PERATURAN PERUNDANGAN K3
DAN PERSYARATAN LAIN
I. UNDANG - UNDANG
1 Undang-Undang No. 03 Tahun 1969 Ratifikasi Konvensi ILO Nomor 120 tentang Higiene dalam Perniagaan dan
Kantor-Kantor
2 Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2005 Tentang Penetapan Fungsi Bangunan Gedung
4 Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2015 Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian
6 Peraturan Pemerintah RI No. 21 Tahun 2020 Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan
Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)
7 Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2020 Penyesuaian Iuran Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Selama Bencana
Non-alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)
III. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BAWAH LEMBAGA KEPRESIDENAN
1 Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2019 Tentang penyakit Akibat Kerja (PAK) Hak & manfaat JKK, Jumlah Penyakit akibat kerja
2 Keputusan Presiden No. 22 tahun 1993 Penyakit yang Timbul karena Hubungan Kerja
3 Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2020 Peningkatan Kedisiplinan dan penegakan hukum protokol kesehatan dalam
pencegahan dan pengendalian Corona Virus disease 2019
4 Keputusan Presiden No. 11 Tahun 2020 Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019
(COVID-19)
IV. PERATURAN PERUNDANGAN DI BAWAH KEMENTERIAN
1 Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 04 Tahun 1987 Tentang Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja
2 Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 02 Tahun 1992 Tentang Tata Cara Penunjukan Kewajiban dan Wewenang Ahli K3
3 Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi. No. 03 Tahun 1978 Tentang persyaratan penunjukan dan wewenang serta kewajiban pegawai K3
dan Ahli K3
4 Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 02 Tahun 1980 Tentang pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dalam penyelenggaraan
keselamatan kerja
5 Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 01 Tahun 1981 Tentang Kewajiban Lapor Penyakit Akibat Kerja
6 Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 03 Tahun 1982 Tentang Pelayanan Kesehatan Kerja
7 Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 04 Tahun 1993 Tentang Jaminan Kecelakaan Kerja
8 Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 03 Tahun 1998 Tentang Tata Cara Pelaporan & Pemeriksaan Kecelakaan
9 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 11 Tahun 2005 Tentang Pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkotika, psikotropika & zat adiktif lainnya di tempat kerja.
10 Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per. 04 tahun 1980 Syarat-syarat pemasangan & pemeliharaan APAR
11 Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 02 Tahun 1983 Tentang Instalasi Alarm Kebakaran Otomatis
12 Instruksi Menteri Tenaga Kerja No. 11 Tahun 1997 Tentang Pengawasan Khusus K3 Penanggulangan Kebakaran
13 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 15 Tahun 2008 Tentang Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan di Tempat Kerja
14 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 08 Tahun 2010 Tentang Alat Pelindung Diri
15 Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 31 Tahun 2015 tentang Perubahan Permenaker Tentang Pengawasan Instalasi Penyalur Petir
No. 02 Tahun 1989
16 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 75 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan SNI:04-0225-2000 Mengenai Persyaratan Umum
Instalasi Listrik 2000 (PUlL 2000) di Tempat Kerja
17 Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05 Tahun 1985 Tentang Pesawat Angkat & Angkut
18 Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 5 Tahun 2018 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja
19 Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 01 Tahun 1982 Tentang Bejana Tekan
20 Peraturan Menteri tenaga Kerja 09 Tahun 2010 Tentang Operator Alat Angkat & Angkut
21 Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 04 Tahun1985 Tentang Pesawat Tenaga & Produksi
22 Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 02 Tahun 1982 Ijin Operasi dan ijin kerja
23 Peraturan Menteri Perburuhan No. 07 Tahun 1964 Tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan serta Penerangan di Tempat Kerja
1 of 205
NO PERATURAN PERUNDANGAN TENTANG
24 Peraturan Menteri Kesehatan No. 416 Tahun 1990 Tentang Persyaratan Kualitas Air Bersih
25 Peraturan Menteri Kesehatan No. 492 Tahun 2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum
26 Peraturan Menteri Kesehatan No. 1096 Tahun 2011 Sanitasi Jasa Boga
28 Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 01 Tahun 1979 Tentang Kewajiban Latihan Higiene Perusahaan, K3 Bagi Tenaga Paramedis
Perusahaan
29 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 25 Tahun 2008 Tentang Pedoman Diagnosis dan Penilaian Cacat karena Kecelakaan dan
Penyakit Akibat Kerja
30 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 26 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja,
Jaminan Kematian dan Jaminan Hari Tua Bagi Peserta Penerima Upah
31 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 33 Tahun 2015 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.
12 Tahun 2015 tentang K3 Listrik di Tempat Kerja
32 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 09 Tahun 2016 Tentang K3 pada Pekerjaan di Ketinggian
33 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 10 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Program Kerja akibat Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) dan
Penyakit Akibat Kerja (PAK)
35 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 37 Tahun 2016 Tentang K3 Bejana Tekanan dan Tangki Timbun
36 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 38 Tahun 2016 Tentang K3 Pesawat Tenaga dan Produksi
37 Peraturan menteri Kesehatan No. 70 Tahun 2016 Persyaratan kesehatan lingkungan kerja industri
38 Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.08 Tahun 2010 Alat pelindung Diri
39 Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 8 Tahun 2020 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pesawat Angkat dan Pesawat Angkut
40 Peraturan Menteri Kesehatan No. 472 Tahun 1996 Pengamanan Bahan Berbahaya Bagi Kesehatan
41 Peraturan Menteri Kesehatan No. 48 Tahun 2016 Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perkantoran
43 Peraturan Menteri ESDM No. 36 Tahun 2014 Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia 0225:2011 Mengenai Persyaratan
Umum Instalasi Listrik 2011 (PUIL 2011) Dan Standar Nasional Indonesia
0225:2011/Amd1:2013 Mengenai Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2011
(PUIL 2011) Amandemen 1 Sebagai Standar Wajib
44 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 02 Tahun 1982 Kualifikasi Juru Las di Tempat Kerja
45 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 01 Tahun 1980 K3 Pada Konstruksi Bangunan
46 Peraturan Menteri Kesehatan NO. 9 Tahun 2020 Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan
Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)
47 Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 38 Tahun 2021 PPKM Darurat Level 4, level 3 dan level 2 Jawa Bali
48 Permenaker No. 5 Tahun 2021 TENTANG. TATA CARA PENYELENGGARAAN PROGRAM. JAMINAN
KECELAKAAN KERJA, JAMINAN KEMATIAN,. DAN JAMINAN HARI TUA.
V. KEPUTUSAN MENTERI
2 Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 333 Tahun 1989 Tentang Diagnosis & Pelaporan Penyakit Akibat Kerja
3 Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 245 Tahun 1990 tentang Hari Keselamatan Kerja Nasional
5 Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 187 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya di Tempat Kerja
6 Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 186 Tahun 1999 Tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja
7 Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 75 Tahun 2002 Tentang PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) NOMOR: SNI-
04-0225-2000 MENGENAI PERSYARATAN UMUM INSTALASI LISTRIK 2000
(PUIL 2000) DI TEMPAT KERJA
8 Keputusan Menteri Kesehatan No. 1405 Tahun 2002 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri
9 Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. 79 tahun 2003 Tentang Pedoman Diagnosis dan Penilaian Cacat karena Kecelakaan dan
Penyakit Akibat Kerja
10 Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi No. 68 Tahun 2004 Tentang Pencegahan & Penanggulangan HIV/AIDS di Tempat Kerja
11 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 609 Tahun 2012 Pedoman Penyelesaian Kasus Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja
2 Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi No. 6 Tahun 2014 Ketentuan Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Kebakaran
3 Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja SE.86/BW/1989 Tentang perusahaan catering yang mengola makanan bagi tenaga kerja
2 of 205
NO PERATURAN PERUNDANGAN TENTANG
4 Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi No. 6 Tahun 2014 Tentang Pengadaan APAR di kendaraan operasional
5 Peraturan Badan Penyelengara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS) No.1 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Jaminan Sosial Kesehatan
6 Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja & Transmigrasi SE.01/MEN/1979 Tentang Pengadaan Kantin dan Ruang Makan
7 Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. M/3/HK.04/III/2020 Perlindungan Pekerja/buruh dan kelangsungan usaha dalam rangka
pencegahan dan penanggulangan Covid19
8 Peraturan Gubernur Jawa Barat No 46 Tahun 2020 Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Secara Proporsional Sesuai Level
Kewaspadaan Daerah Kabupaten/Kota Sebagai Persiapan Pelaksanaan
9 Surat Edaran Menteri Kesehatan No.HK.02.01 MENKES 216 2020 Adaptasi Kebiasaan Baru
Protokol Pencegahan Untuk Pencegahan
Penularan Corona VirusDan Pengendalian
Disease Coronavirus
2019 (COVID-19) Di
Disease Kerja
Tempat 2019 (Covid-19)
11 Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 443/KEP.221-HUKHAM/2020 Pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar Di Daerah Kab Bogor, Kota
Bogor, Kota Depok, Kab Bekasi, Kota Bekasi Dalam Rangka Percepatan
12 Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Penanganan Corona Virus
Sertifikasi Kompetensi K3 Disease 2019 (COVID-19)
Teknisi Listrik
Ketenagakerjaan No. KEP.311/BW/2002
13 Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan No. 13/MEN/XI/2015 Peningkatan Pembinaan dan Pengawasan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Bidang Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja
14 Regulation of GIIC 2015 Technical requirement and hazardous material and/or high pressure tank usage
3 of 205
No JENIS PERATURAN
5
Peraturan Pemerintah RI No. 21 Tahun 2020
tentang: Peningkatan Kedisiplinan dan
penegakan hukum protokol kesehatan dalam
pencegahan dan pengendalian Corona Virus
disease 2019
6
V. KEPUTUSAN MENTERI
1 Keputusan Menteri Tenaga Kerja No 1135 Tahun
1987
Tentang Bendera K3
ERSYARATAN LAIN
Pasal 7 : Semua bangunan yang digunakan oleh pekerja-pekerja dan perlengkapannya harus selalu dipelihara baik dan
dijaga kebersihannya.
Pasal 8 : Semua bangunan yang digunakan oleh pekerja-pekerja harus mempunyai ventilasi yang cukup dan sesuai
bersifat alami atau buatan atau kedua-duanya, yang memberi udara segar atau yang dibersihkan.
Pasal 9 : Semua bangunan yang digunakan oleh pekerja-pekerja harus mempunyai penerangan yang cukup dan sesuai,
tempat-tempat kerja sedapat mungkin harus mendapat penerangan alam.
Pasal 10 : Suhu yang nyaman dan tetap apabila keadaan memungkinkan harus dipertahankan dalam bangunan yang
dipergunakan oleh pekerja-pekerja.
Pasal 11 : Semua tempat kerja harus disusun serta semua tempat duduk harus diatur sedemikian sehingga tidak ada
pengaruh yang berbahaya bagi kesehatan pekerja.
Pasal 12 : Persediaan yang cukup dari air minum yang sehat atau minuman lain yang sehat harus ada bagi keperluan
pekerja-pekerja.
Pasal 13 : Perlengkapan untuk mencuci dan saniter yang cukup harus disediakan dan terpelihara baik.
Pasal 14 : Tempat-tempat duduk yang cukup dan sesuai harus disediakan untuk pekerja-pekerja dan pekerja-pekerja harus
diberi kesempatan yang cukup untuk menggunakannya.
Pasal 15 : Fasilitas yang sesuai untuk mengganti, menyimpan dan mengeringkan pakaian yang tidak dipakai pada waktu
bekerja harus disediakan dan dipelihara dengan baik.
Pasal 17 : Para pekerja harus dilindungi dengan tindakan yang tepat dan dapat dilaksanakan terhadap bahan, proses dan
tehnik yang berbahaya, tidak sehat atau beracun atau untuk alasan yang membahayakan. Apabila sifat pekerjaan
menghendakinya, pengusaha.....
Pasal 18 : Kebisingan dan getaran-getaran yang mungkin mempunyai pengaruh-pengaruh yang berbahaya kepada pekerja
harus dikurangi sebanyak mungkin dengan tindakan-tindakan yang tepat dan dapat dilaksanakan.
Pasal 19 : Setiap badan, lembaga atau dinas pemberi jasa, atau bagiannya yang tunduk kepada konvensi ini, dengan
memperhatikan besarnya kemungkinan bahaya harus : a. Mempunyai Apotik atau Pos PPPK sendiri, atau; b. Memelihara
apotik atau pos PPPK bersama-sama
Pasal 8 (1): Kewajiban memeriksa kesehatan badan, kondisi mental & kemampuan fisik semua tenaga kerja baik
pemeriksaan awal.
Pasal 8 (2): Kewajiban memeriksa kesehatan badan, kondisi mental & kemampuan fisik semua tenaga kerja baik
pemeriksaan berkala pada dokter yang ditunjuk oleh pengusaha.
Pasal 9 : Kewajiban menjelaskan tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja kepada tenaga kerja baru
Pasal 14 : Kewajiban Pemasangan lembar Undang-Undang Keselamatan Kerja, gambar Keselamatan Kerja dan
penyediaan APD
Pasal 17 : Perusahaan dan tenaga kerja wajib ikut serta dalam Program Jamsostek
Pasal 22 : Perusahaan wajib membayar iuran dan melakukan pemungutan iuran yang menjadi kewajiban tenaga kerja
melalui pemotongan upah tenaga kerja serta membayarkan kepada Badan Penyelenggara dalam waktu yang ditetapkan.
Pasal 87 (1) Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi
dengan kebijakan perusahaan
Pasal 13 :
Setiap orang berkewajiban turut serta dalam program jaminan kesehatan sosial.
Pasal 164 (7) : Pengelola tempat kerja wajib bertanggung jawab atas kecelakaan kerja yang terjadi di lingkungan kerja
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 14
Setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, wajib menjadi Peserta
program Jaminan Sosial
Pasal 15 (1) Pemberi Kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan Pekerjanya sebagai Peserta kepada BPJS
sesuai dengan program Jaminan Sosial yang diikuti.
Pasal 19 (1) Pemberi Kerja wajib memungut Iuran yang menjadi beban Peserta dari Pekerjanya dan
menyetorkannya kepada BPJS.
Pasal 19 (2) Pemberi Kerja wajib membayar dan menyetor Iuran yang menjadi tanggung jawabnya kepada BPJS.
