Anda di halaman 1dari 27

PERKAWINAN PASU-PASU RAJA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG

NO. 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

(STUDI DI KECAMATAN NAINGGOLAN, KABUPATEN SAMOSIR)

JURNAL

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dan Tugas-Tugas dalam Rangka


Memperoleh Gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara

OLEH:

SUDARMAN SINAGA

NIM 140200446

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN


PROGRAM KEKHUSUSAN PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
PERKAWINAN PASU-PASU RAJA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG
NO. 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

(STUDI DI KECAMATAN NAINGGOLAN, KABUPATEN SAMOSIR)

JURNAL

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dan Melengkapi Tugas-Tugas dalam


Rangka Memperoleh Gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara

Oleh:

SUDARMAN SINAGA

NIM 140200446

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN


PROGRAM KEKHUSUSAN PERDATA BW

Disetujui Oleh:
Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Dr.Rosnidar Sembiring,S.H.,M.Hum
NIP. 196602021991032002

Pembimbing I: Pembimbing II:

Dr.Rosnidar Sembiring,SH.,M.Hum Dr. Idha Aprilyana Sembiring,SH.,M.Hum


NIP. 196602021991032002 NIP. 197604142002122003

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
ABSTRAK

Pada masyarakat Batak Toba, terdapat perkawinan pasu-pasu raja.


Perkawinan pasu-pasu raja merupakan perkawinan yang diakui dalam adat tetapi
tidak sah dalam aturan agama dan hukum negara. Padahal perkawinan pasu-pasu
raja ada pada masyarakat Batak Toba di Kecamatan Nainggolan, Kabupaten
Samosir. Permasalahan dalam penelitian pada skripsi ini adalah bagaimana
keabsahan perkawinan pasu-pasu raja ditinjau dari Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 Tentang Perkawinan? Bagaimana Akibat Hukum Perkawinan Pasu-
Pasu Raja terhadap Kedudukan Anak dan Hak Mewaris Istri? Bagaimana
mekanisme pencatatan perkawinan pasu-pasu raja di Kecamatan Nainggolan,
Kabupaten Samosir?
Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
hukum empiris yuridis, dengan metode analisis kualitatif, menggunakan data
primer yang diperoleh dari wawancara (field research), dan data sekunder dengan
studi kepustakaan (library research).
Perkawinan pasu-pasu raja merupakan perkawinan di bawah tangan dan
masih ada di masyarakat Batak Toba di Kecamatan Nainggolan Kabupaten
Samosir, namun demikian perkawinan pasu-pasu raja hanya diakui dan sah
secara adat saja tetapi tidak sah menurut aturan agama dan hukum karena
bertentangan dengan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan yaitu tidak dilaksanakan menurut hukum agama dan kepercayaan.
Kedudukan anak dalam perkawinan pasu-pasu raja merupakan anak di luar
perkawinan yang tidak sah sehingga sulit mendapatkan haknya dan warisan dari
orang tuanya, begitu juga istri dalam perkawinan pasu-pasu raja sulit untuk
mendapatkan dan menuntut haknya melalui jalur hukum jika tidak mendapat
bagian warisan suaminya karena dia berstatus sebagai istri tidak sah menurut
hukum agama dan negara karena bertentangan dengan Undang-Undang
Perkawinan serta tidak dicatatkan di Dinas Pencatatan Perkawinan. Pencatatan
perkawinan pasu-pasu raja dapat dilakukan dengan terlebih dahulu kembali
menjadi anggota agama atau kepercayaan yang dianutnya kemudian mendapatkan
surat perkawinan yang menjadi dasar dalam pencatatan perkawinan. Pemerintah
melalui Dinas Catatan Sipil bekerjasama dengan Penatua Adat setempat untuk
mensosialisasikan kepada masyarakat agar tidak melaksanakan perkawinan pasu-
pasu raja karena tidak memiliki kekuatan hukum, dan mengedukasi masyarakat
pentingnya perkawinan yang sah agar anak dan istri mendapatkan haknya dalam
perkawinan. Orang tua yang melakukan perkawinan pasu-pasu raja agar segera
mencatatkan perkawinannya ke Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil untuk
mendapat pengakuan dari negara.Sehingga anak dan istri tetap mendapat haknya,
begitu juga kepada pemerintah agar semakin mendisplinkan administrasi
perkawinan agar keluarga yang melakukan perkawinan pasu-pasu raja segera
mencatatkan perkawinannya dan memudahkan dalam pengurusan administrasi
dalam hal lain.

Kata Kunci : Perkawinan, Pasu-Pasu Raja, Undang-Undang Nomor 1 Tahun


1974 Tentang Perkawinan
ABSTRACT

In the Batak Toba community, there is a marriage of Pasu-Pasu Raja. The


marriage of Pasu-Pasu Raja is a marriage recognized in a culture but is not legitimate
in the rules of religion and state law. Whereas marriage of Pasu-Pasu Raja is in
Batak Toba community in Nainggolan District, Samosir regency. The problem in this
thesis research is how the legitimacy of Pasu-Pasu Raja reviewed from Law Number
1 Year 1974 About Marriage? How is the effect of marriage law of the King on the
status of the child and the right of wife inheritance? What is the mechanism of
recording marriage of Pasu-Pasu Raja in Nainggolan Sub-district, Samosir District?

