Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN NY.

G
DENGAN DIAGNOSA CHOLETIASIS DI RUANG ICU RSUD dr SOEKARDJO

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas stase Keperawatan Gawat Darurat

Disusun Oleh :

Yudi Supriyadi
221FK09022

PROGRAM PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN


UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA
TASIKMALAYA
2023
Cholelitiasis
1. Pengertian

Cholelitiasis atau batu empedu adalah sumber cairan pencernaan yang


mengeras yang dapat membentuk di kantong empedu. Kantong empedu adalah organ
kecil yang terletak di bawah hati. Kantong empedu memegang cairan pencernaan yang
dikenal sebagai empedu yang dilepaskan ke usus kecil. Di Amerika Serikat, 6% pria
dan 9% wanita memiliki batu empedu, yang mana ada gejala. Pada pasien dengan batu
emptomatic ditemukan kebetulan, kemungkinan mengembangkan gejala atau
komplikasi 1% sampai 2% per tahun. Kantung empedu yang asli ditemukan di kantung
empedu normal dan pohon biliary normal dinilai tidak perlu pengobatan kecuali
mereka mengalami gejala. Namun, sekitar 20% batu simptomatik ini akan mengalami
gejala lebih dari 15 tahun tindak lanjut. Batu empedu ini bisa terus berkembang
komplikasi seperti cholecystitis, cholititis, koledokolitiasis, gas batu empedu, dan
jarang choriocarcinoma (Kurzweil A et al, 2020).

2. Manifestasi Klinis

Menurut (Nurarif & Kusuma, 2013) tanda dan gejala kolelitiasis adalah :

a. Sebagian bersifat asimtomatik


b. Nyeri tekan kuadran kanan atas atau midepigastrik samar yang menjalar ke
punggung atau region bahu kanan
c. Sebagian klien rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten
d. Mual dan muntah serta demam
e. Icterus obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan
menimbulkan gejala yang khas, yaitu: getah empedu yang tidak lagi dibawa ke
dalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat
kulit dan membran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai
dengan gejala gatal-gatal pada kulit
f. Perubahan warna urine dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan
membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen
empedu akan tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut “clay colored”
g. Regurgitas gas: flatus dan sendawa
h. Defisiensi vitamin obstruksi aliran empedu juga akan membantu absorbsi vitamin
A, D, E, K yang larut lemak. Karena itu klien dapat memperlihatkan gejala
defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi atau sumbatan bilier berlangsumg
lama. Penurunan jumlah vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang
normal.
Gejala klinik kolelitiasis bervariasi dari tanpa gejala hingga munculnya gejala. Lebi
dari 80% batu kandung empedu memperlihatkan gejala asimptomatik (pasien tidak
menyadari gejala apapun). Gejala klinik yang timbul pada orang dewasa
biasanya dijumpai gejala:
a. Nyeri pada perut kanan atas
b. Dispepsia non spesifik
c. Mual, muntah
d. Demam

Gejala (komplikasi) :

a. Nyeri Kolik.
b. Radang kantung dan saluran empedu.
c. Ikterus/Jaundice
d. Pancreatitis.
e. Ileus (gallstone ileus) (Handaya, 2018).
3. Etiologi

Ada tiga pathway dalam formasi batu empedu:

a. Kolesterol supersaturasi: biasanya, bile dapat melarutkan jumlah kolesterol yang


