Anda di halaman 1dari 14

STASE KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN DIAGNOSA CIDERA KEPALA


RINGAN (CKR) DI RUANG IGD RSU PKU MUHAMMADIYAH
BANTUL

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktik Profesi Ners


Stase Keperawatan Gawat Darurat

Disusun oleh :

DWI SUSANTI
223203025

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
YOGYAKARTA 2023
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN DIAGNOSA CIDERA KEPALA


RINGAN (CKR) DI RUANG IGD RSU PKU MUHAMMADIYAH
BANTUL

Telah disetujui pada

Hari :

tanggal :

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik (CI) Mahasiswa

Novita Nirmalasari, M. Kep Ahmadi, S. Kep., Ns Dwi Susanti, S.Kep


LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP TEORI CIDERA KEPALA RINGAN (CKR)


1. Definisi
Cedera kepala adalah (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang
secara langsung maupun tidak langsung mengenai kepala yang
mengakibatkan luka di kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput
otak dan kerusakan jaringan otak itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan
neurologis (Sjahrir, 2018).Cedera kepala merupakan suatu proses terjadinya
cedera langsung maupun deselerasi terhadap kepala yangdapat menyebabkan
kerusakan tengkorak dan otak (Pierce dan Nail, 2019). Cedera kepala
merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak
(Morton, 2019). Cedera kepala meliputi luka pada kulit kepala, tengkorak,
dan otak. Cedera kepala merupakan adanya pukulan atau benturan
mendadak pada kepala dengan atau tanpa kehilangan kesadaran (Susan
Martin, 2019).

2. Etiologi
a. Trauma tajam : trauma yang disebabkan oleh benda tajam yang dapat
mengakibatkan cedera setempat dan menimbulkan cedera local.
Kerusakan local meliputi Contosio serebral,hematom serebral,kerusakan
otak sekunder
b. Trauma tumpul : trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera
menyeluruh menyebabkan kerusakan secara luas dan terjadi dalam 4
bentuk yaitu cedera akson, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak
menyebar, multiple pada otak koma terjadi karena cedera menyebar pada
hemisfer,cerebral,batang otak atau keduanya (Yessie dan Andra, 2018).
Penyebab dari cedera kepala adalah adanya trauma pada kepala
meliputi trauma oleh benda/ serpihan tulang yang menembus jaringan
otak, efek dari kekuatan/energi yang diteruskan ke otak dan efek
percepatan dan perlambatan (akselerasi-deselerasi) pada otak, selain itu
dapat disebabkan oleh Kecelakaan, Jatuh, Trauma akibat persalinan
(NINDS,2013).
3. Klasifikasi
Penilaian cedera kepala dapat dinilai menggunakan Glasgow Coma
Scale (GCS) (Tim Pusbankes, 2018)
Berdasarkan keparahan cedera :
a. Cedera Kepala Ringan (CKR)
1) Tidak ada fraktur tengkorak
2) Tidak ada kontusio serebri, hematom 7
3) GCS 13-15
4) Dapat terjadi kehilangan kesadaran tapi 24 jam
5) Adanya kontusio serebri, laserasi/hematom intrakranial
b. Cedera Kepala Sedang (CKS)
1) Kehilangan kesadaran
2) Muntah
3) GCS 9-12
4) Dapat mengalami fraktur tengkorak, disorientasi ringan(bingung)
c. Cedera Kepala Berat (CKB)
1) GCS 3-8
2) Hilang kesadaran >24 jam
3) Adanya kontusio serebri, laserasi/hematom intrakranial