Research method used in this research is juridical empirical law research, with
qualitative analysis method, using primary data obtained from interview (field
research), and secondary data with library research (library research).

Royal marriage marriage is a marriage under the hands and still exists in the
Batak Toba community in Nainggolan Sub-district of Samosir Regency, however
marriage of Pasu-Pasu Raja is only recognized and legally customary but is
illegitimate according to the rules of religion and law as opposed to Article 2 Act No.
1 of 1974 concerning Marriage is not performed according to religious law and belief.
The position of the child in the marriage of Pasu-Pasu Raja is an illegitimate
marriage so that it is difficult to obtain his right and inheritance from his parents, as
well as his wife in the marriage of Pasu-Pasu Raja is difficult to obtain and claim his
rights through legal means if he does not get part of her husband's inheritance
because he is an illegitimate wife according to religious law and state because it is
contrary to the Law of Marriage and is not registered in the Office of Marriage
Registration. The marriage of Pasu-Pasu Raja can be done by first becoming a
member of his religion or belief and then obtaining a marriage letter which becomes
the basis of marriage recording. The government through the Civil Registry Office in
collaboration with the local Elder Culture to socialize to the community not to carry
out the marriage of Pasu-Pasu Raja because it does not have the power of law, and
educate the public the importance of legal marriage so that children and wife get their
rights in marriage. Parents who marry of Pasu-Pasu Raja order to immediately
register his marriage to the Department of Population and Civil Registration to get
recognition from the state. So, the children and wife still got their rights, as well as to
the government to further good admi nistration marital administration for families
who do marriage Pasu-Pasu Raja immediately registered his marriage and facilitated
the administration of administration in other respects.

Keywords: Marriage, Pasu-Pasu Raja, Law Number 1 Year 1974 About


Marriage
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masyarakat Batak Toba dalam kesehariannya hidup dalam kebiasaan

hukum adatnya termasuk perkawinan. Perkawinan merupakan suatu peristiwa

yang penting dalam kehidupan masyarakat. Sebab perkawinan itu tidak saja

menjadikan mempelai menjadi satu keluarga, namun menyangkut juga keluarga

kedua belah pihak, saudara-saudaranya, bahkan keluarga masing-masing pihak.

Ter Haar menyatakan bahwa perkawinan itu adalah urusan kerabat, urusan

keluarga, urusan masyarakat, urusan martabat, dan urusan pribadi.1

Perkawinan yang ada dalam masyakarat Toba merupakan perkawinan

adat. Perkawinan adat adalah perkawinan yang mempunyai akibat hukum

terhadap hukum adat yang berlaku dalam masyarakat bersangkutan. Akibat

hukum ini telah ada sejak sebelumnya perkawinan terjadi, yaitu adanya hubungan

pelamaran yang merupakan “rasan sarak” (hubungan anak-anak, bujang-gadis)

dan “rasan tuha” (hubungan antara orang tua keluarga dari para calon suami

isteri). Setelah terjadinya perkawinan, maka timbul hak-hak dan kewajiban-

kewajiban orang tua (termasuk anggota keluarga/kerabat).2

Berlakunya Undang-Undang Perkawinan menyebabkan perkawinan itu

sangat erat dengan agama dan kerohanian pelaku perkawinan. Pengaturan hukum

tentang perkawinan telah berlaku sama terhadap semua warga sehingga setiap

warga negara diwajibkan menaati hukum yang berlaku untuk menciptakan

kepastian hukum, baik dari sudut hukum keluarga, harta benda, dan akibat hukum

1
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan Hukum Adat
Hukum Agama,op.cit,hlm.8
2
Ibid, hlm.9
dari suatu perkawinan dan termasuk mencatatkan peristiwa perkawinan di kantor

Pencatatan Kependudukan bagi yang beragama non Islam, dan di Kantor Urusan

Agama bagi yang beragama Islam.

Perkawinan pada Masyarakat Batak Toba yang ada di Kecamatan

Nainggolan Kabupaten Samosir sama dengan perkawinan adat batak pada

umumnya, yaitu merupakan pranata yang tidak hanya mengikat seorang laki-laki

dengan seorang wanita yang disebut dengan mangadati, tetapi juga mengikat

hubungan antara kerabat keluarga wanita dengan keluarga pria.

Bentuk perkawinan orang Batak adalah perkawinan jujur, dimana adanya

pemberian uang atau barang jujur yang biasa disebut dengan“sinamot” , hal itu

dilakukan oleh pihak kerabat calon suami kepada pihak kerabat calon isteri

sebagai tanda pengganti pelepas mempelai wanita keluar dari kewargaan adat

persekutuan hukum bapaknya, pindah dan masuk ke dalam persekutuan

suaminya.3

Setelah perkawinan maka isteri berada di bawah kekuasaan kerabat suami,

hidup matinya menjadi tanggung jawab suami. Begitu juga dengan anak-anak dan

keturunanya melanjutkan keuturunan suaminya, dan harta yang dibawa isteri

berada di bawah kekuasaan suami kecuali ditentukan oleh isteri.

