelan-
oleh pemerintah. keuntungan mereka. jutan.

4. Ekonomi biaya tinggi terus


berjalan.

Gambar 36 . Skema Mitigasi Permasalahan Batas dan Tata Guna Tanah

Penegakan kepemilikan lahan berdasarkan aspek sejarah dan sosial budaya dapat dipe-
lajari dari proses perpindahan IKN ke Yogyakarta di masa lalu (Kotak 1).

Kotak 1. Pembelajaran dari perpindahan IKN ke Yogyakarta

Ibu kota RI pernah dipindahkan ke Yogyakarta pada awal Januari 1946. Pengakuan kedaulatan
RI oleh Keraton Yogyakarta menjadikan Pemerintah pada tanggal 19 Agustus 1945 memberikan
piagam kedudukan istimewa yang secara resmi mengakui keberadaan Kraton Yogyakarta,
termasuk tanah-tanahnya yang berstatus sebagai Sultan Ground (tanah Sultan) dan Paku Alam
Ground (tanah Kadipaten). Meskipun status administratifnya menjadi provinsi, kewenangan
daerah swapraja (vorstenlanden) Yogyakarta pada masa kolonial dipertahankan.

Tanah Sultan adalah tanah hak milik Kesultanan Yogyakarta yang dikelola untuk kepentingan
kesejahteraan masyarakat. Meliputi tanah Keprabon dan tanah bukan Keprabon di wilayah DIY.
Tanah Keprabon adalah tanah yang digunakan untuk bangunan Keraton, alun-alun, Pasar
Beringharjo, Makam dan Masjid Kagungan Dalem, dan kantor-kantor lainnya. Sedangkan tanah
bukan keprabon dikategorikan 4 jenis sebagai berikut:

a. Magersari, yaitu hak adat yang diberikan kepada pengguna tanah karena terdapat
ikatan historis dan hanya diberikan kepada WNI pribumi;
b. Ngindung, yaitu hak adat yang diberikan kepda masyarakat atau institusi untuk
menggunakan tanah dengan perjanjian;
c. Anganggo, yaitu hak adat yang diberikan kepada masyarakat atau institusi tanpa
memungut hasil dan bersifat mandiri;
d. Anggaduh, yaitu hak adat yang diberikan untuk mengelola dan mengambil hasil dari
tanah Kesultanan atau Kadipaten dalam jangka waktu selama dipergunakan.
48
Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Kajian Aspek Sosial

b. Pelestarian dan Pengembangan Budaya


Tradisi dan kearifan lokal yang telah luntur perlu digali dan dikembangkan sejalan
dengan proses pembangunan IKN. Kearifan lokal yang mencakup praktik baik, pengetahuan,
nilai, modalitas dan sarana, serta tradisi telah memudar terutama pada kelompok muda. Misaln-
ya, sikap masyarakat Dayak yang suka bergotong royong, malu melanggar aturan, dan bekerja
keras nyaris hilang. Perlu ada upaya penggalian dan pengembangan kearifan lokal, mulai dari
musik, tari, cerita lisan, pembuatan grabah, hingga pengelolaan hutan secara lestari.

Tabel 12 . Kearifan Lokal dalam Visi IKN 37

Visi IKN Hakekat Visi Penerapan Kearifan Lokal

1. Simbol Identitas Bangsa • Simbolisasi Partisipasi simbolik


• Inclusiveness keragaman budaya

2. Smart, green, beautiful, sustainable • Teknologi tinggi Kearifan pengelolaan


• Energi bersih-terbarukan hutan dan lingkungan
• Keindahan

3. Modern dan berstandar internasional • Kota masa depan (futuristik) Perlu digali lebih lanjut
• Global
4. Tata kelola pemerintahan yang
efisien dan efektif • Orientasi teknologi tinggi
• Inovasi

5. Pemerataan ekonomi Kawasan • Orientasi teknologi tinggi


Indonesia Timur •Daya saing tingkat tinggi

Berdasarkan visi IKN, khususnya visi 1 dan 2, kearifan lokal dapat diterapkan melalui
partisipasi simbolik keragaman budaya, serta kearifan pengelolaan hutan dan lingkungan dalam
pembangunan IKN (Tabel 12). Partisipasi melalui simbol-simbol identitas dan aktivitas budaya
dapat menguatkan identitas suku asli Kalimantan. Orang Dayak misalnya, akan bangga dan
merasa ikut memiliki bila identitas budayanya direpresentasikan dalam IKN. Selain itu, partisipasi
dalam pengelolaan ekosistem hutan IKN dengan model kearifan tradisional sudah terbukti
unggul dalam melestarikan hutan rimba Kalimantan.

