Anda di halaman 1dari 35

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Sekolah merupakan salah satu tempat pendidikan yang umum digunakan oleh
setiap orang. Pada saat sekarang ini sekolah bukan hanya memberikan pelayanan
berupa pendidikan saja, tetapi juga bersaing untuk memberikan pelayanan yang lebih
dari sekolah-sekolah lain. Hal ini bertujuan agar sekolah tersebut akan lebih diminati
oleh masyarakat karena kelebihan-kelebihannya serta untuk meningkatkan image
sekolah tersebut. Sebagai contoh, sekolah yang memiliki sarana dan prasarana yang
lebih lengkap dari sekolah yang lain lebih diminati daripada sekolah yang memiliki
sarana dan prasarana kurang lengkap atau sekolah yang letaknya strategis dan mudah
dijangkau dengan kendaraan umum juga lebih diminati. Untuk itu, sekolah-sekolah
perlu menyampaikan informasi mengenai keunggulan-keunggulan yang mereka
punyai agar dikenal dan diketahui oleh masyarakat luas. Terutama dengan informasi
yang cepat, tepat dan akurat dimana melibatkan banyak data dan pengolahan.
Jika semua itu dikerjakan secara manual, maka memerlukan waktu yang relatif lebih
lama dengan tingkat akurasi yang rendah.

Di Indonesia, pendidikan formal wajib dibagi menjadi tiga jenjang, yaitu


sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), dan sekolah menengah atas
(SMA). Berdasarkan hal tersebut dapat kita ketahui bahwa sekolah adalah tahapan
pendidikan wajib untuk mendukung program pendidikan pemerintah yaitu program
pendidikan wajib belajar 9 tahun, dengan banyaknya sekolahan yang ada di Indonesia,
sehingga diambillah data yang ada di kecamatan Pandaan. Dan Terdapat 22 Sekolahan
Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTS) yang ada di Kecamatan
Pandaan (Tabel 1.1) , menurut Data Pokok Pendidikan (Kementrian Pendidikan) pada
tahun 2022/2023 tingkat jumlah siswa/siswi yang ada di SMPN 1 PANDAAN
mencapai 1019 Siswa/Siswi ( Tabel 1.1), MTS SITI FATIMAH sendiri mencapai 236
siswa/siswi (Tabel 1.1). dan SMP YAYASAN PANDAAN mencapai 183 siswa/siswi
(Tabel 1.1) Untuk mendukung proses pemenuhan kebutuhan tersebut, diperlukan suatu
sistem perencanaan sarana dan prasarana transportasi yang memadai. Hal ini
dikarenakan karakteristik perjalanan setiap pelajar yang berbeda - beda. Pemilihan
1
moda

2
mempengaruhi perjalanan pelajar. Pelajar yang bertempat tinggal dari sekolah
cenderung memilih moda yang efisien atau praktis berjalan kaki menuju sekolahnya,
beda halnya dengan pelajar yang bertempat tinggal jauh dari sekolah. Beberapa pelajar
tersebut memilih moda tertentu untuk mengantar atau menjemput mereka.

Tabel 1.1 Data Jumlah Sekolah, guru, siswa di Kecamatan Pandaan

No. NAMA SEKOLAH (SMP JUMLAH JUMLAH JUMLAH


DAN MTS) SISWA SISWA GURU
PEREMPUAN LAKI- LAKI
1. SMPN 1 PANDAAN 538 491 52
2. SMPN 2 PANDAAN 397 327 54
3. SMP ALBERR 90 68 20
4. SMP ANAK BANGSA 67 86 21
CERDAS
5. SMP BINA KARYA 86 74 22
PANDAAN
6. SMP CITRA BERKAT 77 64 26
7. SMP HESTI WIRA CAKTI 67 55 23
PANDAAN
8. SMP KATOLIK PANTI 102 82 26
PARAMA PANDAAN
9. SMP MAARIF NU 318 354 37
10. SMP MUHAMMADIYAH 3 85 76 20
PANDAAN
11. SMP PGRI PANDAAN 65 48 24
12. SMP YAYASAN PANDAAN 104 79 25
13. MTS MAMBAUL ULUM 98 82 22
RAJEG
14. MTS MIFTAHUL ULUM 125 85 25
15. MTS BABUL FUTUH 115 85 23
16. MTS SITI FATIMAH 121 115 26
17. MTS NURUL JADID 91 87 21

3
18. MTSN 2 PASURUAN 356 210 35
19. MTSS AN NURUL JADID 92 76 24
20. MTSS MA’ARIF 94 83 20
DURENSEWU
21. MTSS NU AL KAUTSAR 88 65 22
22. MTSS RUDLOTUL HIKMA 72 45 24
TOTAL 3.248 2.737 592
Sumber: Data Pokok Pendidikan (Kementrian Pendidikan) pada tahun 2022/2023

Terdapat beberapa lalu lintas pada sekolah yang ditinjau, diantaranya adalah
sekolah SMPN 1 Pandaan yang terletak Jl. Pahlawan Sunaryo. Permasalahan dari
sekolah ini adalah kendaraan umum yang tepat melintas di depan gerbang sekolah.
Sehingga pengemudi kendaraan umum biasanya menurunkan siswa di ruas Jl.
Pahlawan Sunaryo. MTS Siti Fatimah Pandaan yang terletak di Jl. Pahlawan Sunaryo
Permasalahan dari sekolah ini adalah kendaraan umum yang tepat melintas di depan
gerbang sekolah untuk kendaraan umum tersebut di sekitar sekolah. Sehingga
pengemudi kendaraan umum biasanya menurunkan siswa di ruas Jl. Pahlawan
Sunaryo. Sama halnya dengan SMP Yasyasan Pandaan yang situasinya hampir sama
dengan kedua sekolahan tersebut.

Diagram perbandingan perkembangan Jumlah siswa :

Jumlah Siswa
SMP NEGERI 1 PANDAAN
1073

1050

1029 1028
1024

2023 2022 2021 2020 2019


Jumlah Siswa

Sumber: Data Pokok Pendidikan (Kementrian Pendidikan

4
Jumlah Siswa
MTS SITI FATIMAH
236

229 228

216

207

2023 2022 2021 2020 2019


Jumlah Siswa

Sumber: Data Pokok Pendidikan (Kementrian Pendidikan

Jumlah Siswa
SMP YAYASAN PANDAAN
187

180
177

172

167

2023 2022 2021 2020 2019


Jumlah Siswa

Sumber: Data Pokok Pendidikan (Kementrian Pendidikan

5
1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana karakteristik tarikan pergerakan?


2. Bagaimana sistem lalu lintas pada fasilitas pendidikan?
3. bagaimana model tarikan pergerakan yang dihasilkan?

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian

1. Untuk mengidenfikasi faktor – faktor yang mempengaruhi bangkitan dan


tarikan kendaraan di sekolah melalui survei karakteristik sekolah yang di teliti
di Pandaan Kabupaten Pasuruan.
2. Untuk mengetahui model bangkitan tarikan kendaraan sekolah yang di teliti di
Pandaan Kabupaten Pasuruan melalui pengujian statistik.