Perkawinan dalam Masyarakat Batak Toba menganut sistem patrilineal

yang meneruskan marga suaminya. Status marga dalam Masyarakat Batak

memegang peran yang sangat penting, antara lain :4

3
Hilman Hadikusuma, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Bandung : CV Mandar
Maju, 2003, hlm 183.
4
Djisman Samosir, Hukum Perkawinan Adat Batak, Bandung : Bina Cipta, hlm.10
1. Sebagai identitas, menunjukkan baik satuan-satuan yang lebih kecil

(kelompok kecil) maupun yang lebih besar (marga induk), dan juga

kelompok-kelompok yang paling besar (cabang marga);

2. Sebagai status, dalam hal ini berkaitan dengan sisten Dalihan Na Tolu

3. Sebagai penerus marga, dalam hal ini lebih diutamakan adalah anak laki-

laki, karena dalam adat Batak Toba menganut sistem patrilineal.

Dahulu kala, sebelum agama masuk ke daerah Batak Toba masyarakat

Batak Toba telah mengenal hukum perkawinan dan mempunyai istilah khusus

yaitu : “Pasu-Pasu”, Pasu-Pasu adalah perkawinan adat Batak yang dilaksanakan

sesuai dengan adat Batal “adat na gok” perkawinan ini dilaksanakan dalam

kepercayaan Batak Terdahulu yaitu Parmalim, namun ada lagi yang disebut

dengan ”Pasu-Pasu Raja”. Pasu-Pasu Raja merupakan perkawinan secara adat

seperti dalam hukum adat lainnya di Negara Indonesia.

Pasu-Pasu Raja adalah perkawinan yang hanya dilakukan oleh Mempelai,

Keluarga dengan pemberian berkat melalui penatua adat atau Ketua Adat atau

raja-raja ni huta. Hal ini dapat ditemukan di Kecamatan Nainggolan, Kabupaten

Samosir, dimana masyakarat masih ada melakukan perkawinan “Pasu-Pasu

Raja”. Proses Perkawinan “Pasu-Pasu Raja” sangat singkat dimana kedua

mempelai hanya mengumpulkan raja-raja ni huta (orang-orang

kampung/Penatua Adat) dalam sebuah jamuan kemudian seorang yang dituakan

memberkati kedua mempelai dan mengesahkan mereka menjadi pasangan suami-

isteri.5 Hal ini dilakukan pada umumnya jika kedua mempelai telah melakukan

5
Rosmeri, Kedudukan dan Hak Mewaris Isteri dari Perkawinan Secara Adat Pasu-Pasu
Raja pada Masyarakat Batak Toba di Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Toba Samosir, (Tesis
Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Tahun 2017)
hubungan yang tidak senonoh, atau salah satu pihak mempelai adalah janda/duda

dan memiliki menempuh perkawinan secara adat yang disebut Pasu-Pasu Raja.6

Pasu-Pasu Raja ini merupakan perkawinan masyarakat Batak Toba yang

diwarisi nenek moyang. Dahulu kala, pasu-pasu Raja dilakukan untuk

mengawinkan muda-mudi yang telah salah langkah atau belum cukup dana untuk

melangsungkan perkawinan sehingga untuk menghindarkan dari perzinahan

kedua mempelai dikawinkan secara adat “pasu-pasu raja”. Berdasarkan latar

belakang di atas, maka permasalahan mengenai Pasu-Pasu Raja dalam

Masyarakat Batak Toba menarik untuk dikaji. Untuk itu penelitian ini diberi judul

“Perkawinan Pasu-Pasu Raja Ditinjau Dari Undang-Undang No. 1 Tahun

1974 Tentang Perkawinan (Studi di Kecamatan Nainggolan, Kabupaten

Samosir)”

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat beberapa permasalahan yang

akan diuraikan dalam penelitian ini, sebagai berikut :

1. Bagaimana Keabsahan Pasu-Pasu Raja di Kecamatan Naingolan

ditinjau dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan?

2. Bagaimana Akibat Hukum Perkawinan Pasu-Pasu Raja terhadap

Kedudukan Anak dan Hak Mewaris Istri?

3. Bagaimana Mekanisme Pencatatan Perkawinan Yang Dilakukan

Secara Adat Pasu-Pasu Raja?

6
Wawancara dengan Op. Eva (Penatua Adat & Uluan Parmalim) di Kecamatan
Nainggolan pada tangal 29 Desember 2017.
C. Tujuan Penelitian

Tujuan utama dari penelitian skripsi ini adalah:

1. Untuk mengetahui Keabsahan Pasu-Pasu Raja pada Masyarakat Batak

Toba di Kecamatan Nainggolan Kabupaten Samosir;

2. Untuk mengetahui akibat Hukum Perkawinan Pasu-Pasu Raja pada

masyarakat Batak Toba terhadap Status Anak dan Hak Mewaris Isteri

di Kecamatan Nainggolan Kabupaten Samosir.