dikeluarkan oleh hati. Tapi jika hati memproduksi lebih banyak kolesterol dari
yang bisa dilarutkan oleh bile, terlebih lagi kolesterol dapat memunculkan
sebagai kristal. Kristal terperangkap dalam lendir empedu, memproduksi
Lumpur empedu. Dengan waktu, kristal mungkin tumbuh untuk membentuk
batu dan occlude saluran yang akhirnya menghasilkan penyakit gallstone.
b. Lebih dari bilirubin: Bilirubin, pigmen kuning diturunkan dari rincian sel darah
merah, ditulis ke empedu oleh sel hati. Kondisi hematologic tertentu
menyebabkan hati membuat bilirubin terlalu banyak melalui proses pemecahan
hemoglobin. Kelebihan bilirubin ini mungkin juga menyebabkan formasi
gallstone.
c. Kantong empedu atau gangguan kontraktilitas: jika kantong empedu tidak
kosong secara efektif, empedu dapat menjadi terkonsentrasi dan berbentuk
batu
empedu. Berdasarkan teori, batu empedu memiliki campuran yang berbeda.
Tiga tipe umum adalah kolesterol batu empedu, hitam batu empedu, dan batu
empedu merah. Sembilan puluh persen batu empedu adalah kolesterol batu empedu.
Setiap batu memiliki satu set unik faktor risiko. Beberapa faktor risiko untuk
pengembangan batu empedu kolesterol obesitas, umur, kelamin perempuan,
kehamilan, genetika, total gizi parenteral, penurunan berat badan yang cepat, dan
obat- obatan tertentu (alat kontrasepsi, clofibrate, dan analogi lainnya). Sekitar 2%
batu empedu adalah batu hitam dan coklat. Ini dapat ditemukan pada individu dengan
turnover hemoglobin tinggi. Pigmen itu sebagian besar bilirubin. Pasien dengan
sirosis, penyakit ileus, penyakit sel sabit anemia, dan cystic fibrosis beresiko
mengembangkan batu pigmen hitam. Pigmen coklat terutama ditemukan dalam
populasi Asia Tenggara dan tidak umum di Amerika Serikat. Faktor risiko untuk
pigmen coklat adalah keakraban stasis dan kolonisasi kronis Jell dengan bakteri
(Ibrahim M, et al. 2018)
Sekresi kolesterol berhubungan dengan pembentukan batu empedu. Pada
kondisi yang abnormal, kolesterol dapat mengendap, menyebabkan pembentukan batu
empedu. Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan pengendapan kolesterol adalah :
terlalu banyak absorbsi air dari empedu, terlalu banyak absorbsi garam-garam empedu
dan lesitin dari empedu, terlalu banyak sekresi kolesterol dalam empedu, Jumlah
kolesterol dalam empedu sebagian ditentukan oleh jumlah lemak yang dimakan karena
sel-sel hepatik mensintesis kolesterol sebagai salah satu produk metabolisme lemak
dalam tubuh. Untuk alasan inilah, orang yang mendapat diet tinggi lemak dalam waktu
beberapa tahun, akan mudah mengalami perkembangan batu empedu (Guyton, 1997;
Townsend, 2004).

4. Patofisiologi

Menurut Corwin (2008) patofisiologi kolelitiasis yaitu perubahan


komposisi empedu.
Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap:

1) Pembentukan empedu yang supersaturasi,

2) Nukleasi atau pembentukan inti batu, dan

3) Berkembang karena bertambahnya pengendapan.

Kelarutan kolesterol merupakan masalah yang terpenting dalam pembentukan


semua batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu dengan kolesterol terjadi bila
perbandingan asam empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol turun di
bawah harga tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut dalam media yang
mengandung air. Empedu dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid
yang mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari
garam empedu dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam
empedu rendah, atau terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik
(Garden, 2007). Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti
pengendapan kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol keluar
dari larutan membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu pengendapan. Pada tingkat
saturasi yang lebih rendah, mungkin bakteri, fragmen parasit, epitel sel yang lepas,
atau partikel debris yang lain diperlukan untuk dipakai sebagai benih pengkristalan
(Hunter, 2007; Garden, 2007).