1.4. Ruang Lingkup Studi

1.4.1 Ruang Lingkup Materi Studi

1. Pengambilan data dilakukan dengan survei data primer dan sekunder


2. karakteristik tarikan pergerakan
3. Sistem Lalu Lintas Pada Fasilitas Pendidikan
4. Model tarikan pergerakan yang dihasilkan

1.4.2 Ruang Lingkup Wilayah Studi

1. Penelitian hanya dilakukan di Kecamatan Pandaan Kabupaten Pasuruan,


meliputi 3 sekolah negeri di Kecamatan Pandaan. Pengumpulan data untuk
keperluan analisa diperoleh dengan cara survei volume lalu lintas pada jam
masuk sekolah dan jam pulang sekolah.
2. Data penelitian dimbil dalam jangka waktu 6 hari dalam seminggu

1.5. Manfaat Penelitian

Dengan melakukan penelitian ini sangat diharapkan agar bisa bermanfaat bagi
mahasiswa khususnya mahasiswa teknik sipil untuk lebih memahami pengetahuan
tentang bangkit dan tarikan transportasi dan saya harap penelitian ini juga dapat
menambah referensi dan pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

6
1.6.Sistematika Pembahasan

BAB 1. PENDAHULUAN

Menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, maksud dan tujuan
penelitian, ruang lingkup, serta sistematika penulisan.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Menyajikan teori - teori yang digunakan sebagai landasan untuk menganalisis dan
membahas permasalahan penelitian.

BAB 3. METODE PENELITIAN

Menjelaskan mengenai langkah-langkah atau prosedur pengambilan dan pengolahan


data hasil penelitian meliputi jenis penelitian, lokasi dan waktu penelitian, langkah -
langkah penelitian, prosedur penelitian, dan variabel penelitian.

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Menyajikan data - data hasil penelitian di lapangan, analisis data, hasil analisis data,
dan pembahasannya.

BAB 5. PENUTUP
Berisikan kesimpulan dari rangkaian penelitian dan saran - saran terkait
pengembangan hasil penelitian.

7
1.7. Kerangka Pembahasan

Latar belakang:
Pendidikan adalah hak semua warga Negara, seperti diatur dalam UU No. 20/2003. Pasal 5 ayat 1 dan pasal 5
Peningkatan jumlah siswa tiap tahun akan membawa konsekuensi pertambahan kepemilikan kendaraan yang
Fasilitas Pendidikan diduga menimbulkan tarikan pergerakan

bagaimana
Bagaimana karakteristik tarikan pergerakan,sistem lalu lintas, model
dan pada tarikan
fasilitas pergerakan yang dihasilka
pendidikan?

Analisis karakteristik tarikan pergerakan, dan sistem lalu lintas


Analisis faktor penyebab tarikanAnalisis model tarikan p
pergerakan

Metode Analisis Deskriptif


Metode Analisis Korelasi Metode analisis regresi

Karakteristik tarikan pergerakan, dan sistem lalu lintas


Faktor-faktor yang mempengaruhi Hasil
tarikan pergerakan
tarikan

Kesimpulan dan Saran

Gambar 1.1 Flowchart Kerangka Pembahasan

8
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Transportasi

Pengertian transportasi menurut Morlok (1978), transportasi didefinisikan


sebagai kegiatan memindahkan atau mengangkut dari suatu tempat ke tempat lain.
menurut Steenbrink (1974), transportasi adalah perpindahan orang atau barang dengan
menggunakan alat atau kendaraan dari dan ke tempat-tempat yang terpisah secara
geografis. menurut Bowersox (1981), transportasi adalah perpindahan barang atau
penumpang dari suatu tempat ke tempat lain, dimana produk dipindahkan ke tempat
tujuan dibutuhkan. Dan secara umum transportasi adalah suatu kegiatan memindahkan
sesuatu (barang dan/ atau barang) dari suatu tempat ke tempat lain, baik dengan atau
tanpa sarana.
Proses transportasi merupakan gerakan dari tempat asal, yaitu dari mana
kegiatan pengangkutan dimulai untuk ke tempat tujuan, yaitu dimana kegiatan
pengangkutan di akhiri. Transportasi bukanlah tujuan, melainkan sarana untuk
mencapai tujuan sementara kegiatan masyarakat sehari-hari, bersangkut paut dengan
produksi barang maupun jasa untuk mencukupi kebutuhan yang beraneka ragam.
Kegiatan transportasi terwujud menjasi pergerakan lalu lintas antara dua guna lahan,
karena proses pemunuhan kebutuhan yang tidak terpenuhi ditempat asal.
Transportasi dikatan baik, apabila perjalanan cukup cepat, tidak mengalami
kemacetan, frekuensi pelayanan cukup, aman, bebas dari kemungkinan kecelakaan
dan kondisi pelayanan yang nyaman. Untuk mencapai kondisi yang ideal seperti ini,
yaitu kondisi prasarana (jalan), sistem jaringan jalan, kondisi sarana (kendaraan) dan
sikap mental pemakai fasilitas transportasi tersebut (Sinulingga,1999).

2.2. Teori Sistem Transportasi

Pengertian sistem transportasi merupakan gabungan dari dua definisi, yaitu


sistem dan transportasi. Sistem adalah suatu bentuk keterikatan dan keterkaitan antara
satu variabel dengan variabel lain dalam tatanan yang terstruktur, sedangkan
transportasi adalah suatu usaha untuk memindahkan, menggerakkan, mengangkut,
atau mengalihkan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lain.

9
Menurut Salim (2000) transportasi adalah kegiatan pemindahan barang
(muatan) dan penumpang dari suatu tempat ke tempat lain. Dalam transportasi ada dua
unsur yang terpenting yaitu pemindahan/pergerakan (movement) dan secara fisik
mengubah tempat dari barang (comoditi) dan penumpang ke tempat lain. Menurut
Miro (2005) transportasi dapat diartikan usaha memindahkan, menggerakkan,
mengangkut atau mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain, di mana
di tempat lain ini objek tersebut lebih bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan-
tujuan tertentu. Sedangkan menurut Nasution (1996) adalah sebagai pemindahan
barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Secara umum, penggolongan
moda transportasi didasarkan pada empat unsur transportasi berikut (Kamaluddin,
2003: 17-18), yaitu:
1. Jalan Jalan merupakan kebutuhan yang paling penting dalam transportasi.
Tanpa adanya jalan tidak mungkin tersedia jasa transportasi bagi pemakainya.
Jalan ditujukan dan disediakan sebagai dasar alat angkutan untuk bergerak
dari suatu tempat asal ke tempat tujuan. Unsur jalan dapat berupa jalan raya,
jalan kereta api, jalan air dan jalan udara
2. Alat Angkutan Perkembangan dan kemajuan jalan atau alat angkutan
merupakan dua unsur yang saling berkaitan satu sama lainnya. Alat angkutan
dapat digolongkan dalam angkutan jalan darat, angkutan jalan air dan
angkutan udara.
3. Tenaga Penggerak Tenaga penggerak yang dimaksudkan adalah tenaga atau
energi yang dipergunakan untuk menarik, mendorong atau menggerakkan alat
angkutan, seperti tenaga manusia, binatang, tenaga uap, batu bara, BBM,
tenaga diesel, tenaga listrik, tenaga atom dan tenaga nuklir. Penggunaan
tenaga penggerak berkembang sesuai kemajuan dan pemakaian teknologi di
daerah bersangkutan.
4. Tempat Pemberhentian Tempat pemberhentian dapat berupa terminal, stasiun,
pelabuhan, bandara yaitu tempat dimana suatu perjalanan transportasi dimulai
maupun berhenti/berakhir sebagai tempat tujuannya.