4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari cedera kepala (Yessie dan Andra, 2018) :
a. Cedera kepala ringan-sedang
1) Disoerientasi ringan adalah kondisi mental yang berubah dimana
seseorang yang mengalami ini tidak mengetahui waktu atau tempat
mereka berada saat itu, bahkan bisa saja tidak mengenal dirinya sendiri.
2) Amnesia post traumatik adalah tahap pemulihan setelah cedera otak
traumatis ketika seseorang muncul kehilangan kesadaran atau koma.
3) Sakit kepala atau nyeri dikepala, yang bisa muncul secara bertahap atau
mendadak.
4) Mual adalah perasaan ingin muntah, tetapi tidak mengeluarkan isiperut,
sedangkan muntah adalah kondisi perut yang tidak dapat dikontrol
sehingga menyebabkan perut mengeluarkanisinya secara paksa melalui
mulut.
5) Gangguan pendengaran adalah salah suatu keadaan yang umumnya
disebabkan oleh factor usia atau sering terpapar suara yang nyaring atau
keras.
b. Cedera kepala sedang-berat
1) Edema paru adalah suatu kondisi saat terjadi penumpukan cairan
diparu-paru yang dapat mengganggu fungsi paru-paru. Biasanya
ditandai dengan gejala sulit bernafas.
2) Kejang infeksi adalah kejang yang disebabkan oleh infeksi kumandi
dalam saraf pusat.
3) Herniasi otak adalah kondisi ketika jaringan otak dan cairan otak
bergeser dari posisi normalnya. Kondisi ini dipicu olehpembengkakan
otak akibat cedera kepala, stroke, atau tumor otak.
4) Hemiparase adalah kondisi ketika salah satu sisi tubuh
mengalami kelemahan yang dapat mempengaruhi lengan, kaki, dan
otot wajah sehingga sulit untuk digerakkan.
5) Gangguan akibat saraf kranial

5. Pemeriksaan
Pemeriksaan diagnostic dari cedera (Andra dan Yessi, 2018) :
a. Pemeriksaan diagnostik
1) X ray/CT Scan 1
2) MRI
3) Angiografi cerebral
4) EEG
b. Pemeriksaan laboratorium
1) AGD: PO2, PH, HCO2: untuk mengkaji keadekuatan ventilasi
(mempertahankan AGD dalam rentang normal untuk menjamin aliran
darah serebral adekuat) atau untuk melihat masalah oksigenasi yang
dapat meningkatkan TIK.
2) Elektrolit serum: cedera kepala dapat dihubungkan dengan gangguan
regulasi natrium, retensi Na berakhir beberapa hari, diikuti dengan
dieresis Na, peningkatan letargi, konfusi dan kejang akibat
ketidakseimbangan elektrolit.
3) Hematologi: leukosit, Hb, albumin, globulin, protein serum.
4) CSS: menenetukan kemungkinan adanya perdarahan subarachnoid
(warna, komposisi, tekanan).
5) Pemeriksaan toksilogi: mendeteksi obat yang mengakibatkan
penurunan kesadaran.
6) Kadar antikonvulsan darah: untuk mengetahui tingkat terapi yang
cukup efektif mengatasi kejang.

6. Patofisiologis
Cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan struktur, misalnya
kerusakan pada parenkim otak, kerusakan pembuluh darah, perdarahan,
edema dan gangguan biokimia otak seperti penurunan adenosis tripospat,
perubahan permeabilitas vaskuler.
Patofisiologi cedera kepala dapat terbagi atas dua proses yaitu cedera
kepala primer dan cedera kepala sekunder :
a. Proses Primer
Cedera kepala primer merupakan suatu proses biomekanik yang
terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan dapat memberi dampak
kerusakan jaringan otak.
b. Proses Sekunder
Cedera kepala sekunder terjadi akibat dari cedera kepala primer,
misalnya akibat dari hipoksemia, iskemia dan perdarahan. Perdarahan
cerebral menimbulkan hematoma misalnya pada epidural hematoma,
berkumpulnya antara periosteun tengkorak dengan durameter, subdura
hematoma akibat berkumpulnya darah pada ruang antara durameter
dengan subaraknoid dan intra cerebral, hematoma adalah berkumpulnya
darah didalam jaringan cerebral.
Kematian pada penderita cedera kepala terjadi karena hipotensi
karena gangguan autoregulasi, ketika terjadi autoregulasi menimbulkan
perfusi jaringan cerebral dan berakhir pada iskemia jaringan otak.
(Tarwoto, 2019).

