Anda di halaman 1dari 102

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan yang merata merupakan salah satu program


pemerintah yang bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan
yang optimal bagi seluruh lapisan masyarakat. Untuk melaksanakan
upaya kesehatan tersebut diperlukan fasilitas kesehatan yang
memadai sehingga dapat dilaksanakan upaya pelayanan kesehatan,
baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif. Selain itu
fasilitas kesehatan dapat juga digunakan untuk kepentingan
pendidikan, pelatihan, penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan (Kemenkes RI
Tahun 2006).
Salah satu fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara paripurna adalag
rumah sakit. Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna
yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat
darurat.
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit
yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat termasuk
pelayanan farmasi klinik (Permenkes RI Tahun 2016).

Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) merupakan suatu


fasilitas rumah sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan
pekerjaan kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit
itu sendiri, dipimpin oleh seorang apoteker dan dibantu beberapa
orang apoteker yang memenuhi persyaratan perundang- undangan

1
yang berlaku dan kompeten secara profesional.

Apoteker khususnya yang bekerja di rumah sakit dituntut


untuk merealisasikan paradigma pelayanan kefarmasian dari
orientasi produk menjadi orientasi pasien. Untuk kompetensi
apoteker perlu ditingkatkan terus menerus agar perubahan paradigma
tersebut dapat diimplementasikan (Permenkes RI Tahun 2016).

Apoteker sebagai tenaga profesi di rumah sakit mempunyai


peranan yang besar dalam pelayanan kesehatan yang harus memiliki
pengetahuan, kemampuan dan professional dalam melakukan
tugasnya. Untuk mendapatkan Apoteker yang kompeten, selain
harus menempuh pendidikan formal di bidangnya, sebaiknya tenaga
apoteker juga memiliki pengalaman terlibat langsung di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit (IFRS) sehingga dapat menerapkan ilmu teori
yang didapat dengan prakteknya secara langsung. Salah satu cara
yang dapat dilakukan adalah dengan melaksanakan Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) di Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS).
Program ini dapat memberi pembekalan awal sekaligus pengalaman
kepada Apoteker sebelum terjun langsung di Instalasi Farmasi
Rumah Sakit (IFRS).

Upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan


keterampilan calon apoteker, Program Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi Institut Sains dan Teknologi Nasional bekerjasama dengan
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) RSUD A.Yani Metro untuk
menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA). Dengan
penyelenggaraan PKPA ini diharapkan para calon apoteker
mempunyai bekal pengetahuan, wawasan, dan kemampuan sebagai
salah satu tenaga kesehatan di rumah sakit, sehingga mampu
menunjukkan kompetensinya sebagai apoteker kelak.

2
1.2 TUJUAN PKPA di RUMAH SAKIT

Tujuan dilaksanakannya Praktek Kerja Profesi Apoteker di RSUD


Ahmad Yani Metro yaitu sebagai berikut:
1. Mengetahui gambaran umum RSUD Ahmad Yani Metro
2. Mengetahui struktur dan pembagian kerja di Instalasi Farmasi
RSUD Ahmad Yani Metro
3. Mengetahui peran dan tanggung jawab apoteker dalam peran Lintas
Terkait Pelayanan Farmasi di RSUD Ahmad Yani Metro
4. Mengetahui gambaran nyata tentang permasalahan praktek
kefarmasian serta mempelajari strategi dan kegiatan-kegiatan yang
dapat dilakukan dalam rangka pengembangan praktek kerja
kefarmasian di RSUD Ahmad Yani Metro
5. Mendapatkan wawasan , pengetahuan, keterampilan dan
pengalaman praktis untuk melakukan praktek kefarmasian di
Rumah Sakit

1.3 PELAKSANAAN PKPA

Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang


dilakukan di RSUD Ahmad Yani Metro dilaksanakan pada periode
Januari – Februari 2021.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Rumah Sakit

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang


mengelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darura (PP No.
47,2021).

Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit adalah


bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi
memberikan pelayanan paripurna (komprehensif) kepada masyarakat
berupa penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit
(preventif). Rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga
kesehatan dan pusat penelitian medik. (WHO, 2010).

2.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit


Berdasarkan Peraturan Pemerintah Kesehatan Republik Indonesia
no 47 tahun 2021 tentang Rumah Sakit, rumah sakit mempunyai tugas
memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna, yang
dimaksud dengan pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan
kesehatan yang meliputi promotif (memlihara dan meningkatkan
kesehatan), preventif (pencegahan penyakit), kuratif (penyembuhan
penyakit), dan reabilitastif (pemulihan).

Dalam melaksanakan tugasnya rumah sakit mempunyai fungsi:


a. penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan
sesuai dengan standra pelayanan rumahsakit
b. pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorang melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai medis
c. penyelenggara pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan
d. penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan

4
teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan
kesehatan dengan mempertahankan etika ilmu p engetahuan bidang
kesehatan (Permenkes No. 72, 2016).
2.3 Klasifikasi Rumah Sakit

Klasifikasi rumah sakit dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan


pengelolaannya berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannya.

2.3.1 Berdasarkan jenis pelayanan


Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit
dikategorikan dalam Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus.
1. Rumah Sakit Umum (RSU), pengelompokan kelas Rumah Sakit
berdasarkan kemampuan pelayanan, fasilitas kesehatan, saranan
penunjang dan sumber daya manusia. Rumah Sakit Umum dengan
Klasifikasi :
a. Rumah Sakit Umum Kelas A
Rumah Sakit Umum kelas A harus mempunyai fasilitas dan
kemmapuan pelayanan medik paling sedikit 4 Pelayanan Medik
Special Dasar, 5 Pelayanan Special Penunjang Medik, 12
Pelayanan Medik Special Lain dan 13 Pelayanan Medik
Subspecial. Untuk ruang rawat inap kelas A paling sedikit 250
tempat tidur.

b. Rumah Sakit Umum Kelas B


Rumah Sakit Umum Kelas B harus mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 Pelayanan Medik
Spesialis dasar dan 4 pelayanan spasialis penunjang Medik, 8
pelayanan medik spesialis lain dan 2 pelayanan medik
subspesialiss dasar. Untuk ruang rawat inap kelas B paling
sedikit 200 tempat tidur.

c. Rumah Sakit Umum Kelas C


Rumah Skakit C harus mempunyai fasilitas dan kemampuasn
pelayanan medik paling sekit 4 pelayanan spesialis dasar,

5
pelayanan spsesialis pennjung medik. Untuk ruang rawat inap
kelas C paling sedikit 100 tempat tidur.

d. Rumah Sakit Umum Kelas D


Rumah Sakit Umum kelas D harus mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 pelayanan medik
spesialis Dasar, Pelayanan Medik Spesialis dasar sekurang-
kurangnya 2 dari 4 jenis pelayanan spesialis dasar meliputi
pelayanan penyakit dalam, kesehatan anak,bedah dan
kandungan. Untuk ruang rawat inap kelas D paling
sedikit 50 tempat tidur.
(PP no.47, 2021)
2. Rumah Sakit Khusus
Rumah Sakit Khsusu adalah rumah sakit yang memberikan
pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit
terutama berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis
penyakit, atau kekhususan lainnya. Rumah Sakit Khusus
diklasifikasikan menjadi:

1). Rumah Sakit Kelas Khusus A


Rumah Sakit Khusus A mempunyai fasilitas dan
kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan
pelayanan Medik Subspesialis sesuai kekhususannya
yang lengkap. Untuk ruang rawat inap kelas rumah sakit di
A paling sedikit 200 tempat tidur.

2). Rumah Sakit Khusus B


Rumah Sakit Khusus B mempunyai fasilitas dan
kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis dan
pelayanan mediksuspesialis seseuai kehususannya yang
minimal. Untuk ruang rawat inap kelas rumah sakit di B
paling sedikit 75 tempat tidur. Untuk ruang rawat inap kelas
rumah sakit di A paling sedikit 25 tempat tidur.

6
Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus memberikan
pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum seperti
pelayanan medik dan penunjang medik, Pelayanan keperawatan dan
kebidanan, pelayanan ke farmasian dan pelayanan penunjang. meliputi:
1) Pelayanan medik dan penunjang medik terdiri atas:
 Pelayanan medik umum merupakan pelayanan medik
dasar
 Pelayanan medik spesialis merupakan pelayanan
penyakit dalam, pelayanan anak, pelayanan bedah,
dan pelayanan obstetri dan ginekologi
 Pelayanan medik suspesialis merupakan pelayanan
subspesialis dasar dan pelayanan medik subspesialis
lain.
2). Pelayanan keperawatan dan kebidanan terdiri atas:
 Pelayanan asuhan keperawatan berupa pelayanan
asuhan keperawatan generalis dan pelayanan asuhan
keperawatan spesialis
3) Pelayanan kefarmasian terdiri dari:
 Pengelolaan alat kesehatan, sediaan farmasi dan bahan
habis pakai yang dlakukan oleh instalasi farmasi
sistem satu pintu dan pelayanan farmasi klinik.
4) Pelayanan penunjang terdiri dari:
 Pelayanan penunjang yang diberikan tenaga kesehatan
berupa pelayanan laboratorium, rekam medik, darah,
gizi, sterilisasi yang tersentral, dan penunjang lain.
 Pelayanan penunjang yang diberikan oleh tenaga non
kesehatan berupa manajemen Rumah Sakit, Informasi
dan komunikasi, pemeliharaan sara prasaranan dan
alat kesehatan, pelayanan laundry, pemulasaraan
jenazah dan pelayanan penunjang lainnya.
(PP no.47, 2021)
2.4 Struktur Organisasai Rumah Sakit

7
Berdasarkan peraturan pemerintahan no 47 tahun 2021 tentang Rumah
Sakit, organisasi Rumah Sakit paling sedikit terdiri atas:
1. Kepala rumah sakit atau direktur rumah sakit
2. Unsur pelayanan medis
3. Unsur pelayanan perawatan
4. Unsur penunjang medis
5. Komite medis
6. Satuan pemeriksaan internal
7. Administrasi

Kepala rumah sakit harus seorang tenaga medis yang mempunyai


kemampuan dan keahlian di bidang perumahan sakit, tenaga struktural yang
menduduki jabatan sebagai pimpinan harus berkewarganegaraan Indonesia,
pemilik rumah sakit tidak boleh merangkap menjadi kepala rumah sakit.

2.5 Sumber Daya Manusia (SDM)


Menurut Peraturan Pemerintahan No.47 Tahun 2021 tentang Rumah
Sakit, bahwa rumah sakit umum harus memiliki tenaga tetap yang meliputi:
1. Tenaga medis
2. Tenaga psikologi klinis
3. Tenaga keperawatan
4. Tenaga kebidanan
5. Tenaga kefarmasian
6. Tenaga kesehatan masyarakat
7. Tenaga kesehatan lingkungan
8. Tenaga gizi
9. Tenaga keterapian fisik
10. Tenaga keteknisian medis
11. Tenaga teknik biomedika
12. Tanaga kesehatan lain
13. Tenaga manajemen Rumah Sakit
14. Tenaga manajemen Rumah Sakit dan

8
15. Tenaga non kesehatan

Menurut Peraturan Pemerintahan No.47 Tahun 2021 tentang Rumah


Sakit, bahwa rumah sakit Khusus harus memiliki tenaga tetap yang meliputi:
1. Tenaga medis
2. Tenaga keperawatan dan teanga kepidanan
3. Tenaga kefarmasian
4. Tenaga kesahatan lain
5. Tenaga manajemen Rumah Sakit dan
6. Tenaga non kesehatan

Tenaga medis yang akan melakukan praktek seperti dokter, di rumah


sakit wajib memiliki surat izi praktek. Untuk tenaga kesehatan tertentu yang
bekerja di rumah sakit wajib memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan (permenkes No.72, tahun 2016).
Jumalah dan jenis sumber daya manusia harus sesuai dnegan jenis dan
klasifikasi rumah sakit. Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit
harus bekerja sesuai dnegan standar profesi, standar pelayanan rumah sakit,
standar prosedur oprasional yang berlaku, etika profesi, menghormasi hak
pasien dan mengutamakan keselamatan pasien.

2.6 Akreditasi Rumah Sakit


Berdasarkan Peraturan pemerintahan No.47 Tahun 2021 tentang Rumah
Sakit, akreditas adalah pengakuan terhadap mutu pelayanan Rumah Sakit,
setelah dilakukannya penilaian bahwa Rumah Sakit telah memenuhi standar
Akreditasi. Tujuan dari akreditas yaitu:
1. Meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit
2. Meningkatkan keselamatan pasien rumah sakit
3. Meingkatkan perlindungan bagi pasien, masyarakat, sumber daya rumah
sakit dan rumah sakit sebagai industri
4. Mendukung program pemerintahan di bidan kesehatan

2.7 Instalasi Farmasi Rumah Sakit

9
2.7.1 Definisi Instalasi Farmasi
Instalasi farmasi rumah sakit adalah suatu bagian/unit/divisi
atau fasilitas di rumah sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan
pekerjaan kefarmasian yang ditujuakan untuk keperluan rumah sakit
itu sendiri. Berdasarkan definisi tersebut maka instalasi farmasi rumah
sakit secara umum dapat diartikan sebagai suatu ddepartemen atau
unit atau bagian di rumah sakit dibawah pimpinan soerang apoteker
dan dibantu oleh beberapa apoteker yang memenuhi persyaratan
perundang-undangan yang berlaku dan bertanggu jawab atas seluruh
pekerjaan serta pelayanan kefarmasian, yang terdiri dari pelayanan
paripurna yang mencakup pengelolaan sediaan farmasi, alkes dan
BMHP yaitu dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan,
pengendalian dan administrasi seluruh sediaan farmasi di Rumah
Sakit. Kemudian ada pelayanan Farmasi Klinik seperti pengkajian
resep dan pelayanan resep, penelusuran riwayat penggunaan obat,
rekonsiliasi obat, pelayanan informasi obat, konseling, visite,
pemantauan terapi obat, monitoring efek samping,evaluasi
penggunaan obat, dispensing sediaan steril dan penggunaan kadar obat
dalam darah. (Permenkes No.72, 2016).

2.7.2 Tugas pokok dan Fungsi instalasi farmasi Rumah Sakit (IFRS)
1. Tugas pokok intalasi Farmasi adalah sebagai berikut:

a. melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal

b. menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi profesional


berdasarkan prosedur kefarmasian dan etika profesi
c. melaksanakan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
d. melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturan yang
berlaku

e. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi

f. mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi

10
g. memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan
dan formularium rumah sakit.
2. Fungsi Instalasi Farmasi sebagai berikut:
a. Memilih perbekalan fatmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah
sakit
b. Merencanakan kebutuhan perbekalan secara optimal
c. mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan
yang telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku
d. menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan
ketentuan yang berlaku
e. menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan
persyaratan kefarmasian
f. mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di
rumah sakit.

2.9.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Rumah Sakit


2.9.1 Komite Farmasi dan Terapi
Komite/Tim Farmasi dan Terapi adalah suatu kelompok
penasehat staf medik yang bertugas memberi saran dan juga
bertindak sebagai garis penghubung komunikasi oerganisasional
antara staf medik dan instalasi farmasi rumah sakit dalam
penggunaan obat di rumah sakit. Dalam pengorganisasian rumah
sakit dibentuk komite/Tim Farmasi dan Terapi yang merupakan
unit kerja dalam memberikan rekomendasi kepada pimpinan rumah
sakit mengenai kebijakan penggunaan obat di rumah sakit yang
anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili semua spesialisasi
yang ada di rumah sakit, apoteker instalasi farmasi, serta tenaga
kesehatan lainnya apabila diperlukan.

Sehingga Komite/Tim Farmasi dan Terapi ini menjadi salah


satu aspek penting dari pelayanan kefarmasian yaitu
memaksimalkan suatu terapi obat yang optimal melalui

11
penggunaan obat yang aman dan rasional. Tugas komite/Tim
Farmasi dan Terapi sebagai merumuskan kebijakan yang berkaitan
dengan penggunaan terapi obat dan memberikan edukasi yang
berkaitan dengan penggunaan obat yang tepat. Fungsi dari
Komite/Tim Farmasi dan Terapi adalah sebagai:

1. mengembangkan formularium di rumah sakit dan merevisinya.


Pemilihan obat untuk dimasukkan dalam formularium harus
didasarkan pada evaluasi subjektif terhadap efek terapi,
keamanan serta harga obat dan juga harus meminimalkan
duplikasi dalam tipe obat, kelompok dan produk obat yang
sama
2. mengevaluasi untuk menyetujui atau menolak produk obat baru
atau dosis obat yang diusulkan oleh anggota staf medis
3. menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit
dan yang termasuk dalam kategori khusus
4. membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan
terhadap kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan
mengenai penggunaan obat di rumah sakit sesuai peraturan
yang berlaku
5. melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit
dengan mengkaji medical record dibandingkan dengan standar
diagnosa dan terapi
6. mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping
obat
7. menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat
kepada staf medis dan perawat.

Kewajiban Komite/Tim Farmasi dan Terapi Rumah Sakit sebagai:


1. memberikan rekomendasi pada Pimpinan rumah sakit untuk
mencapai budaya pengelolaan dan penggunaan obat secara
rasional

12
2. mengkoordinirpembuatan pedoman diagnosis dan terapi,
formularium rumah sakit, pedoman penggunaan antibiotika
dan lain-lain
3. melaksanakan pendidikan dalam bidang pengelolaan dan
penggunaan obat terhadap pihak-pihak yang terkait
4. melaksanakan pengkajian pengelolaan dan penggunaan obat
dan memberikan umpan balik atas hasil pengkajian tersebut

Komite/Tim Farmasi dan Terapi dapat diketahui oleh


seorang dokter atau seorang Apoteker, apabila diketahui oleh
dokter maka seketarisnya adalah apoteker, namun apabila diketahui
oleh apoteker, maka sekertarisnya adalah dokter. Komite/Tim
Farmasi dan Terapi harus mengadakana rapat secara teratur,
sedikitnya 2(dua) bulan sekali dan untuk rumah sakit besar rapat
diadakan sekali dalam satu bulan. Rapat komite/Tim Farmasi dan
Terapi dapat mengundang pakar dari dalam maupun dari luar
rumah sakit yang dapat memberikan masukan bagi pengelolaan
Komite/Tim Farmasi Terapi, memiliki pengetahuan khusus,
keahlian-keahlian atau pengdapat tertentu yang bermanfaat bagi
Komite/Tim Farmasi dan Terapi (kemenkes, tahun 2019).

2.10 Standar Pelayanan Kefarmasian Rumah Sakit


2.10.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi
Menurut Permenkes Republik Indonesia No.72 Tahun 2016
kegiatan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan habis
pakai meliputi:
A. Pemilihan
Pemilihan merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah
kesehatan, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis, menentukan
kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial, standarisasi
sampai menjaga dan memperbarui standar obat. Penentuan seleksi
obat merupakan peran aktif Apoteker dalam Komite/Tim Farmasi
dan Terapi untuk menetapkan kualitas dan efektivitas.

13
Formularium Rumah Sakit disusun mengacu kepada
formularium Nasional. Formularium Rumah Sakit merupakan daftar
obat yang disepakati oleh staf medis, disusun oleh Komite/Tim
Farmasi dan Terapi yang ditetapkan oleh pimpinan Rumah Sakit.
Dalam rangka meningkatkan kepatuhan dalam penggunaan maka RS
harus memiliki kebijakan terkait penambahan atau pengurangan obat
dalam formularium RS dengan mempertimbangkan indikasi,
penggunaan, efektifitas, risiko, dan biaya. Bila ada obat yang baru
ditambahkan dalam formularium, ada proses atau mekanisme untuk
memonitor bagaimana penggunaan obat serta bila timbul efek
samping dan Kejadian Tidak Diinginkan (KTD). Formularium Rumah
Sakit harus tersedia untuk semua resep/instruksi pengobatan,
penyediaan obat dan pemberian obat di Rumah Sakit.