Dalam pemenuhan kebutuhannya, transportasi sangat diperlukan manusia


karena sumber kebutuhan manusia tidak selalu berada pada satu tempat saja, 11 tetapi
banyak tempat. Menurut Sukarto (2006: 93) terdapat lima unsur pokok transportasi
yaitu:

10
1. Manusia, yang membutuhkan transportasi
2. Barang, yang diperlukan manusia
3. Kendaraan, sebagai sarana transportasi
4. Jalan, sebagai prasarana transportasi
5. Organisasi, sebagai pengelola transportasi

Pada dasarnya, kelima unsur di atas saling terkait untuk terlaksananya


transportasi, yaitu terjaminnya penumpang atau barang yang diangkut akan sampai ke
tempat tujuan dalam keadaan baik seperti pada saat awal diangkut. Sehingga perlu
diketahui terlebih dulu ciri penumpang dan barang, kondisi sarana dan konstruksi
prasarana, serta pelaksanaan transportasi. Adapun beberapa komponen sistem
transportasi yang sangat penting sebagai elemen dasar dalam perencanaan sistem
transportasi (Miro, 2005) adalah sebagai berikut :

1. Fasilitas fisik, meliputi jalan raya, jalan rel, bandara, dermaga, saluran.
2. Armada angkutan, galangan kapal.
3. asilitas operasional, meliputi fasilitas pemeliharaan angkutan, ruang kantor.
4. Lembaga, terdiri dari 2 jenis, yaitu lembaga fasilitas orientasi dan lembaga
pengoperasian.
 Lembaga fasilitas orientasi adalah dasar utama dalam perencanaan,
perancangan, struktur, pemeliharaan, dan fasilitas pengoperasian.
 Lembaga pengoperasian adalah dasar keterkaitan dengan
pengoperasian armada dalam pelayanan transportasi yang meliputi
perusahaan kereta api, perusahaan penerbangan, perusahaan kapal,
perusahaan truk-truk, dan lain-lain.
5. Strategi pengoperasian, meliputi rute kendaraan, jadwal, dan pengontrol
lalu lintas.

2.3.Karakteristik Pergerakan

2.3.1. Definisi Pergerakan

Definisi pergerakan biasanya terdapat dalam kajian transportasi


dimana Pergerakan lalu lintas merupakan fungsi tata guna lahan yang
menghasilkan pergerakan lalu lintas (Tamin, 2000: 40). Jadi, pergerakan
dilakukan untuk

11
memenuhi kebutuhan yang di tempat asalnya tidak dapat terpenuhi sehingga
terjadi pergerakan ke daerah lain yang dapat memenuhi kebutuhannya.

Berdasarkan tipologi pergerakan dimana dijelaskan bahwa suatu


pergerakan memiliki suatu akses (Circulation Corridro) dalam mencapai
tujuan perjalanan sehingga akses sendiri merupakan faktor terpenting dalam
kaitannya mencapau suatu destinasi. Dan bentuk tipologi menurut Gun nyang
terbentuk meliputi:

1. Primary Destination Zone, merupakan tujuan perjalanan yang


utama yang merupakan tujuan prioritas dalam kunjungan
pariwisata.
2. Secondary Destination Zone, merupakan tujuan perjalanan yang
setelah melakukan perjalanan kedua dimana dalam tujuan kedua
adalah kunjungan yang sebenarnya dilakukan jika kunjungan
pariwisata setelah melakukan kunjungan pertama.

Sehingga rantai nilai akan membentuk suatu pergerakan bukan


pergerakan antar obyek wisata tetapi pergerakan menciptakan rantai nilai antar
pengunjung ke atraksi, hotel, transportasi, restoran dll sehingga pergerakan
tersebut tidak teratur antar satu kegiatan yang ada dalam rantai nilai
tersebut.Dalam hal ini bentuk tipologi pergerakan yang terbentuk meliputi :

1. Bentuk Pergerakan dengan tujuan tunggal (single-purpose trips)


Pada jenis pergerakan ini, pelaku hanya berhenti langsung ke satu
lokasi kunjungan wisata dan dalam satu kali perjalanan yang
dimulai dan berakhir pada lokasi yang sama, biasanya dilakukan
untuk melakukan satu pola rantai nilai.
2. Bentuk Pergerakan dengan tujuan ganda (multi-purpose trips) Pada
jenis pergerakan ini pelaku pergerakan wisatwan akan mengunjungi
beberapa tempat lokasi yang lain. kebutuhan ini bersifat semu
sehingga kebutuhan ini akan dilakukan pada saat perjalanan
sebelum dan sesudah aktifitas bekerja.

12
2.3.2. Klasifikasi Pergerakan

Klasifikasi pergerakan menurut Tamin (2000):

1. Berdasarkan tujuan pergerakan Dalam kasus pergerakan berbasis rumah,


lima kategori tujuan pergerakan yang sering digunakan adalah :
a. Pergerakan ke tempat kerja
b. Pergerakan ke tempat sekolah atau universitas (pergerakan dengan
tujuan pendidikan)
c. Pergerakan ke tempat belanja
d. Pergerakan untuk kepentingan sosial dan rekreasi
Tujuan pergerakan pertama (pekerjaan dan pendidikan) disebut tujuan
pergerakan utama yang merupakan keharusan yang dilakukan setiap orang
setiap hari, sedangkan pergerakan lain sifatnya hanya pilihan dan tidak
rutin setiap hari. Pergerakan berbasis bukan rumah tidak selalu harus
dipisahkan karena jumlahnya kecil, hanya sekitar 15% - 20% dari total
pergerakan yang terjadi.
2. Berdasarkan waktu Pergerakan umumnya dikelompokan menjadi
pergerakan pada jam sibuk dan jam tidak sibuk. Proporsi pergerakan yang
dilakukan oleh setiap tujuan pergerakan sangat berfluktuasi atau bervariasi
sepanjang hari.
3. Berdasarkan jenis orang Merupakan salah satu jenis pengelompokan
yang penting karena perilaku pergerakan individu sangat dipengaruhi atribut
sosio-ekonomi, yaitu:
a. Tingkatan pendapatan, biasanya terdapat tiga tingkat pendapatan di
Indonesia yaitu pendapatan tinggi, pendapatan menengah dan
pendapatan rendah.
b. Tingkat pemilikan kendaraan, biasanya terdapat empat tingkat yaitu: 0,
1, 2 atau lebih dari 2 (+2) kendaraan per rumah tangga.
c. Ukuran dan struktur rumah tangga

13
2.3.3. Faktor Pergerakan

Pergerakan terjadi karena adanya proses pemenuhan kebutuhan


(Tamin, 2000). Pergerakan seseorang tidak terlepas dari aktivitasnya dalam
rangka pemenuhan kebutuhan hidupnya. Perjalanan terjadi karena manusia
tinggal (Tamin, 2000). Mengingat pergerakan seseorang yang sangat erat
hubungannya dengan aktivitasnya, maka penting untuk mengidentifikasi
karakteristik dasar personal yang memicu beberapa keterkaitan dengan
aktivitasnya. Selain dari karakteristik personal, faktor lainnya adalah lokasi
individu di dalam kota (Arianto, 2003). Menurut Golani (1976), sekurang-
kurangnya terdapat lima (5) kegiatan penduduk yang berhubungan dengan
penataan ruang yang sangat berperan dalam menentukan profil perjalanan,
yaitu permukiman, kawasan tempat bekerja, pusat perbelanjaan, objek wisata
dan kompleks pendidikan.