Kotak 2. Contoh Kearifan lokal suku Dayak

Salah satu kearifan lokal suku Dayak adalah dalam menaksir kesuburan tanah untuk menanam
beras. Tanah subur ini dinamakan tana ‘bileng dan memiliki karakteristik daun dan rumput yang
berbeda, ditandai oleh keberadaan nekalut, pohon binuang, pohon nyawai, dan pohon pisang.
Dalam mencari tanah yang subur, mereka mengikuti petunjuk dari alam seperti burung dan
hewan lainnya. (Billa, 2006)

Penamaan tempat atau bangunan IKN juga perlu mempertimbangkan budaya lokal.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang
Negara, khususnya pasal 36 ayat (4), dan resolusi Group of Experts on Geographical Names
Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNGEGN), penamaan tempat dapat didasari oleh bahasa lokal
sebagai warisan budaya. Nama-nama tempat merupakan ‘artefak budaya’ yang dihasilkan oleh
interaksi kompleks antara pikiran, budaya, dan lingkungan.38 Nama juga mencerminkan persepsi

37 Nanang, M. 2019. dalam video essay “Menata Ibu Kota Negara dengan Kearifan Lokal Dayak”
38 Taylor, Simon. 2016. Methodologies in Place-Name Research. In The Oxford Handbook of Names and Naming. ed. Carole Hough, 69-86.
Oxford: Oxford University Press.
49

Kajian Aspek Sosial


Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
dan hubungannya dengan lingkungan. Penamaan yang dikaitkan dengan pengembangan
ekonomi kreatif lokal merupakan keunggulan tidak saja komparatif namun juga kompetitif
karena menciptakan keunikan dan nilai tambah. Beberapa ide pelestarian budaya untuk pemba-
ngunan IKN yang diungkapkan oleh masyarakat adalah:

Mengembangkan jaringan sungai dan air terjun di wilayah IKN dan penyangganya,
dikaitkan dengan legenda dan budaya lokal sekaligus dilakukan sebagai upaya
penjernihan sungai secara oksidasi;
Menggunakan nama, ornamen, dan simbol budaya Kalimantan pada gedung
pemerintahan dan ruang publik IKN, seperti misalnya tangga kayu ulin yang diinte-
grasikan ke ruang-ruang kota secara kreatif;

Indian Sacred Ground di S. Mississippi, Albany, Birarung Marr, taman di Melbourne yang
USA: penjelasan lokasi penting secara budaya. menampilkan seni budaya Aborigin di ruang publik

Gambar 37 . Contoh Pemanfaatan Budaya Lokal

Kotak 3. Pengelolaan Kawasan Pariwisata Sa Pa, Vietnam

Sebelum tahun 1990, Sa Pa merupakan tempat tinggal 4


etnis minoritas yang hidup sangat miskin. Dengan dukun-
gan pemerintah dan beberapa social lenterprises melalui
pembangunan infrastruktur dan berbagai pelatihan vokasi
seperti Bahasa Inggris, manajemen wisata, dan kuliner, Sa
Pa saat ini merupakan salah satu tujuan ecotourism favorit
di Vietnam. Saat musim panas jumlah wisatawan yang
datang untuk mendaki bukit mencapai 150 orang per hari.

Wisatawan dapat memilih beberapa cara mencapai Sa Pa, terma-


suk menggunakan kerata gantung (cable car). Fasilitas telekomu-
nikasi juga sangat memadai. Dengan internet 4G, hampir seluruh
penduduk menggunakan telepon seluluer. Daya Tarik budaya
setempat mulai dari homestay yang dikelola masyarakat dan
melihat kehidupan desa seperti pembiakan aneka anggrek hutan
dan tenunan, hingga mandi air hangat sambil minum jamu-jamuan
dari 20 jenis daun hutan. Informasi mengenai keberagaman suku
dan adat istiadat suku bangsa asli di wilayah Sa Pa diberikan
melalui beragam cara, mulai dari media elektronik dan cetak,
hingga melalui pemanfaatan ruang.
50
Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Kajian Aspek Sosial

Mengembangkan zonasi atau ruang budaya, berupa kawasan khusus untuk


pengembangan budaya suku atau sub-suku Dayak yang beragam. Beberapa
contoh antara lain adalah pengembangan pangan organik seperti jamu dan beras
organik, industri kreatif pengobatan, atau produksi kerajinan yang mendorong pele-
starian kebudayaan dan kesejahteraan masyarakat lokal.