4. Undang-undang ini berlaku untuk membina dan menyelenggarakan lalu lintas dan angkutan jalan yang aman, selamat,
tertib dan lancar melalui:
a. Kegiatan gerak pindah kendaraan, orang dan atau barang di jalan
b. Kegiatan yang menggunakan sarana dan prasarana dan fasilitas pendukung lalu lintas dan
angkutan jalan
c. Kegiatan yang berkaitan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor, pendidikan berlalu lintas, managemen dan
rekayasa lalu lintas, serta penegakan hukum lalulintas dan jalan raya
Pasal 2 (3) : Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 10 orang atau lebih, atau membayar upah paling
sedikit Rp. 1.000.000 sebulan, wajib mengikutsertakan tenaga kerjanya dalam program Jamsostek yang terdiri dari :
Jaminan berupa uang yang meliputi:
1. Jaminan Kecelakaan Kerja;
2. Jaminan Kematian;
3. Jaminan Hari Tua.
Pasal 33 (1) : Jaminan pemeliharaan kesehatan diberikan kepada pekerja atau suami atau isteri yang sah dan anak
sebanyak-banyaknya 3 orang anak.
Pasal 5 : Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku bagi perusahaan:
a. mempekerjakan pekerja/buruh paling sedikit 100 (seratus) orang; atau
b. mempunyai tingkat potensi bahaya tinggi.
Pasal 7 :Dalam menyusun kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusaha paling sedikit harus:
a. melakukan tinjauan awal kondisi K3 yang meliputi:
1. identifikasi potensi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko;
2. perbandingan penerapan K3 dengan perusahaan dan sektor lain yang lebih baik;
3. peninjauan sebab akibat kejadian yang membahayakan;
4. kompensasi dan gangguan serta hasil penilaian sebelumnya yang berkaitan dengan keselamatan; dan
5. penilaian efisiensi dan efektivitas sumber daya yang disediakan.
b. memperhatikan peningkatan kinerja manajemen K3 secara terus-menerus; dan
c. memperhatikan masukan dari pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh.
(3) Kebijakan K3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. visi;
b. tujuan perusahaan;
komitmen dan tekad melaksanakan kebijakan; dan
d. kerangka dan program kerja yang mencakup kegiatan perusahaan secara menyeluruh yang bersifat umum dan/atau
operasional.
Pasal 8 : Pengusaha harus menyebarluaskan kebijakan K3 yang telah ditetapkan kepada seluruh pekerja/buruh, orang lain
selain pekerja/buruh yang berada di perusahaan, dan pihak lain yang terkait.
Pasal 9 : Dalam menyusun rencana K3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pengusaha harus mempertimbangkan:
a. hasil penelaahan awal;
b. identifikasi potensi bahaya, penilaian, dan pengendalian risiko;
c. peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya
d. sumber daya yang dimiliki.
Pasal 10 :Pengusaha dalam melaksanakan rencana K3 didukung oleh sumber daya manusia di bidang K3, prasarana, dan
sarana.
Pasal 11 :Pengusaha dalam melaksanakan rencana K3 harus melakukan kegiatan dalam pemenuhan persyaratan K3
Pasal 43
(1) Pemberi Kerja selain penyelenggara negara wajib melaporkan Kecelakaan Kerja atau penyakit akibat kerja yang
menimpa Pekerja kepada BPJS Ketenagakerjaan dan instansi setempat yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang ketenagakerjaan
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan laporan tahap I yang disampaikan dalam jangka waktu
paling lama 2 x 24 jam sejak terjadi Kecelakaan Kerja atau sejak didiagnosis penyakit akibat kerja dengan menggunakan
formulir Kecelakaan Kerja tahap I yang telah ditetapkan.
Pasal 3
'(1) pemerintah Melakukan penyesuaian iuran Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan bagi pemberi kerja, peserta
penerima upah, dan peserta bukan penerima upah tertentu, selama bencana non-alam penyebaran Covid 19
(2) Penyesuaian Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
b. Keringanan Iuran JKK dan iuran JKM
Pasal 2 : Setiap tenaga kerja yang menderita penyakit yang timbul karena hubungan kerja berhak mendapat Jaminan
Kecelakaan Kerja baik pada saat masih dalam hubungan kerja maupun setelah hubungan kerja berakhir
Sebagaimana di instruksikan oleh presiden, untuk kepala daerah menetapkan protokol kesehatan dalam lingkungan kerja
sebagaimana di jelaskan dalam instruksi tsb
WAH KEMENTERIAN
Pasal 1 : Tempat kerja dimana pengusaha atau pengurus mempekerjakan 100 orang atau lebih wajib membentuk P2K3.
Pasal 2 : Setiap tempat kerja dengan kriteria tertentu (yang memperkerjakan kurang dari 100 orang) akan tetapi
menggunakan bahan, proses dan instalasi yang mempunyai resiko besar akan terjadinya peledakan, kebakaran,
keracunan dan penyinaran radioaktif
Pasal 3 (1) : Keanggotaan P2K3 terdiri dari unsur pengusaha dan pekerja yang susunannya terdiri dari Ketua, Sekretaris
dan Anggota
Pasal 3 (2) :Sekretaris P2K3 ialah Ahli Keselamatan Kerja dari perusahaan yang bersangkutan
Pasal 3 (3) :P2K3 ditetapkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuknya atas usul dari pengusaha atau pengurus yang
bersangkutan
Pasal 2 (2) : Suatu tempat kerja, tenaga kerja dimana pengurus memperkerjakan lebih dari 100 orang dan kurang dari 100
orang yang besar terhadap bahaya K3.
Pasal 3 (1)
Untuk dapat ditunjuk sebagai Pengawas Keselamatan Kerja harus memenuhi syaratsyarat:
a. Pegawai Negeri Departemen Tenaga Kerja Transkop.
b. Mempunyai keahlian khusus.
c. Telah mengikuti pendidikan calon pegawai pengawas yang diselenggarakan
oleh Departemen Tenaga Kerja Transkop
Pasal 3 (2)
Untuk dapat ditunjuk sebagai ahli keselamatan kerja harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
a. Mempunyai keahlian khusus.
b. Telah mengikuti pendidikan oleh Departemen Tenaga Kerja Transkop.
Pasal 2 (ayat 1) : Kewajiban Perusahaan mengadakan Pemeriksaan kesehatan sebelum pekerja diterima bekerja.
Pasal 2(ayat 5) : Kewajiban Perusahaan menyusun pedoman pemeriksaan kesehatan sebelum kerja.
Pasal 3 (ayat 2) : Kewajiban Perusahaan mengadakan Pemeriksaan kesehatan pekerja secara berkala sekurang-
kurangnya 1 tahun sekali.
Pasal 3 (ayat 4) : Kewajiban Perusahaan menyusun pedoman pemeriksaan kesehatan berkala.
Pasal 5 : Kewajiban Perusahaan mengadakan Pemeriksaan kesehatan khusus terhadap pekerja yang mengalami
kecelakaan atau penyakit yang memerlukan perawatan lebih dari 2 minggu, usia diatas 40 tahun, tenaga kerja wanita,
cacat, pekerja muda yang melakukan pekerjaan tertentu & tenaga kerja yang terdapat dugaan-dugaan mengenai
gangguan-gangguan kesehatannya
Pasal 6 (ayat 1) : Kewajiban Perusahaan membuat rencana pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja, berkala, dan
pemeriksaan kesehatan khusus.
Pasal 6 (ayat 2) : Kewajiban Perusahaan membuat laporan dan menyampaikan selambat-lambatnya 2 bulan sesudah
pemeriksaan kesehatan dilakukan kepada Direktur Jenderal BinaLindung Tenaga Kerja melalui Kantor Wilayah Ditjen
Binalindung Tenaga Kerja setempat.
Pasal 2 ayat 1 : Kewajiban Perusahaan melaporkan temuan Penyakit akibat kerja setelah pemeriksaan kesehatan berkala
atau pemeriksaan kesehatan khusus yang diderita tenaga kerja secara tertulis kepada Kantor Dirjen Pembinaan Hubungan
Perburuhan dan perlindungan
Pasal 4 ayat 1 : Kewajiban Perusahaan melakukan tindakan-tindakan preventif agar tindakan yang sama tidak terulang.
Pasal 4 ayat 3 : Kewajiban Perusahaan menyediakan secara cuma-cuma semua APD yang diwajibkan penggunaannya
oleh pekerja
Pasal 3 : Pengurus wajib memberikan Pelayanan Kesehatan Kerja sesuai dengan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pasal 2 (1) Tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan berhak mendapatkan jaminan kecelakaan kerja yang terdiri dari :
a. Pengangkutan dari tempat kejadian ke rumah sakit terdekat atau rumahnya
b. Pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan di rumah sakit
c. biaya pemakaman
Pasal 2 : Kewajiban perusahaan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi , yaitu ; Kecelakaan kerja, Kebakaran,
peledakan, bahaya pembuangan limbah dan kejadian berbahaya lainnya.
Pasal 4 (1) : Pengurus atau pengusaha wajib melaporkan secara tertulis kecelakaan kepada Kepala Kantor Departemen
Tenaga Kerja setempat dalam waktu tidak lebih dari 2 X 24 jam sejak terjadinya kecelakaan
Pasal 2 (1) Pengusaha wajib melakukan upaya aktif pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya di tempat kerja
Pasal 2 (3) Dalam melaksanakan upaya pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya di tempat kerja
dilakukan dengan melibatkan pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, pihak ketiga atau ahli di
bidang narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya
pasal 3 :
Dalam melaksanakan upaya pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya dapat berkonsultasi dengan instansi pemerintah yang terkait
Pasal 4 (1) : Setiap APAR harus ditempatkan pada posisi yang mudah dilihat dengan jelas, mudah dicapai dan diambil
serta dilengkapi tanda pemasangan.
Pasal 4 (3) : Tinggi tanda pemasangan adalah 125 cm dari dasar lantai tepat diatas APAR
Pasal 4 (4) : Penempatan dan pemasangan APAR harus sesuai dengan jenis dan penggolongan kebakaran
Pasal 4 ( 5) : Penempatan dan Pemasangan APAR yang satu dengan APAR lainnya tidak boleh melebihi 15 meter
Pasal 6 & 7 : APAR harus dipasang menggantung pada dinding atau dalam lemari atau kotak yang tidak dikunci atau yang
dikunci tapi harus ada kaca pengaman dengan tebal max. 2 mm.
Pasal 8 : Pemasangan APAR harus sedemikian rupa sehingga bagian paling atas APAR pada ketinggian 1,2 meter dari
lantai, kecuali untuk jenis CO2 dan Dry chemical bisa lebih rendah dengan jarak tidak kurang 15 cm dari permukaan lantai.
Pasal 9 : APAR dipasang pada ruangan bertemperatur maksimum 49 °C dan minimum minus 44 °C kecuali jika APAR
dibuat khusus diluar suhu batas tersebut.
Pasal 10 : APAR yang ditempatkan di alam terbuka harus dilindungi dengan tutup pengaman
Pasal 11 : Setiap APAR harus diperiksa 2 kali dalam setahun yaitu berjangka waktu 6 bulan dan 12 bulan.
Pasal 12-13 : Teknis pemeriksaan APAR untuk pemeriksaan jangka waktu 6 bulan dan 12 bulan, harus sesuai pasal ini
Pasal 14 : Petunjuk cara pemakaian APAR harus dapat dibaca dengan jelas
Pasal 3 (1) : Detector harus dipasang pada bagian bangunan kecuali apabila bagian bangunan tersebut telah dilindungi
dengan sistem pemadam kebakaran automatic.
Pasal 4 (1) : Pada gedung yang dipasang sistem alarm kebakaran otomatik maka untuk ruangan tersembunyi harus
dilindungi dan disediakan jalan untuk pemeliharaannya
Pasal 17 : Semua Permukaan kontak listrik dari saluran sistem harus memiliki kontak yang baik dengan permukaan yang
rata dan terbuat dari perak atau bahan sejenisnya.
Pasal 19 (1) : Perlengkapan yang ditempatkan pada lokasi yang mengandung kelembaban, korosi atau keadaan khusus
lainnya, maka disain dan konstruksi harus menjamin bekerjanya sistem tanpa meragukan.
Pasal 23 : Pada Panel indikator harus dipasang suatu isyarat yang dapat terlihat dan terdengar dari jarak jauh yang bekerja
apabila ada sebuah detektor atau terjadi suatu rangkaian terbuka.
Pasal 28 (2) : Semua titik panggil dapat dihubungkan dengan kelompok alarm detektor otomatik yang meliputi daerah di
mana titik panggil manual tersebut dipasang.
Pasal 36 : Sumber tenaga listrik untuk sistem alarm kebakaran harus dengan tegangan tidak kurang dari 6 volt.
Pasal 37 (1) : Sumber tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 harus dalam bentuk baterai akimulator yang
diisi terus-menerus dengan pengisi baterai.
Pasal 37 (2) : Sumber tenaga listrik sebagaimana dimaksud pasal 36 dalam bentuk baterai kering tidak boleh digunakan
kecuali dalam keadaan khusus.
Pasal 38 (1) : Pengisi baterai harus dapat mengisi secara terus menerus sehingga tegangan baterai akimulator tetap.
Pasal 38 (2) : Pengisi baterai harus terpasang tetap dan dihubungkan pada sisi pemberi arus dari papan hubung utama
atau sakelar utama.
Pasal 40 : Baterai akimulator harus ditempatkan di ruangan terpisah pada tempat yang kering, berventilasi yang cukup,
mudah dicapai untuk suatu pemeriksaan serta di dalam lemari yang terkunci dan bagian dalamnya harus dilindungi dari
korosi.
Pasal 44 (1) : Sistem alarm kebakaran harus dilengkapi sekurang-kurangnya sebuah lonceng.
Pasal 44 (2) : Lonceng harus dipasang diluar bangunan dan dapat terdengar dari jalan masuk utama serta dekat dengan
panel indikator.
Pasal 44 (3) : Sirene dapat dipakai sebagai pengganti lonceng atas persetujuan direktur atau pejabat yang ditunjuk.
Pasal 55 : Bila instalasi kebakaran otomatik yang telah ada ditambah maka gabungan instalasi tersebut harus diuji bahwa
instalasinya menyatu dan berfungsi dengan baik serta disahkan oleh Direktur.
Pasal 57 (1): Terhadap instalasi alarm kebakaran otomatik harus dilakukan pemeliharaan dan pengujian berkala secara
mingguan bulanan dan tahunan.
Pasal 57 (2) : Pemeliharaan dan pengujian tahunan dapat dilakukan oleh konsultan kebakaran atau organisasi yang telah
diakui oleh direktur atau pejabat yang ditunjuk.
Pasal 58 : Pemeliharaan dan pengujian mingguan antara lain meliputi : membunyikan alarm secara simulasi, memeriksa
kerja lonceng, memeriksa tegangan dan keadaan baterai, memeriksa seluruh sistem alarm dan mencatat hasil
pemeliharaan serta pengujian.