Penyusunan obat dalam formularium rumah sakit berdasarkan


kebutuhan rumah sakit mengacu pada data morbiditas di rumah sakit.
Tahapan penyusunan Formularium Rumah Sakit sebagai berikut:

a) Staf Medik Farmasi (SMF) mengajukan usulan obat berdasarkan


pada Panduan Praktik Klinik (PPK) atau clinical pathway;
b) Komite/Tim Farmasi dan Terapi membuat rekapitulasi usulan
obat dari semua pengusul dan mengelompokkan usulan obat
berdasarkan kelas terapi;
c) Komite/Tim Farmasi dan Terapi membahas usulan tersebut
bersama Kelompok Staf Medik (KSM) pengusul, jika diperlukan
dapat meminta masukan dari pakar;
d) Menetapkan obat yang masuk formularium untuk diajukan
pengesahan ke Direktur Rumah Sakit;
e) Direktur Rumah Sakit mengesahkan pemberlakuan formularium
rumah sakit.

Formularium yang telah diberlakukan harus disosialisasikan


kepada seluruh tenaga kesehatan yang terlibat dalam penggunaan
obat. Mereka harus mendapatkan akses terhadap formularium yang

14
berlaku dalam bentuk hard copy atau soft copy tergantung kebijakan
rumah sakit.
Standar Prosedur Operasional yang diperlukan dalam proses
seleksi obat di rumah sakit adalah:
a) SPO Penyusunan Formularium Rumah Sakit
b) SPO Monitoring Obat Baru
c) SPO Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
d) Dokumen lain

B. Perencanaan
Rumah Sakit harus melakukan perencanaan kebutuhan obat
dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggung jawabkan
untuk menghindari kekosongan obat. Perencanaan obat yang baik
dapat meningkatkan pengendalian stok sediaan farmasi di RS.
Perencanaan dilakukan mengacu pada Formularium RS yang telah
disusun sebelumnya. Apabila terjadi kehabisan obat karena
terlambatnya pengiriman, kurangnya stok nasional atau sebab lain
yang tidak diantisipasi sebelumnya, maka apoteker menginformasikan
kepada staf medis tentang kekosongan obat tersebut dan saran
substitusinya atau mengadakan dari pihak luar yang telah diikat
dengan perjanjian kerjasama. Perencanaan dilaksanakan melibatkan
internal instalasi farmasi rumah sakit dan unit kerja yang ada di rumah
sakit.
1. Tahapan dalam proses perencanaan kebutuhan obat di Rumah Sakit
yaitu meliputi:
a. Persiapan
b. Pengumpulan data
c. Analisa terhadap usulan kebutuhan
d. Menyusun dan menghitung rencana kebutuhan obat
menggunakan metode yang sesuai
e. Melakukan evaluasi rencana kebutuhan menggunakan analisis
yang sesuai

15
f. Revisi rencana kebutuhan obat (jika diperlukan)
g. IFRS menyampaikan daftar usulan kebutuhan obat ke
manajemen Rumah Sakit untuk mendapatkan persetujuan.
2. Melaksanakan pengadaan obat berdasarkan katalog elektronik
menggunakan E-Monev ke industri farmasi dan pedagang besar
farmasi (BPF).
3. Menghitung rencana kebutuhan obat dengan metode yang dipilih
rumha sakit
4. Revisi daftar Obat

C. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan
yang telah direncanakan dan disetujui, melalui Pembelian,
Produksi/pembuatan sediaan farmasi, dan sumbangan/droping/ hibah.
Pembelian dengan penawaran yang kompetitif (tender) merupakan
suatu metode penting untuk mencapai keseimbangan yang tepat antara
mutu dan harga, apabila ada dua atau lebih pemasok, apoteker harus
mendasarkan pada kriteria berikut : mutu produk, reputasi produsen,
distributor resmi, harga, berbagai syarat, ketepatan waktu pengiriman,
mutu pelayanan pemasok, dapat dipercaya, kebijakan tentang barang
yang dikembalikan, dan pengemasan.

1. Pembelian adalah rangkaian proses pengadaan untuk mendapatkan


sediaan farmasi dan BMHP dari pemasok.
Ada 4 metode pada proses pembelian:
a. Tender terbuka, berlaku untuk semua distributor yang terdaftar,
dan sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Pada
penentuan harga metode ini lebih menguntungkan. Untuk
pelaksanaannya memerlukan staf yang kuat, waktu yang lama
serta perhatian penuh.
b. Tender terbatas, sering disebutkan lelang tertutup. Hanya
dilakukan pada distributor tertentu yang sudah terdaftar dan

16
memiliki riwayat yang baik. Harga masih dapat dikendalikan,
tenaga dan beban kerja lebih ringan bila dibandingkan dengan
lelang terbuka.
c. Pembelian dengan tawar menawar, dilakukan bila item tidak
penting, tidak banyak dan biasanya dilakukan pendekatan
langsung untuk item tertentu.
d. Pembelian langsung, pembelian jumlah kecil, perlu segera
tersedia. Harga tertentu, relatif agak lebih mahal.

Untuk pelayanan kesehatan Jaminan Kesehatan Nasional,


pembelian obat dilakukan melalui e-purchasing berdasarkan obat
yang ada di e-katalog sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 63 Tahun 2014 tentang Pengadaan Obat Berdasarkan E-
Catalog Elektronik (E-Catalogue). Dengan telah terbangunnya
sistem Katalog Elektronik (E-Catalogue) obat, maka seluruh
Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) dalam
pengadaan obat baik untuk program Jaminan Kesehatan Nasional
maupun program kesehatan lainnya tidak perlu melakukan proses
pelelangan, namun dapat langsung memanfaatkan sistem Katalog
Elektronik (ECatalogue) obat dengan prosedur E-Purchasing.

2. Produksi sediaan farmasi di rumah sakit mencakup kegiatan


membuat, merubah bentuk, dan pengemasan kembali sediaan
farmasi steril dan/atau non steril untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Kriteria sediaan farmasi yang diproduksi :
a. Sediaan farmasi dengan formula khusus
b. Sediaan farmasi dengan mutu sesuai standar dengan harga
lebih murah
c. Sediaan farmasi yang memerlukan pengemasan kembali
d. Sediaan farmasi yang tidak tersedia di pasaran
e. Sediaan farmasi untuk penelitian

17
f. Sediaan farmasi yang harus selalu dibuat baru

Sediaan farmasi yang diproduksi oleh IFRS harus akurat


dalam identitas, kekuatan, kemurnian, dan mutu. Oleh karena itu,
harus ada pengendalian proses dan produk untuk semua sediaan
yang diproduksi atau pembuatan sediaan ruah dan pengemasan
yang memenuhi syarat. Formula induk dan batch harus
terdokumentasi dengan baik (termasuk hasil pengujian produk).
Semua tenaga teknis harus di bawah pengawasan dan terlatih.
Kegiatan pengemasan dan penandaan harus mempunyai kendali
yang cukup untuk mencegah kekeliruan dalam pencampuran
produk/ kemasan/etiket. Nomor lot untuk mengidentifikasi setiap
produk jadi dengan sejarah produksi dan pengendalian, harus
diberikan pada tiap batch.
3. Sumbangan/Hibah/Dropping
Pada prinsipnya pengelolaan sediaan farmasi dan BMHP dari
hibah/sumbangan, mengikuti kaidah umum pengelolaan sediaan
farmasi dan BMHP reguler. Sediaan farmasi dan BMHP yang
tersisa dapat dipakai untuk menunjang pelayanan kesehatan pada
saat situasi normal. Pada proses pengadaan ada 3 elemen penting
yang harus diperhatikan :
a.Pengadaan yang dipilih, bila tidak teliti dapat menjadikan ”biaya
tinggi“
b. Penyusunan dan persyaratan kontrak kerja (harga kontrak =
visible cost + hidden cost), sangat penting untuk menjaga agar
pelaksanaan pengadaan terjamin mutu (misalnya persyaratan
masa kedaluwarsa, sertifikat analisa/standar mutu, harus
mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS), untuk bahan
berbahaya, khusus untuk alat kesehatan harus mempunyai
certificate of origin), waktu dan kelancaran bagi semua pihak,
dan lain-lain.

18
c.Order pemesanan agar barang dapat sesuai jenis, waktu dan
tempat

D. Penerimaan
Penerimaan dan pemeriksaan merupakan salah satu bagian dari
kegiatan pengadaan agar obat yang diterima sesuai dengan jenis,
jumlah dan mutunya berdasarkan dokumen yang menyertainya
dilakukan oleh panitia penerimaan yang salah satu anggotanya adalah
tenaga farmasi. Pemeriksaan mutu obat dilakukan secara organoleptik,
khusus pemeriksaan label dan kemasan perlu dilakukan pengecekan
terhadap tanggal kedaluwarsa, dan nomor batch terhadap obat yang
diterima. Pemeriksaan mutu obat secara organoleptik dilakukan
meliputi:
1. Tablet :
a. kemasan dan label
b. bentuk fisik (keutuhan, basah, lengket)
c. warna, bau dan rasa
2. Tablet salut :
a. warna, bau dan rasa
b. bentuk fisik (keutuhan, basah, lengket)
c. kemasan dan label
3. cairan
a. warna, bau
b. kejernihan, homogenitas
c. kemasan dan label
4. Salep
a. warna, konsistensi
b. homogenitas
c. kemasan dan label
5. Injeksi
a. warna
b. kejernihan untuk larutan injeksi

19
c. homogenitas untuk serbuk injeksi
d. kemasan dan label
6. Sirup kering
a. warna, bau, penggump
b. kemasan dan label
7. Suppositoria
a. Warna
b. Konsistensi
c. Kemasan dan label

Penerimaan sediaan farmasi dan BMHP harus dilakukan


oleh Apoteker atau tenaga teknis kefarmasian. Petugas yang dilibatkan
dalam penerimaan harus terlatih baik dalam tanggung jawab dan tugas
mereka, serta harus mengerti sifat penting dari sediaan farmasi dan
BMHP. Dalam tim penerimaan harus ada Apoteker. Bila terjadi
keraguan terhadap mutu obat dapat dilakukan pemeriksaan mutu di
laboratorium yang ditunjuk pada saat pengadaan dan merupakan
tanggung jawab pemasok yang menyediakan. Semua sediaan farmasi
dan BMHP harus ditempatkan dalam tempat persediaan, segera
setelah diterima, sediaan farmasi dan BMHP harus segera disimpan
dalam tempat penyimpanan sesuai standar. Sediaan farmasi dan
BMHP yang diterima harus sesuai dengan dokumen pemesanan. Hal
lain yang perlu diperhatikan dalam penerimaan:
a.Harus mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS), untuk
bahan berbahaya.
b. Khusus untuk alat kesehatan harus mempunyai Certificate of
Origin.
c.Sertifikat Analisa Produk
d. Khusus vaksin dan enzim harus diperiksa cool box dan catatan
pemantauan suhu dalam perjalanan.

E. Penyimpanan

20
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara
dengan cara menempatkan sediaan farmasi dan BMHP yang diterima
pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik
yang dapat merusak mutu obat. Tujuan penyimpanan adalah untuk
memelihara mutu sediaan farmasi, menghindari penggunaan yang
tidak bertanggungjawab, menghindari kehilangan dan pencurian, serta
memudahkan pencarian dan pengawasan. Aspek umum yang perlu
diperhatikan:
1. Area penyimpanan obat di gudang dan satelit farmasi tidak boleh
dimasuki selain oleh petugas farmasi yang diberi kewenangan.
2. Area penyimpanan obat di ruang perawatan tidak boleh dimasuki
selain oleh petugas yang diberi kewenangan oleh kepala ruangan.
3. Sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
dilindungi dari kehilangan atau pencurian di semua area rumah
sakit, misal diberi CCTV, penggunaan kartu stok dan akses terbatas
untuk Instalasi Farmasi .
4. Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan obat
diberi label yang secara jelas dapat dibaca, memuat nama, tanggal
pertama kemasan dibuka, tanggal kadaluwarsa dan peringatan
khusus.
5. Obat yang dikeluarkan dari wadah asli, seperti sediaan injeksi yang
sudah dikemas dalam syringe harus diberi etiket: nama pasien dan
identitas lain (nomor rekam medik dan/atau tanggal lahir), tanggal
dibuka dan tanggal kedaluwarsa setelah dibuka.
6. Obat dan bahan kimia yang didistribusikan dengan pengemasan
ulang (repacking) harus diberikan etiket: nama,
konsentrasi/kekuatan, tanggal pengemasan dan beyond use date
(BUD).
7. Tersedia rak/lemari dalam jumlah cukup untuk memuat sediaan
farmasi, alat kesehatan dan BMHP.
8. Jarak antara barang yang diletakkan di posisi tertinggi dengan
langit-langit minimal 50 cm.

21
9. Langit-langit tidak berpori dan tidak bocor.
10. Tersedia pallet yang cukup untuk melindungi sediaan farmasi dari
kelembaban lantai.
11. Tersedia pallet yang cukup untuk melindungi sediaan farmasi dari
kelembaban lantai.
12. Tersedia alat pengangkut sesuai kebutuhan (forklift, troli).
13. Ruangan harus bebas dari serangga dan binatang pengganggu.
14. Tersedia sistem pendingin yang dapat menjaga suhu ruangan di
bawah 25ºC.
15. Dinding terbuat dari bahan yang kedap air, tidak berpori dan tahan
benturan.
16. Lantai terbuat dari bahan yang tidak berongga vinyl/floor hardener
(tahan zat kimia).
17. Luas ruangan memungkinkan aktivitas pengangkutan dilakukan
secara leluasa.
18. Harus tersedia minimal dua pintu untuk jalur evakuasi.
19. Lokasi bebas banjir
20. Tersedia lemari pendingin untuk penyimpanan obat tertentu
21. Tersedia alat pemantau suhu ruangan terkalibrasi dan lemari
pendingin
22. Di area perawatan pasien tidak diperbolehkan menyimpan sediaan
farmasi, alat kesehatan dan BMHP dengan kemasan tersier (kardus
terluar)
23. Untuk bahan berbahaya dan beracun harus tersedia:
1) eye washer dan shower
2) Spill kit (peralatan penanganan tumpahan)
3) lembar Material Safety Data Sheet (MSDS)
4) Rak/wadah penyimpanan yang dilengkapi simbol B3 yang
sesuai
24. Sistem First Expired First Out (FEFO), First In First Out (FIFO)
dan penyimpanan berdasarkan alfabetis atau kelas terapi.
25. Kerapihan dan kebersihan ruang penyimpanan.

22
26. Obat kedaluwarsa yang menunggu waktu pemusnahan disimpan di
tempat khusus yaitu ruang karantina
27. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan
barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi.
28. Obat yang mendekati kadaluwarsa (3 sampai 6 bulan sebelum
tanggal kedaluwarsa tergantung kebijakan rumah sakit) disimpan
terpisah dan diberikan penandaan khusus.
29. Obat yang dibawa pasien sebaiknya disimpan di Instalasi Farmasi,
menggunakan formulir serah terima obat/alkes yang dibawa pasien
dari luar rumah sakit (lihat Lampiran 5)
30. Obat harus disimpan dalam kondisi yang menjaga stabilitas bahan
aktif hingga digunakan oleh pasien. Informasi terkait dengan suhu
penyimpanan obat dapat dilihat pada kemasan obat. Tempat
penyimpanan obat (ruangan dan lemari pendingin) harus selalu
dipantau suhunya menggunakan termometer yang terkalibrasi.
Khusus vaksin tidak direkomendasikan disimpan dalam kulkas
rumah tangga. Pemantauan suhu ruangan dilakukan 1 kali sehari,
pemantauan lemari pendingin 3 kali sehari.
31. Termometer yang digunakan untuk mengukur suhu lemari
pendingin dapat berupa termometer eksternal dan internal,
sebagaimana terlihat pada gambar 1. Termometer harus dikalibrasi
setiap tahun.
32. Suhu penyimpanan obat harus dipantau setiap hari termasuk hari
libur. Bila ditemukan suhu di luar rentang normal, maka petugas
farmasi harus melaksanakan pengamanan sesuai dengan kebijakan
rumah sakit untuk mempertahankan stabilitas dan mutu obat.
Petugas farmasi mengidentifikasi dan menindaklanjuti
kemungkinan penyebab suhu penyimpanan di luar rentang normal,
contoh: pintu ruangan/lemari pendingin yang tidak tertutup
rapat/terbuka, penempatan sensor termometer yang tidak tepat,
karet pintu lemari pendingin yang sudah rusak. Jika masalah tidak
dapat diatasi, maka petugas farmasi melaporkan kepada bagian

23
teknik atau unit kerja terkait untuk ditindak lanjuti.
33. Penanganan jika listrik padam Ruang penyimpanan obat harus
diprioritaskan untuk mendapat pasokan listrik cadangan/genset
apabila terjadi pemadaman listrik. Jika terjadi pemadaman listrik,
dilakukan tindakan pengamanan terhadap obat dengan
memindahkan obat tersebut ke tempat yang memenuhi persyaratan.
34. Inspeksi/pemantauan dilakukan secara berkala terhadap tempat
penyimpanan obat. Untuk memudahkan pemantauan, maka dapat
dibuat ceklis pemantauan terhadap aspek-aspek penyimpanan yang
baik dan aman.
35. Beberapa macam obat memiliki risiko khusus yang memerlukan
ketentuan tersendiri dalam penyimpanan, pelabelan dan
pengawasan penggunaannya, seperti : obat program, obat yang
dibawa pasien dari luar rumah sakit, produk nutrisi, obat penelitian
dan bahan radioaktif.

Obat yang memerlupakan kewaspadaan tingga (high aler)


Obat High Alert adalah obat yang harus diwaspadai karena
berdampak serius pada keselamatan pasien jika terjadi kesalahan
dalam penggunaannya. Obat High Alert mencakup:
b) Obat risiko tinggi, yaitu sediaan farmasi dengan zat aktif yang
akan menimbulkan kematian atau kecacatan bila terjadi
kesalahan (error) dalam penggunaannya (contoh: insulin,
heparin atau kemoterapeutik).
c) Obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat
Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Sound
Alike/LASA) (contoh lihat gambar)
d) Elektrolit konsentrat contoh: kalium klorida dengan konsentrasi
sama atau lebih dari 2 mEq/ml, kalium fosfat, natrium klorida
dengan konsentrasi lebih dari 0,9% dan magnesium sulfat
injeksi dengan konsentrasi 50% atau lebih.
e) Elektrolit konsentrasi tertentu, contoh: kalium klorida dengan

24
konsentrasi 1 mEq/ml, magnesium sulfat 20% dan 40%.
Obat berisiko tinggi disimpan di tempat terpisah dan diberi
label “High Alert”. Untuk obat sitostatika penandaan dapat
diberikan tanda/label sesuai standar internasional dan tidak perlu
diberikan lagi tanda/label high alert.

Gambar 2. Contoh label sitostatika

Daftar obat berisiko tinggi ditetapkan oleh rumah sakit


dengan mempertimbangkan data dari referensi dan data internal di
rumah sakit. Referensi yang dapat dijadikan acuan antara lain
daftar yang diterbitkan oleh ISMP (Institute for Safe Medication
Practice).

