Membangun ibu kota negara (IKN) tidak hanya menyiapkan infrastruktur dan lingkungan,
namun juga yang terpenting adalah manusianya. Oleh karena itu, pemindahan IKN ke Kalimantan
Timur perlu disiapkan sebaik mungkin agar tidak menimbulkan masalah sosial-ekonomi dan
budaya. Pemahaman yang komprehensif mengenai karakteristik sosial-ekonomi dan budaya
masyarakat akan membantu kita mempersiapkan IKN yang smart, green, beautiful dan sustainable.
Agar IKN yang baru juga mencerminkan identitas bangsa dan kemajemukan yang harmonis
dan kondusif, diperlukan pemahaman yang baik antara lain mengenai penerimaan masyarakat
setempat, akulturasi budaya, kapasitas sumber daya manusia, sumber-sumber penghidupan, dan
nilai-nilai kearifan lokal. Perbedaan karakteristik sosial-ekonomi dan budaya antara masyarakat
setempat dan pendatang perlu diantisipasi sejak awal agar dapat dihindari berbagai potensi konflik
dalam masyarakat. Pengurangan kesenjangan dan kemiskinan serta penguatan ketahanan
masyarakat baik secara ekologi, ekonomi, dan sosial budaya, perlu terus diupayakan sejalan dengan
perwujudan ibu kota baru yang sesuai dengan Visi IKN dan Visi Indonesia 2045.
Soeharso Monoarfa
ii
Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Kajian Awal Aspek Sosial
Tim Pengarah:
Sekretaris Kementerian PPN/Sestama Bappenas
Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan (selaku Ketua Pokja Sosial, Budaya, dan Demografi)
Penulis:
Dr. Vivi Yulaswati, MSc (editor)
Angeline Callista, S.I.Kom., MSc
Kontributor:
Prof. Dr. Yekti Maunati, LIPI
Prof. Dr. Dody Prayogo, Universitas Indonesia
Dr. Isono Sadoko, AKATIGA
Drs. Martinus Nanang, MA., Universitas Mulawarman
Dr. Ndan Imang, Universitas Mulawarman
Angel Manembu, MSPD, MA, Global Concern Indonesia
Akhmad Wijaya, S.Hut., MP
Pungkas Bahjuri Ali, STP, MS, Ph.D
Mahatmi Parwitasari Saronto, ST, MSIE, Tim Penyusun Rekomendasi Kebijakan (TPRK)
Dra. Ratna Sri Mawari Mustikaningsih, MA (TPRK)
Drs. Johni Juanda, MM. (TPRK)
Ir. Sidqy Lego Pangesthi Suyitno, MA (TPRK)
Dharendra Wardhana, SE, MSc, Ph.D (TPRK)
Ir. Muhammad Iqbal Abbas, MBA (TPRK)
Endah Kartika Lestari, SH (TPRK)
Widaryatmo, S.ST, M.Si (TPRK)
Ely Dinayanti, S.Sos, ME (TPRK)
Nicko Herlambang ST, M.Si, Pemerintah Daerah Penajam Paser Utara
Bab 1. Pendahuluan
a. Latar Belakang 1
b. Tujuan Kajian 2
c. Output Kajian 3
d. Ruang Lingkup dan Metodologi 3
Daftar Pustaka 58
Lampiran 60
iv
Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Kajian Awal Aspek Sosial
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Gambaran Penduduk pada 5 kecamatan di Kabupaten PPU dan Kabupaten KuKar
Tabel 2. Adat Istiadat Suku Kutai
Tabel 3. Adat Istiadat Suku Paser
Tabel 4. Masyarakat Suku Dayak di Kalimantan Timur
Tabel 5. Kondisi dan Cakupan layanan Kesehatan dikedua Kabupaten IKN, 2017
Tabel 6. Gambaran Sarana, prasarana dan tenaga kesehatan Kabupaten Kukar dan PPU, 2018
Tabel 7. Gambaran Sarana, Prasarana, dan Tenaga Kesehatan Di Tingkat Kecamatan
Tabel 8. Kejuruan dan Kapasitas Pelatihan di BLKI
Tabel 9. Jenis Komoditas di Sepaku, Samboja, Loa Kulu, Loa Janan, dan Muara Jawa
Tabel 10. Sebaran Lubang Bekas Tambang di Indonesia pada Tahun 2018
Tabel 11. Gambaran Permasalahan Tanah di Beberapa Kecamatan/Desa di Kabupaten PPU dan
Kabupaten Kukar
Tabel 12. Kearifan Lokal dalam Visi IKN
DAFTAR KOTAK
Kotak 1. Pembelajaran dari perpindahan IKN ke Yogyakarta
Kotak 2. Contoh Kearifan lokal suku Dayak
Kotak 3. Pengelolaan Kawasan Pariwisata Sa Pa, Vietnam
v
A. Latar Belakang
Presiden Joko Widodo telah membuat keputusan untuk memindahkan Ibu Kota Negara
(IKN) ke Kalimantan Timur, yang disampaikan dalam konferensi pers di Istana Negara pada tang-
gal 26 Agustus 2019. Berbagai faktor menjadi pertimbangan perlunya dilakukan pemindahan
IKN. Faktor sosial, ekonomi, politik, budaya, pertahanan dan kemanan, bahkan sampai dengan
potensi bencana alam menjadi pertimbangan pentingnya IKN dipindahkan dari Daerah Khusus
Ibukota (DKI) Jakarta. Kepadatan penduduk yang tidak merata dan cenderung terkonsentrasi di
Pulau Jawa telah berdampak pada kesenjangan dalam berbagai aspek dan stagnasi ekonomi
yang tidak kunjung dapat diperbaiki.
Secara spesifik, lokasi inti yang ditetapkan sebagai IKN baru terletak di sebagian wilayah
dari dua kabupaten, yaitu Kabupaten Penajem Paser Utara (PPU) dan Kabupaten Kutai
Kertanegara (KuKar). Beberapa kriteria pemilihan lokasi IKN tersebut adalah: 1) letaknya yang
strategis secara geografis; 2) ketersediaan lahan milik negara yang luas; 3) keamanan dari poten-
si berbagai bencana; 4) kedekatan dengan kota yang sudah berkembang, yaitu Balikpapan dan
Samarinda; 5) ketersediaan sumber daya air; 6) aksesibilitas lokasi yang didukung oleh Tri Matra
Terpadu (darat, laut, dan udara); 7) potensi konflik sosial rendah dan memiliki budaya terbuka
terhadap pendatang; serta 8) dampak negatif yang minimal terhadap komunitas lokal.
Berdasarkan Visi Indonesia 2045,2 yaitu Sumber Daya Manusia (SDM) unggul melalui
penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), pembangunan IKN akan mengedepankan
visi sebagai berikut: 1) merepresentasikan identitas dan persatuan bangsa yang merefleksikan
kebhinekaan Indonesia; 2) modern dan berstandar internasional, sebagai pusat pendidikan dan
industri yang berkelas internasional; 3) smart, green, beautiful dan sustainable dengan menerap-
kan konsep forest city; 4) tata kelola pemerintahan yang efektif dengan masyarakat yang cerdas;
dan 5) mampu mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia Timur yang merata.
Dalam rangka mewujudkan pemerataan pembangunan dan perwujudan IKN yang sesuai
dengan lima visi tersebut, diperlukan pemahaman mendalam mengenai situasi mikro di lokasi
IKN dan sekitarnya. Pemahaman ini penting agar dapat disiapkan langkah-langkah antisipatif
dan mitigasi terhadap potensi risiko dan masalah yang dapat timbul sebagai akibat dari kehad-
iran IKN. Kehadiran IKN tentunya akan menyebabkan perubahan besar pada lingkungan dan
lanskap setempat, komposisi demografi dan struktur sosial, ekonomi, politik, kebudayaan,
lingkungan, dan keamanan. Berdasarkan hal tersebut, pertanyaan pokok kajian ini adalah: Apa
dampak sosial-budaya dan sosial-ekonomi yang akan timbul dari kehadiran IKN terhadap
masyarakat yang sekarang berdomisili di lokasi calon IKN dan sekitarnya? Bagaimana
menyiapkan pembangunan IKN yang inklusif dan menyejahterakan masyarakat?
B. Tujuan Kajian
Untuk menjawab pertanyaan pokok di atas, kajian ini mengumpulkan data dan melaku-
kan analisis yang difokuskan untuk mendeskripsikan dan menganalisis aspek-aspek kehidupan
masyarakat lokal, meliputi:
2 Bappenas. (2017). Orasi Ilmiah Menteri PPN/Kepala Bappenas di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia: Visi
Indonesia 2045.
03
Kajian ini dilengkapi dengan tinjauan lapangan ke wilayah calon lokasi IKN pada tanggal
17-21 November 2019 (lihat lampiran). Pada tinjauan lapangan dilaksanakan wawancara menda-
lam dengan beberapa tokoh masyarakat dan Focus Group Discussion (FGD) di kantor pemerin-
tah kabupaten, kantor camat dan kantor lurah/desa. Kegiatan tinjauan lapangan dilanjutkan
dengan diskusi terkonsolidasi dari seluruh anggota tim peneliti yang melakukan survey terpisah
di Kabupaten KuKar, Kabupaten PPU dan Kabupaten Paser.
Gambar 1 . Diskusi Lintas Pemangku Kepentingan di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Penajem Paser Utara
04
Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Kajian Awal Aspek Sosial
Gambar 2 . Komponen Metodologi Penyusunan Analisis Dampak Sosial Sumber: Tim Penulis
07
A. Demografi
Pemindahan IKN diharapkan dapat menguatkan ketahanan masyarakat Kalimantan, baik
secara ekologi, ekonomi, sosial, dan budaya, sehingga tidak menyebabkan terpinggirnya
masyarakat lokal oleh pendatang. Pendatang tidak hanya ASN namun juga keluarga dan pelaku
ekonomi lainnya. Dalam rencana pemindahan aparatur sipil negara (ASN), berkembang dua
skenario yang memperkirakan perpindahan sebesar 182.462 orang ASN dan 118.513 orang ASN
(jika dibatasi umur hingga 45 tahun).3 Perpindahan ASN tersebut akan diikuti dengan keluarga
dan pelaku ekonomi lainnya, yang diperkirakan sebesar 1,5 juta orang di masa mendatang.4 Mas-
yarakat berharap agar integrasi kehidupan masyarakat yang berkeadilan dapat terjadi sehingga
manfaat pembangunan IKN dirasakan oleh seluruh masyarakat Kalimantan khususnya dan Indo-
nesia umumnya.
Lokasi inti IKN direncanakan akan menempati sebagian wilayah Kabupaten PPU dan
Kabupten KuKar. Saat ini, penduduk di Kabupaten PPU berjumlah 160,9 ribu jiwa, dan di Kabu-
paten Kukar berjumlah 786,1 ribu jiwa. Sedangkan total penduduk Kalimantan Timur saat ini
berjumlah 4.448.763 jiwa. 5 Mayoritas penduduk Kalimantan Timur saat ini didominasi oleh
pendatang yang berasal dari Jawa, Bugis, dan Banjar, serta berbagai etnis lainnya dalam jumlah
yang relatif lebih kecil. Keberagaman berdasarkan proporsi etnis berdasarkan suku asal di
Kalimantan Timur dapat dilihat pada Gambar 3.
% %
%
%
%
% %
3 Deputi SDMA (2020), Kementerian Pendayagunaan Aparatun Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia. Rapat
Kependudukan Pemindahan Ibu Kota Negara. Lembaga Demografi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia.
5 Badan Pusat Statistik. (2019). Statistik Indonesia 2019.
6
diolah dari Badan Pusat Statistik. (2010). Senus Penduduk 2010.