Pasal 59 : Pemeliharaan dan pengujian bulanan antara lain meliputi : menciptakan kebakaran simulasi, memeriksa lampu-
lampu indikator, memeriksa fasilitas penyediaan sumber tenaga darurat, mencoba dengan kondisi gangguan terhadap
sistem, memeriksa kondisi
Pasal 60 : Pemeliharaan dan pengujian tahunan antara lain meliputi : memeriksa tegangan instalasi, memeriksa kondisi
dan kebersihan seluruh detektor serta menguji sekurang-kurangnya 20% detektor dari setiap kelompok instalasi
Pasal 65 : Pada satu kelompok sistem alarm kebakaran tidak boleh dipasang lebih dari 40 buah detektor panas.
Pasal 77 : Detektor nyala api harus mempunyai sifat yang stabil dan kepekaannya tidak terpengaruh oleh adanya
perubahan tegangan dalam batas kurang atau lebih 10 % dari tegangan nominalnya dan adanya perubahan suhu dari 0°C
sampai 65°C.
Pasal 3 (1) petugas P3K harus memiliki lisensi dan buku kegiatan P3K
Pasal 10
poin (a) kotak P3K terbuat dari bahan yang kuat mudah dibawa, berwarna dasar putih dengan lambang P3K berwarna hijau
Pasal 2 (1) Pengusaha wajib menyediakan APD bagi pekerja/buruh di tempat kerja
Pasal 3 (1) APD (pelindung kepala, pelindung mata & muka, pelindung telinga, pelindung pernafasan, pelindung tangan,
pelindung kaki)
Pasal 5 Pengusaha atau pengurus wajib mengumumkan secara tertulis dan memasang rambu-rambu mengenai kewajiban
penggunaan APD ditempat kerja
Pasal 6 (1) Pekerjaan/buruh dan orang lain yang memasuki tempat kerja wajib memakai atau menggunakan APD sesuai
potensi bahaya dan resiko
Pasal 6 (2) Pekerja atau buruh berhak menyatakan keberatan untuk melakukan pekerjaan apabila APD yang disediakan
tidak memenuhi ketentuan dan persyaratan
Pasal 7 (2) Manajemen APD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. identifikasi kebutuhan dan syarat APD;
b. pemilihan APD yang sesuai dengan jenis bahaya dan kebutuhan/kenyamanan pekerja/buruh;
c. pelatihan;
d. penggunaan, perawatan, dan penyimpanan;
e. penatalaksanaan pembuangan atau pemusnahan;
f. pembinaan;
g. inspeksi; dan
h. evaluasi dan pelaporan
Pasal 2 (1) : Instalasi penyalur petir harus direncanakan, dibuat, dipasang dan dipelihara sesuai dengan ketentuan.
Pasal 2 (2) : Instalasi penyalur petir harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : kemampuan perlindungan secara
teknis, ketahanan mekanis, ketahanan korosi
Pasal 2 (3) : Bahan dan konstruksi instalasi penyalur petir harus kuat dan memenuhi syarat.
Pasal 2 (4) : Bagian-bagian instalasi penyalur petir harus memiliki tanda hasil pengujian atau sertifikat yang diakui.
Pasal 6 (1) : Pemasangan instalasi penyalur petir dilakukan oleh instansi yang telah mendapat pengesahan dari menteri
atau pejabat yang ditunjuknya.
Pasal 7 : Dalam hal pengaruh elektrolisa dan kronis tidak dapat dicegah maka semua bagian instalasinya harus disalut
dengan timah atau cara lain yang sama atau memperbaharui bagian-bagiannya dalam waktu tertentu.
Pasal 9 (1) : Tempat kerja yang perlu dipasang instalasi penyalur petir adalah : bangunan yang terpencil atau tinggi dan
lebih tinggi dari pada bangunan sekitarnya, bangunan dimana disimpan, diolah atau digunakan bahan yang mudah
meledak atau terbakar,
Pasal 17 (3) : Penghantar penurunan harus dipasang sedemikian rupa, sehingga pemeriksaan dapat dilakukan dengan
mudah dan tidak mudah rusak.
Pasal 19 (1) : Instalasi penyalur petir dari suatu bangunan paling sedikit harus mempunyai 2 buah penghantar penurunan.
Pasal 19 (2) : Instalasi penyalur petir yang mempunyai lebih dari satu penerima, dari penerima tersebut harus ada paling
sedikit 2 buah penghantar penurunan.
Pasal 50 ayat 1 : Setiap instalasi penyalur petir dan bagian harus dipelihara agar selalu bekerja dengan tepat, aman dan
memenuhi syarat.
Pasal 50 (2) : Instalasi penyalur petir harus diperiksa dan diuji : Sebelum penyerahan instalasi penyalur petir kepada
pemakai, setalah ada perubahan atau perbaikan suatu bangunan dan atau instalasi penyalur petir, secara berkala setiap
dua tahun
Pasal 51 (1) : Pemeriksaan dan pengujian instalasi penyalur petir dilakukan oleh pegawai pengawas, ahli keselamatan
kerja atau jasa inspeksi yang ditunjuk.
Pasal 51 (2) : pengurus atau pemilik instalasi petir berkewajiban membantu pelaksanaan pemeriksaan dan pengujian yang
dilakukan oleh pegawai pengawas, ahli K3 dan atau jasa inspeksi yang ditunjuk termasuk penyediaan alat-alat bantu.
Pasal 53 (1) : Setiap diadakan pemeriksaan dan pengukuran tahanan pembumian harus dicatat dalam buku khusus
tentang hari dan tanggal pemeriksaan.
Pasal 57 (1) : Setiap instalasi penyalur petir harus mendapat sertifikat dari menteri atau pejabat yang ditunjuknya.
Pasal 57 (2) : Setiap penerima khusus harus mendapat sertifikat dari menteri atau pejabat yang ditunjuknya.
Pasal 2 (1)
Perencanaan, pemasangan, penggunaan, pemeriksaan dan pengujian instalasi listrik di tempat kerja harus sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) No. SNI 04-0225-2000 mengenai
persyaratan umum instalasi listrik 2000 (PUIL 200) di tempat kerja
Pasal 2 (2) Pengurus bertanggung jawab terhadap diataatinya dan wajib melaksanakan ketentuan Standar Nasional
Indonesia (SNI) No. 04-0225-2000 mengenai persyaratan umum instalasi listrik 2000 (PUIL 2000) di tempat kerja
Pasal 3 Pengawasan terhadap pelaksanaan Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 04-0225-2000 mengenai persyaratan
umum instalasi listrik 2000 (PUIL 2000) di tempat kerja dilakukan oleh Pegawai Pengawas atau Ahli Keselamatan Kerja
spesialis bidang listrik
Pasal 3 (1) : Beban maksimum yang diijinkan dari pesawat angkat dan angkut harus ditulis pada bagian yang mudah dilihat
dan dibaca dengan jelas.
Pasal 3 (2) : Semua pesawat angkat dan angkut tidak boleh dibebani melebihi beban maksimum yang diijinkan.
Pasal 3 (3) : Pengangkatan dan penurunan muatan pada pesawat angkat dan angkut harus perlahan-lahan.
Pasal 4 : Setiap pesawat angkat dan angkut harus dilayani oleh operator yang mempunyai kemampuan dan telah memiliki
keterampilan khusus tentang pesawat angkat dan angkut.
Pasal 7 : Baut pengikat yang digunakan peralatan angkat harus mempunyai kelebihan ulir sekrup pada suatu jarak yang
cukup untuk pengencang, jika perlu harus dilengkapi dengan mur penjamin atau gelang pegas yang efektif.
Pasal 8 (1) : Garis tengah tromol gulung sekurang-kurangnya berukuran 30 kali diameter tali baja dan 300 kali diameter
kawat baja yang terbesar.
Pasal 8 (2) : Tromol gulung harus dilengkapi dengan flensa pada setiap ujungnya, sekurang-kurangnya memproyeksikan
2½ kali garis tengah tali baja.
Pasal 8 (2) : Ujung tali baja pada tromol gulung harus dipasang dengan kuat pada bagian dalam tromol dan sekurang-
kurangnya harus dibelit 2 kali secara penuh pada tromol saat kait beban berada pada posisi paling rendah.
Pasal 9 (1) : Tali baja yang digunakan untuk mengangkat harus ; Terbuat dari bahan baja yang kuat dan berkwalitas tinggi,
Mempunyai faktor keamanan sekurang-kurangnya 3½ kali beban maksimum, Tidak boleh ada sambungan dan Tidak ada
simpul, belitan, kusut
Pasal 9 (2) : Tali baja harus diberi pelumas yang tidak mengandung asam atau alkali.
Pasal 9 (3) : Tali baja harus diperiksa pada waktu pemasangan pertama dan setiap hari oleh operator serta sekurang-
kurangnya satu kali dalam seminggu oleh tenaga yang berkeahlian khusus Pesawat angkat dan angkut dari perusahaan.
Pasal 14 (1) : Kait untuk mengangkat beban harus dibuat dari baja tempa yang dipanaskan dan dipadatkan atau dari
bahan yang mempunyai kekuatan yang sama.
Pasal 16 : Semua peralatan angkat harus dilengkapi dengan rem yang secara efektif dapat mengerem suatu bobot yang
tidak kurang dari 1½ beban yang diijinkan.
Pasal 25 : Peralatan angkat tidak diperbolehkan menggantung muatan pada waktu mengalami perbaikan ataupun bagian-
bagian bawahnya digunakan oleh mesin yang bergerak.
Pasal 29 : Semua peralatan angkat yang digerakan dengan tenaga listrik harus dilengkapi dengan alat batas otomatis yang
dapat menghentikan motor, bila muatan melebihi posisi yang diijinkan.
Pasal 31 (1) : Jenis dan ukuran tali yang digunakan pada blok dan takel harus sesuai dengan cakra pengantarnya.
Pasal 31 (2) : Blok dan takel pengangkat harus dilengkapi dengan alat yang dapat mengatur gerakan sehingga pada saat
muatan digantung tali atau rantai penarik tidak perlu ditarik atau ditahan dan muatan tetap berada ditempatnya.
Pasal 32 (3) : Rantai takel pengangkat dan sling harus dimudahkan atau dinormalisir kembali secara berkala ; 6 bulan
untuk rantai berdiameter tidak lebih dari 2½ mm atau yang digunakan untuk mengangkat logam-logam cair, dan 12 bulan
untuk rantai lain.
Pasal 33 (2) : Alat kontrol dari peralatan angkat listrik harus dilengkapi dengan suatu alat yang dapat mengembalikan
secara otomatis tuas atau tombol pada posisi netral, jika tuas atau tombol dilepaskan.
Pasal 33 (3) : Setiap peralatan angkat yang dijalankan dengan tenaga listrik harus dilengkapi dengan alat pembatas
otomatis yang dapat menghentikan tenaga tarik beban, jika muatan melewati batas tertinggi yang diijinkan.
Pasal 33 (4) : Setiap peralatan angkat harus dilengkapi dengan rem yang secara efektif dapat mengerem sekurang-
kurangnya 1½ kali beban yang diijinkan.
Pasal 49 : Setiap roda gigi & alat perlengkapan transmisi dari keran angkat harus dilengkapi dengan tutup pengaman.
Pasal 101 : Setiap perlengkapan pesawat angkutan diatas landasan dan diatas permukaan sebelum digunakan harus
diperiksa terlebih dahulu oleh operator.
Pasal 105 : Lantai kerja yang dilalui pesawat angkutan landasan harus : Dikonstruksi cukup kuat dan rata dengan
memperhatikan kecepatan, jenis roda dan ban yang digunakan ; Tidak mempunyai belokan dengan sudut yang tajam,
tanjakan yang terjal
Pasal 106 : Lebar kiri kanan sisi jalan bebas yang dilalui truck sekurang-kurangnya : 60 cm dari lebar kendaraan atau
muatan yang paling lebar jika digunakan lalu lintas satu arah ; 90 cm dari kedua lebar kendaraan atau muatan yang paling
lebar jika digunakan 2 arah
Pasal 112 : Forklift harus dilengkapi dengan atap pelindung operator dan bagian yang bergerak atau berputar diberi tutup
pengaman.
Pasal 113 : Dalam keadaan jalan garpu harus berjarak setinggi-tingginya 15 cm dari permukaan jalan
Pasal 114 : Bila mengendarai forklift dibelakang kendaraan lain harus berjarak sekurang-kurangnya 10 m dari belakang
kendaraan depannya
Pasal 115 : Dilarang menggunakan forklift untuk tujuan lain selain untuk mengangkat, mengangkut dan menumpuk barang.
Pasal 134 ayat 1 : Setiap perencanaan Pesawat Angkat dan Angkut harus mendapat pengesahan dari Direktur atau
pejabat yang ditunjuknya, kecuali ditentukan lain.
Pasal 135 (1) : Setiap pembuatan, peredaran, pemasangan, pemakaian, perubahan dan atau perbaikan teknis pesawat
angkat dan angkut harus mendapat pengesahan dari Direktur atau pejabat yang ditunjuknya.
Pasal 137 : Pembuatan dan pemasangan pesawat angkat dan angkut harus dilaksanakan oleh pembuat dan pemasang
yang telah mendapat pengesahan oleh Direktur atau pejabat yang ditunjuknya.
Pasal 138 (1) : Setiap pesawat angkat angkut sebelum dipakai harus diperiksa dan diuji terlebih dahulu dengan standar uji
yang telah ditentukan.
Pasal 138 (4) : Pemeriksaan dan pengujian ulang pesawat angkat angkut dilaksanakan selambat-lambatnya 2 tahun
setelah pengujian pertama dan pemeriksaan pengujian ulang selanjutnya dilaksanakan satu tahun sekali.