c. Kesempatan Kerja dan Berusaha


Banyak harapan masyarakat untuk dapat terlibat dalam proses pembangunan IKN di
Kalimantan Timur. Berdasarkan kondisi saat ini, terdapat 3 jenis potensi yang dapat dikembang-
kan untuk meningkatkan kesempatan kerja dan berusaha sebagai berikut:

Potensi aktual: komoditas tersedia, menjadi kegiatan produksi di masyarakat, dan


dibutuhkan di luar wilayah. Contohnya seperti: batu bara, kayu, madu, dsb.
Potensi potensial: komoditas tersedia, namun masyarakat belum sepenuhnya
memahami dan memiliki kapasitas, meskipun dibutuhkan oleh pihak diluar
masyarakat Kalimantan Timur. Contoh potensi ini antara lain: jasa lingkungan dan
keanekaragaman hayati.
Potensi prospektif: komoditas/produk belum ada, masyarakat belum tahu, dan
permintaan dari luar wilayah juga belum terbentuk. Contoh potensi ini misalnya
energi baru terbarukan dan industri kimia.

Besarnya kekayaan hayati dan budaya Kalimantan


Timur membuka peluang tumbuhnya berbagai usaha
industri kecil yang dapat terhubungkan dengan berbagai
industri besar. Sebagai contoh, hasil hutan dan kebun
yang memiliki kekhasan seperti madu, bawang dayak, dan
akar bajakah dapat mendukung industri farmasi. Dengan
pengolahan, nilai tambah tanaman lokal Kalimantan tidak
saja memberikan tambahan lapangan kerja baru namun
juga menjaga banyak tanaman lokal dari kepunahan.

Kalimantan Timur berpotensi juga sebagai salah


Gambar 38 . Pengemasan Madu
satu lumbung pangan. Peningkatan kebutuhan pangan
serta kebutuhan sehari-hari lainnya merupakan potensi pasar yang sangat besar bagi
masyarakat lokal di Kalimantan Timur. Dengan konsumsi beras per orang per tahun sebesar 114
kg, maka kebutuhan beras untuk 1 juta ASN adalah sebanyak 114 ribu ton, ditambah dengan
kebutuhan pangan lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan pangan para pekerja kontruksi, pemer-
intah perlu melibatkan masyarakat lokal melalui penumbuhan wirausaha baru dan penguatan
wirausaha masyarakat lokal yang ada.

Untuk dapat mengembangkan berbagai potensi yang ada, berdasarkan harmonisasi


aspek ruang, lingkungan, dan aktivitas masyarakat, diperlukan berbagai strategi pengembangan
kualitas sumber daya manusia yang komprehensif (Gambar 39). Pengembangan pendidikan
51

Kajian Aspek Sosial


Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
keterampilan dan fasilitasnya, peningkatan kualitas dan akses kesehatan, dan penguatan jarin-
gan konektivitas dan telekomunikasi perlu dilaksanakan ke seluruh wilayah IKN dan penyanggan-
ya untuk mengejar ketertinggalan yang ada.

Gambar 39 . Pengembangan Kesempatan Kerja dan Usaha di Wilayah IKN


53

Kajian Aspek Sosial


Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Bab 5
REKOMENDASI KEBIJAKAN

Analisis sosial-budaya dan sosial-ekonomi merupakan masukan kunci dalam desain


masterplan dan pengembangan kebijakan untuk membangun ibu kota yang sesuai dengan visi.
Pembangunan IKN bukan hanya membangun infrastruktur, namun juga mengharmonisasikan
aspek lingkungan dan aspek sosial-budaya masyarakat. Untuk itu, dalam penyusunan master-
plan perlu dipertimbangkan apakah masyarakat yang telah ada perlu dipindahkan ke luar dari
wilayah ibu kota baru, atau permukiman dan kegiatannya dapat diselaraskan di dalam wilayah
IKN, namun tidak menimbulkan kekumuhan sebagaimana sering muncul di perkotaan.