08
Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Kajian Awal Aspek Sosial
Gambar 5 . Proporsi Etnis Berdasarkan Tempat Lahir di Kabupaten PPU dan Kukar 8
Konteks sosial-budaya masyarakat di Kalimantan Timur tidak dapat lepas dari konteks
ekologis perwilayahan yang terkait dengan karakteristik geo-ekonomi dan geo-politik spesifik
untuk masing-masing wilayah. Wilayah pesisir Kalimantan Timur adalah konsentrasi pusat perda-
gangan dan pemerintahan, yang menarik banyak migran dari pulau-pulau lain di Indonesia,
maupun dari luar Indonesia. Beberapa pemukim kemudian menetap di daerah pesisir Kalimantan
Timur dan di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Sungai Mahakam, Sungai Kelay dan Segah,
Sungai Kendilo dan Sungai Telake.
Jumlah penduduk di lima kecamatan ini relatif sangat kecil jika dibandingkan dengan
luas wilayahnya, dan hanya sekitar 7 persen dari total populasi penduduk Kalimantan Timur.
Kecamatan Sepaku misalnya, yang sebagiannya akan menjadi lokasi pusat pemerintahan IKN,
memiliki luas 1,77 kali dibandingkan Jakarta, yang luasnya hanya sebesar 662,3 km 2. Demikian
halnya Kecamatan Samboja, yang akan menjadi bagian dari pengembangan kawasan IKN, memi-
liki luas 1.045,9 km2 atau sekitar 1,56 kali dari luas Jakarta.
Sebagai perbandingan, Brasilia, ibu kota baru Brazil, yang memiliki luas wilayah 5.802
2
km , jumlah penduduknya sebesar 2,6 juta jiwa. Brasilia dibangun di tengah kawasan hutan tropis
Amazon, dan berhasil tumbuh sebagai ibu kota yang memiliki hutan sebagai taman nasional
yang cukup luas di sekitarnya. Negara lain yang saat ini sedang membangun ibu kota baru
adalah Mesir. Ibu kota baru ini memiliki luas wilayah 700 km2 yang diproyeksikan untuk ditingga-
li sekitar 6,5 juta penduduk. Dengan perkiraan penambahan penduduk dari ASN dan keluarganya
serta komponen pendukung sebesar 1,5 juta jiwa, maka visi IKN sebagai kota hijau yang nyaman
ditinggali (livable) dapat terwujud.
Sedangkan pendatang yang jumlahnya cukup dominan adalah suku Jawa, Bugis dan
Banjar. Pendatang Bugis berasal dari Sulawesi, sedangkan pendatang Banjar dari Kalimantan
Selatan dan Kalimantan Tengah. Suku Banjar dan Bugis merupakan pendatang lama di Kaliman-
tan Timur, disusul dengan pendatang dari Arab, Cina, dan India, yang sebagian datang pada
masa pemerintahan Hindia Belanda. Jumlah pendatang Jawa bertambah setelah adanya
program transmigrasi di beberapa desa di PPU dan KuKar. Di bawah ini penjelasan lebih lengkap
untuk masing-masing suku asli dan pendatang.
9 BPS Kecamatan Samboja, Kac Sepaku, Kec Loa Kulu, Loa Janan, Muara Jawa 2018.
10
Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Kajian Awal Aspek Sosial
1. Suku Kutai
Masyarakat suku Kutai merupakan masyarakat asli Kalimantan Timur yang mayoritas
beragama Islam, dan menempati bagian tengah Sungai Mahakam hingga tersebar ke beberapa
bagian hulu dan anak-anak sungai lain di Kabupaten Kutai Timur, Kutai Kartanegara, dan Kutai
Barat. Umumnya menetap di pesisir dan dataran rendah di sekitar Kota Tenggarong, Kutai Lama;
Mura Pahu Rembayan, Melak; Muara Kaman, Kota Bangun dan Muara Muntai serta Lembongan.
Terdapat 4 dialek bahasa yang dapat didengar antar wilayah pemukiman di sepanjang hulu
sungai. Menurut sejarahnya, banyak para ahli menyebutkan bahwa orang Kutai berasal dari
keturunan ras Proto Melayu yang sampai ke Kalimantan Timur sekitar 3.000 tahun lalu. Eksisten-
si Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura terus memberikan pengaruh pada kebudayaan
dan adat masyarakat Kutai.
Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura mengalami banyak pengaruh dan bera-
kulturasi dengan peradaban dari luar seperti Hindu, Budha, Islam, dan Melayu. Pengaruh Hindu
dapat dilihat dari temuan barang kuno dan bahasa yang banyak kemiripan dengan aslinya di
India. Demikian juga pada kebudayaan dan kepercayaan tradisional kuno Kaharingan dari kera-
bat dekat suku Kutai yaitu suku Dayak Tunjung dan Benuaq, seperti misalnya upacara adat Erau,
tarian Belian, senjata, dan mantra-mantra ilmu gaib. Selain itu, suku Kutai memiliki kedekatan
budaya dengan suku Banjar. Asimilasi dengan budaya Melayu Banjar terlihat pada pertunjukan
tari Zapin, musik dan syair. Tradisi lisan masyarakat Dayak Kenyah juga menyatakan bahwa
leluhur suku Kutai berasal dari Tiongkok. Keberagaman latar belakang ini membuat suku Kutai
dianggap sebagai pemersatu dari banyak sub-suku, yang tercermin dari simbol kesultanan Kutai
Kartanegara Lembuswana. Simbol ini merupakan hewan mitologi yang memiliki beragam ciri
seperti kepala singa bermahkota, namun juga memiliki belalai gajah, sayap garuda, dan bersisik
ikan.
Mata pencaharian orang Kutai terutama yang tinggal di sekitar kawasan hutan umumnya
berladang dan mengumpulkan hasil hutan. Sedangkan mereka yang tinggal di sekitar danau-da-
nau Mahakam Tengah sebagian besar nelayan sungai dan danau. Jika musim kemarau mereka
akan membakar belukar rawa yang mengering dan gambut untuk bercocok tanam atau membu-
ka akses terhadap lokasi baru yang dianggap banyak ikan. Selain itu, beberapa keluarga masih
melakukan perburuan secara tradisional, dan sebagian lagi telah berprofesi di sektor perkayuan
secara komersial. Pekerjaan membuat sirap (atap dari kayu ulin atau kayu keras lainnya) merupa
11
1.1. Hadrah Kesenian Islam yang menampilkan iring-iringan rebana/terbang, yaitu sejenis alat
perkusi yang dimainkan sambil melantunkan syair dan pujian terhadap Nabi Muham-
mad SAW dengan disertai gerak tari. Hadrah biasa dipakai pada acara perkawinan,
mengantar orang berangkat haji, peringatan hari besar Islam dan perayaan lainnya.
1.2. Mamanda Merupakan seni panggung atau teater khas Kutai. Termasuk kesenian klasik Melayu
menyerupai musik opera dengan alat musik biola dan gendang. Tema cerita yang
sitampilkan bisanya tentang kisah para raja.
1.3. Tari Ganjar Ganjur Jenis tari khas asli Kutai yang biasanya ditampilkan saat upacara-upacara besar
kerabat Kesultanan seperti penyambutan tamu agung, upacara adat Erau, upacara
penabalan Sultan, dan lain-lain.
1.4. Tari Jepen Eroh Tari garapan yang memiliki banyak gerak ragam seperti ragam penghormatan, ragam
gelombang, ragam samba setangan, ragam samba penuh, ragam gengsot, ragam
anak, dan lain-lain. Eroh dalam bahasa Kutai artinya ramai, riuh, dan gembira. Oleh
karena itu penataan gerak tari Jepen Eroh penuh dengan gerakan yang dinamis dan
unsur kegembiraan.
2.1. Rondong Rondong atau Perondongan adalah nama untuk kebun buah tradisional berupa
agriforest adalah bahasa Kutai. Rondong terbentuk dari kegiatan perladangan atau
bekas perkampungan.
2.2. Mendanau Mendanau adalah tradisi masyarakat Kutai di sekitar danau dan hutan gambut di saat
musim kemarau. Ketika danau dan hutan rawa gambut mengering, masyarakat
beramai-ramai mencari ikan di ceruk-ceruk danau yang berisi ikan.
2.3. Behuma Behuma atau berladang, yaitu tradisi masyarakat Kutai dalam kegiatan perladangan.
3. Erau Erau merupakan pesta dengan banyak kegiatan sekelompok orang yang mempunyai
hajat dan mengandung makna baik bersifat sakral, ritual, maupun hiburan. Termasuk di
dalam rangkaian tradisi adat Erau adalah beluluh sultan, menjamu benua, merangin,
merebahkan ayu, mengulur naga dan belimbur.Erau pertama kali dilaksanakan pada
upacara tijak tanah dan mandi ke tepian ketika Raja Aji Batara Agung Dewa Sakti
berusia 5 tahun. Upacara Erau juga dilaksanakan saat Aji Batara Agung Dewa Sakit
dewasa dan diangkat menjadi Raja Kutai Kartanegara yang pertama (1300-1325). Sejak
itulah Erau diadakan setiap penggantian atau penobatan raja-raja Kutai Kartanegara.
Dalam perkembangannya, Erau juga dilaksanakan saat pemberian gelar dari raja
kepada tokoh atau pemuka masyarakat yang dianggap berjasa terhadap kerajaan.
Tradisi Erau tetap terpelihara, dan diselenggarakan sebagai tradisi peringatan hari jadi
Kota Tenggarong.
2. Suku Paser
Ulun Paser atau orang Paser saat ini 95 persennya memeluk agama Islam. Suku Paser
banyak memiliki kesamaan budaya dan bahasa dengan Dayak Ngaju dan Dayak Lawangan.
Berawal dari suku Kerawong di hulu Sungai Telake Kabupaten Paser, suku Paser berkembang
menjadi 12 sub-suku yang disebut Bansu Tatau Datai Danum, yaitu masyarakat atau manusia
yang hidup di pinggir sungai, pantai, atau danau tersebar di Kabupaten PPU, Paser, Kota Balikpa-
pan, hingga ke Kabupaten Tanah Bumbu dan Kota Baru di Kalimantan Selatan.
12
Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Kajian Awal Aspek Sosial
Di lokasi calon IKN, suku Paser tinggal di desa-desa tradisional di Kecamatan Sepaku
seperti Kelurahan Maridan, Binuang, Pemaluan, Mentawir, dan Sepaku. Sebagian juga tinggal di
desa-desa transmigran karena dahulu masuk sebagai transmigran lokal ataupun karena menem-
pati lahan-lahan bekas warisan leluhur mereka sebelum kedatangan transmigran. Menurut sejar-
ahnya, suku Paser khususnya Paser Balik merupakan cikal bakal dari penduduk asli di sekitar
Balikpapan. Nama Kota Balikpapan sendiri bermula dari legenda suku Paser Balik dari keturunan
Papan Ayung, yaitu leluhur orang Paser Balik dari Kesultanan Paser. Masyarakat adat Paser
tinggal di desa-desa tradisional di Kecamatan Penajam dan Kecamatan Long Kali di Kabupaten
Paser.
Masyarakat asli suku Paser meyakini bahwa wilayah DAS Sepaku termasuk sebagian
wilayah konsesi PT ITCI Hutani Manunggal (IHM) dan PT ITCI Kartika Utama (ITCIKU) yang diren-
canakan untuk IKN, merupakan bagian dari wilayah adat mereka di masa lalu. Konon dahulu
banyak dijumpai kebun buah tradisional di bekas ladang dan pemukiman kecil di hulu-hulu
sungai. Namun semenjak adanya perusahaan PT ITCI di tahun 1970-an dan berlanjut dengan PT
IHM pada tahun 1994, serta masuknya transmigrasi di Sepaku dan Semoi, banyak bukti dari
kebun tersebut yang tergusur dan hilang. Sejalan dengan terdesaknya wilayah kelola tradisional
suku Paser, secara ekonomi mereka juga kalah dibandingkan kegiatan ekonomi penduduk
pendatang.
Masyarakat Paser yang semula berpindah-pindah dalam bercocok tanam telah terpen-
garuh oleh sistem transmigran dalam berkebun hingga akhirnya memiliki pola hidup menetap.