Pasal 3:
d. Penyediaan personil K3 yang memiliki kompetensi dan kewenangan K3 di bidang Lingkungan kerja
Pasal 7:
Pengendalian Lingkungan untuk menghindari potensi bahaya
Pasal 5 (2) : Bahan dari bejana tekanan yang dibuat dari baja zat arang harus mempunyai kekuatan tarik antara 35 kg/mm 2
- 56 kg/mm2 kecuali jika bejana tekanan itu tidak mempunyai sambungan kekuatan tariknya maksimal 75 kg/mm 2
Pasal 5 (5) : Jika bejana bahannya bukan dari baja zat arang harus mempunyai sifat-sifat yang diperlukan bagi tujuan
pemakaian dan mendapat persetujuan dari direktur atau pejabat yang ditunjuknya
Pasal 6 (1) a). Bejana harus disertai sertifikat asli dari bahan konstruksinya dari badan yang tidak memihak dan diakui,
b). Bejana tekan harus memenuhi syarat-syarat dalam dasar perhitungan kekuatan konstruksi bejana tekan
Pasal 6 (5) : Bejana tekanan baru yang tidak mempunyai sambungan, dibuat dari baja leleh harus bebas dari lekuk
gilingan, lekuk tarik, capuk-capuk, keriput dan cacat lainnya
Pasal 8 (2) : APAR dan alat untuk bernafas yang kecil tidak diharuskan adanya tutup pelindung
Pasal 9 (3) : Tingkap pengaman harus bekerja bilamana tekanan melebihi dari tekanan kerja yang diperbolehkan.
Pasal 9 (6) : Semua alat pengaman harus bekerja dalam keadaan baik dan harus berhubungan langsung dengan bejana
Pasal 10 (2) : Pedoman tekanan harus dapat menunjukkan tekanan melebihi dalam Kg/cm2 dengan jelas dan benar
sekuran-kurangnya sebesar tekanan percobaan dari bejana tekanan itu.
Pasal 10 (3) : Pedoman tekanan harus dipasang sedemikian rupa sehingga tenaga kerja yang melayani dapat melihatnya
dengan mudah.
Pasal 10 (4) : Pedoman tekanan harus dibubuhi strip merah pada tekanan kerja tertinggi yang diperbolehkan
Pasal 11 (3) : Bagian bawah dari bejana yang berisi gas terpadat harus diberi alat pembuang gas yang baik dan mudah
dilayani.
Pasal 12 (1) : Botol-botol dan bejana-bejana transport harus diberi alat anti guling untuk menghindarkan menggelindingnya
botol-botol tersebut kecuali karena pengangkutannya atau pemakaiannya tidak mungkin menggelinding.
Pasal 12 (2) : Alat anti guling tidak boleh berhubungan dengan tutup pelindungnya
Pasal 15 (2) : Pada pemeriksaan ulang bejana tidak perlu diadakan percobaan padat dengan air bila hasil pemeriksaan luar
dan dalam bejana hasilnya baik, sehingga tidak perlu diadakan pengujian.
Pasal 16 (10) : Dengan tidak membedakan bejana tekan yang dapat atau tidak dapat diperiksa dari dalam, jangka waktu
pengujian ulang tidak boleh lebih dari 5 tahun.
Pasal 18 (1) : Pegawai pengawas harus memberikan tanda baik pada bejana yang pada pengujiannya menunjukkan hasil
baik
Pasal 18 (3) : Tiga bulan sebelum berakhir masa berlakunya tanda baik sebgaimana dimaksud ayat 1, pengusaha yang
memiliki bejana tekan harus memberitahukan kepada Direktur atau pejabat yang ditunjuk.
Pasal 21 (1) : Pengusaha yang memilki bejana tekan wajib membantu pegawai pengawas yang melakukan pemeriksaan
dan pengujian berupa tenaga kerja dan alat-ala lain yang diperlukan.
Pasal 21 (2) : Biaya pemeriksaaan dan pengujian yang dimaksud dalam pasal 16 dibebankan kepada pengusaha.
Pasal 22 (1) : Setiap bejana diberikan tanda pengenal sebagai berikut: nama pemilik, Nama dan nomor urut pabrik
pembuat, nama gas yang diisikan (bukan simbol kimia), Berat dari botol baja dalam keadaan kosong tanpa keran dan tutup,
Tekanan pengisian ya
Pasal 22 (4) : Tanda pengenal harus jelas dan tidak dapat dihapus serta dicapkan pada bagian kepala yang tebal dari
dinding bejana yang mudah dilihat dan dibaca dan tidak mudah dilepas, kecuali jika pengecapan tidak dimungkinkan maka
dapat dicantumkan
Pasal 22 (5) : pengecapan tanda pengenal pada bejana yang mempunyai tebal plat < 4 mm adalah dilarang.
Pasal 23 (1) : Bejana tekanan untuk zat asam harus dicat biru muda.
Pasal 23 (2) : Bejana tekanan untuk gas yang mudah terbakar harus dicat warna merah.
Pasal 23 (3) : Bejana tekanan untuk gas yang beracun harus dicat warna kuning.
Pasal 23 (4) : Bejana tekanan untuk gas yang beracun dan juga mudah terbakar harus dicat warna kuning dan merah.
Pasal 24 (1) : Sebelum diisi bejana tekanan harus dibersihkan dan diperiksa dari adanya karatan atau retakan yang dapat
membahayakan.
Pasal 28 : Bejana tekan yang tidak dibubuhi "tanda baik yang sah" atau di bubuhi tanda "tidak baik" dilarang diisi atau
dipakai.
Pasal 29 (1) : Bejana tekan tidak boleh dipakai dengan tekanan yang lebih tinggi dari tekanan kerja yang diizinkan.
Pasal 29 (2) : Bejana yang diisi dengan gas atau campur gas dalam keadaan cair atau terlarut tidak boleh melebihi berat
yang dinyatakan dalam Kg dari gas atau campuran gas tsb yaitu hasil bagi dari angka yang menunjukkan isi bejana
tekanan dalam liter
Pasal 33 (1) : Dilarang memadat bejana tekan dengan tekanan lebih besar dari tekanan pemadatan terakhir yang
ditentukan.
Pasal 33 (2) : Dilarang mengadakan perubahan tanda pengenal yang tertera pada bejan tekan dengan cara apapun
selama masih mempunyai tanda "baik" yang sah.
Pasal 34 (1) : Bejana tekan isi maupun kosong tidak boleh dilempar atau dijatuhkan maka harus menggunakan alat
perlengkapan yang baik dan praktis.
Pasal 34 (2) : pengosongan bejana tekan yang berisi gas beroksida dan mudah terbakar harus dilakukan dengan
menyisakan tekanan melebihi untuk menjaga masuknya kotoran.
Pasal 34 (3) : Pengisian kembali bejana tekan untuk zat asam dan gas beroksida yang lain dilarang memakai peralatan
pemadat dan perlengkapan bejana yang mengandung minyak dan gemuk.
Pasal 34 ayat 4 : Untuk mengisi dan mengosongkan kembali bejana tekan untuk gas cair tidak boleh dipercepat dengan
pemanasan langsung dengan api terbuka atau nyala gas tetapi dapat menggunakan pemanasan dengan kain basah atau
udara panas atau menggunakan
Pasal 35 (3) : Dalam satu ruangan hanya diperbolehkan ada satu bejana tekan atau botol baja yang sedang digunakan,
sebagai cadangan disimpan di gudang atau ruangan lain yang ditentukan oleh direktur sesuai dengan peraturan.
Pasal 35 (4) : Dilarang menaruh atau menyimpan bejana tekan dan botol baja, dekat tangga, gang, dimuka lubang
pemasukan angin, alat pengangkat dan benda-benda bergerak yang dapat menyentuh atau menimpa.
Pasal 35 (5) : Dilarang menyimpan botol-botol baja dan bejana transport bersama-sama dengan botol-botol baja yang berisi
bahan mudah terbakar.
Pasal 35 (6) : Botol-botol baja dan bejana transport yang berisi gas mudah terbakar harus disimpan dalam ruangan tahan
api.
Pasal 35 (7) : Botol baja dan bejana transport yang berisi bermacam-macam gas harus disimpan secara terpisah.
Pasal 35 (8) : Botol-botol baja dan bejana transport yang berisi ditaruh di adara bebas harus dilindungi dari cahaya
matahari.
Pasal 36 (1) : Botol-botol baja dan bejana transport yang berisi gas mudah terbakar atau berbahaya bagi kesehatan dalam
keadaan terkempa menjadi cair atau larut, bila tidak dihubungkan dengan pipa pengisi atau yang lainnya harus diletakkan
dalam keadaan berdiri, sehingga zat cairnya tidak dapat keluar sendiri.
Pasal 36 (7) : Bejana-bejana tekan yang berisi atau botol baja harus dilindungi dari sumber panas dan penyebab karat.
Pasal 41 (1) : Dilarang mengisi dan menggunakan bejana tekanan yang tidak memiliki pengesahan pemakaian dari direktur
atau pejabat yang ditunjuk.
Pasal 42 (1) : Pengesahan pemakaian bejana tekanan diberikan oleh Direktur atau pejabat yang ditunjuknya setelah
bejana tekanan diperiksa dan diuji serta memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan ini.
Pasal 42 (3) : Pengusaha atau pengurus dilarang mengadakan perubahan, perbaikan, pengelasan atau pengolahan panas
lainnya terhadap bejana-bejana tekanan yang telah disahkan kecuali seijin Direktur atau pejabat yang ditunjuk.
Pasal 43 (1) : Setiap pemasangan permanen, perbaikan atau perubahan teknis terhadap bejana tekanan yang telah
mendapatkan pengesahan pemakaian harus mendapat ijin tertulis dari Direktur atau pejabat yang ditunjuknya.
Pasal 3 : Pengusaha atau pengurus dilarang mempekerjakan operator dan/atau petugas pesawat angkat dan angkut yang
tidak memiliki Lisensi K3 dan buku kerja.
Pasal 4 : Jumlah operator pesawat angkat dan angkut yang dipekerjakan oleh pengusaha atau pengurus harus memenuhi
kualifikasi dan jumlah sesuai dengan jenis dan kapasitas pesawat angkat dan angkut sebagaimana tercantum dalam
Lampiran Peraturan Menteri ini.
Pasal 3 (2) : Setiap bahan dari bagian konstruksi pesawat tenaga dan produksi yang utama harus memiliki tanda hasil
pengujian atau sertifikat bahan yang diakui.
Pasal 4 : Semua bagian yang bergerak dan berbahaya dari pesawat tenaga dan produksi harus dipasang alat perlindungan
yang efektif kecuali ditempatkan sedemikian rupa hingga tidak ada orang atau benda yang menyinggungnya.
Pasal 5 (1) : Dilarang memindahkan, merubah atau pun menggunakan alat pengaman atau alat perlindungan untuk tujuan
lain dari suatu pesawat atau mesin yang sedang bekerja, kecuali apabila mesin tersebut dalam keadaaan berhenti atau
dalam perbaikan.
Pasal 5 (2) : Alat-alat pengaman dan alat perlindungan harus dipasang kembali setelah pesawat atau mesin selesai
diperbaiki.
Pasal 6 : Pada pesawat tenaga dan produksi yang sedang diperbaiki tenaga penggerak harus dimatikan dan alat
pengontrol harus segera dikunci serta diberi suatu tanda larangan untuk menjalankan pada tempat yang mudah dibaca
sampai pesawat tenaga dan produks
Pasal 7 : Jarak antara pesawat-pesawat atau mesin-mesin harus cukup lebar dan bebas dari segala sesuatu yang dapat
membahayakan bagi lalu lintas.
Pasal 8 (1) : Ban-ban penggerak, rantai-rantai dan tali -tali yang berat yang dapat menimbulkan bahaya bila terlepas atau
putus harus dilengkapi alat perlindungan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 8 (2) : Ban-ban penggerak dan rantai -rantai penggerak yang dilepas harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga
tidak dapat menyentuh pada alat-alat penggeraknya.
Pasal 9 (1) : Pada pekerjaan yang menimbulkan serbuk, serpih, debu dan bunga api yang dapat menimbulkan bahaya
harus diadakan pengaman dan perlindungan.
Pasal 9 (2) : Semua pesawat tenaga dan produksi harus dipelihara secara berkala dan baik.
Pasal 10 : Mesin-mesin yang digerakkan oleh motor penggerak, mesin harus dapat dihentikan tanpa tergantung dari
pesawat pengeraknya.
Pasal 11 (3) : Bila terjadi kecelakaan pada saat penggerak mula dihidupkan, maka harus ada tanda yang dapat didengar
dan dilihat dengan jelas di tempat penggerak mula berada.
Pasal 12 : Pelumasan, pembersihan pesawat atau mesin dan pemasangan ban-ban harus dilaksanakan pada waktu
pesawat atau mesin dalam keadaan berhenti kecuali dapat dilakukan dengan aman.
Pasal 13 : Setiap Mesin yang digerakkan dengan penggerak mula harus dilengkapi dengan alat penghenti yang mudah
dicapai oleh operator guna menahan mesin agar tidak bergerak kembali.
Pasal 14 ayat 2 : Tempat operator mesin harus cukup luas , aman dan mudah dicapai.
Pasal 15 : Pada motor-motor penggerak harus dinyatakan tanda arah perputaran dan kecepatan maksimum yang aman.
Pasal 16 : Rantai, sabuk dan tali penghubung untuk roda gigi penggerak tidak boleh dilepas atau dipasang dengan tangan
sewaktu berjalan atau berputar.
Pasal 17 : Dilarang mencuci atau membersihkan pesawat tenaga dan produksi dengan cairan yang mudah terbakar atau
bahan beracun.
Pasal 18 (1) : Sebelum menghidupkan mesin harus diperiksa lebih dahulu unutk menjamin keselamatan.
Pasal 18 (2) : Mesin yang sedang bekerja harus selalu dalam pengawasan.
Pasal 19 (2) : Pada mesin yang tetap berputar atau bergerak setelah sumber tenaganya diputuskan harus diberi
perlengkapan pengunci atau rem yang efektif dan bila diperlukan dapat bekerja secara otomatis.
Pasal 20 (1) : Setiap mesin harus memiliki alat penghenti yang memenuhi syarat.
Pasal 20 (2) : Penandaan tombol penggerak dan penghenti ditempat kerja harus seragam.
Pasal 21 : Kerusakan atau ketidaksempurnaan pesawat tenaga dan produksi atau alat pengamannya harus segera
dilaporkan kepada atasan yang berwenang dan segera tenaga penggeraknya dimatikan.
Pasal 22 (1) : Pemasangan mesin-mesin dalam suatu tempat kerja harus dipasang diatas pondasi dan kuat konstruksinya.
Pasal 22 (2) : Lantai disekitar mesin-mesin harus kering, bersih dan tidak licin.
Pasal 23 (1) : semua sekrup penyetel pada bagian yang bergerak dimanapun berada harus dibuat rata, terbenam atau
diberi alat perlindungan.
Pasal 23 (2) : Semua kunci , grendel, nipel gemuk pada bagian yang berputar harus dibuat rata atau diberi alat
perlindungan.