Perjalanan yang dilakukan oleh pelaku pergerakan dapat


dikelompokkan berdasarkan maksud perjalanan, dimana maksud perjalanan
tersebut dapat dibagi ke dalam enam (6) kategori (Tamin, 2000), yakni:

a. Bekerja, yaitu perjalanan ke dan dari tempat kerja/mencari nafkah.


b. Sosial, yaitu perjalanan ke dan dari tempat kegiatan sosial.
c. Budaya, yaitu perjalanan ke dan dari tempat berkaitan dengan
kebudayaan.
d. Sekolah, yaitu perjalanan ke dan dari sekolah/kampus/tempat
pendidikan.
e. Wisata, yaitu perjalanan ke dan dari tempat-tempat wisata.
f. Ibadah, yaitu perjalanan ke dan dari tempat-tempat ibadah.

Perjalanan dengan maksud bekerja dan pendidikan umumnya


perjalanan yang dominan serta merupakan suatu kebiasaan, dimana ketika
msyarakat melakukan perjalanan secara berulang-ulang dan dengan frekuensi
tinggi, dan maksud perjalanan tersebut barangkali tidak perlu untuk dijadikan
suatu bentukan pada masing-masing waktu perjalanan yang mereka lakukan.
Sementara untuk perjalanan sosial, budaya, wisata, ibadah maupun perjalanan

14
lainnya biasanya dilakukan pada waktu yang lebih fleksibel atau tidak tetap
sehingga tidak memiliki pola perjalanan khusus.

2.4.Pengaruh Guna Lahan Terhadap Bangkitan/Tarikan Pergerakan

Aktifitas perjalanan yang dilakukan masyarakat untuk keperluan sosial, ekonomi,


budaya, kesehatan maupun lainnya dilakukan setiap hari. Dan ada kecenderungan
peningkatan perjalanan dari waktu ke waktu seiring dengan peningkatan pemenuhan
kebutuhan di berbagai bidang yang terus bertambah. Pergerakan terjadi karena adanya
proses pemenuhan kebutuhan tersebut. Hal tersebut terjadi karena lokasi kegiatan
tersebar secara heterogen di dalam ruang yang ada sesuai tata guna lahannya yang
akhirnya menyebabkan perlu adanya pergerakan yang digunakan untuk proses
pemenuhan kebutuhan.

Jumlah pergerakan yang tertarik ke suatu tata guna lahan atau zona disebut tarikan
pergerakan. Pergerakan lalu lintas merupakan fungsi tata guna lahan yang
menghasilkan pergerakan lalu lintas. Tarikan lalu lintas adalah lalu lintas yang menuju
atau tiba ke suatu lokasi. Hasil keluaran dari perhitungan tarikan lalu lintas berupa
jumlah kendaraan, orang, atau angkutan barang per satuan waktu, misalnya
kendaraan/jam. Kita dapat dengan mudah menghitung jumlah orang atau kendaraan
yang masuk dari suatu luas tanah tertentu dalam satu hari atau satu jam, untuk
mendapatkan tarikan pergerakan (Tamin, 2000).

Tujuan dasar tahap bangkitan pergerakan adalah menghasilkan model hubungan


yang mengaitkan tata guna lahan dengan jumlah pergerakan yang menuju ke suatu
zona atau jumlah pergerakan yang meninggalkan suatu zona. Zona asal dan zona
tujuan pergerakan biasanya juga menggunakan istilah trip end.

Ada beberapa cara yang bisa digunakan untuk menentukan jumlah perjalanan dari
suatu zona ke zona lain. F.D. Hobbs berpendapat bahwa Jumlah perjalanan yang
terjadi dalam satuan waktu, biasanya untuk suatu tata guna lahan tertentu, disebut laju
bangkitan perjalanan. Jumlah ini dapat diestimasikan dengan 3 cara (i) secara
tradisional dengan regresi sederhana atau ganda, (ii) dengan menjumlahkan bangkitan
atau produksi perjalanan menurut distribusi. kategori tertentu pada setiap zona, (iii)
dengan metode-metode klasifikasi keluarga (sering disebut analisa kategori) dengan
memakai daftar laju perjalanan yang dilakukan dan karakteristik suatu area. (Hobbs,
1995).
15
Model bangkitan perjalanan pada umumnya memperkirakan jumlah perjalanan
untuk setiap maksud perjalanan berdasarkan karakteristik tata guna lahan dan
karakteristik sosio-ekonomi pada setiap zona, misalnya perumahan, seperti telah
disampaikan oleh Clarkson H. Oglesby dan R. Gary Hicks. Mereka menyatakan
bahwa perkiraan bangkitan perjalanan umumnya didasarkan atas proyeksi tata guna
lahan dan aktifitas ekonomi; misalnya perumahan atau lahan terbuka yang akan diubah
menjadi perumahan atau tata guna lahan lainnya akan menghasilkan sejumlah
perjalanan tertentu selama jam-jam tertentu pula. Perjalanan ini diketahui dari survey
asal-tujuan atau data lainnya seperti yang dikumpulkan dalam studi keadaan serupa.
Selain itu, perkiraan dibuat berdasarkan pembangkit perjalanan akibat kegiatan-
kegiatan seperti bekerja, berbelanja, pendidikan, dan rekreasi. Perkiraan ini kemudian
dapat dinyatakan sebagai tingkat perjalanan (trip rates) atau dalam bentuk persamaan
(Oglesby dan Hicks, 1988).

Sistem pergerakan sangat mempengaruhi tata guna lahan. Perbaikan akses


transportasi akan meningkatkan atraksi/tarikan kegiatan dan berkembangnya guna
lahan kota. Sistem transportasi yang baik akan menjamin pula efektivitas pergerakan
antar fungsi kegiatan di dalam kota itu sendiri. Sistem transportasi perkotaan terdiri
dari berbagai aktivitas seperti bekerja, sekolah, olah raga, belanja dan bertamu yang
berlangsung di atas sebidang tanah (rumah, sekolah, pertokoan dan lain - lain).
Potongan lahan ini biasa disebut tata guna lahan. Tata guna lahan berkaitan erat
dengan kegiatan (aktivitas) manusia.

Gunalahan dibentuk oleh 3 (tiga) unsur yaitu manusia, aktivitas dan lokasi yang
saling berinteraksi satu sama lain. Manusia sebagai makhluk sosial memiliki sifat yang
sangat dinamis yang diperlihatkan dari berbagai aktivitas yang diperbuatnya. Manusia
membutuhkan ruang untuk melakukan aktivitasnya yang menjadi guna lahan. Dalam
lingkup kota, guna lahan adalah pemanfaatan lahan untuk kegiatan. Secara umum,
jenis guna lahan kota ada 4 (empat) jenis yaitu: pemukiman, jaringan transportasi,
kegiatan industri/komersil dan fasilitas pelayanan umum.

