Anda di halaman 1dari 41

MODUL PEMBELAJARAN

ALJABAR LINEAR ELEMENTER


BUKU PEMBELAJARAN
ALJABAR LINEAR ELEMENTER

Arif Munandar, M.Sc.


PRODI MATEMATIKA
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

ii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . iii


1 SISTEM PERSAMAAN LINEAR . . . . . . . . . . . . . . . 1
1.1 Sistem Persamaan Linear . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
1.2 Augmented Matrices dan Operasi Baris Elementer (OBE) . . . . . . . . . . 2
1.3 Matrik Eselon Baris Tereduksi dan Eliminasi Gauss-Jordan . . . . . . . . 5
1.4 Sistem Persamaan Linear Homogen (SPLH) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 12
2 MATRIK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 18
2.1 Matrik dan Operasi Matrik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 18
2.2 Matrik Elementer dan Hubunganya Dengan Invers Matrik . . . . . . . . . 27
3 DETERMINAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 39
3.1 Definisi Determinan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 39
3.2 Metode Ekspansi Kofaktor . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 45
3.3 Metode Cramer . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 53
3.4 Determinan Matrik Dengan Metode Reduksi Baris . . . . . . . . . . . . . . . 61
3.5 Sifat Determinan Matrik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 73
4 VEKTOR R2 DAN R3 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 79
4.1 Vektor Geometri . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 79
4.2 Vektor Aljabar pada R2 dan R3 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 83
5 RUANG VEKTOR EUCLID . . . . . . . . . . . . . . . . . . 92
5.1 Ruang Vektor Rn . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 92
5.2 Transformasi Linear Rn ke Rm . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 98
6 NILAI DAN VEKTOR EIGEN . . . . . . . . . . . . . . . . . 106
6.1 Nilai dan Vektor Eigen . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .106
6.2 Diagonalisasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .115

iii
BAB 1

SISTEM PERSAMAAN LINEAR

1.1 Sistem Persamaan Linear

Secara umum sebarang persamaan linear dapat dinyatakan seba-


gai
a1 x1 + a2 x2 + ... + an xn = p

dengan ai , p ∈ R dan tidak semua ai = 0, ∀i, . Solusi dari persamaan


linear adalah nilai-nilai x1 = α1 , x2 = α2 , ..., xn = αn yang memenuhi
persamaan linear tersebut, dengan kata lain a1 α1 +a2 α2 +...+an αn = p.
Himpunan berhingga dari persamaan linear disebut sebagai sis-
tem persamaan linear atau sistem linear dan nilai-nilai x1 = β1 , x2 =
β2 , ..., xn = βn disebut sebagai solusi dari sistem linear tesebut jika
memenuhi setiap persamaan linear dalam sistem tersebut. Secara umum
sistem persamaan linear dengan n variabel dan m persamaan dapat dit-
uliskan sebagai berikut

a11 x1 + a12 x2 + ... + a1n xn = b1

a21 x1 + a22 x2 + ... + a2n xn = b2


..
.
am1 x1 + am2 x2 + ... + amn xn = bm

1
dengan ∀i, j, (0 6= aij ∈ R) dan bi ∈ R, ∀i. Sistem persamaan linear
yang mempunyai satu solusi atau tak berhingga solusi disebut sebagai
sistem persamaan linear Konsisten dan disebut Inkonsisten jika tidak
memiliki penyelesaian. Solusi sistem persamaan linear yang tunggal
secara khusu diberi nama solusi trivial .

Contoh 1.1 1 Nilai x = 1 dan y = 2, atau x = 3 dan y = −2 adalah


solusi untuk persamaan linear 2x + y = 4. Secara umum solusi
untuk persaamaan tersebut adalah x = t dan y = 4 − 2t untuk
sebarang nilai t ∈ R. Dengan kata lain persamaan linear tersebut
tak berhingga solusi.

2 Solusi umum untuk persamaan linear x + 2y − 3z = 4 adalah


x = a, y = b dan z = a + 2b − 4 untuk sebarang a, b ∈ R.

3 Sistem persamaan linear x1 + 2x2 = 5, x1 − x2 = −1 mempunyai


solusi tunggal yaitu x1 = 1, x2 = 2.

4 Sistem persamaan linear 2x − y = 4, 4x − 2y = 5 tidak mempun-


yai solusi.

5 Sistem persamaan linear x + y = 2, 3x + 3x = 6 mempunyai


tak hingga banyak penyelesaian, yaitu solusi umum x = t dan
y = 2 − t untuk sebarang t ∈ R

1.2 Augmented Matrices dan Operasi Baris Elementer (OBE)

Sistem persamaan linear n variabel yang dituliskan di atas dapat


dinyatakan dalam bentuk matrik, matrik ini kemudian disebut sebagai

2
augmented matrics atau matrik yang diperluas, yaitu
 
 a11 a12 . . . a1n b1 
 
 a21 a22 . . . a2n b2 
 .. .. ..
 
... 
 . . . 
 
am1 am2 . . . amn bm

Sebagai contoh, misalnya terdapat sistem persamaan linear berbentuk

x+y+z =6

2x + 3y − 2z = 2

x + 2y − 2z = −1,

maka penulisan dalam bentuk matrik diperluasnya adalah


 
1 1 1 6
 
2 3 −2 2  (1.1)
 
 
1 2 −2 −1

Operasi Baris Elementer (OBE) atau Operasi Kolom Elementer


(OKE) adalah operasi pada baris atau kolom matrik augmented yang
terdiri dari;

1. Mengalikan suatu baris/kolom dengan konstanta tak nol

2. Menukar suatu baris/kolom dengan baris/kolom yang lain

3. Menjumlahkan suatu baris/kolom dengan baris/kolom yang lain

3
(termasuk kelipatan dari baris/kolom yang lain tersebut).

