Garuda 1427369
Garuda 1427369
JURNAL
OLEH:
SUDARMAN SINAGA
NIM 140200446
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
PERKAWINAN PASU-PASU RAJA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG
NO. 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN
JURNAL
Oleh:
SUDARMAN SINAGA
NIM 140200446
Disetujui Oleh:
Ketua Departemen Hukum Keperdataan
Dr.Rosnidar Sembiring,S.H.,M.Hum
NIP. 196602021991032002
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
ABSTRAK
Research method used in this research is juridical empirical law research, with
qualitative analysis method, using primary data obtained from interview (field
research), and secondary data with library research (library research).
Royal marriage marriage is a marriage under the hands and still exists in the
Batak Toba community in Nainggolan Sub-district of Samosir Regency, however
marriage of Pasu-Pasu Raja is only recognized and legally customary but is
illegitimate according to the rules of religion and law as opposed to Article 2 Act No.
1 of 1974 concerning Marriage is not performed according to religious law and belief.
The position of the child in the marriage of Pasu-Pasu Raja is an illegitimate
marriage so that it is difficult to obtain his right and inheritance from his parents, as
well as his wife in the marriage of Pasu-Pasu Raja is difficult to obtain and claim his
rights through legal means if he does not get part of her husband's inheritance
because he is an illegitimate wife according to religious law and state because it is
contrary to the Law of Marriage and is not registered in the Office of Marriage
Registration. The marriage of Pasu-Pasu Raja can be done by first becoming a
member of his religion or belief and then obtaining a marriage letter which becomes
the basis of marriage recording. The government through the Civil Registry Office in
collaboration with the local Elder Culture to socialize to the community not to carry
out the marriage of Pasu-Pasu Raja because it does not have the power of law, and
educate the public the importance of legal marriage so that children and wife get their
rights in marriage. Parents who marry of Pasu-Pasu Raja order to immediately
register his marriage to the Department of Population and Civil Registration to get
recognition from the state. So, the children and wife still got their rights, as well as to
the government to further good admi nistration marital administration for families
who do marriage Pasu-Pasu Raja immediately registered his marriage and facilitated
the administration of administration in other respects.
A. Latar Belakang
Masyarakat Batak Toba dalam kesehariannya hidup dalam kebiasaan
yang penting dalam kehidupan masyarakat. Sebab perkawinan itu tidak saja
Ter Haar menyatakan bahwa perkawinan itu adalah urusan kerabat, urusan
hukum ini telah ada sejak sebelumnya perkawinan terjadi, yaitu adanya hubungan
dan “rasan tuha” (hubungan antara orang tua keluarga dari para calon suami
sangat erat dengan agama dan kerohanian pelaku perkawinan. Pengaturan hukum
tentang perkawinan telah berlaku sama terhadap semua warga sehingga setiap
kepastian hukum, baik dari sudut hukum keluarga, harta benda, dan akibat hukum
1
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan Hukum Adat
Hukum Agama,op.cit,hlm.8
2
Ibid, hlm.9
dari suatu perkawinan dan termasuk mencatatkan peristiwa perkawinan di kantor
Pencatatan Kependudukan bagi yang beragama non Islam, dan di Kantor Urusan
umumnya, yaitu merupakan pranata yang tidak hanya mengikat seorang laki-laki
dengan seorang wanita yang disebut dengan mangadati, tetapi juga mengikat
pemberian uang atau barang jujur yang biasa disebut dengan“sinamot” , hal itu
dilakukan oleh pihak kerabat calon suami kepada pihak kerabat calon isteri
sebagai tanda pengganti pelepas mempelai wanita keluar dari kewargaan adat
suaminya.3
hidup matinya menjadi tanggung jawab suami. Begitu juga dengan anak-anak dan
3
Hilman Hadikusuma, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Bandung : CV Mandar
Maju, 2003, hlm 183.