5. Pathway
6. Klasifikasi

Menurut Nian (2015) Kolelitiasis digolongkanatas3 golongan :

a. Batu Kolesterol

Berbentuk oval, multifokal atau mulberrydanmengandung lebih dari 70%kolesterol.

b. Batu kalsium bilirubinan (pigmen coklat)

Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudahdihancurkan dan mengandung kalsium-
bilirubinat sebagai komponen utama.

c. Batu pigmen hitam

Berwarna hitam atau hitamkecoklatan, tidakberbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa zat

hitam yang tak terekstraksi


Menurut Corwin (2008) ada 3 tipe utamakolelitiasis :

a. Batu pigmen, kemungkinan berbentuk pigmentak terkonjugasi dalam empedu


melakukanpengendapan sehingga terjadi batu
b. Batu kolesterol, terjadi akibat konsumsi makanan berkolesterol seperti fast food
denganjumlah tinggi. Kolesterol yang merupakan unsur normal pembentuk empedu tidak
dapat larut dalam air. Pada pasien yang cenderungmenderita batu empedu akan terjadi
penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesiskolesterol dalam hati. Keadaan
ini mengakibatkan supersaturasi getah empeduolehkolesterol yang kemudian keluar dari
getah empedu, mengendap dan menjadi batu empedu.
c. Batu campuran, batu campuran dapat terjadi akibat kombinasi antara batu pigmen
danbatukolesterol atau salah satu dari batu denganbeberapa zat lain seperti
kalsiumkarbonat, fosfat, dan garam empedu.
7. Pemeriksaan Penunjang

Untuk memastikan diagnosis, dokter akan melakukan pemeriksaan penunjang berikut:

- Tes darah, untuk mendeteksi infeksi empedu dan mengetahui fungsi hati – Pemindaian
- USG
- Rontgen
- MRI, atau CT scan, untuk memeriksa ada tidaknya gangguan pada kantong empedu atau
sumbatan saluran empedu

8. Penatalaksanaan Medis
a. Obat ursodeoxycholic acid (urdafalx) masih berwujud lumpur
b. Operasiletak batu, ukuran dan faktor lain.
- Laparoscopy (Keyhole surgery).
- Open (traditional operation) (Handaya, 2018)

Penanganan kolelitiasis (Nabu, 2019) dibedakan menjadi dua yaitu


penatalaksanaan non bedah dan bedah. Ada juga yang membagi berdasarkan ada
tidaknya gejala yang menyertai kolelitiasis, yaitu penatalaksanaan pada kolelitiasis
simptomatik dan kolelitiasis yang asimptomatik.
1) Penatalaksanaan Nonbedah
a) Penatalaksanaan pendukung dan diet

Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh
dengan istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik.
Intervensi bedah harus ditunda sampai gejala akut mereda dan evalusi yang lengkap
dapat dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien memburuk. Manajemen terapi :
- Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein
- Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.
- Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign.
- Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi syok.
- Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati).
b) Disolusi medis Oral

Dissolution Therapy adalah cara penghancuran batu dengan


pemberian obat-obatan oral. Ursodeoxycholic acid lebih dipilih dalam
pengobatan daripada chenodeoxycholic karena efek samping yang lebih
banyak pada penggunaan chenodeoxycholic seperti terjadinya diare,
peningkatan aminotransfrase dan hiperkolesterolemia sedang. Pemberian
obat-obatan ini dapat menghancurkan batu pada 60% pasien dengan
kolelitiasis, terutama batu yang kecil. Angka kekambuhan mencapai lebih
kurang 10%, terjadi dalam 3-5 tahun setelah terapi. Disolusi medis
sebelumnya harus memenuhi kriteria terapi nonoperatif diantaranya batu
kolesterol diameternya < 20 mm, batu kurang dari 4 batu, fungsi kandung
empedu baik dan duktus sistik paten. Pada anak-anak terapi ini tidak
dianjurkan, kecuali pada anakanak dengan risiko tinggi untuk menjalani
operasi.

c) Disolusi kontak

Terapi contact dissolution adalah suatu cara untuk menghancurkan


batu kolesterol dengan memasukan suatu cairan pelarut ke dalam kandung
empedu melalui kateter perkutaneus melalui hepar atau alternatif lain
melalui kateter nasobilier. Larutan yang dipakai adalah methyl terbutyl
eter. Larutan ini dimasukkan dengan suatu alat khusus ke dalam kandung
empedu dan biasanya mampu menghancurkan batu kandung empedu
dalam 24 jam. Kelemahan teknik ini hanya mampu digunakan untuk kasus
dengan batu yang kolesterol yang radiolusen. Larutan yang digunakan
dapat menyebabkan iritasi mukosa, sedasi ringan dan adanya
kekambuhan
terbentuknya kembali batu kandung empedu.

d) Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)

Prosedur non-infasif ini menggunakan gelombang kejut berulang


(Repeated Shock Wave) yang diarahkan jpada batu empedu didalam
kandung empedu atau duktus koledokus dengan maksud memecah batu
tersebut menjadi beberapa sejumlah fragmen.

e) Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP) Pada ERCP,


suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan, lambung dan ke
dalam usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam saluran empedu
melalui sebuah selang di dalam sfingter oddi. Pada sfingterotomi, otot
sfingter dibuka agak lebar sehingga batu empedu yang menyumbat saluran
akan berpindah ke usus halus. ERCP dan sfingterotomi telah berhasil
dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000 penderita yang
meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi, sehingga prosedur ini lebih
aman dibandingkan pembedahan perut. ERCP saja biasanya efektif
dilakukan pada penderita batu saluran empedu yang lebih tua, yang
kandung empedunya telah diangkat.
2) Penatalaksanaan Bedah
a) Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan
kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat
terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka
mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi
yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren,
diikuti oleh kolesistitis akut.
b) Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan sekarang ini
sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90% batu empedu di
Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil resiko kematian dibanding
operasi normal (0,1- 0,5% untuk operasi normal) dengan mengurangi komplikasi
pada jantung dan paru. Kandung empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan
lewat sayatan kecil di dinding perut. Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis
simtomatik tanpa adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya
pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan
kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis
keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat
mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat
cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum
terpecahkan adalah keamanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden
komplikasi seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering
selama kolesistektomi laparoskopi.

9. Komplikasi

Berikut adalah tahapan dari cholelithiasis:


- Fase lithogenic, yaitu fase di mana terjadi pembentukan batu empedu
- Asymptomatic cholelithiasis, yaitu fase di mana batu empedu sudah terbentuk
namun penderita belum merasakan adanya gejala atau gangguan
- Symptomatic cholelithiasis, yaitu fase di mana penderita sudah merasakan
adanya gejala atau gangguan berupa kolik biliaris

Cholelithiasis dengan komplikasi, yaitu fase di mana keberadaan batu empedu


sudah menimbulkan komplikasi. Batu empedu dapat terbentuk cukup lama sebelum
akhirnya menunjukkan gejala. Umumnya, gejala yang penderita rasakan diakibatkan
oleh perpindahan batu empedu ke ductus cysticus sehingga terjadi sumbatan aliran
empedu. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan dinding kandung
empedu dan menimbulkan nyeri yang disebut dengan kolik biliaris. Jika obstruksi pada
ductus cysticus semakin berat, maka kandung empedu dapat meradang. Kondisi inilah
yang disebut dengan cholecystitis akut.
Gejala yang umumnya timbul pada penderita cholelithiasis adalah kolik
biliaris, yaitu rasa nyeri yang terlokalisir pada area epigastrium atau perut kanan atas
dan dapat merambat ke area bahu kanan. Nyeri yang muncul biasanya terjadi setelah
makan dan berlangsung selama 1-5 jam. Nyeri yang muncul biasanya bersifat tumpul
dan intens, dengan klimaks rasa nyeri berlangsung sekitar 10-20 menit. Nyeri yang
muncul dapat disertai adanya mual, muntah, buang angin, buang air besar, namun
semua itu tidak meredakan nyeri yang ada. Selain itu, penderita juga dapat merasa
kembung atau
mengalami dyspepsia.

10. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

A. Data Fokus Pengkajian


1) Pengkajian
a. Identitas pasien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, alamat, tempat tinggal, tempat tanggal lahir,
pekerjaan dan pendidikan. Kolelitiasis biasanya ditemukan pada 20 -50 tahun dan
lebih sering terjadi anak perempuan pada dibanding anak laki – laki (Cahyono,
2015)
b. Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat pengkajian.
Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri abdomen pada kuadran
kanan atas, dan mual muntah.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama
melalui metode PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan
klien, quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri dirasakan oleh klien,
regional (R) yaitu nyeri menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi yang
bagaimana yang dapat mengurangi nyeri atau klien merasa nyaman dan Time
(T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri tersebut.
2) Riwayat kesehatan dahulu kaji apakah klien pernah menderita penyakit sama
atau pernah memiliki riwayat penyakit sebelumnya.
3) Riwayat kesehatan keluarga (genogram) Mengkaji ada atau tidaknya keluarga
klien pernah menderita penyakit kolelitiasis. Penyakit kolelitiasis tidak
menurun, karena penyakit ini menyerang sekelompok manusia yang memiliki
pola makan dan gaya hidup yang tidak sehat. Tapi orang dengan riwayat
keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibanding dengan tanpa
riwayat keluarga.
B. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan Umum :
a) Penampilan Umum Mengkaji tentang berat badan dan tinggi badan klien.
b) Kesadaran Kesadaran mencakup tentang kualitas dan kuantitas keadaan klien.
c) Tanda-tanda Vital Mengkaji mengenai tekanan darah, suhu, nadi dan respirasi.
2) Sistem endokrin
Mengkaji tentang keadaan abdomen dan kantung empedu. Biasanya Pada penyakit ini
kantung empedu dapat terlihat dan teraba oleh tangan karena terjadi pembengkakan pada
kandung empedu.
3) Pola aktivtas
a) Nutrisi Dikaji tentang porsi makan, nafsu makan
b) Aktivitas Dikaji tentang aktivitas sehari-hari, kesulitan melakukan aktivitas dan
anjuran bedrest
c) Aspek psikologis Kaji tentang emosi, pengetahuan terhadap penyakit, dan
suasana hati
d) Aspek penunjang
- Hasil pemeriksaan Laboratorium (bilirubin, amylase serum meningkat)
- Obat-obatan satu terapi sesuai dengan anjuran dokter
C. Analisa Data

Analisa Data Etiologi Diagnosa Keperawatan


DS : Batu pigmen tidak Nyeri akut b.d respon
- Klien mengatakan terkonjugasi
tubuh kerusakan
merasakan nyeri di ↓
daerah kuadran Penurunan sintesis asam jaringanlunak pasca
kanan atas empedu
DO : ↓ bedah
- Klien terlihat Peningkatan sintesis
meringis kesakitan kolesterol hati

Supersaturasi getah
empedu menjadi kolesterol

Membentuk batu

Cholelithiasis

Prosedur kolesistektomi

Nyeri akut b.d respon
tubuh kerusakan
jaringan lunak pasca
bedah
DS : Duktus sistikus terobstruksi Ketidakseimbangan
- Klien tidak nafsu ↓ nutrisikurang dari
makan karena jika kantung empedu menjadi kebutuhan tubuh b.d
makan terasa terdistensi meradang, dan intake makanan yang
mual. pada akhirnya terinfeksi; kurang adekuat
- Klien mengatakan ↓
perut terasa demam dan massa
penuh abdomen kanan atas yang
- Klien tampak menyiksa,
lemah, mual & ↓
muntah menyebar ke punggung
DO : atau bahu kanan dengan
- Klien akan kembali mual dan muntah
berada dalam ↓
rentang 10% berat Ketidakseimbangan
badan yang baik nutrisi kurang dari
untuk tinggi kebutuhan
badannya.
DS : Batu pigmen tidak Defisit Pengetahuan
- Pasien mengatakan terkonjugasi
tidak mengerti tentang ↓
Cholelitiasis Penurunan sintesis asam
empedu
DO : ↓
- Pasien bertanya tentang Peningkatan sintesis
penyakit, apa kolesterol hati
penyebabnya dan ↓
bagaimana cara Supersaturasi getah
mengurangi nyeri empedu menjadi kolesterol