Tujuan dari OBE/OKE adalah menyederhanakan sistem persamaan li-


near sehingga dapat mempermudah kita dalam menentukan solusi dari
SPL tersebut. Lebih jelasnya kita akan mencari solusi dari matrik 1.1
dengan menggunakan OBE.
 
1 1 1 6

2 3 −2 2 
 
 
1 2 −2 −1

baris kedua dikuraingi dua kali baris pertama, dan baris ke tiga diku-
rangi bari pertama, sehingga diperoleh
 
1 1 1 6

0 1 −4 −10
 
 
0 1 −3 −7

baris ketiga dikurangi baris kedua


 
1 1 1 6
 
0 1 −4 −10
 
 
0 0 1 3

baris kedua ditambah 4 kali baris ketiga


 
1 1 1 6
0 1 0 2
 
 
0 0 1 3

4
baris pertama dikurangi baris kedua dan baris ketiga
 
1 0 0 1
0 1 0 2 (1.2)
 
 
0 0 1 3

Berdasarkan matrik terakhir maka disimpulkan solusi untuk sistem per-


samaan tersebut adalah x = 1, y = 2 dan z = 3.

1.3 Matrik Eselon Baris Tereduksi dan Eliminasi Gauss-Jordan

Bentuk matrik 1.2 kita sebut sebagai matrik eselon baris tere-
duksi (MEBT) , dan langkah-langkah untuk menemukan matrik terse-
but disebut sebagai Metode Eliminasi Gauss- Jordan. Metode ini akan
sering kita gunakan untuk menyelesaikan sistem persamaan linear.
Berikut ini adalah contoh-contoh bentuk matrik yang berbentuk
eselon baris (MEB);
 
1 ∗ ∗ ∗    
 1 ∗ ∗ ∗ ∗
 1 ∗ ∗

0 1 ∗ ∗ 
 , 0 1 ∗ ∗ ∗ , 0 1 ∗
     

0 0 1 ∗    
0 0 1 ∗ ∗ 0 0 0
 
0 0 0 1

Sementara contoh bentuk matrik eselon baris tereduksi (MEBT) adalah

5
sebagai berikut;
 
1 0 0 0      
 1 0 0 ∗ ∗ ∗
 1 0 0 1 0 ∗ ∗ 0

0 1 0 0 
 , 0 1 0 ∗ ∗ ∗ , 0 1 0 , 0 0 ∗ ∗ 1
       

0 0 1 0      
0 0 1 ∗ ∗ ∗ 0 0 0 0 1 ∗ ∗ 0
 
0 0 0 1

Angka 1 yang terdapat dalam matrik-matrik di atas disebut sebagagai


leading one. Jika dalam suatu kolom terdapat leading one sementara
entri yang lain adalah nol, maka kolom tersebut disebut sebagai kolom
pivot.
Perhatikan penjelasan berikut untuk lebih jelas mengenai proses
Eliminasi Gauss-Jordan . Misalkan kita akan menyelesaikan sistem per-
samaan linear berikut

x2 + x3 + 4x4 = 6

2x1 + 4x2 − 2x3 + 2x4 = 2

2x1 + 2x2 − 2x3 + 4x4 = −4

SPL tersebut mempunyai matrik diperluas sebagai berikut;


 
0 1 1 4 6
 
2 4 −2 2 2 
 
 
2 2 −2 4 −4

karena elemen matrik pada posisi a11 adalah 0, maka kita tukarkan baris

6
pertama dengan baris kedua (R1 ∼ R2 ).
 
2 4 −2 2 2 
0 1 1 4 6 
 
 
2 2 −2 4 −4

Berikutnya elemen pada posisi a11 yang baru haruslah menjadi leading
1
one. Dengan demikian baris pertama kita kalikan dengan 2
( 12 R1 ) .
 
1 2 −1 1 1 
0 1 1 4 6 
 
 
2 2 −2 4 −4

Berikutya elemen a12 dan a13 harus menjadi 0, untuk itu semua ele-
men pada baris ketiga kita kurangi dengan dua kali elemen pada baris
pertama (R3 − 2R1 ).
 
1 2 −1 1 1 
0 1 1 4 6
 
 
0 −2 0 2 −6

Karena elemen a22 sudah 1, maka sudah terbentuk leading one untuk
baris kedua, jika belum maka harus dikalikan dengan suatu nilai se-
hingga menjadi angka 1. Langkah berikutnya adalah menjadikan ele-
men di bawah leading one baris kedua menjadi 0, caranya baris ketiga

7
ditambah dengan dua kali baris kedua (R3 + 2R2 ).
 
1 2 −1 1 1
0 1 1 4 6
 
 
0 0 2 10 6

Berikutnya membentuk leading one untuk baris ke tiga dengan cara


1
mengalikan baris ketiga dengan 2
( 12 R3 ).
 
1 2 −1 1 1
0 1 1 4 6
 
 
0 0 1 5 3

Sampai pada tahap ini matrik disebut sebagai matrik eselon baris (MEB)
. MEB akan menjadi MEBT jika angka-angka di atas leading one men-
jadi nol, untuk itu baris pertama dikurangi dua kali baris kedua (R1 −
2R2 ).  
1 0 −3 −7 −11
0 1 1 4 6 
 
 
0 0 1 5 3

Baris kedua dikurangi baris ketiga (R2 − R3 )


 
1 0 −3 −7 −11
0 1 0 −1 3 
 
 
0 0 1 5 3

8
baris pertama ditambah tiga kali baris ketiga (R1 + 3R3 )
 
1 0 0 8 −2
0 1 0 −1 3 
 
 
0 0 1 5 3

Bentuk terakhir ini disebut sebagai MEBT. Berdasarkan matrik tersebut


diperoleh

x1 + 8x4 = −2, x2 − x4 = 3, x3 + 5x4 = 3.