3. Untuk mengetahui Mekanisme Pencatatan Perkawinan Secara Adat

Pasu-Pasu Raja pada Masyarakat Batak di Kecamatan Nainggolan,

Kabupaten Samosir;
II. PEMBAHASAN

A. Keabsahan Perkawinan yang dilakukan secara adat “Pasu-Pasu Raja”di


Kecamatan Nainggolan, Kabupaten Samosir ditinjau dari Undang-
Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Perkawinan di bawah tangan “Pasu-Pasu Raja” merupakan perkawinan

yang hanya diadakan oleh Penatua Adat, dan orang-orang yang tinggal

sekampung dengan mempelai disertai dengan keluarga yang menjadi wakil

mempelai pria maupun wakil mempelai wanita untuk mensahkan perkawinan

tersebut. Perkawinan pasu-pasu raja tidak melibatkan pihak gereja dan/atau

pemuka agama karena yang menjadi pemberi berkat dalam hal ini adalah Penatua

Adat itu sendiri. Sehingga perkawinan pasu-pasu raja ini hanyalah acara

perkawinan tanpa disertai dokumen yang otentik.7 Oleh sebab itu, perkawinan

pasu-pasu raja merupakan perkawinan di bawah tangan.

Pasu-pasu raja ini disebut juga perkawinan di bawah tangan memilki

kesamaan dengan perkawinan yang dilaksanakan secara agama saja yang disebut

dengan tarpasu-pasu. Tarpasu-pasu merupakan perkawinan yang hanya

dilakukan agama/kepercayaan dan mempelai dihadiri oleh kerabat laki-laki dan

penduduk setempat. Perkawinan secara tarpasu-pasu juga dilaksanakan secara

singkat, perbedaanya hanya pada siapa yang memberkati. Pada pasu-pasu raja

yang memberkati adalah penatua setempat, sedangkan pada tarpasu-pasu yang

memberkati adalah pimpinan agama/ kepercayaan. 8

7
Wawancara dengan Op. Eva Gultom (Penatua Adat), padal tanggal 29 Desember 2017
8
Wawancara dengan Jaolo Lumbanraja (Penatua Adat dan Pimpinan Parmalim di
Kecamatan Nainggolan, Kabupaten Samosir) pada tanggal 31 Desember 2017.
Perkawinan yang dilaksanakan dengan pasu-pasu raja cenderung

mendapat tekanan/sanksi sosial dari masyarakat. Karena masyarakat menganggap

mereka yang melakukan perkawian pasu-pasu raja adalah orang-orang yang tidak

mempunyai aturan hidup, orang-orang yang melakukan hubungan suami istri di

luar nikah, orang-orang yang tidak dapat mengontrol nafsu atau keinginan daging.

Tekanan-tekanan yang demikian akan selalu melekat pada masyarakat, dan pada

umumnya hilang seiring perjalanan waktu dan setelah suami istri melaksanakan

pasahat adat na gok atau sulang-sulang pahoppu.9 Perkawinan pasu-pasu raja

merupakan perkawinan di bawah tangan, karena perkawinan pasu-pasu raja

cenderung disembunyikan karena mendapat stigma yang negatif dari masyarakat.

Hal ini bisa kita lihat dari faktor penyebab perkawinan pasu-pasu raja yaitu

karena telah menduda/menjanda, ingin memiliki anak, dan tidak mempunyai

biaya serta telah melakukan perbuatan zinah.

Secara hukum, perkawinan pasu-pasu raja memiliki dampak sama seperti

perkawinan di bawah tangan pada umumnya, antara lain :10

a) Pihak isteri tidak dianggap sebagai isterinya yang sah. Akibatnya suami

mempunyai kebebasan secara hukum termasuk bila kemungkinan terjadi

pengingkaran atas perkawinannya, atau suami menikah lagi secara tercatat

dengan perempuan lain, sebagai isteri tidak bisa menuntut apa-apa.

9
Wawancara dengan Japito Sinaga (Penatua Adat di Desa Pasaran 1 Kecamatan
Nainggolan, Kabupaten Samosir) pada tanggal 26 Desember 2017.
10
D.Y. Witanto, Hukum Keluarga Hak Dan Kedudukan Anak Luar Kawin Pasca Keluarnya
Putusan Mk Tentang Uji Materiil UU Perkawinan,Jakarta : Prestasi Pustakarya, 2010, hlm. 157-
158
b) Pihak isteri tidak bisa memperoleh perlindungan hukum bila terjadi

kekerasan rumah tangga, karena secara hukum suami bebas dari tanggung

jawab.

c) Pihak isteri tidak berhak memperoleh harta gono-gini bila terjadi

perpisahan atau perceraian.

d) Perempuan tidak berhak atas hak nafkah dan hak warisan jika suami

meninggal dunia.

e) Semua dampak hukum yang menjadi beban isteri berlaku juga pada anak

yang dilahirkan pada pernikahan siri tersebut seperti hak nafkah, hak

pendidikan, hak perwalian, maupun hak waris.

Tabel 2
Faktor Penyebab Perkawinan Pasu-Pasu Raja Di Kecamatan Nainggolan,
Kabupaten Samosir
N= 14

No Faktor Penyebab Frekuensi Volume


Perkawinan Pasu-Pasu
Raja Suami Isteri (100%)

1. Telah menduda/ 4 4 57 %
menjanda (ditinggal
mati oleh isteri/suami)
2. Ingin mempunyai anak 2 2 28 %

3. Tidak memiliki biaya 1 1 15 %

Sumber : Pasangan Suami Istri Yang Melakukan Perkawinan Pasu-Pasu


Raja di Kecamatan Nainggolan, Kabupaten Samosir.
B. Kedudukan Anak dan Hak Mewaris Isteri Dalam Perkawinan Pasu-Pasu