4
Djisman Samosir, Hukum Perkawinan Adat Batak, Bandung : Bina Cipta, hlm.10
1. Sebagai identitas, menunjukkan baik satuan-satuan yang lebih kecil
(kelompok kecil) maupun yang lebih besar (marga induk), dan juga
2. Sebagai status, dalam hal ini berkaitan dengan sisten Dalihan Na Tolu
3. Sebagai penerus marga, dalam hal ini lebih diutamakan adalah anak laki-
Batak Toba telah mengenal hukum perkawinan dan mempunyai istilah khusus
sesuai dengan adat Batal “adat na gok” perkawinan ini dilaksanakan dalam
kepercayaan Batak Terdahulu yaitu Parmalim, namun ada lagi yang disebut
Keluarga dengan pemberian berkat melalui penatua adat atau Ketua Adat atau
isteri.5 Hal ini dilakukan pada umumnya jika kedua mempelai telah melakukan
5
Rosmeri, Kedudukan dan Hak Mewaris Isteri dari Perkawinan Secara Adat Pasu-Pasu
Raja pada Masyarakat Batak Toba di Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Toba Samosir, (Tesis
Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Tahun 2017)
hubungan yang tidak senonoh, atau salah satu pihak mempelai adalah janda/duda
dan memiliki menempuh perkawinan secara adat yang disebut Pasu-Pasu Raja.6
mengawinkan muda-mudi yang telah salah langkah atau belum cukup dana untuk
Masyarakat Batak Toba menarik untuk dikaji. Untuk itu penelitian ini diberi judul
Samosir)”
B. Permasalahan
Perkawinan?
6
Wawancara dengan Op. Eva (Penatua Adat & Uluan Parmalim) di Kecamatan
Nainggolan pada tangal 29 Desember 2017.
C. Tujuan Penelitian
masyarakat Batak Toba terhadap Status Anak dan Hak Mewaris Isteri
Kabupaten Samosir;
II. PEMBAHASAN
yang hanya diadakan oleh Penatua Adat, dan orang-orang yang tinggal
pemuka agama karena yang menjadi pemberi berkat dalam hal ini adalah Penatua
Adat itu sendiri. Sehingga perkawinan pasu-pasu raja ini hanyalah acara
perkawinan tanpa disertai dokumen yang otentik.7 Oleh sebab itu, perkawinan
kesamaan dengan perkawinan yang dilaksanakan secara agama saja yang disebut
singkat, perbedaanya hanya pada siapa yang memberkati. Pada pasu-pasu raja
7
Wawancara dengan Op. Eva Gultom (Penatua Adat), padal tanggal 29 Desember 2017
8
Wawancara dengan Jaolo Lumbanraja (Penatua Adat dan Pimpinan Parmalim di
Kecamatan Nainggolan, Kabupaten Samosir) pada tanggal 31 Desember 2017.
Perkawinan yang dilaksanakan dengan pasu-pasu raja cenderung
mereka yang melakukan perkawian pasu-pasu raja adalah orang-orang yang tidak
luar nikah, orang-orang yang tidak dapat mengontrol nafsu atau keinginan daging.
Tekanan-tekanan yang demikian akan selalu melekat pada masyarakat, dan pada
umumnya hilang seiring perjalanan waktu dan setelah suami istri melaksanakan
Hal ini bisa kita lihat dari faktor penyebab perkawinan pasu-pasu raja yaitu
a) Pihak isteri tidak dianggap sebagai isterinya yang sah. Akibatnya suami
9
Wawancara dengan Japito Sinaga (Penatua Adat di Desa Pasaran 1 Kecamatan
Nainggolan, Kabupaten Samosir) pada tanggal 26 Desember 2017.
10
D.Y. Witanto, Hukum Keluarga Hak Dan Kedudukan Anak Luar Kawin Pasca Keluarnya
Putusan Mk Tentang Uji Materiil UU Perkawinan,Jakarta : Prestasi Pustakarya, 2010, hlm. 157-
158
b) Pihak isteri tidak bisa memperoleh perlindungan hukum bila terjadi
kekerasan rumah tangga, karena secara hukum suami bebas dari tanggung
jawab.
d) Perempuan tidak berhak atas hak nafkah dan hak warisan jika suami
meninggal dunia.
e) Semua dampak hukum yang menjadi beban isteri berlaku juga pada anak
yang dilahirkan pada pernikahan siri tersebut seperti hak nafkah, hak
Tabel 2
Faktor Penyebab Perkawinan Pasu-Pasu Raja Di Kecamatan Nainggolan,
Kabupaten Samosir
N= 14
1. Telah menduda/ 4 4 57 %
menjanda (ditinggal
mati oleh isteri/suami)
2. Ingin mempunyai anak 2 2 28 %
aturan adat setempat dan tidak berdasarkan hukum agama dan negara. Sehingga
perkawinan yang tidak sah karena tidak dilaksanakan menurut hukum agama dan
Perkawinan, anak yang lahir dari hasil perkawinan pasu-pasu raja merupakan
anak yang di luar perkawinan karena anak tersebut dihasilkan atau ada dalam
perkawinan pasu-pasu raja yang dilakukan hanya secara adat tidak memenuhi
hukum negara.