Misalkan x4 = t, maka solusi umum untuk sistem persamaan linear


tersebut adalah

x1 = −2 − 8t, x2 = 3 + t, x3 = 3 − 5t, x4 = t

dengan t adalah sebarang bilangan real.


Dalam contoh tersebut, terlihat bahwa solusi yang terbentuk ada
sebanyak tak hingga. Contoh ini memberikan gambaran penting tentang
bentuk solusi dari sistem persamaan linear yang banyaknya variabel
lebih dari banyaknya persamaan. Secara umum, misalkan sebauh per-
samaan linear mempunyai banyak varibel n dan banyaknya persamaan
adalah m dengan n > m, maka bentuk eselon baris tereduksi dari sis-

9
tem persamaan tersebut dapat berbentuk

x1 + Σ() = b1

x2 + Σ() = b2
..
.
xm + Σ() = bm

Akibatnya solusi dari sistem persamaan linear tersebut berbentuk pa-


rameter (solusi sebanyak tak berhingga). Hasil dari observasi tersebut
dituliskan dalam teorema berikut.

Teorema 1.2 Jika suatu sistem persamaan linear mempunyai jumlah


variabel lebih dari jumlah persamaannya, maka solusi dari sistem per-
samaan linear tersebut sebanyak tak berhingga.

Catatan;
Jika proses eliminasi berhenti sampai tahap terbentuk matrik eselon
baris saja, maka metode ini disebut sebagai eliminasi Gauss. Metode
menjadi eliminasi Gauss-Jordan jika proses dilanjutkan sampai terben-
tuk matrik eselon baris tereduksi.

Terkadang solusi dari sistem persamaan linear akan lebih cepat


diperoleh dengan membentuk matrik augmented menjadi matrik eselon
baris (dengan metode eliminasi Gauss) dilanjutkan dengan subtitusi
dibandingkan dengan eliminasi Gauss-Jordan. Berikut contoh penca-
rian solusi sistem persamaan linear dengan eliminasi Gauss dilanjutkan
subtitusi.

10
Contoh 1.3 Akan dicari solusi dari sistem persamaan linear berikut de-
ngan menggunakan eliminasi Gauss, lalu dilanjutkan dengan subtitusi
balik.

x1 + x2 − x3 = 7

2x2 − x3 = 11

x2 + 4x3 = 10

Penyelesaian dengan metode Gauss-Jordan adalah sebagai berikut!


   
1 1 −1 7  1
R 1 1 −1 7
2 2

0 2 −1 11 0 1 −1/2 11/2
   
   
0 1 4 10 0 1 4 10

R3 − R2

   
1 1 −1 1 1 −1
7 7
 
0 1 −1/2 11/2 0 1 −1/2 11/2
   
2
 
 
9
R3
 
0 0 1 1 0 0 9/2 9/2

Bentuk sistem persamaan linear dari matrik terakhir adalah

x1 + x 2 − x3 = 7
1 11
x2 − x3 =
2 2
x3 = 1

11
Dengan mensubtitusi balik diperoleh x2 = 6 dan x1 = 2. Sehingga
solusi dari sistem persamaan linear tersebut adalah x1 = 2, x2 = 6 dan
x3 = 1.

1.4 Sistem Persamaan Linear Homogen (SPLH)

Sistem persamaan linear disebut sebagai sistem persamaan linear


homogen jika bagian konstantanya selalu nol. Secara umum sistem per-
samaan linear homogen dengan n variabel dan m persamaan dituliskan
sebagai berikut

a11 x1 + a12 x2 + ... + a1n xn = 0

a21 x1 + a22 x2 + ... + a2n xn = 0


..
.
am1 x1 + am2 x2 + ... + amn xn = 0

dengan ∀i, j(0 6= aij ∈ R). Setiap persamaan linear homogen pasti
punya solusi, minimal satu yaitu x1 = x2 = · · · = xn = 0. Dengan
demikian setiap persamaan linear homogen selalu konsisten.

Contoh 1.4 Selesaikan sistem persamaan linear homogen berikut de-


ngan menggunakan metode eliminasi Gauss-Jordan!

2x1 + 2x2 − x3 + x5 = 0

−x1 − x2 + 2x3 − 3x4 + x5 = 0

x1 + x2 − 2x3 − x5 = 0

x3 + x4 + x5 = 0

12
Bentuk matrik diperluas dari sistem tersebut adalah
 
2 2 −1 0 1 0
 
−1 −1 2 −3 1 0
 
 
1
 1 −2 0 −1 0 

0 0 1 1 1 0

dengan langkah-langkah seperti yang dijelaskan sebelumnya maka da-


pat diperoleh matrik eselon baris sebagai berikut; (Buktikan!)
 
1 1 0 0 1 0
 
0 0 1 0 1 0
 
 
0 0 0 1 0 0
 
0 0 0 0 0 0

Matrik tersebut sesuai dengan sistem persamaan linear berbentuk

x1 + x2 + x5 = 0 x1 = −x2 − x5

x3 + x5 = 0 ⇒ x3 = −x5

x4 = 0 x4 = 0

Jadi solusi umum dari sistem persamaan linear homogen tersebut adalah

x1 = −a − b, x2 = a, x3 = −b, x4 = 0, x5 = b

untuk sebarang bilangan real a dan b.