Raja di Kecamatan Nainggolan, Kabupaten Samosir

1. Kedudukan Anak Dalam Perkawinan Pasu-Pasu Raja di Kecamatan

Nainggolan, Kabupaten Samosir

Perkawinan pasu-pasu raja merupakan perkawinan yang dilakukan oleh

aturan adat setempat dan tidak berdasarkan hukum agama dan negara. Sehingga

secara hukum dan agama perkawinan pasu-pasu raja dikatakan sebagai

perkawinan yang tidak sah karena tidak dilaksanakan menurut hukum agama dan

negara. Secara hukum perkawinan pasu-pasu raja merupakan perkawinan yang

tidak sah. Sehingga berdasarkan aturan hukum dalam Undang-Undang

Perkawinan, anak yang lahir dari hasil perkawinan pasu-pasu raja merupakan

anak yang di luar perkawinan karena anak tersebut dihasilkan atau ada dalam

perkawinan pasu-pasu raja yang dilakukan hanya secara adat tidak memenuhi

hukum negara.

Ditinjau dari Hukum Adat, anak yang dilahirkan dalam perkawinan pasu-

pasu raja dianggap anak sah, walaupun jika ditinjau dari Undang-Undang

Perkawinan merupakan anak yang tidak sah karena perkawinan tidak

dilaksanakan menurut hukum agama dan negara. Anak yang dilahirkan dalam

perkawinan pasu-pasu raja di Kecamatan Nainggolan, Kabupaten Samosir tetap

mendapatkan harta warisan seperti anak yang dilahirkan dalam perkawinan yang

sah menurut hukum agama dan peraturan perundang-undangan.

Zaman dahulu, setelah anak lahir dalam keluarga yang melakukan

perkawinan pasu-pasu raja maka orang tua mempelai akan datang menjenguk
cucu mereka. Kemudian, orang tua anak akan mendatangi kediaman orang tua ibu

anak tersebut dan merencanakan akan diadakannya adat na gok yaitu adat Batak

Toba yang belum mereka penuhi sewaktu melaksanakan adat perkawinan. Bagi

yang sudah memiliki anak, acara adat tersebut dinamakan pasahat sulang-sulang

pahoppu. Setelah orang tua anak melaksanakan sulang-sulang pahoppu maka

orang tua anak dan anak tersebut telah sah sepenuhnya secara adat Batak Toba

sebagai pasangan suami istri dan berhak menjadi ahli waris dalam adat Batak

Toba. Apalagi jika anak yang dihasilkan dari perkawinan pasu-pasu raja adalah

anak laki-laki satu-satunya dalam keluarga tersebut maka dia menjadi ahli waris

penerus ayahnya walaupun lahir dalam perkawinan yang tidak sah secara agama

dan peraturan perundang-undangan.11

Pandangan dari hukum adat telah sah setelah melakukan pasahat sulang-

sulang pahoppu tetapi secara peraturan perundang-undangan tidak sah. Maka

orang tua harus melakukan pendaftaran perkawinan ke Dinas Pencatatan Sipil

setempat untuk mendapat pengakuan perkawinan berupa akta nikah dan akta lahir

bagi anak mereka tersebut. Barulah setelah adanya akta lahir, maka anak dalam

perkawinan pasu-pasu raja telah disebut anak sah sesuai peraturan perundang-

undangan yang berlaku di Indonesia.

Masyarakat Batak Toba di Kecamatan Nainggolan yang melakukan

perkawinan pasu-pasu raja, kedudukan anak menempati posisi anak yang sah

jikalau ditinjau dari segi adat. Anak laki-laki yang lahir dari hasil perkawinan

pasu-pasu raja mendapat posisi yang sama dengan anak yang dilahirkan dari

11
Wawancara dengan Jaolo Lumbanraja (Penatua Adat dan Uluan Parmalim) di Kecamatan
Nainggolan, Kabupaten Samosir pada tanggal 31 Desember 2017
perkawinan yang sah dalam acara-acara adat. Demikian juga halnya dengan anak

perempuan tetap mempunyai posisi yang sama dalam acara adat Batak Toba

dengan anak perempuan yang merupakan hasil perkawinan yang sah. Walaupun

pada prakteknya, anak yang dilahirkan dalam perkawinan pasu-pasu raja akan

sering mendapat tekanan psikis jika terjadi perdebatan atau perbedaan pendapat

dalam acara-acara adat dan pembagian warisan.12

2. Hak Mewaris Istri dalam Perkawinan Pasu-Pasu Raja di Kecamatan

Nainggolan, Kabupaten Samosir

Masyarakat Batak Toba yang menjadi ahli waris ayahnya adalah anak laki-

laki, sedangkan anak perempuan bukan ahli waris ayahnya. Anak perempuan

hanya memperoleh sesuatu dari orang tuanya sebagai hadiah. Tetapi setelah

keluarnya Putusan Mahkamah Agung tanggal 31 Juli 1973 Nomor 1037

K/Sip/1971, Mahkamah Agung menyatakan bahwa anak perempuan adalah

merupakan satu-satunya ahli waris dan yang berhak atas harta warisan yang

ditinggal pewaris.