Perkawinan silang yang terjadi lintas generasi juga membawa pengaruh dalam lisan, upacara
adat, serta tari-tarian suku Paser. Dalam berbagai keterbatasan yang ada, budaya Paser terus
dipertahankan. Kesultanan Paser berperan penting dalam menjaga kebudayaan maupun adat
istiadat suku Paser. Anak muda Paser berharap kebudayaan Paser tidak akan hilang dengan
adanya pembangunan IKN.
1.2. Tari Rembara Tari tradisional pedalaman Paser ini termasuk dalam tari ritual yang ditampilkan pada
saat-saat diadakan Upacara Adat Paser, seperti dalam Upacara Belian, Upacara Nulak
Jakit dan upacara adat lainnya. Tarian ini biasanya dibawakan oleh beberapa orang
dara yang membawa perlengkapan untuk diserahkan kepada Sang Penguasa Jagat
Raya.
13
1.4. Belian Ritual adat Belian ini merupakan upacara suku Paser Pembesi yang bertujuan untuk
peyembuhan massal. Upacara ini dipimpin oleh seorang “Mulung,” yaitu orang yang
telah melakukan Mamulio Ngadap Klusan yang berarti mensucikan diri sebelum
menghadap Penguasa Alam Semesta. Ritual ini dilaksanakan sebagai wujud pelepasan
hajat setelah sembuh dari sakit ataupun setelah berhasil bercocok tanam/ bersawah
/berkebun.
1.5. Besipung Merupakan opera atau sandiwara gaib, yang diadakan di dalam Lou Olai (rumah besar)
yang gelap. Seorang tetua adat memanggil roh orang-orang dulu yang merupakan
pelaku sejarah sehingga terjadilah sandiwara yang dapat didengar oleh orang-orang
yang hadir.
2.1. Lemu Ilmu mistis atau ilmu gaib untuk mempertahankan diri dari kejahatan. Beberapa jenis
lemu yang dikenal antara lain adalah:
• Pedang Kendali yaitu lemu dengan melemparkan senjata dan jika sasaran telah
tertumpas maka senjata tadi akan kembali ke pemiliknya. Lemu ini dulunya digunakan
untuk menghadapi bajak laut di sekitar Balikpapan.
• Cuca' peruntus yaitu lemu yang dapat menghancurkan organ-organ dalam tubuh
tanpa harus melukai tubuh luar.
• Cuca' maya yaitu lemu yang dapat membuat orang menjadi hidup seperti mayat.
• Cuca' bangkai yaitu lemu yang dapat membuat orang lain membusuk.
2.2. Rumah Kulit Kayu Salah satu ciri khas bentuk rumah orang Paser adalah atap dan dinding yang berbahan
(Louq Upak) kulit kayu, atau mengkombinasikan antara atap daun nipah dengan dinding kulit kayu.
Tradisi ini bergantung persediaan bahan yang ada di lingkungan seseorang itu berada.
2.3. Sistem Barter Suku Paser mengenal kebiasaan setumpu ini sejak adanya interaksi perdagangan
(Setumpu) dengan berbagai suku lain dari luar daerah. Orang Paser banyak membawa hasil
kebunnya untuk ditukarkan dengan garam, belacan atau barang lainnya yang dibawa
orang yang datang ke pasar-pasar di wilayah Paser.
3.1. Tata Guna Lahan Orang Paser membagi kawasan hutan dan lahan dalam beberapa bentuk pemanfaatan
atau tata guna lahan yaitu pemukiman (kampong/benawa), bekas pemukiman (Lou),
lahan perkebunan (kebon), kawasan perladangan (umee), bekas ladang (uraat), dan
hutan (Alaas).
3.2. Siklus Perladangan Berdasarkan tipe siklus umur lahan yang dibedakan/ditinggal sesudah pembukaan
lahan perladangan orang Paser, dikenal beberapa macam tipe lahan yaitu:
1) Alaas mentutn yaitu hutan primer yang belum pernah dibuka untuk perladangan.
2) Umeeq/umaaq, lahan di hutan sekunder maupun primer, yang baru dibuka pada
tahun pertama untuk berladang.
3) Bowaq/Baber, yaitu ladang yang dibuka kembali tahun kedua meneruskan lahan
umeeq/umaaq. Pembukaan lahan dilakukan dengan dipepes yaitu menebas semak
kecil tanpa penebangan.
4) Kelewako, lahan perladangan yang telah ditinggalkan antara 3-10 tahun. Jika baru
berumur 3-5 tahun disebut kelewako ureq, sedangkan jika umur 6-10 tahun disebut
kelewako tuhaq.
5) Batekng, bekas perladangan yang telah lama ditinggalkan. Jika siklus 10-20 tahun,
disebut batekng ureeq, sedangkan jika siklus antara 20-30 tahun disebut batekng
tuhaq;
6) Alaas kerarayon/kerengkang, yaitu bekas perladangan yang ditinggalkan lebih dari
30 tahun, dicirikan oleh pulihnya lahan dan vegetasi kembali seperti hutan primer.
3. 3. Hutan Lindung/ Hutan yang terbuka atau belum dimiliki/digarap oleh masyarakat. Berfungsi sebagai
Cadangan (Alaas Nareng) cadangan untuk berbagai keperluan dalam wilayah adat.
3.4. Hutan Keramat Kawasan tertentu dalam hutan yang dilindungi dan dilarang untuk kegiatan yang
(Alaas Mori) bersifat merusak/menebang karena dikeramatkan atau bernilai sejarah.
3.5. Mencari Madu Mencari madu adalah kegiatan yang sering dilakukan oleh suku Paser. Madu didapat
dari pohon inang lebah yang berukuran besar dan tinggi, seperti banggris (koompas-
sia malaccensis), kempas (koompasia exelsa), jelutung (dyera costulata), bangkirai
(shorea laevis), benuang (octomeles duabanga) dan jelmu (canarium decumanum).
Pemungutan madu dilakukan menggunakan tali rotan atau tangga buatan, yang
terhubungkan ke pohon-pohon lainnya yang lebih kecil dan mudah dipanjat disekitar
pohon inang.
14
Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Kajian Awal Aspek Sosial
3.6. Mencari Rotan Orang Paser dan suku Dayak lain di Kalimantan juga mencari rotan untuk dibuat
kerjainan, yang memiliki keunikan dan nilai seni yang tinggi, seperti tikar lampit,
keranjang untuk mencari gaharu, pengikat kepala mandau, dan lain sebagainya.
3.7. Membuat Sagu Membuat sagu yang terbuat dari rumbia beramai-ramai merupakan salah satu aktivitas
(Nampaq Sagu) masyarakat adat Paser. Setiap orang yang datang akan memperoleh bagian atas upah
keikutsertaannya.
3. Suku Dayak
Sebutan Dayak identik dengan sebutan umum untuk penduduk asli Pulau Kalimantan.
Menurut asal katanya, istilah Dayak berasal dari kata ‘Dyak’, ‘Daya’ atau ‘Daye’ yang dalam
bahasa kebanyakan suku asli Kalimatan berarti hulu atau udik. Di masa lalu Dayak hanyalah istilah
geografis untuk menyebut sekelompok orang yang tinggal dan menetap di daerah hulu sungai
atau pedalaman Kalimantan. Sebutan Dayak sebagai sebuah istilah antropologi mulai banyak
dikenal semenjak tahun 1757. Istilah ini banyak dipergunakan oleh kolonial Belanda dan Inggris
yang tertarik dengan etnografi di Pulau Kalimantan atau Borneo.
Suku Dayak memiliki ciri budaya dan mata pencaharian yang dekat terhadap alam.
Terdapat lebih dari 400 suku Dayak yang dikategorikan dalam 7 rumpun besar yaitu, Dayak
Ngaju, Dayak Apo Kayan, Dayak Iban/Heban (Dayak Laut), Dayak Klemantan/Dayak Darat,
Dayak Murut, Dayak Punan, dan Dayak Barito. Merujuk pada klasifikasi rumpun suku Dayak
berdasarkan kesamaan bahasa, hukum adat dan teritori di atas, di Kalimantan Timur terdapat
empat kelompok rumpun besar suku Dayak (Tabel 4), dengan karakteristik sebagai berikut:
Kelompok rumpun Barito memiliki latar budaya perladangan gilir balik, yaitu
sistem perladangan berpindah pada lahan kering dan basah, tinggal di dalam
rumah panjang, dan memiliki campuran egaliter dalam sistem sosial.
Kelompok rumpun Apokayan hampir sama dengan Kelompok rumpun Barito,
namun terikat dalam sistem pelapisan sosial yang ketat.
Kelompok rumpun suku Punan memiliki latar budaya perladangan gilir balik lahan
kering yang terbatas, serta berburu dan mengumpulkan hasil hutan non kayu,
terikat dalam kelompok-kelompok kecil dengan struktur kepemimpinan bedasar-
kan senioritas dan kecakapan.
Kelompok rumpun Basap umumnya mengumpulkan hasil hutan dan berladang,
meskipun sistem pembukaan dan pemliharaan lahan sedikit berbeda dibandingkan
kelompok Dayak lainnya. Dalam kehidupan sehari-hari, suku Dayak Basap masih
menerapkan tradisi dan adat istiadat yang disebut sebagai Lawas, atau adat lama.
Adat Lawas merujuk pada identitas suku Basap sebagai salah satu suku tertua di
Kutai, dan telah diterapkan sejak masyarakat masih menganut kepercayaan leluhur.
15
Barito Tunjung Kutai Barat, Kutai Kartanegara Sering disebut juga dengan sebutan Toyooi.
Benuaq Kutai Barat, Kutai Kartanegara Memiliki kemiripan budaya dengan Tunjung
sehingga sering disebut juga seagai
Toyooi-Benuaq.
Apokayan Kenyah Mahakam Ulu, Kutai Kartanegara, Bermukim di Kaltim mulai awal abad ke 20,
Kutai Timur, Samarinda, Berau masuk secara bergelombang hingga tahun
1980-an.
Basap Basap Berau, Kutai Timur Banyak disebut sebagai kelompok Punan.
Kutai Lawas Kutai Kartanegara Banyak disebut sebagai kelompok Kutai Lawas.
Lebo Berau, Kutai Timur Kelompok yang sudah lebih maju dan
mengenal perkampungan.
Asihi Berau
16
Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Kajian Awal Aspek Sosial
Keberadaan suku Dayak yang tersebar di berbagai wilayah pedalaman sebagian diaki-
batkan dari proses panjang pembangunan di Kalimantan pada umumnya, khususnya di Kaliman-
tan Timur. Dua kebijakan yang signifikan terkait hal ini antara lain adalah:
Transmigrasi
Kehadiran transmigrasi dalam pembangunan banyak merambah dan mengambil wilayah
sebagian wilayah adat masyarakat adat. Dimekarkannya desa-desa transmigrasi sebagai desa
definitif dan kemudian memperoleh sertifikat atas lahan-lahan yang diberikan kepada
pemukiman mereka, menimbulkan kecemburuan sosial karena pemukiman masyarakat adat
Dayak tidak pernah diberikan sertifikat atas tanah khususnya yang bermukim di wilayah konser-
vasi. Contoh kasus lain adalah desa-desa tradisional di PPU tidak pernah memperoleh Alokasi
Dana Desa. Sementara, desa-desa transmigran yang telah menjadi desa definitif memperoleh
dana operasional untuk pembangunan desa.
Resettlement dan
Penataan Status Hutan
Program resettlement
penduduk atau dikenal dengan
istilah Respen semenjak periode
1970-an banyak memindahkan
masyarakat Dayak dari tanah
leluhurnya dan kehilangan
akses terhadap lahan. Peneta-
pan status kawasan hutan
sebagai milik Negara dan
peruntukan yang secara
sepihak untuk kawasaan
konservasi, konsesi pengelolaan
hutan alam, hutan tanaman
industri, perkebunan kelapa
sawit dan pertambangan
dirasakan tidak memberikan
keadilan dan akses terhadap
hutan.