Masterplan yang baik adalah yang dapat mengharmonisasikan unsur ruang, manusia
beserta nilai-nilai sosial budayanya, dan lingkungan. Dengan masterplan yang baik, sejumlah
strategi dapat disusun untuk melakukan upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat, baik
masyarakat lokal maupun pendatang IKN. Sebagai contoh, permukiman masyarakat adat di
wilayah ibu kota, perlu diikuti dengan revitalisasi budaya, berbagai pelatihan pariwisata, serta
pengembangan inkubasi bisnis dan industri kreatif. Berdasarkan hal tersebut, bab ini mere-
komendasikan sejumlah kebijakan dalam tiga tahap, yaitu jangka pendek (tahun 2020 – 2021);
jangka menengah (tahun 2021 – 2024); dan jangka panjang (pasca-konstruksi hingga berfung-
sinya IKN).

Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang


(1-2 tahun) (2-4 tahun) (> 4 tahun)

Penyelesaian masalah Perancangan dan


tumpang tindih kepemilikan pembangunan Pengembangan IKN yang
lahan dan tata guna tanah zonasi IKN yang sesuai dengan masterplan
inklusif dan berkeadilan

Pendalaman kualitas Peningkatan akses dan


kualitas pelayanan dasar Pengembangan
sumber daya manusia sumber daya manusia
(pendidikan, kesehatan, dan relevansi pasar
tenaga kerja yang berdaya saing
keterampilan, dsb)

Pemetaan potensi Pengembangan inkubasi Pengembangan kebijakan


masyarakat dalam bisnis dan penciptaan ekonomi hijau dan
pengembangan usaha wirausaha baru berkelanjutan, juga untuk
sektor-sektor baru

Pengembangan IKN
sebagai pusat Pengembangan industri Penguatan ketahanan
kebudayaan nasional kreatif berbasis budaya sosial-budaya masyarakat

Gambar 40 . Rekomendasi Kebijakan dalam Tiga Tahap Pembangunan IKN


54
Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Kajian Aspek Sosial

A. Jangka Pendek
Mempertimbangkan urgensi masalah yang ada, kebijakan yang harus segera dilak-
sanakan adalah:

1. Penyelesaian masalah tumpang tindih kepemilikan lahan dan tata guna tanah

Pemetaan lahan bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dimulai
dari kawasan yang paling rumit seperti Tahura dan lahan masyarakat adat, terma-
suk di daerah terpencil dan pedalaman.
Membentuk forum pertanahan berjenjang dari tingkat desa melalui proses yang
terbuka dan berkeadilan. Forum ini juga memverifikasi lahan yang telah dipetakan
dengan melibatkan seluruh unsur, termasuk masyarakat adat.
Memperjelas landasan hukum kepemilikan lahan dengan memperhatikan hak-hak
adat masyarakat.
Penegasan batas wilayah antar desa yang belum definitif dan penetapannya sebe-
lum pembangunan IKN dimulai.
Menerapkan kebijakan land freezing selama proses penyelesaian berlangsung
untuk mengendalikan transaksi tanah. Kebijakan ini perlu diterapkan secara
berkeadilan dan terbuka agar tidak dimanfaatkan oleh sekelompok “elit.”
Memanfaatkan mekanisme LAPOR (Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online
Rakyat) untuk saluran pengaduan masyarakat terkait masalah pertanahan.
Menyusun masterplan yang mengakomodir hasil-hasil penyelesaian masalah
pertanahan.
Melengkapi masterplan dengan kebijakan/mekanisme relokasi permukiman dan
lahan usaha yang berkeadilan (land swap, land transfer, land consolidation, dan
sebagainya).

2. Pendataan kualitas sumber daya manusia (pendidikan, kesehatan, keterampilan


dan lain sebagainya)

Memetakan status kesehatan, gizi masyarakat, epidemiologi penyakit yang berpo-


tensi muncul, serta identifikasi kebutuhan penyediaan pelayanan kesehatan (supply
side) dan dukungan perilaku hidup sehat.
Memetakan penyerapan tenaga pada sektor yang sudah ada (pertanian, batu bara,
pariwisata, konstruksi) dan sektor yang berpotensi dikembangkan (renewable
energy, TI, pendidikan tinggi, farmasi, oleokimia, dan logistik kemaritiman).
Memetakan pendidikan dan keterampilan angkatan kerja di setiap kabupaten
wilayah IKN, serta jenis BLK dan kapasitas yang tersedia.
Mengembangkan berbagai program dan jenis pelatihan, dan menyediakan kuota
bagi masyarakat asli/lokal.

3. Pemetaan potensi masyarakat dalam pengembangan usaha


Mengidentifikasi kebutuhan masyarakat berdasarkan skenario demografi IKN,
antara lain kebutuhan pangan dan kebutuhan dasar lainnya.
Mengidentifikasi potensi usaha lokal berbasis masyarakat.
55

Kajian Aspek Sosial


Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Mengidentifikasi bisnis rintisan/startups untuk kemitraan pengembangan inovasi
dan kolaborasi usaha.