Gambar 3. Contoh lemari penyimpangan obat high alert

Elektrolit konsentrat dan elektrolit konsentrasi tertentu


hanya tersedia di Instalasi Farmasi/ Satelit Farmasi. Elektrolit
konsentrat dan elektrolit konsentrasi tertentu disimpan dengan lokasi
akses terbatas dan penandaan yang jelas untuk menghindari
kesalahan pengambilan dan penggunaan. Pelabelan: Disarankan
pemberian label high alert diberikan dari gudang agar potensi terlupa

25
pemberian label high alert di satelit farmasi dapat diminimalkan.
Stiker High Alert ditempelkan pada kemasan satuan terkecil, contoh:
ampul, vial. Obat sitostatika tidak perlu ditempelkan stiker high alert
karena sudah memiliki penandaan khusus obat sitostatika. Untuk
obat high alert yang diserahkan ke pasien rawat jalan, maka tidak
perlu di tempelkan stiker disetiap satuan terkecil (contoh: tablet
warfarin). Hal yang perlu ditekankan adalah pemberian edukasi
kepada pasien tentang cara penggunaan obat yang benar dan apa
yang harus dilakukan jika terjadi efek yang tidak diharapkan
(contoh: warfarin, insulin). Disarankan tampilan stiker high alert
berwarna mencolok dengan tulisan yang kontras dan terbaca jelas.

Gambar 4. Contoh label high alert

Obat Look Alike Sound Alike (LASA)/NORUM


Rumah sakit menetapkan daftar obat Look Alike Sound
Alike (LASA)/nama obat - rupa – ucapan - mirip (NORUM).
Penyimpanan obat LASA/NORUM tidak saling berdekatan dan
diberi label khusus sehingga petugas dapat lebih mewaspadai
adanya obat LASA/NORUM. Disarankan dalam penulisan
menggunakan Tall Man Lettering untuk nama obat yang
bunyi/ejaannya mirip. Contoh obat LASA dengan kekuatan
berbeda (Gambar 6), obat-obat tersebut disimpan tidak
berdampingan dengan bentuk sediaan berbeda (Gambar 8) dan
diberi label “LASA” pada wadah penyimpanannya. Contoh obat
LASA:

26
Gambar 5. Contoh obat LASA dengan kandungan zat aktif berbeda

Gambar 6. Contoh LASA dengan kakuatan berbeda

Gambar 8. Contoh obat LASA dengan bentuk sediaan berbeda

Gambar 8. Contoh obat LASA disimpan tidak berdekatan

27
Gambar 9. Contoh label LASA

36. Obat Narkotika, Psikotropika dan prekusor


Obat Narkotika dan Psikotropika masing-masing harus
disimpan dalam lemari yang terpisah, sesuai dengan ketentuan
Perundang-undangan yang berlaku. Obat narkotika disimpan dalam
lemari dengan satu pintu dan dua jenis kunci yang berbeda. Harus
ditetapkan seorang penanggung jawab terhadap lemari narkotika
dan psikotropika. Kunci lemari khusus dikuasai oleh Apoteker
penanggung jawab/Apoteker yang ditunjuk dan pegawai lain yang
dikuasakan. Kunci lemari narkotika dan psikotropika tidak boleh
dibiarkan tergantung pada lemari. Setiap pergantian shift harus
dilakukan pemeriksaan stok dan serah terima yang
didokumentasikan. Jika terdapat sisa narkotika maka harus
dilakukan pemusnahan sesegara mungkin untuk menghindari
penyalahgunaan. Pemusnahan sisa narkotika harus disaksikan oleh
dua petugas yang berbeda profesi dan didokumentasikan dalam
formulir/berita acara pemusnahan sisa narkotika. Contoh isian
formulir dapat dilihat pada lampiran 6.

37. Bahan berbahaya dan beracun (B3)


Bahan berbahaya dan beracun (B3) disimpan di lemari khusus
(Gambar 10) dengan penandaan yang menujukkan sifat bahan
tersebut seperti terlihat pada Gambar 11. Untuk pengelolaan B3

28
mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2014 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

Gambar 10. Contoh lemari penyimpanan B3

Gambar 11. Penandaan Bahan Berbahaya dan Beracun

38. Obat dan Alat Kesehatan Untuk Keadaan Berbahaya Keadaan Darurat
(Emergensi)
Penyimpanan obat dan alat kesehatan emergensi harus

29
memperhatikan aspek kecepatan bila terjadi kegawatdaruratan dan
aspek keamanan dalam penyimpanannya. Obat dan alat kesehatan
emergensi digunakan hanya pada saat emergensi (contoh daftar
sediaan farmasi untuk keadaan darurat pada lampiran 12). Monitoring
terhadap obat dan alat kesehatan emergensi dilakukan secara berkala.
Pemantauan dan penggantian obat emergensi yang kedaluwarsa dan
rusak secara tepat waktu. Rumah sakit harus memiliki SPO
pengelolaan obat dan alat kesehatan emergensi yang berisi ketentuan:
a. Pengisian awal obat dan alat kesehatan emergensi ke dalam
troli/kit emergensi
b. Pemeliharaan stok obat dan alat kesehatan emergensi
c. Prosedur penggantian segera obat dan alat kesehatan emergensi
yang terpakai
d. Laporan penggunaan obat dan alat kesehatan emergensi

Rumah Sakit harus dapat menyediakan lokasi penyimpanan


troli/kit emergensi. Tempat penyimpanan harus mudah diakses dan
terhindar dari penyalahgunaan dan pencurian. Pengelolaan Obat
emergensi harus menjamin:
a. jumlah dan jenis Obat sesuai dengan daftar Obat emergensi yang
telah ditetapkan.
b. tidak boleh bercampur dengan persediaan Obat untuk kebutuhan
lain
c. bila dipakai untuk keperluan emergensi harus segera diganti
d. dicek secara berkala apakah ada yang kedaluwarsa; dan
e. dilarang untuk dipinjam untuk kebutuhan lain.

Mekanisme pengelolaan sediaan farmasi untuk keperluan darurat


adalah sebagai berikut :
a. Jenis dan jumlah persediaan untuk masing-masing item sediaan
farmasi emergensi ditetapkan oleh Tim Code Blue atau tim sejenis
yang salah satu anggota tim adalah apoteker

30
b. Sediaan farmasi emergensi, harus disediakan untuk pengobatan
gangguan jantung, gangguan peredaran darah, reaksi alergi,
konvulsi dan bronkospasma.
c. Sediaan farmasi emergensi harus dapat diakes dan sampai ke
pasien dalam waktu kurang dari 5 menit.
d. Sediaan farmasi emergensi harus selalu tersedia. Tidak boleh ada
sediaan farmasi yang kosong.
e. Sediaan farmasi yang kosong/terpakai harus segera diajukan
permintaannya penggantinya kepada IFRS.
f. Persediaan sediaan farmasi emergensi harus diinspeksi oleh staf
Instalasi Farmasi secara rutin.

Gamabar 12. Obat emergensi disusun rapi dalam troli,


obat High aler tetap dilokalisir

Gambar 13. Tas emergensi dilengkapi kunci pengaman disposable

31
Gambar 14. Kit emergensi dilengkapi kunci pengaman disposable

F. Pendistribusian
Distribusi adalah kegiatan menyalurkan sediaan farmasi dan
BMHP di rumah sakit untuk pelayanan pasien dalam proses terapi
baik pasien rawat inap maupun rawat jalan serta untuk menunjang
pelayanan medis dan BMHP. Tujuan pendistribusian adalah
tersedianya sediaan farmasi dan BMHP di unit-unit pelayanan secara
tepat waktu, tepat jenis dan jumlah. Distribusi sediaan farmasi dan
BMHP dapat dilakukan dengan salah satu/kombinasi sistem di bawah
ini.
a. sistem distribusi sentralisasi, yaitu distribusi dilakukan oleh
Instalasi Farmasi secara terpusat ke semua unit rawat inap di
rumah sakit secara keseluruhan.
b. Sistem distribusi desentralisasi, yaitu distribusi dilakukan oleh
beberapa depo/satelit yang merupakan cabang pelayanan di rumah
sakit.

Untuk memenuhi kebutuhan setiap pasien, maka dilakukan


penyiapan (dispensing) sediaan farmasi dan BMHP. Ada beberapa
metode penyiapan sediaan farmasi dan BMHP untuk pasien, yaitu:
1) Persediaan di Ruang Rawat
Penyiapan obat berdasarkan sistem persediaan di ruang rawat
(floor stock) adalah penyiapan obat yang dilakukan oleh perawat
berdasarkan resep/instruksi pengobatan yang ditulis oleh dokter.

32
Sediaan farmasi dan BMHP disimpan di ruang rawat dengan
penanggung jawab perawat.
Metode ini hanya diperbolehkan untuk memenuhi kebutuhan
dalam keadaan darurat. Jenis dan jumlah sediaan farmasi dan
BMHP yang dapat dijadikan floor stock ditetapkan oleh Tim
Farmasi dan Terapi. Rumah Sakit harus membuat prosedur
sehingga penerapan metode ini tidak mengurangi pengawasan dan
pengendalian dari Instalasi Farmasi dalam pengelolaannya.

2) Resep Perorangan (Individu)


Penyiapan sediaan farmasi dan BMHP berdasarkan sistem
resep perorangan (individu) adalah penyiapan sediaan farmasi dan
BMHP sesuai resep/instruksi pengobatan yang ditulis dokter baik
secara manual maupun elektronik untuk tiap pasien dalam satu
periode pengobatan (contoh: dokter menuliskan resep untuk 7
hari, maka instalasi farmasi menyiapkan obat yang dikemas untuk
kebutuhan 7 hari). Metode penyiapan secara resep perorangan
digunakan untuk pasien rawat jalan.

3) Dosis Unit (Unit Dose Dispensing = UDD)


Penyiapan sediaan farmasi dan BMHP secara unit dose
adalah penyiapan sediaan farmasi dan BMHP yang dikemas
dalam satu kantong/wadah untuk satu kali penggunaan obat
(dosis), sehingga siap untuk diberikan ke pasien (ready to
administer). Obat yang sudah dikemas per dosis tersebut dapat
disimpan di lemari obat pasien di ruang rawat untuk persediaan
tidak lebih dari 24 jam. Mengingat metode ini dapat
meningkatkan keselamatan pasien, maka metode ini harus
digunakan dalam penyiapan obat untuk pasien rawat inap secara
menyeluruh di rumah sakit. Rumah sakit dapat menggunakan
Automatic Dispensing Cabinet (ADC) untuk meningkatkan

33
akurasi dan efisiensi dalam proses penyiapan obat.

G. Pemusanahan dan Penarikan


Rumah Sakit harus memiliki sistem penanganan obat yang rusak
(tidak memenuhi persyaratan mutu)/telah kedaluwarsa/tidak memenuhi
syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan atau kepentingan
ilmu pengetahuan/dicabut izin edarnya untuk dilakukan pemusnahan
atau pengembalian ke distributor sesuai ketentuan yang berlaku.
Pemusnahan Narkotika, Psikotropika dan Prekursor farmasi dilakukan
sesuai peraturan perundang-undangan untuk kelompok khusus obat ini.
Tujuan pemusnahan adalah untuk menjamin sediaan farmasi dan
BMHP yang sudah tidak memenuhi syarat dikelola sesuai dengan
standar yang berlaku. Adanya penghapusan akan mengurangi beban
penyimpanan maupun mengurangi risiko terjadi penggunaan obat yang
sub standar.
Pemusnahan dilakukan untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai bila:
1. Produk tidak memenuhi persyaratan mutu
2. Telah kedaluwarsa;
3. Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan
kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan; dan/atau
4. dicabut izin edarnya.
Tahapan pemusnahan terdiri dari:
a. membuat daftar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai yang akan dimusnahkan
b. menyiapkan Berita Acara Pemusnahan
c. mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada
pihak terkait
d. menyiapkan tempat pemusnahan;
e. melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk
sediaan serta peraturan yang berlaku.
Pemusnahan dilakukan sesuai dengan jenis, bentuk sediaan dan

34
peraturan yang berlaku. Untuk pemusnahan narkotika, psikotropika dan
prekursor dilakukan oleh apoteker dan disaksikan oleh dinas kesehatan
kab/kota dan dibuat berita acara pemusnahan. Jika pemusnahan obat
dilakukan oleh pihak ketiga maka instalasi farmasi harus memastikan
bahwa obat telah dimusnahkan. Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan
Medis Habis Pakai dilakukan terhadap produk yang izin edarnya
dicabut oleh Menteri. Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi
standar/ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan oleh
pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM
(mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin
edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala
BPOM.

H. Pengendalian
Pengendalian persediaan adalah suatu kegiatan untuk memastikan
tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program
yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan
kekurangan/kekosongan obat di rumah sakit. Pengendalian persediaan
obat terdiri dari:
1. Pengendalian ketersediaan;
2. Pengendalian penggunaan;
3. Penanganan ketika terjadi kehilangan, kerusakan, dan kedaluwarsa.
Dokumen yang harus dipersiapkan dalam rangka pengendalian
persediaan:
a. Kebijakan
Dokumen kebijakan yang diberikan antara lain:
1) Formularium Nasion
2) Formularium Rumah Sakit
3) Perjanjian kerja sama dengan pemasok obat
4) Mekanisme penyediaan untuk mengantisipasi kekosongan stok,
misalnya kerjasama dengan pihak ketiga dan prosedur pemberian
saran substitusi ke dokter penulis resep.

35
5) Sistem pengawasan, penggunaan dan pengamatan obat
Pedoman yang dipersiapkan antara lain:
a) Pedoman pelayanan kefarmasian
b) Pedoman pengamatan obat
b. Standar Prosedur Oprasional
SPO yang diperlu dioersiapkan anatra lain:
1) SPO penanganan ketidaktersediaan stok obat
2) SPO monitoring obat baru dan Kejadian Tidak Diinginkan
(KTD) yang tidak diantisipasi
3) SPO monitoring obat baru dan Kejadian Tidak Diinginkan
(KTD) yang tidak diantisipasi
4) SPO proses untuk mendapatkan obat pada saat farmasi tutup/di
luar jam kerja
5) SPO untuk mengatasi kondisi kekosongan obat
6) SPO untuk pemenuhan obat yang tidak pernah tersedia

Pengendalian penggunaan
Pengendalian penggunaan obat dilakukan untuk mengetahui
jumlah penerimaan dan pemakaian obat sehingga dapat memastikan
jumlah kebutuhan obat dalam satu periode.
Selain itu, dalam rangka pengendalian perlu diperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
1) Formulir pemberian obat Formulir pemberian obat adalah
formulir yang digunakan perawat untuk pemberian obat. Pada
formulir ini perawat mencatat pemberian obat (lihat Lampiran
7). Pada saat melakukan rekonsiliasi obat, apoteker
membandingkan formulir ini dengan sumber data lain, misalnya
daftar riwayat penggunaan obat pasien, resep/instruksi
pengobatan (lihat bab pembahasan tentang Rekonsiliasi Obat)
2) Pengembalian obat yang tidak digunakan Hanya sediaan farmasi
dan BMHP dalam kemasan tersegel yang dapat dikembalikan ke
Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Sediaan farmasi dan BMHP

36
yang dikembalikan pasien rawat jalan tidak boleh digunakan
kembali. Rumah sakit harus membuat prosedur tentang
pengembalian sediaan farmasi dan BMHP.
3) Pengendalian obat dalam ruang bedah dan ruang pemulihan.
Sistem pengendalian obat rumah sakit harus sampai ke bagian
bedah, apoteker harus memastikan bahwa semua obat yang
digunakan dalam bagian ini tepat order, disimpan, disiapkan dan
dipertanggung jawabkan.
I. Administrasi
Kegiatan administrasi terdiri dari Pencatatan, Pelaporan,
Administrasi Keuangan, dan Administrasi Penghapusan.
1. Pencatatan
Pencatatan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk
memonitor transaksi sediaan farmasi dan BMHP yang keluar dan
masuk di lingkungan IFRS. Adanya pencatatan akan memudahkan
petugas untuk melakukan penelusuran bila terjadi adanya mutu obat
yang substandar dan harus ditarik dari peredaran. Pencatatan dapat
dilakukan dengan menggunakan bentuk digital maupun manual. Kartu
yang umum digunakan untuk melakukan pencatatan adalah Kartu Stok
dan kartu Stok Induk.
a. Kartu Stok
Fungsi:
1) Kartu stok digunakan untuk mencatat mutasi sediaan farmasi
dan BMHP (penerimaan, pengeluaran, hilang, rusak atau
kedaluwarsa).
2) Tiap lembar kartu stok hanya diperuntukkan mencatat data
mutasi 1 (satu) jenis sediaan farmasi dan BMHP yang berasal
dari 1 (satu) sumber anggaran.
3) Data pada kartu stok digunakan untuk menyusun laporan,
perencanaan, pengadaan, distribusi dan sebagai pembanding
terhadap keadaan fisik sediaan farmasi dan BMHP dalam
tempat penyimpanannya.

37
b. Kartu Stok Induk
Fungsi:
1) Kartu Stok Induk digunakan untuk mencatat mutasi sediaan
farmasi (penerimaan, pengeluaran, hilang, rusak atau
kedaluwarsa).
2) Tiap lembar kartu stok induk hanya diperuntukkan mencatat
data mutasi 1 (satu) jenis sediaan farmasi yang berasal dari
semua sumber anggaran
3) Tiap baris data hanya diperuntukkan mencatat 1 (satu)
kejadian mutasi sediaan farmasi
4) Data pada kartu stok induk digunakan sebagai :
a) Alat kendali bagi Kepala IFRS terhadap keadaan fisik
sediaan farmasi dalam tempat penyimpanan.
b) Alat bantu untuk penyusunan laporan, perencanaan
pengadaan dan distribusi serta pengendalian persediaan

2. Pelaporan
Pelaporan adalah kumpulan catatan dan pendataan kegiatan
administrasi sediaan farmasi dan BMHP, tenaga dan perlengkapan
kesehatan yang disajikan kepada pihak yang berkepentingan. Jenis
laporan yang wajib dibuat oleh IFRS meliputi laporan penggunaan
psikotropika dan narkotik serta laporan pelayanan kefarmasian.
Banyak tugas/fungsi penanganan informasi dalam sistem
pengendalian sediaan farmasi dan BMHP (misalnya, pengumpulan,
perekaman, penyimpanan, penemuan kembali, meringkas,
mengirimkan, dan informasi penggunaan sediaan farmasi dan BMHP)
dapat dilakukan lebih efisien dengan komputer daripada sistem
manual.
Sistem komputerisasi harus termasuk upaya perlindungan yang
memadai untuk memelihara catatan medik pasien secara rahasia.
Untuk hal ini harus diadakan prosedur yang terdokumentasi untuk
melindungi rekaman yang disimpan secara elektronik, terjaga

38
keamanan, kerahasiaan, perubahan data, dan mencegah akses yang
tidak berwenang terhadap rekaman tersebut. Suatu sistem data
pengaman (back up) harus tersedia untuk meneruskan fungsi
komputerisasi selama kegagalan alat. Semua transaksi yang terjadi
selama sistem komputer tidak beroperasi, harus dimasukkan ke dalam
sistem secepat mungkin.

3. Administrasi Keungan
Apabila Instalasi Farmasi harus mengelola keuangan maka perlu
menyelenggarakan administrasi keuangan. Administrasi keuangan
merupakan pengaturan anggaran, pengendalian dan analisa biaya,
pengumpulan informasi keuangan, penyiapan laporan, penggunaan
laporan yang berkaitan dengan semua kegiatan Pelayanan
Kefarmasian secara rutin atau tidak rutin dalam periode bulanan,
triwulanan, semesteran atau tahunan.

4. Administrasi Penghapusan
Administrasi penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
tidak terpakai karena kedaluwarsa, rusak, mutu tidak memenuhi
standar dengan cara membuat usulan penghapusan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai kepada pihak terkait
sesuai dengan prosedur yang berlaku.