Gambar 7 . Persebaran Suku-Suku di Wilayah Ibu Kota
Di atas ini, merupakan gambaran persebaran suku-suku masyarakat asli di calon wilayah
ibu kota baru. Persebaran tersebut menunjukan sejarah permukiman suku-suku asli yaitu suku
Dayak, Paser, dan Kutai, yang masih dapat dilihat. Sementara di wilayah lainnya terjadi pembau-
ran permukiman dengan para pendatang lainnya.
17
Jawa
Suku Jawa membentuk 30,2 persen dari total masyarakat Kalimantan Timur.
Masyarakat suku Jawa hadir di Kalimantan Timur melalui program transmigrasi, yang ditem-
patkan di berbagai wilayah termasuk di Kecamatan Sepaku dan Kecamatan Samboja. Di
Kecamatan Sepaku, masyarakat transmigran menyebar di beberapa desa seperti Desa Bukit
Raya, Desa Sukaraja (Sepaku 2), Desa Tengin Baru (Sepaku 3, ibu kota kecamatan), dan Desa
Bumi Harapan (Sepaku 4). Pemukiman masyarakat di Sepaku 4 merupakan pelebaran dari
ketiga desa sebelumnya. Sedangkan di Kecamatan Samboja, Kabupaten Kukar, transmigrasi
dari Jawa telah berlangsung sejak tahun 1957. Pada tahun 2000, dilaksanakan juga transmi-
gran di hutan tanaman industri (HTI) seperti di Desa Karang Jinawi.
Masyarakat Jawa dan masyarakat asli berinteraksi melalui berbagai faktor seperti
agama, bahasa, asimilasi budaya melalui perkawinan silang, pendidikan, keterampilan dalam
pertanian dan perkebunan. Masyarakat suku Jawa menetap untuk membuka lahan pertanian
dan bermata pencaharian sebagai petani. Hal ini menciptakan peluang dalam perkembangan
inovasi perkebunan yang ditularkan oleh masyarakat Jawa kepada masyarakat asli.
Bugis
Masyarakat Bugis membentuk 20,6 persen dari total penduduk masyarakat Kaliman-
tan Timur. Pada permulaan abad ke-18, masyarakat suku Bugis mulai berdatangan di wilayah
Kutai. Raja Kutai memberikan izin kepada masyarakat Bugis untuk mendirikan pemukiman di
Kutai meski terbatas di muara Sungai Mahakam. Pemukiman ini terletak di antara dua dataran
rendah setempat, yang ‘sama rendah.’ Karena kondisi geografisnya, daerah ini dikenal
sebagai Samarinda.10 Masyarakat Bugis banyak bermata pencaharian sebagai nelayan.
Masyarakat Bugis dipandang masyarakat asli sebagai pekerja keras, ulet, dan cenderung
mendominasi penguasaan lahan dan kegiatan ekonomi. Hal ini menjadi salah satu penyebab
timbulnya sejumlah konflik sosial dengan masyarakat Dayak.
Banjar
Suku Banjar di Kalimantan Timur membentuk 12,4 persen dari total populasi
penduduk. Eksistensi suku Banjar di Kalimantan Timur sudah terjalin semenjak masa kesul-
tanan Banjar dipimpin oleh Sultan Suriansyah (1595-1620). Kesultanan Banjar menyebarkan
pengaruhnya ke Paser, Kutai, dan Berau. Namun saat kesultanan Banjar jatuh, para bang-
sawan Banjar mencari suaka di kesultanan Kutai. Oleh Sultai Kutai, masyarakat Banjar
diperkenankan bermukim di Kutai dan mengelola Danau Jempang, Melintang dan Semayang.
Saat ini, suku Banjar mayoritas tinggal di Samarinda Barat, Samarinda Timur, Balikpapan,
Tarakan, dan di muara Sungai Kelay, Berau. Organisasi suku Banjar di Kalimantan Timur
adalah Kerukunan Bubuhan Banjar-Kalimantan Timur (KBB-KT).
10 Sasongko, A. (2018, April). Interaksi Kutai Kertanegara dengan Bugis. Diakses melalui link: https://www.republika.co.id/berita/dunia-
Organisasi sosial kemasyarakatan ini pada dasarnya memiliki tujuan untuk peningkatan
partisipasi ekonomi, politik, dan menciptakan keharmonisan anggota dan masyarakat secara
luas. Organisasi kemasyarakatan sangat dirasakan peran positifnya dalam peningkatan partisipa-
si suku Dayak yang sering termarjinalkan dalam bidang ekonomi dan politik. Bila terjadi gesekan
antar suku, maka organisasi yang berafiliasi dengan suku yang mengalami gesekan tersebut
akan melakukan negosiasi untuk menciptakan perdamaian. Gesekan antar suku yang paling
sering terjadi adalah antara suku Dayak dan Bugis.
Suku Dayak pada prinsipnya menganut trilogi peradaban, yaitu: hormat dan patuh
kepada leluhur, orangtua, dan negara. Hal ini membentuk karakter untuk selalu berdamai dengan
alam semesta, suku lain dan negara. Namun bila pendatang mencederai martabat salah seorang
dari suku Dayak, maka mereka akan bersatu melawan dengan semangat senasib, sekaum, sedar-
ah, untuk memperjuangkan haknya. Kasus-kasus seperti penunjukan tugas di perkebunan atau
pertambangan pada orang Bugis atau perselisihan ringan di pasar dapat menyulut konflik. Data
Potensi Desa tahun 2014 dan 2018 menunjukkan turunnya proporsi desa/kelurahan yang men-
galami perkelahian masal. Namun dibandingkan provinsi lainnya di Kalimantan, proporsi desa
dengan perkelahian masal di Kalimantan Timur adalah yang tertinggi (Gambar 8).
19
Data Potensi Desa 2018 juga menunjukkan intensitas konflik di tingkat desa. Kutai
Kartanegara tercatat memiliki intensitas konflik paling tinggi dibandingkan kabupaten lainnya.
Dari FGD diketahui bahwa permasalahan yang mengemuka antara lain adalah konflik kepemi-
likan lahan, terpinggirnya identitas dan nilai kebudayaan masyarakat asli, dan hilangnya kesem-
patan kerja dan berusaha.
Sebagian organisasi kemasyarakatan juga ada yang menimbulkan masalah, antara lain
dengan berfungsi sebagai broker/middleman masyarakat di desa dan berbagai proyek pemban-
gunan. Dalam perekrutan pekerja lokal di pertambangan misalnya, organisasi tertentu berperan
sebagai broker yang menghubungkan calon pekerja dengan pihak perusahaan. Adanya dominasi
etnis dan organisasi tertentu dalam hal akses sumber kehidupan di suatu wilayah sering menim-
bulkan disharmoni di masyarakat. Dari FGD dengan masyarakat seperti di Loa Janan, juga
terdapat kekhawatiran akan kerentanan wilayah dan masyarakat dari bahaya kriminalitas, teroris
dan narkoba. Beberapa kasus yang terjadi selama ini banyak melibatkan pendatang.
Kesehatan
Berdasarkan data yang ada, Kabupaten PPU merupakan salah satu wilayah endemik
malaria tertinggi di Indonesia. Kabupaten KuKar juga rentan terhadap penyakit yang disebarkan
melalui vektor hewan, seperti demam berdarah, kaki gajah (filariasis), zika, dan cikunguya. Ban-
yaknya aktivitas penebangan pohon, terutama di kawasan hutan, biasanya meninggalkan kubun-
gan air dan menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk anopheles balabacensis yang memba-
wa vektor penyakit malaria, dan juga jenis nyamuk lainnya. Selain itu, penyakit campak, infeksi
saluran pernapasan atas (ISPA), dan beberapa penyakit terkait kualitas air dan perilaku hidup
sehat banyak ditemukan.
Tabel 5 . Kondisi dan Cakupan Layanan Kesehatan dikedua Kabupaten IKN, 2017
Kabupaten Kutai
Kondisi / Cakupan PPU Target SDGs
Kertanegara
∑ balita di bawah grs merah 328 441 0 utk 2030 (Goal 3.2)
Filariasis 3 - 0 di th 2020
Perilaku hidup yang tidak sehat meningkatkan faktor risiko penyakit seperti obesitas dan
tekanan darah tinggi (hipertensi), sehingga penyakit tidak menular seperti stroke, penyakit
jantung iskemik, dan diabetes meningkat. Berdasarkan data Riskesdas 2018, Kabupaten KuKar
mempunyai faktor risiko penyakit tidak menular yang lebih tinggi dibandingkan Kabupaten PPU.
Selain faktor risiko perilaku, lingkungan yang kurang mendukung untuk hidup sehat juga berpen-
garuh pada peningkatan penyakit tidak menular.
Dengan jumlah penduduk 5 kali lebih besar, sarana dan prasarana serta tenaga keseha-
tan di Kabupaten KuKar lebih banyak jumlahnya dibanding Kabupaten PPU. Namun dikarenakan
jarak yang relatif dekat dengan Kota Samarinda dan Balikpapan dengan sarana kesehatan lebih
lengkap, di kedua kabupaten ini tidak tersedia dokter spesialis.
Tabel 6 . Gambaran Sarana, Prasarana, dan Tenaga Kesehatan Kabupaten KuKar dan PPU, 2018
RSU 3 1
Puskesmas 32 11
Apotek 46 44
Dokter umum 74 22
Dokter gigi 35 11
Kondisi sarana dan prasarana kesehatan di tingkat kecamatan cukup lengkap. Dari Tabel
5 terlihat hanya Kecamatan Loa Kulu yang tidak memiliki dokter, tetapi terdapat cukup banyak
perawat dan bidan. Di Kecamatan Samboja yang memiliki rumah sakit, terdapat cukup banyak
puskesmas, puskesmas pembantu, dan dokter. Beberapa puskesmas, seperti Puskesmas Maridan
di Kecamatan Sepaku mengalami masalah tanah karena berada di wilayah hak guna usaha
(HGU) PT ITCI. Namun kepala puskesmas dapat bekerjasama dengan pihak swasta sehingga
pelayanan dan kondisi sarana prasarana dalam puskesmas dalam keadaan baik.
Puskesmas
Kecamatan Puskesmas Lainnya Jumlah Tenaga Kesehatan
Pembantu
“Dengan adanya pembangunan IKN, puskesmas mengharapkan SDM dan sarana prasarana
ditingkatkan… Pelatihan-pelatihan yang selama ini kami membayar sendiri,
semoga dapat disediakan tanpa kami perlu membayar. Keuangan puskesmas juga bisa
dikelola oleh akuntan, bukan oleh perawat yang sering tidak memahami banyak aturannya”
– Bapak Su’Ud, Puskesmas Samboja, Nov 2019
23
Infrastruktur jalan merupakan hal yang penting untuk akses pendidikan. Sekolah yang
cukup jauh bagi masyarakat pedalaman, terutama dalam musim-musim tertentu, seperti di Desa
Karang Jinawi yang berada di tengah hutan, membuat transportasi sebagai beban tambahan.
Permasalahan pendidikan yang mengemuka lainnya adalah terkait kurangnya pemeliharaan
fasilitas termasuk rumah guru yang didatangkan dari luar daerah, guru yang dibayar di bawah
upah minimum regional (UMR), dan kurangnya kesempatan pelatihan.
Pada bagian rumah lamin, terdapat ukiran-ukiran yang memiliki makna menjaga peng-
huni dari bahaya dan tampilan unsur alam seperti pengelolaan hutan. Rumah panjang ini sudah
tidak berfungsi sebagai tempat tinggal, namun masih digunakan sebagai balai pertemuan berb-
agai kegiatan suku Dayak Basap di Desa Jonggon dan Dayak Benuaq di Loa Kulu.
Adat dan budaya masing-masing suku menentukan perbedaan dari pola hidup,
kebiasaan, tradisi, hingga karya seni masing-masing suku. Seni ukir dan seni lukis, sebagai repre-
sentasi simbolik identitas suku Dayak, memiliki perbedaan antara dua kelompok besar yaitu
Kayanik dan Kelompok Lawangan. Kelompok Kayanik terdiri dari Dayak Kayan, Kenyah, Bahau.