Pasal 24 (1) : Roda gigi yang terbuka dari pesawat atau mesin yang bergerak harus diberi alat perlindungan dengan salah
satu cara sebagai berikut ; Untuk putaran cepat dengan menutup keseluruhan dan Untuk putaran lambat pada titik
pertemuan roda gigi.
Pasal 25 : Sakelar listrik harus mempunyai bentuk dan ditempatkan dalam posisi sedemikian rupa sehingga dapat
menghubungkan atau memutuskan arus secara tidak disengaja.
Pasal 26 : Semua alat pengaman dan alat perlindungan harus tetap berada ditempatnya bila mesin hidup.
Pasal 27 ayat 1 : Titik operasi dari mesin harus diberi alat perlindungan yang efektif.
Pasal 27 (4) : Alat untuk menjalankan dan menghentikan harus dipasang pada setiap mesin yang memotong, menarik,
menggiling, mengepres, melubangi, menggunting, menempa dan memeras pada tempat yang mudah dicapai oleh
operator.
Pasal 28 : Setiap pesawat tenaga dan produksi harus diberi pelat nama yang memuat data-data pesawat tenaga dan
produksi.
Pasal 29 : Operator pesawat tenaga dan produksi harus memenuhi syarat-syarat K3.
Pasal 30 : Operator dilarang meninggalkan tempat kerjanya pada waktu pesawat tenaga dan produksi sedang beroperasi.
Pasal 31 : Tempat-tempat kerja yang mengandung uap, gas, asap yang mengganggu atau berbahaya harus dilengkapi
dengan alat penghisap yang konstruksinya memenuhi syarat.
Pasal 35 : Semua alat perlindungan harus direncanakan, dibuat, dipasang dan digunakan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Pasal 46 : Kecuali untuk instalasi khusus, tinggi minimum untuk pagar perlindungan harus 1,8 dari permukaan lantai kerja.
Pasal 59 : Transmisi roda gigi dan rantai harus tertutup sama sekali, kecuali telah diamankan oleh lokasinya.
Pasal 65 : Mesin asah, poles dan pelicin harus dilengkapi dengan tutup atau kap perlindungan atau penghisap kecuali
cairan pada permukaan pengasahan, pemolesan atau pelicinan.
Pasal 135 (1) : Setiap pesawat tenaga dan produksi sebelum dipakai harus diperiksa dan diuji terlebih dahulu dengan
standar uji yang telah ditentukan.
Pasal 135 (2) : Pengujian pesawat tenaga dan produksi dilaksanakan selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sekali.
Pasal 135 (4) : Pemeriksaan dan pengujian dilakukan oleh pegawai pengawas dan atau ahli K3 kecuali ditentukan lain.
Pasal 136 : Pengurus atau pemilik pesawat tenaga dan produksi harus membantu pelaksanaan pemeriksaan dan
pengujian yang dilakukan oleh pegawai pengawas termasuk penyediaan alat-alat bantu.
Pasal 139 (1) : Setiap pembuatan, peredaran, pemasangan, pemakaian, perubahan dan atau perbaikan teknis pesawat
tenaga dan produksi harus mendapat pengesahan dari Direktur atau pejabat yang ditunjuknya.
Pasal 14 (1): Pembuatan dan pemasangan pesawat tenaga dan produksi harus dilaksanakan oleh pembuat dan pemasang
yang telah mendapat pengesahan oleh Direktur atau pejabat yang ditunjuknya.
Pasal 3 (1) : Juru las dianggap terampil apabila telah menempuh ujian las dengan hasil memuaskan dan mempunyai
sertifikat juru las.
Pasal 3 (2) : juru las dianggap tidak terampil apabila selama 6 bulan berturut-turut tidak melakukan perkejaan las sesuai
dengan yang tercantum dalam sertifikat juru las.
Pasal 5 ayat 2 : Pada pekerjaan las yang beraneka ragam tiap jenis pekerjaan las dilakukan oleh juru las yang sesuai
dengan jenis pekerjaan las yang tercantum pada sertifikat juru las.
Pasal 31 : Setiap 3 bulan sekali pengurus atau juru las harus memperlihatkan buku kerja juru las kepada pegawai
pengawas setempat untuk dicatat dan diketahui.
Pasal 7 ayat 1 : Di tempat kerja yang dianggap perlu harus diadakan tempat mandi, tempat cuci muka dan tangan, tempat
ludah dan tempat pakaian menurut kepentingan masing-masing.
Pasal 3 : Halaman harus bersih, teratur, rata dan tidak becek, jalan di halaman tidak berdebu, saluran air yang melintasi
halaman harus tertutup, sampah harus terkumpul rapih pada tempat sampah yang tertutup dan tidak boleh menjadi sarang
lalat atau binatang
Pasal 4 : Gedung, lantai, atap dan tangga harus kuat buatannya, aman, tidak boleh ada bagian yang mungkin roboh, dan
tidak boleh licin, dinding harus dikapuri paling sedikit dalam 5 tahun atau dinding yang dicat harus dicuci paling sedikit 1 kali
setahun.
Pasal 5 : Setiap tempat kerja harus dibuat dan diatur sehingga tiap orang yang bekerja dalam ruangan mendapat ruang
udara sedikit-dikitnya 10 meter sebaiknya 15 meter, dan Luas tempat kerja harus sedemikian rupa sehingga tiap pekerja
dapat tempat yang cukup
Pasal 6 : Kakus harus disediakan dan terpisah untuk laki-laki dan perempuan, tidak boleh berhubungan langsung dengan
tempat kerja dan letaknya harus dinyatakan dengan jelas, harus selalu dibersihkan oleh pegawai-pegawai tertentu dan
jumlahnya disesuaikan
Pasal 8 ayat 2 : Dapur dan kamar makan tidak boleh berhubungan langsung dengan tempat kerja.
Pasal 8 ayat 5 : Air yang dipergunakan untuk makan dan minum harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut ; air tidak
boleh berbau dan harus segar, tidak boleh berwarna (harus bening), tidak boleh berasa, tidak boleh mengandung binatang-
binatang atau bakteri
Pasal 8 ayat 6 : Alat-alat makan atau masak sesudah dipakai harus dibersihkan dengan sabun dan air panas dan
dikeringkan. Alat-alat tersebut harus dibuat dari bahan-bahan yang mudah dibersihkan.
Pasal 13 ayat 1 : Tiap-tiap tempat kerja yang dipergunakan waktu malam hari harus selalu menyediakan alat-alat
penerangan darurat.
Pasal 13 ayat 2 : Alat-alat penerangan darurat itu harus mempunyai sumber tenaga yang bebas dari instalasi umum.
Pasal 13 (3) : Alat-alat penerangan darurat tersebut harus ditempatkan pada tempat-tempat yang tidak mungkin
menimbulkan bahaya.
Pasal 13 (4) : Jalan-jalan keluar seperti pintu, gang-gang dll., harus mempunyai alat penerangan darurat, dan diberi tanda
pengenal dengan cat luminous, bahan-bahan reflectie atau bahan-bahan fluorescence.
Pasal 2: Kualitas air harus memenuhi kualitas kesehatan yang meliputi persyaratan mikrobiologi, fisika, kimia dan radioaktif.
Pasal 9: Air yang digunakan untuk kepentingan umum wajib di uji kualitas airnya
Pasal 3 : Air minum aman bagi kesehatan apabila memenuhi persyaratan fisika, mikrobiologis, kimiawi dan radioaktif yang
dimuat dalam parameter wajib dan parameter tambahan
Pasal 4 : Kegiatan pengawasan kualitas air minum melalui inspeksi sanitasi, pengambilan sampel air, pengujian kualitas
air, analisis hasil pemeriksaan laboratorium, rekomendasi dan tindak lanjut.
BAB II Persyaratan Teknis Higinene dan sanitasi
B. Fasilitas Sanitasi
2. Air bersih
b. Kualitas air bersih harus memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan yang berlaku
Pasal 5 : Pengelolaan makanan oleh jasaboga harus memenuhi higiene sanitasi dan dilakukan sesuai cara pengolahan
makanan yang baik
Pasal 6 : Setiap tenaga penjamah makanan yang bekerja pada jasaboga harus memiliki sertifikat kursus higiene sanitasi
makanan, berbadan sehat, dan tidak menderita penyakit menular
Pasal 16 : Setiap pemilik atau penanggung jawab jasaboga yang menerima laporan atau mengetahui adanya kejadian
keracunan makanan atau kematian yang diduga berasal dari makanan yang diproduksinya wajib melaporkan kepada
puskesmas, dinas kesehatan kabupaten/kota atau KKP
Pasal 4 :
a) Klinik menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bersifat promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif.
b) Pelayanan kesehatan
dilaksanakan dalam bentuk rawat jalan, one day care, rawat inap
dan/atau home care.
Pasal 6 :
Klinik harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan dan ruangan,
prasarana, peralatan, dan ketenagaan.
Pasal 8 (2):
Bangunan klinik harus memenuhi persyaratan lingkungan sehat
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 18 (1)
Setiap tenaga medis yang berpraktik di klinik harus mempunyai Surat
Tanda Registrasi dan Surat Izin Praktik (SIP) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 19:
Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di klinik harus bekerja sesuai dengan
standar profesi, standar prosedur operasional, standar pelayanan, etika
profesi, menghormati hak pasien, mengutamakan kepentingan dan
keselamatan pasien
Pasal 21 (1):
1) Untuk mendirikan dan menyelenggarakan klinik harus mendapat izin dari pemerintah kota setelah mendapatkan
rekomendasi dari dinas kesehatan kota setempat.
Pasal 25 :
a) Memberikan pelayanan yang aman, bermutu dengan mengutamakan
kepentingan terbaik pasien sesuai dengan standar profesi, standar
pelayanan dan standar prosedur operasional;
Pasal 1 :
Setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga Para Medis diwajibkan untuk mengirimkan setiap
tenaga tersebut untuk mendapatkan latihan dalam bidang Hygiene Perusahaan, Kesehatan dan
Keselamatan Kerja
Lampiran
Pasal 2
Setiap pemberi kerja wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta dalam program JKK, JKM, dan JHT
kepada BPJS Ketenagakerjaan
Merujuk pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 12 Tahun 2015 tentang K3 Listrik di Tempat Kerja
Pasal 9
Pengusaha dan Pengurus wajib membuat rencana tanggap darurat secara tertulis
Pasal 21
Pengusaha dan atau pengurus wajib menyediakan APD secara cuma-Cuma dan memastikan Tenaga Kerja menggunakan
APD yang sesuai dalam melakukan pekerjaan ketinggian
Pasal 11
Kegiatan promotif dan kegiatan preventive dalam mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan atau penyakit akibat kerja
merupakan tanggung jawab pemberi kerja sesuai peraturan perundang-undangan
Pasal 6:
Penyelenggaraan pelayanan penyakit akibat kerja dilaksanakan pada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat
pertama atau fasilitas pelayanan kesehatan rujukan tingkat
lanjutan.
Pasal 7:
Penyelenggaraan pelayanan penyakit akibat kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
harus didukung dengan:
a.sumber daya manusia; dan
b.sarana dan prasarana.
Pasal 10 : Pengurus dan/atau Pengusaha yang mempunyai bejana penyimpanan gas atau bejana transport harus
mempunyai daftar atau register yang memuat:
a. nomor seri pabrik pembuat;
b. riwayat nomor urut, nama pembuat, nama penjual, dan nama pemilik bejana penyimpanan gas;
c. nama gas yang diisikan;
d. volume air dalam liter; dan
e. tanggal, tekanan, dan hasil pengujian hidrostatis.
Pasal 13 (1) : Bejana penyimpanan gas yang dipergunakan untuk asetilen terlarut dalam aseton harus seluruhnya diisi
dengan bahan yang mengandung porous mass yang merata.
Pasal 14 (1) : Bejana penyimpanan gas, campuran gas, dan/atau bejana transport harus dilengkapi dengan katup penutup.
Pasal 14 (4) : Katup penutup untuk bejana penyimpanan gas asetilen atau amoniak harus seluruhnya dari baja, sedangkan
katup penutup bejana penyimpanan gas gas lainnya harus seluruhnya dari logam yang berbahan dasar tembaga atau
logam lain selain baja yang cukup baik.
Pasal 14 (6) : Katup penutup pada bejana penyimpanan gas yang berisi asetilen terlarut dalam aseton harus aman agar
tidak terjadi kebocoran gas pada setiap kedudukan katup.
Pasal 15 (1) : Katup penutup pada bejana penyimpanan gas, campuran gas, dan/atau bejana transport harus diberi
pelindung katup yang aman dan kuat.
Pasal 15 (4) : Lubang pengeluaran gas dari katup penutup harus dilengkapi dengan mur-mur penutup atau sumbat penutup
berulir.
Pasal 16 (1) : Bejana Tekanan berisi gas atau gas campuran yang dapat menimbulkan tekanan melebihi dari yang
diperbolehkan, harus diberi tingkap pengaman atau alat pengaman sejenis yang dapat bekerja dengan baik.
Pasal 18 (1) : Bejana penyimpanan gas dan bejana transport harus diberi alat anti guling.
Pasal 18 (1) : Alat anti guling sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh terhubung dengan tutup pelindung.
Pasal 19 (1) : Regulator penurun tekanan pada bejana penyimpanan gas untuk zat asam atau oksigen harus dipasang
secara vertikal.
Pasal 19 (2) : Regulator penurun tekanan bejana penyimpanan gas untuk zat air harus dipasang secara vertikal sehingga
pada waktu regulator dibuka tidak terjadi semburan gas.
Pasal 19 (3) : Petunjuk tekanan dari regulator penurun tekanan harus terpasang, mudah dibaca, dan terhindar dari
benturan.
Pasal 19 (4) : Untuk gas yang mudah beroksidasi, pemakaian katup penutup maupun regulator penurun tekanan harus
dibuat aman dan kuat untuk menghindari terjadinya kejutan tekanan dalam regulator penurun tekanan.
Pasal 19 (5) : Semua alat perlengkapan termasuk regulator penurun tekanan dari bejana penyimpanan gas untuk zat asam
atau oksigen dan gas lain yang mudah beroksidasi dilarang menggunakan gemuk dan bahan-bahan pelumas yang
mengandung minyak dan paking yang mudah terbakar.
Pasal 22 (1) : Bejana Tekanan, kompresor yang memadat gas ke dalam bejana dan pesawat pendingin harus dilengkapi
dengan petunjuk tekanan yang dapat ditempatkan pada kompresor atau mesin pendingin selama masih berhubungan
secara langsung.
Pasal 22 (2) : Petunjuk tekanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit harus dapat menunjukan 1,5 (satu
koma lima) kali tekanan desain.