Perkawinan jujur dalam masyarakat Batak Toba, perempuan tidak

mempunyai hak memiliki terhadap harta benda yang termasuk dalam harta

perkawinan, hak tersebut hanya terdapat pada suami dan suami yang akan

memberikan hak pakai atas harta benda tersebut kepada isterinya. Isteri yang telah

menjadi janda tetap tinggal di kediaman suami untuk mengurus anak dan harta

peninggalan suami untuk diberikan kepada ahli warisnya.

12
Wawancara dengan Op. Eva Gultom (Penatua Adat) pada tanggal 29 Desember 2017.
Istri dalam sistem hukum Batak Toba tidak berhak untuk menguasai harta

bawaan peninggalan dari pewaris. Isteri yang telah menjadi janda hanya berhak

untuk memelihara dan menikmati harta peninggalan sepanjang dia masih dalam

ikatan perkawinan yang sama atau sampai janda tersebut menikah kembali.

Apabila janda tersebut menikah lagi maka penguasaan terhadap rumah atau harta

peninggalan suaminya pertama menjadi milik saudara kandung laki-laki dari

suami (pewaris).

Kehidupan masyarakat di Kecamatan Nainggolan, ada beberapa masalah

yang terjadi pada istri pelaku perkawinan pasu-pasu raja, yaitu istri tidak dapat

menggugat suami, dan apabila suami adalah pensiunan pegawai negeri sipil maka

istri tidak mendapat gaji pensiunan suami atau tunjangan janda karena melakukan

perkawinan pasu-pasu raja.13

Tabel yang menunjukkan presentase yang setuju atau tidak setuju jika

perkawinan pasu-pasu raja menyertakan istri sebagai ahli waris dalam pembagian

harta warisan pada masyarakat Batak Toba:

Tabel 3
Kedudukan Istri Dalam Perkawinan Pasu-Pasu Raja
N=14
Kedudukan Frekuensi
No Alasan 100%
Istri
Suami Istri
1 Istri sebagai Suami menghargai istri
ahli waris atau Karena istri sebagai pasangan
5 7 86 %
mendapatkan ikut serta membantu suami
hibah mencari harta dan mengurus
anak-anak dan harta.

13
Wawancara dengan Jaolo Lumbanraja (Penatua Adat dan Uluan Parmalim di
Kecamatan Nainggolan, Kabupaten Samosir) pada tanggal 31 Desember 2017.
2 Istri bukan ahli Karena harta tersebut
waris atau merupakan usaha suami dan
tidak istri telah dibeli dengan
mendapatkan memberikan mahar kepada
2 - 14 %
hibah keluarga istri, dan jika
diberikan kepada istri maka
harta tersebut akan
diturunkan juga kepada anak-
anak mereka.
Sumber : Wawancara dengan pasangan suami-istri yang melakukan
perkawinan pasu-pasu raja di Kecamatan Nainggolan.
Umumnya hibah dalam perkawinan pasu-pasu raja di Kecamatan

Nainggolan diberikan jika ada permintaan istri. Hibah tersebut berupa uang atau

emas yang diberikan suami sebesar harga barang permintaan istri, misalnya ketika

istri meminta padi atau kerbau untuk dihibahkan oleh suaminya, maka barang

tersebut akan dijual kemudian suami memberikan uang atau dibelikan emas lalu

diberikan kepada istrinya.

C. Mekanisme Pencatatan Perkawinan Pasu-Pasu Raja di Kecamatan

Nainggolan, Kabupaten Samosir

Pasangan yang melakukan perkawinan pasu-pasu raja merupakan

pasangan yang melakukan perkawinan yang tidak sah karena tidak dilaksanakan

menurut aturan agama atau kepercayaan, sehingga untuk melakukan pencatatan

perkawinan mereka menemukan jalan buntu karena tidak ada surat karena yang

melakukan pemberkatan adalah Penatua Adat. Di Kecamatan Nainggolan terdiri

dari masyarakat yang mayoritas menganut agama Protestan dan Khatolik.

Sehingga pasangan yang melakukan perkawinan pasu-pasu raja yang ingin


melakukan pencatatan perkawinan mereka harus menempuh langkah-langkah

sebagai berikut :14

1. Mendaftarkan diri ke Gereja, karena pasangan yang melakukan

perkawinan pasu-pasu raja sudah dikeluarkan (diban) dari gereja karena

bertentangan dengan hukum agama dari gereja yaitu dikenakan Ruhut

Parmahannion Dohot Pamissangon (RPP). Pasangan tersebut mendatangi

pimpinan gereja dan menyampaikan maksud untuk kembali menjadi

jemaat dan mengukuhkan perkawinan mereka karena telah melakukan

kesalahan dengan melakukan perkawinan pasu-pasu raja. Kemudian

mereka akan dipanggil ke altar dan mengakui kesalahan mereka di

hadapan jemaat gereja pada saat ibadah berlangsung.

2. Selama 6 (enam) bulan pasangan tersebut mengikuti pembelajaran

pemahaman Alkitab dan peraturan yang harus dipatuhi anggota jemaat

Gereja, dengan masuk ke dalam ruas perguru dan gereja melihat

keseriusan pasangan tersebut untuk kembali ke Gereja dan bertobat.

3. Setelah menjalani pembelajaran, maka pasangan tersebut diterima kembali

menjadi Jemaat Gereja. Sehingga gereja akan bertanggung jawab jika

pasangan tersebut membutuhkan bantuan Gereja.