Sedangkan Kelompok Lawangan terdiri dari Dayak Benuaq, Tunjung, Bentian, Paser, Bawo, dan
sebagainya.
Gambar 14 . Ukiran Kelompok Kayanik/Kelompok Apo Kayan Gambar 15 . Ukiran Dayak Benuaq
(Kayan, Kenyah, dan Bahau)
Pembangunan IKN yang mengadaptasi ragam budaya lokal Kalimantan Timur diharap-
kan dapat melestarikan identitas dan jati diri sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat
asli. Beberapa event budaya yang cukup besar seperti Festival Erau dari Kutai Kartanegara dan
Festival Belian Adat Paser Nondoi dari Penajam Paser Utara diusulkan dapat masuk sebagai
agenda wisata nasional.
Tingkat PDRB Kabupaten PPU dan Kabupaten KuKar berada di atas rata-rata tingkat
nasional. PDRB Kabupaten PPU didukung oleh sektor pertambangan, pertanian dan manufaktur,
sedangkan PDRB Kabupaten KuKar didukung oleh sektor pertambangan, pertanian dan
konstruksi. Namun PDRB per kapita Kabupten KuKar mengalami penurunan sejak tahun 2012,
bahkan pada tahun 2018 ekonomi hanya tumbuh sebesar 2,12 persen. Hal ini menunjukkan
bahwa sektor unggulan seperti batu bara sulit menyerap tenaga kerja lagi. Sedangkan pada
sektor unggulan lainnya seperti pertanian dan konstruksi, meskipun produktivitasnya meningkat,
banyak tenaga kerja yang keluar dari sektor tersebut.
PDRB Kab. Penajem Paser Utara berdasarkan PDRB Kab. Kutai Kartanegara berdasarkan
Lapangan Usaha (Harga Konstan) Lapangan Usaha (Harga Konstan)
Pertanian, Kehutanan, Peternakan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Pertanian, Kehutanan, Peternakan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian
Manufaktur Listrik, Gas, dan Air Konstruksi Manufaktur Listrik, Gas, dan Air Konstruksi
Perdagangan, Restoran, dan Perhotelan Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi Perdagangan, Restoran, dan Perhotelan Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi
Keuangan dan Asuransi Jasa Masyarakat, Sosial dan Personal Keuangan dan Asuransi Jasa Masyarakat, Sosial dan Personal
Dominasi sektor pertanian di kedua kabupaten ini lebih besar dibandingkan nilai rata-
rata Kalimantan Timur. Hal ini terlihat dari jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian
cukup besar, yaitu 19,12 persen di Kabupaten PPU dan 11,85 persen di Kabupaten KuKar. Komodi-
tas perkebunan utama yaitu sawit menyumbang sebesar 7 persen PDB, namun saat ini produkti-
vitas perkebunan sawit rendah sehingga tidak mampu menyerap tenaga kerja yang ada.
17 Ibid.
18
Ibid.
29
Sementara itu, proporsi pengangguran relatif tinggi sejalan dengan tren nasional dan
internasional. Pengangguran terbuka di Kabupaten KuKar menunjukkan peningkatan, menjadi
5,96 persen, atau 21.361 jiwa. Di kabupaten ini, pengangguran didominasi oleh penduduk usia 20
– 24 tahun, yang besarnya mencapai 30 persen. Selama 5 tahun terakhir, penganggur usia 15 –
19 tahun mengalami peningkatan tertinggi sebesar 8 persen, sedangkan usia 30 – 34 tahun
menurun sebesar 9 persen. Perhatian lebih lanjut perlu diberikan terutama pada kondisi
penganggur yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi, terlatih, serta sampai kepada usia-usia
yang relatif tinggi.
Data memperlihatkan bahwa pendidikan tinggi tidak menjamin penyerapan tenaga kerja
yang lebih baik. Jumlah pekerja dengan latar belakang pendidikan tinggi di KuKar hanya 12
persen, sedangkan di Kabupaten PPU hanya 10 persen dari total pekerja.20 Pengangguran di
Kabupaten KuKar didominasi oleh penganggur terlatih atau dengan ijazah pendidikan sekolah
menengah atau lebih. Penganggur lulusan SMA cukup besar, yaitu mencapai 70 persen. Selama
lima tahun terakhir, pengangguran lulusan SMA mengalami peningkatan sebesar 26 persen,
sedangkan pengangguran lulusan SD menurun sebesar 21 persen.
Situasi ini memperlihatkan bahwa pendidikan tinggi bukan kunci untuk penyerapan
tenaga kerja. Terlebih, untuk penduduk dengan usia yang lebih tinggi, jika terjadi pengangguran
dalam kurun waktu yang lebih lama, semakin sulit untuk kembali ke dalam lapangan pekerjaan.
Sektor dominan seperti pertambangan batu bara juga sering menimbulkan kegelisahan
masyarakat lokal karena orang-orang dari luar banyak berdatangan dengan kategori skilled,
sementara orang lokal jika dipekerjakan hanya mendapatkan bagian yang unskilled. Faktor-fak-
tor ini mempengaruhi struktur masalah pengangguran yang ada.
C. Pelatihan Keterampilan
Ketidaktersediaan lapangan pekerjaan bagi penduduk dengan tingkat pendidikan tinggi
memperlihatkan adanya ketidak-cocokan (mismatch) antara pasar kerja dan pasokan tenaga
kerja. Pelatihan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan sektor merupakan hal yang penting
bagi masyarakat. Saat ini, pelatihan keterampilan dilaksanakan melalui Balai Latihan Kerja Indus-
tri (BLKI) di Samarinda, Balikpapan, dan Kabupaten Paser. BLKI bertujuan membantu
masyarakat memiliki kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan industri atau mampu bekerja
atau mampu berwirausaha mandiri.
BLKI Samarinda merupakan Unit Pelaksana Teknis Pusat (UPTP) Kementerian Ketenaga-
kerjaan, dan memiliki jenis pelatihan paling lengkap serta kapasitas paling besar. Sementara itu,
BLKI Balikpapan merupakan unit pelaksana teknis daerah (UPTD) di bawah kewenangan Dinas
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Kalimantan Timur. Program pelatihan yang dilaksanakan
oleh BLKI Balikpapan terdiri dari: a) program pelatihan reguler atau pelatihan berbasis kompe-
tensi kerja yang mengacu pada unit-unit kompetensi dari Standar Kompetensi Kerja Nasional
Indonesia (SKKNI) dan pro pasar; b) program pelatihan mobile training unit atau pelatihan yang
mengacu pada potensi masyarakat; c) program pelatihan kemitraan yang dikembangkan untuk
mempererat kerjasama dunia industri dengan instansi pemerintah; dan d) program pelatihan
adjustment atau pelatihan yang diatur oleh pihak yang memerlukan dengan pihak lembaga
Jumlah BLK di Kalimantan Timur perlu ditambah, namun jenisnya perlu disesuaikan
dengan kebutuhan pembangunan IKN. Misalnya pemetaan jenis pekerjaan pembangunan
konstruksi diperlukan untuk mewujudkan berbagai bangunan pintar. Pemetaan juga diperlukan
untuk mengantisipasi berkembangnya kegiatan ekonomi baru, seperti misalnya industri dan
inovasi digital, industri fasrmasi, dan teknologi bersih. Dalam FGD disampaikan perlunya kuota
bagi pemuda suku asli untuk mendapatkan kesempatan dalam mengakses pelatihan keterampi-
lan dan jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
4 Processing 64 - 64
5 Refrigeration 192 64 -
7 Elektronika 128 64 -
8 Las 160 64 64
10 Manufaktur 112 64 -
13 Pertanian - 64 -
14 Pariwisata - - 64
Kabupaten PPU saat ini memiliki tingkat kemiskinan sebesar 7,63 persen, sedangkan di
Kabupaten KuKar sebesar 6,08 persen. Penduduk miskin dan rentan yang datanya tersedia telah
mendapat akses terhadap program-program perlindungan sosial, seperti Program Keluarga
Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Program Indonesia Pintar, dan Program
Indonesia Sehat. Meskipun tingkat kemiskinan PPU lebih tinggi, namun jumlah penerima bantu-
an sosial dan jaminan kesehatan lebih kecil dari di KuKar. Persoalan yang sering terjadi adalah
bila masyarakat yang tinggal di pedalaman tidak terdata dalam administrasi kependudukan dan
mengakibatkannya tidak masuk dalam data penerima bantuan dan jaminan kesehatan, dan
akhirnya sulit mendapatkan akses terhadap berbagai layanan dasar yang tersedia. Dibutuhkan
koordinasi yang kuat antara Dinas Kependudukan dan Dinas Sosial untuk menjangkau seluruh
penduduk termasuk yang tinggal di pedalaman dan memastikannya memiliki akte kelahiran dan
Nomer Induk Kependuduk (NIK).
Meskipun indikator Koefisien Gini tidak terlalu mengkhawatirkan, variabel lain yang
mengindikasikan perbedaan kesejahteraan dapat ditinjau dari selisih pendapatan penduduk asli
dengan pendatang. Sebagaimana dijelaskan di depan, penduduk asli adalah mereka yang lahir di
Kalimantan Timur, termasuk pendatang dari Jawa misalnya. Variabel ini diperoleh dari Survei
Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) periode bulan Maret 2018, yang menunjukkan selisih rata-rata
pendapatan penduduk asli di Kabupaten KuKar dan Kabupaten PPU sedikit lebih tinggi diband-
ingkan pendapatan penduduk pendatang. Dapat diasumsikan disini bahwa pendatang adalah
mereka yang ke Kalimantan Timur untuk bekerja sehingga sebagian pendapatannya ada yang
dikirimkan ke tempat asalnya.
Jika melihat persebaran distribusi pendapatan antar kelompok, diketahui bahwa perseb-
aran pendapatan penduduk asli cenderung berada di kuintil pertengahan, sementara penduduk
pendatang cenderung berada di kuintil teratas. Dari sudut kewilayahan, locus penduduk dengan
pendapatan 40 persen terbawah berada di Kabupaten KuKar dan Kota Samarinda. Pada dua
wilayah ini, jumlah penduduk asli yang berstatus ekonomi terbawah melebihi kelompok
pendatang.
Gambar 28 . Persebaran Penduduk Asli dan Pendatang Menurut Kelas Kuintil di Provinsi Kalimantan Timur, 2018 26
26 Ibid.
35
Kecamatan
Komoditas
Sepaku Semboja Loa Kulu Loa Janan Muara Jawa
Pertanian (luas dalam ha)
Suku Dayak sebagian besar bermata-pencaharian sebagai petani ladang dan kebun
sederhana, dengan kondisi lokasi pemukiman atau kampung jauh dari akses pasar. Lahan
perladangan, kawasan hutan dan perairan setempat merupakan sumber penghidupan utamanya,
dan dikelola dengan menjaga keserasian dengan alam dan pemanfaatan yang lestari. Ada keari-
fan lokal seperti misalnya dalam memilih lokasi perladangan, menerapkan rotasi gilir balik, meng-
hindari kebakaran hutan atau lahan, mengambil hasil hutan, serta dalam memanfaatkan kawasan
hutan dan perairan.
Di kalangan masyarakat Dayak juga ada struktur hak tenurial masyarakat, atas kawasan
dan lahan untuk keperluan pemanfaatan tertentu. Hak-hak tersebut ada yang bersifat hak komu-
nal seluruh masyarakat sekampung, hak kolektif kerabat serumah induk/ahli waris lahan, dan ada
yang hak kolektif keluarga serumah/ahli waris lahan. Musyawarah dan mufakat mengenai obyek
hak yang berada di wilayah adat kampung/wilayah administratif kampung dilakukan dengan
para pemegang hak dan otoritas pengatur hak secara langsung untuk menghindari tuntutan
yang tidak diinginkan.