Membentuk batu

Cholelithiasis

Penyakit menahun

Klien sudah berserah diri

Defisit Pengetahuan
DS : Batu pigmen tidak Resiko kekurangan
terkonjugasi volume cairan
- Klien mengatakan
minum air mineral dan ↓
minum air padahari Penurunan sintesis asam
pertama operasi tapi empedu
diberikan sedikit ↓
dengan menggunakan Peningkatan sintesis
sendok makan. kolesterol hati
DO : ↓
Kulit kering Supersaturasi getah
- Membran mukosa empedu menjadi kolesterol
bibir kering ↓
- NGT 100 cc Membentuk batu
- Drain 100 cc ↓
- Balance cairan Cholelithiasis
- +260 cc ↓
Oklusi dan obstruksi dari
batu

Obstruksi duktus sistikus
atau duktus biliaris

Tekanan di duktus biliaris ↑
dan kontraksi peristaltik ↑

Gangguan gastrointestinal

Mual, muntah, anoreksia

Intake nutrisi dan cairan
inadekuat

Penurunan cairan
tubuh

Resiko kekurangan
volume cairan
Resiko Infeksi
DS : - Batu pigmen tidak
terkonjugasi
DO : ↓
- Klien terpasang Penurunan sintesis asam
NGT dan kateter empedu
hari kedua, terdapat ↓
luka post opreratif Peningkatan sintesis
pada abdomen kolesterol hati
- Terdapat drain ↓
pada abdomen Supersaturasi getah
regio lumbal kanan empedu menjadi kolesterol
- Panjang balutan 25 ↓
cm Membentuk batu
- Lebar balutan 6 cm ↓
- Balutan kotor Cholelithiasis
- Balutan basah ↓
Prosedur kolesistektomi

Melemahkan pertahanan
primer tubuh

port de entree
Mikroorganisme penyebab
infeksi

Resiko Infeksi

D. Diagnosa Keperawatan
(NANDA, 2018)
a. Nyeri akut b.d respon tubuh kerusakan jaringan lunak pasca bedah
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan
yang kurang adekuat
c. Defisiensi pengetahuan b.d kurang paparan informasi,tidak familiar dengan sumber
informasi,kurang mengingat kembali
d. Resiko kekurangan volume cairan b.d kehilangan drainase kandung empedu, intake,
gangguan koagulasi
e. Resiko tinggi infeksi b.d adanya port de entree luka pasca bedah
E. Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional

Nyeri akut b.d Setelah dilakukan tindakan asuhan 1. Melakukan pengkajian 1. Mengetahui tingkat
respon tubuh keperawatan selama 3x24 jam Pasien secara komperhensif, nyeri yang di rasakan
kerusakan jaringan menyatakan nyeri hilang berkurang observasi dan catat lokasi, dapat membantu
lunak pasca bedah atau menurun dengan kriteria hasil: beratnya (skala menentukan intervensi
1. Keluhan nyeri menurun 1-10) dan karakteristik nyeri yang tepat.
2. Meringis menurun (menetap, hilang timbul). 2. Untuk mengetahui
perubahan TTV
3. Kesulitan tidur menurun 2. Observasi tanda - tanda vital
terutama suhu dan nadi
4. Gelisah menurun tiap 8 jam.
3. Ciptakan lingkungan yang merupakan salah satu
5. TTV dalam batas normal
nyaman dan tenang. indikasi peningkatan
4. Beri posisi yang nyaman. nyeri yang di alami
5. Anjurkan pasien untuk oleh klien.
melakukan teknik 3. Lingkungan yang
relaksasi. nyaman dapat
membuat klien
6. Kolaborasi dengan dokter
beristirahat dengan
pemberrian terapi secara
tenang.
farmakologis.
4. Posisi yang nyaman
dapat menghindarkan
penekanan pada area
nyeri.
5. Teknik relaksasi dapat
membuat klien merasa
nyaman dan distraksi
dapat mengurangi
nyeri yang di rasakan.
6. Obat-obat analgetik
akan memblok
reseptor nyeri sehingga
nyeri tidak dapat