2.11 Pelayanan Klinis di Rumah Sakit

Pelayanan farmasi klinik adalah pelayanan farmasi yang diberikan sebagai


bagian dari perawatan penderita melalui interaksi dengan profesi kesehatan
lainnya yang secara langsung terkait dengan perawatan penderita. Ruang
lingkupnya meliputi pengkajian order obat, pengambilan sejarah
pengobatan penderita, partisipasi dalam kunjungan ke ruangan perawatan
penderita, pembuatan Profil Pengobatan Penderita (P3), Pemantauan Terapi
Obat (PTO) pendidikan dan konseling bagi penderita, pelayanan informasi

39
obat bagi profesi kesehatan, peranan dalam program jaminan mutu,
Evaluasi Penggunaan Obat (EPO), pemantauan reaksi obat yang
merugikan/Monitoring Efek Samping Obat (MESO), pelayanan Total
Parenteral Nutrition (TPN). (Permenkes No. 72, tahun 2016).

2.11.1 Pengkajian dan Pelayanan Resep

Pengkajian dan pelayanan resep merupakan suatu rangkaian


kegiatan dalam penyiapan obat (dispensing) yang meliputi penerimaan,
pengkajian resep, pemeriksaan ketersediaan produk, penyiapan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai, telaah obat,
dan penyerahan disertai pemberian informasi.

Kegiatan pengkajian resep dilakukan dengan bertujuan untuk


mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah terkait obat sebelum obat
disiapkan. Sedangkan pelayanan resep bertujuan agar pasien
mendapatkan obat dengan tepat dan bermutu.

a. Kertas kerja/formulir

1) Persyaratan administrasi meliputi:

 nama, nomor rekam medis, umur/tanggal lahir, jenis


kelamin, berat badan (harus diketahui untuk pasien pediatri,
geriatri, kemoterapi, gangguan ginjal, epilepsi, gangguan
hati, dan pasien bedah) dan tinggi badan pasien (harus
diketahui untuk pasien pediatri, kemoterapi).

 Nama, No.SIP dokter (khusus resep narkotika), alamat,


serta paraf, kewenangan klinis dokter, serta akses lain.

 Tanggal resep

 Ada tidaknya alergi

 Ruangan/unit asal resep

2) Pelayanan Resep

a) Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan resep yang

40
sudah dilakukan pengkajian:

i. menghitung kebutuhan jumlah obat sesuai dengan


resep;

ii. mengambil obat yang dibutuhkan pada rak


penyimpanan dengan memperhatikan nama obat,
tanggal kedaluwarsa dan keadaan fisik obat. Lakukan
double check kebenaran identitas obat yang diracik,
terutama jika termasuk obat high alert/LASA.

b) Melakukan peracikan obat bila diperlukan. Memberikan


etiket disesuaikan dengan sistem penyiapan obat yang
diterapkan. Pada etiket obat dengan sistem resep individu
memuat informasi: nama lengkap pasien, nomor rekam
medis dan/atau tanggal lahir, nama obat, aturan pakai,
instruksi khusus, tanggal kedaluwasa obat dan tanggal
penyiapan obat. Pada etiket di kantong obat dengan sistem
dosis unit memuat informasi nama lengkap pasien, nomor
rekam medis dan/atau tanggal lahir, instruksi khusus, dan
tanggal penyiapan obat.

c) sebelum obat diserahkan kepada perawat (untuk pasien


rawat inap) atau kepada pasien/keluarga (untuk pasien rawat
jalan) maka harus dilakukan telaah obat yang meliputi
pemeriksaan kembali untuk memastikan obat yang telah
disiapkan sesuai dengan resep. Aspek yang diperiksa dalam
telaah obat meliputi 5 tepat yakni, tepat obat, tepat pasien,
tepat dosis, tepat rute, tepat waktu pemberian

d) Pada penyerahan obat untuk pasien rawat jalan, maka harus


disertai pemberian informasi obat yang meliputi nama obat,
kegunaan/indikasi, aturan pakai, efek terapi dan efek
samping dan cara penyimpanan obat.

e) Jika regulasi rumah sakit membolehkan pengantaran obat ke


rumah pasien dilakukan oleh jasa pengantar, maka

41
kerahasiaan pasien harus tetap terjaga (contoh: resep dalam
amplop tertutup, obat dikemas tertutup)

2.11.2 Penelurusan Riwayat Penggunaan Obat

Kegiatan mendapatkan informasi yang akurat mengenai


seluruh obat dan sediaan farmasi lain, baik resep maupun non resep
yang pernah atau sedang digunakan pasien. Kegiatan ini dilakukan
dengan cara mewawancarai pasien, keluarga/pelaku rawat (care
giver) dan dikonfirmasi dengan sumber data lain, contoh: daftar obat
di rekam medis pada admisi sebelumnya, data pengambilan obat dari
Instalasi Farmasi, obat yang dibawa pasien. Yang melakukan PRPO
dalah apoteker sendiri.

Tujuan dari Penelurusuran Riwayat Penggunaan Obat:

a. Mendeteksi terjadinya diskrepansi (perbedaan) sehingga dapat


mencegah duplikasi obat ataupun dosis yang tidak diberikan
(omission)

b. Mendeteksi riwayat alergi obat

c. Mencegah terjadinya interaksi obat dengan obat atau obat


dengan makanan/herbal/food supplement

d. Mengidentifikasi ketidakpatuhan pasien terhadap rejimen terapi


obat

e. Mengidentifikasi adanya medication error, contoh: penyimpanan


obat yang tidak benar, salah minum jenis obat, dosis obat.

2.11.3 Rekonsiliasi Obat

Proses mendapatkan dan memelihara daftar semua obat (resep


dan nonresep) yang sedang pasien gunakan secara akurat dan rinci,
termasuk dosis dan frekuensi, sebelum masuk RS dan
membandingkannya dengan resep/instruksi pengobatan ketika admisi,
transfer dan discharge, mengidentifikasi adanya diskrepansi dan
mencatat setiap perubahan, sehingga dihasilkan daftar yang lengkap

42
dan akurat. Rekonsilisasi dilakukan oleh dokter dan apoteker.

Tujuan dari rekonsiliasi adalah:

1) memastikan informasi yang akurat tentang obat yang digunakan


pasien

2) mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terdokumentasinya


instruksi dokter

3) mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya instruksi


dokter

4) Mencegah kesalahan penggunaan obat (omission, duplikasi, salah


obat, salah dosis, interaksi obat)

5) Menjamin penggunaan obat yang aman dan efektif

a. Rekonsiliasi dilakukan pada saat

1) Rekonsiliasi obat saat Admisi

a) Melakukan penelusuran riwayat penggunaan obat. (Lihat


kegiatan “Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat”)

b) Melakukan konfirmasi akurasi riwayat penggunaan obat


dengan cara memverifikasi beberapa sumber data (rekam
medis admisi sebelumnya, catatan pengambilan obat di
apotek, obat yang dibawa pasien)

c) Membandingkan data Obat yang pernah/sedang digunakan


pasien sebelum admisi dengan resep pertama dokter saat
admisi. Apakah terdapat diskrepansi (perbedaan). Jika
ditemukan perbedaan, maka apoteker menghubungi dokter
penulis resep

d) Melakukan klarifikasi dengan dokter penulis resep apakah:

(1) Obat dilanjutkan dengan rejimen tetap

(2) Obat dilanjutkan dengan rejimen berubah

(3) Obat dihentikan

43
e) Mencatat hasil klarifikasi di Formulir Rekonsiliasi Obat
Saat Admisi

f) Melakukan komunikasi dengan pasien dan/atau keluarga


pasien atau perawat mengenai perubahan terapi yang terjadi.
Apoteker bertanggung jawab terhadap informasi obat yang
diberikan

g) Berikut contoh petunjuk teknik rekosiliasi:

(1) Rekonsiliasi obat saat admisi ditulis dalam tabel


rekonsiliasi obat di halaman terakhir formulir
Rekonsiliasi

(2) Rekonsiliasi obat diisi oleh dokter/apoteker yang


menerima pasien, paling lambat 1x24 jam setelah
pasien dinyatakan dirawat inap

(3) Penggunaan obat sebelum admisi diisi dengan memilih


tidak atau ya dengan memberikan tanda “√”. Jika
pasien menggunakan obat sebelum admisi maka
pengisian dilanjutkan ke kolom rekonsiliasi obat saat
admisi.

(4) Rekonsiliasi obat saat admisi/transfer ruangan meliputi


obat resep dan non resep, herbal maupun food
supplement yang digunakan sebulan terakhir dan masih
dipakai saat masuk rumah sakit.

(5) Kolom reko nsiliasi obat saat admisi meliputi:

(a) Kolom Nama Obat

Kolom nama obat diisi dengan nama dan bentuk


sediaan obat yang digunakan oleh pasien sebelum
admisi. Obat yang tidak diketahui namanya saat
admisi tetap harus ditulis sesuai keterangan
pasien/keluarga pasien. Kolom nama obat
TIDAK ditujukan untuk obat-obat di luar sediaan

44
obat yang digunakan pasien sebelum admisi.

(b) Kolom Dosis Kolom dosis diisi dengan dosis obat


yang akan diberikan diikuti dengan satuan berat
atau unit yang sesuai dengan daftar singkatan.
Misalnya: 500 mg, 250 mg, 10 unit.

(c) Kolom Frekuensi Kolom frekuensi diisi dengan


berapa kali dan jumlah obat yang diberikan dalam
24 jam (contoh: 2x½, 3x1).

(d) Kolom Cara Pemberian Kolom cara pemberian


diisi dengan PO (per oral), IV (intravena), IM
(Intramuskular) atau Subkutan.

(e) Waktu Pemberian Terakhir Waktu pemberian


terakhir diisi dengan tanggal terakhir obat
diberikan.

(f) Kolom tindak lanjut diisi dengan memilih salah


satu yang sesuai dengan memberikan tanda “√”:

 Lanjut aturan pakai sama, pilih ini jika aturan


pakai saat dirawat sama dengan saat sebelum
admisi.

 Lanjut aturan pakai berubah, pilih ini jika


aturan pakai saat dirawat berbeda dengan
saat sebelum admisi.

 Stop, pilih ini jika obat dihentikan


penggunaan saat dirawat.

(g) Kolom Perubahan Aturan Pakai Kolom


perubahan aturan pakai diisi jika aturan pakai
obat berubah saat admisi

(6) Instruksi obat baru meliputi obat substitusi sebelum


admisi dan obat baru yang digunakan saat perawatan
dituliskan pada formulir instruksi pengobatan.

45
(7) Lakukan review rekonsiliasi obat saat admisi ketika
pasien akan pulang.

2) Rekonsiliasi Obat Saat Transfer

Kegiatan yang dilakukan apoteker pada rekonsiliasi obat saat


transfer antar ruang rawat adalah membandingkan terapi obat pada
formulir instruksi pengobatan di ruang sebelumnya dengan
resep/instruksi pengobatan di ruang rawat saat ini dan daftar obat
yang pasien gunakan sebelum admisi. Jika terjadi diskrepansi,
maka apoteker menghubungi dokter penulis resep di ruang rawat
saat ini. Hasil klarifikasi dicatat di Formulir Rekonsiliasi Obat Saat
Transfer.

3) Rekonsiliasi Obat Saaat Pasien Akan Dipulangkan (Discharge)

Kegiatan rekonsiliasi obat saat pasien akan dipulangkan adalah


membandingkan daftar obat yang digunakan pasien sebelum
admisi dengan obat yang digunakan 24 jam terakhir dan resep obat
pulang. Jika terjadi diskrepansi, maka apoteker menghubungi
dokter penulis resep obat pulang. Hasil klarifikasi dicatat di
Formulir Rekonsiliasi Obat Saat Discharge.

2.11.4 Pelayanan Informasi Obat

Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan


penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang
independen, akurat, tidak bias, terkini dan komprehensif yang
dilakukan oleh apoteker.

Tujuan dari Pelayanan Informasi Obat adalah sebagai:

a. menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga


kesehatan di lingkungan rumah sakit dan pihak lain di luar rumah
sakit;

b. menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang


berhubungan dengan obat/Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan

46
Bahan Medis Habis Pakai, terutama bagi Tim Farmasi dan Terapi;

c. menunjang penggunaan obat yang rasional.

d. membuat kajian obat secara rutin sebagai acuan penyusunan


Formularium Rumah Sakit

e. membuat kajian obat untuk uji klinik di rumah sakit

f. mendorong penggunaan obat yang aman dengan meminimalkan


efek yang merugikan

g. mendorong penggunaan obat yang efektif dengan tercapainya


tujuan terapi secara optimal serta efektifitas biaya

pelayanan Informasi Obat (PIO) dilakukan oleh Apoteker.


Persiapan dari Pelayanan Informasi Obat yaitu dapat diselenggarakan
secara informal maupun formal. Secara informal maksudnya adalah
apoteker memberikan informasi mengenai penggunaan obat ketika
melakukan kegiatan farmasi klinik, misalnya ketika melakukan
pemantauan terapi obat di ruang rawat apoteker menjawab pertanyaan
dari perawat mengenai waktu pemberian obat. Sedangkan secara
formal adalah Instalasi Farmasi menyediakan sumber daya khusus
baik sumber daya manusia yang terlatih khusus maupun sarana dan
prasarananya.

Tahapan Pelaksanaan Pio meliputi:

a. Apoteker Instalasi Farmasi menerima pertanyaan lewat telepon,


pesan tertulis atau tatap muka.

b. Mengidentifikasi penanya nama, status (dokter, perawat,


apoteker, asisten apoteker, pasien/keluarga pasien, dietisien,
umum), asal unit kerja penanya

c. Mengidentifikasi pertanyaan apakah akan diterima, ditolak atau


dirujuk ke unit kerja terkait

d. Menanyakan secara rinci data/informasi terkait pertanyaan

e. Menanyakan tujuan permintaan informasi (perawatan pasien,


pendidikan, penelitian, umum)

47
f. Menetapkan urgensi pertanyaan

g. Melakukan penelusuran secara sistematis, mulai dari sumber


informasi tersier, sekunder, dan primer jika diperlukan

h. Melakukan penilaian (critical appraisal) terhadap jawaban yang


ditemukan dari minimal 3 (tiga) literatur.

i. Memformulasikan jawaban

j. Menyampaikan jawaban kepada penanya secara verbal atau


tertulis

k. Melakukan follow-up dengan menanyakan ketepatan jawaban

l. Mendokumentasikan kegiatan yang dilaksanakan dan mencatat


waktu yang diperlukan untuk menyiapkan jawaban

2.11.5 Konseling

Konseling Obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau


saran terkait terapi obat dari apoteker (konselor) kepada pasien
dan/atau keluarganya. Tujuan dari Konseling adalah untuk
meningkatkan kepatuhan pasien, mengoptimalkan hasil terapi,
meminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD),
dan meningkatkan cost-effectiveness yang pada akhirnya
meningkatkan keamanan penggunaan obat bagi pasien (patient safety).

Konseling dilakukan di ruangan atau di tempat Konseling


dengan alat bantu konseling seperti kartu pasien atau catatan
konseling. Konseling dilakukan pada pasien rawat jalan, pada pasien
pulang, pada pasien saat dirawat inap, dan konseling pada pasien
dengan obat Khusus.

2.11.6 Visite/Ronde Bangsal

Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap


yang dilakukan apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga
kesehatan untuk mengamati kondisi klinis pasien secara langsung, dan
mengkaji masalah terkait obat, memantau terapi obat dan Reaksi Obat

48
yang Tidak Dikehendaki, meningkatkan terapi obat yang rasional, dan
menyajikan informasi obat kepada dokter, pasien serta profesional
kesehatan lainnya.

Tujuan dari Visite adalah:

a. meningkatkan pemahaman mengenai riwayat pengobatan pasien,


perkembangan kondisi klinik, dan rencana terapi secara
komprehensif;

b. memberikan informasi mengenai farmakologi, farmakokinetika,


bentuk sediaan obat, rejimen dosis, dan aspek lain terkait terapi
obat pada pasien,

c. memberikan rekomendasi sebelum keputusan klinik ditetapkan


dalam hal pemilihan terapi, implementasi dan monitoring terapi;

d. memberikan rekomendasi penyelesaian masalah terkait


penggunaan obat akibat keputusan klinik yang sudah ditetapkan
sebelumnya.

Sebelum memulai praktik visite di ruang rawat, seorang


apoteker perlu membekali diri dengan berbagai pengetahuan, minimal:
patofisiologi, terminologi medis, farmakokinetika, farmakologi,
farmakoterapi, farmakoekonomi, farmakoepidemiologi, serta
pengobatan berbasis bukti. Selain itu diperlukan kemampuan
interpretasi data laboratorium dan data penunjang diagnostik lain,
serta kemampuan berkomunikasi secara efektif dengan pasien dan
tenaga kesehatan lain. Apoteker perlu mempersiapkan fasilitas yang
dibutuhkan untuk melaksanakan visite dengan baik, antara lain:

a. Formulir catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT)

b. Formulir Pemantauan Terapi Obat

c. Referensi dapat berupa cetakan atau elektronik, misalnya:


Formularium Rumah Sakit, Pedoman Penggunaan Antibiotika,
Pedoman Praktik Klinis, British National Formulary (BNF), Drug
Information Handbook (DIH), American Hospital Formulary

49
Services (AHFS): Drug Information, Pedoman Terapi, dan lain-
lain.

Visite dapat dilaksanakan secara mandiri atau bersama dengan tim


kolaboratif dengan tenaga medis dan tenaga kesehatan lain. Saat
menentukan rencana visite, perlu dipertimbangkan kelebihan dan
kekurangan visite dengan tim atau visite mandiri. Visite bisa
dilakukan secara mandiri atau bersama Tim.

Pelaksanaan Visite sebagai berikut:

a. Melakukan persiapan:

1) Melakukan seleksi pasien berdasarkan kriteria yang sudah


ditetapkan. Walaupun idealnya seluruh pasien mendapatkan
layanan visite, mengingat keterbatasan jumlah apoteker maka
visite diprioritaskan untuk diberikan kepada pasien dengan
kriteria:

(a) Pasien baru dalam 24 jam pertama

(b) Pasien dalam perawatan intensif;

(c) Pasien yang menerima lebih dari 5 macam obat;

(d) Pasien yang mengalami penurunan fungsi organ terutama


hati dan ginjal.

(e) Pasien yang hasil pemeriksaan laboratoriumnya


mencapai nilai kritis (critical value), misalnya
ketidakseimbangan elektrolit, penurunan kadar albumin

(f) Pasien yang mendapatkan obat yang memiliki indeks


terapi sempit, berpotensi menimbulkan reaksi obat yang
tidak diinginkan (ROTD) yang fatal. Contoh: pasien
yang menerima terapi obat digoksin, karbamazepin,
teofilin, sitostatika.

2) Mengumpulkan informasi penggunaan obat dari catatan


penggunaan obat, monitoring pengobatan dan wawancara
dengan pasien/keluarga Informasi penggunaan obat pasien

50
dapat diperoleh dari rekam medik, wawancara dengan
pasien/keluarga, catatan pemberian obat.

3) Mengumpulkan data berupa keluhan pasien, hasil


pemeriksaan fisik, laboratorium, diagnostik, penilaian
dokter melalui rekam medik dan catatan pengobatan di
ruang rawat.

4) Mengkaji penggunaan obat meliputi ketepatan indikasi,


dosis, rute, interaksi, efek samping obat dan biaya.

2.11.7 Pemantauan Terapi Obat (PTO)

Pemantauan Terapi Obat (PTO) adalah kegiatan untuk


memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien.
Tujuan dari PTO adalah Meningkatkan efektivitas terapi dan
meminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD),
meminimalkan biaya pengobatan dan menghormati pilihan pasien.

Pemantauan Terapi Obat (PTO) yang dilakukan harus


dikomunikasikan dengan dokter, perawat dengan metode komunikasi
SOAP (Subjective Objective Assessment Plan) sebagai dokumen
tertulis dan dapat dilakukan metode SBAR (Situation Background
Assessment Recommendation) jika dilakukan komunikasi verbal.