Tata guna lahan dengan menggunakan sistem jaringan transportasi (misalnya


berjalan kaki atau naik bus). Hal ini menimbulkan pergerakan arus manusia,
kendaraan dan barang. Kebutuhan perjalanan antar guna lahan ini akan menentukan
jumlah dan pola perjalanan penduduk kota. Sebagai contoh, besarnya jumlah

16
perjalanan yang terjadi ke pusat perdagangan akan sebanding dengan intensitas
kegiatan kawasan

17
perdagangan itu sendiri, baik dilihat dari tingkat pelayanan maupun jenis kegiatan
yang terjadi di dalamnya. Dengan kata lain, jumlah dan pola perjalanan yang terjadi
dalam kota atau dapat disebut dengan pola bangkitan dan tarikan perjalanan
tergantung pada dua aspek tata guna lahan:

a. Jenis tata guna lahan (jenis penggunaan lahan).


b. Jumlah aktifitas dan intensitas pada tata guna lahan tersebut.

Pergerakan penduduk untuk mencapai satu tempat tujuan tertentu melahirkan apa
yang disebut sebagai perjalanan. Karakteristik perjalanan penduduk yang dihasilkan
tentu akan berbeda satu sama lain, tergantung dari tujuan perjalanan itu sendiri.

Pergerakan orang dan barang di kota, menunjukkan pada arus lalu lintas, adanya
hubungan konsekuensi antara aktivitas lahan dan kemampuan sistem transportasi
untuk menangani arus lalu lintas ini. Secara alami, ada interaksi langsung antara tipe
dan intensitas tata guna lahan dan penyediaan fasilitas transportasi yang tersedia. Satu
tujuan utama perencanaan tata guna lahan dan sistem transportasi adalah untuk
memastikan bahwa ada keseimbangan yang efisien antara tata guna lahan dan
kemampuan transportasi.

Hubungan yang mendasar dalam aspek transportasi adalah keterkaitan antara guna
lahan dan transportasi. Hubungan ini memiliki sifat yang saling mempengaruhi. Pola
pergerakan, volume dan distribusi moda angkutan merupakan fungsi dari distribusi
guna lahan. Sebaliknya, pola guna lahan dipengaruhi oleh tingkat aksesibilitas sistem
transportasi. Sistem transportasi dipengaruhi oleh sistem kegiatan, pergerakan, dan
jaringan. Adanya sistem kegiatan akan mengakibatkan pembentukan sistem jaringan
melalui perubahan tingkat pelayanan dan sistem pergerakan. Munculnya sistem
jaringan akan mempengaruhi sistem peningkatan mobilitas dan aksesibilitas. Sistem
pergerakan dalam mengakomodir kelancaran lalu lintas akan mempengaruhi sistem
kegiatan dan sistem jaringan. Sistem transportasi dapat dilihat pada Gambar 2.1.

18
Gambar 2.1 Sistem Transportasi (Tamin, 2000).

2.5. Model Tarikan Pergerakan

4.5.1. Model Kofesien Korelasi dan Penentu Berganda

Salah satu tahapan terpenting di dalam analisis trip generation


(bangkitan dan tarikan perjalanan) terutama dengan metode analisis regresi
adalah penentuan hubungan antara variabelnya baik antara sesama variabel
bebas (pada regresi berganda) maupun antara variabel bebas dengan variabel
tidak bebas (pada regresi berganda dan sederhana).

Untuk menentukan apakah suatu variabel mempunyai tingkat korelasi


ndengan permasalahan ataupun dengan variabel yang lainnya dapat digunakan
dengan suatu teori korelasi. Apabila X dan Y menyatakan dua variabel yang
sedang diamati maka diagram pencar menggambarkan titik lokasi (X,Y)
menurut sistem koordinat. Apabila semua titik di dalam diagram pencar
nampak berbentuk sebuah garis, maka korelasi tersebut disebut linier. Apabila
Y cenderung meningkat dan X meningkat, maka korelasi tersebut disebut
korelasi positif atau korelasi langsung.

Sebaliknya apabila Y cenderung menurun sedangkan X meningkat,


maka korelasi disebut korelasi negatif atau korelasi terbalik. Apabila tidak
terlihat adanya hubungan antara variabel, maka dikatakan tidak terdapat
korelasi antara kedua variabel. Korelasi antara variabel tersebut dapat
dinyatakan dengan suatu koefisien korelasi (r). Nilai r berkisar antara –1 dan
+1. Tanda (+) dan tanda (-) dipakai untuk korelasi positif dan korelasi negatif.
Dalam penelitian ini
19
tahapan analisis korelasi merupakan tahapan terpenting di dalam menentukan
hubungan antar faktor yang berpengaruh pada pergerakan transportasi.

Pengujian Nilai Koefisien Korelasi:

Pengujian nilai R untuk mengetahui hasilnya signifikan atau tidak, dapat diuji
melalui tabel r-teoritik dengan jumlah pasangan data = N atau dengan derajat
bebas db = N-2. Dalam pengujian ini digunakan r- teoritik dengan taraf
signifikan 5%. Apabila R> r-teoritik, berarti korelasi antara X dan Y. Untu
mencari nilai R2:

𝑛(𝑎∑y + 𝑏1 − ∑𝑦𝑥1 + 𝑏2∑𝑦𝑥2 − (∑²y)


𝑅²
𝑛(∑𝑦2 − (∑𝑦)²

teoritik, berarti korelasi antara X dan Y tidak signifikan. Taraf signifikan 5%


maksudnya adalah besarnya kemungkinan membuat kesalahan dari korelasi
tersebut sebesar 5%. Tingkat kebenaran yang dapat diterima dari korelasi
hitungan sebesar 95%.

 Hipotesis yang digunakan:


 H0 : r = 0, artinya korelasi tidak signifikan.
 Hi : r ¹ 0, artinya korelasi signifikan.

Uji dilakukan 2 sisi karena akan dicari ada atau tidaknya hubungan / korelasi,
dan bukan lebih besar / kecil.

 Dasar pengambilan keputusan:


 Berdasarkan probabilitas
 Jika probabilitas > 0.05 maka Ho diterima.
 Jika probabilitas < 0.05 maka Ho ditolak.
 Berdasarkan tanda * yang diberikan SPSS
R Interpretasi
0 Tidak Berkorelasi
0,01 - 0,20 Sangat Rendah
0,21 - 0,40 Rendah
0.41 – 0,60 Agak Rendah
0,61 – 0,80 Cukup

20
0,81 – 0,99 Tinggi
1 Sangat Tinggi
Tabel 2.1 Interpretasi nilai R

Adanya tanda * pada pasangan data yang dikorelasi menunjukkan adanya


korelasi yang signifikan pada data tersebut.