36
Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Kajian Aspek Sosial
Sementara itu, suku Banjar dan Kutai banyak bergerak di bidang perdagangan, menjadi
pegawai negeri dan memegang jabatan publik. Suku Paser masih mencari madu, ikan, dan seba-
gian berkebun. Sedangkan masyarakat asli lainnya masih banyak yang berladang, mencari ikan,
serta meramu hasil hutan. Suku Bugis menguasai perdagangan antar pulau, bidang transportasi
dan sebagai nelayan, sedangkan suku Jawa banyak menjadi pegawai negeri, pegawai perusa-
haan dan bergerak dalam bidang pekerjaan informal, seperti membuka warung dan kios.
Khusus di wilayah Kalimantan Timur tumbuh sekitar 1000-189.000 jenis tumbuhan. Tum-
buhan yang memiliki potensi untuk dikembangkan berupa berbagai bahan pangan sumber
protein, obat-obatan, dan hiasan yakni berbagai bunga anggrek terutama warna hitam.
Masyarakat adat antara lain suku Dayak dan suku Melayu telah memanfaatkan tanaman yang ada
menjadi bahan pangan dan obat.29 Dari total 28.000 spesies tumbuhan obat di Indonesia, telah
diidentifikasi 1.845 merupakan obat. Pentingnya kebutuhan industri farmasi dapat dilihat dari
besarnya impor obat ke Indonesia. Berdasarkan data dari Global Economic Data, Indicators,
Charts, and Forecasts (CEIC), kinerja perdagangan produk obat dan farmasi Indonesia selama
tahun 2007-2018 mengalami defisit hingga 64 persen. Defisit tersebut cenderung melebar sejak
tahun 2013, karena terjadi peningkatan nilai impor, yang diikuti menurunnya nilai ekspor. Pertum-
buhan nilai impor 2007-2018 mencapai 59,2 persen sementara pertumbuhan nilai ekspor hanya
34,8 persen.
27 Hanggono, T. (2019). Seminar Internasional: Biotechnology Enchancement for Tropical Biodiversity. Bandung, Jawa Barat, Indonesia.
28
Widyatmoko, D. (2018). Seminar Nasional Biologi FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.
29 Prabowo, P. M. (2019). Kampanye Visit the Heart of Borneo (HoB). Berlin
30
CEIC. (2019). Neraca Perdagangan Produk Obat dan Farmasi Indonesia, 2007-2018
37
Selain hal tersebut di atas, penggunaan lahan untuk sektor pertambangan menyisakan
berbagai persoalan lahan dan lingkungan, serta berdampak pada pola hidup masyarakat.
Pertambangan batu bara di Kalimantan Timur berkembang pesat setelah era otonomi daerah
pada sekitar tahun 2002. Mulai saat itu, kualitas batu bara Kalimantan Timur yang tinggi mulai
dikenal hingga ke berbagai negara yang membutuhkannya. Eksploitasi batu bara dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan besar baik asing maupun domestik melalui perjanjian karya pengusa-
haan pertambangan batu bara (PKP2B) yang dikeluarkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya
31 Gaveau. (2014). Four Decades of Forest Persistence, Clearance and Logging on Borneo.
38
Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Kajian Aspek Sosial
Mineral. Terdapa juga perusahaan-perusahaan kecil yang berinvestasi dengan ijin usaha pertam-
bangan (IUP) yang dikeluarkan oleh bupati, dan beberapa tambang ilegal yang dikerjakan oleh
penduduk setempat. Mengingat kemudahan prosedurnya, banyak investor besar yang juga men-
gantongi beberapa IUP sekaligus. Tumpang tindih perizinan setidaknya terjadi pada 19 perusa-
haan dengan luas mencapai 1.909,32 Ha.
Produksi batu bara terus meningkat hingga puncaknya pada tahun 2011. Akibat harga
global yang anjlok pada tahun 2012, produksi batu bara Kalimantan Timur terus menurun. Pada
tahun 2018 produksi batu bara Kalimantan Timur tercatat hanya sebesar 7,79 juta metrik ton.
Eksploitasi batu bara memiliki dampat positif dari Tabel 10 .Sebaran Lubang Bekas
Tambang di Indonesia pada Tahun 2018 33
segi ekonomi. Akan tetapi, degradasi lingkungan yang terja-
di cukup meresahkan masyarakat. Dampak pertambangan Provinsi Jumlah
batu bara pada kerusakan alam adalah berupa
Kalimantan Timur 1.735
lubang-lubang besar dan dalam sehingga merubah bentuk
Kalimantan Selatan 814
bentang lahan dan mengakibatkan hilangnya suatu
Sumatera Selatan 163
ekosistem. Pada tahun 2018, terdapat sejumlah 1,735 seba-
Kalimantan Tengah 163
ran lubang bekas tambang di Kalimantan Timur. Jumlah ini
Jambi 59
merupakan jumlah tertinggi di seluruh Indonesia (Tabel 9).
Bengkulu 54
Meskipun terdapat ketentuan untuk mereklamasi
Kalimantan Utara 44
seusai pertambangan digali, namun diperkirakan hanya
Sumatera Selatan 22
sekitar 30 persen perusahaan besar yang melakukan rekla-
Riau 19
masi. Banyak perusahaan-perusahaan kecil yang tidak
Lampung 9
melakukannya. Degradasi lingkungan lainnya adalah berupa
Aceh 6
sungai yang berlumpur tebal sehingga menyebabkan
Banten 2
frekuensi banjir yang terus bertambah, ikan yang sulit
Sulawesi Selatan 2
berkembang saat sungai tercemari, dan debu yang beter-
3.092
bangan dari kegiatan pertambangan.
Maraknya pertambangan sering berdampak pada terjadinya klaim tanah oleh berbagai
kelompok penduduk. Perusahaan sering harus membayar dua atau tiga kali dari tanah yang
sama karena adanya klaim dari orang lain yang menggunakan surat tanah bersegel sebagai bukti
kepemilikan tanah tersebut. Konflik antar kelompok masyarakat dan masyarakat dengan perusa-
haan juga sering terjadi karena persoalan ganti rugi maupun dampak lingkungan yang berakibat
buruk pada kehidupan masyarakat lokal. Persoalan tanah sering dianggap sebagai proses marji-
nalisasi masyarakat Dayak. Tabel di bawah memberi gambaran permasalahan tanah dan lahan
yang terjadi beberapa kecamatan/desa yang dikunjungi selama kajian.
Jonggon Masyarakat Dayak Basap di Jonggon mengklaim wilayah adatnya sebesar 112.637 Ha,
berada dalam wilayah PT ITCI Kartika Utama (ITCIKU) PT ITCI Hutani Manunggal
(IHM) dan PT Multi Harapan Utama (MHU). Namun ada proses usulan kesepakatan
dengan PT ITCIKU melalui Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesatuan Pengelolaan Hutan
(UPTD KPHP) terkait lahan untuk pertanian masyarakat Dayak Basap. Rumah
masyarakat Dayak Basap tidak memiliki sertifikat, sementara tetangga desanya yang
ditempati oleh transmigran mendapatkan sertifikat rumahnya dan lahan usahanya.
Kecemburuan sosial sering terjadi saat terdapat perlakuan yang tidak sama.
Masyarakat Dayak Basap mengharapkan dari luas tersebut, sekitar 40 persennya
dapat dimiliki oleh masyarakat adat Dayak Basap, sedangkan 60 persennya yang
dikelola oleh investor dapat digunakan untuk IKN.
Loa Kulu Persoalan tanah dan lahan di kecamatan Loa Kulu berkisar pada tumpang tindih
perijinan usaha yaitu PKP2B yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat dan IUP yang
dikeluarkan oleh Bupati. Hal ini juga memicu persoalan terkait ahli waris karena
penyelesaiannya tidak kunjung beres.
Loa Janan Terdapat kasus sengketa lahan antara lain adanya lahan yang diakui sebagai milik
Kesultanan Kutai. Sejarah panjang Kesultanan Kutai membuatnya memiliki bukti yang
diterbitkan sejak jaman kolonial Belanda. Namun pemanfaatan yang tumpang tindih
di atasnya memerlukan adanya registrasi kembali agar persoalan pelik ini dapat
diselesaikan.
40
Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Kajian Aspek Sosial
Samboja Permasalahan utama karena penetapan Taman Hutan Rakyat (Tahura) yang menurut
masyarakat berjalan sepihak sehingga tumpang tindih sekitar 63 persen dengan
wilayah permukiman transmigrasi dan masyarakat. Suku Bugis misalnya, sudah
tinggal dan berladang di sana sejak awal 1970an. Terdapat juga perkebunan kelapa
sawit dan tambang batu bara. Di Kelurahan Sungai Merdeka timbul persoalan akibat
anggaran pemerintah sulit dieksekusi di kawasan Tahura. Sementara itu, status
kepemilikan lahan masyarakat berbeda-beda, ada yang memiliki sertifikat kepemi-
likan, namun banyak yang tidak memilikinya. Dalam FGD juga mengemuka adanya
lahan sebagian masyarakat yang terkena pembangunan jalan tol Balikpapan-Sama-
rinda, terutama yang merupakan jalan lingkar untuk memasuki tol dan melewati
wilayah Samboja, namun belum mendapatkan kompensasi atau ganti rugi. Persoalan
semakin rumit karena saat ini bermunculan klaim ulang dan adanya para spekulan
tanah yang datang untuk membeli tanah.
Muara Jawa Banyak petani yang statusnya tidak memiliki lahan, tetapi meminjam tanah dari pemilik
ijin pertambangan batu bara. Di wilayah Delta Mahakam, terdapat konflik lahan antar
stakeholders, termasuk para nelayan tambak. Delta Mahakam merupakan tempat
pengiriman batu bara dari berbagai lokasi pertambangan.
Sepaku Tumpang tindih lahan dengan beberapa kelurahan dan desa di Kecamatan Sepaku
dengan PT. ITCI dan perusahaan lainnya.
Dari FGD mengemuka harapan masyarakat akan adanya keadilan permasalahan tanah
secara historis. Meski bukti tanah masyarakat hanya berdasarkan tanam tumbuh dari kebiasaan
ladang berpindah, namun masyarakat menganggap ladang garapan tersebut merupakan wari-
san leluhurnya. Untuk itu, penyelesaian konflik lahan harus dilakukan melalui forum secara
berjenjang dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan, dengan mempertimbangkan tidak
saja hak secara historis, namun juga hak berdasarkan administratif, dan hak pemanfaatan. Jika
terjadi pemindahan, masyarakat juga berharap akan adanya mekanisme kompensasi, yang
bentuknya perlu didiskusikan secara bersama-sama.
43
Berdasarkan tinjauan lapangan dan diskusi terfokus dengan berbagai pihak, analisis
dampak sosial terkait rencana pemindahan IKN pada bab ini mencakup identifikasi isu atau
masalah yang mengemuka di masyarakat dan mitigasi penyelesaiannya.
rembuk dengan masyarakat minim dilakukan. Persoalan tumpang tindih kepemilikan dan batas
tata guna tanah ini berakar pada lemahnya kepastian hukum atas tanah yang dimiliki masyarakat.
Banyak kasus tumpang tindih wilayah hutan atau tambang dengan lahan masyarakat, termasuk
pemilik sertifikat dan tanah hutan adat.
Terdapat tiga jenis bukti kepemilikan lahan yang umumnya ditemui, yaitu: 1) tanam
tumbuh; 2) segel/girik/surat Keterangan Tanah; dan 3) sertifikat tanah. Tanam tumbuh, merujuk
hukum adat masyarakat asli, adalah mereka yang mengelola sebuah lahan pertama kali yang
berhak atas pengelolaan lahan tersebut.34 Sedangkan segel umumnya dikeluarkan kepala desa,
baik untuk jual beli, surat hak waris, maupun surat hibah. Dalam berbagai kasus, pengeluaran
segel sebagai bukti kepemilikan lahan tidak disertai oleh pengukuran dan pengecekan lapangan,
atau penulisan batas lahan yang tidak akurat, sehingga akhirnya menyebabkan tumpang tindih
kepemilikan. Beberapa masyarakat menyatakan memiliki sertifikat, yang biasanya diterbitkan
pada lahan penggunaan lain (APL). Namun di lapangan faktanya terjadi tumpang tindih dengan
wilayah hutan lindung atau konservasi yang ditetapkan oleh Kementerian Kehutanan.