Penulisan SOAP harus menyatakan kesinambungan dan


keterkaitan antara data subyektif dengan data obyektif. Selanjutnya data
yang ditulis sebaiknya mencerminkan hal-hal yang akan dianalisa
dalam asesmen. Asesmen mencantumkan Drug Related Problem (DRP)
yang ditemukan dari analisis. Plan ditulis berurutan sesuai dengan hasil
asesmen (bila DRP lebih dari satu). SOAP ditulis secara
berkesinambungan dengan SOAP sebelumnya. Penulisan SOAP harus
mencantumkan tanggal dan waktu penulisan serta diakhiri dengan paraf
apoteker disertai nama berikut gelar.

1) Subyektif

Data subyektif adalah data yang bersumber dari pasien atau


keluarganya atau orang lain yang tidak dapat dikonfirmasi secara

51
independen. Agar selaras dengan SOAP profesi lain, maka data
subyektif dapat berupa keluhan pasien terkait obat/penyakit. Selain
itu riwayat obat/penyakit yang diperoleh dari pengakuan pasien
dapat pula dituliskan pada data subyektif. Riwayat obat/penyakit
sebaiknya digali terlebih dahulu dengan menelusuri rekam medik.
Bila data dari rekam medik tidak jelas atau tidak ada atau
diperlukan konfirmasi, maka pengumpulan data subyektif
dilanjutkan dengan wawancara pasien atau keluarga terdekat yang
tinggal serumah.

Langkah-langkah pelaksanaan:

a) Lakukan penelusuran rekam medik

(1) Catat data identitas pasien.

(2) Kumpulkan informasi terkait riwayat penggunaan obat


(obat kronis, obat bebas, obat herbal), riwayat alergi,
riwayat sosial terkait dengan obat yang dapat diambil dari
data rekonsiliasi.

b) Lakukan interview Interview dilakukan untuk melengkapi data


subyektif yang tidak dijumpai di rekam medik yang diperlukan
bagi asesmen terkait penggunaan obat.

c) Lakukan pencatatan hasil temuan pada a dan b pada lembar


Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi. Contoh: keluhan
pusing, mual, demam, nyeri

2) Objektif

Data obyektif adalah data yang bersumber dari hasil observasi,


pengukuran yang dilakukan oleh profesi kesehatan lain, contoh
tekanan darah, hasil laboratorium, hasil pemeriksaan USG, hasil
bacaan foto toraks, hasil bacaan CT-Scan yang mendukung
problem medik (diagnosa, co-morbid, underlying diseases) atau
DRP yang akan kita tulis sebagai hasil asesmen. Selain itu data
obyektif dapat pula berupa data hasil perhitungan seperti nilai
klirens kreatinin hasil perhitungan estimasi menggunakan formula

52
Cockroft atau MDRD, hasil perhitungan skala ChildPugh Scale
(CPS) dan lain-lain. Data obyektif lain yang bersumber dari
literatur seperti data farmakokinetik (waktu paruh, volume
distribusi) dapat pula dicantumkan. Data obyektif yang ditulis
apoteker tentunya tidak harus sama dengan data profesi lain karena
pembahasan akan berbeda sesuai sudut pandang profesi, namun
sebaiknya dapat dipahami oleh dokter sebagai ketua tim medik di
bangsal atau tempat pelayanan.

Langkah pelaksaan:

a) Data Tanda-Tanda Vital (TTV) disalin dari hasil observasi


profesi lain yang terkait dengan penggunaan obat. Contoh: bila
obat yang digunakan adalah antipiretik, maka data TTV yang
disalin adalah temperatur.

b) Data laboratorium disalin dari hasil pemeriksaan laboratorium


terkait dengan penggunaan obat. Contoh: bila obat yang
digunakan adalah INH, maka perlu dicatat data SGPT/ALT.

c) Data farmakokinetik obat disalin dari buku teks yang


terpercaya.

d) Data klinis: gejala klinis yang ditimbulkan akibat dari


penggunaan obat.

3) Asesmen

Hasil asesmen yang ditulis dalam Lembar CPPT pada rekam


medis adalah berupa Drug Related Problem (DRP). Proses
asesmen/analisis hingga menghasilkan DRP tidak perlu dinyatakan
dalam rekam medik. Bahasa penulisan DRP sebaiknya tidak
bersifat kaku tetapi lebih menerangkan problem terkait obat yang
akan kita sampaikan, sehingga bisa dinyatakan dalam bentuk
kalimat. Sebaiknya dalam penulisan DRP menghindari katakata

53
yang terkesan justifikasi terhadap apa yang sudah dikerjakan
profesi lain seperti: error, tidak tepat, tidak adekuat, salah
obat/dosis/rute obat dan lain-lain. Bila dijumpai lebih dari satu
buah DRP, maka penulisan DRP tersebut sebaiknya diberi nomor
(dengan angka 1, 2 dst) berurutan ke bawah agar mudah dipahami
oleh profesi kesehatan lain. Langkah pelaksanaan SOAP:

a) Lakukan penilaian terhadap data S dan O dengan mengacu


pada prinsip farmakoterapi, EBM, guideline terkait untuk
menentukan adatidaknya DRP.

b) DRP yang ditemukan dituliskan dengan menggunakan kalimat


yang tidak menjustifikasi profesi tertentu namun dapat
menampilkan permasalahan terkait obat. Contoh penulisan
DRP pada lembar CPPT dalam rekam medis terkait hasil
asesmen di atas adalah “dosis glimepiride belum cukup....”
atau “dosis glimepiride perlu ditingkatkan......”.

4) Plan (Rencana Pelayanan Kefarmasian/RPK)

Apoteker memformulasikan RPK sesuai DRP yang ditemukan.


Bila dijumpai DRP lebih dari satu buah, maka penulisan plan
sebaiknya diberi nomor berurutan ke bawah. Plan memuat hal-hal
berikut:

a) Rekomendasi Terapi obat untuk setiap DRP lengkap dengan


dosisnya

b) Rencana Monitoring Terapi Obat

c) Rencana Konseling

d) Dalam menyampaikan rekomendasi sebaiknya tidak


menggunakan kalimat perintah tetapi berupa saran. Contoh:
terkait DRP di atas, maka rekomendasi yang diajukan adalah
disarankan untuk menaikkan dosis glimepiride menjadi 4mg
pagi 1 tablet

2.11.8 Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

54
MESO yang dilaksanakan di RS lebih tepat bila disebut
Farmakovigilans yakni mengenai survei ESO, identifikasi obat pemicu
ESO, analisis kausalitas dan memberikan rekomendasi
penatalaksanaannya. Tujunanya yaitu menemukan Efek Samping Obat
(ESO) sedini mungkin terutama yang berat, tidak dikenal dan
frekuensinya jarang, menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang
sudah dikenal dan yang baru saja ditemukan, mengenal semua faktor
yang mungkin dapat menimbulkan/ mempengaruhi angka kejadian dan
hebatnya ESO, meminimalkan risiko kejadian reaksi obat yang tidak
dikehendak dan mencegah terulangnya kejadian reaksi obat yang tidak
dikehendaki.

2.11.9 Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)

Proses sistematis dan berkesinambungan dalam menilai


kerasionalan terapi obat melalui evaluasi data penggunaan obat pada
suatu sistem pelayanan dengan mengacu pada kriteria dan standar yang
telah ditetapkan (ASHP).

Jenis-jenis Evaluasi Prnggunaan Obat:

a. Evaluasi Penggunaan Obat Kuantitatif, contoh: pola peresepan


obat, pola penggunaan obat

b. Evaluasi Penggunaan Obat Kualitatif, contoh: kerasionalan


penggunaan (indikasi, dosis, rute pemberian, hasil terapi)
farmakoekonomi, contoh: analisis Analisis Minimalisasi Biaya,
Analisis Efektifitas Biaya, Analisis Manfaat Biaya, Analisis
Utilitas Biaya.

Tujuan dari Evaluasi Penggunaan Obat:

a. mendorong penggunaan obat yang rasional

b. meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan

c. menurunkan pembiayaan yang tidak perlu

55
2.11.10 Dispensing dan Sediaan Steril

Dispensing sediaan steril adalah penyiapan sediaan farmasi steril untuk


memenuhi kebutuhan individu pasien dengan cara melakukan pelarutan,
pengenceran dan pencampuran produk steril dengan teknik aseptic untuk
menjaga sterilitas sediaan sampai diberikan kepada pasien. Tujuan dari
Dispensing Sediaan Steril adalah:

a. Menjamin sterilitas sediaan

b. Meminimalkan kesalahan pengobatan

c. Menjamin kompatibilitas dan stabilitas

d. Menghindari pemaparan zat berbahaya

e. Menghindari pencemaran lingkungan

f. Meringankan beban kerja perawat

g. Penghematan biaya penggunaan obat

2.11.11 Pemeriksaan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)

Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) merupakan interpretasi


hasil pemeriksaan kadar obat tertentu atas permintaan dari dokter yang
merawat dikarenakan adanya masalah potensial atau atas usulan dari
Apoteker kepada dokter. PKOD dilaksanakan untuk mengidentifikasi dan
menyelesaikan masalah potensial yang terkait yaitu Dosis yang tidak
sesuai, Reaksi obat yang tidak diinginkan, Interaksi obat-obat,Interaksi
obat-penyakit, Ketidakpatuhan, Dugaan toksisitas.

Tujuan dari PKOD:

a. Memastikan kadar obat berada dalam kisaran terapi yang


direkomendasikan untuk memantau efektivitas maupun toksisitas.

b. berdasarkan kondisi klinis pasien Sebagai referensi dalam menentukan


dosis terapi obat yang optimal

c. Mengelola rejimen obat untuk mengoptimalkan hasil terapi

(Kemenkes RI, 2019)

56
BAB III

TINJAUAN KHUSUS

3.1 Gambaran Umum RSUD A.Yani Metro

3.1.1 Sejarah RSUD A.Yani Metro

Awal berdirinya rumah sakit ini dimulai sejak tahun 1951 dengan

57
nama Pusat Pelayanan Kesehatan (Health Center), yang memberikan
pelayanan kesehatan bagi masyarakat di wilayah sekitar Kota Metro,
dengan kondisi yang serba terbatas di masa itu, tetapi dirasakan
manfaatnya oleh masyarakat sebagai satu- satunya pusat pelayanan
kesehatan (Health Center) di Kota Metro.
Pada tahun 1953 fungsi pelayanan kesehatan sudah dapat
ditingkatkan melalui keberadaan penggabungan bangsal umum pada unit
pelayanan kesehatan Katolik (sekarang RB.Santa Maria) sebagai rawat
inap bagi pasien, dan pada tahun 1970 bertambah lagi sarana bangsal
perawatan umum dan perawatan bersalin.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
No.031/BERHUB/1972, Rumah Sakit Umum Ahmad Yani secara sah
berdiri sebagai Rumah Sakit Umum Daerah tipe D, sebagai UPT Dinas
Kesehatan TK II Lampung Tengah. Setelah beroperasi lebih kurang 15
tahun tepatnya pada tahun 1978 berhasil meningkatkan status menjadi
Rumah Sakit tipe C berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan
No.303/MENKES/SK/IV/1987, yang memiliki sarana rawat inap
berkapasitas 156 tempat tidur, dan berperan sebagai pusat Rujukan
Pelayanan Kesehatan untuk Wilayah Kabupaten Lampung Tengah serta
sekaligus sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari Dinas Kabupaten
TK II Lampung Tengah.

Berdasarkan surat Bupati Kepala Daerah TK.II Lampung Tengah


Nomor 445/7423/03/1995 tanggal 27 Desember 1995, dan persetujuan
Mendagri dengan surat No.445/883/PUOD/1996, tanggal 22 maret 1996
RSUD A.Yani Metro meningkat menjadi Unit Swadana artinya disuatu
sisi bukti kemampuan pengelolaan Rumah Sakit Umum Daerah Ahmad
Yani sudah dianggap layak dan sisi lain tentunya peningkatan tanggung
jawab terhadap eksistensi rumah sakit di masa yang akan datang.
Rumah Sakit Umum Daerah A.Yani Metro semula adalah Rumah
Sakit milik Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah, yang kemudian
aset tanah dan bangunan pada bulan Januari 2002 berdasarkan SK
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lampung Tengah

58
No.188.342/IV/07/2002, diserahkan kepada pemerintah Daerah Kota
Metro.
Pada tahun 2003 RSUD A.Yani Metro sebagai salah satu lembaga
organisasi layanan publik dibawah Kepemerintahan Kota Metro dengan
fungsi peranan lembaga teknis Daerah disamping memiliki keterkaitan
struktural juga mempunyai kewenangan, otonomi seperti yang
diamanatkan oleh Undang-undang No.32 tahun 2004 yang secara
subtantial dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan yang
bermutu kepada masyarakat di Kota Metro dan sekitarnya.
Pada tanggal 28 Mei tahun 2008 berdasarkan Kemenkes RI
No.494/MENKES/SK/V/2008, Rumah Sakit Umum Daerah A. Yani
meningkat kelasnya yaitu dari kelas C menjadi kelas B Non Pendidikan
yang memiliki jumlah tempat tidur rawat inap 212.
Berdasarkan Perda Kota Metro No.7 Tahun 2008 bahwa RSUD A.Yani
Metro merupakan Lembaga Teknis Daerah namun pada tanggal 30
Desember 2010 dengan Peraturan Walikota Metro
No.343/KPTS/RSU/2010, RSUD A.Yani Metro ditetapkan sebagai
Instansi Pemerintah Kota Metro yang menerapkan PPK- BLUD.
Rumah Sakit Umum dalam pelayanan kesehatan memberikan
pelayanan antara lain kuratif, rehabilitatif, preventif dan promotif. kepada
pengguna jasa pelayanan kesehatan serta masyarakat dari wilayah Kota
Metro dan sekitarnya. Hal ini menuntut agar RSUD A.Yani harus
memiliki keunggulan kompetitif (Competitive advantages) agar dapat
meningkatkan dan mempertahankan kualitas pelayanan yang baik
sehingga tidak ditinggalkan oleh pelanggannya.

3.1.2 Visi, Misi, Motto dan Tujuan RSUD A.Yani Metro

A. Visi

“Rumah Sakit Unggulanl Dalam Pelayanan dan Pendidikan


Kebanggaan Masyarakat Kota Metro 2021”

B. Misi

59
Dalam Upaya menuju visi diatas, terdapat lima misi yang harus
diemban yaitu:
1. Meningkatkan profesionalisme SDM kesehatan yang berdaya
saing
2. Mengembangkan sarana dan prasarana rumah sakit yang
aman dan nyaman.
3. Meningkatkan program pengembang mutu pelayanan medis
dan non medis secara berkeseimbangan.
4. Mewujudkan kemandirian BLUD melalui peningkatan
efesien, efektifitas dan fleksibilitas pengelolaan keuangan.
5. Menjadi pusat pendidikan kedokteran dan kesehatan lain,
serta penelitian dan pengembangan bidang kesehatan.

C. Motto
S6: Senyum, Salam, Sapa, Sopan, Santun dan Sabar
D. Tujuan
Melaksanakan upaya pelayanan kesehatan rujukan yang unggul
dan berkualitas kepada masyarakat.

3.1.3 Struktur Organisasi Rumah Sakit

60
Gambar 3.1 Struktur Organisasi RSUD Jend. A.Yani Metro

3.1.4 Kapasitas dan Alokasi Tempat Tidur

RSUD A.Yani Metro adalah Rumah Sakit milik Pemerintah Kota


Metro dan merupakan Rumah Sakit Rujukan di Kota Metro. Pada
tanggal 28 Mei tahun 2008 berdasarkan Kepmenkes RI
No.494/MENKES/SK/V/2008, Rumah Sakit UMUM Daerah A. Yani
Metro meningkat kelasnya yaitu dari kelas C menjadi kelas B Non
Pendidikan yang memiliki jumlah tempat tidur rawat inap 212.

Tabel 3.1 Kapasitas Tempat Tidur RSUDA. Yani Metro tahun


2020

Ruangan Jumlah Tempat Tidur Persentase


VIP 12 4,8 %
KELAS I 43 17,2 %
KELAS II 39 15,6 %
KELAS III 120 48,0 %
ICU 6 2,4%
IGD 30 12%
JUMLAH 250 100 %

3.1.5 Pelayanan Kesehatan Di RSUD A.Yani Metro

Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh RSUD A.Yani


Kota Metro, terdiri dari:

1. Pelayanan IGD
2. Pelayanan rawat inap terdiri dari:
a. Ruang anak
b. Ruang paru
c. Ruang saraf
d. Ruang kemoterapi
e. Ruang ICU
f. Ruang bedah

61
a) Ruang bedah umum
b) Ruang bedah khusus
g. Ruang kebidanana
h. Ruang paviliun umum
i. Ruang VIP
j. Ruang penyakit dalam
6. Ruang penyakit dalam A
7. Ruang penyakit dalam B
8. Ruang penyakit dalam C
3. Pelayanan rawat jalan terdiri dari polilnik spesialistik yaitu:
1) poli penyakit dalam dan hemato onkologi

2) poli kebidanan dan kandungan

3) poli penyakit anak

4) poli bedah umum

5) poli penyakit telinga hidung dan tenggorokan (THT)

6) poli penyakit mata

7) poli penyakit kulit dan kelamin

8) poli penyakit syaraf

9) poli gigi dan mulut

10) poli paru dan pernafasan

11) poli ortopedi

12) poli jiwa dan narkoba

13) poli akupuntur.

14) poli endodensia

15) poli urologi

16) poli bedah onkologi

17) poli bedah mulut dan maksilofasial

62
18) poli tumbuh kembang dan laktasi

19) klinik VCT

20) Medical Check Up (MCU).


4. Pelayanan ICU
5. Pelayanan Hemodialisa
6. Pelayanan Endoskopi/kolonskopi/Bronkospasme
7. Pelayanan penunjang diagnostik terdiri dari:
1) Laboratorium
2) Radiologi
3) CT-Scan
4) EKG
5) USG
6) EEG, dan
7) EMG
8. Pelayanan penunjang lainnya, yaitu:
a. Instalasi bedah sentral (IBS)
b. Instalasi farmasi
c. Instalasi gizi
d. Instalasi rehabilitasi medik
e. Instalasi sanitasi
f. Intstalasi pemeliharaan sarana dan prasarana rumah sakit
(IPSRS)
g. Unit laundry
h. Ambulance/mobil jemaza
i. Pemulasaran jenazah
j. Instalai fisioterapi

3.1.6 Sumber Daya Manusia RSUD A.Yani Metro

Sumber daya manusia yang dimiliki RSUD A.Yani Metro terdiri


dari:

63
1. Tenaga Medis
Jumlah tenaga medis di RSUD A.Yani Kota Metro 68 orang
2. Tenaga Paramedis Keperawatan
Jumlah tenaga paramedis keperawatan di RSUD A.Yani Metro
337 orang.
3. Tenaga Kefarmasian
Jumlah tenaga kefarmasian di RSUD A.Yani Metro 27 orang.
Pegawai Negri Sipil apoteker 10 orang, tenaga apoteker BLUD
3 orang, Pegawai Negri Sipil Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK)
11 orang, Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) BLUD 4 orang.
4. Tenaga Gizi
Jumlah tenaga gisi di RSUD A.Yani Metro sebanyak 7 orang
5. Tenaga Keteknisan Medis
Jumlah tenaga keteknisan Medis di RSUD A.Yani Kota Metro
sebanyak 519 orang.
6. Tenaga Non medis/administrasi
Jumlah tenaga non medis/administrasi di RSUD A.Yani Kota
Metro sebanyak 356 orang.

3.2 Sarana dan Prasarana Instalasi Farmasi

Gudang di instalasi farmasi RSUD A.Yani Metro terdiri dari satu


gedung obat dan satu gedung bahan medis habis pakai. Apotek di RSUD
A.Yani Metro terdiri dari Apotek Rawat Jalan, Apotek IGD dan Apotek
Rawat Inap. Apotek Rawat Jalan melayani pasien rawat jalan umum dan
BPJS. Apotek rawat inap melayani resep ruang rawat inap. Satelit IGD
melayani resep gawat darurat dan ruang rawat inap penyakit jantung,
ruang penyakit dalam C. Satelit ICU melayani resep pasien ruang ICU.
Satelit Ongkologi yang melayani resep pasien ruang ongkologi.