4.5.2. Model analisis regresi linier berganda

Metode analisis regresi digunakan untuk menghasilkan hubungan


antara dua variabel atau lebih dalam bentuk numerik, dan untuk melihat
bagaimana dua atau lebih peubah saling berkait, dimana telah diketahui
variabel mana yang variasinya dipengaruhi oleh variabel lainnya dan variabel
mana yang mempengaruhinya. Persamaan regresi ini merupakan persamaan
garis yang paling mewakili hubungan antara dua variabel tersebut. Beberapa
asumsi statistik yang diperlukan dalam melakukan analisis regresi tersebut
adalah :

1. Variabel tak bebas, adalah fungsi linear dari variabel bebas. Jika
hubungan tersebut tidak linear, data kadang-kadang harus
ditransformasikan agar menjadi linear.
2. Variabel, terutama variabel bebas adalah tetap atau diukur tanpa
kesalahan.
3. Tidak ada korelasi antara variabel bebas.
4. Variansi dari variabel tak bebas terhadap garis regresi adalah sama
untuk seluruh nilai variabel tak bebas.
5. Nilai variabel tak bebas harus berdistribusi normal atau mendekati
normal.
6. Nilai peubah bebas sebaiknya merupakan besaran yang relatif
mudah diproyeksikan.
a. Analisis Regresi Linear
Variabel analisis regresi dibedakan menjadi dua jenis variabel yaitu
variabel bebas (X) dan variabel tak bebas (Y). Hubungan linear dari 2 jenis
variabel tersebut dituliskan dalam persamaan:
Y = a + bX
Dimana :
21
Y =

Kriterium X

= Prediktor a

= Konstanta

b. Analisis Regresi Linear Berganda


Persamaan untuk model regresi linear berganda Y atas X1, X2, ……,Xk
akan diestimit menjadi :
Y = a0 + a1 X1 + a2 X2 + ……… + ak Xk
Dimana : Y = Kriterium
X1, X2, …,Xk = Prediktor 1, prediktor 2, ……, prediktor ke-k
a0 = Konstanta

a1, a2, ….,ak = Koefisien prediktor 1, koefisien prediktor 2, ….,


koefisien prediktor ke-k.

Apabila pada persamaan Y dipengaruhi oleh 2 variabel bebas, maka


persamaan yang digunakan menjadi :

Y = a0 + a1X1 + a2X2

Sehingga terdapat 3 persamaan yang harus diselesaikan dalam mencari a0,


a1 dan a2, yang berbentuk sebagai berikut :

∑Y = a0 + a1∑X1 + a2∑X2

∑YX1 = a0∑X1 + a1∑X1

2 + a2∑X1X2

2.6. Sistem Lalu Lintas

2.6.1. Karakteristik jalan

Jalan merupakan prasarana darat yang berfungsi untuk memenuhi


kebutuhan pengguna jalan dalam berlalu lintas. Menurut keputusan Direktur
Jendral Perhubungan Darat Nomor: SK.43/AJ/007/DRJD/97, jalan adalah jalan
yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum. Menurut peranan pelayanan jasa
distribusi, sistem jaringan jalan sebagaimna diatur dalam UU. No.38 tahun
22
2004 pasal 7 tentang jalan, jalan terdiri dari :

23
1. Sistem Jaringan Jalan Primer Sistem jaringan jalam primer, yaitu sistem
jaringan jalan dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk
pengembangan semua wilayah ditingkat nasional dengan semua simpul
jasa distribusi yang kemudian berwujud pusat-pusat kegiatan.
2. Sistem Jaringan Jalan Sekunder Sistem jaringan jalan sekunder, yaitu
sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk
masyarakat di dalam kawasan perkotaan. Sedangkan pengelompokan jalan
berdasarkan peranannya dapat digolongkan menjadi :
a. Jalan arteri, yaitu jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama
dengan ciri perjalanan jarak jauh, dengan kecepatan rata-rata tinggi dan
jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.
b. Jalan kolektor, yaitu jalan yang melayani angkutan pengumpul dan
pembagi dengan ciri-ciri merupakan perjalanan jarak dekat, dengan
kecepatan rata-rata rendah dan jumlah masuk dibatasi.
c. Jalan lokal, yaitu jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-
ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah dengan jumlah
jalan masuk tidak dibatasi.

Berdasarkan fungsi/peranannya sistem jaringan jalan primer dapat


dikelompokan sebagai berikut :

a. Jalan arteri primer, yaitu jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu
yang terletak berdampingan atau menghubungkan kota jenjang kesatu
dengan kota jenjang kedua.
b. Jalan kolektor primer, yaitu jalan yang menghubungkan kota jenjang kedua
dengan kota jenjang ketiga.
c. Jalan lokal primer, yaitu jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu
dengan persil atau menghubungkan kota jenjang ketiga dengan persil atau
kota di bawah jenjang ketiga dengan persil.

Berdasarkan fungsi/peranannya sistem jaringan jalan sekunder dapat


dikelompokan sebagai berikut :

a. Jalan aretri sekunder, yaitu jalan yang menghubungkan kawasan primer


dengan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder

24
kesatu dengan kawasan sekunder kesatu atau kawasan sekunder kesatu
dengan kawasan sekunder kedua.
b. Jalan kolektor sekunder, yaitu jalan yang menghubungkan kawasan
sekunder kedua dengan kawasan sekunder kedua atau kawasan sekunder
kedua dengan kawasan sekunder ketiga.
c. Jalan lokal sekunder, yaitu jalan yang menghubungkan kawasan sekunder
kesatu dengan perumahan,kawasan sekunder kedua dengan perumahan,
kawasan sekunder ketiga dengan perumahan dan seterusnya.

2.6.2. Klasifikasi hirarki jalan

Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian


jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan
bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan
tanah, di bawah permukaan tanah atau air, serta di atas permukaan air,
kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel (Bina Marga, 1990).

Klasifikasi jalan atau hirarki jalan adalah pengelompokan jalan


berdasarkan fungsi jalan, berdasarkan administrasi pemerintahan dan
berdasarkan muatan sumbu yang menyangkut dimensi dan berat kendaraan.
Penentuan klasifikasi jalan terkait dengan besarnya volume lalu lintas yang
menggunakan jalan tersebut, besarnya kapasitas jalan, keekonomian dari jalan
tersebut serta pembiayaan pembangunan dan perawatan jalan (Bina Marga,
1990).

Jalan umum menurut fungsinya di Indonesia dikelompokkan ke


dalam jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan. Klasifikasi
fungsional seperti ini diangkat dari klasifikasi di Amerika Serikat dan Kanada.

A. Klasifikasi Jalan Fungsional

Klasifikasi jalan fungsional di Indonesia berdasarkan buku Panduan


Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan di Wilayah Perkotaan (Bina Marga, 1990)
adalah:

25
1. Jalan arteri, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan
jumlah jalan masuk (akses) dibatasi secara berdaya guna.
2. Jalan kolektor, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang,
kecepatan rata- rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.
3. Jalan lokal, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-
rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
4. Jalan lingkungan, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan
rata-rata rendah.
B. Klasifikasi Berdasarkan Administrasi Pemerintahan

Pengelompokan jalan dimaksudkan untuk mewujudkan kepastian hukum


penyelenggaraan jalan sesuai dengan kewenangan pemerintah dan
pemerintah daerah. Jalan umum menurut statusnya dikelompokkan ke dalam
jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa (Bina
Marga, 1990), yaitu :

1. Jalan nasional, merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam


sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antar ibukota
provinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol.
2. Jalan provinsi, merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan
primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota
kabupaten/kota, atau antar ibukota kabupaten/kota, dan jalan strategis
provinsi.
3. Jalan kabupaten, merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan
primer yang tidak termasuk jalan yang menghubungkan ibukota
kabupaten dengan ibukota kecamatan, antar ibukota kecamatan, ibukota
kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat kegiatan lokal,
serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam
wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.