.
7. Pathway

8. Konsep Asuhan Keperawatan


a. Pengkajian
1) Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, status, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat
2) Riwayat kesehatan
Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang
berhubungan dengan sistem persyarafan maupun penyakit sistem
sistemik lainnya. Demikian pula riwayat penyakit keluarga
terutama yang mempunyai penyakit menular.
Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari pasien atau
keluarga sebagai data subjektif. Data-data ini sangat berarti karena
dapat mempengaruhi prognosa pasien.
3) Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran/GCS (<15), konvulsi, muntah,
dispnea/ takipnea, sakit kepala, wajah simetris / tidak, lemah, luka
di kepala, paralise, akumulasi sekret pada saluran napas, adanya
liquor dari hidung dan telinga dan kejang.
b. Pengkajian persistem
Keadaan umum
Tingkat kesadaran : composmentis, apatis, somnolen, sopor, koma
TTV
1) Sistem pernapasan
Perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun
frekuensi, nafas bunyi ronchi.
2) Sistem kardiovaskuler
Apabila terjadi peningkatan TIK, tekanan darah meningkat,
denyut nadi bradikardi kemuadian takikardi.
3) Sistem perkemihan
Inkotenensia, distensi kandung kemih.
4) Sistem gastrointestinal
Usus mengalami gangguan fungsi, mual/muntah dan mengalami
perubahan selera
5) Sistem muskuloskletal
Kelemahan otot, deformasi
6) Sistem persyarafan
Gejala: kehilangan kesadaran, amnesia, vertigo, syncope,
tinnitus, kehilangan pendengaran, perubahan penglihatan,
gangguan pengecapan
Tanda: perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status
mental, perubahan pupil, kehilangan pengindraan, kejang,
kehilangan sensasi sebagai tubuh
c. Pengkajian pola aktivitas sehari-hari
1) Pola makan / cairan
Gejala: mual, muntah, dan mengalami perubahan selera
Tanda: kemungkinan muntah proyektil, gangguan menelan
(batuk, air liur keluar, disfagia)
2) Aktivitas / istirahat
Gejala: merasa lemah, letih, kaku, kehilangan keseimbangan
Tanda: perubahan kesadaran, letargie, hemiparese, kuadreplegia,
ataksia, cara berjalan tak tegap, masalah keseimbangan,
kehilangan tonus otot dan tonus sptik
3) Sirkulasi
Gejala: normal atau perubahan tekanan darah
Tanda: perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia
yang diselingi disritmia)
4) Integritas ego
Gejala: perubahan tingkah laku kepribadian ( terang atau
dramatis )
Tanda: cemas mudah tersinggung , delirium, agitasi, bingung,
depresi dan impulsive
5) Eliminasi
Gejala: inkontinensia kandung kemih / usus atau mengalami
gangguan fungsi
6) Nyeri dan kenyamanan

9. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


1) Kerusakan integritas kulit
2) Nyeri akut
3) Gangguan mobilitas fisik
4) Risiko infeksi
5) Risiko perfusi serebral tidak efektif
6) Pola nafas tidak efektif
7) Bersihan jalan nafas tidak efektif
8) Kekurangan volume cairan
9) Risiko perdarahan
10) Risiko cidera
11) Defisit perawatan diri
10. Rencana Keperawatan