64
Instalasi Farmasi RSUD A.Yani Metro juga dilengkap dengan
peralatan dan fasilitas lain yang dapat mendukung administrasi,
profesionalisme dan fungsi teknis pelayanan farmasi, sehingga menjamin
terselenggaranya pelayanan farmasi yang fungsional, profesional dan
etis. Berikut ini Peralatan dan fasilitas yang tersedia di Instalasi Farmasi
RSUD A.Yani Metro:

1. Tersedianya fasilitas penyimpanan barang farmasi yang menjamin


semua barang farmasi tetap dalam kondisi yang baik dan dapat
dipertanggung jawabkan sesuia dengan spesifikasi masing-masing
barang farmasi dan sesuai dengan peraturan.
2. Tersedianya fasilitas produksi obat yang memenuhi standar
3. Tersedianya fasilitas untuk pendistribusian obat
4. Tersedianya fasilitas pemberian informasi dan edukasi
5. Tersedianya fasilitas pemberian informasi arsip resep
6. Tersedianya perawatan memiliki tempat penyimpanan obat yang baik
sesuai dengan peraturan dan tata cara penyimpanan yang baik
7. Obat yang bersedia seperti obat narkotika dan psikotropika disimpan
sedemikian rupa demi menjamin keamanan setiap staf.

3.3 Penysusunan Formularium Rumah Sakit

Menurut keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


HK.01.07/MENKES/200/2020 Tentang Pedoman Penyusunan
Formularium Rumah Sakit. Formularium Rumah Sakit merupakan daftar
obat dan kebijakan penggunaan obat yang disepakati staf medis, disusun
oleh komite/Tim Farmasi dan Terapi ditetapkan oleh direktur/kepala
rumah sakit. Formularium Rumah Sakit dapat dilengkapi dengan
mekanisme kerja Komite/Tim Farmasi dan Terapi serta tata kelola
Formularium Rumah Sakit. Formularium Rumah Sakit bermanfaat dalam
kendali mutu dan kendali biaya yang akan memudahkan pemilihan obat
yang rasional, mengurangi biaya pengobatan, dan mengoptimalkan
pelayanan kepada pasien.

65
Penyusunan Formularium Rumah Sakit selain mengacu kepada
fornas, juga mengacu pada Panduan Praktik Klinis rumah sakit serta
mempertimbangkan hasil evaluasi penggunaan obat di rumah sakit.
Menurut standar akreditas rumah sakit, Formularium Rumah Sakit
mengacu pada peraturan perundang-undangan dan didasarkan pada misi
rumah sakit, kebutuhan pasien, serta jenis pelayanan yang diberikan.

Penyusunan Formularium Rumah Sakit berdasarkan kriteria yang


disusun secara kolaborasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pada praktiknya, fornas formularium sangan bervarisasi
tergantungkepada interprestasi masing-masing rumah sakit. Untuk itu
perlu disusun pedoman penysusnan Formularium Rumah Sakit yang
bertujuan untuk menjadi acuan bagi rumah sakit dalam menyusun
Formularium Rumah Sakit dengan saasaran yaitu Direktur/kepala rumah
sakit, staf medik, instalasi farmasi rumah sakit, dan komite/tim farmasi
dan terapi.

3.3.1 Komite/Tim Farmasi dan Terapi

Menurut keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


HK.01.07/MENKES/200/2020 Tentang Pedoman Penyusunan
Formularium Rumah Sakit. Komite/Tim Farmasi dan Terapi merupakan
salah satu Komite/Tim yang ada di rumah sakit yang menyelenggarakan
fungsi tertentu di rumah sakit sesuai dengan kenutuhan dan perbekalan
ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka meningkatkan mutu
pelayanan dan kesehatan pasien.

Tugas Komite/Tim Farmasi dan Terapi diatur dalam peraturan


perundang-undangan yang mengatur mengenai Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit, diantaranya adalah melakukan seleksi dan
evaluasi obat yang akan masuk dalam Formularium Rumah Sakit dan
memberikan Rekomendasi kepada Direktur/kepala rumah sakit mengenai
kebijakan penggunaan obat di rumah sakit. Anggota Komite/Tim Farmasi
dan Terapi terdiri dari dokter yang mewakili semua spesialis yang ada di

66
rumah sakit, Apoteker Instalasi Farmasi, serta tenaga kesehatan lainnya
apabila diperlukan.

A. Komite/Tim Farmasi dan Terapi di RSUD Jend. A. Yani Metro

Sesuai dengan SK Direktur No. 082/KPTS/LTD6/2019 Tentang


Penentuan Komite Farmasi dan Terapi (KFT) RSUD Jend. A.Yani Metro
Tugas pokok Komite Farmasi dan Terapi berdasarkan Peraturan Menteri
Republik Indonesia No. 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit, yaitu:

1. Menggunakan kebijakan tentang penggunaan obat di Rumah Sakit


2. Melakukan seleksi dan evaluasi obat yang akan masuk dalam
Formularium Rumah Sakit
3. Mengembangkan Standar Terapi
4. Mengidentifikasi permasalahan dalam penggunaan obat
5. Melakukan intervensi dalam meningkatkan penggunaan obat yang
rasional
6. Mengkoordinis penatalaksaan Reaksi Obat yang tidak diketahui
7. Mengkoordinis penatalaksaan Medication error
8. Menyebarluaskan informasi terkait kebijakan penggunaan obat di
Rumah Sakit.

Formularium Rumah Sakit berperan sebagai koridor bagi


pelaksanaan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan sesuai
dengan kaidah dan standar terapi yang berlaku. Oleh karena itu,
Formularium RSUD. Jend. A. Yani Kota Metro perlu direvisi secara
berkala tidak hanya menyesuaikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi, tetapi juga didasarkan pada kajian pada penyakit dan
kajian penggunaan obat dan berbagai kebijakan Kementerian Kesehatan.

B. Tujuan Komite/Tim Farmasi dan Terapi di RSUD Jend. A. Yani


Metro

67
Komite/Tim Farmasi dan Terapi di RSUD Jend. A. Yani metro
memiliki tujuan yaitu seperti berikut:
1. Tujuan Umum
Menerbitkan kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunana obat
serta evaluasinya.
2. Tujuan Khusus
a. Menjadi acuan bagi tenaga medis untuk menetapkan pilihan obat
yang tepat, paling efisiensi dan aman dengan harga yang
terjangkau
b. Mendorong penggunaan obat secara rasional sesuai standar,
sehingga pelayanan kesehatan lebih bermutu dengan belanja obat
yang terkendali (Cost Effective)
c. Mengoptimalkan pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien
kepada masyarakat
d. Memudahkan pemesanan dan penyediaan obat di RSUD Jend. A.
Yani Kota Metro
C. Kegiatan Pokok dan Rincian Kegiatan di RSUD Jend. A. Yani Metro

Kegiatan pokok dan rincian yang dilakukan di RSUD Jend. A.


Yani Metro sebagai berikut:

1. Kegiatan pokok
a. Permintaan usulan obat secaa tertulis kepada staf medis
b. Kompilasi usulan
c. Penysusnan Draft daftar Obat
d. Finansial draf
e. Pengesahan
2. Rincian Kegiatan
Tabel 3.1 Rincian kegiatan yang dilakukan di RSUD Jend. A Yani
Metro

No Nama Kegiatan Pelaksana Jadwal


1 Evaluasi Formularium 2017 Tim Farmasi dan Terapi Agustus 2018
Penyusunan draft daftar
2 obat Sekretaris TFT Agustus 2018
3 Finalisasi Draft Sekretaris TFT Agustus-September2018

68
Direktur RSUD. Jend. A.
4 Pengesahan Yani Metro Oktober 2018
Peluncuran Buku
5 Formularium 2018 Tim Farmasi dan Terapi Oktober 2018

D. Cara Melaksanakan Kegiatan (Metodologi)

Cara melaksanakan kegiatannya di di RSUD Jend. A. Yani Metro


sebagai berikut:

1. Evaluasi Formularium 2017


Evaluasi penggunaan Obat yang ada di Formularium RS 2017, obat
yang termasuk dalam kelompok Fast moving, Slow Moving, death
Stock.
2. Penyusunan draf daftar obat
Draft daftar obat disusun dengan sistematika sebagai berikut:
a. Daftar obat disusun berdasarkan kelas terapi
b. Nama obat ditulis dengan nama generik
c. Penulisan obat didalam kelas terapi disusun berdasarkan
alfabetis
3. Fasilitas draft
Draft yang telah dibahas, difinalisasi untuk penyempurnaannya.
4. Pengesahan
Diterbitkan Surat Keputusan Direktur RSUD. Jend. A. Yani Metro
tentang Formularium RSUD Jend. A. Yani Metro.
5. Peluncuran Buku Formularium RS 2018

E. Kriteria Pemilihan Obat


Pemilihan obat dalam forumlarium RSUD Jend. A. Yani
didasarkan atas kriteria berikut:
1. Mengutamkan penggunaan obat generik
2. Jumlah obat dengan nama generik yang sama mengikuti rasio
sebagai berikut:
a. Obat generik

69
b. Obat generik dengan merk dagang
3. Memiliki rasio manfaat-resiko yang paling menguntungkan
penderita
4. Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavabilitas
5. Mutu terjain, termasuk stabilitas dan pengangkutan
6. Praktis dalam penggunaan dan penyerahan
7. Mengguntungkan dalam hal keputusan dan penerimaan oleh pasien
8. Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi
berdasarkan biaya langsung dan tidak langsung.
9. Bila terdapat lebih dari satu pilihan yang memiliki efek terapi yang
serupa pilihan dijatuhkan pada:
a. Obat yang sifatnya paling banyak diketahui berdasarkan data
ilmiah
b. Obat dengan sifat farmakokinetik yang diketahui paling
menguntungkan.
c. Mudah diperoleh
d. Obat yang telah dikenal
10. Obat jadi kombinasi tetap, harus memnuhi kriteria berikut:
a. Obat hanya bermanfaat bagi pasien dalam bentuk kombinasi
tetap
b. Kombinasi tetap harus menunjukkan khasiat dan keamanan yang
lebih daripada masing-masing komponen.
c. Perbandingan dosis komponen kombinasi tetap merupakan
perbandingan yang tepat untuk sebagian besar pasien yang
memerlukan kombinasi tersebut.
d. Kombinasi tetap harus meningkat rasio manfaat-biaya(benefit-
cost ratio)
e. Untuk antibiotika kombinasi tetap, harus dapat mencegah atau
mengurangi terjadinya resistensi dan efek merugikan lainnya.
11. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman
(evidence based medicines) yang paling dibutuhkan untuk pelayanan
kesehatan di RSUD. Jend. A. Yani dengan harga yang terjangkau.

70
F. Kriteria Pengapusan Obat
Ada beberapa kriteria penghapusan obat yaitu:
1. Obat-obat yang jarang digunakan (slow moving) akan dievaluasi.
2. Obat-obatan yang tidak digunakan (death stock) setelah waktu
3(tiga) bulan maka akan diingatkan kepada dokter-dokter terkait
yang menggunakan obat tersebut.
3. Obat-obat yang dalam proses penarikan oleh pemerintah/BPOM atau
dari pabrikan.

G. Terminologi
1. Isi dan format formularium
a. Satu jenis obat dapat digunakan dalam beberapa bentuk sediaan
dan satu bentuk sediaan dapat terdiri dari beberapa jenis
kekuatan.
b. Dalam Formularium RSUD. Jend. A. Yani Metro, obat
dikelompokkan berdasarkan kelas, subkelas.
c. Satu jenis obat dapat tercantum ke dalam lebih dari 1(satu) kelas
atau sub kelas sesuai indikasi terapi.
2. Tata Nama
a. Nama obat dituliskan sesuai dengan farmakope Indonesia edisi
terakhir. Jika tidak ada dalam farmakope Indonesia maka
digunakan International Propietary Names (INN)/ nama generik
yang diterbitkan WHO.
b. Obat yang sudah lazim digunakan dan tidak mempunyai nama
INN(generik) ditulis dengan nama lazim, misalnya garam Oralit.
c. Kombinasi yang tidak mempunyai nama INN(generik) diberi
nama yang disepakati sebagai nama generik untuk kombinasi
dan dituliskan masing-masing zat berkhasiatnya disertai dengan
kekuatan masing-masing komponen.
d. Untuk beberapa hal yang dianggap perlu sinonim, dituliskan di
antara tanda kurung.

71
3. Pengertian dan Singkatan
a. Pengertian
(1). Bentuk Sediaan
Bentuk sediaan adalah bentuk obat sesuai pembuatan obat
tersebut dalam bentuk seperti yang akan digunakan, misalnya:
tablet salut enterik, injeksi intravena dan sebagainya.
(2) Kekuatan Sediaan
Kekuatan sediaan adalah kadar zat berkhasiat dalam sediaan
obat jadi.
(3) Nama Dagang
Nama Dagang obat milik perusahaan dengan nama khas yang
dilindungi oleh hukum.
(4) Nama Industri Farmasi
Nama Industri Farmasi adalah nama pabrik farmasi yang
memproduksi obat-obatan.
b. Singkatan
amp : ampul
gr : gram
inj : injeksi
kaps : kapsul
mg : miligram
sir : sirup
sup : Supositoria
tab : tablet
H. Sasaran

Sasaran dari Sistem Formularium ini adalah tercapainya


pelayanan kesehatan yang optimal terhadap pasien melalui seleksi
dan penggunaan obat yang rasional di RSUD. Jend. A. Yani Metro.

I. Jadwal Pelaksanaan
Tabel 3.2 jadwal pelaksanaan KFT di RSUD JED. A. Yani Metro

N KEGIATAN Juli- Agustus Agustus Agustus- Oktober November

72
O Desember 2018 2018 Septembe 2018 2018
2018 r 2018

Presentasi V
Obat
1 Tambahan
Evaluasi V
Formularium
2 2017
Penyusunan V
draft daftar
3 obat
Finalisasi V
4 Draft
V
5 Pengesahan
Peluncuran V
Formularium
6 2018

J. Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan dan Pelaporan


Penerapan formularium RSUD. Jend. A. Yani Metro perlu
dipantau dan dievaluasi secara kontinyu. Pemantauan dan evaluasi
dilakukan untuk menunjang keberhasilan penerapan Formularium
RSUD. Jend. A. Yani melalui mekanisme pemantauan dan evaluasi
keluaran dan dampak penerapan Formularium RSUD. Jend. A. Yani
yang sekaligus dapat mengidentifikasi permasalahan potensial dan
strategi penanggulangan yang efektif.
Pemantauan dan evaluasi dilaksanakan secara berjenjang sesuai
dengan fungsi dan tingkatnya, berdasarkan peraturan perundangan-
undangan yang berlaku.

K. Pencatatan, Pelaporan dan Evaluasi Kegiatan

Pencatatan, pelaporan, dan evaluasi kegiatan meliputi:

73
1. Evaluasi penulisan resep dan penggunaan obat formularium dan
obat generik.
2. Pencatatan obat nonformularium yang sering diresepkan
3. Pelaporan obat formularium yang sudah tidak diproduksi lagi.

3.4 Instalasi Farmasi RSUD A.Yani Metro


3.4.1 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUD A.Yani Metro
Struktur organisasi isntalasi farmasi RSUD A.Yani Metro
menggambarkan pembagian tugas, koordinasi dan kewenangan serta
fungsi dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS). IFRS dipimpin oleh
seorang Apoteker sebagai Kepala Instalasi Farmasi yang dibantu 12
orang apoteker.

3.4.2 Sumber Daya Manusia IFRS RSUD A.Yani Metro


Instalasi Farmasi harus memiliki Apoteker dan Tenaga Teknis
Kefarmasian (TTK) yang sesuai dengan beban kerja dan petugas
penunjang lain agar tercapai sasaran dan tujuan instalasi farmasi rumah
sakit. Ketersediaan jumlah tenaga apoteker dan tenaga teknis
kefarmasian di rumah sakit yang ditetapkan oleh menteri.
Uraian tugas tertulis dari masing-masing staf instalasi farmasi
harus ada dan sebaiknya dilakukan peninjauan kembali paling sedikit

74
setiap tiga tahun sesuai kebijakan dan prosedur di Instalasi farmasi
rumah sakit.
1. Kualifikasi Sumber Daya Manusia (SDM)
Berdasarkan pekerjaan yang dilakukan, kualifikasi SDM instalasi
Farmasi diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Pekerjaan Kefarmasian terdiri dari:
1) Apoteker
2) Tenaga teknis kefarmasian (TTK)
b. Pekerjaan Penunjang terdiri dari:
1) Operator Komputer/teknisi yang memahami kefarmasian
2) Tenaga administrasi
c. Pekarya/pembantu pelaksana
Untuk menghasilkan mutu pelayanan yang baik dan aman,
maka dalam penentuan kebutuhan tenaga harus
mempertimbangkan kompetensi yang disesuaikan dnegan jenis
pelayanan, tugas fungsi, wewenang dan tanggung jawabnya.
2. Persyaratan SDM
Pelayanan kefarmasian harus dilakukan oleh apoteker dan
tenaga teknis kefarmasian (TTK). TTK yang melakukan
pelayanan kefarmasian harus di bawa supervisi apoteker.
Apoteker dan TTK harus memenuhi persyaratan administrasi
seperti yaang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-
undangam yang berlaku. Ketentuan terkait jabatan fungsional di
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) diatur menurut kebutuhan
organisasi dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
IFRS harus dikepalai oleh seorang apoteker yang merupakan
apoteker penanggung jawab seluruh pelayanan kefarmasian di
rumah sakit. Kepla IFRS diutamakan telah memiliki pengalaman
bekerja di instalasi farmasi rumah sakit minimal 2 tahun.
3. Pengembang Staf dan Program pendidikan
Setiap staf di rumah sakit harus mempunyai kesempatan untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya, antara lain:

75
a. Apoteker harus memberikan masukan kepada pimpinann
dalam menyusun program staf.
b. Staf yang baru mengikuti program orientasi sehingga
mengetahui tugas dan tanggung jawab.
c. Adanya mekanisme untuk mengetahui kebutuhan pendidikan
bagi staf.
d. Setiap staf diberikan kesempatan yang sama untuk mengikuti
pelatihan dan program pendidikan berkelanjutan.
e. Staf harus secara aktif dibantu untuk mengikuti program yang
diadakan oleh organisasi profesi, perkumpulan dan isntitusi
terkait.
f. Penyelenggaraan pendidikan dan penyuluhan meliputi:
1) Penggunaan obat dan penerapannya
2) Pendidikan berkelanjutan bagi staf farmasi
3) Praktikum farmasi bagi siswa farmasi dan pasca sarjana
farmasi

3.5 Manajemen Pendukung


3.5.1 Sistem Infromasi Manajemen Rumah Sakit (SIM RS)
SIM instalasi farmasi RSUD A.Yani Metro meliputi aspek
manajemen perbekalan farmasi seperti pembelian, pengelolaan,
penyimpanan samapai distribusi dan penggunaan perbekalan farmasi
yang ada di instalasi farmasi.

Data-data yang harus di input SIM RS Instalasi farmasi anatara lain:


1. Data pemebelian barang, mencatat barang datang yang telah
dicocokkan dengan dengan surat pesanan (SP) kemudian
dimasukkan ke komputer meliputi jenis, jumlah, dana nomor
faktur. Data barang disusun sesuai dengan penggolongan faktur
berdasarkan masing-masing distribusi tersendiri, data ini
direkapitulasi pada akhir bulan sebagai laporan pembelian bulanan.