Latihan 1.5

1. Diantara persamaan berikut manakah yang merupakan persamaan

13
linear dalam x,y,z?

√ √
(a) 2x + 3y − 2z = 2 (c) 2xy + 4y + z = 0
√ x
(b) 2 x + y − 2z = 5 (d) 2 + 3y − 2z = y
y

2. Tentukan solusi dari persamaan linear berikut

(a) 3x + 2y = 2

(b) x + y − z = 4

(c) 2x + y − 3z = 0

3. Jika ada, tentukan solusi dari sistem persamaan linear berikut!

(a) 2x + y = 2 (c) 2x + y = 2

x + 2y = 1 4x + 2y = 4

(b) 2x + y = 2

4x + 2y = 1

4. Bentuk matrik diperluas dari sistem persamaan berikut kemudian


temukan solusinya dengan menggunakan Eliminasi Gauss-Jordan!

(a) x+y+z =2 (c) 2x + y + z = 2

2x + 2y − 3z = 0 x + 2y − 3z = −1

2x − 3y + 3z = 2 3x + 3y − 2z = 1

(b) 2x + y + z = 2

x + 2y − 3z = −1

3x − 3y + 3z = 0

14
5. Tentukan nilai k sehingga sistem persamaan berikut tidak memi-
liki penyelesaian!

(a) 2x + y = 2 (b) 2x + y + z = 2

4x + 2y = k 4x + 2y + kz = 5

6. Gunakan metode eliminasi Gauss-Jordan untuk menemukan so-


lusi dari sistem persamaan linear berikut!

(a) 2x1 + x3 + 2x4 = 2

x1 + x2 − 3x4 = −1

3x1 + 3x3 − 2x4 = 1

(b) 2x1 + x3 + 2x5 = 2


x1 + x3 − 3x4 = −1

3x1 + x2 − 2x4 = 1

x1 + x2 + x5 = −4

7. Tentukan solusi dari sistem persamaan linear homogen berikut!

(a) 2x1 + x2 + 3x3 = 0 (c) x2 + 3x3 − 3x4 = 0

x1 + x2 = 0 2x1 + x2 − 4x3 + 3x4 = 0

x2 + x3 = 0 2x1 + 3x2 + 2x3 − x4 = 0

(b) 2x1 − x2 − 3x3 = 0 −4x1 − 3x2 + 5x3 − 4x4 = 0

−x1 + 2x2 − 3x3 = 0

x1 + x2 + 4x3 = 0

15
8. Jika SPLH berikut mempunyai solusi nontrivial,

(λ − 4)x + y = 0

x + (λ − 4)y = 0

maka nilai dari λ2 − 8λ + 13 adalah...

9. Tentukan nilai a yang menyebabkan SPL berikut

x + 2y − 3z = 4

3x − y + 5z = 2

4x + y + (a2 − 14)z = a + 2

(a) Mempunyai solusi tunggal

(b) Mempunyai solusi tak hingga

(c) Tidak memiliki solusi

10. Tentukan solusi dari sistem persamaan linear berikut dalam kon-
stanta a, b, c

(a) x+y =a

2x + 3y = b

(b) 2x + z = a

3x + y − 2z = b

x−y+z =c

11. Tentukan bentuk matrik eselon baris tereduksi dari matrik-matrik


berikut

16
   
1 a 2 a 1 b 
(a) 0 3 1 (b) 0 c 2
   
   
b 2 1 1 d 1

12. Persamaan umum lingkaran dapat dituliskan L = x2 + y 2 + ax +


by + c = 0. Jika lingkarang R melalui titik A(4, 5), B(6, 1) dan
C(−3, 4) maka persamaan lingkaran R adalah...

17
BAB 2

MATRIK

2.1 Matrik dan Operasi Matrik

Definisi 2.1 matrik adalah kumpulan angka-angka yang teletak pada


baris dan kolom tertentu. Angka-angka tersebut kemudian disebut se-
bagai entri dari matrik.

Secara umum matrik dituliskan


 
 a11 a12 . . . a1n 
 
 a21 a22 . . . a2n 
Amn =
 .. .. ... .. 
 (2.1)
 . . . 
 
am1 am2 . . . amn

Indeks mn pada matrik A menyatakan order atau ukuran dari matrik


tersebut, m menyatakan banyaknya baris dan n menyatakan banyaknya
kolom. Sementara aij = (A)ij i = 1, 2....m, j = 1, 2..., n adalah entri
dari matrik A, indeks bagian i menandakan letak entri pada baris dan
indeks bagian j menandakan letak entri pada kolom. Sebagai contoh
a25 menandakan elemen dari matrik A pada baris ke 2 dan kolom ke 5.
matrik Amn juga dapat dituliskan dengan notasi [aij ]mn atau [aij ].
Dari segi bentuknya matrik A disebut matrik persegi jika m = n
(dinotasikan An ) dan persegi panjang jika m 6= n. Elemen pada ma-

18
trik persegi A bagian diagonal yaitu a11 , a22 , . . . ann disebut sebagai di-
agonal utama, sementara elemen diagonal yang lain yaitu a1n , a2n−1 ,
. . . an1 disebut sebagai diagonal samping. Berkaitan dengan hal ini ma-
trik yang seluruh elemen di atas diagonal utamanya nol disebut matrik
segitiga atas, jika yang seluruhnya nol ada dibawahnya disebut matrik
segitiga bawah dan untuk matrik yang elemen di bawah atau di atas dia-
gonal utamanya seluruhnya nol disebut matrik diagonal. Secara umum
dituliskan berturut-turut seperti dibawah ini;
     
a a
 11 12 . . . a 1n a
  11 0 . . . 0 a
  11 0 . . . 0 
     
 0 a22 . . . a2n   a21 a22 . . . 0   0 a22 . . . 0 
, , .
 .. ..   .. ..   .. ..