Perubahan tata guna tanah menjadi ibu kota telah mengundang spekulasi tanah, yang
mempertajam perbedaan-perbedaan yang telah ada cukup lama di masyarakat. Beberapa isu
yang mengemuka antara lain adalah:
Program ini memberikan implikasi pada kehidupan dan kebudayaan suku Dayak.
Anak-anak Dayak mulai bersekolah, masyarakat beralih ke salah satu dari lima agama yang diakui
pemerintah, serta masuknya sebagian masyarakat di sektor pemerintahan tingkat bawah. 36
34 Billa, M. 2006. Alam Lestari & Kearifan Budaya Dayak Kenyah (Editor Fatich Alfis). Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
35 Rousseau, J. (1990). Central Borneo: Ethnic identity and social Life in a stratified society. Oxford: Clarendon Press.
36 Ave, Jan B and Victor T King. (1986). Borneo: The People of the Weeping Forest: Tradition and Change in Borneo. Leiden:
National Museum Ethnology.
45
Kehidupan masyarakat asli sangat rentan terhadap tekanan perubahan drastis yang
terjadi, termasuk adanya pemindahan IKN. Sebagian besar masyarakat adat percaya bahwa
tanah adalah identitas dan tempat mereka berpijak yang harus dijaga sampai akhir hayat. Apabi-
la relokasi harus dilakukan, maka kehidupan ekonomi yang berbasis hutan dan sumber daya alam
perlu dipertahankan, agar identitas dan penghidupan masyarakat dapat tetap terjaga, dan kese-
jahteraannya tidak jauh tertinggal dari suku lainnya.
Dalam mengembangkan usaha, masyarakat kelompok ini juga rentan terhadap berbagai
risiko usaha, karena kurangnya pengalaman, pemahaman, dan modal yang memadai. Berbagai
pelatihan dan sekolah keterampilan yang didapat sering tidak komprehensif dan berkelanjutan.
Ketertinggalan ini diperkuat dengan kondisi permainan dan spekulasi tanah yang menyebabkan
kesenjangan semakin nyata di masyarakat.
Pendidikan tinggi dan inovatif yang bisa mengejar ketertinggalan dan menyetara-
kan mereka dengan masyarakat lainnya;
Kesempatan kerja dan keterlibatan dalam pembangunan berbagai infrastruktur
IKN;
Kesempatan menjadi ASN melalui pemberian kuota bagi pemuda penduduk asli
Kalimantan Timur; dan
Penerapan prinsip ekonomi hijau dalam pembangunan IKN, karena masyarakat asli
memiliki keunggulan komparatif dari kehidupannya yang dekat dengan alam.
46
Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Kajian Aspek Sosial
Kesenjangan dan rasa ketidakadilan cukup besar dirasakan oleh masyarakat, teruta-
ma dalam aspek akses terhadap tanah dan kesempatan ekonomi;
Adanya kemungkinan manipulasi berita baik melalui media sosial maupun penyeba-
ran secara lisan; sementara rasa kepercayaan masyarakat rendah;
Adanya pandangan dan kepentingan yang sempit, semisal upaya penolakan terha-
dap rumah ibadah agama atau etnis tertentu;
Rendahnya toleransi terhadap suatu etnis sehingga menghambat kemajuan dan
pengembangan identitas dan jati diri.
Untuk itu, penyusunan kebijakan didasari oleh visi pembangunan IKN yang telah
dicanangkan perlu mengedepankan prinsip-prinsip dasar pembangunan IKN sebagai:
Kota yang menghargai nilai-nilai sosial dan budaya melalui inklusivitas masyarakat
lokal agar terwujud ibu kota yang majemuk dan sesuai dengan identitas bangsa;
Kota yang memberikan pelayanan dasar, seperti pendidikan, kesehatan, dan
permukiman yang berkualitas kepada warganya, termasuk bagi kelompok rentan
seperti penyandang disabilitas, lanjut usia, dan masyarakat adat;
Kota yang mendukung perilaku hidup sehat baik lingkungan maupun sarana dan
prasarana untuk hidup aktif;
Kota yang terus mencari jalan keluar dari konflik lahan tidak hanya secara adminis-
trasi dan hukum, namun mempertimbangkan juga budaya dan sejarah kepemilikan
masyarakat;
Kota yang memastikan ketahanan masyarakat terus tumbuh, tidak terdampak men-
jadi miskin atau termarjinalkan, serta keberlanjutan kualitas hidup lintas generasi.
Kota yang menjadi acuan bagi perencana kelas dunia dalam bidang perencanaan
dan implementasi sosial, budaya, dan lingkungan.
Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, di bawah ini merupakan serangkaian mitigasi yang perlu
dilaksanakan dalam pembangunan IKN ke depan.
1. Pemindahan ibukota
diharapkan menjadi momentum
1. Penentuan batas penyelesaian masalah tenurial
hutan, tambang & kebun di Kaltim. 1. Forum pertanahan
yg tak sesuai hukum sebagai forum
dimasa lalu menyebab- 2. Visi IKN yang berpihak hutan penyelesaian konflik
kan keraguan akan dan lingkungan diharapkan tanah secara partisipatif
keadilan kebijakan membawa keadilan dan dan berkeadilan (contoh
pemerintah. meningkatkan harkat hidup kasus tanah Lampung
masyarakat lokal. Barat).
2. Adanya HGU/HTI
yang tidak dikelola 3. Masih ada spekulan tanah 2. Penerapan smart dan
dengan baik namun yang menggunakan kelemahan Green IKN secara
tidak dicabut haknya penegakan hukum bagi konsisten dan berkelan-
oleh pemerintah. keuntungan mereka. jutan.
Penegakan kepemilikan lahan berdasarkan aspek sejarah dan sosial budaya dapat dipe-
lajari dari proses perpindahan IKN ke Yogyakarta di masa lalu (Kotak 1).
Ibu kota RI pernah dipindahkan ke Yogyakarta pada awal Januari 1946. Pengakuan kedaulatan
RI oleh Keraton Yogyakarta menjadikan Pemerintah pada tanggal 19 Agustus 1945 memberikan
piagam kedudukan istimewa yang secara resmi mengakui keberadaan Kraton Yogyakarta,
termasuk tanah-tanahnya yang berstatus sebagai Sultan Ground (tanah Sultan) dan Paku Alam
Ground (tanah Kadipaten). Meskipun status administratifnya menjadi provinsi, kewenangan
daerah swapraja (vorstenlanden) Yogyakarta pada masa kolonial dipertahankan.
Tanah Sultan adalah tanah hak milik Kesultanan Yogyakarta yang dikelola untuk kepentingan
kesejahteraan masyarakat. Meliputi tanah Keprabon dan tanah bukan Keprabon di wilayah DIY.
Tanah Keprabon adalah tanah yang digunakan untuk bangunan Keraton, alun-alun, Pasar
Beringharjo, Makam dan Masjid Kagungan Dalem, dan kantor-kantor lainnya. Sedangkan tanah
bukan keprabon dikategorikan 4 jenis sebagai berikut:
a. Magersari, yaitu hak adat yang diberikan kepada pengguna tanah karena terdapat
ikatan historis dan hanya diberikan kepada WNI pribumi;
b. Ngindung, yaitu hak adat yang diberikan kepda masyarakat atau institusi untuk
menggunakan tanah dengan perjanjian;
c. Anganggo, yaitu hak adat yang diberikan kepada masyarakat atau institusi tanpa
memungut hasil dan bersifat mandiri;
d. Anggaduh, yaitu hak adat yang diberikan untuk mengelola dan mengambil hasil dari
tanah Kesultanan atau Kadipaten dalam jangka waktu selama dipergunakan.
48
Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Kajian Aspek Sosial
3. Modern dan berstandar internasional • Kota masa depan (futuristik) Perlu digali lebih lanjut
• Global
4. Tata kelola pemerintahan yang
efisien dan efektif • Orientasi teknologi tinggi
• Inovasi
Berdasarkan visi IKN, khususnya visi 1 dan 2, kearifan lokal dapat diterapkan melalui
partisipasi simbolik keragaman budaya, serta kearifan pengelolaan hutan dan lingkungan dalam
pembangunan IKN (Tabel 12). Partisipasi melalui simbol-simbol identitas dan aktivitas budaya
dapat menguatkan identitas suku asli Kalimantan. Orang Dayak misalnya, akan bangga dan
merasa ikut memiliki bila identitas budayanya direpresentasikan dalam IKN. Selain itu, partisipasi
dalam pengelolaan ekosistem hutan IKN dengan model kearifan tradisional sudah terbukti
unggul dalam melestarikan hutan rimba Kalimantan.
Salah satu kearifan lokal suku Dayak adalah dalam menaksir kesuburan tanah untuk menanam
beras. Tanah subur ini dinamakan tana ‘bileng dan memiliki karakteristik daun dan rumput yang
berbeda, ditandai oleh keberadaan nekalut, pohon binuang, pohon nyawai, dan pohon pisang.
Dalam mencari tanah yang subur, mereka mengikuti petunjuk dari alam seperti burung dan
hewan lainnya. (Billa, 2006)
Penamaan tempat atau bangunan IKN juga perlu mempertimbangkan budaya lokal.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang
Negara, khususnya pasal 36 ayat (4), dan resolusi Group of Experts on Geographical Names
Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNGEGN), penamaan tempat dapat didasari oleh bahasa lokal
sebagai warisan budaya. Nama-nama tempat merupakan ‘artefak budaya’ yang dihasilkan oleh
interaksi kompleks antara pikiran, budaya, dan lingkungan.38 Nama juga mencerminkan persepsi
37 Nanang, M. 2019. dalam video essay “Menata Ibu Kota Negara dengan Kearifan Lokal Dayak”
38 Taylor, Simon. 2016. Methodologies in Place-Name Research. In The Oxford Handbook of Names and Naming. ed. Carole Hough, 69-86.
Oxford: Oxford University Press.
49
Mengembangkan jaringan sungai dan air terjun di wilayah IKN dan penyangganya,
dikaitkan dengan legenda dan budaya lokal sekaligus dilakukan sebagai upaya
penjernihan sungai secara oksidasi;
Menggunakan nama, ornamen, dan simbol budaya Kalimantan pada gedung
pemerintahan dan ruang publik IKN, seperti misalnya tangga kayu ulin yang diinte-
grasikan ke ruang-ruang kota secara kreatif;
Indian Sacred Ground di S. Mississippi, Albany, Birarung Marr, taman di Melbourne yang
USA: penjelasan lokasi penting secara budaya. menampilkan seni budaya Aborigin di ruang publik
Masterplan yang baik adalah yang dapat mengharmonisasikan unsur ruang, manusia
beserta nilai-nilai sosial budayanya, dan lingkungan. Dengan masterplan yang baik, sejumlah
strategi dapat disusun untuk melakukan upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat, baik
masyarakat lokal maupun pendatang IKN. Sebagai contoh, permukiman masyarakat adat di
wilayah ibu kota, perlu diikuti dengan revitalisasi budaya, berbagai pelatihan pariwisata, serta
pengembangan inkubasi bisnis dan industri kreatif. Berdasarkan hal tersebut, bab ini mere-
komendasikan sejumlah kebijakan dalam tiga tahap, yaitu jangka pendek (tahun 2020 – 2021);
jangka menengah (tahun 2021 – 2024); dan jangka panjang (pasca-konstruksi hingga berfung-
sinya IKN).