Pasal 22 (3) : Petunjuk tekanan harus dipasang pada tempat yang mudah dilihat.
Pasal 22 (4) : Petunjuk tekanan harus diberi tanda strip merah pada tekanan kerja tertinggi yang diperbolehkan.
Pasal 22 (5) : Petunjuk tekanan harus dilengkapi dengan sebuah keran cabang tiga yang mempunyai flensa dengan garis
tengah 40 mm (empat puluh milimeter) dan tebal 5 mm (lima milimeter).
Pasal 26 : Tangki Timbun yang berisi cairan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dan Pasal 25 harus dilengkapi:
a. plat nama;
b. pipa pengaman;
c. indikator volume atau berat;
d. pengukur temperatur;
e. katup pengisian dan pengeluaran;
f. lubang lalu orang/lubang pemeriksaan;
g. alat penyalur petir dan pembumian; dan
h. perlengkapan lainnya untuk pemeriksaan dan pemeliharaan.
Pasal 43 (1) : Bejana Tekanan yang tidak digunakan dilarang ditempatkan dalam satu ruangan yang terdapat Bejana
Tekanan sedang digunakan.
Pasal 43 (2) : Bejana Tekanan dilarang ditempatkan atau disimpan dekat tangga, gang, di depan lubang angin, alat
pengangkat, atau benda bergerak yang dapat menyentuh atau menimpa.
Pasal 43 (3) : Bejana Tekanan yang berisi bahan yang tidak mudah terbakar disimpan terpisah dari Bejana Tekanan berisi
bahan yang mudah terbakar.
Pasal 43 (4) : Bejana Tekanan dalam keadaan berisi harus dilindungi dari sumber panas dan penyebab karat.
Pasal 45 (1) : Bejana penyimpanan gas dan bejana transport yang berisi gas yang berbeda-beda harus disimpan secara
terpisah.
Pasal 45 (2) : Bejana penyimpanan gas dan bejana transport yang telah berisi ditempatkan di tempat terbuka harus
dilindungi dari panas matahari dan hujan.
Pasal 54 (1) : Pemasangan Bejana Tekanan baik vertikal maupun horisontal harus di atas kerangka penumpu yang kuat.
Pasal 54 (3) : Lantai di sekitar lokasi pemasangan harus rata, bersih, dan tidak licin.
Pasal 55 (1) : Ruangan tempat pemasangan Tangki Timbun di bawah permukaan tanah lebih dari 50 cm (lima puluh
sentimeter) harus:
a. mempunyai dinding dan perlengkapan yang terbuat dari bahan yang tidak mudah terbakar; dan
b. mempunyai lantai dasar yang kuat menahan beban Tangki Timbun pada saat berisi penuh.
Pasal 55 (2) : Dinding dan lantai dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mampu menahan rembesan apabila
terjadi tumpahan atau kebocoran Tangki Timbun.
Pasal 7 (1) : Pesawat Tenaga dan Produksi harus dilengkapi dengan tombol penggerak dan penghenti.
Pasal 7 (2) : Penandaan tombol penggerak dan penghenti untuk mesin di Tempat Kerja harus seragam.
Pasal 8 (1) : Pesawat Tenaga dan Produksi harus dilengkapi Alat Pengaman.
Pasal 8 (2) : Semua bagian yang bergerak dan berbahaya dari Pesawat Tenaga dan Produksi harus dilengkapi Alat
Perlindungan.
Pasal 8 (3) : Alat Pengaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sesuai dengan jenis, tipe/model, dan kapasitas
Pesawat Tenaga dan Produksi.
Pasal 14 : Tempat Kerja yang mengandung uap, gas, asap, yang mengganggu atau berbahaya harus dilengkapi dengan
alat penghisap.
Pasal 15 : Setiap Pesawat Tenaga dan Produksi harus diberi pelat nama yang memuat data Pesawat Tenaga dan
Produksi.
Pasal 16 (1) : Perlengkapan dan instalasi listrik Pesawat Tenaga dan Produksi harus sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan bidang listrik.
Pasal 16 (2) : Pesawat Tenaga dan Produksi harus dilakukan pembumian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 27 (1) : Pada Pesawat Tenaga dan Produksi yang sedang diperbaiki, tenaga penggerak harus dimatikan dan alat
pengontrol harus segera dikunci serta diberi tanda larangan pengoperasian.
Pasal 27 (2) : Kunci dan tanda larangan pengoperasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh dilepas sampai
kegiatan perbaikan selesai dan dinyatakan aman untuk beroperasi.
Pasal 28 (1) : Alat pengendali Pesawat Tenaga dan Produksi dibuat dan dipasang sehingga mudah dicapai dan aman.
Pasal 28 (2) : Tempat operator mesin harus cukup luas, aman, dan mudah dicapai.
Pasal 129 (1) : Setiap kegiatan perencanaan, pembuatan, pemasangan atau perakitan, pengoperasian, pemeliharaan,
perbaikan, perubahan atau modifikasi Pesawat Tenaga dan Produksi harus dilakukan pemeriksaan dan/atau pengujian.
Pasal 133 (1) : Pemeriksaan berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 huruf b dilakukan secara berkala paling
lama 1 (satu) tahun sekali.
Pasal 5 (1) : Untuk memenuhi standar dan persyaratan kesehatan lingkungan kerja industri sesuai dengan Peraturan
Menteri ini, setiap industri harus melakukan pemantauan secara berkala.
Pasal 5 (2) : Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bekerjasama dengan pihak lain yang memiliki
kompetensi di bidang higiene industri, kesehatan kerja dan/atau kesehatan lingkungan.
Pasal 5 (3) : Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara:
a. pengamatan, pengukuran, dan surveilans faktor fisik, kimia, biologi, dan penanganan beban manual, serta indikator
pajanan biologi sesuai potensi bahaya yang ada di lingkungan kerja; dan
b. pemeriksaan, pengamatan, pengukuran, surveilans, dan analisis risiko pada media lingkungan.
Pasal 5 (4) : Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling sedikit 1 (satu) tahun sekali, atau setiap
ada perubahan proses kegiatan industri yang berpotensi meningkatkan kadar bahaya kesehatan lingkungan kerja, dan/atau
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 5 (5) : Hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan evaluasi.
Pasal 2 (1) Pengusaha wajib menyediakan APD bagi pekerja/buruh di tempat kerja
Pasal 6 (1) Pekerjaan/buruh dan orang lain yang memasuki tempat kerja wajib memakai atau menggunakan APD sesuai
potensi bahaya dan resiko
Pasal 6 (2) Pekerja atau buruh berhak menyatakan keberatan untuk melakukan pekerjaan apabila APD yang disediakan
tidak memenuhi ketentuan dan persyaratan
3; Pengusaha atau pengurus dilarang mempekerjakan operator dan/atau petugas pesawat angkat dan angkut yang tidak
memiliki Lisensi K3 dan buku kerja
18; Pengoperasian pesawat angkat dan angkut dapat dibantu oleh petugas pesawat angkat dan angkut yang mempunyai
Lisensi K3 dan buku kerja sesuai jenis dan kualifikasinya.
23; Lisensi K3 dan buku kerja berlaku untuk jangka waktu 5 (lima tahun), dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang
sama.
27; Lisensi K3 dan buku kerja dapat dicabut apabila operator atau petugas pesawat angkat dan angkut yang bersangkutan
terbukti:
a. melakukan tugasnya tidak sesuai dengan jenis dan kualifikasi pesawat angkat dan angkut;
b. melakukan kesalahan, atau kelalaian, atau kecerobohan sehingga menimbulkan keadaan berbahaya atau kecelakaan
kerja; dan
c. tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 sesuai bidangnya.
4; (1) Setiap badan usaha alau perorangan yang mengelola bahan berbahaya harus membuat menyusun dan memiliki
lembaran data pengaman bahan berbahaya sesuai dengan contoh dalam Lampiran III.
5; (1) Setiap bahan berbahaya yang diedarkan harus diberi wadah dan kemasan dengan baik serta aman.
(2) Pada wadah atau kemasan harus dicantumkan penandaan yang meliputi nama sediaan atau nama dagang, nama
bahan aktif, isi / berat / netto, kalimat peringatan dan tanda atau simbol bahaya, petunjuk pertolongan pertama pada
kecelakaan.
(3) Penandaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus mudah dilihat, dibaca, dimengerti tidak mudah lepas
dan luntur baik karena pengaruh sinar maupun cuaca.
Pasal 6
point (3)
menetapkan dan mengidentifikasikan bahaya yang ada dalam area perkantoran
Pasal 7
Poin (1)
Sumberdaya manusia yang memiliki Kompetensi K3 perkantoran
Poin (2)
Didukungan dengan sarana dan prasarana
11; (3) Pemeriksaan dan pengujian instalasi pemanfaatan tenaga listrik konsumen tegangan tinggi dan instalasi
pemanfaatan tenaga listrik tegangan menengah dan/atau tegangan rendah yang dimiliki oleh konsumen tegangan tinggi
dilakukan oleh lembaga inspeksi teknik yang telah terakreditasi dan dilaporkan kepada Direktur Jenderal.
(4) Pemeriksaan dan pengujian instalasi pemanfaatan tenaga listrik konsumen tegangan menengah dan instalasi
pemanfaatan tenaga listrik tegangan rendah yang dimiliki oleh konsumen tegangan menengah dilakukan oleh lembaga
inspeksi teknik yang telah terakreditasi dan dilaporkan kepada Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai dengan
kewenangannya dalam pemberian izin penggunaan bangunan.
(5) Pemeriksaan dan pengujian instalasi pemanfaatan tenaga listrik konsumen tegangan rendah dilakukan oleh lembaga
inspeksi independen yang sifat usahanya nirlaba dan ditetapkan oleh Menteri.
14; (1) Pemeriksaan dan pengujian instalasi pemanfaatan tenaga listrik konsumen tegangan tinggi dan tegangan
menengah dilaksanakan sekurang-kurangnya berdasarkan mata uji (test items) sebagaimana tercantum dalam lampiran V
Peraturan Menteri.
(2) Pemeriksaan dan pengujian instalasi pemanfaatan tenaga listrik konsumen tegangan rendah dilaksanakan berdasarkan
mata uji (test items) sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI Peraturan Menteri ini.
1; (1) Memberlakukan Standar Nasional Indonesia 0225:2011 Mengenai Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2011 (PUIL
2011) dan Standar Nasional Indonesia 0225:2011/Amd1:2013 Mengenai Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2011(PUIL
2011) Amandemen 1 sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini, sebagai standar Wajib.
(2) Pemberlakuan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikecualikan untuk angka 534: Gawai Untuk Proteksi
Terhadap Voltase Lebih serta Lampiran A: Pemasangan GPS pada Sistem TN, Lampiran B: Pemasangan GPS pada
Sistem TT, Lampiran C: Pemasangan GPS pada Sistem IT dan Lampiran D: Pemasangan GPS Diuji Kelas 1, II, dan III
sebagaimana dimaksud pada Bagian 5-53: Pemilihan dan Pemasangan Perlengkapan Listrik-Isolasi, Penyakelaran dan
Kendali.
3; (1) Juru las dianggap trampil apabila telah menempuh ujian las dengan hasil memuaskan dan mempunyai sertifikat juru
las.
(2) Juru las tersebut (1) dianggap tidak trampil apabila selama 6 (enam) bulan terus menerus tidak melakukan pekerjaan
las sesuai dengan yang tercantum dalam sertifikat juru las.
5; (1) Jenis pekerjaan las yang ditetapkan pada sertifikat juru las.
(2) Pada pekerjaan las yang beraneka ragam, tiap jenis pekerjaan las dilakukan oleh juru las sesuai dengan jenis pekerjaan
las yang tercantum pada masing-masing sertifikat juru las.
5; (1) Disetiap tempat kerja harus dilengkapi dengan sarana untuk keperluan keluar masuk dengan aman.
(2) Tempat-tempat kerja, tangga-tangga, lorong-lorong dan gang-gang tempat orang bekerja atau sering dilalui, harus
dilengkapi dengan penerangan yang cukup sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(3) Semua tempat kerja harus mempunyai ventilasi yang cukup sehingga dapat mengurangi bahaya debu, uap dan bahaya
lainnya.
13; (1) Perancah harus diberi lantai papan yang kuat dan rapat sehingga dapat menahan dengan aman tenaga kerja,
peralatan dan bahan yang dipergunakan.
(2) Lantai perancah harus diberi pagar pengaman, apabila tingginya lebih dari 2 meter.
26; (1) Tangga yang dapat dipindah-pindahkan (portable stepledders) dan tangga kuda-kuda yang dapat dipindah-
pindahkan, panjangnya tidak boleh lebih dari 6 meter dan pengembangan antara kaki depan dan kaki belakang harus
diperkuat dengan pengaman.
(2) Tangga bersambung dan tangga mekanik, panjangnya tidak boleh lebih dari 15 meter.
(3) Tangga tetap harus terbuat dari bahan yang tahan terhadap cuaca dan kondisi lainnya, yang panjangnya tidak boleh
lebih dari 9 meter.
43; (1) Mesin harus dihentikan untuk pemeriksaan dan perbaikan pada tenggang waktu yang sesuai dengan petunjuk
pabriknya.
(2) Tindakan pencegahan harus dilakukan untuk menghindarkan terjadinya kecela-kaan karena mesin bergerak secara
tiba-tiba.
58; (1) Traktor dan truck yang digunakan harus dipelihara sedemikian rupa untuk menja-min agar dapat menahan tekanan
dan muatan maksimum yang diijinkan dan dapat dikemudikan serta direm dengan aman dalam situasi bagaimananapun
juga.
(2) Traktor dan truck tersebut ayat (1) pasal ini hanya boleh dijalankan oleh penge-mudi yang terlatih.
86; Tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di atas atap harus dilengkapi dengan alat
pelindung diri yang sesuai untuk menjamin agar mereka tidak jatuh dari atap atau dari
bagian-bagian atap yang rapuh.
91; (1) Rencana pekerjaan pengangkutan harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum peker-jaan pembongkaran dimulai.
(2) Semua instalasi, listrik, gas, air, dan uap harus dimatikan, kecuali apabila diperlu-kan sepanjang tidak membahayakan
99; (1) Alat-alat penyelamat dan pelindung diri yang jenisnya disesuaikan dengan sifat pekerjaan yang dilakukan oleh
masing-masing tenaga kerja harus disediakan dalam jumlah yang cukup.
Penetapan PSBB dengan mempertimbangkan dampak dari pandemic dan kematian yang ditimbulkan semakin meluas.