... ... ... 
 . .   . .   . . 
     
0 0 . . . ann an1 an2 . . . ann 0 0 . . . ann

Contoh 2.2 1. Misalkan


 
1 3 −1 2 2
 
2 1 −5 7 −1 
A4×5 = ,
 
0 2 4 0 8 
 
−3 −1 7 6 1

maka a12 = 2, a41 = −3 dan a43 = 7.

2. Misalkan A = [aij ]5×4 dengan definisi



aij = i + j, jika i = j

aij =
aij = i − j, jika i 6= j

19
maka matrik A adalah
 
2 −1 −2 −3
 
1 4 −1 −2
 
 
A = 2 1
 6 −1
 
3 2 1 8 
 
4 3 2 1

Berikutnya akan dibahas operasi-operasi yang terdapat pada ma-


trik.

1. Kesamaan Dua matrik.

matrik Amn dikatakan sama dengan Bkl jika mn = kj (ukuran


dari kedua matrik sama) dan setiap elemen yang seletak dari ke-
dua matrik tersebut sama.

2. Penjumlahan dan Pengurangan Dua matrik

Dua matrik Amn dan Bkl dapat dijumlahkan atau dikurangkan


jika ukuran kedua matrik tersebut sama, dan diopeasikan dengan
menjumlahkan elemen-elemen yang seletak. Misalkan Amn =
[aij ], Bkl = [bij ] dua matrik yang mempunyai ukuran yang sama,
maka
(A ± B)ij = (A)ij ± (B)ij = aij ± bij

3. Perkalian matrik dengan Skalar

Misalkan c adalah sebarang skalar dan (A)ij adalah sebarang ma-

20
trik, maka perkalian skalar c dengan matrik A dirumuskan sebagai

c(A)ij = (cA)ij = (ca)ij .

Sebagai contoh,
   
2 3 4 6 9 12
A=  ⇒ 3A =  
1 2 −2 3 6 −6

4. Perkalian matrik dengan matrik

Dua matrik Amn dan Bkl dapat dikalikan jika banyak kolom dari
mariks A, sama dengan banyak baris dari matrik B dengan kata
lain n = k dan hasil kalinya adalah suatu matrik misalkan C
dengan ukuran ml. Adapun pengoperasianya dilakukan dengan
mengalikan baris dengan kolom. Lebih jelasnya, secara matema-
tis dituliskan sebagai berikut;

n
X
AB = [cij ], dengan cij = aip bpj
p=1

Misalkan
 
  1 1  
2 3 4   19 4
A= 3 2  ⇒ AB = 
,B =   
1 2 −2   3 7
2 −1

5. Transpose Matrik Jika A adalah matrik berorde m × n maka


transpose dari matrik A (AT ) adalah matrik berukuran n×m yang

21
diperoleh dengan menukarkan elemen pada baris dengan elemen
pada kolom. Misalkan
 
2 1 
 
2 3 4
A=  ⇒ AT = 
3 2 

1 2 −2  
4 −2

6. Trace Matrik

Misalkan A adalah matrik persegi, maka Trace dari matrik A di-


tuliskan T r(A) adalah jumlahan semua elemen diagonal utama
dari matrik A. Misalkan
 
1 0 2 1
 
2 1 2 0
A=  ⇒ T r(A) = 1 + 1 + 6 + 0 = 8
 
1 1 6 1
 
0 1 1 0

Sifat 2.3 SIFAT OPERASI MATRIK


Dengan asumsi syarat-syarat operasi matriknya terpenuhi, maka
dalam matrik berlaku sifat-sifat berikut;

1. A + B = B + A (Komutatif terhadap penjumlahan)

2. A + (B + C) = (A + B) + C ( Asosiatif terhadap penjumlahan)

3. A(BC) = (AB)C (Asosiatif terhadap perkalian)

4. A(B ± C) = AB ± AC (Distributif kiri)

5. (A ± B)C = AC ± BC (Distributif kanan)

22
Bukti. Kita akan buktikan beberapa bagian saja dari sifat tersebut, sisanya
untuk latihan pembaca. Misalkan A = [aij ], B = [bij ] dan C = [Cij ]
maka

1. A + B = [aij + bij ] = [bij + aij ] = B + A


P P P
5. (A±B)C = [aij ±bij ][cij ] = [ k aik ckj + k bik ckj ] = [ k aik ckj ]+
P
[ k bik ckj ] = AC + BC


Matrik mempunyai hubungan yang erat dengan sistem persamaan li-
near. Misalkan terdapat sistem persamaan linear berbentuk

a11 x1 + a12 x2 + ... + a1n xn = b1

a21 x1 + a22 x2 + ... + a2n xn = b2


..
.
am1 x1 + am2 x2 + ... + amn xn = bm

maka sistem persamaan linear tersebut dapat dituliskan dalam persamaan


matrik    
 a11 x1 + a12 x2 + ... + a1n xn   b1 
   
 a21 x1 + a22 x2 + ... + a2n xn   b2 
= 
..   .. 


 .   . 
   
am1 x1 + am2 x2 + ... + amn xn bm

Matrik yang ada disebelah kiri dapat dituliskan dalam bentuk perkalian

23
dua matrik yaitu
    
 a11 a12 . . . a1n  x1   b1 
    
 a21 a22 . . . a2n  x2   b2 
  =  
 .. ..   ..   .. 