Ditinjau dari Hukum Adat, anak yang dilahirkan dalam perkawinan pasu-
pasu raja dianggap anak sah, walaupun jika ditinjau dari Undang-Undang
dilaksanakan menurut hukum agama dan negara. Anak yang dilahirkan dalam
mendapatkan harta warisan seperti anak yang dilahirkan dalam perkawinan yang
perkawinan pasu-pasu raja maka orang tua mempelai akan datang menjenguk
cucu mereka. Kemudian, orang tua anak akan mendatangi kediaman orang tua ibu
anak tersebut dan merencanakan akan diadakannya adat na gok yaitu adat Batak
Toba yang belum mereka penuhi sewaktu melaksanakan adat perkawinan. Bagi
yang sudah memiliki anak, acara adat tersebut dinamakan pasahat sulang-sulang
orang tua anak dan anak tersebut telah sah sepenuhnya secara adat Batak Toba
sebagai pasangan suami istri dan berhak menjadi ahli waris dalam adat Batak
Toba. Apalagi jika anak yang dihasilkan dari perkawinan pasu-pasu raja adalah
anak laki-laki satu-satunya dalam keluarga tersebut maka dia menjadi ahli waris
penerus ayahnya walaupun lahir dalam perkawinan yang tidak sah secara agama
Pandangan dari hukum adat telah sah setelah melakukan pasahat sulang-
setempat untuk mendapat pengakuan perkawinan berupa akta nikah dan akta lahir
bagi anak mereka tersebut. Barulah setelah adanya akta lahir, maka anak dalam
perkawinan pasu-pasu raja telah disebut anak sah sesuai peraturan perundang-
perkawinan pasu-pasu raja, kedudukan anak menempati posisi anak yang sah
jikalau ditinjau dari segi adat. Anak laki-laki yang lahir dari hasil perkawinan
pasu-pasu raja mendapat posisi yang sama dengan anak yang dilahirkan dari
11
Wawancara dengan Jaolo Lumbanraja (Penatua Adat dan Uluan Parmalim) di Kecamatan
Nainggolan, Kabupaten Samosir pada tanggal 31 Desember 2017
perkawinan yang sah dalam acara-acara adat. Demikian juga halnya dengan anak
perempuan tetap mempunyai posisi yang sama dalam acara adat Batak Toba
dengan anak perempuan yang merupakan hasil perkawinan yang sah. Walaupun
pada prakteknya, anak yang dilahirkan dalam perkawinan pasu-pasu raja akan
sering mendapat tekanan psikis jika terjadi perdebatan atau perbedaan pendapat
Masyarakat Batak Toba yang menjadi ahli waris ayahnya adalah anak laki-
laki, sedangkan anak perempuan bukan ahli waris ayahnya. Anak perempuan
hanya memperoleh sesuatu dari orang tuanya sebagai hadiah. Tetapi setelah
merupakan satu-satunya ahli waris dan yang berhak atas harta warisan yang
ditinggal pewaris.
mempunyai hak memiliki terhadap harta benda yang termasuk dalam harta
perkawinan, hak tersebut hanya terdapat pada suami dan suami yang akan
memberikan hak pakai atas harta benda tersebut kepada isterinya. Isteri yang telah
menjadi janda tetap tinggal di kediaman suami untuk mengurus anak dan harta
12
Wawancara dengan Op. Eva Gultom (Penatua Adat) pada tanggal 29 Desember 2017.
Istri dalam sistem hukum Batak Toba tidak berhak untuk menguasai harta
bawaan peninggalan dari pewaris. Isteri yang telah menjadi janda hanya berhak
untuk memelihara dan menikmati harta peninggalan sepanjang dia masih dalam
ikatan perkawinan yang sama atau sampai janda tersebut menikah kembali.
Apabila janda tersebut menikah lagi maka penguasaan terhadap rumah atau harta
suami (pewaris).
yang terjadi pada istri pelaku perkawinan pasu-pasu raja, yaitu istri tidak dapat
menggugat suami, dan apabila suami adalah pensiunan pegawai negeri sipil maka
istri tidak mendapat gaji pensiunan suami atau tunjangan janda karena melakukan
Tabel yang menunjukkan presentase yang setuju atau tidak setuju jika
perkawinan pasu-pasu raja menyertakan istri sebagai ahli waris dalam pembagian
Tabel 3
Kedudukan Istri Dalam Perkawinan Pasu-Pasu Raja
N=14
Kedudukan Frekuensi
No Alasan 100%
Istri
Suami Istri
1 Istri sebagai Suami menghargai istri
ahli waris atau Karena istri sebagai pasangan
5 7 86 %
mendapatkan ikut serta membantu suami
hibah mencari harta dan mengurus
anak-anak dan harta.
