Modul - Waode Samsidar (c1f120048)
Modul - Waode Samsidar (c1f120048)
OLEH:
WAODE SAMSIDAR
C1F120048
KENDARI
2022
1. Google Scholar
Google Scholar yaitu sebuah mesin pencarian publikasi ilmiah seperti artikel
jurnal, artikel prosiding, buku, skripsi/tesis, dan sebagainya. Beberapa fiturnya
mendukung para peneliti dalam proses desiminasi hasil penelitian yang telah
dipublikasikan.
Selain aksesnya yang mudah, Google Scholar juga membuat kita lebih hemat
dalam hal dana maupun ruangan. Sebab, Google Scholar sifatnya gratis digunakan
siapa saja. Meskipun ada beberapa dokumen yang membutuhkan biaya khusus untuk
mengaksesnya.
Mungkin memang ada beberapa orang yang lebih memilih untuk menggunakan
buku, tetapi jika dibandingkan dengan Google Scholar tentunya fitur ini lebih
membuat efisien karena tidak perlu membayar dan tidak membutuhkan ruang untuk
menyimpannya.
c. Efisiensi Waktu
Manfaat lain dari Google Scholar tentunya adalah efisiensi dalam hal waktu,
karena tidak perlu datang langsung ke perpustakaan atau toko buku. Kita hanya
tinggal menggunakan gadget bisa berupa laptop maupun smartphone yang terhubung
ke internet untuk menggunakan Google Scholar.
Selain itu, kita hanya tinggal sekali klik untuk mendapatkan berbagai macam
rujukan publikasi ilmiah. Kita hanya perlu memilah-milah mana yang sesuai dengan
kebutuhan penelitian kita.
d. Alat Publikasi
The SCImago Journal & Country Rank adalah portal yang mencakup jurnal-jurnal
dan indikator ilmiah Negara yang dikembangkan dari informasi yang terkandung dalam
database Scopus (Elsevier B.V. ). Indikator-indikator ini dapat digunakan untuk menilai
dan menganalisis bidang ilmiah.
Caranya sangat mudah, namun sebelumnya harus tahu dulu apa itu kuartil [baca:
Arti Kuartil Q1 Q2 Q3 Q4 dalam Reputasi Jurnal Internasional Reputasi] juga indeksasi
jurnal [baca: Perkembangan, Kebijakan, Indeksasi dan Sistem Kutipan Publikasi Ilmiah
di Indonesia]
Kategori mata pelajaran adalah subkategori bidang studi jurnal internasional yang
dicari
4. Cari kuartil, unduh data ke excel
Kuartil Pencarian (Q) dapat dilihat langsung secara online atau diunggah ke data
excel di pojok kanan atas. Pada data excel ini, semua jurnal dalam kategori pencarian
ditulis lengkap dalam excel
Mengukur data manuskrip yang akan kita serahkan akan segera dipublikasikan di
level mana, jika dianggap eksperimen atau data yang kita peroleh tidak sesuai dengan
kriteria Q1 maka coba di Q yang lebih rendah terlebih dahulu.
- Juga centang “Cakupan Konten Scopus” di bagian bawah, jika data tahun 2021 masuk,
berarti jurnal masih terindeks Scopus.
3. SINTA
Sinta (Science and Technology Index) merupakan sebuah portal indexing journal
yang dikelola oleh Kemendikbud Republik Indonesia. Ada juga yang mengatakan bahwa
Sinta adalah sebuah database untuk Jurnal Nasional yang sudah terakreditasi oleh Arjuna.
Fitur di Laman Jurnal Sinta
Jurnal Sinta kemudian juga dilengkapi dengan banyak fitur yang memudahkan
dosen mengetahui progres publikasinya. Sekaligus memudahkan pengguna lain untuk
menemukan referensi jurnal dengan kualitas sesuai harapan dan kebutuhan. Fitur-fitur
tersebut antara lain:
1. Citation
Fitur pertama di Jurnal Sinta adalah citation yakni informasi mengenai posisi h-
index dalam kurun waktu satu tahun terakhir di Google Scholar dan Scopus. Sehingga h-
index di kedua database tersebut akan termuat di reputasi jurnal di Sinta.
2. Networking
Fitur utama yang kedua di dalam laman Sinta adalah networking. Yaitu, informasi
yang menjelaskan semua pihak yang pernah menjadi kerjasama dengan dosen yang
menjadi author atau penulis jurnal di Sinta.