26
4. Jalan kota, adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder
yang menghubungkan antar pusat pelayanan dalam kota,
menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antar
persil, serta menghubungkan antar pusat permukiman yang berada di
dalam kota.
5. Jalan desa, merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan
antar permukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.
C. Klasifikasi berdasarkan muatan sumbu

Untuk keperluan pengaturan penggunaan dan pemenuhan kebutuhan


angkutan, jalan dibagi dalam beberapa kelas yang didasarkan pada
kebutuhan transportasi, pemilihan moda secara tepat dengan
mempertimbangkan keunggulan karakteristik masing-masing moda,
perkembangan teknologi kendaraan bermotor, muatan sumbu terberat
kendaraan bermotor serta konstruksi jalan. Pengelompokkan jalan menurut
muatan sumbu yang disebut juga kelas jalan (Bina Marga, 1990), terdiri
dari:

1. Jalan Kelas I, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan


bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500
milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan
muatan sumbu terberat yang diizinkan lebih besar dari 10 ton, yang
saat ini masih belum digunakan di Indonesia, namun sudah mulai
dikembangkan diberbagai negara maju seperti di Prancis telah
mencapai muatan sumbu terberat sebesar 13 ton.
2. Jalan Kelas II, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan
bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500
milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan
muatan sumbu terberat yang diizinkan 10 ton, jalan kelas ini merupakan
jalan yang sesuai untuk angkutan peti kemas.
3. Jalan Kelas III A, yaitu jalan arteri atau kolektor yang dapat dilalui
kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak
melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000
milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton.

27
4. Jalan Kelas III B, yaitu jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan
bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500
milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 milimeter, dan
muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton.
5. Jalan Kelas III C, yaitu jalan lokal dan jalan lingkungan yang dapat
dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar
tidak melebihi 2.100 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000
milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton.

2.6.3. Kapasitas jalan

Menurut manual kapasitas jalan Indonesia (1997), kapasitas adalah


arus lalulintas (stabil) maksimum yang dapat dipertahankan persatuan
waktu yangmelewati satu titik dalam waktu tertentu.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kapasitas jalan antara lain:
1. Faktor jalan, seperti lebar jalur, kebebasan lateral, bahu jalan, ada
medianatau tidak, kondisi permukaan jalan, alinyemen, kelandaian jalan
,trotoar dan lain-lain.
2. Faktor lalu lintas, seperti komposisi lalu lintas, volume, distribusi
lajur, dan gangguan lalu lintas, adanya kendaraan tidak bermotor,
hambatan samping dan lain-lain.
3. Faktor lingkungan, seperti misalnya pejalan kaki, pengendara sepeda,
binatangyang menyeberang, dan lain-lain.
Manual kapasitas jalan Indonesia (MKJI 1997), Memberikan metode untuk
memperkirakan kapasitas jalan di Indonesia:
C = C0 x FCw x FCsp x FCsf x FCcs (smp/jam)
Dimana :

C = Kapasitas (smp/jam).

C0 = Kapasitas dasar (smp/jam).

Fcw = Faktor penyesuaian akibat lebar jalur

FCsp = Faktor penyesuaian akibat pemisah


arah. FCsf = Faktor penyesuaian akibat hambatan
FCcs = Faktor penyesuaian untuk ukuran kota.

28
Kapasitas
Tipe Jalan Catatan
Dasar
(smp/jam)

Empat Lajur Terbagi atau Jalan Satu 1650


Arah Per Lajur

1500
Empat Lajur Tak Terbagi Per Lajur

2900 Total Dua


Dua Lajur Tak Terbagi Arah

Sumber : MKJI, 1997: 5-50


Tabel 2.2 Kapasitas dasar jalan perkotaan (Co)

Lebar Jalur Lalu Lintas


Tipe Jalan FCw
Efektif(Wc) (m)
Per Lajur 0.92
Empat Lajur Terbagi 3.00 0.96
atau Jalan Satu Arah 3.25 1.00
3.50
1.04
3.75
1.08
4.00
Empat Lajur Tak Terbagi Per Lajur
3.00 0.91
3.25 0.95
3.50 1.00
3.75 1.05
4.00 1.09
Dua Lajur Tak Terbagi Total Dua
arah 5 0.56
6 0.87
7 1.00
8 1.14
9 1.25
10 1.29
11 1.34

Sumber : MKJI, 1997: 5-51


Tabel 2.3 Faktor penyesuaian kapasitas akibat lebar jalur lalu lintas (FCw)

29
Faktor penyesuaian untuk kapasitas jalan 6-lajur dapat ditentukan
denganmenggunakan nilai FCsf untuk jalan 4-lajur dengan menggunakan :
FC6,SF. = 1 - 0.8 x (1 – FC4,SF)

Dimana:

FC6,SF = Faktor Penyesuaian hambatan samping untuk jalan 6 lajur

FC4,SF = Faktor Penyesuaian hambatan samping untuk jalan 4 lajur

Pemisahan Aíah SP %-% 50- 55- 60-40 65- 70-


50 45 35 30
Dua Lajuí 2/2 1.00 0.97 0.94 0.91 0.88
FCsp Empat Lajuí 1.00 0.98 0.97 0.95 0.94
4/2 5 5
Sumber : MKJI, 1997: 5-52
Tabel 2.4 Faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisahan arah (FCsp)

Keterangan : Untuk jalan terbagi dan jalan satu arah, faktor penyesuaian
kapasitas tidak dapat diterapkan dan nilai nya 1,0.

Faktor penyesuaian ukuran kota didasarkan pada jumlah penduduk,


Faktor penyesuaian ukuran kota dapat dilihat pada Tabel 2.5.

Ukuían kota (juta Faktoí penyesuaian untuk ukuían


penduduk) kota
< 0,1 0,86
0,1 - 0,5 0,90
0,5 - 1,0 0,94
1,0 - 3,0 1,00
>3,0 1,04
Sumber MKJI, 1997 hal 5-55
Tabel 2.5 Faktor penyesuaian ukuran kota (FCCS)

2.6.4. Kinerja jaringan jalan atau tingkat pelayanan jalan

Tingkat pelayanan adalah suatu ukuran yang digunakan untuk mengetahui


kualitas suatu ruas jalan tertentu dalam melayani arus lalu lintas yang
melewatinya. Hubungan antara kecepatan dan volume jalan perlu di ketahui
karena kecepatan dan volume merupakan aspek penting dalam menentukan
tingkat pelayanan jalan.

30
Apabilah volume lalu lintas pada suatu jalan meningkat dan tidak dapat
mempertahankan suatu kecepatan konstan.
Maka pengemudi akan mengalami kelelahan dan tidak dapat memenuhi
waktu perjalan yang direncanakan. Standarisasi nilai tingkat pelayanan jalan
dapat di lihat pada (Tabel 2.6).
LEVEL Nilai VCR
OFSERVICE
(LOS)
A < 0,6
B 0.6-0.7
C 0,7-0,8

D 0,8-0,9
E 0,9-1
F >1

Sumber MKJI,1997
Tabel 2.6 Standarisasi nilai tingkat pelayanan jalan (MKJI, 1997).

Tingkat pelayanaan merupakan kualitas berdasarkan hasil ukuran, yang


penilainnya tergantungpada beberapa faktor pengaruh, diantaranya kecepatan
dan waktu perjalanan, gangguan lalu lintas,keamanan, layanan dan biaya
operasionalkenderaan. Tingkat pelayanan dipengaruhi beberapa faktor:

1. Kecepatan atau waktu perjalanan.

2. Hambatan atau halangan lalu lintas (misalnya: jumlah berhenti


perkilometer <kelambatan–kelambatan kecepatan secaratiba-tiba).
3. Kebebasan untukmanuver.