Pengembangan IKN
sebagai pusat Pengembangan industri Penguatan ketahanan
kebudayaan nasional kreatif berbasis budaya sosial-budaya masyarakat
A. Jangka Pendek
Mempertimbangkan urgensi masalah yang ada, kebijakan yang harus segera dilak-
sanakan adalah:
1. Penyelesaian masalah tumpang tindih kepemilikan lahan dan tata guna tanah
Pemetaan lahan bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dimulai
dari kawasan yang paling rumit seperti Tahura dan lahan masyarakat adat, terma-
suk di daerah terpencil dan pedalaman.
Membentuk forum pertanahan berjenjang dari tingkat desa melalui proses yang
terbuka dan berkeadilan. Forum ini juga memverifikasi lahan yang telah dipetakan
dengan melibatkan seluruh unsur, termasuk masyarakat adat.
Memperjelas landasan hukum kepemilikan lahan dengan memperhatikan hak-hak
adat masyarakat.
Penegasan batas wilayah antar desa yang belum definitif dan penetapannya sebe-
lum pembangunan IKN dimulai.
Menerapkan kebijakan land freezing selama proses penyelesaian berlangsung
untuk mengendalikan transaksi tanah. Kebijakan ini perlu diterapkan secara
berkeadilan dan terbuka agar tidak dimanfaatkan oleh sekelompok “elit.”
Memanfaatkan mekanisme LAPOR (Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online
Rakyat) untuk saluran pengaduan masyarakat terkait masalah pertanahan.
Menyusun masterplan yang mengakomodir hasil-hasil penyelesaian masalah
pertanahan.
Melengkapi masterplan dengan kebijakan/mekanisme relokasi permukiman dan
lahan usaha yang berkeadilan (land swap, land transfer, land consolidation, dan
sebagainya).
B. Jangka Menengah
Beberapa kebijakan membutuhkan waktu yang lebih Panjang, yaitu dapat dimulai pada
masa pra konstruksi hingga masa konstruksi berjalan. Kebijakan ini antara lain adalah:
2. Peningkatan akses dan kualitas pelayanan dasar dan relevansi pasar tenaga kerja
39 Kearifan ekologi merupakan cara masyarakat Dayak mengelola lingkungan berdasarkan tradisi ribuan tahun yang telah terbukti
melestarikan hutan.
56
Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Kajian Aspek Sosial
C. Jangka Panjang
Dalam tahap ini, yaitu saat konstruksi IKN memasuki tahap akhir hingga pasca-konstruk-
si, dapat dilakukan kebijakan sebagai berikut:
Mengembangkan cara hidup dan budaya masyarakat sesuai zonasi yang ditentu-
kan, misalnya pengembangan perkampungan budaya (cultural district), muse-
um-museum, ruang publik (creative hub) sebagai wadah kreativitas dan aspirasi
masyarakat, dan sebagainya yang dapat menjadi ikon pariwisata.
Menjaga keberlanjutan jaringan ruang hijau (hutan, kebun, area wisata alam, sungai,
danau, dan sebagainya) agar harmonis dengan aktivitas masyarakat IKN.
57
Memastikan akses pelayanan dasar yang berkualitas untuk seluruh warga di IKN,
termasuk masyarakat rentan.
Membuat sistem layanan masyarakat terpadu, mencakup kesehatan, pendidikan,
kesempatan kerja, serta layanan kelompok penyandang disabilitas dan lanjut usia.
Membangun universitas bertaraf internasional untuk meningkatkan pendidikan
sumber daya manusia yang berdaya saing di wilayah Indonesia bagian timur.
Membangun pusat-pusat riset, inovasi, dan pengembangan teknologi digital yang
inklusif.
D. Penutup
Berdasarkan data, informasi, serta fakta di lapangan yang dihimpun pada kajian aspek
sosial pemindahan IKN ini, rekomendasi kebijakan di atas diharapkan dapat digunakan dalam
penyusunan masterplan dan prinsip-prinsip dasar kebijakan pembangunan IKN. Dalam tahap
selanjutnya, diperlukan pendalaman untuk penyelesaian berbagai masalah tenurial, pengemban-
gan sumber daya manusia sesuai Visi IKN, pengembangan IKN sebagai pusat kebudayaan
nasional yang memajukan kebudayaan asli Kalimantan, serta pengembangan potensi ekonomi
lokal dan kesempatan kerja. Terlepas dari kekurangan yang ada, kajian ini diharapkan dapat men-
jadi referensi bagi berbagai pihak yang terlibat pembangunan IKN, khususnya terkait aspek
sosial ekonomi dan budaya.
58
Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Kajian Aspek Sosial
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (1995). Konsep Tata Ruang Suku Bangsa Dayak Kenyah Di Kalimantan Timur. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Ave, Jan B and Victor T King. (1986). Borneo: The People of the Weeping Forest: Tradition and
Change in Borneo. Leiden: National Museum Ethnology.
Bappenas. (2017). Orasi Ilmiah Menteri PPN/Kepala Bappenas di Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Indonesia: Visi Indonesia 2045.
Billa, M. (2006). Alam Lestari & Kearifan Budaya Dayak Kenyah (Editor Fatich Alfis). Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Bock, C. (1988). The Head-Hunters of Borneo. Singapore: Graham Brash (pte) Ltd.
Boyce, David. (1986). The Dayak of Kutai and East Kalimantan. “Kutai East Kalimantan a Journal
of Past and Present Glory”. Kota Bangun.
CEIC. (2019). Neraca Perdagangan Produk Obat dan Farmasi Indonesia, 2007-2018
Coomans, M. (1987). Manusia Dayak. Dahulu, Sekarang, Masa Depan. Jakarta: PT Gramedia.
Eghenter, C., dan B.J.L. Sellato (Penyunting). (1998). Kebudayaan dan Pelestarian Alam,
Penelitian Interdisipliner di Pedalaman Kalimantan. Jakarta: Ditjen PHPA Dephutbun,
Ford Foundation dan WWF.
Gaveau. (2014). Four Decades of Forest Persistence, Clearance and Logging on Borneo.
Hudson, A.B. (1978). Linguistic Relations Among Bornean Peoples with Special Reference to
Sarawak: an Interim Report. Studies in Third World Societies.
Iqbal, M. Irfan dkk. (2001). Budaya dan Sejarah Kerajaan Paser. Tanah Grogot: PT BHP Kendilo
Coal Indonesia dan BIna Lingkungan Hidup Indonesia Kalimantan.
59
Lahajir. (2001). Etnoekologi Perladangan Orang Dayak Tunjung Linggang. Yogyakarta: Galang
Press.
Maunati, Y. (2004). Identitas Dayak, Komodifikasi dan Politik Kebudayaan. Yogyakarta: LKIS.
Nanang, M. (2019). dalam video essay “Menata Ibu Kota Negara dengan Kearifan Lokal Dayak.”
Nieuwenhuis, A.W. (1994). Perjalanan dari Pontianak ke Samarinda 1894. Jakarta: PT Gramedia.
Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai. (1979). Silsilah Kutai Kartanegara. Jakarta: Depar
temen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Penerbitan Buku Bacaan dan Sastra
Indonesia dan Daerah, Jakarta.
Rousseau, J. (1990). Central Borneo: Ethnic identity and social Life in a stratified society. Oxford:
Clarendon Press.
Sasongko, A. (2018, April). Interaksi Kutai Kertanegara dengan Bugis. Diakses melalui link:
https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-digest/18/04/01/p6if2y313-
interaksi-kutai-kertanegara-dengan-bugis pada 15 Desember 2019.
Sellato, B. (1989). Naga dan Burung Enggang. Hoerbill and Dragon. Jakarta: ELF Aquitaine
Indonesia.
Taylor, Simon. 2016. Methodologies in Place-Name Research. In The Oxford Handbook of Names
and Naming. ed. Carole Hough, 69-86. Oxford: Oxford University Press.
Wijaya, A. (2012). Ensiklopedi Suku-suku Asli Di Kalimantan Timur. Samarinda: Yayasan Bioma.
Widjono, R. (1998). Masyarakat Dayak Menatap Hari Esok. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana
Indonesia-Lembaga Bina Benua Puti Jaji-LPPS-KWI.
Wikipedia. (2019, Agustus). Suku Bangsa di Kalimantan Timur. Diakses melalui link: https://id.
wikipedia.org/wiki/Suku_bangsa_di_Kalimantan_Timur pada 23 Desember 2019.
Wongkaren, T. (2019). Seminar Perpindahan Ibu Kota Negara dan Implikasinya pada Kehidupan
Sosial Penduduk: Proses Kependudukan Pemindahan Ibu Kota Negara. Lembaga
Demografi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia
60
Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur
Kajian Aspek Sosial
Lokasi FGD/Kecamatan/
Kabupaten Desa Jumlah dan Representasi Peserta
Kutai Pendopo Kantor Bupati Kutai Peserta 100 orang: Pejabat Pemerintah,
Kertanegara Kertanegara (18 November 2019) FKUB, Suku Dayak (PDKT Kukar),
Suku Toraja, Kutai, Kesultanan Kutai, dll
Kantor Camat Loa Kulu Peserta berasal dari dua Desa yaitu
(19 Nov 2018) Desa Sungai Payang dan Desa Jonggon
Kantor Camat Loa Janan Peserta 21 orang: Perwakilan dari 4 Desa yaitu
Desa Bakungan, Loa Duri Ilir, Loa Duri Ulu, dan Batuah,
dan anggota Kepolisian Sektor (Polsek) Loa Janan
Desa Jonggon, kecamatan Loa Kulu Jumlah Peserta 35 orang (mayoritas warga Jonggon
adalah suku Basap): Kepala Desa/Perwakilan
desa-desa di Kecamatan Loa Kulu
Desa Batuah, Kecamatan Loa Janan Jumlah Peserta 26 orang: Kepala Desa/Lurah serta
perwakilan masyarakat di Kecamatan Loa Janan.
Mayoritas warga Desa Batuah adalah etnis Bugis
Kelurahan Sungai Merdeka, Peserta sekitar 30 orang: utusan dari tiga desa,
Kecamatan Samboja yaitu Sungai Merdeka, Bukit Merdeka dan
Amborawang Laut, dan Karya Jaya
Kantor Camat Muara Jawa Peserta sekitar 20 orang yaitu utusan dari Kelurahan
Muara Jawa Ulu,Kelurahan Tamapole, Kelurahan
Muara Kembang, dan Kelurahan Muara Jawa Pesisir,
serta Kepolisian dan TNI.
Kantor Camat Muara Jawa Peserta: Camat. Staf kecamatan, Lurah dan kepala Desa
di kecamatan Samboja
Penajam Paser Quest House Kecamatan Sepaku Peserta 65 orang: Sekab PPU, Kabid, Camat Sepaku,
Utara (17 November 2019) semua Lurah dan Kades Kec. Sepaku, Perwakilan Adat,
perempuan, ormas, dll
Kantor Bupati Penajam Peserta 45 orang: Wakil Bupati, Asisten II, Kabid, semua
Paser Utara (18 nov 2019) Ketua Kerukunan etnis yang ada di PPU, Kepala Adat Paser,
Dewan Adat Dayak Paser, ormas, dll
Paser Kantor Bupati Paser (19 Nov. 2019) Peserta 23 orang: Wakil Bupati, semua
Kepala OPD dan Staf OPD terkait
Kantor Bupati Paser (19 nov 2019) Peserta 40 orang: Ketua Lembaga Adat Paser,
Ketua-Ketua Ormas, Kepala Desa, Perwakilan Perempuan
Balikpapan Hotel Grand Cokro Konsolidasi Tim 1 (Kukar) dan Tim 2 (PPU dan Paser)
untuk cross-check membahas kegiatan lapangan serta
mendapat masukan dari anggota Tim lainnya
Bogor Hotel Novotel Hari pertama Presentasi Draft Laporan kepada semua
Anggota Tim, dan hari kedua Diskusi dengan Kementerian
dan Lembaga terkait dengan pemindahan IKN untuk
memperbaiki Laporan aspek Sosekbud
Copyright © Staf Ahli Menteri Bidang Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan,
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), 2019
Jalan Taman Suropati No. 2, Jakarta Pusat 10310
Telp. - (021) 3193 6207, Fax - (021) 3145 374