Anda di halaman 1dari 2

Batu Menangis

Dahulu kala, di sebuah desa kecil di Pulau Kalimantan, hiduplah seorang


ibu dan putrinya. Putrinya populer di kalangan penduduk desa karena
wajahnya yang cantik tetapi dia memiliki perilaku yang buruk. Dia selalu
menghabiskan waktunya di depan cermin untuk mengagumi wajahnya
yang cantik.
Dia tidak pernah membantu ibunya untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Anak perempuan itu selalu membuat ibunya sedih.
Namun, sang ibu tetap sangat menyayanginya.
Suatu hari, gadis itu meminta ibunya untuk membelikannya gaun baru.
Sang ibu menolaknya karena dia tidak punya uang. Karena sang ibu
sangat mencintai putrinya, dia akhirnya membelikannya gaun baru.
Keduanya pergi ke pasar. Namun sang putri meminta ibunya untuk
berjalan di belakang karena malu jika orang melihat mereka bersama.
Sekali lagi, karena cintanya, sang ibu menuruti permintaan putrinya.
Sepanjang perjalanan pulang, sang putri masih berjalan di depan ibunya.
Orang-orang yang lewat bertanya tentang wanita di belakangnya. Anak
perempuan itu menjawab bahwa dia bukan ibunya tetapi pelayannya.
Sang ibu terdiam.
Namun di lubuk hatinya yang terdalam, dia berdoa kepada Tuhan
untuk menghukum putrinya. Tiba-tiba, kaki putrinya berubah menjadi
batu. Putrinya menyadari bahwa itu karena dia telah menyakiti
perasaan ibunya.
Dia memohon kepada ibunya untuk memaafkan tetapi sudah terlambat.
Perlahan, tubuhnya juga berubah menjadi batu. Meskipun putrinya telah
menjadi batu, tetapi air mata masih terlihat, itulah sebabnya batu itu
disebut Batu Menangis.

Pesan moral:
Jangan pernah sekali – kali menyakiti hati perasaan orang tua.

Anda mungkin juga menyukai