4. Pengembangan IKN sebagai pusat kebudayaan nasional.

Mengidentifikasi dan melakukan pemetaan digital tempat-tempat keramat dan


penting masyarakat adat.
Menginventarisasi nama tempat (toponimi) penting berdasarkan budaya
masyarakat asli yang perlu diusulkan untuk nama gedung, jalan, atau kawasan.
Melibatkan tokoh masyarakat, adat, dan kesultanan di wilayah IKN dalam pengga-
lian tradisi, tari-tarian, cerita lisan, dan unsur budaya lainnya.
Membangun forum dan strategi komunikasi, serta mengidentifikasi “local
influencer” untuk mempromosikan budaya lokal sebagai bagian dari budaya
nasional yang direpresentasikan dalam pembangunan IKN.

B. Jangka Menengah
Beberapa kebijakan membutuhkan waktu yang lebih Panjang, yaitu dapat dimulai pada
masa pra konstruksi hingga masa konstruksi berjalan. Kebijakan ini antara lain adalah:

1. Perancangan dan pembangunan zonasi IKN yang inklusif dan berkeadilan

Mengembangkan permukiman masyarakat berbasis kearifan ekologi, seperti


sistem rumah panjang yang terintegrasi dengan kawasan hutan adat dan kebun
tradisional. 39
Menata permukiman masyarakat, pusat-pusat kecamatan, dan ruang peri-ur-
ban/desa kota yang saling terhubungkan secara efisien.
Menata/melengkapi data kependudukan dan sinkronisasinya dengan berbagai
basis data seperti kepesertaan jaminan dan bantuan sosial, pajak bangunan dan
kendaraan bermotor, dan sebagainya.
Meningkatkan kemitraan dengan kementerian/Lembaga dan swasta yang terlibat
dalam pengadaan perumahan dan permukiman, beserta skema pembiayaan dan
fasilitas kreditnya.

2. Peningkatan akses dan kualitas pelayanan dasar dan relevansi pasar tenaga kerja

Mengembangkan fasilitas pelayanan kesehatan dasar dan rujukan yang berkualitas


didukung oleh pemenuhan tenaga kesehatan, obat, alat kesehatan serta pem-
biayaannya.
Meningkatkan kualitas pendidik dan pendamping masyarakat untuk membangun
sumber daya manusia yang berdaya saing.
Membangun Infrastruktur jalan, dermaga, dan jaringan telekomunikasi yang mema-
dai hingga pelosok untuk mendukung mobilitas dan konektivitas.
Mengembangkan pelatihan kerja sesuai dengan peta kebutuhan kerja. Misalnya
pelatihan di bidang konstruksi, yang mencakup keahlian perkayuan, welder, listrik,
dan operator alat berat.

39 Kearifan ekologi merupakan cara masyarakat Dayak mengelola lingkungan berdasarkan tradisi ribuan tahun yang telah terbukti
melestarikan hutan.
56
Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Kajian Aspek Sosial

Mendorong perusahaan untuk membuka kesempatan magang yang memadai, dan


memanfaatkan CSR untuk fasilitasi pelatihan dan modal usaha.
Memberikan kuota dan fasilitasi bagi masyarakat lokal yang telah terdidik/terlatih
untuk menjadi ASN atau terlibat dalam pembangunan IKN.

3. Pengembangan inkubasi bisnis untuk penciptaan wirausaha baru

Mendorong tumbuhnya wirausaha lokal melalui kemudahan ijin usaha, pendampin-


gan, pemasaran, dan akses permodalan.
Memberikan insentif bagi usaha yang dapat menonjolkan kekhasan budaya lokal,
mengolah dan melestarikan biodiversitas setempat menjadi produk berdaya saing
dan bernilai tambah tinggi.
Mengembangkan sistem sosial dan tata kelola yang efisien (antara lain melalui
Badan Usaha Milik Desa/Bumdes dan koperasi), dan mendorong tumbuhnya
ekonomi lokal, menciptakan lapangan kerja, dan menjaga lingkungan hidup.
Mengembangkan pemasaran produk-produk lokal bernilai tambah tinggi berbasis
internet (e-commerce).