Penetapan PPKM pada area Jawa Bali terkait dengan peningkatan penyebaran Wabah Covid-19
Pada poin EMPAT dan poin LIMA:
untuk PPKM pada daerah dengan level 4 dan 3 diharapkan untuk memenuhi beberapa kriteria administrasi terkait
pelaksanaan kegiatan produksi/kerja.
TENTANG. TATA CARA PENYELENGGARAAN PROGRAM. JAMINAN KECELAKAAN KERJA, JAMINAN KEMATIAN,.
DAN JAMINAN HARI TUA.
Lampiran IV : Cara pemasangan Bendera K3 ; sebelah kiri bendera nasional dan tidak boleh lebih tinggi dari bendera
nasional
Pasal 4 : Penyakit akibat kerja yang ditemukan dilaporkan oleh pengurus tempat kerja yang bersangkutan bekerja
selambatlambatnya 2 x 24 jam kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja melalui Kantor Departemen
Tenaga Kerja setempat;
Pasal 6 : Menempatkan Lembar Data Keselamatan Bahan dan Label di tempat yang mudah diketahui oleh tenaga kerja
dan pegawai pengawas.
Pasal 2 (1) : Pengurus atau pengusaha wajib mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran, latihan
penanggulangan kebakaran di tempat kerja.
Pasal 2 (2) : Kewajiban mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran di tempat kerja meliputi : Pengendalian
setiap bentuk energi, penyediaan sarana deteksi, alarm, pemadam kebakaran dan sarana evakuasi, pengendalian
penyebaran asap, panas dan gas, pembentukan unit pengulangan di tempat kerja, Peyelenggaraan latihan dan gladi
penangulangan kebakaran secara berkala, memiliki buku rencana penangulanagan darurat kebakaran, bagi tempat kerja
yang mempekerjakan lebih dari 50 (lima puluh) orang tenaga kerja & atau tempat kerja yang berpotensi bahaya kebakaran
sedang & berat.
Pasal 3 : Pembentukan unit penanggulangan kebakaran dengan memperhatikan jumlah tenaga kerja dan atau klasifikasi
tingkat potensi bahaya kebakaran.
Pasal 5 : Unit penanggulangan kebakaran terdiri dari : Petugas peran kebakaran, Regu penanggulangan kebakaran,
Koordinator unit penanggulangan kebakaran, Ahli K3 spesialis penanggulangan kebakaran sebagai penanggung jawab
teknis.
Pasal 6 (1) : Petugas peran kebakaran sekurang kurangnya 2 orang untuk setiap jumlah tenaga kerja 25 orang.
Pasal 6 (2) : Regu penanggulangan kebakaran dan ahli K3 spesialis penanggulangan kebakaran untuk tempat kerja tingkat
resiko bahaya kebakaran ringan dan sedang I yang mempekerjakan tenaga kerja 300 orang atau lebih atau setiap tempat
kerja tingkat resiko
Pasal 6 (3) : koordinator unit penanggulangan kebakaran ditetapkan sebagai berikut : untuk tempat kerja tingkat resiko
bahaya kebakaran ringan dan sedang I sekurang-kurangnya 1 orang untuk setiap jumlah tenaga kerja 100 orang, Untuk
tempat kerja tingka
Pasal 7 (2) : Untuk dapat ditunjuk menjadi petugas peran kebakaran harus memenuhi syarat ; sehat jasmani dan rohani,
pendidikan min SLTP, telah mengikuti kursus teknis penanggulangan kebakaran tingkat dasar I.
Pasal 8 (2) : Untuk dapat ditunjuk menjadi anggota regu penanggulangan kebakaran harus memenuhi syarat ; Sehat
jasmani dan rohani, usia min 25 tahun dan maks 45 tahun, pendidikan min SLTA, telah mengikuti kursus teknis
penanggulangan kebakaran tingkat
Pasal 9 (2) : Untuk dapat ditunjuk sebagai koordinator unit penanggulangan kebakaran harus memenuhi syarat ; Sehat
jasmani dan rohani, pendidikan min SLTA, bekerja di perusahaan yang bersangkutan dengan masa kerja minimal 5 tahun,
telah mengikuti kursus
Pasal 10 (2) : Syarat-syarat Ahli K3 spesialis penanggulangan kebakaran adalah : Sehat jasmani dan rohani, Pendidikan
minimal D3 teknik, Bekerja pada perusahaaan yang bersangkutan dengan masa kerja minimal 5 tahun, telah mengikuti
kursus teknis penanggulangan kebakaran.
Pasal 2 (1)
Perencanaan, pemasangan, penggunaan, pemeriksaan dan pengujian instalasi listrik di tempat kerja harus sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) No. SNI 04-0225-2000 mengenai
persyaratan umum instalasi listrik 2000 (PUIL 200) di tempat kerja
Pasal 2 (2) Pengurus bertanggung jawab terhadap diataatinya dan wajib melaksanakan ketentuan Standar Nasional
Indonesia (SNI) No. 04-0225-2000 mengenai persyaratan umum instalasi listrik 2000 (PUIL 2000) di tempat kerja
Pasal 3 Pengawasan terhadap pelaksanaan Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 04-0225-2000 mengenai persyaratan
umum instalasi listrik 2000 (PUIL 2000) di tempat kerja dilakukan oleh Pegawai Pengawas atau Ahli Keselamatan Kerja
spesialis bidang listrik
I. UMUM
Pimpinan satuan kerja/unit industri bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan penyehatan lingkungan kerja
perkantoran.
Sirkulasi udara : 0.283 M3/menit/orang dengan laju ventilasi 0.15 - 0.25 m/dt. Untuk ruangan kerja yang menggunakan
pendingin harus memiliki lubang ventilasi minimal 15% dari luas lantai dengan menerapkan sistem ventilasi silang.
V. Pencahayaan
Intensitas cahaya di ruang kerja minimal 100 lux.
VII. Getaran
Tingkat getaran maksimal untuk kenyaman dan kesehatan karyawan harus memenuhi sebagai berikut : Untuk frekuensi 4
tingkat getaran maksimal < 100 10-6 M, frekuensi 5 tingkat getaran maksimal < 80 10-6 M, frekuensi 6,3 tingkat getaran
maksimal < 70 10-6 M,
XI. Toilet
Toilet karyawan terpisah(pria/wanita) , setiap kantor harus memiliki toilet dengan jumlah wastafel, jamban dan peturasan
minimal sebagai berikut : Untuk jumlah karyawan pria = 51 s/d 100 orang, jumlah minimal kamar mandi = 3
XII. Instalasi
Instalasi listrik, pemadam kebakaran, air bersih, air kotor, air limbah, air hujan harus dapat menjamin keamanan sesuai
dengan ketentuan teknis yang berlaku, dan Bangunan kantor yang lebih tinggi dari 10 meter atau lebih tinggi dari bangunan
lain disekitarnya harus dilengkapi penangkal petir
I. UMUM
Pimpinan satuan kerja/unit industri bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan penyehatan lingkungan kerja industri.
Penyelenggaraan kesehatan lingkungan kerja industri Harus melaksanakan tahap-tahap kegiatan, antara lain ; menyusun
rencana/program kerja tahunan penyehatan lingkungan kerja industri yang merupakan bagian dari rencana/program kerja
industri secara keseluruhan
Air bersih untuk keperluan industri dapat diperoleh dari Perusahaan Air Minum, Sumber air tanah atau sumber lain yang
telah diolah sehingga memenuhi persyaratan kesehatan.
Sirkulasi udara : 0.283 M3/menit/orang dengan laju ventilasi 0.15 - 0.25 m/dt
IV. Pencahayaan
Jenis pekerjaan kasar & terus menerus (Pekerjaan dengan mesin dan perakitan kasar) 200 lux, Pekerjaan rutin (ruang
administrasi, 300 lux, Pekerjaan agak Halus (Pembuatan gambar atau bekerja dengan mesin kantor, pekerjaan
pemeriksaan atau pekerjaan denga mesin) 500 lux, Pekerjaan Halus (Pemilihan warna, pemrosesan tekstil, 1000 lux,
Pekerjaan amat halus (mengukir dengan tangan, pemeriksaan pekerjaan mesin 1500 lux tidak menimbulkan bayangan,
Pekerjaan terinci (pemeriksaan pekerjaan, perakitan sangat halus) tingkat pencahayaan minimal 3000 lux tidak
menimbulkan bayangan
VI. Kebisingan
Tingkat pajanan kebisingan maksimal selama 1 hari pada ruang proses adalah sebagai berikut ; Tingkat kebisingan = 85
dBA pemaparan selama 8 jam, Tingkat kebisingan = 88 dBA pemaparan selama 4 jam, Tingkat kebisingan = 91 dBA
pemaparan selama 4 jam
VII. Getaran
Tingkat getaran maksimal untuk kenyaman dan kesehatan karyawan pada masing-masing ruangan lingkungan industri
sebagai berikut : Untuk frekuensi 4 tingkat getaran maksimal < 100 (10 -6 M), frekuensi 5 tingkat getaran maksimal < 80 (10-
6 M), frekuensi 6,3 ti
XI. Toilet
Toilet karyawan wanita terpisah dengan toilet untuk karyawan pria, setiap industri harus memiliki toilet dengan jumlah
wastafel, jamban dan peturasan minimal sebagai berikut : Untuk jumlah karyawan pria = 51 s/d 100 orang, jumlah minimal
kamar mandi = 3 ,
XII. Instalasi
Instalasi listrik, pemadam kebakaran, air bersih, air kotor, air limbah, air hujan harus dapat menjamin keamanan sesuai
dengan ketentuan teknis yang berlaku, dan Bangunan kantor yang lebih tinggi dari 10 meter atau lebih tinggi dari bangunan
lain disekita
Pedoman ini digunakan untuk menetapkan diagnosis dan penilaian cacat karena kecelakaan dan penyakit akibat kerja
guna memperhitungkan kompensasi yang menjadi hak tenaga kerja
Pasal 5 : Pengusaha atau pengurus dilarang melakukan tes HIV untuk digunakan sebagai prasyarat suatu proses
rekrutmen atau kelanjutan status pekerja/buruh atau kewajiban pemeriksaan kesehatan rutin.
1; Pedoman penyelesaian kasus kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja sebagaimana tercantum dalam Lampiran
Keputusan Menteri ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam Keputusan Menteri.
2; Pedoman sebagaimana dimaksud dalam Diktum kesatu digunakan sebagai acuan bagi pengawas ketenagakerjaan pada
instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan PT. Jamsostek (Persero) dan Dokter Penasehat dalam
menyelesaikan kecelakaan kerja penyakit akibat kerja.
AINNYA
Pasal 15, 18, 19 : Persyaratan bangunan
Pasal 23 : Jarak antar bangunan dan jarak antar as jalan dengan pagar halaman ditetapkan untuk setiap lokasi sesuai
dengan peruntukannya
Pasal 34 Kemampuan gedung terhadap bahaya kebakaran meliputi sistem proteksi aktif dan pasif
Pasal 34 : sistem pencahayaan keluar dalam keadaan darurat dan sistem peringatan bahaya
Pasal 35 : Syarat kemampuan bangunan gedung terhadap bahaya petir & Bahaya kelistrikan meliputi persyaratan proteksi
petir dan persyaratan sistem kelistrikan
Pasal 7 (1)
Persyaratan teknis sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan meliputi :
a. Akses dan pasokan air untuk pemadam kebakaran;
b. Sarana penyelamatan;
c. Sistem proteksi kebakaran pasif;
d. Sistem proteksi kebakaran aktif;
e. Utilitas bangunan gedung;
f. Pencegahan kebakaran pada bangunan gedung;
g. Pengelolaan sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung; dan
h. Pengawasan dan pengendalian
Pasal 7 (2)
Sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) wajib
disediakan oleh setiap pemilik gedung
Pasal 16 (1)
Setiap pemilik dan/atau bangunan industri wajib menyediakan alat pemadam kebakaran yang dapat dijinjing (portable)
yang ditempatkan dalam jarak paling jauh setiap 10 (sepuluh) meter
Pasal 16 (2)
Pada setiap lantai bangunan dengan luas permukaan sampai dengan 100 (seratus) meter persegi harus disediakan 1
(satu) buah alat pemadam kebakaran ukuran portable paling kurang alat pemadam api ringan dengan ukuran kurang dari 3
(tiga) kg
Pasal 16 (3)
Pada setiap lantai bangunan dengan luas permukaan sampai dengan 500 (lima ratus) meter persegi harus disediakan 1
(satu) titik hidran menurut jenis dan standar yang berlaku, yang menggunakan air sebagai bahan pemadam pokok, dan
apabila lebih dari 500 (lima ratus) meter persegi, harus disediakan 2 (dua) titik hidran
Pasal 16 (5)
Luas ruangan bangunan industri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) yang luasnya lebih dari 500 (lima ratus)
meter persegi, maka jumlah alat pemadam kebakaran yang harus disediakan sesuai dengan perbandingan antara luas
permukaan lantai dengan ruangan
Pasal 17 (1)
Alat pesawat, bahan cairan dan bahan lainnya dapat menimbulkan bahaya kebakaran harus disimpan dengan rapi dan
aman sesuai dengan standar yang ditetapkan
Pasal 20
Setiap bangunan industri harus dilindungi oleh peralatan dan atau perlengkapan pencegahan dan penanggulangan bahaya
kebakaran sesuai dengan kebutuhan
Pasal 23 (1)
Setiap bangunan bagian instalasi alarm kebakaran otomatis, pemercik otomatis atau instalasi proteksi kabakaran otomatis
atau instalasi proteksi kebakaran otomatis lainnya harus dipasang sesuai dengan ketentuan
Pasal 26 (1)
Setiap bangunan pabrik wajib dilengkapi dengan alat pemadam api ringan yang jumlahnya disesuaikan dengan klasifikasi
ancaman bahaya kebakaran, untuk ancaman bahaya kebakaran ruangan dengan APAR ukuran paling kurang 3 (tiga) kg
dan ditempatkan dengan jarak jangkauan paling jauh 20 (dua puluh) meter
Pasal 26 (2)
Setiap bangunan pabrik sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) apabila mempunyai luas lantai 2.000 (dua ribu) meter
persegi, harus dipasang paling kurang 2 (dua) titik hidran, setiap penambahan luas lantai paling luas 1.000 (seribu) meter
persegi harus ditambah 1 (satu) titik hidran
Pasal 28 (1)
Setiap ruangan dalam suatu bangunan pabrik yang menggunakan ventilasi atau alat tembus atau alat hisap untuk
menghilangkan debu, kotoran dan asap (uap) maupun penyegar udara pemasangannya harus sesuai dengan ketentuan
Pasal 40 (1)
Setiap orang, badan, dan instansi pemerintah wajib melaksanakan manajemen penanggulangan kebakaran dalam
penyelenggaraan pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung
Pasal 40 (3)
Program penanggulangan kebakaran ditetapkan dan diimplementasikan melalui manajemen penanggulangan kebakaran,
yang meliputi :
a. audit kesiapan sarana dan prasarana proteksi kebakaran;
b. penyusunan dan penetapan organisasi;
c. penyiapan SDM;
d. penyiapan standar operasional prosedur; dan
e. penyusunan jadwal dan pelaksanaan kegiatan pelatihan kebakaran termasuk evakuasi
Pasal 6 (1)
Ketentuan pelaksanaan Pasal 5 ayat (2) bagi pengelola limbah yang telah membuat kontrak kerjasama dengan pihak
penghasil limbah diwajibkan untuk memiliki izin.