Sehingga semua orang bisa tahu jaringan yang dimiliki penulis dan tentunya bisa
ikut menentukan kualitas jurnalnya. Sebab jurnal yang memuat hasil penelitian
kolaborasi tentu dianggap lebih mumpuni.
3. Research Output
Fitur berikutnya adalah research output yakni fitur yang menampilkan semua
luaran atau output yang telah dihasilkan. Baik dalam bentuk publikasi jurnal, buku
ilmiah, maupun bentuk lainnya.
4. Score
Fitur utama yang terakhir adalah score yaitu fitur yang menampilkan indeks
keseluruhan publikasi jurnal. Mulai dari indeks di Sinta, kemudian di Google Scholar,
lalu di Scopus, sampai hasil indeks di Inasti
Laman Sinta dirilis dan dipublikasikan kepada masyarakat ilmiah tentu bukan
tanpa alasan. Laman jurnal nasional ini sendiri punya sejumlah fungsi yang mendukung
peningkatan mutu publikasi di pendidikan tinggi Indonesia.
Sinta bukan hanya database yang menunjukan daftar jurnal nasional terakreditasi
saja di Indonesia. Namun juga menjadi media bagi para dosen atau peneliti untuk
menerbitkan jurnal hasil penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
Sebab setiap dosen yang sudah memiliki akun terverifikasi di Sinta bisa
menggunakan fitur menerbitkan jurnal. Sehingga jurnal tersebut bisa masuk ke database
Sinta dan bisa didaftarkan untuk proses akreditasi di ARJUNA.
2. Menilai Kinerja Jurnal
Fungsi kedua dari jurnal SInta adalah melakukan penilaian terhadap kinerja jurnal
nasional yang sudah dipublikasikan oleh seluruh dosen dan peneliti di Indonesia. Sifatnya
yang sudah terhubung dengan Google Scholar dan Scopus.
Sekaligus sudah ditunjang dengan fitur citation dan juga skor memungkinkan
Sinta melakukan penelusuran hasil publikasi para dosen dan peneliti. Selain itu, Sinta
terbagi menjadi beberapa kategori mulai dari Sinta 1 untuk akreditasi tertinggi sampai
Sinta 6.
Sehingga para dosen dan peneliti bisa terus mengembangkan diri dengan
meningkatkan kualitas publikasi. Supaya bisa mendapatkan kategori Sinta 1 maupun S
yang artinya sudah meraih akreditasi antara A dan B.
Dosen dan peneliti tentunya tidak hanya bisa menerbitkan jurnalnya ke jurnal
Sinta. Bisa juga melakukan publikasi di database lain, misalnya Google Scholar dan
Scopus untuk jurnal berbahasa Indonesia dan bahasa internasional yang diakui PBB
(jurnal internasional).
Namun, dosen juga perlu mencoba melakukan penerbitan jurnal ke Sinta. Sebab
Sinta dikenal punya keunggulan sudah tersinkronisasi dengan Google Scholar, Scopus,
IPI, dan juga dengan Inasti.
Sehingga semua riwayat publikasi dosen baik dalam bentuk jurnal maupun buku
akan tampil di laman Sinta. Selain itu ditunjang juga dengan empat fitur utama Sinta
yang sudah dijelaskan sebelumnya. Hal ini akan membuat jurnal lebih banyak disitasi
oleh masyarakat ilmiah.
Maka setiap dosen perlu berusaha agar jurnal yang diterbitkan disini minimal bisa
masuk kategori Sinta 2 dan akan lebih baik jika masuk Sinta 1. Lalu, bagaimana agar
jurnal bisa terindeks di Sinta dan masuk ke kategori yang bagus?
Rupanya ada 6 tahapan yang perlu dilakukan dan dilewati agar sebuah jurnal bisa
terindeks di Sinta. Berikut detailnya:
Jurnal yang akan diterbitkan di Sinta sebaiknya sudah didaftarkan untuk dinilai
akreditasinya oleh ARJUNA. Dilakukan secara online melalui laman
http://arjuna.ristekdikti.go.id/
Proses penilaian akreditasi yang dilakukan oleh Subdit Fasilitas Jurnal Ilmiah,
Direktorat Pengelolaan Kekayaan Intelektual Kemenristekdikti akan menugaskan
Asesor Akreditasi. Sehingga bisa dinilai akreditasinya dan jurnal bisa masuk ke
kategori mana.