13
Wawancara dengan Jaolo Lumbanraja (Penatua Adat dan Uluan Parmalim di
Kecamatan Nainggolan, Kabupaten Samosir) pada tanggal 31 Desember 2017.
2 Istri bukan ahli Karena harta tersebut
waris atau merupakan usaha suami dan
tidak istri telah dibeli dengan
mendapatkan memberikan mahar kepada
2 - 14 %
hibah keluarga istri, dan jika
diberikan kepada istri maka
harta tersebut akan
diturunkan juga kepada anak-
anak mereka.
Sumber : Wawancara dengan pasangan suami-istri yang melakukan
perkawinan pasu-pasu raja di Kecamatan Nainggolan.
Umumnya hibah dalam perkawinan pasu-pasu raja di Kecamatan
Nainggolan diberikan jika ada permintaan istri. Hibah tersebut berupa uang atau
emas yang diberikan suami sebesar harga barang permintaan istri, misalnya ketika
istri meminta padi atau kerbau untuk dihibahkan oleh suaminya, maka barang
tersebut akan dijual kemudian suami memberikan uang atau dibelikan emas lalu
pasangan yang melakukan perkawinan yang tidak sah karena tidak dilaksanakan
perkawinan mereka menemukan jalan buntu karena tidak ada surat karena yang
Surat Perkawinan (Akta Hot Ripe) dengan dasar Surat Perkawinan dari
14
Wawancara dengan Pdt. M. Pakpahan,S.Th (Pendeta Ressort Sirait Kecamatan
Nainggolan) pada tanggal 19 Februari 2018
5. Pasangan tersebut mendaftarkan perkawinannya ke Kantor Catatan Sipil
berikut: 15
15
Wawancara dengan Jaolo Lumbanraja (Penatua Adat dan Uluan Parmalim) di Kecamatan
Nainggolan pada tanggal 31 Desember 2017
perkawinan agar perkawinannya sah menurut hukum negara dan adat
serta kepercayaan.
dilakukan oleh generasi yang muda. Pada umumnya, orang tua sudah memberikan
hubungan anaknya dengan suami/istrinya. Jikalau telah hamil di luar nikah, pada
melahirkan dan gereja mengetahui usia kandungan terlalu cepat jika dihitung dari
agama.
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
sebagai berikut :
raja hanya dilaksanakan secara adat dan diberkati Penatua Adat dan tidak
diakui dalam adat Batak Toba. Walaupun diakui dalam adat namun
sah sehingga secara hukum anak tersebut sulit untuk mendapatkan warisan
dan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya,
sebab perkawinan orang tuanya tidak sah menurut hukum negara dan aturan
agama. Demikian juga halnya dengan hak mewaris istri, istri dalam
melaksanakan adat na gok, dan tidak diakui secara hukum negara sehingga
B. Saran
1. Perkawinan pasu-pasu raja merupakan perkawinan yang tidak sah dan tidak
2. Hukum adat tetap mengakui kedudukan anak laki-laki sebagai anak sah
haknya.
lain.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Aditama.
Riduan, Syahrani. 1987. Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil,
Jakarta : PT. Media Sarana Press.
Sagala, Mangapul. 2008. Injil dan Adat Batak, , Jakarta : Yayasan Bina Dunia
Pide,A. Suriyaman Mustari. 2014.Hukum Adat Dahulu, Kini, dan Akan Datang,
Jakarta : PT. Fajar Interpratama Mandiri.
Sanusi, Ahmad. 1984. Pengantar Ilmu Hukum Dan Pengantar Tata Hukum
Indonesia (PIH Dan PTHI) ,Bandung : Tarsito.
Witanto, D.Y. 2010. Hukum Keluarga Hak Dan Kedudukan Anak Luar Kawin
Pasca Keluarnya Putusan MK Tentang Uji Materiil UU
Perkawinan,Jakarta : Prestasi Pustakarya.
Referensi :
Rosmeri, 2017, Kedudukan dan Hak Mewaris Isteri dari Perkawinan Secara Adat
Pasu-Pasu Raja pada Masyarakat Batak Toba di Kecamatan Lumban
Julu Kabupaten Toba Samosir
Peraturan Perundang-Undangan :