4. Pengembangan industri kreatif berbasis budaya

Memberikan pendampingan yang memadai untuk kapitalisasi budaya dan ekonomi


kreatif, serta potensi Meetings, Incentives, Conferences, Exhibitions (MICE).
Meningkatkan kualitas produk budaya lokal (pelatihan, kreasi tari baru, revitalisasi
museum, dan sebagainya).
Memasukan festival budaya lokal dalam agenda pariwisata nasional dan
internasional.
Mengembangkan fungsi pariwisata dengan menghidupkan budaya lokal.
Contoh antara lain, pengembangan desa wisata, kampung adat, wisata hutan
berdasarkan ekologi masyarakat lokal, air terjun dan penjernihan sungai dengan
menghidupkan legenda lokal.

C. Jangka Panjang
Dalam tahap ini, yaitu saat konstruksi IKN memasuki tahap akhir hingga pasca-konstruk-
si, dapat dilakukan kebijakan sebagai berikut:

1. Pengembangan IKN yang sesuai dengan masterplan

Mengembangkan cara hidup dan budaya masyarakat sesuai zonasi yang ditentu-
kan, misalnya pengembangan perkampungan budaya (cultural district), muse-
um-museum, ruang publik (creative hub) sebagai wadah kreativitas dan aspirasi
masyarakat, dan sebagainya yang dapat menjadi ikon pariwisata.
Menjaga keberlanjutan jaringan ruang hijau (hutan, kebun, area wisata alam, sungai,
danau, dan sebagainya) agar harmonis dengan aktivitas masyarakat IKN.
57

Kajian Aspek Sosial


Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
2. Pengembangan sumber daya manusia yang berdaya saing

Memastikan akses pelayanan dasar yang berkualitas untuk seluruh warga di IKN,
termasuk masyarakat rentan.
Membuat sistem layanan masyarakat terpadu, mencakup kesehatan, pendidikan,
kesempatan kerja, serta layanan kelompok penyandang disabilitas dan lanjut usia.
Membangun universitas bertaraf internasional untuk meningkatkan pendidikan
sumber daya manusia yang berdaya saing di wilayah Indonesia bagian timur.
Membangun pusat-pusat riset, inovasi, dan pengembangan teknologi digital yang
inklusif.

3. Pengembangan kebijakan hijau dan berkelanjutan bagi sektor-sektor baru

Mendorong sektor sawit rakyat untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahter-


aan masyarakat.
Menerapkan penanganan dampak lingkungan dan pemilihan teknologi yang
pro-green bagi sektor batu bara.
Membangun industri kecil berbasis komunitas untuk mendukung agroindustri
seperti pangan, herbal, farmasi, dan biokimia.

4. Penguatan ketahanan sosial-budaya masyarakat

Mempromosikan penggunaan simbol budaya lokal dan toponimi pada bangu-


nan-bangunan dan zonasi/kluster IKN.
Melibatkan generasi milenial (contoh: folks of Dayak) untuk edukasi dan promosi
kebudayaan.
Mendorong gaya hidup generasi milenial yang selaras dengan visi IKN yang hijau,
seperti pengembangan komunitas-komunitas hijau/organik.

D. Penutup
Berdasarkan data, informasi, serta fakta di lapangan yang dihimpun pada kajian aspek
sosial pemindahan IKN ini, rekomendasi kebijakan di atas diharapkan dapat digunakan dalam
penyusunan masterplan dan prinsip-prinsip dasar kebijakan pembangunan IKN. Dalam tahap
selanjutnya, diperlukan pendalaman untuk penyelesaian berbagai masalah tenurial, pengemban-
gan sumber daya manusia sesuai Visi IKN, pengembangan IKN sebagai pusat kebudayaan
nasional yang memajukan kebudayaan asli Kalimantan, serta pengembangan potensi ekonomi
lokal dan kesempatan kerja. Terlepas dari kekurangan yang ada, kajian ini diharapkan dapat men-
jadi referensi bagi berbagai pihak yang terlibat pembangunan IKN, khususnya terkait aspek
sosial ekonomi dan budaya.
58
Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Kajian Aspek Sosial

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (1995). Konsep Tata Ruang Suku Bangsa Dayak Kenyah Di Kalimantan Timur. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Ave, Jan B and Victor T King. (1986). Borneo: The People of the Weeping Forest: Tradition and
Change in Borneo. Leiden: National Museum Ethnology.

Bappenas. (2017). Orasi Ilmiah Menteri PPN/Kepala Bappenas di Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Indonesia: Visi Indonesia 2045.

Badan Pusat Statistik. (2010). Sensus Penduduk 2010.

Badan Pusat Statistik. (2018). Statistik Potensi Desa Indonesia.