4. Setelah diterimanya pasangan tersebut, maka Gereja akan mengluarkan

Surat Perkawinan (Akta Hot Ripe) dengan dasar Surat Perkawinan dari

Gereja, pasangan tersebut dapat melapor ke kantor kelurahan untuk

mendapat kartu keluarga dan kartu keluarga.

14
Wawancara dengan Pdt. M. Pakpahan,S.Th (Pendeta Ressort Sirait Kecamatan
Nainggolan) pada tanggal 19 Februari 2018
5. Pasangan tersebut mendaftarkan perkawinannya ke Kantor Catatan Sipil

untuk mendapatkan surat akta perkawinan sehingga perkawinnya sah

menurut hukum dan adat.

Sama halnya dengan orang yang menganut kepercayaan di Kecamatan

Nainggolan. Pasangan yang melakukan perkawinan pasu-pasu raja dan ingin

mendaftarkan perkawinan mereka harus menempuh langkah-langkah sebagai

berikut: 15

1. Pasangan tersebut menemui pimpinan kepercayaan Parmalim di daerah

mereka tinggal. Kemudian menyampaikan maksud dan tujuan mereka

untuk kembali menjadi anggota pengikut kepercayaan.

2. Kemudian, pimpinan Parmalim akan melaksanakan acara di rumah

ibadah Parmalim pada saat hari ibadah Parmalim. Acara tersebut

dilaksanakan dengan menerima pasangan masuk dari pintu rumah ibadah

sambil di percikkan air yang dimasukkan anggir (Jeruk Purut)

menggunakan bane-bane ke pasangan tersebut sambil berjalan memasuki

rumah ibadah disaksikan jemaat pengikut kepercayaan.

3. Setelah diterima pasangan oleh pimpinan Parmalim, maka pimpinan

melapor kepada pimpinan pusat untuk mendaftarakan perkawinan

pasangan tersebut. Kemudian diterbitkan surat keterangan perkawinan

dari Pimpinan Parmalim.

4. Setelah diterbitkannya surat keterangan perkawinan, pasangan tersebut

dapat melapor kepada Dinas Catatan Sipil untuk mendapatkan akta

15
Wawancara dengan Jaolo Lumbanraja (Penatua Adat dan Uluan Parmalim) di Kecamatan
Nainggolan pada tanggal 31 Desember 2017
perkawinan agar perkawinannya sah menurut hukum negara dan adat

serta kepercayaan.

Dilihat perkembangannya, perkawinan pasu-pasu raja ini sudah jarang

dilakukan oleh generasi yang muda. Pada umumnya, orang tua sudah memberikan

kelonggaran kepada anaknya dengan membantu biaya dan berusaha merestui

hubungan anaknya dengan suami/istrinya. Jikalau telah hamil di luar nikah, pada

umumnya generasi muda melakukan perkawinan di gereja, tetapi setelah

melahirkan dan gereja mengetahui usia kandungan terlalu cepat jika dihitung dari

tanggal perkawinan maka pasangan akan mendapatkan sanksi dari gereja/

kepercayaan. Walaupun mendapat sanksi dari gereja, tetapi mereka terlebih

dahulu telah mendapatkan surat perkawinan dari gereja sehingga memudahkan

dalam pengurusan akta perkawinan walaupun perkawinan telah melanggar hukum

agama.
III. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut :

1. Perkawinan pasu-pasu raja tidak sah jika ditinjau dari Undang-Undang

Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan karena tidak sesuai

dengan Pasal 2 Undang-Undang Perkawinan, dimana perkawinan pasu-pasu

raja hanya dilaksanakan secara adat dan diberkati Penatua Adat dan tidak

ada campur tangan agama. Perkawinan pasu-pasu raja merupakan bentuk

perkawinan di bawah tangan, karena perkawinan pasu-pasu raja hanya

diakui dalam adat Batak Toba. Walaupun diakui dalam adat namun

mempelai yang melaksanakan perkawinan pasu-pasu raja harus

melaksanakan adat na gok agar diakui dan sah secara adat.

2. Kedudukan anak dalam perkawinan pasu-pasu raja merupakan anak tidak

sah sehingga secara hukum anak tersebut sulit untuk mendapatkan warisan

dan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya,

sebab perkawinan orang tuanya tidak sah menurut hukum negara dan aturan

agama. Demikian juga halnya dengan hak mewaris istri, istri dalam

perkawinan pasu-pasu raja tidak bisa menuntut bagian atau mendapatkan

warisan karena perkawinannya belum sah dalam adat karena belum

melaksanakan adat na gok, dan tidak diakui secara hukum negara sehingga

tidak bisa membawa ke jalur hukum. Tetapi meskipun demikian, pada

praktiknya para suami dalam perkawinan pasu-pasu raja memberikan


wasiat atau hibah kepada istri jika menemukan jalan buntu dari keluarganya

karena tidak setuju untuk memberikan warisan kepada istrinya.