...
 . .  .   . 
    
am1 am2 . . . amn vn bm

Jika secara berurutan matrik di atas dinotasikan sebagai A, x dan b,


maka persamaan linear tersebut dapat dinyatakan dalam persamaan ma-
trik berbentuk
Ax = b.

Latihan 2.4 1. Tentukan nilai a, b, c, d yang memenuhi persamaan


berikut!    
a + 2b c − d 5 2
 = 
2a + b 3c + 2d 4 11
   
2 3 1 2 −1 1
2. Misalkan A =  ,B =   , tentukanlah!
1 2 −1 3 1 −1
a. A + B c. AB T

b. A − B d. AT B
   
1 3−x 1 y
3. Misalkan A =   dan B =  . Jika A = B ,
2 3+y 2 x+y
tentukanlah;

a. A + B c. AB T

b. A − B d. AT B

24
4. Diberikan
   
1 2 3 −1 2 1
 
−1 2 1
A = 2 1 3 , B = −2 1 0 , D = 
    
    2 3 0
3 1 2 3 2 1

jika AB = C = [cij ] dan DA = E = [eij] tentukanlah!

a. c12 d. e22 g. (EC)T


b. c21 e. C T

c. c13 + c31 f. EC T

5. Berdasarkan soal no 4, Tentukanlah

a. T r(A) d. T r(A + B + C T )
b. T r(C) e. T r((CA)T )
c. T r(A + B)

6. Tentukan matrik berukuran A5×5 = [aij ] yang memenuhi kondisi


berikut: 
aij = i untuk i = j

a. [aij ] =
aij = i2 + j 2 untuk i 6= j


aij = 1,

jika i > j
b. [aij ] =
aij = i + j, jika i ≤ j

25
7. Misalkan A = [aij ]3×4 dan B = [bij ]4×3 dengan definisi

aij

= 1 untuk i = j
[aij ] =
aij = i + j untuk i 6= j


bij = i − j untuk i < j

[bij ] =
bij = 1 + j untuk i ≥ j

Tentukanlah

a. AT dan B T c. BA

b. AB d. T r(AB)

8. Matrik disebut sebagai matrik Symmetric jika AT = A dan Skew-


Symmetric jika AT = −A. Jika A adalah matrik persegi tun-
jukkanlah bahwa;

a. AAT dan A + AT adalah matrik Symmetric

b. A − AT adalah matrik Skew- Symmetric.

9. Jika A dan B adalah matrik berukuran n × n, buktikan bahwa

a. T r(A ± B) = T r(A) ± T r(B)

b. T r(AT ) = T r(A)

c. T r(kA) = kT r(A)

d. T r(AB) = T r(BA)

26
10. Jika Am×n , Bn×p dan Pp×r Tunjukan bahwa

A(BC) = (AB)C

2.2 Matrik Elementer dan Hubunganya Dengan Invers Matrik

Dalam bilangan Real terdapat bilangan yang disebut sebagai iden-


titas terhadap operasi perkalian yaitu bilangan 1. Angka tersebut disebut
identitas sebab sebarang bilangan jika dikalikan dengan bilangan terse-
but nilainya tidak berubah yaitu a.1 = 1.a = a untuk setiap a ∈ R.
Identitas bilangan bulat dengan operasi penjumlahan adalah 0, sebab
untuk sebarang k ∈ Z, maka k + 0 = 0 + k = k. Dalam matrik dikenal
matrik identitas yang didefinisikan sebagai berikut

Definisi 2.5 Matrik persegi In yang didefinisikan



aij = 1,

jika i = j
[aij ] =
aij = 0, jika i 6= j

disebut sebagai matrik identitas.

Dengan demikian sejatinya matrik identitas adalah matrik persegi


yang seluruh entri diagonal utamanya 1 sementara entri yang lainnya
nol.

27
Contoh 2.6 Matrik identitas yang berukuran 2 × 2 dan 4 × 4 adalah
 
1 0 0 0
   
1 0 0 1 0 0
I2 =   , I4 =  
 
0 1 0
 0 1 0

0 0 0 1

Dalam bilangan real nilai a yang memenuhi 5a = 1 mudah


diperoleh dengan membagi kedua ruas dengan angka 5 sehingga a =
1 1
5
. Dalam bilangan real kita sebut sebagai kebalikan dari 5, dengan
5
kata lain operasi yang dilakukan adalah mengalikan kedua ruas dengan
kebalikan dari angka 5 tersebut. Karena operasi pembagian tidak ada
dalam matrik, maka untuk menemukan solusi dari persamaan matrik
AX = C , yang mungkin dilakukan adalah mengalikan masing-masing
ruas dengan kebalikan dari matrik A. Hal ini yang memotivasi muncul-
nya definisi invers matrik.

Definisi 2.7 Diberikan A, B matrik persegi dengan ukuran yang sama.


Jika AB = BA = I , maka B disebut sebagai invers dari matrik A dan
dinyatakan dengan A−1 . Jika A mempunyai invers maka A disebut ma-
trik invertibel, dan jika tidak mempunyai invers, maka matrik A disebut
matrik Singuler .
   
1 2 −5 2
Contoh 2.8 Misalkan A =  , maka B =   adalah
3 5 3 −1
invers dari matrik A sebab

AB = BA = I

28
Sifat 2.9 INVERS MATRIK Diberikan matrik A, B dan C yang invert-
ibel maka berlaku sifat-sifat berikut

1. Misalkan B dan C invers dari matrik A, maka B = C .


 
a b
2. Misalkan A =   dengan ad − bc 6= 0, maka
c d

 
1 d −b
A−1 =  .
ad − bc −c a

3. Jika A dan B adalah matrik yang invertibel, maka AB mempu-


nyai invers yaitu B −1 A−1 .