4. Kenyamananpengemudi.

5. Biaya operasionalkenderaan

Tetapi semua faktor tidak dapat dihitung dengan sebenarnya sehingga


diperunakan dua ukuran dalam menentukan tingkat pelayanan, yaitu:
1. Kecepatan, dimana biasa dipakai kecepatan rata–rata.
2. Rasio antara volume lalu lintas dengankapasitas
Tingkat pelayanan di tentukan dalam skala interval yang terdiri dari enam
tingkat. Tingkat–tingkat ini disebut:A, B, C, D, E, F, dimana A merupakan

31
tingkat pelayanan tertinggi. Apabila volume bertambah maka kecepatan
berkurang oleh bertambah banyak kenderaan sehingga kenyamanan pengemudi
menjadi berkurang.Hubungan kapasitas dengan pelayanan dapat dilihat dalam
Tabel 2.7.

TingkatPelayanan Karakteristik

Arus bebas: volume rendah dan kecepatan tinggi,


A pengemudi dapat memilih jalur yangdikehendakinya
Arus stabil: kecepatan sedikit terbatas oleh lalu lintas,
B volume pelayanan yang dipakai untuk design jalur
Arus stabil: kecepatan dikontrol oleh lalu lintas, volume
C pelayanan yang dipakai untuk jalanperkotaan
Mendekati arus yang tidak stabil: kecepatan rendah –
D Rendah
Arus yang tidak stabil: kecepatan yang mudah dan
E berbeda- beda,volume kapasitas
Arus yang terhambat: kecepatan rendah volume di atas
F kapasitas dan banyak berhenti
Sumber MKJI, 1997
Tabel 2.7 Hubugan kapasitas dengan tingkatpelayanan (MKJI, 1997).
2.6.5. Faktor ekivalen mobil penumpang

Menurut MKJI (1997), definisi dari Satuan Mobil Penumpang (SMP)


adalah satuan untuk arus lalu lintas dimana arus berbagai tipe kendaraan
diubah menjadi arus kendaraan ringan termasuk mobil penumpang dengan
menggunakan Ekivalen Mobil Penumpang (EMP). EMP didefinisikan
sebagai faktor yang menunjukkan berbagai tipe kendaraan dibandingkan
kendaraan ringan sehubungan dengan pengaruh terhadap kecepatan
kendaraan ringan dalam arus lalu lintas (untuk mobil penumpang dan
kendaraan ringan yang sasisnya mirip, emp = 1,0). Besaran EMP untuk
masing – masing jenis kendaraan pada ruas jalan perkotaan, dapat dilihat
pada Tabel 2.8

32
Emp
Arus lalu-lintas MC
Tipe jalan : Total dua arah Lebar jalur
Jalan terbagi Kend / Jam) HV lalu-lintas
Wce (m)
≤ >
Dua-jalur tak 0 1,3 0,5 0,40
terbagi
(2/2 UD) ≥ 18000 1,2 0,35 0,25
Empat-lajur tak 0 1,3 0,40
terbagi
(4/2 UD) ≥ 3700 1,2 0,25
Sumber : MKJI 1997 hal : 5-38
Tabel 2.8 Daftar Besaran Ekivalensi Mobil Penumpang
Tipe kendaraan yang diamati disesuaikan dengan tiga kelompok kendaraan
di atas, yaitu :

2.1. Sepeda motor (motor cycle/ MC)

Kendaraan bermotor beroda dua atau tiga dengan jumlah penumpang


maksimum 2 orang termasuk pengemudi. Termasuk disini adalah sepeda
motor, scooter, dan sebagainya.

2.2. Kendaraan ringan (light vehicle/LV) Semua jenis kendaraan bermotor


beroda empat yang termasuk di dalamnya:
a) Mobil penumpang, yaitu kendaraan bermotor beroda empat yang
digunakan untuk mengangkut penumpang dengan maksimum
sepuluh orang termasuk pengemudi (Sedan, Station Wagon, Jeep,
Combi, Opelet, Minibus)
b) Pick-up, mobil hantaran dan mikro truk, dimana kendaraan beroda
empat dan dipakai untuk angkutan barang.
2.3. Kendaraan berat (heavy vehicle/HV) Kendaraan berat diantaranya sebagai
berikut ini:
a) Mikro Bus: semua kendaraan yang digunakan untuk angkutan
penumpang dengan jumlah tempat duduk 20 buah termasuk
pengemudi.
b) Bus: semua kendaraan yang digunakan untuk angkutan
penumpang dengan jumlah tempat duduk sebanyak 40 buah
atau lebih termasuk pengemudi.

33
c) Truk: semua kendaraan angkutan bermotor beroda empat atau
lebih dengan berat total lebih dari 2,5 ton. Termasuk di sini Truk
2- as, Truk 3- as, Truk Tanki, Mobil Gandeng, Semi Trailer, dan
Trailer.

2.7. Hasil Penelitian Terdahulu

Peneliti Judul Peneliti Hasil Penelitian


Yeldy Septomiko, Jurusan Permodelan Tata Guna Faktor-Faktor yang
Teknik sipil, Universitas Lahan Sekolah Menengah memprngaruhi Trip
Sriwijaya Atas Swasta Di Palembang Generation pergerakan
pada SMA di kota
Palembang untuk
kendaraan pengantar siswa
memiliki kesamaan dengan
Trip Generation kendaraan
penjemput siswa yaitu pada
mobil pribadi, motor, dan
angkutan umum adalah
jumlah siswa dan kapasitas
kelas.
Meike Kumaat Analisa Bangkitan Dan Berdasarkan hasil analisis
Mahasiswa Program Doktor Tarikan Pergerakan pola pergerakan dan
Teknik Sipil Program Penduduk Berdasarkan mobilitas penduduk di kota
Pascasarjana Universitas Data Matriks Asal Tujuan Manado menunjukan
Diponegoro Manado bahwa
bangkitan pergerakan
terbesar terjadi dari
kecamatan
Tuminting sebesar 15.1 %
sedangkan tarikan
pergerakan terbesar menuju
ke kecamatan Wenang
sebesar 17.5 % . Dimana

34
kecamatan Wenang adalah
merupakan kawasan CBD
Kota Manado , pusat
perdagangan dan
pendidikan . Alasan
terbanyak dalam
melakukan pergerakan
adalah dengan tujuan
bekerja
dan sekolah
Ridho Amran Pohan, Nuril Analisa Bangkitan Dan Memperhatikan rencana
Mahda Rangkuti, Marwan Tarikan Pada Pembangunan pembangunan Universitas
Lubis Kampus II Medan Area
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Universitas Medan Area (Kampus 2)yang akan
Teknik Universitas Medan dibangun dengan
Area asumsi jumlah mahasiswa
sebanyak
3.112mahasiswa, maka
diprediksi
Universitas Medan Area
(Kampus 2)
tersebut jika beroperasi
akan
membangkitkan perjalanan
sebanyak
700,2 smp/jam
Tabel 2.9 Hasil Penelitian Terdahulu

35

Anda mungkin juga menyukai