dipersepsikan.
Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan asuhan 1. Catat status nutrisi pasien, BB, 1. Dapat menentukan
nutrisi kurang dari keperawatan selama 3x24 jam status integritas mukosa oral, intervensi yang
kebutuhan tubuh b.d nutrisi pasien membaik dengan kriteria kemampuan menelan, tonus tepat.
intake makanan yang hasil: otot, mual muntah. 2. Membantu
kurang adekuat 1. Porsi makanan yang dihabiskan 2. Perhatikan diet. mengidentifikasi
meningkat 3. Awasi masukan serta kebutuhan/kekuatan
2. Berat badan membaik BB secara periodic. khusus.
3. Indeks massa tubuh membaik 4. Beri makanan dalam porsi 3. Mengukur keefektifan
nutrisi dan cairan.
4. Frekuensi makan membaik sedikit pada awalnya. 4. Merangsang nafsu
5. Nafsu makan membaik 5. Beri makannan dengan cara makan.
yang menarik. 5. Meningkatkan
keinginan untuk
makan.

Setelah dilakukan tindakan asuhan 7. Kaji pengetahuan klien 1. Untuk mengetahui


Defisit pengetahuan keperawatan selama 1x30 menit tentang penyakitnya. tingkat pemahaman
b.d kurang paparan
informasi,tidak pengetahuan pasien akan penyakit 8. Jelaskan proses penyakit klien tentang
familiar dengan meningkat dengan kriteria hasil : (tanda dan gejala). penyakitnya.
sumber informasi,
kurang mengingat 1. Perilaku sesuai ajaran meningkat 9. Jelaskan program pengobatan 2. Agar klien dapat
kembali alternatif.
2. Kemampuan menjelaskan mengerti proses
pengetahuan tentang suatu topik 10. Instruksikan kapan harus ke penyakit yang di
meningkat pelayanan kesehatan. alaminya.
3. Kemampuan menggambarkan 11. Tanyakan kembali 3. Agar klien dapat
pengalaman sebelumnya yang pengetahuan klien mengetahui
sesuai dengan topik meningkat tentang penyakit, pengobatan yang
4. Perilaku sesuai dengan prosedur perawatandan dapat di lakukan.
pengetahuan meningkat cara pengobatan 4. Agar klien dapat
5. Pertanyaan tentang masalah yang pergi ke fasilitas
pelayanan
dihadapi menurun kesehatan.
6. Persepsi yang keliru terhadap 5. Mengevaluasi kembali
masalah menurun pemahaman klien