4. Jika A adalah matrik yang invertibel, maka;

(a) A−1 invertibel dan (A−1 )−1 .

(b) (An )−1 = (A−1 )n .

(c) Untuk sebarang skalar k , jika kA invertibel maka (kA)−1 =


1 −1
k
A .

Bukti.

1. Akan dibuktikan bahwa invers dari matrik adalah tunggal. Mis-


alkan B dan C adalah matrik yang merupakan invers dari A, maka
berlaku BA = I dan CA = I sehingga BA = CA. Bukti selesai
dengan mengalikan kedua ruas dengan A−1 . Kasus AB = I dan
AC = I ditunjukkan dengan cara serupa.

2. Untuk membuktikan pernyataan kedua maka cukup ditunjukkan

29
bahwa AA−1 = I2 dan A−1 A = I2 . Diperhatikan bahwa
   
a b 1 d −b
AA−1 =    
c d ad − bc −c a
 
1 ad − bc 0
=  
ad − bc 0 ad − bc
 
1 0
= 
0 1
  
1 d −b a b
A−1 A =   
ad − bc −c a c d
 
1 ad − bc 0
=  
ad − bc 0 ad − bc
 
1 0
= 
0 1

Bukti pernyataan yang lain sebagai latihan

Sifat nomer 2 di atas sudah menjelaskan bagaimana cara untuk


mendapatkan invers dari suatu matrik yang berukuran 2 × 2, lalu bagai-
mana jika matrik yang akan dicari inversnya memiliki ukuran lebih dari
2 × 2?. Salah satu metode untuk menyelesaikanya adalah dengan meng-
gunakan matrik elementer.

Definisi 2.10 Diberikan matrik indentitas I . Jika matrik tersebut dike-


nai satu operasi baris elementer maka matrik tersebut disebut sebagai

30
matrik elementer.
 
1 0
Contoh 2.11 1. Matrik E1 =   adalah matrik elementer se-
2 1
bab dapat dihasilkan dari matrik I2×2 dengan menambahkan baris
kedua dengan dua kali baris pertama (R2 + 2R1 ).
 
1 0 0
 
2. Matrik E2 = 0 0 1 adalah matrik elementer sebab dapat
 
 
0 1 0
dihasilkan dari matrik I3×3 dengan menukar baris kedua dan baris
ketiga (R3 ∼ R2 ).

Teorema 2.12 Diberikan matrik Am×n dan matrik identitas Im . Jika E


adalah matrik elementer yang dihasilkan dari satu kali operasi baris
elementer pada Im maka EA adalah matrik yang diperoleh dari matrik
A dengan satu kali operasi baris elementer yang sama.

Bukti. Tugas mandiri 

 
1 0 4
 
Contoh 2.13 Matrik E = 0 1 0 disebut matrik elementer sebab
 
 
0 0 1
diperoleh dari I3 yang baris pertamanya ditambah dengan tiga kali baris
ketiga. Andaikan
   
2 1 1 1 2 1 7 4
A = 0 2 1 3 maka EA = 0 2 1 3 .
   
   
0 0 2 1 0 0 2 1

31
Terlihat bahwa matrik EA adalah matrik A yang baris pertamanya di-
tambah dengan tiga kali baris ketiga.

Melalui sebuah operasi baris elementer matrik I akan menjadi


matrik elementer E , matrik E ini kemudian dapat dikembalikan men-
jadi matrik I dengan membalikkan operasi yang sebelumnya. Misalkan
operasi elementer tersebut adalah mengalikan suatu baris dengan k ,
maka operasi balikannya adalah mengalikan baris yang sama pada ma-
trik E dengan k1 . Keterangan lebih lengkap terdapat pada tabel berikut;

Operasi Elementer Operasi Pembalik(Invers)


Menukar baris i dengan j Menukar baris i dengan j
Mengalikan baris dengan k Mengalikan baris dengan k1
Mengalikan baris i dengan c dan Mengalikan baris i dengan −c dan
menjumlahkannya dengan baris j menjumlahkannya dengan baris j

Berdasarkan observasi diatas maka diperoleh teorema berikut!

Teorema 2.14 Setiap matrik elementer adalah matrik invertibel dan in-
vers dari matrik elementer adalah matrik elementer.

Bukti. Tugas mandiri 

Berikut ini adalah teorema yang berkaitan dengan kondisi-kondisi


yang ekuivalen dengan invertibilitas matrik A.

Teorema 2.15 Jika A adalah matrik persegi berukuran n × n maka


semua pernyataan berikut ekuivalen:

1. matrik A invertibel

2. Solusi SPLH Ax = 0 adalah trivial.

32
3. Matrik eselon baris tereduksi dari matrik A adalah matrik identi-
tas In

4. Matrik A dapat dinyatakan sebagai perkalian berhingga dari ma-


trik elementer.

Bukti. (1 → 2) Jika A adalah matrik invertibel maka A−1 ada, sehingga


dengan mengalikan kedua ruas dari Ax = 0, maka diperoleh

A−1 Ax = A−1 0 → x = A−1 0 = 0.

Ketunggalan A−1 menjamin bahwa solusi SPL tersebut tunggal.


(2 → 3) Misalkan terdapat SPLH Ax = 0, karena solusi dari SPLH
tersebut tunggal, maka bentuk akhir dari SPL tersebut adalah

x1 = 0

x2 = 0
..
.
xn = 0

Dengan demikian matrik A tereduksi menjadi matrik identitas.