Jurnal yang sudah masuk kategori antara Sinta 1 sampai 6 kemudian diperingkat
lagi dengan memperhatikan indeks di Google Scholar maupun Scopus.
Proses akreditasi atau penilaian jurnal Sinta dilakukan berdasarkan jadwal yang
sudah ditentukan oleh Direktur Pengelolaan Kekayaan Intelektual.
Jurnal yang sudah didaftarkan ke ARJUNA namun belum masuk ke indeks Sinta
diharapkan bisa menunggu periode akreditasi dan evaluasi berikutnya.
Jurnal Sinta melalui penjelasan tersebut bisa menjadi media untuk menerbitkan
jurnal dan mendorong reputasinya. Selain itu bisa memudahkan dosen untuk
menerbitkan jurnalnya karena sistemnya daring dan prosesnya juga tidak sulit.
4. WOS
WOS (Web of Science) merupakan produk dari Thomson Reuters, adalah basis
data terbesar yang berisi abstrak dan basis data sitasi dari perr-review literatur yang ada
diseluruh dunia. Web of Science dirancang untuk mencari informasi yang dibutuhkan
oleh para ilmuwan dan memberikan dukungan secara cepat, mudah, up to date dan
komprehensif, serta unggul untuk penelitian literatur.
Web of Science
Catatan: Ada perbedaan dalam beberapa terminologi yang digunakan oleh dua
database tersebut. Di Web of Science, “Topik” akan melakukan pencarian yang sama
dengan yang dilakukan “Judul / Abstrak / Kata Kunci” di Scopus
5. SCOPUS
Scopus yang berada di bawah naungan Elsevier ini merupakan sebuah organisasi
atau perusahaan penerbit publikasi ilmiah internasional. Pusat data perusahaan penerbit
publikasi ilmiah internasional ini berbasis di Amsterdam, Belanda. Perusahaan penerbit
publikasi ilmiah ini sudah berdiri sejak 1880.Karena waktu berdirinya adalah sejak 1880,
hingga saat ini Scopus telah mengindeks berbagai artikel ilmiah atau jurnal ilmiah.
Jumlahnya tak main-main. Sudah ada lebih dari 22.000 judul artikel ilmiah atau jurnal
ilmiah dari 5.000 lebih penerbit dari seluruh dunia. Bahkan, sekitar 20.000 artikel yang
berhasil terindeks di Scopus merupakan artikel peer-reviewed.
Saat ini, Scopus bersaing ketat dengan Web of Science (WOS) yang diterbitkan
oleh Thomson Reuters. WOS sendiri saat ini menjadi pusat data terbesar di dunia karena
terbit atau berdiri lebih dulu jika dibandingkan dengan Scopus. Meski demikian, saat ini
Scopus jauh lebih diminati dibandingkan WOS.Scopus lebih diminati karena Scopus
melingkupi lebih banyak jurnal, bahkan jauh lebih banyak yakni lebih dari 20 persen jika
dibandingkan dengan WOS. Meski banyak layanan indeksasi jurnal atau pusat data yang
ada di dunia ini, di Indonesia sendiri, Scopus ini menjadi salah satu pusat data yang
memiliki reputasi tinggi dan bahkan memuat berbagai jurnal yang berkualitas tinggi.
Scopus ini memiliki fokus pada 4 bidang ilmiah. Bidang ilmiah yang menjadi
fokus Scopus di antaranya ada bidang sains, fisik dan teknik, ilmu hayati, ilmu kesehatan,
dan ilmu sosial humaniora. Meski hanya fokus ke 4 bidang ilmiah, Scopus memiliki
cakupan jurnal yang lebih banyak dibandingkan dengan pusat data sejenisnya.
Misalnya, ada penulis yang mengaku bahwa ia merupakan pakar dan ahli di
bidang pendidikan yang ia tekuni. Jika memang iya, maka dengan melihat ID Scopusnya,
kamu akan tahu apakah peneliti tersebut benar-benar berkredibilitas dengan memeriksa
klaim-klaim dan reputasinya sebagai penulis.
ID Scopus juga berguna bagi penulis atau akademisi yang ingin memasukkan atau
meng-input artikel ilmiah atau jurnal ilmiah yang terindeks di Scopus dengan cara
memasukkan ID Scopus. Untuk itu, kamu perlu tahu dulu cara mendapatkan ID Scopus.