3. Perkawinan pasu-pasu raja dapat disahkan dengan melakukan pencatatan

perkawinan sebagai syarat formil ke Dinas Kependudukan dan Pencatatan

Sipil setempat sesuai dengan domisili. Mekanisme yang harus dilakukanna

adalah mempelai kembali menjadi jemaat gereja atau kepercayaan

kemudian mendapatkan konseling dan mengakui kesalahannya. Setelah itu,

pimpinan agama atau kepercayaan akan memberikan surat keterangan

perkawinan yang digunakan sebagai dasar pengurusan pencatatan

perkawinan agar sah dan diakui negara.

B. Saran

1. Perkawinan pasu-pasu raja merupakan perkawinan yang tidak sah dan tidak

memiliki kekuatan hukum. Sehingga disarankan kepada pemerintah melalui

Dinas Catatan Sipil bekerjasama dengan Penatua Adat setempat untuk

mensosialisasikan kepada masyarakat agar tidak melaksanakan perkawinan

pasu-pasu raja karena tidak memiliki kekuatan hukum, dan mengedukasi

masyarakat pentingnya perkawinan yang sah agar anak dan istri

mendapatkan haknya dalam perkawinan.

2. Hukum adat tetap mengakui kedudukan anak laki-laki sebagai anak sah

walaupun dilahirkan dari perkawinan pasu-pasu raja. Dalam

perkembangannya anak yang dilahirkan dari perkawinan pasu-pasu raja

sulit mempertahankan haknya. Sehingga kepada orang tua yang melakukan

perkawinan pasu-pasu raja agar segera menformilkan perkawinanya dengan

mencatatkannya ke Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil untuk


mendapat pengakuan dari negara sehingga anak dan istri tetap mendapat

haknya.

3. Orang tua yang melakukan perkawinan pasu-pasu raja, agar kembali

menjadi jemaat gereja atau kepercayaan. Begitu juga kepada pemerintah

agar semakin mendisplinkan administrasi perkawinan. Sehingga keluarga

yang melakukan perkawinan pasu-pasu raja segera mencatatkan

perkawinannya dan memudahkan dalam pengurusan administrasi dalam hal

lain.
DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Hadikusuma, Hilman. 1990.Hukum Kekerabatan Adat, Jakarta :Fajar Tanjung.

------------------------,2003. Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia. Bandung : CV


Mandar Maju.

------------------------,2007.Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan


Hukum Adat Hukum Agama,Bandung : CV. Mandar Maju.

Isnaeni, H, Moch.2016.Hukum Perkawinan Indonesia, Bandung : PT. Refika

Aditama.

Joeniarto,1987. Selayang Pandang Tentang Sumber-Sumber Hukum Tatanegara


di Indonesia.Yogyakarta : Liberty.

Meilala, Djaja. 2015. Perkawinan Beda Agama Dan Penghayat Kepercayaan Di


Indonesia Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi, Bandung: Nuansa
Aulia.

Raharjo, Sajipto.1979.Hukum dan Perubahan Sosial, Bandung : Alumni.

Rasjidi, Lili.2000. Hukum Perkawinan dan Hukum Perceraian di Malaysia dan


Indonesia,Bandung : Alumni.

Riduan, Syahrani. 1987. Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil,
Jakarta : PT. Media Sarana Press.

Sagala, Mangapul. 2008. Injil dan Adat Batak, , Jakarta : Yayasan Bina Dunia

Pide,A. Suriyaman Mustari. 2014.Hukum Adat Dahulu, Kini, dan Akan Datang,
Jakarta : PT. Fajar Interpratama Mandiri.

Samosir, Djamanat. 2013. Hukum Adat Indonesia Eksistensi Dalam Dinamika


Perkembangan Hukum Di Indonesia,Bandung : Cv. Nuansa Aulia.

Sanusi, Ahmad. 1984. Pengantar Ilmu Hukum Dan Pengantar Tata Hukum
Indonesia (PIH Dan PTHI) ,Bandung : Tarsito.

Saragih, Djaren, dkk.1980.Hukum Perkawinan Adat Batak Khusus Simalungun,


Toba, dan Karo. Bandung : Tarsito.

Sembiring, Rosnidar. 2016. Hukum Keluarga : Harta-Harta Benda dalam


Perkawinan, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Soekito,Sri Widoyati. 1983.Anak dan Wanita Dalam Hukum,Jakarta : Rajawali.

Soewondo, Nani. 1960. Kedudukan Wanita Indonesia dalam Hukum dan


Masyarakat,Jakarta : Timun Mas.

Supriadi, Wila Chandra. 2002.Hukum Perkawinan Indonesia dan Belanda,


Bandung: Mandar Maju.

Usman,Rachmadi.2006. Aspek-aspek Hukum Perorangan dan Kekeluargaan di


Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika.

Witanto, D.Y. 2010. Hukum Keluarga Hak Dan Kedudukan Anak Luar Kawin
Pasca Keluarnya Putusan MK Tentang Uji Materiil UU
Perkawinan,Jakarta : Prestasi Pustakarya.

Referensi :

Mei, Susanti Novi 2006, Tinjauan Yudiris Terhadap Pendaftaran Perkawinan


Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dan Kaitannya dengan
Komplikasi Hukum Islam.

Rosmeri, 2017, Kedudukan dan Hak Mewaris Isteri dari Perkawinan Secara Adat
Pasu-Pasu Raja pada Masyarakat Batak Toba di Kecamatan Lumban
Julu Kabupaten Toba Samosir

Peraturan Perundang-Undangan :

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Anda mungkin juga menyukai