76
2. Data harga baru terprogram khusus ke komputer untuk pelayanan
resep. Kegiatan ini dilakukan oleh bagian gedung yang memiliki
wewnang untuk mengubah harga sesuai dengan faktur terbaru.
3. Data penyimpanan barang, dalam data ini dapat diketahui jumlah
stik yang ada, jika terjadi mutasi barang dan jumlahnya menipis
maka dapat langsung diadakan pemesanan gina menghindari
kekosongan.
4. Data penjualan obat, secara langsung dimasukkan setiap hari di
apotek masing-masing.

3.6 Kegiatan Pengelolaan perbekalan farmasi


Dalam melakukan pengelolaan perbekalan kefarmasian dan menyusun
program IFRS diperlukan prosedur tetap yang disusun oleh kepala IFRS
dibantu oleh apoteker. Pengelolaan obat selanjutnya diusulkan kepada
KFT untuk dibuat keputusan oleh direktur untuk menjadi kebijakan yang
berlaku di RSUD A.Yani Metro. Kegiatan pengelolaan sedian farmasi
meliputi:
1. Pemilihan

Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis sediaan farmasi,


alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan.
Pemilihan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai ini berdasarkan:

a. formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan


terapi;
b. standar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai yang telah ditetapkan;
c. pola penyakit;
d. efektifitas dan keamanan;
e. pengobatan berbasis bukti;
f. mutu;
g. harga; dan
h. ketersediaan di pasaran.

77
Formlarium nasional dan standar formularium rumah sakit.
Formularium rumah sakit merupakan daftar obat disepakati staf
medis, disusun komite farmasi dan terapi (KFT) yang ditetapkan
oleh pimpinan rumah sakit.

Penyusun dan revisi formularium rumah sakit


dikembangkan berdasarkan pertimbangan terapetik dan ekonomi
dari penggunaan obat agar dihasilkan formularium rumah sakit
yang selalu mutakhir dan dapat memenuhi kebutuhan pengobatan
yang rasional. Tahapan proses penyusunan formularium rumah
sakit:

1. Membuat rekapitulasi usulan obat dari masing-masing staf


medik fungsional (SMF) berdasarkan standar terapi atau
standar pelayanan medik
2. Mengelompokkan usulan obat berdasarkan kelas terapi
3. Membahas usulan tersebut dalam rapat Komite Farmasi dan
Terapi (KFT), jika diperlukan dapat meminta masukan
dari pakar

4. Mengembalikan rancangan hasil pembahasan Komite


Farmasi dan Terapi (KFT), dikembalikan ke masing-masing
SMF untuk mendapatkan umpan balik.
5. Membahas hasil umpan balik dari masing-masing SMF
6. Menetapkan daftar obat yang masuk ke dalam formularium
Rumah Sakit
7. Menyusun kebijakan dan pedoman untuk implementasi dan
8. Melakukan evaluasi mengenai formularium rumah sakit
kepala staf dan melakukan monitoring.

Adapun Kriteria pemilihan obat untuk masuk formularium rumah


sakit yaitu meliputi:

78
1. Obat yang dikelola di rumah sakit merupakan obat yang
memiliki Nomor Izin Edar (NIE);
2. Mengutamakan penggunaan obat generik
3. Memiliki rasio manfaat-rasio (benefit-risk ratio) yang paling
menguntungkan penderita.
4. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh
pasien;
5. Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang
tertinggi berdasarkan biaya langsung dan tidak langsung;
6. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman
(evidence based medicines) yang paling dibutuhkan untuk
pelayanan dengan harga yang terjangkau.
2. Perencanaan Kebutuhan

Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk


menentukaan jumlah dan periode pegadaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan hasil
kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat
jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien (Permenkes
No.58.Tahun 2014). Perencanaan dilakukan sesuai formularium
untuk mengindari kekosongan obat dengan menggunakan metode
yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar - dasar perencanaan
yang telah ditentukan antara lain kombinasi metode konsumsi dan
morbiditas dan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
Pedoman perencanaan harus dipertimbangkan sebagai berikut:

a. Anggaran yang tersedia

b. Penetapan prioritas

c. Sisa persediaan

d. Data pemakaian periode yang lalu

e. Waktu tunggu pemesanan.

79
3. pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk
merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif
harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat
dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan
merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari
pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara
kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan
pemasok, penentuan spesifikasi kontrak, pemantauan proses
pengadaan, dan pembayaran.

Pembelian dengan penawaran yang kompetitif (tender) merupakan


suatu metode penting untuk mencapai keseimbangan yang tepat
antara mutu dan harga, apabila ada dua atau lebih pemasok,
apoteker harus mendasarkan pada kriteria berikut : mutu produk,
reputasi produsen, distributor resmi, harga, berbagai syarat,
ketepatan waktu pengiriman, mutu pelayanan pemasok, dapat
dipercaya, kebijakan tentang barang yang dikembalikan, dan
pengemasan.

 Pembelian
Pembelian dengan penawaran yang kompetitif (tender)
merupakan suatu metode penting untuk mencapai
keseimbangan yang tepat antara mutu dan harga, apabila ada
dua atau lebih pemasok, apoteker harus mendasarkan pada
kriteria berikut : mutu produk, reputasi produsen, distributor
resmi, harga, berbagai syarat, ketepatan waktu pengiriman,
mutu pelayanan pemasok, dapat dipercaya, kebijakan tentang
barang yang dikembalikan, dan pengemasan.
Proses pengadaan mempunyai beberapa langkah yang baku
dan merupakan siklus yang berjalan terus menerus sesuai
dengan kegiatan rumah sakit. Langkah proses pengadaan
dimulai dengan mereview daftar sediaan farmasi dan BMHP

80
yang akan diadakan, menentukan jumlah masing - masing item
yang akan dibeli, menyesuaikan dengan situasi keuangan,
memilih metode pengadaan, memilih distributor, membuat
syarat kontrak kerja, memonitor pengiriman barang, menerima
barang, melakukan pembayaran serta menyimpan kemudian
mendistribusikan. Ada 4 metode pada proses pembelian yaitu:
1) Tender terbuka, berlaku untuk semua distributor yang
terdaftar, dan sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.
Pada penentuan harga metode ini lebih menguntungkan.
Untuk pelaksanaannya memerlukan staf yang kuat, waktu
yang lama serta perhatian penuh.
2) Tender terbatas, sering disebutkan lelang tertutup. Hanya
dilakukan pada distributor tertentu yang sudah terdaftar
dan memiliki riwayat yang baik. Harga masih dapat
dikendalikan, tenaga dan beban kerja lebih ringan bila
dibandingkan dengan lelang terbuka.
3) Pembelian dengan tawar menawar, dilakukan bila item
tidak penting, tidak banyak dan biasanya dilakukan
pendekatan langsung untuk item tertentu.
4) Pembelian langsung, pembelian jumlah kecil, perlu segera
tersedia. Harga tertentu, relatif agak lebih mahal.

Untuk pelayanan kesehatan Jaminan Kesehatan


Nasional, pembelian obat dilakukan melalui e-purchasing
berdasarkan obat yang ada di e-katalog sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 63 Tahun 2014 tentang
Pengadaan Obat Berdasarkan E-Catalog Elektronik (E-
Catalogue). Dengan telah terbangunnya sistem Katalog
Elektronik (E-Catalogue) obat, maka seluruh Fasilitas
Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) dalam
pengadaan obat baik untuk program Jaminan Kesehatan
Nasional maupun program kesehatan lainnya tidak perlu
melakukan proses pelelangan, namun dapat langsung

81
memanfaatkan sistem Katalog Elektronik (ECatalogue) obat
dengan prosedur E-Purchasing.

Dalam hal obat yang dibutuhkan tidak terdapat dalam


Katalog Elektronik (E-Catalogue) obat, proses pengadaan
dapat mengikuti metode lainnya sebagaimana diatur dalam
Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan
Barang dan Jasa. Tahapan pengadaan obat pada RS yang
melayani peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN):

1) Kepala Instalasi Farmasi menentukan Rencana Kebutuhan


Obat (RKO) dan selanjutnya menyampaikannya kepada
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Satker Fasilitas
Kesehatan Tingkat Lanjutan (FKRTL)

2) Skrining dan klasifikasi RKO: identifikasi obat yang ada di


e-katalog dan yang tidak masuk e-katalog.

3) Obat E-katalog dapat langsung dibuat pesanan ke sistem E-


Purchasing.

4) selanjutnya melakukan perjanjian/kontrak jual beli terhadap


obat yang telah disetujui dengan distributor yang ditunjuk
oleh penyedia obat/industri farmasi

5) Dalam hal obat yang ada di E-Katalog tidak dapat


disediakan oleh penyedia, maka pengadaan dilakukan
mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sesuai dengan Permenkes No 63 Tahun 2014 tentang


Pengadaan Obat Berdasarkan Katalog Elektronik, RS
swasta yang bekerja sama dengan BPJS dapat
melaksanakan pengadaan obat berdasarkan e-katalog.

4. Penerimaan
Penerimaan dan pemeriksaan merupakan salah satu bagian dari

82
kegiatan pengadaan agar obat yang diterima sesuai dengan jenis,
jumlah dan mutunya berdasarkan dokumen yang menyertainya
dilakukan oleh panitia penerimaan yang salah satu anggotanya
adalah tenaga farmasi. Pemeriksaan mutu obat dilakukan secara
organoleptik, khusus pemeriksaan label dan kemasan perlu
dilakukan pengecekan terhadap tanggal kedaluwarsa, dan nomor
batch terhadap obat yang diterima. Prosedur penerimaan farmasi
yaitu:
a. Pada saat penermaan perbekalan farmasi harus diperiksa dan
disetujui oleh tenaga farmasi (apoteker/asisten apoteker
gudang).
b. Perbekalan farmasi yang diterima oleh isntalasi farmasi harus
memiliki persyaratan:
1) Barang harus bersumber dari distributor resmi/utama
2) Perbekalan farmasi bahan beracun berbahaya (B3) harus
mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS)
3) Jenis, jumlah, no.batch perbekalan sesuai dengan pesanan
dan faktur serta bentuk fisik masih baik
4) Tanggal kadaluarsa (expired date) minimum 2 tahun

Penerimaan sediaan farmasi dan BMHP harus dilakukan oleh


Apoteker atau tenaga teknis kefarmasian. Petugas yang dilibatkan
dalam penerimaan harus terlatih baik dalam tanggung jawab dan
tugas mereka, serta harus mengerti sifat penting dari sediaan
farmasi dan BMHP. Dalam tim penerimaan harus ada Apoteker.
Bila terjadi keraguan terhadap mutu obat dapat dilakukan
pemeriksaan mutu di laboratorium yang ditunjuk pada saat
pengadaan dan merupakan tanggung jawab pemasok yang
menyediakan.
Semua sediaan farmasi dan BMHP harus ditempatkan dalam
tempat persediaan, segera setelah diterima, sediaan farmasi dan
BMHP harus segera disimpan dalam tempat penyimpanan sesuai

83
standar. Sediaan farmasi dan BMHP yang diterima harus sesuai
dengan dokumen pemesanan. Hal lain yang perlu diperhatikan
dalam penerimaan:
a. Harus mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS), untuk
bahan berbahaya.
b. Khusus untuk alat kesehatan harus mempunyai Certificate of
Origin.
c. Sertifikat Analisa Produk
d. Khusus vaksin dan enzim harus diperiksa cool box dan catatan
pemantauan suhu dalam perjalanan.

5. Penyimpanan

Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan


memelihara dengan cara menempatkan sediaan farmasi dan BMHP
yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta
gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat. Tujuan
penyimpanan adalah untuk memelihara mutu sediaan farmasi,
menghindari penggunaan yang tidak bertanggungjawab,
menghindari kehilangan dan pencurian, serta memudahkan
pencarian dan pengawasan. Penyimpanan perbekalan farmasi,
yaitu:

a. Ruangan penyimpanan harus memperhatikan kondisi, sanitasi,


temperatur, sinar/cahaya, kelembaban, ventilasi, pemisahan
untuk menjamin mutu produk dan keamanan pangan.

b. Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan


obat diberi label yang secara jelas dapat dibaca, memuat nama,
tanggal pertama kemasan dibuka, tanggal kadaluwarsa dan
peringatan khusus

c. Penyimpanan perbekalan farmasi dikelompokkan sesuai


dengan sifat dan jenis barang dengan tujuan agar kualitas
barang terjamin serta mudah pengawasannya dan disusun

84
secara FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First
Out).

d. Tersedia sistem pendingin yang dapat menjaga suhu ruangan di


bawah 25ºC

e. Kondisi yang dipersyaratkan untuk masing-masing produk


bertujuan untuk menghindari kerusakan produk selama
penyimpanan sehingga kerugian akibat kerusakan obat dapat
dihindari, untuk obat yang akan kadaluarsa kurang dari 6 bulan
dapat diretur/dikembalikan ke gudang Farmasi dan petugas
gudang yang akan mengembalikannya ke PBF/distributor.

f. sistem penyimpanan yang diterapkan sangat berpengaruh


terhadap kestabilan obat secara fisik maupun kimiawi. Oleh
karena itu, untuk menjalani perbekalan farmasi tetap berada
dalam keadaan baik maka perlu antisipasi terhadap resiko
kerusakan dan kehilangan.

g. Suhu penyimpanan obat harus dipantau setiap hari termasuk


hari libur. Bila ditemukan suhu di luar rentang normal, maka
petugas farmasi harus melaksanakan pengamanan sesuai
dengan kebijakan rumah sakit untuk mempertahankan stabilitas
dan mutu obat. Petugas farmasi mengidentifikasi dan
menindaklanjuti kemungkinan penyebab suhu penyimpanan di
luar rentang normal, contoh: pintu ruangan/lemari pendingin
yang tidak tertutup rapat/terbuka, penempatan sensor
termometer yang tidak tepat, karet pintu lemari pendingin yang
sudah rusak. Jika masalah tidak dapat diatasi, maka petugas
farmasi melaporkan kepada bagian teknik atau unit kerja terkait
untuk ditindaklanjuti.

h. Penanganan jika listrik padam Ruang penyimpanan obat harus


diprioritaskan untuk mendapat pasokan listrik cadangan/genset
apabila terjadi pemadaman listrik. Jika terjadi pemadaman
listrik, dilakukan tindakan pengamanan terhadap obat dengan

85
memindahkan obat tersebut ke tempat yang memenuhi
persyaratan.

6. Pendistribuasian

Distribusi adalah kegiatan menyalurkan sediaan farmasi dan


BMHP di rumah sakit untuk pelayanan pasien dalam proses terapi
baik pasien rawat inap maupun rawat jalan serta untuk menunjang
pelayanan medis dan BMHP. Pelaksanaan pendistribusian
perbekalan farmasi di RSUD A.Yani Metro menggunakan sistem
desentralisasi, yaitu distribusi yang dilakukan oleh beberapa
depo/satelit yang merupakan cabang pelayanan di rumah sakit.

1) Pelayanan resep di IFRS RSUD A.Yani Metro, meliputi:

1) Satelit IGD

Unit pelayanan satelit IGD merupakan bagian dari


IFRS RSUD A.Yani Metro yang khusus bertugas untuk
melayani resep gawat darurat dan ruang rawat inap
penyakit jantung, dan ruang penyakit dalam C, dengan
penanggung jawab seorang apoteker. Sistem distribusi
perbekalan farmasi di apotek menggunakan distribusi one
daily dose dispensing (ODDD).

Alur pelayanan dan alur kegiatan pelayanan resep di


satelit IGD adalah sebagai berikut:

a) Dokter menulis resep dan memberikan kepada keluarga


pasien

b) Keluarga pasien memberikan permintaan obat/alat


kesehatan habis pakai tersebut kepada petugas farmasi
di satelit IGD

c) Petugas satelit IGD memberikan perbekalan farmasi


sesuai dengang resep

86
Penyimpanan obat di rak satelit IGD menggunakan
sistem alfabetis, FIFO (first in first out) artinya barang
yang lebih dulu akan dikeluarkan terlebih dahulu, FEFO
(first expired first out) yaitu barang yang datang terakhir
tetapi waktu kadaluarsanya sudah dekat maka tetap harus
dikeluarkan terlebih dahulu.

Rekonsiliasi obat di satelit IGD dilakukan oleh


apoteker secara berkala untuk memantau kondisi pasien
yang berhubungan dengan penggunaan obat dalam rangka
mencapai hasil terapi yang lebih baik.

2) Apotek Rawat Jalan

Apotek Rawat Jalan merupakan bagian dari IFRS


RSUD A.Yani Metro yang khusus bertugas untuk melayani
resep pasien poliklinik. Pelayanan resep di apotek rawat
jalan melayani resep rawat jalan dan

Apotek Rawat Jalan RSUD A.Yani Metro dikepalai


oleh seorang apoteker dan terletak tidak jauh dari
poliklinik. Hal ini dimaksud untuk mempermudah
pelayanan obat kepada pasien. Sistem distribusi perbekalan
farmasi untuk pasien rawat jalan adalah menggunakan
sistem distribusi individual (perorang) yang artinya
penyiapan sediaan farmasi dan BMHP sesuai
resep/instruksi pengobatan yang ditulis dokter baik secara
manual maupun elektronik untuk tiap pasien dalam satu
periode pengobatan (contoh: dokter menuliskan resep untuk
7 hari, maka instalasi farmasi menyiapkan obat yang
dikemas untuk kebutuhan 7 hari). Metode penyiapan secara
resep perorangan digunakan untuk pasien rawat jalan.

Penyimpanan obat di rak apotek rawat jalan


menggunakan sistem alfabetis, FIFO (first in first out)
artinya barang yang datang lebih dulu akan dikeluarkan

87
terlebih dahulu, FEFO (first Expired First Out) barang yang
datang terakhir tetapi waktu kadaluarsanya sudah dekat
maka tetap harus dikeluarkan lebih dahulu, sedangkan
kegiatan konseling dilakukan dilakukan pada pasien baru
dan pasien dengan kebetulan informasi obat inisiatif pasien
sendiri.

3) Apotek Inap

Apotek rawat inap merupakan bagian dari IFRS


RSUD A.Yani Metro yang khusus bertujuan untuk
melayani resep pasein rawat inap. Sistem distribusi
perbekalan farmasi untuk pasien rawat inap adalah
menggunakan sistem distribusi one daily dose dispensing
(ODDD) yang artinya penyiapan sediaan farmasi dan
BMHP yang dikemas dalam satu kantong/wadah untuk satu
kali penggunaan obat (dosis), sehingga siap untuk diberikan
ke pasien. Obat yang sudah dikemas per dosisi tersebut
dapat langsung diberikan kepada pasien, yang bisa
menyerahkan obat langsung kepada pasien yaitu Apoteker.
Pelayanan resep di apotek rawat ini melayani resep
rawat inap yang terdiri bersalin, ruang rawat inap paru,
ruang rawat inap saraf, ruang rawat inap anak, ruang ICU,
ruang rawat inap Onkologi, rawat inap Bedah Khusus,
ruang perinarawat inap ruang penyakit dalam A, ruang
penyakit dalam B, ruang Paviliun Umum, ruang Isolasi dan
ruang rawat inap Bedah Umum.

Alur pelayanan obat untuk pasien di ruang rawat inap:

1) Dokter menuliskan resep dan memberikan ke perawat


2) Perawat memberikan resep kepada petugas farmasi
apotek rawat inap

88
3) Apoteker kemudian melakukan telaah terhadap resep,
jika terhadap keraguan maka di konsultasikan kepada
dokter penulis resep
4) Obat di siapkan sesuai dengan permintaan resep,
kemudian diantarkan ke ruangan pasien.
2. Pelayanan Obat Hndling Cytotoxic

Penyiapan obat sitostatik (Handling Cytotoxic) merupakan


kegiatan yang disediakan RSUD A.Yani Metro dalam penanganan
obat kanker secara professional yang melibatkan petugas yang
terlatih dan bersertifikat, dilengkapi dengan ruangan dan alat yang
memenuhi standar sehingga menjamin mutu dan sterilitas produk
yang dihasilkan dan dapat menjamin keamanan pasien, petugas dan
lingkungan dari keterpaparan obat kanker.