Selama ini, banyak yang mengira bahwa cara mendapatkan ID Scopus hanya
diperoleh dengan cara mendaftar akun, sama halnya seperti membuat akun di Google
Scholar atau Gmail. Tapi bukan seperti itu. Cara mendapatkan ID Scopus tidak dengan
cara mendaftar seperti halnya Google Scholar atau Gmail, tetapi akan diberikan secara
otomatis.
Scopus secara otomatis akan memberikan ID Scopus jika penulis sudah memiliki
artikel ilmiah atau jurnal ilmiah berupa penelitian, hasil seminar, dan lain sebagainya
yang sudah terindeks di Scopus yang lebih dari 1 publikasi. Jika penulis, baik mahasiswa
atau dosen belum memiliki artikel atau jurnal ilmiah yang dipublikasikan di Scopus,
maka belum akan bisa memiliki ID Scopus.
Mengapa demikian? Hal ini merupakan langkah preventif yang ditetapkan oleh
pihak Scopus untuk menetapkan Author ID Scopus bagi penulis baru yang baru
mempublikasikan artikel ilmiah atau jurnal ilmiah. Hal ini dilakukan mengingat akan
sangat banyak kesamaan nama orang di dunia yang menjadi penulis dan
mempublikasikan jurnal atau artikel ilmiahnya di Scopus.
Namun meski demikian, kamu tidak perlu khawatir. Tetap ada cara mendapatkan
ID Scopus atau melihat ID Scopus meskipun jurnal ilmiah atau artikel ilmiah yang
dipublikasi di Scopus baru ada 1 tulisan saja.
- Setelah itu, isi kolom nama dan afiliasi penulis. Bagi pemula yang baru mempublikasi
artikel ilmiah atau jurnal ilmiah, sebaiknya bagian kolom afiliasi dikosongkan saja. Hal
ini karena penulis baru bisa saja bergabung dengan penulis atau author lain sebagai
artikel kolaborasi.
Selain itu, nama institusi juga berisiko dijadikan bahasa Inggris, padahal nama yang
diketik dalam bahasa Indonesia. Nama institusi yang dijadikan bahasa Inggris ini akan
berpengaruh, karena ketika dicari di dalam Scopus, bisa jadi namamu tidak bisa ditemukan
karena afiliasi tadi mengubah nama institusi bahasa Indonesia ke bahasa Inggris.
- Setelah selesai mengisi kolom nama, kamu bisa klik tombol “Search”. Di situ, namamu
akan muncul dan kamu bisa mengetahui ID Scopus-mu, dengan cara mengarahkan mouse
ke jumlah artikel yang menunjukkan angka 1. Angka 1 tersebut menunjukkan bahwa
kamu sudah memiliki 1 buah artikel atau jurnal yang berhasil terindeks di Scopus.
- Langkah selanjutnya, buka Microsoft Word atau Notepad pada PC milikmu, dan
tempelkan atau “Paste” link yang sudah di-copy di laman Scopus sebelumnya.
- Dengan cara itulah kamu bisa menemukan ID Scopus. ID Scopus akan muncul berupa
angka-angka yang berada pada bagian akhir laman tersebut. Biasanya ada angka merah
yang sudah disorot dengan warna kuning.
Cara Mendapatkan ID Scopus dengan Inspect Element
- Cara mendapatkan ID Scopus yang kedua, yang perlu kamu lakukan adalah mengikuti
langkah 1 hingga 4 yang dituliskan pada cara pertama tadi.
- Nanti akan muncul link laman yang berada pada sebelah kanan halaman layar PC yang
kamu pakai.
- Kemudian, ID Scopus akan muncul berupa angka-angka yang ada di bagian akhir link di
dalam laman tersebut.
Jika kamu kesulitan dengan dua cara yang sudah dicontohkan di atas, kamu tidak perlu
panik dan bingung. Ada alternatif lain sebagai cara mendapatkan ID Scopus. Caranya, kamu bisa
meminta bantuan dengan cara mengirimkan pesan ke admin Scopus. Kirimkan pesan ke admin
Scopus melalui “Contact us” di laman Scopus.
Tunggu sampai pesanmu di balas. Sayangnya, cara ini membutuhkan waktu yang tidak
sebentar karena menunggu respons dari pihak Scopus. Bahkan beberapa kasus yang terjadi,
pihak Scopus tidak memberi jawaban atas permintaan bantuan yang dilakukan oleh
penggunanya.