Anda di halaman 1dari 2

Legenda Batu Menangis

Di sebuah desa terpencil Kalimantan Barat, tinggallah seorang gadis dan ibunya.
Gadis itu cantik, tapi sayangnya ia sangat malas. Selain malas, gadis itu juga manja.
Apa pun yang dimintanya harus selalu dikabulkan. Tentu saja keadaan ini membuat
ibunya sangat sedih.

Suatu hari, ibunya meminta anak gadisnya menemaninya ke pasar. “Boleh saja, tapi
aku tak mau berjalan bersama-sama dengan Ibu. Ibu harus berjalan di belakangku,”
katanya. Walaupun sedih, ibunya mengiyakan. Maka berjalanlah mereka berdua
menuruni bukit beriringan. Walaupun mereka ibu dan anak, mereka kelihatan
berbeda. Seolah-olah mereka bukan berasal dari keluarga yang sama. Bagaimana
tidak?

Anaknya yang cantik berpakaian sangat bagus. Sedang ibunya kelihatan tua dan
berpakaian sangat sederhana. Di perjalanan, ada orang menyapa mereka. “Hai gadis
cantik, apakah orang yang di belakangmu ibumu?” tanya orang itu. “Tentu saja
bukan. Dia adalah pembantuku,” kata gadis itu. Betapa sedihnya ibunya
mendengarnya.

Tapi dia hanya diam. Hatinya menangis. Begitulah terus-menerus. Setiap ada orang
yang menyapa dan menanyakan siapa wanita tua yang bersamanya, si gadis selalu
menjawab itu pembantunya.

Lama-lama sang ibu sakit hatinya. Ia pun berdoa, “Ya, Tuhan, hukumlah anak yang
tak tahu berterima kasih ini,” katanya. Doa ibu itu pun didengarnya. Pelan-pelan,
kaki gadis itu berubah menjadi batu. Perubahan itu terjadi dari kaki ke atas. “Ibu,
ibu! Ampuni saya. Ampuni saya!” serunya panik. Gadis itu terus menangis dan
menangis. Namun semuanya terlambat. Seluruh tubuhnya akhirnya menjadi batu.
Walaupun begitu, orang masih bisa melihatnya menitikkan air mata. Karena itu,
batu tersebut diberi nama 'Batu Menangis'.
Malin Kundang

Cerita ini merupakan cerita terkenal dari Sumatera Barat yang mengisahkan
seorang pemuda bernama Malin Kundang yang tinggal bersama ibunya, bapaknya
sudah lama merantau dan belum kembali pulang. Pada suatu hari, Malin Kundang
ingin sekali merantau karena ia melihat seseorang yang telah kembali merantau
menjadi orang kaya. Malin berharap dengan merantau ia akan membantu keadaan
ekonomi keluarganyayang buruk.

Dengan berat hati si Ibu mengizinkan Malin pergi. Keesokan harinya Malin pergi
ke kota besar dengan menggunakan sebuah kapal. Setelah beberapa tahun bekerja
keras, dia berhasil di kota rantauannya. Malin sekarang menjadi orang kaya yang
bahkan mempunyai banyak kapal dagang. Malin pun sudah menikah dengan anak
seorang saudagar kaya juga.

Suatu hari Malin Kundang kembali ke kampung halamannya. Dia pun berangkat
bersama istrinya. Kedatangan Malin disambut dengan rindu oleh ibunya, tetapi
Malin malah menolak ibunya karena malu ibunya terlihat tua dan miskin. Ibu Malin
menjadi murka dan mengutuk Malin yang durhaka menjadi batu. Batu Malin
Kundang ini terletak di daerah Air Manis di Suatera Barat dan menjadi objek wisata
bagi para turis.

Anda mungkin juga menyukai