Resiko kekurangan Setelah dilakukan tindakan asuhan 1. Monitor status hidrasi (mis.
volume cairan b.d keperawatan selama 3x24 jam Frekuensi nadi, kekuatan
kehilangan drainase Pasien menyatakan keseimbangan nadi,akral,pengisian
kandung empedu, cairan meningkat dengan kriteria kapiler,kelembapan
intake, gangguan hasil: mukosa, turgor kulit,
koagulasi 1. Asupan cairan meningkat tekanan darah)
2. Keluaran urin meningkat 2. Monitor berat badan harian
3. Monitor hasil pemeriksaan
3. Kelembapan membrane
laboratorium
Mukosa
4. Monitor status hemodinamik
4. Asupan makanan meningkat
5. Catat intake dan output lalu
5. Edema menurun
hitung balance cairan 24 jam
6. Dehidrasi menurun 6. Berikan asupan cairan ,
7. Asites menurun sesuai kebutuhan
8. Konfusi menurun 7. Berikan cairan intravena , jika
9. Tekanan darah membaik diperlukan
10. Denyut nadi radial membaik
8. Kolaborasi pemberian
11. Tekanan arteri rata-rata
diuretic,jika diperlukan
membaik
12. Mata cekung membaik
13. Turgor kulit membaik
14. Berat badan membaik
Resiko tinggi infeksi Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji adanya tanda-tanda 1. Untuk mengetahui
b.d adanya port de asuhan keperawatan selama infeksi. adanya gejala awal
entree luka pasca 3x24 jam pasien tidak 2. Observasi tanda-tanda vital dar proses infeksi.
bedah mengalami infeksi dengan 3. Observasi kulit yang 2. Perubahan TTV
kriteria hasil: mengalami kerusakan(luka, merupakan satu
1. Demam menurun garis jahitan), alat infasif indikator dan
2. Kemerahan menurun (infus, kateter). terjadinya proses
3. Nyeri menurun 4. Kolaborasi dengan tim medis infeksi dalam tubuh.
4. Bengkak menurun untuk pemberian obat 3. Deteksi dini
5. Vesikel menurun antibiotik. perkembangan
6. Cairan berbau busuk infeksi.
menurun 4. Antibiotik dapat
7. Letargi menghambat
8. Kebersihan tangan pembentukan sel
bakteri sehingga
meningkat proses infeksi tidak
9. Kebersihan badan terjadi.
meningkat
10. Kadar sel darah putih
membaik
F. Evidence Based Practice
Judul : PENERAPAN RELAKSASI NAFAS DALAM DAN AROMATERAPI
LAVENDER PADA PASIEN NYERI POST OPERASI CHOLELITHIASIS DI
RUANG MELATI LANTAI 4 RSUD DR SOEKARDJO KOTA
TASIKMALAYA
Penulis : Deden Miftahul Hidayat, Arif Rahman, SST, MTr.Kep, Yanti Cahyati,
S.Kep, Ners, M.Kep
Tujuan : Untuk mendapatkan gambaran yang jelas serta komprehensif mengenai
pengaruh latihan teknik relaksasi nafas dalam serta aromaterapi lavender guna
menurunkan skala nyeri pada pasien post operasi cholelithiasis
Hasil : Hasil pengukuran dengan format pengakajian nyeri PQRST dan lembar
observasi skala nyeri numerik pada responden menunjukkan skor total yang
mengalami penurunan skala nyeri. Dalam studi kasus ini, masalah nyeri akut
yang dialami responden teratasi sebagian karena beberapa faktor yang
mempengaruhi nyeri diantarany usia, daya koping
Kesimpulan : Dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh teknik relaksasi nafas
dalam dan aromaterapi lavender terhadap penurunan tingkat nyeri yang terjadi
pada pasien post operasi cholelithiasis yaitu dari nyeri sedang menjadi nyeri
ringan
DAFTAR PUSTAKA

Ibrahim M, Sarvepalli S, Morris-Stiff G, Rizk M, Bhatt A, Walsh RM, Hayat U, Garber


A, Vargo J, Burke CA. Gallstones: Watch and wait, or intervene? Cleve Clin J
Med. 2018 Apr;85(4):323-331
Kurzweil A, Martin J. StatPearls [Internet]. StatPearls Publishing; Treasure Island
(FL): Aug 13, 2020. Transabdominal Ultrasound.
Guyton, A.C., Hall, J.E. 1997. Sistem Saluran Empedu. In: Guyton, A.C., Hall, J.E.,
editors. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 9th. Ed.Jakarta: EGC. p.1028- 1029.
Pane, D. N., Fikri, M. EL, & Ritonga, H. M. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Pre dan Post Operasi Cholelitiasis Yang Di Rawat Di Rumah Sakit. In Journal of
Chemical Information and Modeling (Vol. 53, Issue 9).
Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., & Wagner, C. M. (2016). Nursing
Interventions Classification (NIC), Edisi 6. Elsevier.
Herdman, T. H. (Ed), & Kamitsuru, S. (Ed). (2018). NANDA International nursing
diagnoses: definitions and classification 2018-2020. Jakarta: EGC.
Handaya, A. Y. (2018). Batu Empedu (Gallstones/Cholelithiasis). Kemenkes RI.
Nabu, M. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Nn. E.S Dengan Kolelitiasis Di
Ruang Cendana. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 63.
Aktifa, N. (2013). LAPORAN TUGAS AKHIR A S U H A N K E P E R A W A T A N P
A D A Tn. S D E N G A N KOLELITIASIS POST KOLESISTEKTOMI DI
RUANG BEDAH FLAMBOYAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN.
http://repository.borneo.ac.id/index.php?p=show_detail&id=3777&keywords=

Anda mungkin juga menyukai