Badan Pusat Statistik. (2018). Survei Sosial Ekonomi Nasional.

Badan Pusat Statistik. (2019). Keadaan Pekerja di Indonesia.

Badan Pusat Statistik. (2019). Survei Sosial Ekonomi Nasional.

Billa, M. (2006). Alam Lestari & Kearifan Budaya Dayak Kenyah (Editor Fatich Alfis). Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.

Bock, C. (1988). The Head-Hunters of Borneo. Singapore: Graham Brash (pte) Ltd.

Boyce, David. (1986). The Dayak of Kutai and East Kalimantan. “Kutai East Kalimantan a Journal
of Past and Present Glory”. Kota Bangun.

CEIC. (2019). Neraca Perdagangan Produk Obat dan Farmasi Indonesia, 2007-2018

Chotib. (2006). Kewarganegaraan Menuju Masyarakat Madani. Jakarta: Yudhistira.

Coomans, M. (1987). Manusia Dayak. Dahulu, Sekarang, Masa Depan. Jakarta: PT Gramedia.

Dove, M. R. (1985). Peranan Kebudayaan Tradisional Indonesia Dalam Modernisasi. Jakarta:


Yayasan Obor Indonesia.

Eghenter, C., dan B.J.L. Sellato (Penyunting). (1998). Kebudayaan dan Pelestarian Alam,
Penelitian Interdisipliner di Pedalaman Kalimantan. Jakarta: Ditjen PHPA Dephutbun,
Ford Foundation dan WWF.

Gaveau. (2014). Four Decades of Forest Persistence, Clearance and Logging on Borneo.

Hanggono, T. (2019). Seminar Internasional: Biotechnology Enchancement for Tropical


Biodiversity. Bandung, Jawa Barat, Indonesia.

Hudson, A.B. (1978). Linguistic Relations Among Bornean Peoples with Special Reference to
Sarawak: an Interim Report. Studies in Third World Societies.

Iqbal, M. Irfan dkk. (2001). Budaya dan Sejarah Kerajaan Paser. Tanah Grogot: PT BHP Kendilo
Coal Indonesia dan BIna Lingkungan Hidup Indonesia Kalimantan.
59

Kajian Aspek Sosial


Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME). Profil Kalimantan Timur. Seattle, University of
Washington, 2018. Available from http://www.healthdata.org/eastkalimantan. (10
Januari 2020).

Kemensos. (2019). Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial (SIKS).

Kemenkes. (2018). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas).

Koentjaraningrat. (2002). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Lahajir. (2001). Etnoekologi Perladangan Orang Dayak Tunjung Linggang. Yogyakarta: Galang
Press.

Maunati, Y. (2004). Identitas Dayak, Komodifikasi dan Politik Kebudayaan. Yogyakarta: LKIS.

Nanang, M. (2019). dalam video essay “Menata Ibu Kota Negara dengan Kearifan Lokal Dayak.”

Nieuwenhuis, A.W. (1994). Perjalanan dari Pontianak ke Samarinda 1894. Jakarta: PT Gramedia.
Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai. (1979). Silsilah Kutai Kartanegara. Jakarta: Depar
temen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Penerbitan Buku Bacaan dan Sastra
Indonesia dan Daerah, Jakarta.

Prabowo, P. M. (2019). Kampanye Visit the Heart of Borneo (HoB). Berlin.

Riwut, T. (1979). Kalimantan Membangun. Jakarta: PT. Jayakarta Agung Offset.

Rousseau, J. (1990). Central Borneo: Ethnic identity and social Life in a stratified society. Oxford:
Clarendon Press.

Sasongko, A. (2018, April). Interaksi Kutai Kertanegara dengan Bugis. Diakses melalui link:
https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-digest/18/04/01/p6if2y313-
interaksi-kutai-kertanegara-dengan-bugis pada 15 Desember 2019.

Sellato, B. (1989). Naga dan Burung Enggang. Hoerbill and Dragon. Jakarta: ELF Aquitaine
Indonesia.

Taylor, Simon. 2016. Methodologies in Place-Name Research. In The Oxford Handbook of Names
and Naming. ed. Carole Hough, 69-86. Oxford: Oxford University Press.

Widyatmoko, D. (2018). Seminar Nasional Biologi FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta.


Yogyakarta.

Wijaya, A. (2012). Ensiklopedi Suku-suku Asli Di Kalimantan Timur. Samarinda: Yayasan Bioma.