Alur pengadaan obat sitostatika (Handling Cytotoxic) yaitu:


1) Dokter menulis resep dan protokol terapi
2) Perawat melengkapi rejimen dan retriksi obat kemoterapi
sesuai fornas
3) Apoteker melakukan screening resep sert rejimen obat
kemoterapi
4) TTK mengambil obat sesuai resep digudang obat dan TTK
membuat etiket
5) Obat disiapkan diruangan produksi
6) Apoteker melakukan peencampuran obat -obat yang telah
dicampur disimpan dikulkas ruang perawat yang sebelumnya
double check dengan perawat.
3. Pelayanan Resep di Satelit OK

Perbekalan farmasi yang tersedia di satelit OK disediakan


untuk pasien rawat inap ruang anak dan OK. Selain menyediakan
perbekalan farmasi untuk ruang rawat satelit OK juga menyiapkan
kebutuhan unit IBS (obat dan paket BMHP). Penggunaan obat dan
paket BMHP untuk operasi disesuaikan dengan jenis operasinya.

89
Alur Permintaan perbekalan farmasi di satelit OK sebagai berikut:

a) Petugas satelit OK mencatat persediaan barang yang


habis/kurang di dalam buku permintaan

b) Jika persediaan barang harian kosong/kurang petugas satelit


OK melakukan pertemuan ke gudang rutin.

3) gudang dan dicatat dalam buku amprahan obat/alkes tersebut


dapat dibawa ke satelit OK dengan menandatangani bukti
penerimaan.

7. Pengendalian
Pengendalian perbekalan farmasi dilakukan terhadap semua jenis
dan jumlah persediaan. Pengendalian penggunaan obat khususnya,
IFRS bersama dengan Komite Farmasi dan Terapi (KFT)
memonitor penggunaan sebagai bahan acuan pembuatan
formularium rumah sakit. Pengendalian persediaan obat terdiri
dari:
a. Pengendalian ketersediaan
Kekosongan atau kekurangan obat di rumah sakit dapat terjadi
karena beberapa hal:
1) Perencanaan yang kurang tepat
2) Obat yang direncanakan tidak tersedia/kurang di distributor
3) Perubahan kebijakan pemerintah (misalnya perubahan e
katalog, sehingga obat yang sudah direncanakan tahun
sebelumnya tidak masuk dalam katalog obat yang baru).
4) Obat kebijakan pemerintah (misalnya perubahan e katalog,
sehingga obat yang sudah direncanakan tahun sebelumnya
tidak masuk dalam katalog obat yang baru).
Berikut beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh
Instalasi Farmasi untuk mencegah/mengatasi kekurangan
atau kekosongan obat:

90
a) Melakukan substitusi obat dengan obat lain yang
memiliki zat aktif yang sama.
b) Melakukan substitusi obat dalam satu kelas terapi
dengan persetujuan dokter penanggung jawab pasien
c) Membeli obat dari Apotek/ Rumah Sakit lain yang
mempunyai perjanjian kerjasama
d) Apabila obat yang dibutuhkan sesuai indikasi medis di
rumah sakit tidak tercantum dalam Formularium
Nasional dan harganya tidak terdapat dalam e-katalog
obat, maka dapat digunakan obat lain berdasarkan
persetujuan ketua Komite Farmasi dan Terapi/KFT
dengan persetujuan komite medik atau Direktur rumah
sakit.
e) Mekanisme pengadaan obat di luar Formularium
Nasional dan e-katalog obat dilakukan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan (Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2018 Tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah).
f) Obat yang tidak tercantum dalam Formularium
Nasional atau e-katalog obat dimasukkan dalam
Formularium Rumah Sakit.
b. Pengendalian penggunaan
Pengendalian penggunaan obat dilakukan untuk mengetahui
jumlah penerimaan dan pemakaian obat sehingga dapat
memastikan jumlah kebutuhan obat dalam satu periode.
Kegiatan pengendalian mencangkup:
1) Memperkirakan/menghitung pemakaian rata-rata periode
tertentu. Jumlah stok ini disebut stok kerja.
2) Menentukan :
a) Stok optimum adalah stok obat yang diserahkan kepada
unit pelayanan agar tidak mengalami
kekurangan/kekosongan.

91
Stok pengaman adalah jumlah stok yang disediakan
untuk mencegah terjadinya sesuatu hal yang tidak
terduga, misalnya karena keterlambatan pengiriman.
b) Menentukan waktu tunggu ((leadtime) adalah waktu
yang diperlukan dari mulai pemesanan sampai obat
diterima.
c) Menentukan waktu kekosongan obat

c. Penanganan ketika terjadi kehilangan, kekurangan, dan


kadaluwarsa

8. Pemusnahan

pemusnahan adalah untuk menjamin sediaan farmasi dan


BMHP yang sudah tidak memenuhi syarat dikelola sesuai dengan
standar yang berlaku. Adanya penghapusan akan mengurangi
beban penyimpanan maupun mengurangi risiko terjadi penggunaan
obat yang sub standar. Pemusnahan dilakukan sesuai dengan jenis,
bentuk sediaan dan peraturan yang berlaku. Untuk pemusnahan
narkotika, psikotropika dan prekursor dilakukan oleh apoteker dan
disaksikan oleh dinas kesehatan kab/kota dan dibuat berita acara
pemusnahan. Kemudian buatkan berita acara pemusnahan sediaan
farmasi dan alat kesehatan. Jika pemusnahan obat dilakukan oleh
pihak ketiga maka instalasi farmasi harus memastikan bahwa obat
telah dimusnahkan oleh pihak ketiga. Pemusnahan dilakukan
untuk sediaan Farmasi, Alat kesehatan, bahan Habis Pakai bila:

a. Produk tidak memenuhi persyaratan

b. Telah kadaluwarsa

c. Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan


kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan

92
d. Dicabut izin edarnya

Kemudian ada Tahapan pemusnahan yaitu terdiri dari:

a. membuat daftar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan


Medis Habis Pakai yang akan dimusnahkan;

b. menyiapkan Berita Acara Pemusnahan;

c. mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan


kepada pihak terkait;

d. menyiapkan tempat pemusnahan dan

e. melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk


sediaan seta peraturan yang berlaku.

9. Administrasi

Kegiatan administrasi di IFRS RSUD Jend. A.Yani Metro terdiri


dari:

a. Pencatatan dan pelaporan

1) Laporan penggunaan obat narkoba dan psikotropika

2) Laporan penulisan obat yang masuk BPJS

3) Laporan barang rusak dan kadaluarsa

4) Laporan jumlah lembar resep dan jumlah R/

5) Laporan Stok Opname

b. Administrasi keungan

Administrasi keuangan merupakan pengaturan anggaran,


pengendalian dan analisa biaya, pengumpulan informasi keuangan,
penyiapan laporan, penggunaan laporan yang berkaitan dengan
semua kegiatan Pelayanan Kefarmasian secara rutin atau tidak
rutin dalam periode bulanan, triwulanan, semesteran atau tahunan.

c. Administrasi penghapusan

93
Salah satu kegiatan penghapusan administrasi adalah pemusnahan
perbekalan farmasi yang kadaluarsa dan rusak. Pemusnahannya
dengan cara membuat berita acara pemusnahan yang
ditandatangani oleh Kepala IFRS.

3.7 Kegiatan Farmasi Klinik Rumah Sakit A.Yani Metro

3.7.1 Pengakajian dan pelayanan resep

Pengkajian peresepan obat dilakukan terhadap resep pasien dengan


menggunakan prosedur telaah resep. Untuk resep yang telah
memenuhi persyaratan, akan diberikan “penanda” berupa paraf
apoteker.

Penerimaan resep oleh petugas apotek/TTK dengan ketentuan:

1. Apotek rawat inap hanya melayani resep pasien rawat inap


internal dari RSUD A.Yani. Apotek rawat jalan hanya melayani
resep dari poli rawat jalan, BPJS dan pasien umum RSUD
A.Yani Metro

2. pelaksanaan telaah resep oleh apoteker adalah untuk melakukan


verifikasi kelengkapan:

a. administrasi resep dengan melakukan verifikasi


kelengkapan resep ada atau tidak nama dokter dan SIP
dokter, tanggal penulisan resep, tanda tangan / paraf
dokter penulis resep, nomor rekam medik pasien, nama
pasien, umur pasien, jenis kelamin pasien.
b. farmasetik dengan melakukan verifikasi kelengkapan
bentuk sediaan, kekuatan sediaan, kompatibilitas/
ketercampuran farmasetis, stabilitas sediaan, cara
penyimpanan obat,dosis
c. klinis dengan menelaah Indikasi obat, riwayat alergi obat,
duplikasi pengobatan, interaksi obat dengan obat,
interaksi obat dengan makanan, berat badan,
kontraindikasi.

94
d . Penandaan resep yang sudah dilakukan telaah oleh
apoteker adalah dengan memberikan penanda, yaitu:
1) untuk resep yang telah memenuhi persyaratan, akan
diberikan “penanda” berupa paraf apoteker
2) Untuk resep yang tidak memenuhi persyaratan
dapat diklarifikasi ulang kepada dokter penulis resep.

3.7.2 Rekonsiliasi

Rekonsiliasi Obat merupakan proses membandingkan


instruksi pengobatan dengan obat yang telah didapat pasien.
Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan obat
(medication error) seperti obat tidak diberikan, duplikasi,
kesalahan dosis atau interaksi Obat. Kesalahan pemberian pada
(medication error) rentan terjadi pada pemindahan pasien dari
satu rumah sakit ke rumah sakit lainnya.
Proses rekonsiliasi obat di RSUD A.Yani Metro dilakukan
ketika pasien datang masu ke IGD dan masuk ruang perawatan
dimana apoteker datang melakukan rekonsiliasi langsung ke pasien
atau langsung kekeluarga pasien dengan menanyakan obat apa
yang telah dikonsumsi sebelum dilakukan perawatan dan riwayat
penggunaan obat lain, setelah wawancara selesai kemudian
dilakukan pendokumentasian melalui lembar rekonsiliasi obat.

Tujuan dilakukannya rekonsiliasi anatara lain:

1. Membandingkan pola penggunaan obat pada pelayanan


kesehatan/dokter satu dengan dokter yang lain

2. Penilaian berkala atas penggunaan obat spesifik

3. Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat

Apoteker yang dapat melakukan kegiatan rekonsiliasi obat


adalah apoteker yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

95
1. Terdaftar sebagai tenaga apoteker di RSUD A.Yani Metro

2. Mempunyai Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA)

3.7.3 Visite

Pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) saat ini tidak hanya


berfokus pada pengelolaan obat, namun telah berkembang
orientasinya pada pelayanan kepada pasien salah satu contohnya
adalah praktek apoteker bangsal (ward pharmacist) dengan visite
sebagai salah satu aktivitasnya. Visite merupakan kegiatan
kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan Apoteker secara
mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati
kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah
terkait Obat, memantau terapi Obat dan Reaksi Obat yang Tidak
Dikehendaki, meningkatkan terapi Obat yang rasional, dan
menyajikan informasi Obat kepada dokter, pasien serta
profesional kesehatan lainnya. Visite dilakukan tiap harinya
oleh apoteker diruang perawatan rawat inap yang telah
ditugaskan oleh RSUD A.Yani Metro.

Pada saat visite dilakukan edukasi kepada pasien terkait


penggunaan obat, dilakukan rekonsiliasi obat serta dilakukan
pula wawancara terkait penggunaan obat sebelum masuk
keruang perawatan. Sebelum melakukan visite atau kunjungan
ke pasien yang bersangkutan, apoteker terlebih dahulu membaca
dan membuat analisa catatan medis pasien dan pengobatannya.
Setelah itu dilakukan kunjungan kepada pasien dengan
memperkenalkan diri dan menerangkan maksud serta tujuan
dari kunjungan, menggali informasi tentang riwayat penggunaan
obat serta riwayat alergi pasien, melakukan edukasi mengenai
obat kepada pasien dan keluarga pasien. Hasil dari kegiatan visit
apoteker dituliskan dalam CPPT (Catatan Perkembangan Pasien
Terintegritas) pada rekam medis dengan metode SOAP. Praktek

96
visite yang dilakukan doleh apoteker bertujuan untuk:

1. Meningkatkan pemahaman mengenai riwayat pengobatan


pasien, perkembangan kondisi klinik , dan rencana terapi
secara komprehensif
2. Memberikan informasi mengenai farmakologi,
farmakokinetika, bentuk sediaan obat, rejimen dosis, dan
aspek lain terkait terapi obat pasien
3. Memberikan rekomendasi sebelum keputusan klinik
ditetapkan dalam pemilihan terapi, implementasi dan
monitoring terapi

4. Memberikan rekomendasi masalah terkait penggunaan obat


akibat keputusan klinik yang sudah ditetapkan sebelumnya.

Beberapa kriteria pasien yang dapat menerima pelayanan visite


oleh Apoteker adalah sebagai berikut:
1. Pasien baru (dalam 24 jam pertama)
2. Pasien dalam perawatan intensif
3. Pasien yang menerima ≥ 5 macam obat
4. Pasien yang mengalami penurunan fungsi organ terutama organ
hati dan ginjal
5. Pasien yang hasil pemeriksaan laboratoriumnya mencapai nilai
kritis (critical volue), misalnya: ketidak seimbangnya elektrolit,
penurunan kadar albumin
6. Pasien yang mendapatkan obat yang mempunyai indeks terapi
sempit, berpotensi menimbulkan reaksi obat yang tidak
diinginkan (ROTD) yang fatal.

Setelah melakukan seleksi terhadap pasien yang akan


mendapatkan pelayanan visite maka langkah selanjutnya yang
dilakukan adalah mengumpulkan informasi penggunaan obat.
Informasi tersebut dapat diperoleh dari rekam medik, wawancara

97
dengan pasien/keluarga. Setelah informasi didapatkan maka
selanjutnya dilakukan pengkajian masalah terkait obat. Tahap
selanjutnya adalah pendokumentasian, merupakan hal yang harus
dilakukan dalam setiap kegiatan pelayanan farmasi, tujuannya
adalah menjamin akuntabilitas dan kredibilitas, bahan evaluasi dan
perbaikan mutu kegiatan, dan bahan pendidikan dan penelitian
kegiatan.

3.7.4 Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

Setiap obat mempunyai kemungkinan untuk menyebabkan


efek samping. Efek samping tidak mungkin dihindari/dihilangkan
sama sekali, tetapi dapat ditekan atau dicegah seminimal mungkin
dengan menghindari faktor-faktor risiko. Adanya efek samping obat
dapat meningkatkan morbiditas sehingga meningkatkan
penderitaan, meningkatkan perawatan/perpanjangan masa
perawatan, dan dapat menyebabkan kematian.

Adapun kriteria pasien yang dilakukan MESO:

1. Pemilihan pasien berdasarkan keadaan penyakit, yaitu:

a. Pasien yang masuk rumah sakit dengan multiple desease

b. Pasien yang memerlukan obat yang bersifat racun

c. Pasien dengan kekurangan organ tubuh

d. Pasien berusia lanjut atau sangat muda

2. Seleksi pasien berdasarkan terapi obat, yaitu:

a. Pasien dengan penggunaan obat banyak (poli farmasi)

b. Pasien yang menerima obat dengan resiko tinggi toksik

MESO dapat berguna bagi beberapa pihak, diantaranya bagi


badan pengawas obat, perusahaan obat, dan bagi akademisi. MESO
dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya:

98
1. Laporan insidentil

jenis laporan ini biasanya dikemukakan pada


pertemuan di rumah sakit atau laporan kasus

2. Laporan sukarela, biasa disebut dnegan laporan


spontan dan dikoordinir oleh pusat

3. Laporan intensif di rumah sakit, data yang diperoleh untuk


laporan ini berasal dari data yang terkumpul kelompok tim di
Rumah Sakit (dokter, perawat, profesi apoteker yang ahli, dan
lain - lain). Data yang terkumpul selanjutnya dianalisa oleh tim.

4. Laporan wajib, adalah laporan yang diwajibkan setiap petugas


kesehatan melaporkan efek samping obat di tempat
tugas/praktek sehari - hari.

5. Laporan lewat catatan medik, data yang dikumpul melalui


riwayat penyakit serta pengobatan yang diterima.

3.7.5 Pelayanan Informasi Obat

Kegiatan pelayanan informasi obat bertujuan untuk menyediakan


informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di
lingkungan Rumah Sakit serta untuk membuat kebijakan yang
berhubungan dengan obat untuk menunjang terapi obat yang tepat.

Kegiatan yang dilakukan pada pelayanan informasi obat adalah:

1. Memberikan informasi ke pasien maupun ke tenaga kesehatan


melalui telepon, dan pasif

2. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan


melalui telepon, surat atau tatap muka

3. Membuat buletin, leaflet, label obat

4. Menyediakan informasi bagi KFT sehubungan dengan

99
penyusunan formularium rumah sakit

5. mengkoordinir penelitian tentang obat dan kegiatan pelayanan


kefarmasian

3.7.6 Konseling

Konseling obat adalah suatu proses yang sistematis untuk


menjelaskan dan memberikan pemahaman bagi pasien tentang
pengobatan yang mereka gunakan serta untuk mengidentifikasi dan
menyelesaikan permasalahan pasien berkaitan dengan penggunaan
obat. Prosedur konseling obat adalah tata cara dalam pemberian
pemahaman kepada pasien tentang cara penggunaan obat yang benar
dan aman.

A. Pelaksanaan konseling obat pada pasien rawat inap di RSUD


A.Yani Metro dilakukan oleh apoteker pada pasien dengan
kriteria:

1. Pasien dengan rujukan dokter untuk konsultasi dengan


apoteker.

2. Pasien dengan keinginan sendiri untuk konsultasi dengan


apoteker

3. Pasien dengan penggunaan obat khusus seperti:

a. Pasien dengan pengobatan lebih dari 4 macam obat (poli


farmasi)

b. Pasien dengan pengoatan kronis

c. Pasien dengan riwayat alergi

d. Pasien dengan penggunaan antibiotik tunggal maupun


kombinasi

e. Pasien dengan pengobatan khusus seperti pengobatan


kemoterapi, pengobatan HIV/AIDS, pengobatan
Tuberkulosis, Diabetes.

100
B. Pelaksanaan konseling obat oleh apoteker dengan tahapan berikut:

1. Perkenalan

2. Penilaian pemahaman pasien terhadap obatnya

3. memberikan penjelasan dan konsultasi obat secara lengkap.


penjelasan obat meliputi :

a. indikasi obat,

b. cara kerja obat,

c. dosis penggunaan obat dan makanan, baik yang potensial


maupun aktual,

d. infromasi lain yang mendukung.

4. Pengujian pemahaman pasien atas informasi yang telah diberikan

5. Penutup

3.8 Pengendalian Mutu Pelayanan Kefarmasian

Rumah sakit menetapkan dan menerapkan proses pelaporan serta


tindakan terhadap kesalahan penggunaan obat (medication error) serta
upaya menurunkan angkanya. Rumah sakit mempunyai regulasi yang
bertujuan mengarahkan penggunaan obat yang aman dan meminimalisasi
kemungkinan terjadi kesalahan penggunaan obat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Bukti pelaksanaan rumah sakit mengumpulkan dan memonitor
seluruh angka kejadian kesalahan penggunaan obat termasuk kejadian
tidak diharapkan, kejadian sentinel, kejadian nyaris cidera dan kejadian
tidak cidera. Pelaporan angka kejadian kesalahan penggunaan obat kepada
Komite Keselamatan Pasien.

101
102

Anda mungkin juga menyukai