Pasal 15:
1. setiap kendaraan bermotor roda 4 atau lebih harus dilengkapi dengan alat pemadam api ringan min. 1 kg atau sederajat
2. Alat pemadam tersebut haruslan disimpan pada tempat yang mudah dilihat dan digunakan
Pasal 14
Pendaftaran peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b dilakukan terhadap:
a. Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya termasuk warga negara asing yang bekerja di Indonesia paling
singkat 6 (enam) bulan dan anggota keluarganya;
b. Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya termasuk warga negara asing yang bekerja di Indonesia paling
singkat 6 (enam) bulan dan anggota keluarganya;
c. Bukan Pekerja dan anggota keluarganya.
Pasal 15 (1)
Pendaftaran peserta Jaminan Kesehatan bagi Pekerja Penerima Upah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a
dilakukan oleh Pemberi Kerja.
1.Semua perusahaan yang mempekerjakan buruh antara 50 sampai 200 orang, supaya menyediakan ruang/tempat makan
di perusahaan yang bersangkutan.
2.Semua perusahaan yang mempekerjakan buruh lebih dari 200 orang, supaya menyediakan kantin di perusahaan yang
bersangkutan.
bagi pengusaha yang membatasi kegiatan usaha akibat kebijakan pemerintah di daerah masing2 dalam rangka
pencegahan & penanggulangan COVID-19, sehingga menyebabkan sebagian atau seluruh pekerja/buruhnya tidak masuk
kerja dengan mempertimbangkan kelangsungan usaha maka perubahan besaran maupun cara pembayaran upah
dilakukan sesuai dengan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh
2. Menyediakan sarana pencuci tangan dengan sabun dan berbasis alkohol di tempat-tempat strategis di lingkungan kerja
sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan yang sering di akses pekerja
Penetapan PSBB dengan mempertimbangkan dampak dari pandemic dan kematian yang ditimbulkan semakin meluas.
1; Setiap teknisi yang diserahi tugas dan tanggung jawab dalam pekerjaan, pemasangan, pengoperasian, pemeliharaan,
pemeriksaan, pengujian, dan perbaikan instalasi listrik harus memenuhi syarat kompetensi keselamatan dan kesehatan
kerja listrik yang di buktikan dengan sertifikat dan lisensi keselamatan dan kesehatan kerja listrik
2; Pengurus dan/atau pengusaha harus meningkatkan pelaksanaan K3 bidang penanggulangan kebakaran di tempat kerja
yang dipimpinnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan standar yang berlaku meliputi:
a. Pengendalian sumber energy yang dapat menimbulkan potensi bahaya kebakaran dan/atau peledakan;
b. Penyediaan instalasi, sarana dan prasarana serta peralatan proteksi kebakaran yang dapar menjamin upaya
pencegahan, pengurangan dan pemadaman kebakaran;
c. Pemeriksaan dan pengujian secara rutin terhadap instalasi, sarana dan prasarana serta peralatan proteksi kebakaran;
d. Penyediaan sarana dan prasarana evakuasi dan rescue/penyelamatan yang menjamin pekerja dan orang lain yang
berada di tempat kerja dapat menyelamatkan diri dari kondisi darurat kebakaran;
e. Pemeriksaan dan pengujian secara rutin terhadap sarana dan prasarana evakuasi dan rescue/penyelamatan;
f. Pembentukan unit penanggulangan kebakaran yang meliputi petugas peran kebakaran, regu penanggulangan
kebakaran, coordinator penanggulangan kebakaran dan Ahli K3 bidang penanggulangan kebakaran;
g. Pelatihan dan glasi penanggulangan kebakaran secara berkala yang dapat melibatkan masyarakat sekitar.
Technical requirement
5. Car Traffic, Parking lot, open storage
poin C
All vehicle an dcontainer trucks entering/leaving the area shall observe Estate management's regulations. Fro the
maintenance physical facilities and traffic safety purposes, security Guards shall check the content & weight of the vehicle.
ENUHAN
K3
STATUS
KONDISI AKTUAL SAAT INI TINDAKAN PERBAIKAN PIC DUE DATE
PEMENUHAN
SUB TOTAL 12
Sudah sesuai dengan syarat- memenuhi
syarat keselamatan kerja
memenuhi
SUB TOTAL 7
Tiap pekerja memiliki BPJS memenuhi
SUB TOTAL 2
Semua pekerja mendapat memenuhi
perlindungan atas
keselamatan dan kesehatan
kerja.
SUB TOTAL 2
Seluruh karyawan ikut BPJS. memenuhi
SUBTOTAL 3
Seluruh karyawan ikut BPJS. memenuhi
Perusahaan mendaftarkan memenuhi
SUB TOTAL 6
SUB TOTAL 2
Sudah terpenuhi memenuhi
SUB TOTAL 7
Perusahaan melaporkan memenuhi
bilamana ada kecelakaan
akibat kerja atau penyakit
akibat kerja yang menimpa
karyawan ke BPJS dan
Disnaker
Perusahaan melaporkan memenuhi
bilamana ada kecelakaan
akibat kerja atau penyakit
akibat kerja yang menimpa
karyawan ke BPJS dan
Disnaker maks 2 x 24 jam
Sudah memiliki ijin angkutan memenuhi
barang sesuai dengan
ketentuan
Sudah melakukan mekanisme memenuhi
WFH pada periode April - Juni
melakukan bergiliran masuk
Pada periode Jul-Sep
meliburkan setiap hari RABU
pada periode Sept - Mar 2021
SUB TOTAL 5
SUB TOTAL 1
Memiliki P2K3L memenuhi
SUB TOTAL 5
sudah memiliki Ahli K3 memenuhi
SUB TOTAL 2
Struktur P2K3L sudah memenuhi
mendapat persetujuan dan
telah didaftarkan kepada dinas
tenaga kerja dan
telah mengikuti pelatihan untuk
Ahli K3
SUBTOTAL 2
Melakukan medical check up memenuhi
pada calon karyawan
SUBTOTAL 7
Tidak ditemukan PAK pada memenuhi
saat pemeriksaan kesehatan
berkala.
SUBTOTAL 3
Perusahaan memberikan memenuhi
pelayanan kesehatan kerja.
SUBTOTAL 1
Tercantum di ketentuan BPJS memenuhi
SUBTOTAL 2
Perusahaan sudah melakukan memenuhi
kepada pihak terkait
SUBTOTAL 2
Sudah masuk dalam memenuhi
persyaratan recruitment
SUB TOTAL 3
Penempatan APAR mudah memenuhi
dilihat, diberikan simbol, sesuai
standard
SUBTOTAL 12
detector sudah terpasang memenuhi
pada bangunan
tersedia akses jalan dan memenuhi
terlindungi
SUBTOTAL 24
Instalasi proteksi kebakaran memenuhi
sudah disertifikasi
SUB TOTAL 1
Telah memiliki P3K di area memenuhi
kerja
SUB TOTAL 5
Pekerja diberikan APD sesuai memenuhi
dengan potensi bahaya
ditempat kerja
SUB TOTAL 18
Pemasangan dilakukan oleh memenuhi
kontraktor, dan sesuai dengan
pasal yang disampaikan
SUB TOTAL 3
Tertera kejelasan beban memenuhi
maksimum pesawat angkat
angkut
Tertera kejelasan beban memenuhi
maksimum pesawat angkat
angkut
Penurunan muatan dilakukan memenuhi
secara perlahan-lahan
SUB TOTAL 48
Pelarangan operator yang memenuhi
tidak memiliki SIO
mengoperasikan pesawat
angkat dan angkut.
sudah sesuai dengan pasal memenuhi
yang disampikan
SUB TOTAL 2
sudah sesuai ketentuan memenuhi
SUB TOTAL 50
setiap operator brazzing memenuhi
memiliki sertifikat juru las
SUBTOTAL 4
sesuai dengan yang memenuhi
disampaikan pada pasal
tersebut
SUBTOTAL 17
Sudah memiliki sertifikat dari memenuhi
menteri tenaga kerja dan
transmigrasi
SUBTOTAL 1
Mengikuti ketentuan terlampir memenuhi
SUBTOTAL 1
Perusahaan mendaftarkan memenuhi
SUBTOTAL 1
Mengikuti ketentuan terlampir memenuhi
SUBTOTAL 1
Komite SHE membuat memenuhi
prosedur tanggap darurat
SUBTOTAL 2
Perusahaan menjalankan memenuhi
sistem manajemen K3
SUBTOTAL 1
Disediakan Klinik dengan memenuhi
perawat bersertifikasi
Hyperkes sbg pelayanan
kesehatan Tk. Pertama
memenuhi
SUBTOTAL 2
sudah sesuai ketentuan memenuhi
SUBTOTAL 34
sudah tersedia memenuhi
SUBTOTAL 14
sudah sesuai ketentuan memenuhi
SUBTOTAL 1
Sudah ada MSDS terkait memenuhi
kepemilikan dan pengadaan
B3 di lingkungan PT Sanden
Indonesia
Sudah sesuai dengan memenuhi
ketentuan
SUBTOTAL 2
SUBTOTAL 2
NA memenuhi
memenuhi
SUBTOTAL 5
Sudah terpenuhi sesuai memenuhi
dengan ketentuan
SUBTOTAL 2
Seluruh operator brazing Belum memenuhi
sudah mendapatkan pelatihan
2 dari 15 orang operator sudah
memiliki sertifikasi, sisanya
akan diberikan secara membuat rencana
bertahap sertifikasi bagi operator
yang belum memiliki
Belum memenuhi sertifikat brazing
SUBTOTAL 0
sudah sesuai ketentuan yg Memenuhi
berlaku
marka2 jalan, papan petunjuk,
penerangan dan ventilasi yang
baik sudah tercukupi
SUBTOTAL 8
melakukan WFH dan bergiliran Memenuhi
kerja dengan membatasi
jumlah orang yang bekerja di
kantor pada masa PSBB di
wilayah Kab Bekasi
SUB TOTAL 1
Point EMPAT:
1. Melaksanakan 100% memenuhi
kapasitas produksi dan 25%
2. Memiliki IOMKI untuk memenuhi
administrasi perkantoran
industri critical essential
3. bagi karyawan yang memenuhi
memiliki mobilitas melalui
perjalanan, memiliki kartu
vaksin. Sanden sudah
memfasilitasi para karyawan
SUB TOTAL 3
SUB TOTAL 2
Belum ditemukan PAK memenuhi
SUBTOTAL 1
Sudah ada peringatan memenuhi
keselamatan Kerja
SUBTOTAL 1
dilakukan UKL-UPL per memenuhi
semester dengan penetapan
pengukuran sesuai dengan
ketentuan yang berlaku
SUBTOTAL 1
Adanya MSDS di tiap lokasi memenuhi
akan tetapi belum tersedia
label yg sesuai
SUBTOTAL 1
Ada latihan simulasi memenuhi
kebakaran, Simulasi
penggunaan APAR, dan team
DAMKAR
Ada tim tanggap darurat dan memenuhi
ada prosedur tanggap darurat
SUB TOTAL 11
Pemasangan dilakukan oleh memenuhi
kontraktor, dan sesuai dengan
pasal yang disampaikan
SUB TOTAL 3
SUBTOTAL 27
Tercantum di ketentuan BPJS memenuhi
SUBTOTAL 1
Sudah di sosialisasikan memenuhi
mengenai Penyakit tsb.
SUBTOTAL 2
Sudah sesuai dengan memenuhi
ketentuan
SUBTOTAL 6
Memenuhi
Memenuhi
Memenuhi
Memenuhi
sesuai dengan ketentuan layak Memenuhi
gedung
SUBTOTAL 10
Persyaratan sudah dimiliki Memenuhi
SUBTOTAL 15
Mobil operasional dan mobil memenuhi
delivery dilengkapi APAR 1 kg
sesuai dengan ketentuan
SUBTOTAL 1
Sesuai dengan yang memenuhi
disampaikan pada pasal
tersebut
SUB TOTAL 2
Sudah menyediakan memenuhi
ruang/tempat
SUB TOTAL 1
Sudah dilakukan pengaturan memenuhi
dan penyesuaian jam kerja
sesuai kebutuhan dan
ketentuan yang berlaku.
Pembayaran upah dengan
potongan sesuai dengan
kesepakatan Pengusaha dan
Pekerja/buruh
SUB TOTAL 1
Menyesuaikan dengan Memenuhi
ketentuan Pemda Bekasi
terkait keputusan PSBB
SUB TOTAL 1
melakukan pengukuran suhu Memenuhi
untuk karyawan dan tamu.
Bagi tamu disyaratkan untuk
melengkapi surat Rapid Tes
bila ingin berkunjung ke PT
Sanden Indonesia
SUB TOTAL 1
melakukan WFH dan bergiliran memenuhi
kerja dengan membatasi
jumlah orang yang bekerja di
kantor pada masa PSBB di
wilayah Kab Bekasi
SUB TOTAL 1
Sudah memiliki sertifikasi K3 memenuhi
listrik
SUB TOTAL 1
Sudah terpenuhi sesuai Memenuhi
dengan ketentuan:
identifikasi potensi bahaya,
team K3 Kebakaran terlatih,
Sarana dan prasarana APAR,
pengujian rutin APAR dan
sertifikasi, Pelatihan
Kebakaran
SUBTOTAL 1
Sudah mempunyai SOP untuk memenuhi
pemeriksaan rutin bagi
kendaraan datang dan pergi
baik operasional maupun
deluvery vehicle.
Subtotal 3
Compliance Status
Compliance 530
Not Complly 3
Total Article 533
% Pemenuhannya 99.44%
0.56%
99.44
% Compliance
Not Complly
Dibuat
WAKTU
PEMENUHAN