Widjono, R. (1998). Masyarakat Dayak Menatap Hari Esok. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana
Indonesia-Lembaga Bina Benua Puti Jaji-LPPS-KWI.

Wikipedia. (2019, Agustus). Suku Bangsa di Kalimantan Timur. Diakses melalui link: https://id.
wikipedia.org/wiki/Suku_bangsa_di_Kalimantan_Timur pada 23 Desember 2019.

Wongkaren, T. (2019). Seminar Perpindahan Ibu Kota Negara dan Implikasinya pada Kehidupan
Sosial Penduduk: Proses Kependudukan Pemindahan Ibu Kota Negara. Lembaga
Demografi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia
60
Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Kajian Aspek Sosial

Lampiran . Kegiatan Tinjauan Lapangan Aspek Sosial-Budaya dan Sosial-Ekonomi

Lokasi FGD/Kecamatan/
Kabupaten Desa Jumlah dan Representasi Peserta

Kutai Pendopo Kantor Bupati Kutai Peserta 100 orang: Pejabat Pemerintah,
Kertanegara Kertanegara (18 November 2019) FKUB, Suku Dayak (PDKT Kukar),
Suku Toraja, Kutai, Kesultanan Kutai, dll

Kantor Camat Loa Kulu Peserta berasal dari dua Desa yaitu
(19 Nov 2018) Desa Sungai Payang dan Desa Jonggon

Kantor Camat Loa Janan Peserta 21 orang: Perwakilan dari 4 Desa yaitu
Desa Bakungan, Loa Duri Ilir, Loa Duri Ulu, dan Batuah,
dan anggota Kepolisian Sektor (Polsek) Loa Janan

Desa Jonggon, kecamatan Loa Kulu Jumlah Peserta 35 orang (mayoritas warga Jonggon
adalah suku Basap): Kepala Desa/Perwakilan
desa-desa di Kecamatan Loa Kulu

Desa Batuah, Kecamatan Loa Janan Jumlah Peserta 26 orang: Kepala Desa/Lurah serta
perwakilan masyarakat di Kecamatan Loa Janan.
Mayoritas warga Desa Batuah adalah etnis Bugis

Kelurahan Sungai Merdeka, Peserta sekitar 30 orang: utusan dari tiga desa,
Kecamatan Samboja yaitu Sungai Merdeka, Bukit Merdeka dan
Amborawang Laut, dan Karya Jaya

Kantor Camat Muara Jawa Peserta sekitar 20 orang yaitu utusan dari Kelurahan
Muara Jawa Ulu,Kelurahan Tamapole, Kelurahan
Muara Kembang, dan Kelurahan Muara Jawa Pesisir,
serta Kepolisian dan TNI.

Kantor Camat Muara Jawa Peserta: Camat. Staf kecamatan, Lurah dan kepala Desa
di kecamatan Samboja

Penajam Paser Quest House Kecamatan Sepaku Peserta 65 orang: Sekab PPU, Kabid, Camat Sepaku,
Utara (17 November 2019) semua Lurah dan Kades Kec. Sepaku, Perwakilan Adat,
perempuan, ormas, dll

Kantor Bupati Penajam Peserta 45 orang: Wakil Bupati, Asisten II, Kabid, semua
Paser Utara (18 nov 2019) Ketua Kerukunan etnis yang ada di PPU, Kepala Adat Paser,
Dewan Adat Dayak Paser, ormas, dll

Paser Kantor Bupati Paser (19 Nov. 2019) Peserta 23 orang: Wakil Bupati, semua
Kepala OPD dan Staf OPD terkait

Kantor Bupati Paser (19 nov 2019) Peserta 40 orang: Ketua Lembaga Adat Paser,
Ketua-Ketua Ormas, Kepala Desa, Perwakilan Perempuan

Balikpapan Hotel Grand Cokro Konsolidasi Tim 1 (Kukar) dan Tim 2 (PPU dan Paser)
untuk cross-check membahas kegiatan lapangan serta
mendapat masukan dari anggota Tim lainnya

Bogor Hotel Novotel Hari pertama Presentasi Draft Laporan kepada semua
Anggota Tim, dan hari kedua Diskusi dengan Kementerian
dan Lembaga terkait dengan pemindahan IKN untuk
memperbaiki Laporan aspek Sosekbud
Copyright © Staf Ahli Menteri Bidang Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan,
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), 2019
Jalan Taman Suropati No. 2, Jakarta Pusat 10310
Telp. - (021) 3193 6207, Fax - (021) 3145 374

Anda mungkin juga menyukai