No DIAGNOSA SLKI SIKI

1 Gangguan Integritas Setelah dilakukan Perawatan Luka


Kulit tindakan 3x24 jam, maka Observasi
diharapakan gangguan - Monitor karakteristik luka
integritas kulit dapat (misalnya drainase, warna,
teratasi dengan kriteria ukuran, bau)
hasil: - Monitor tanda-tanda infeksi
- Kerusakan integritas Terapeutik
jaringan menurun: - Lepaskan balutan dan
- Nyeri menurun plester secara perlahan
- Perdarahan menurun - Bersihkan dengan cairan
- Kemerahan menurun NaCl atau pembersih
- Hematoma menurun nontoksik sesuai kebutuhan
- Bersihkan jaringan nekrotik
- Pasang balutan sesuai jenis
luka
- Pertahankan teknik steriil
saat melakukan perawatan
luka
- Ganti balutan sesuai jumlah
eksudat dan drainase.
2 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
tindakan keperawatan Observasi
selama 3x24 jam, maka - Identifikasi lokasi,
diharapkan nyeri akut karakteristik durasi,
dapat teratasi dengan frekuensi, kualitas, intensitas
kriteria hasil : nyeri
- Tidak mengeluh nyeri - Identifikasi skala nyeri
- Tidak meringis - Identifikasi respons
- Tidak bersikap nyeri non verbal
protektif - Identifikasi faktor yang
- Tidak gelisah memperberat dan
- Kesulitan tidur memperingan nyeri
menurun - Identifikasi
- Frekuensi pengetahuan dan keyakinan
nadi membaik tentang nyeri
- Melaporkan nyeri - Identifikasi pengaruh budaya
terkontrol terhadap respon nyeri
- Kemampuan - Identifikasi pengaruh
mengenali onset nyeri pada kualitas hidup
nyeri meningkat - Monitor keberhasilan terapi
- Kemampuan komplementer yang sudah
mengenali penyebab diberikan
nyeri meningkat - Monitor efek samping
- Kemampuan penggunaan analgetik
menggunakan teknik Terapeutik
non-farmakologis - Berikan teknik
meningkat nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
kompres hangat dingin)
- Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan
nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
- Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu.
3 Gangguan Mobilitas Setelah dilakukan Dukungan mobilisasi
Fisik tidakan keperawatan Observasi
3x24jam, maka - Identifikasi adanva nveri atau
diharapkan gangguan keluhan fisik lainnya
mobilitas fisik dapat - Identifikasi toleransi fisik
teratasi dengan kriteria saat melakukan pergerakan
hasil: monitor frekuensi jantung
- Pergerakan ekstremitas dan tekanan darah sebelum
meningkat melakukan atau memulai
- Kekuatan mobilisasi
otot - Monitor kondisi umum
meningkat selama melakukan mobilisasi
- Rentang gerak (ROM) Teraupetik
meningkat - Fasilitasi aktivitas mobilisasi
- Nyeri menurun dengan alat bantu
- Kecemasan menurun - Fasilitasi melakukan
- Kaku sendi menurun pergerakan, jika ada
- Gerakan tidak - Libatkan keluarga untuk
terkoordinasi menurun membantu pasien dalam
- Gerakan terbatas meningkatkan pergerakan
menurun Edukasi
- Kelemahan fisik - Jelaskan tujuan dan prosedur
menurun
mobilisasi
- Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
- Ajarkan mobilisasi sederhana
yang harus dilakukan (mis,
duduk di tempat tidur, duduk
di sisi tempat tidur, pindah
dari tempat tidur ke kursi).
DAFTAR PUSTAKA

AVERROUS: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Malikussaleh Vol.8 No.2November 2022.


Kurniawan, Widya Dwi ; 2023., efektivitas terapi o2 terhadap hemodinamik pasien cedera
kepala sedang dan berat di instalasi gawat darurat ;Kalimantan selatan. Jurnal
Keperawatan Volume 15 Nomor 2, Juni 2023.
Abdurahman wahid. 2019; comparison of national early warning score (news) and revised
trauma score (rts) in the outcome prediction of head injury patients program studi
ilmu keperawatan fakultas kedokteran universitas lambung mangkurat. Jalan A.
Yani Km. 36 Banjarbaru, 70714. Email: ns.wahid@unlam.ac.id.
Doi10.21776/ub.jik.2019. 007.02.4.
Tim pokja SDKI DPP PPNI;2017: standar diagnosis keperawatan Indonesia, Jakarta selatan,
dewan pengurus pusat persatuan perawat nasional Indonesia.
Tim pokja SLKI DPP PPNI;2019: standar luaran keperawatan Indonesia, Jakarta selatan,
dewan pengurus pusat persatuan perawat nasional Indonesia.
Tim pokja SIKI DPP PPNI;2018: standar intervensi keperawatan Indonesia, Jakarta selatan
dewan pengurus pusat persatuan perawat nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai