Anda di halaman 1dari 44

Kumpulan Perundang-Undangan K3 (Keselamatan dan Kesehatan

Kerja) PDF Online Download


Hebbie Ilma Adzim, S.ST  Standar dan Aturan  | Februari 07, 2020

Perundang-undangan K3 ialah salah satu alat kerja yang penting bagi para Ahli K3
(Keselamatan dan Kesehatan Kerja) guna menerapkan K3 (Keselamatan dan
Kesehatan Kerja) di tempat kerja. Kumpulan perundang-undangan K3
(Keselamatan dan Kesehatan Kerja) Republik Indonesia tersebut antara lain :

Undang-Undang K3

1. Undang-Undang Uap Tahun 1930 (Stoom Ordonnantie).


2. Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
3. Undang-Undang Republik Indonesia No 13 Tahun 203 tentang
Ketenagakerjaan.

Peraturan Pemerintah terkait K3

1. Peraturan Uap Tahun 1930 (Stoom Verordening).


2. Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas
Peredaran, Penyimpanan dan Peredaran Pestisida.
3. peraturan Pemerintah No 19 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan
Pengawasan Keselamatan Kerja di Bidang Pertambangan.
4. Peraturan Pemerintah No 11 Tahun 1979 tentang keselamatan Kerja Pada
Pemurnian dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi.

Peraturan Menteri terkait K3

1. Permenakertranskop RI No 1 Tahun 1976 tentang Kewajiban Latihan


Hiperkes Bagi Dokter Perusahaan.
2. Permenakertrans RI No 1 Tahun 1978 tentang Keselamatan dan Kesehatan
Kerja dalam Pengangkutan dan Penebangan Kayu.
3. Permenakertrans RI No 3 Tahun 1978 tentang Penunjukan dan Wewenang
Serta Kewajiban Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan
Ahli Keselamatan Kerja.
4. Permenakertrans RI No 1 Tahun 19879 tentang Kewajiban Latihan
Hygienen Perusahaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja bagi Tenaga
Paramedis Perusahaan.
5. Permenakertrans RI No 1 Tahun 1980 tentang Keselamatan Kerja pada
Konstruksi Bangunan.
6. Permenakertrans RI No 2 Tahun 1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan
Tenaga Kerja Dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.
7. Permenakertrans RI No 4 Tahun 1980 tentang Syarat-syarat Pemasangan
dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan.
8. Permenakertrans RI No 1 Tahun 1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit
Akibat Kerja.
9. Permenakertrans RI No 1 Tahun 1982 tentang Bejana Tekan.
10.Permenakertrans RI No 2 Tahun 1982 tentang Kualifikasi Juru Las.
11.Permenakertrans RI No 3 Tahun 1982 tentang Pelayanan Kesehatan
Tenaga Kerja.
12.Permenaker RI No 2 Tahun 1983 tentang Instalasi Alarm Kebakaran
Otomatis.
13.Permenaker RI No 3 Tahun 1985 tentang Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Pemakaian Asbes.
14.Permenaker RI No 4 Tahun 1985 tentang Pesawat Tenaga dan Produksi.
15.Permenaker RI No 5 Tahun 1985 tentang Pesawat Angkat dan Angkut.
16.Permenaker RI No 4 Tahun 1987 tentang Panitia Pembina Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Serta Tata Cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja.
17.Permenaker RI No 1 Tahun 1988 tentang Kualifikasi dan Syarat-syarat
Operator Pesawat Uap.
18.Permenaker RI No 1 Tahun 1989 tentang Kualifikasi dan Syarat-syarat
Operator Keran Angkat.
19.Permenaker RI No 2 Tahun 1989 tentang Pengawasan Instalasi-instalasi
Penyalur Petir.
20.Permenaker RI No 2 Tahun 1992 tentang Tata Cara Penunjukan, Kewajiban
dan Wewenang Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
21.Permenaker RI No 4 Tahun 1995 tentang Perusahaan Jasa Keselamatan
dan Kesehatan Kerja.
22.Permenaker RI No 5 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja.
23.Permenaker RI No 1 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Pemeliharaan
Kesehatan Bagi Tenaga Kerja dengan Manfaat Lebih Dari Paket Jaminan
Pemeliharaan Dasar Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
24.Permenaker RI No 3 Tahun 1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan
Pemeriksaan Kecelakaan.
25.Permenaker RI No 4 Tahun 1998 tentang Pengangkatan, Pemberhentian
dan tata Kerja Dokter Penasehat.
26.Permenaker RI No 3 Tahun 1999 tentang Syarat-syarat Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Lift untuk Pengangkutan Orang dan Barang.

Keputusan Menteri terkait K3

1. Kepmenaker RI No 155 Tahun 1984 tentang Penyempurnaan keputusan


Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep 125/MEN/82 Tentang
Pembentukan, Susunan dan Tata Kerja Dewan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Nasional, Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Wilayah dan
Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
2. Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum RI
No 174 Tahun 1986 No 104/KPTS/1986 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi.
3. Kepmenaker RI No 1135 Tahun 1987 tentang Bendera keselamatan dan
Kesehatan Kerja.
4. Kepmenaker RI No 333 Tahun 1989 tentang Diagnosis dan Pelaporan
Penyakit Akibat Kerja.
5. Kepmenaker RI No 245 Tahun 1990 tentang Hari Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Nasional.
6. Kepmenaker RI No 51 Tahun 1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor
Fisika di Tempat Kerja.
7. Kepmenaker RI No 186 Tahun 1999 tentang Unit Penanggulangan
Kebakaran di Tempat Kerja.
8. Kepmenaker RI No 197 Thun 1999 tentang Pengendalian Bahan Kimia
Berbahaya.
9. Kepmenakertrans RI No 75 Tahun 2002 tentang Pemberlakuan Standar
Nasional Indonesia (SNI) No SNI-04-0225-2000 Mengenai Persyaratan
Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL 2000) di Tempat Kerja.
10.Kepmenakertrans RI No 235 Tahun 2003 tentang Jenis-jenis Pekerjaan
yang Membahayakan Kesehatan, Keselamatan atau Moral Anak.
11.Kepmenakertrnas RI No 68 Tahun 2004 tentang Pencegahan dan
Penanggulangan HIV/AIDS di Tempat Kerja.

Instruksi Menteri terkait K3

1. Instruksi Menteri Tenaga Kerja No 11 Tahun 1997 tentang Pengawasan


Khusus K3 Penanggulangan Kebakaran.

Surat Edaran dan Keputusan Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan


Pengawasan Ketenagakerjaan terkait K3

1. Surat keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan


Pengawasan Ketenagakerjaan Departemen Tenaga Kerja RI No 84 Tahun
1998 tentang Cara Pengisian Formulir Laporan dan Analisis Statistik
Kecelakaan.
2. Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan
Pengawasan Ketenagakerjaan No 407 Tahun 1999 tentang Persyaratan,
Penunjukan, Hak dan Kewajiban Teknisi Lift.
3. Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan
Pengawasan Ketenagakerjaan No 311 Tahun 2002 tentang Sertifikasi
Kompetensi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Teknisi Listrik
K3RS : Keselamatan Kesehatan
Kerja Rumah Sakit
Dasar Hukum, Tujuan, Sistem Manajemen, Peluang bagi Ahli K3 dan
Penilaian K3RS

 Agung Supriyadi, M.K.K.K. Send an email30/04/2019

0 9 menit baca

K3RS (Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit) adalah segala kegiatan untuk
menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan bagi sumber daya manusia rumah
sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan rumah sakit melalui
upaya pencegahan kecelakan kerja dan penyakit akibat kerja di rumah sakit. Pengertian
tersebut merupakan pengertian yang ada pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 66
Tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit.
Ilus
trasi Rumah Sakit

K3RS sangat perlu untuk dilaksanakan karena banyaknya risiko yang dialami oleh tenaga
medis di fasilitas rumah sakit. Selain itu, K3RS juga disyaratkan oleh regulasi-regulasi di
Republik Indonesia.

Daftar Isi
Dasar Hukum K3RS
Dasar hukum K3 Rumah Sakit diantaranya adalah:

1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Lembaran Negara


Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 2918);
2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4279);

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan


Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);

4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara


Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5063);

5. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara


Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5072);

6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan UndangUndang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5679);

7. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 298, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5607);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2000 tentang Keselamatan dan Kesehatan


Terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2000 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3992);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen


Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5309);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 184, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5570);
11. Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2015 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 159);

12. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun 2008 tentang Tata Cara
Pemberian Simbol dan Label Bahan Berbahaya dan Beracun;

13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 413);

14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan
Rumah Sakit (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1221);

15. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 24 Tahun 2016 tentang Persyaratan Teknis
Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor 1197);

16. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2016 Tentang
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit

Pe
meriksaan Anak di Rumah Sakit
Tujuan K3RS ( Keselamatan dan kesehatan kerja
rumah sakit)
 Berdasarkan Permenkes nomor 66 tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Rumah Sakit, beberapa tujuan dalam pelaksanaan K3RS dapat dirangkum:

 Keselamatan dan keamanan di Rumah Sakit bertujuan untuk mencegah terjadinya


kecelakaan.

 Manajemen risiko K3RS bertujuan untuk meminimalkan risiko keselamatan dan


kesehatan di Rumah Sakit sehingga tidak menimbulkan efek buruk terhadap keselamatan
dan kesehatan SDM Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien, dan pengunjung.

 Pengaturan K3RS bertujuan untuk terselenggaranya keselamatan dan Kesehatan


Kerja di Rumah Sakit secara optimal, efektif, efisien dan berkesinambungan.

 Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dari aspek keselamatan dan
Kesehatan Kerja Rumah Sakit bertujuan untuk melindungi sumber daya manusia Rumah
Sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan Rumah Sakit dari
pajanan dan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).

 Pencegahan dan pengendalian kebakaran bertujuan untuk memastikan SDM Rumah


Sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, dan aset Rumah Sakit aman dari bahaya
api, asap, dan bahaya lain.

 Pengelolaan prasarana Rumah Sakit dari aspek keselamatan dan Kesehatan Kerja
bertujuan untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dengan memastikan
kehandalan sistem utilitas dan meminimalisasi risiko yang mungkin terjadi.

 Pengelolaan peralatan medis dari aspek keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah
Sakit bertujuan untuk melindungi SDM Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien,
pengunjung, maupun lingkungan Rumah Sakit dari potensi bahaya peralatan medis baik
saat digunakan maupun saat tidak digunakan.

 Kesiapsiagaan menghadapi kondisi darurat atau bencana bertujuan untuk


meminimalkan dampak terjadinya kejadian akibat kondisi darurat dan bencana yang
dapat menimbulkan kerugian fisik, material, dan jiwa, mengganggu operasional, serta
menyebabkan kerusakan lingkungan, atau mengancam finansial dan citra Rumah Sakit.
 Unit Pelayanan Kesehatan Kerja Rumah Sakit bertujuan untuk menurunkan kejadian
dan prevalensi penyakit pada SDM Rumah Sakit dari penyakit menular, penyakit tidak
menular, penyakit akibat kerja, dan kecelakaan akibat kerja.

Ilus
trasi Operasi di Rumah Sakit

 Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah


Sakit
Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (SM K3RS) meliputi 5 hal berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 66 Tahun 2016:

1. penetapan kebijakan K3RS;

2. perencanaan K3RS;

3. pelaksanaan rencana K3RS;

4. pemantauan dan evaluasi kinerja K3RS; dan

5. peninjauan dan peningkatan kinerja K3RS.


1. Kebijakan K3RS
Kebijakan K3RS ditetapkan secara tertulis dengan Keputusan Kepala atau Direktur Rumah
Sakit dan disosialisasikan ke seluruh SDM Rumah Sakit. Kebijakan K3RS meliputi:

Te
naga kesehatan dipandang sebagai malaikat

A. Penetapan kebijakan dan tujuan dari program K3RS;


Kebijakan dan tujuan K3RS ditetapkan oleh pimpinan tertinggi Rumah Sakit dan dituangkan
secara resmi dan tertulis. Kebijakan tersebut harus jelas dan mudah dimengerti serta
diketahui oleh seluruh SDM Rumah Sakit baik manajemen, karyawan, kontraktor, pemasok
dan pasien, pengunjung, pengantar pasien, tamu serta pihak lain yang terkait dengan tata
cara yang tepat.
Ta
nggap darurat sebagai salah satu program keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit

Selain itu semuanya bertanggung jawab mendukung dan menerapkan kebijakan


pelaksanaan K3RS tersebut, serta prosedur-prosedur yang berlaku di Rumah Sakit selama
berada di lingkungan Rumah Sakit. Kebijakan K3RS harus disosialisasikan dengan berbagai
upaya pada saat rapat pimpinan, rapat koordinasi, rapat lainnya, spanduk, banner, poster,
audiovisual, dan lain-lain.

B. Penetapan organisasi K3RS; dan


Dalam pelaksanaan K3 Rumah Sakit memerlukan organisasi yang dapat menyelenggarakan
program K3RS secara menyeluruh dan berada di bawah pimpinan Rumah Sakit yang dapat
menentukan kebijakan Rumah Sakit. Semakin tinggi kelas Rumah Sakit umumnya memiliki
tingkat risiko keselamatan dan Kesehatan Kerja yang lebih besar karena semakin banyak
pelayanan, sarana, prasarana dan teknologi serta semakin banyak keterlibatan manusia di
dalamnya (sumber daya manusia Rumah Sakit, pasien, pengunjung, pengantar, kontraktor,
dan lain sebagainya).
Untuk terselenggaranya K3RS secara optimal, efektif, efesien dan berkesinambungan,
Rumah Sakit membentuk atau menunjuk satu unit kerja fungsional yang mempunyai
tanggung jawab menyelenggarakan K3RS. Unit kerja fungsional dapat berbentuk komite
tersendiri atau terintegrasi dengan komite lainnya, dan/atau instalasi K3RS.

Kebutuhan untuk membentuk unit kerja fungsional tersebut disesuaikan dengan besarnya
tingkat risiko keselamatan dan Kesehatan Kerja, sehingga pada Rumah Sakit dapat memiliki
komite atau instalasi K3RS, atau memiliki keduanya.

C. Penetapan dukungan pendanaan, sarana, dan prasarana.


Dalam pelaksanaan K3RS diperlukan alokasi anggaran yang memadai dan sarana prasarana
lainnya. Hal ini merupakan bagian dari komitmen pimpinan Rumah Sakit.

Ala
t-alat di rumah sakit sebagai prasarana
Pengalokasian anggaran pada program K3RS jangan dianggap sebagai biaya pengeluaran
saja, namun anggaran K3RS perlu dipandang sebagai aset atau investasi dimana upaya
K3RS melakukan penekanan pada aspek pencegahan terjadinya berbagai masalah besar
keselamatan dan kesehatan yang apabila terjadi akan menimbulkan kerugian yang sangat
besar.

2. Perencanaan K3RS
Rumah Sakit harus membuat perencanaan K3RS yang efektif agar tercapai keberhasilan
penyelenggaraan K3RS dengan sasaran yang jelas dan dapat diukur. Perencanaan K3RS
dilakukan untuk menghasilkan perencanaan strategi K3RS, yang diselaraskan dengan
lingkup manajemen Rumah Sakit.

Per
lengkapan untuk pengobatan harus direncanakan dengan baik
Perencanaan K3RS tersebut disusun dan ditetapkan oleh pimpinan Rumah Sakit dengan
mengacu pada kebijakan pelaksanaan K3RS yang telah ditetapkan dan selanjutnya
diterapkan dalam rangka mengendalikan potensi bahaya dan risiko K3RS yang telah
teridentifikasi dan berhubungan dengan operasional Rumah Sakit. Dalam rangka
perencanaan K3RS perlu mempertimbangkan peraturan perundangundangan, kondisi yang
ada serta hasil identifikasi potensi bahaya keselamatan dan Kesehatan Kerja.

3. Pelaksanaan Rencana K3RS


Program K3RS dilaksanakan berdasarkan rencana yang telah ditetapkan dan merupakan
bagian pengendalian risiko keselamatan dan Kesehatan Kerja. Adapun pelaksanaan K3RS
meliputi:

1. Manajemen risiko K3RS;

2. Keselamatan dan keamanan di Rumah Sakit;

3. Pelayanan Kesehatan Kerja;

4. Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dari Aspek keselamatan dan
Kesehatan Kerja;

5. Pencegahan dan pengendalian kebakaran;

6. Pengelolaan prasarana Rumah Sakit dari Aspek keselamatan dan Kesehatan Kerja;

7. Pengelolaan peralatan medis dari Aspek keselamatan dan Kesehatan Kerja; dan

8. Kesiapsiagaan menghadapi kondisi darurat atau bencana. Pelaksanaan K3RS tersebut


harus sesuai dengan standar K3RS.

4. Pemantauan dan Evaluasi Kinerja K3RS


Rumah Sakit harus menetapkan dan melaksanakan program K3RS, selanjutnya untuk
mencapai sasaran harus dilakukan pencatatan, pemantauan, evaluasi serta pelaporan.
Penyusunan program K3RS difokuskan pada peningkatan kesehatan dan pencegahan
gangguan kesehatan serta pencegahan kecelakaan yang dapat mengakibatkan kecelakaan
personil dan cidera, kehilangan kesempatan berproduksi, kerusakan peralatan dan
kerusakan/gangguan lingkungan dan juga diarahkan untuk dapat memastikan bahwa
seluruh personil mampu menghadapi keadaan darurat.
Ru
mah Sakit Tua

Kemajuan program K3RS ini dipantau secara periodik guna dapat ditingkatkan secara
berkesinambungan sesuai dengan risiko yang telah teridentifikasi dan mengacu kepada
rekaman sebelumnya serta pencapaian sasaran K3RS yang lalu. Penerapan inspeksi tempat
kerja dengan persyaratan, antara lain:

1. Inspeksi tempat kerja dan cara kerja dilaksanakan secara teratur.

2. Inspeksi dilaksanakan bersama oleh dan wakil organisasi/unit yang bertanggung


jawab di bidang K3RS dan wakil SDM Rumah Sakit yang telah memperoleh orientasi
dan/atau workshop dan/atau pelatihan mengenai identifikasi potensi bahaya.

3. Inspeksi mencari masukan dari petugas yang melakukan tugas ditempat yang
diperiksa.

4. Daftar periksa (check list) tempat kerja telah disusun untuk digunakan pada saat
inspeksi.
5. Laporan inspeksi diajukan kepada organisasi/unit yang bertanggung jawab di bidang
K3RS sesuai dengan kebutuhan.

6. Tindakan korektif dipantau untuk menentukan efektifitasnya.

7. Pimpinan Rumah Sakit atau organisasi/unit yang bertanggung jawab di bidang K3RS
menetapkan penanggung jawab untuk pelaksanaan tindakan perbaikan dari hasil laporan
pemeriksaan/inspeksi.

5. Peninjauan dan Peningkatan Kinerja K3RS


Pimpinan Rumah Sakit harus melakukan evaluasi dan kaji ulang terhadap kinerja K3 Rumah
Sakit. Hasil peninjauan dan kaji ulang ditindaklanjuti dengan perbaikan berkelanjutan
sehingga tercapai tujuan yang diharapkan. Kinerja K3RS dituangkan dalam indikator kinerja
yang akan dicapai dalam setiap tahun. Indikator kinerja K3RS yang dapat dipakai antara lain:

1. Menurunkan absensi karyawan karena sakit.

2. Menurunkan angka kecelakaan kerja.

3. Menurunkan prevalensi penyakit akibat kerja.

4. Meningkatnya produktivitas kerja Rumah Sakit.

Bahaya dan Risiko di Rumah Sakit


Bahaya adalah suatu keadaan/kondisi yang dapat mengakibatkan (berpotensi)
menimbulkan kerugian (cedera/injury/penyakit) bagi pekerja, menyangkut lingkungan kerja,
pekerjaan (mesin, metoda, material), pengorganisasian pekerjaan, budaya kerja dan pekerja
lain.  Risiko yaitu kemungkinan/peluang suatu hazard menjadi suatu kenyataan, yang
bergantung pada pajanan, frekuensi, konsekuensi  serta dose-response.
Ba
haya biologis di rumah sakit

Berikut adalah potensi bahaya di rumah sakit:

 Fisik, contohnya kebisingan, suhu, getaran, lantai licin.

 Kimia, contohnya formaldehid, alkohol, ethiline okside, bahan pembersih lantai,


desinfectan, clorine.

 Biologi, contohnya bakteri, virus, mikroorganisme, tikus, kecoa, kucing dan


sebagainya.

 Ergonomi, contohnya posisi statis, manual handling, mengangkat beban.

 Psikososial, contohnya beban kerja, hubungan atasan dan bawahan, hubungan antar
pekerja yang tidak harmonis.

  Mekanikal, contohnya terjepit mesin, tergulung, terpotong, tersayat, tertusuk.


 Elektrikal, contohnya tersengat listrik, listrik statis, hubungan arus pendek kebakaran
akibat listrik.

 Limbah, contohnya limbah padat medis dan non medis, limbah gas dan limbah cair.

Risiko adalah probabilitas/kemungkinan bahaya potensial menjadi nyata, yang ditentukan


oleh frekuensi dan durasi pajanan, aktivitas kerja, serta upaya yang telah dilakukan untuk
pencegahan dan pengendalian tingkat pajanan. Termasuk yang perlu diperhatikan juga
adalah perilaku bekerja, higiene perorangan, serta kebiasaan selama bekerja yang dapat
meningkatkan risiko gangguan kesehatan.

Analisis risiko bertujuan untuk mengevaluasi besaran (magnitude) risiko kesehatan pada
pekerja. Dalam hal ini adalah perpaduan keparahan gangguan kesehatan yang mungkin
timbul termasuk daya toksisitas bila ada efek  toksik, dengan kemungkinan gangguan
kesehatan atau efek toksik dapat terjadi sebagai konsekuensi pajanan bahaya potensial.

Karakterisasi risiko mengintegrasikan semua informasi tentang bahaya yang teridentifikasi


(efek gangguan/toksisitas spesifik) dengan perkiraan atau pengukuran
intensitas/konsentrasi pajanan bahaya dan status kesehatan pekerja, termasuk pengalaman
kejadian kecelakaan atau penyakit akibat kerja yang pernah terjadi. Analisis awal ditujukan
untuk  memberikan gambaran seluruh risiko yang ada. Kemudian disusun urutan risiko yang
ada. Prioritas diberikan kepada risiko-risiko yang cukup signifikan dapat menimbulkan
kerugian.

Risiko harus dikendalikan dengan berbagai macam pengendalian risiko. Prinsip


pengendalian risiko ada pada hierarki 5 pengendalian risiko:

1. Menghilangkan bahaya (eliminasi)

2. Menggantikan sumber risiko dengan sarana/peralatan lain yang tingkat risikonya


lebih rendah/tidak ada (substitusi)

3. Rekayasa engineering/pengendalian secara teknik

4. Pengendalian secara administrasi

5. Alat Pelindung Diri (APD).

Beberapa contoh pengendalian risiko keselamatan dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit:
1. Containment, yaitu mencegah pajanan dengan: a) Desain tempat kerja b) Peralatan
safety (biosafety cabinet, peralatan centrifugal) c) Cara kerja  d) Dekontaminasi  e)
Penanganan limbah dan spill management

2. Biosafety Program Management, support dari pimpinan puncak yaitu Program


support, biosafety spesialist, institutional biosafety committee, biosafety manual, OH
program, Information & Education

3. Compliance Assessment, meliputi audit, annual review, incident dan accident


statistics. Safety Inspection dan Audit meliputi : a) Kebutuhan (jenisnya) ditentukan
berdasarkan karakteristik pekerjaan (potensi bahaya dan risiko) b) Dilakukan berdasarkan
dan berperan sebagai upaya pemenuhan standar tertentu c) Dilaksanakan dengan
bantuan cheklist (daftar periksa) yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan jenis
kedua program tersebut

Peluang Bagi Ahli K3 dalam K3RS


Adanya K3RS ini merupakan sebuah peluang bagi kita Ahli Keselamatan dan Kesehatan
Kerja. Setiap rumah sakit yang menerapkan K3 Rumah Sakit diwajibkan memiliki Unit
Fungsional K3RS yang memiliki kualifikasi paling rendah S1 bidang keselamatan dan
Kesehatan Kerja, atau tenaga kesehatan lain dengan kualifikasi paling rendah S1 yang
memiliki kompetensi di bidang K3RS. Hal ini sesuai dengan Pasal 26 ayat 2 PMK 66 tahun
2016.
Anggota atau pelaksana unit kerja fungsional K3RS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
harus tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi di bidang K3 Rumah Sakit. Sumber daya
K3RS yang lain pun bisa dilengkapi.

Adapun sumber daya K3RS meliputi:

1. Tenaga S2 di bidang keselamatan dan Kesehatan Kerja, atau S2 bidang kesehatan


yang telah mendapatkan pelatihan tambahan tentang K3 rumah sakit atau jabatan
fungsional pembimbing Kesehatan Kerja.

2. Tenaga dokter spesialis okupasi atau dokter Kesehatan Kerja atau dokter umum yang
terlatih Kesehatan Kerja dan diagnosis penyakit akibat kerja.

3. Tenaga kesehatan masyarakat S1 jurusan/peminatan keselamatan dan Kesehatan


Kerja atau tenaga kesehatan lain yang terlatih K3 Rumah Sakit atau jabatan fungsional
pembimbing Kesehatan Kerja.

4. Tenaga S1 bidang lainnya yang terlatih keselamatan dan Kesehatan Kerja konstruksi,
keselamatan dan Kesehatan Kerja radiasi, dan keselamatan dan Kesehatan Kerja
kelistrikan, dan lain-lain.
5. Tenaga DIII/DIV jurusan/peminatan keselamatan dan Kesehatan Kerja atau tenaga
kesehatan lain yang terlatih K3RS atau jabatan fungsional pembimbing Kesehatan Kerja.

Penilaian Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Rumah Sakit
Penilaian K3RS dilakukan secara internal dan eksternal. Penilaian internal K3RS dilakukan
paling sedikit 6 (enam) bulan sekali oleh unit kerja fungsional K3RS.  Penilaian eksternal
K3RS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terintegrasi dengan akreditasi Rumah Sakit.
Penilaian K3RS ini masuk dalam Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit (SNARS) . Anda
dapat mengunduh SNARS di sini.
Referensi:
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 66 Tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Rumah Sakit

KESELAMATAN dan KESEHATAN


KERJA
K3 merupakan singkatan dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Untuk lebih memahami tentang
K3 berikut ini kita akan membahas pengertian, maksud dan tujuan dari keselamatan kerja K3
(dirangkum dari berbagai sumber).

Pengertian K3
1. Pengertian secara Filosofis
K3 merupakan suatu pemikiran atau upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan
baik jasmani maupun rohani, tenaga kerja pada khususnya dan masyarakat pada umumnya
terhadap hasil karya dan budaya menuju masyarakat adil dan makmur.
2. Pengertian secara Keilmuan
Dalam ilmu pengetahuan dan penerapannya, K3 adalah usaha mencegah kemungkinan
terjadinya kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, kebakaran, peledakan dan pencemaran
lingkungan.

3. Pengertian secara OHSAS 18001:2007 (Occupational Health and Safety Assessment


Series)
K3 adalah semua kondisi lingkungan kerja dan faktor yang dapat berdampak pada
keselamatan dan kesehatan kerja dari tenaga kerja maupun orang lain (kontraktor,
pemasok, pengunjung dan tamu) di tempat kerja.

Tujuan K3
K3 bertujuan untuk menciptakan kondisi lingkungan kerja yang aman, sehat dan bebas dari
pencemaran lingkungan dengan memelihara kesehatan dan keselamatan, keamanan dan
keselamatan tenaga kerja di dalam perusahaan untuk dapat mencegah atau mengurangi terjadinya
kecelakaan dan penyakit akibat kerja, dan pada akhirnya dapat meningkatkan sistem efisiensi dan
produktivitas kerja. Jadinya kerja keluarga pekerja konsumen dan kesejahteraan manusia yang
bekerja bisa terjaga. Mereka juga terpengaruh kondisi lingkungan kerja yang mementingkan
keselamatan.

Sasaran K3
1. Menjamin keselamatan pekerja dan orang lain
2. Menjamin keamanan peralatan yang digunakan

3. Menjamin proses produksi yang aman dan lancar

Norma K3
Norma yang harus dipahami dalam K3:

1. Aturan berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja


2. Diterapkan untuk melindungi tenaga kerja

3. Resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja

Dasar Hukum K3
K3 ditentukan berdasarkan Undang-Undang dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja:

 UU No.1 tahun 1970


 UU No.21 tahun 2003

 UU No.13 tahun 2003

 Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No.PER-5/MEN/1996

Jenis Bahaya Dalam K3


 Bahaya Jenis Kimia
Bahaya akibat terhirupnya atau terjadinya kontak antara manusia dengan bahan kimia
berbahaya. Contoh jenis kimia: abu sisa pembakaran bahan kimia, uap bahan kimia dan gas
bahan kimia.

 Bahaya Jenis Fisika


Bahaya akibat suatu temperatur udara yang terlalu panas maupun terlalu dingin serta
keadaan udara yang tidak normal yang menyebabkan terjadinya perubahan atau mengalami
suhu tubuh yang tidak normal.

 Bahaya akibat keadaan yang sangat bising yang menyebabkan terjadi kerusakan
pendengaran.

 Bahaya Jenis Proyek/Pekerjaan

 Bahaya akibat pencahayaan atau penerangan yang kurang menyebabkan kerusakan


penglihatan.

 Bahaya dari pengangkutan barang serta penggunaan peralatan yang kurang lengkap dan
aman yang mengakibatkan cedera pada pekerja dan orang lain.

Istilah Bahaya dalam Lingkungan Kerja


 Hazard adalah suatu keadaan yang memungkinkan / dapat mengalami kecelakaan,
penyakit, kerusakan atau menghambat kemampuan pekerja yang ada
 Danger adalah tingkat bahaya akan suatu kondisi yang sudah menunjukkan peluang bahaya
sehingga mengakibatkan suatu tindakan pencegahan.
 Risk adalah prediksi tingkat keparahan bila terjadi bahaya dalam siklus tertentu.

 Incident adalah munculnya kejadian bahaya yang dapat atau telah mengadakan kontak
dengan sumber energi yang melebihi ambang batas normal.

 Accident adalah kejadian bahaya yang disertai adanya korban dan/atau kerugian baik
manusian maupun benda.

Standar Keselamatan Kerja


Standar keselamatan kerja merupakan pengamanan sebagai tindakan keselamatan kerja seperti:

1. Perlindungan badan yang meliputi seluruh badan


2. Perlindungan mesin

3. Pengamanan listrik yang harus dicek secara berkala

4. Pengamanan ruangan, salah satunya meliputi sistem alarm. Selain itu ada juga alat
pemadam kebakaran, penerangan yang cukup, ventilasi yang baik dan jalur evakuasi
khusus yang memadai

Alat Pelindung Diri (APD)


APD merupakan perlengkapan wajib yang digunakan saat bekerja sesuai bahaya dan resiko kerja
untuk menjaga keselamatan pekerja dan orang disekitarnya. Alat pelindung diri meliputi:

 
 

Alat Pelindung Kepala


 Safety Helmet atau helm pelindung untuk melindungi kepala dari benda-benda yang dapat
melukai kepala.
 Safety Goggles atau kacamata pengamanan untuk melindungi mata dari paparan partikel
yang melayang di udara, percikan benda kecil, benda panas ataupun uap panas.

 Hearing Protection atau penutup telinga untuk melindungi dari kebisingan ataupun tekanan.

 Safety Mask atau masker yang berfungsi sebagai alat pelindung pernafasan saat berada di
area yang kualitas udaranya tidak baik.

 Face Shield atau pelindung wajah untuk melindungi wajah dari paparan bahan kimia,
percikan benda kecil, benda panas ataupun uap panas, benturan atau pukulan benda keras
dan tajam.

Alat Pelindung Tubuh


 Apron atau celemek untuk melindungi tubuh dari percikan bahan kimia dan suhu panas.
 Safety Vest atau rompi keselamatan kerja yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kontak
atau kecelakaan yang bisa dialami oleh rekan kerja keluarga pekerja konsumen.

 Safety Clothing atau alat pelindung tubuh untuk melindungi rekan kerja keluarga dari hal-hal
yang membahayakan saat bekerja, mengurangi resiko terluka dan juga digunakan sebagai
identitas pekerja.

Alat Pelindung Anggota Tubuh


 Safety Gloves atau sarung tangan yang berfungsi melindungi jari-jari dan tangan dari api,
suhu panas, suhu dingin, radiasi, bahan kimia, arus listrik, bahan kimia, benturan, pukulan,
dan goresan benda tajam.
 Safety Belt atau sabuk pengaman yang dipakai saat menggunakan alat transportasi serta
untuk membatasi ruang gerak pekerja agar tidak terjatuh.

 Safety Boot/Shoes adalah sepatu boot atau sepatu pelindung untuk melindungi kaki dari
benturan, tertimpa benda berat, tertusuk benda tajam, terkena cairan panas atau dingin, uap
panas, bahan kimia berbahaya ataupun permukaan licin.

Demikian beberapa yang perlu kita ketahui tentang K3 yang penting untuk memelihara kesehatan
dan keselamatan pekerja konsumen dan orang lain. Melalui budaya Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) mendorong terbentuknya bangsa yang berkarakter (tema K3 Nasional tahun 2018)
Keselamatan Kerja
Oleh Dosen Pendidikan 2Diposting pada 01/06/2020

Latar Belakang
Daftar Isi Artikel Ini :
o Latar Belakang
 Pengertian Keselamatan Kesehatan Kerja ( K3 )
o Sejarah Undang-undang Kesehatan dan Keselamatan Kerja
o Tujuan Keselamatan Kesehatan Kerja ( K3 )
o Aspek, Faktor Dan Prinsip Keselamatan Kesehatan Kerja ( K3 )
o Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam UU K3
o Peran Pemerintah Dalam Menanggulangi Masalah K3
o Posting terkait:
Keselamatan Kerja -Pengertian, Kesehatan, Tujuan, Faktor, Prinsip – K3
atau Kesehatan dan Keselamatan Kerja merupakan salah satu faktor yang
sangat penting dalam suatu pekerjaan, karena dengan tidak adanya K3 atau
Kesehatan dan Keselamatan Kerja akan tidak diragukan lagi banyak terjadi
kecelakaan dalam kerja yang bersifat ringan sampai yang berat.

Kebanyakan perusahaan juga merasa keberatan dengan adanya K3 atau


Kesehatan dan Keselamatan Kerja karena setiap perusahaan atau industri
merasa mereka harus mengeluarkan biaya tambahan padahal tidak demikian
K3 merupakan langkah penghematan dan meningkatkan produktifitas. Karena
dengan K3 perusahaan tidak di bebani dengan biaya kesehatan atau
kecelakaan  tenaga kerja atau karyawan karena kesehatan dan keselamatan
dalam kerja sudah terjamin.

Pemerintah membuat aturan K3 seperti pada Pasal 3 Ayat 1 UU No. 1 Tahun


1970 tentang keselamatan kerja, yaitu : mencegah dan mengurangi
kecelakaan; mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;
mencegah dan mengurangi bahaya peledakan; memberi kesempatan atau
jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain
yang berbahaya; memberikan pertolongan pada kecelakaan; memberi alat-
alat perlindungan diri pada para pekerja; mencegah dan mengendalikan
timbul atau menyebarluaskan suhu, kelembaban, debu kotoran, asap, uap,
gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran.

Untuk itu kami memilih judul Penerapan Undang-undang Kesehatan dan


Keselamatan Kerja karena dalam kenyataan banyak perusahaan atau industri
yang mengabaikan tentang pentingnya K3.

keselamatan-kerja

Pengertian Keselamatan Kesehatan Kerja ( K3 )


Keselamatan Kesehatan Kerja ( K3 ) adalah upaya perlindungan yang
ditujukan agar tenaga kerja dan orang lainnya ditempat kerja/perusahaan
selalu dalam keadaan selamat dan sehat, serta agar setiap sumber produksi
dapat digunakan secara aman dan efisien “Kepmenaker Nomor
463/MEN/1993”.
Pengertian lain menurut OHSAS 18001:2007, Keselamatan dan kesehatan
kerja ( K3 ) adalah kondisi dan faktor yang mempengaruhi keselamatan dan
kesehatan kerja serta orang lain yang berada di tempat kerja. Berdasarkan
undang-undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 pasal 87, bahwa setiap
perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.

Baca Juga: Asumsi : Pengertian Dalam Ekonomi, Filsafat, Penelitian


Dan Penyampaian

Sejarah Undang-undang Kesehatan dan Keselamatan


Kerja
Menurut Labib (2012: 1) peraturan K3 di Indonesia telah ada sejak
pemerintahan Hindia Belanda, peraturan K3 yang berlaku pada saat itu
adalah Veiligheids Reglement. Setelah kemerdekaan dan diberlakukannya
Undang-Undang Dasar 1945, maka beberapa peraturan termasuk peraturan
keselamatan telah dicabut dan diganti.

Peraturan yang mengatur tentang K3 adalah UndangUndang Keselamatan


Kerja No.1 Tahun 1970. Ketentuan-ketentuan penerapan K3 yang dijelaskan
dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 adalah: (1) tempat kerja yang
menggunakan mesin, pesawat, perkakas, (2) tempat kerja pembangunan
perbaikan, perawatan, pembersihan atau pembongkaran gedung, (3) tempat
usaha pertanian, perkebunan, pekerjaan hutan, (4) pekerjaan usaha
pertambangan dan pengelolahan emas, perak, logam, serta biji logam
lainnya, dan (5) tempat pengangkutan barang, binatang, dan manusia baik di
daratan, melalui terowongan, permukaan air, dalam air dan di udara. Sesuai
dengan Undang-Undang tersebut, maka tempat yang telah disebutkan harus
dilakukan pelaksanaan prosedur K3.
Lahirnya Undang-undang keselamatan kerja sebagaimana yang kita kenal
dengan UUK3 tidak lepas dari sejarah pahit perjuangan bangsa. Dalam
literatur hukum perburuhan yang ada, riwayat hubungan perburuhan di
Indonesia diawali dengan suatu masa yang sangat suram yakni zaman
perbudakan, rodi dan poenali sanksi.

Menurut Abduh (dalam Labib, 2012: 2) “di Indonesia tingkat kecelakaan kerja
merupakan salah satu yang tertinggi di dunia, sedikitnya pada tahun 2007
terjadi 65.000 kasus kecelakaan kerja. Data tersebut diperkirakan 50% yang
tercatat oleh Jamsostek dari jumlah sebenarnya”. Menyadari akan pentingnya
peranan pekerja bagi perusahaan, maka perlu dilakukan pemikiran agar
pekerja dapat menjaga keselamatannya dalam menjalankan pekerjaan.

Menurut Mangkunegara (2002: 163) “K3 adalah suatu pemikiran dan upaya
untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan, baik jasmaniah maupun
rohaniah. Keutuhan dan kesempurnaan tersebut ditujukan secara khusus
terhadap tenaga kerja, sehingga menghasilkan suatu hasil karya dan budaya
untuk menuju masyarakat yang adil dan makmur”.

Baca Juga: Konvensi : Pengertian Menurut Para Ahli, Ciri, Jenis Dan


Contoh

Penerapan konsep K3 muncul sejak manusia mengenal suatu pekerjaan.


Keselamatan kerja bertujuan dalam melakukan pekerjaan agar diperoleh
suatu cara yang mudah dan menjamin keselamatan dari gangguan alam,
binatang maupun gangguan dari manusia lainnya. Masalah K3 juga
merupakan bagian dari suatu upaya perencanaan dan pengendalian proyek
sebagaimana halnya dengan biaya, perencanaa, pengadaan serta kualitas.
Hal itu saling mempunyai keterkaitan yang sangat erat (Barrie, 1995: 365).
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi mengemukakan bahwa
keselamatan dan kesehatan kerja mengalami beberapa perkembangan,
antara lain:
 Dimulai dari perkembangan desain peralatan yang aman dan nyaman
digunakan untuk si pengguna pada zaman manusia batu dan goa ketika
membuat peralatan berburu seperti kapak dan sebagainya. Pada fase
ini berkembang safety engineering.
 Perkembangan selanjutnya diikuti dengan perkembangan kesehatan
kerja dan sanitasi lingkungan.
 Selanjutnya terjadi pergeseran-pergeseran konsep K3 mulai dari factor
manusia sampai kepada elaborasi faktor manusia dalam sistem
manajemen terpadu. Pada era ini mulai berkembang pola koordinasi
antar unit terkait safety, health dan environment, sehingga munculah
konsep“integratedHSE management system”.
 Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa K3 ternyata mempunyai
ruang lingkup yang lebih luas lagi tidak hanya terbatas di dalam dunia
industri.

Sejarah kelahiran K3 timbuldengan memperhatikan banyaknya resiko yang


diperoleh perusahaan industri. Pemilik industri wajib mengatur dan
memelihara ruangan, alat dan perkakas, serta rambu-rambu peringatan di
tempat kerja. Sehingga pekerja terlindungi dari bahaya yang mengancam
kesehatan badan, kehormatan dan harta bendanya. Lahirnya tatanan baru
dalam masyarakat yang ditandai dengan menguatnya tuntutan terhadap
pelaksanaan K3 sebagai bagian dari pelaksanaan hak asasi manusia
berdasarkan nilai-nilai keadilan, keterbukaan dan demokrasi maka
pelaksanaan hukum K3 mutlak harus dilaksanakan secara fair dan seimbang
di semua tempat kerja.

Baca Juga: Standar Nasional Pendidikan


Tujuan Keselamatan Kesehatan Kerja ( K3 )
Berdasarkan undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja,
bahwa tujuan keselamatan dan kesehatan kerja ( K3 ) yang berkaitan dengan
mesin, peralatan, landasan tempat kerja dan lingkungan tempat kerja adalah
mencegah terjadinya kecelakaan dan sakit akibat kerja, memberikan
perlindungan pada sumber-sumber produksi sehingga dapat meningkatkan
efisiensi dan produktivitas.

Menurut Suma’mur ( 1992 ) tujuan keselamatan kesehatan kerja ( K3 ) ialah


sebagai berikut:
Melindungi tenaga kerja atas hak dan keselamatannya dalam melakukan
pekerjaannya untuk kesejahteraaan dan meningkatkan kinerja.
Menjamin keselamatan orang lain yang berada di tempat kerja.
Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.

Sedangkan menurut Mangkunegara “2004” tujuan keselamatan kesehatan


kerja ( K3 ) ialah:
 Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan
kerja baik secara fisik, sosial dan psikologis.
 Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-
baiknya selektif mungkin.
 Agar semua hasil produksi di pelihara keamanannya.
 Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
gizi pegawai.
 Agar meningkatnya kegairahan, keserasian kerja dan partisipasi kerja.
 Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh
lingkungan atas kondisi kerja.
 Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.
Baca Juga: “Kecelakaan Kerja” Pengertian & ( Jenis – Penyebab –
Pencegahan )

Aspek, Faktor Dan Prinsip Keselamatan Kesehatan


Kerja ( K3 )
Aspek-aspek Keselamatan Kesehatan Kerja ( K3 ) yang harus diperhatikan
oleh perusahaan antara lain ialah sebagai berikut “Anoraga, 2005”:
 Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja merupakan tempat dimana seseorang atau karyawan dalam


beraktifitas bekerja. Lingkungan kerja dalam hal ini menyangkut kondisi kerja,
seperti ventilasi, suhu, penerangan dan situasinya.

 Alat Kerja Dan Bahan

Alat kerja dan bahan merupakan suatu hal yang pokok dibutuhkan oleh
perusahaan untuk memproduksi barang. Dalam memproduksi barang, alat-
alat kerja sangatlah vital yang digunakan oleh para pekerja dalam melakukan
kegiatan proses produksi dan disamping itu ialah bahan-bahan utama yang
akan dijadikan barang.

 Cara Melakukan Pekerjaan

Setiap bagian-bagian produksi memiliki cara-cara melakukan pekerjaan yang


berbeda-beda yang dimiliki oleh karyawan. Cara-cara yang biasanya
dilakukan oleh karyawan dalam melakukan semua aktivitas pekerjaan,
misalnya menggunakan peralatan yang sudah tersedia dan pelindung diri
secara tepat dan mematuhi peraturan penggunaan peralatan tersebut dan
memahami cara mengoperasionalkan mesin.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Keselamatan dan Kesehatan Kerja ( K3 )
ialah sebagai berikut “Budiono dkk, 2003”:
 Beban kerja,, beban kerja berupa beban fisik, mental dan sosial
sehingga upaya penempatan pekerja yang sesuai dengan
kemampuannya perlu diperhatikan.
 Kapasitas kerja,, kapasitas kerja yang banyak tergantung pada
pendidikan keterampilan, kesegaran jasmani, ukuran tubuh, keadaan
gizi dan sebagainya.
 Lingkungan kerja,, lingkungan kerja yang berupa faktor fisik, kimia,
biologik, ergonomik, maupun psikososial.

Prinsip-prinsip yang harus dijalankan perusahaan dalam menerapkan


keselamatan dan kesehatan kerja “K3” ialah sebagai berikut “Sutrisno dan
Ruswandi,, 2007”:
 Adanya APD “Alat Pelindung Diri” di tempat kerja.
 Adanya buku petunjuk penggunaan alat dan atau isyarat bahaya.
 Adanya peraturan pembagian tugas dan tanggung jawab.
 Adanya tempat kerja yang aman sesuai standar SSLK “syarat-syarat
lingkungan kerja” antara lain tempat kerja steril dari debu kotoran, asap
rokok, uap gas, radiasi, getaran mesin dan peralatan, kebisingan,
tempat kerja aman dari arus listrik, lampu penerangan cukup memadai,
ventilasi dan sirkulasi udara seimbang adanya aturan kerja atau aturan
keprilakuan.
 Adanya penunjang kesehatan jasmani dan rohani ditempat kerja.
 Adanya sarana dan prasarana yang lengkap ditempat kerja.
 Adanya kesadaran dalam menjaga keselamatan dan kesehatan kerja.

Baca Juga: “Etos Kerja” Pengertian & ( Fungsi – Ciri – Cara


Menumbuhkan – Faktor Yang Mempengaruhi )
Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam UU
K3
Penggunaan mesin-mesin yang memberikan kemudahan bukanlah berarti
mengesampingkan teknologi tradisional. Tujuan pokoknya adalah penekanan
biaya produksi dan hal ini juga akan memacu pekerja untuk semakin
meningkatkan keselamatan kerja untuk menekan kecelakaan kerja akibat
penggunaan teknologi mesin-mesin.

Penyebab kecelakaan kerja yang terbesar adalah faktor manusia, yaitu


kurangnya kesadaran pengusaha dan tenaga kerja sendiri terutama dalam
melaksanakan berbagai peraturan perundang-undangan. Namun setelah
berlakunya UU Tahun 1970 tentang keselamatan dan kesehatan kerja dan
ditegaskan kembali dalam  Pasal 86 ayat UU NO.13 Tahun 2003 tentang
ketenaga kerjaan kesadaran para pengusaha dan tenaga kerja itu sendiri
meningkat. Sebab menurut Pasal 86 ayat UU NO.13 Tahun 2003 tentang  
ketenaga kerjaan bahwa buruh atau pekerja berhak untuk memperoleh
perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja.

Menurut Susilo Martoyo (2000: 140) bahwa program-program keselamatan


yang dapat dilakukan pada perusahaan adalah sebagai berikut:
 Mempergunakan mesin-mesin yang dilengkapi alat-alat pengaman
 Menggunakan peralatan-peralatan yang lebih baik
 Melakukan pemeliharaan fasilitas pabrik secara berkala.
 Memberikan petunjuk-petunjuk dalam hal pengoperasian peralatan-
peralatan beserta larangan-larangan yang dianggap perlu.
 Memberikan pengarahan kepada karyawan akan pentingnya
keselamatan kerja.
Sedangkan menurut Justine T. Sirait (2007: 262) pelaksanaan program
keselamatan dapat dilakukan dalam bentuk sebagai berikut:
 Dukungan oleh manajemen puncak
 Menunjuk seorang direktur keselamatan
 Mendidik para karyawan untuk bertindak aman
 Menganalisis kecelakaan

Adapun penjelasan dari bentuk pelaksanaan program keselamatan yang


dikemukakan oleh Justine T. Sirait adalah sebagai berikut:
1. Dukungan manajemen puncak

Dukungan manajemen puncak mutlak diperlukan agar program keselamatan


kerja bisa berjalan dengan efektif. Dukungan manajemen puncak bisa dilihat
dari kehadiran karyawan pada pertemuan yang membahas masalah
keselamatan kerja, inspeksi karyawan secara periodik, laporan keselamatan
kerja yang teratur, dan pencantuman masalah keselamatan kerja pada
berbagai rapat yang dilakukan oleh para pempinan perusahaan.

2. Menunjuk seorang direktur Keselamatan

Untuk menjalankan suatu program, seseorang haruslah diberi tugas dan


tanggung jawab untuk menyusun dan memelihara program tersebut.
Biasanya ditentukan oleh besar atau tidaknya perusahaan itu sendiri, jika
perusahaan terlalu kecil dilakukan penambahan tugas terhadap seseorang
untuk melaksanakan usaha-usaha keselamatan kerja. Jika perusahaan
berskala besar, biasanya diangkat seorang staf direktur program keselamatan
kerja.

Baca Juga: 7 Pengertian Karyawan Menurut Para Ahli Lengkap


3. Mendidik Para Karyawan Untuk Bertindak Aman

Sebagian besar program keselamatan kerja haruslah di titik beratkan untuk


mendidik karyawan agar bertindak, berpikir, dan bekerja secara aman.
Beberapa cara pendidikan yang dapat dilakukan, antara lain melalui:

 Pemberian penjelasan pada karyawan baru pada fase orientasi


 Penekanan segi-segi keselamatan kerja selama periode latihan 
terutama untuk on the job training.
 Usaha-usaha khusus yang dilakukan oleh atasan langsung.
 Pembentukan panitia keselamatan kerja.
 Penyelenggaraan education session secara berkala.
 Penggunaan gambar-gambar atau poster yang menekankan pentingnya
masalah keselamatan kerja.

4. Menganalisa Kecelakaan

Kecelakaan dapat dipelajari dari berbagai aspek, misalnya personalianya,


pekerjaan yang menimbulkan kecelakaan, alat-alat dan perlengkapan yang
dipergunakan, departemen tempat terjadinya kecelakaan, dan akibatnya.
Analisis ini bertujuan agara kelak dikemudian hari terjadi perbaikan . Cara
yang umum yang digunakan dalam menganalisa kecelakaan adalah meminta
pendapat dari mandor atau pengawas pekerjaan.

Disamping usaha untuk mencegah para karyawan mengalami kecelakaan,


perusahaan perlu juga memelihara kesehatan para karyawan. Kesehatan ini
menyangkut kesehatan fisik dan kesehatan mental. Kesehatan para karyawan
dapat terganggu akibat stress maupun karena kecelakaan. Kesehatan
karyawan yang buruk akan mengakibatkan kecenderungan tingkat absensi
yang tinggi dan tingkat produktivitas yang rendah.
Adanya program kesehatan yang baik akan menguntungkan secara material,
karena karyawan yang sehat akan jarang sakit dan jarang absen, bekerja
dalam lingkungan yang lebih menyenangkan, sehingga secara keseluruhan
mereka akan mampu bekerja lebih lama. Istilah kesehatan menurut Susilo
Martoyo (2000: 140):“adalah kondisi kesehatan jasmani maupun rohani.
Sehat jasmani berarti seluruh organ tubuh berfungsi baik dan normal.
Sedangkan sehat rohani adalah apabila seeorang telah mampu beradaptasi
dengan organisasi dimana ia bekerja, mampu mengatasi stress dan frustasi”.

 Adapun beberapa cara yang dapat dilakukan dalam hal penciptaan


kesehatan kerja:
 Menjaga kesehatan karyawan dari gangguan-gangguan penglihatan,
pendengaran, kelelahan, dan sebagainya.
 Penyediaan fasilitas-fasilitas pengobatan dan pemeriksaan bagi
karyawan.

Menurut Leon C. Megginson dalam Mangkunegara (2004: 161) kesehatan


kerja membicarakan tentang risiko kesehatan atau rasa sakit yang
disebabkan oleh lingkungan kerja. Adapun di bawah ini beberapa contoh
penyakit kerja yang terjadi dalam sektor industri yang dikemukakan oleh Basir
Barthos (2001: 145) adalah sebagai berikut:

 Kelembaban lantai yang mengakibatkan rematik dan masuk angin


 Kelembaban udara yang dapat mengakibatkan penyakit radang paru-
paru basah.
 Pencahayaan yang yang dapat mengakibatkan kerusakan mata akibat
keremangan dan kesilauan.
 Partikel debu yang berterbangan yang tidak terlihat mengakibatkan
sesak napas
 Model tempat duduk atau bangku yang disediakan tak sesuai yang
mengakibatkan sakit punggung.
Menurut Justine T. Sirait (2007: 266) bahwa pelaksanaan program kesehatan
dapat berupa dan sebaiknya terdiri dari salah satu atau keseluruhan elemen-
elemen berikut:
 Pemeriksaan kesehatan pada waktu karyawan pertama kali diterima
bekerja.
 Pemeriksaan kesehatan para karyawan kunci secara periodik
 Pemeriksaan kesehatan secara sukarela untuk semua karyawan secara
periodik.
 Tersedianya peralatan dan staf medis yang cukup.
 Pemberian perhatian yang sistematis dan preventif terhadap masalah
ketegangan industri (industrial stresses)
 Tersedia psychiatrist untuk konsultan.
 Kerja sama dengan psychiatrist di luar perusahaan atau yang ada di
lembaga –lembaga konsultan.
 Mendidik para karyawan perusahaan tentang arti pentingnya
kesehatan.

Menurut Basir Barthos (2001: 150) upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam
hal mengurangi penyakit akibat kerja antara lain sebagai berikut:
 Pengaturan Jam Kerja
 Pemberian Perhatian Terhadap Daya Tahan Tubuh Pekerja
 Memperhatikan Kenyamanan Kerja
 Memperhatikan Keamanan Kerja

Baca Juga: 9 Pengertian Perusahaan Menurut Para Ahli Lengkap


Peran Pemerintah Dalam Menanggulangi Masalah K3
Cara pemerintah dalam menanggulangi maslah K3 yaitu dengan membuat
aturan K3 seperti pada Pasal 3 Ayat 1 UU No. 1 Tahun 1970 tentang
keselamatan kerja, yaitu : mencegah dan mengurangi kecelakaan; mencegah,
mengurangi dan memadamkan kebakaran; mencegah dan mengurangi
bahaya peledakan; memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada
waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya; memberikan
pertolongan pada kecelakaan; memberi alat-alat perlindungan diri pada para
pekerja; mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluaskan suhu,
kelembaban, debu kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar
atau radiasi, suara dan getaran.

Lalu dengan Jaminan Sosial Tenaga Kerja, melindungi tenaga kerja dalam
bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti dari sebagian penghasilan
yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau
keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit,
hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia. Program Jamsostek sebagai
pengejawantahan dari program K3 diwajibkan berdasarkan Pasal 2 Ayat 3 PP
No. 14 Tahun 1993 bagi setiap perusahaan.

Penjelasan Dari Peraturan dan Perundangan


K3 yang Wajib Diketahui

Kesehatan dan Keselamatan Kerja atau yang disingkat dalam K3 merupakan elemen
penting yang harus disediakan perusahaan untuk melindungi pekerjanya. Atas dasar itulah
kemudian penerapan K3 ditetapkan oleh pemerintah.

Pelaksanaan dan penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) mengacu kepada
Veiligheidsreglement tahun 1919 (Stbl. No. 406) yang kemudian direvisi ke dalam Undang-
Undang Nomor 14 tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Pekerja.
Dengan demikian, penyusunan undang-undang ini memuat berbagai ketentuan umum
terhadap keselamatan kerja sesuai dengan perkembangan masyarakat, teknologi, dan
industrialisasi.

Jika dikelompokkan, standarisasi dan penerapan K3 memiliki beberapa dasar hukum yang
kuat. Untuk itu, mau tidak mau, suka tidak suka, Keselamatan dan Kesehatan kerja haruslah
menjadi perhatian bagi setiap perusahaan, pemerintah, dan para pekerja. Adapun dasar
hukum pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja jika diurutkan dari yang tertinggi
adalah sebagai berikut.

1. Undang-Undang (UU)
Yakni, Undang-undang yang mengatur mengenai K3, yang meliputi tempat kerja, hak dan
kewajiban pekerja, serta kewajiban pimpinan tempat kerja.

Produk hukum yang mengatur tentang K3 di antaranya adalah UU No 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja dan UU No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.

2. Peraturan Pemerintah (PP)


Peraturan pemerintah, yakni yang mengatur mengenai K3, yang meliputi izin pemakaian zat
radioaktif atau radiasi lainnya, keselamatan kerja terhadap dan pengangkutan zat radioaktif.

Produk hukum yang umum untuk diketahui adalah (1) Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 11 Tahun 1979 tentang Keselamatan Kerja Pada Pemurnian dan Pengolahan
Minyak dan Gas Bumi; (2) Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan
Atas Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida; (3) Peraturan Pemerintah Nomor
13 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan Keselamatan Kerja di Bidang
Pertambangan, (4) dan lain sebagainya.

3. Keputusan Presiden (Kepres)


Keputusan presiden, yakni mengatur aspek K3, meliputi penyakit yang timbul akibat
hubungan kerja.

Produk hukum yang umum untuk diketahui adalah Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun
1993 tentang Penyakit yang Timbul Akibat Hubungan Kerja.

4. Peraturan dari Departemen Tenaga Kerja (Kepmenaker)


Yakni, peraturan tentang K3 terhadap syarat-syarat keselamatan kerja, yang meliputi syarat-
syarat K3 untuk penggunaan lift, konstruksi bangunan,  listrik, pemasangan alat APAR
(pemadam api ringan), serta instalasi penyalur petir.

Produk hukum yang umum untuk diketahui adalah Peraturan Menteri No. 5 tahun 1996
mengenai Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
5. Peraturan dari Departemen Kesehatan (Permenkes)
Yakni, peraturan yang mencakup aspek K3 di rumah sakit atau lebih terkait pada aspek
kesehatan kerja dibandingkan dengan keselamatan kerja. Hal tersebut disesuaikan
terhadap tugas dan fungsi dari Departemen Kesehatan.

Peraturan dan Perundangan K3


Berkaitan dengan beberapa peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah, adapun dasar
hukum dan perundangan yang mengatur penerapan K3 di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Undang-undang RI No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
Undang-undang ini mengatur tentang kewajiban pengurus serta kewajiban dan hak pekerja.
Adapun hak dan kewajiban masing-masing yakni:

1. Kewajiban pengurus atau pimpinan tempat kerja, di antaranya adalah sebagai


berikut:
2. Mencegah serta mengendalikan timbul atau menyebarnya bahaya yang disebabkan
oleh suhu, debu, kelembaban, kotoran, uap, asap, gas, cuaca,  hembusan angin, radiasi,
sinar, getaran, dan suara.
3. Mencegah serta mengurangi terjadinya bahaya ledakan.
4. Mengamankan serta memperlancar dalam pengangkutan orang, barang, tanaman
ataupun binatang.
5. Mencegah, mengurangi, serta memadamkan kebakaran yang terjadi.
6. Mendapatkan penerangan yang cukup serta sesuai.
7. Mencegah terjadinya aliran listrik berbahaya.
8. Mencegah serta mengurangi terjadinya kecelakaan.
9. Membuat tanda-tanda sign pada lokasi proyek supaya pekerja dapat selalu
waspada.
10. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup.
11. Memberi pertolongan ketika terjadi kecelakaan.
12. Memberi kesempatan untuk menyelamatkan diri apabila terjadi kebakaran maupun
kejadian berbahaya lainnya.
13. Menciptakan keserasian antara pekerja dengan lingkungan, alat kerja, serta cara dan
proses kerja.
14. Mencegah serta mengendalikan munculnya penyakit yang diakibatkan oleh kerja,
baik itu berupa keracunan, psikis, infeksi ataupun penularan.
15. Menyediakan alat-alat yang digunakan untuk melindungi  pekerja.
16. Memelihara kebersihan, kesehatan, dan ketertiban.
17. Mengamankan serta memelihara berbagai jenis bangunan.
18. Mengamankan serta memperlancar pekerjaan dalam hal bongkar muat,
penyimpanan, dan perlakuan barang.
19. Menyesuaikan serta menyempurnakan pengamanan terhadap pekerjaan yang
berbahaya supaya dapat meminimalisir terjadinya kecelakaan.
20. Melaksanakan pemeriksaan kondisi mental, kesehatan badan, serta kemampuan
fisik pekerja baru yang akan diterima oleh perusahaan ataupun yang akan dipindah
kerjakan. Yakni sesuai pada sifat pekerjaan yang akan diampu oleh pekerja. Dalam hal ini,
pemeriksaan dilakukan secara berkala.
21. Kewajiban untuk menempatkan segala syarat keselamatan kerja wajib pada tempat-
tempat yang mudah dilihat serta terbaca oleh pekerja.
22. Kewajiban untuk melaporkan segala kecelakaan kerja yang terjadi pada tempat
kerja.
23. Kewajiban untuk menyediakan alat perlindungan diri dengan cuma-cuma, yang
disertai dengan petunjuk yang diperlukan oleh pekerja serta siapa saja yang memasuki
tempat kerja.
24. Kewajiban untuk memasang segala gambar keselamatan kerja serta segala bahan
pembinaan lainnya di tempat yang mudah dilihat dan dibaca.
25. Kewajiban untuk menunjukkan serta menjelaskan kepada semua pekerja baru
mengenai:
26. Kondisi  bahaya yang akan timbul pada tempat kerjanya.
27. Pengamanan serta dan perlindungan terhadap alat-alat yang terdapat pada area
tempat kerja
28. Alat-alat perlindungan diri untuk pekerja yang bersangkutan
29. Cara dan sikap aman yang harus dilakukan ketika melaksanakan pekerjaan.
30. Sedangkan kewajiban dan hak pekerja di antaranya adalah sebagai berikut:
31. Memenuhi serta mentaati segala syarat-syarat kesehatan dan keselamatan kerja
yang diwajibkan
32. Memberikan keterangan secara jelas dan benar, jika diminta ahli atau pengawas
keselamatan kerja.
33. Menyatakan keberatan kerja, apabila syarat kesehatan dan keselamatan yang
diwajibkan diragukan, kecuali memang karena hal khusus yang ditentukan oleh
pengawas, namun dalam hal ini sesuai dengan batas yang masih bisa
dipertanggungjawabkan.
34. Memakai Alat Pelindung Diri (APD) secara benar dan tepat
35. Meminta pada pimpinan supaya dilaksanakan segala syarat kesehatan dan
keselamatan kerja yang diwajibkan
Perlu digarisbawahi, bahwa peraturan ini harus ditaati oleh semua pihak, sebab jika terjadi
pelanggaran akan mendapatkan ancaman hukuman berupa pidana/ kurungan paling lama 3
(tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 100.000, (seratus ribu rupiah).

Baca juga: Penting! Ini Dia Tujuan Diterapkannya K3 di Perusahaan


2. Undang-undang RI No. 23 pasal 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan
Dalam peraturan dan perundangan K3 ini, meliputi tentang:

 Kesehatan Kerja diselenggarakan dengan tujuan supaya semua pekerja sehat,


sehingga tak membahayakan dirinya sendiri serta masyarakat yang ada di sekelilingnya.
Dengan begitu, produktivitas kerja yang diperoleh dapat optimal sejalan terhadap
program perlindungan pekerja yang dituju.
 Kesehatan Kerja, yakni meliputi pencegahan penyakit yang diakibatkan oleh
pekerjaan, pelayanan kesehatan kerja, serta syarat kesehatan kerja.
 Setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan kerja.
Perlu digarisbawahi, bahwa ketentuan tentang kesehatan kerja ini, telah ditetapkan sesuai
peraturan pemerintah. Jika terjadi pelanggaran dan tidak dipenuhi oleh perusahaan, akan
mendapatkan ancaman hukuman pidana/ kurungan selama 1 tahun atau denda sebanyak-
banyaknya Rp 15.000.000. (lima belas juta rupiah).

Referensi:
1. Undang-undang RI No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
2. Himpunan Peraturan Perundangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) RI Versi
01. Diterbitkan oleh PortalK3.com tahun 2015

Anda mungkin juga menyukai