(3 → 4) Karena matrik eselon baris tereduksi dari matrik A adalah ma-
trik identitas, maka berdasarkan teorema 2.12 matrik A dapat ditulskan
sebagai
A = E1 E2 . . . Ek In

(4 → 1) Diketahui A = E1 E2 . . . Ek In akan dibuktikan bahwa A

33
adalah matrik invertibel. Berdasarkan teorema 2.14 setiap matrik el-
ementer mempunyai invers berupa matrik elementer. Dengan menga-
likan kedua ruas secara berurutan dengan invers dari matrik elementer,
maka diperoleh
Ek−1 Ek−1
−1
. . . E2−1 E1−1 A = In .

Misalkan Ek−1 Ek−1


−1
. . . E2−1 E1−1 = B , maka B adalah invers dari matrik
A. 

Teorema 2.15 di atas memberi petunjuk bagaimana menemukan


invers dari suatu matrik dengan menggunakan eliminasi Gaus- Jordan.
Secara teknis untuk menemukan invers dari suatu matrik yang invert-
ibel kita harus menemukan serangkaian operasi yang merubah matrik
A menjadi I dan kemudian secara bersamaan melakukan hal yang sama
pada matrik I sehingga mengasilkan matrik A−1 . Teknis pengerjaanya,
matrik An dan In dijajarkan, kemudian dilakukan operasi baris ele-
menter kepada kedua matrik dengan tujuan merubah matrik A menjadi
matrik identitas. Perubahan terakhir dari I adalah invers dari matrik A.
Lebih jelasnya perhatikan contoh berikut!
 
1 2 3
Contoh 2.16 Temukan invers dari A = 2 1 1!.
 
 
0 2 2
Untuk menemukan invers dari matrik A kita perlu mencari serangkaian
operasi baris elementer sehingga matrik tersebut menjadi I , dan secara
bersamaan kita lakukan operasi yang sama pada matrik I . Untuk itu

34
kita susun(dijajarkan) matrik dengan bentuk

[A|I] menjadi [I|A−1 ].

Perhitunganya kita tuliskan sebagai berikut!

   
 1 2 3 1 0 0   1 2 3 1 0 0
R2 − 2R1 
 2 1 1 0 1 0   0 −3 −5 −2 1 0 
   
   
0 2 2 0 0 1 0 2 2 0 0 1

− 31 R2
   
 1 2 3 1 0 0
  1 2 3 1 0 0 
 0 1 53 2
− 1
0  0 1 53 23 − 31 0 
   
3 3

  R3 − 2R2  
4 4 2
0 0 −3 −3 3 1 0 2 2 0 0 1

− 34 R3
   
 1 2 3 1 0 0
 1 2 3 1 0 0
 R2 − 5 R3 
3
 0 1 35 23 − 13 0  0 1 0 −1 12 5
   
4
 
   
0 0 1 1 − 21 − 34 0 0 1 1 − 2 − 34
1

R1 − 2R2
   
1
− 14 5
 1 0 0 0 2   1 0 3 3 −1 − 2 
 0 1 0 −1 12 5 
 0 1 0 −1 12 5 
 
4  4 
 
 R1 − 3R3 
0 0 1 1 − 12 − 34 0 0 1 1 − 12 − 34

Latihan 2.17 1. Diantara matrik-matrik berikut manakah yang meru-


pakan matrik elementer? Jika matrik tersebut adalah matrik ele-
menter, apa operasi elementernya?

35
   
1 0
a.   0 0 1

2 1 c. 0 1 0
 
 
1 0 0
 
1 1 1
√  
d. 0 1 0
 
5 0
b.    
0 1 0 0 1

2. Misalkan terdapat matrik


     
1 2 3 1 2 3 1 2 3

A = 2 1 1 , B = 2 1 1 , C = 0 −3 −5
     
     
1 3 4 0 1 1 0 1 1

Tentukan matrik elementer E1 , E2 , E3 dan E4 sehingga

a. E1 A = B

b. E2 B = C

c. E3 E4 C = A

3. Apakah ada matrik elementer E yang memenuhi EA = C (soal


no 2)?
 
2 2
4. Misalkan A =   dan I adalah matrik identitas, tentukan
1 2
matrik elementer E1 , E2 dan E3 sehingga E3 E2 E1 A = I .

5. Buktikan Teorema 2.14!

6. Tentukan serangkaian operasi matrik elementer sehingga matrik


berikut menjadi matrik identitas.

36
   
1 2
1 1 2
a.   
0 2 c. 1 1 0
 
 
0 2 3
   
1 0 1 1 2
2
b. 2 2 2 d. 0 1 −1
   
   
0 1 2 0 1 2

7. Diberikan matrik  
1 2 2 1
A = 2 5 3 1
 
 
0 2 4 1

Tentukan matrik elementer E1 , E2 , E3 sehingga E3 E2 E1 A adalah


matrik eselon baris.

8. Jika ada, tentukan invers dari matrik-matrik berikut! (dengan meng-


gunakan OBE)

   
1 1
a.   1 0 2
2 −3 d. 1 1 3
 
   
2 1 0 1 2
b.  
2 2  
  1 1 0 2
 
1 0 2 2 1 0 1
e. 
  

c. 2 1 1
   1 0 1 −2
   
0 2 2 −1 1 0 −2

37
 
1 a 2
9. Menggunakan OBE tentukan invers dari matrik A = 0 2 b 
 
 
c 0 3
dengan a, b, c 6= 0.
 
a b c 
10. Menggunakan OBE tentukan invers dari matrik A = 0 d e ,
 
 
0 0 f
dengan a, b, c, d, e, f bilangan real tak nol

38

Anda mungkin juga menyukai