Anda di halaman 1dari 72

MATA PELAJARAN

PENDIDIKAN PANCASILA

DISUSUN OLEH :

Yeni Dewi S, S. P d

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH


SMA
DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
NEGERI 1 ANDONG
Jalan Solo – Karanggede Km.30 Andong Boyolali Kode Pos 57384
Telp. 081326720631
Email : smanegeri1andong@gmail.com Website sman1andong.sch.id
MODUL AJAR
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

I. Informasi Umum
Nama Sekolah : SMK Salafiyah
Mata Pelajaran : Pendidikan Pancasila
Tahun Ajaran : 2023/2024
Alokasi Waktu : 8 X Pertemuan
1 X Pertemuan ( 2 X 45 menit)

Kompetensi Awal :
1. Peserta didik mampu menganalisis kedudukan Pancasila sebagai ideologi
terbuka; serta peluang dan tantangan penerapan nilai-nilai Pancasila
dalam kehidupan global; peserta didik mampu menerapkan nilai-nilai
Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
2. Peserta didik mampu menganalisis cara pandang para pendiri negara
tentang rumusan Pancasila sebagai dasar negara; Peserta didik mampu
menganalisis fungsi dan kedudukan Pancasila sebagai dasar negara,
ideologi negara, dan identitas nasional; peserta didik mengenali dan
menggunakan produk dalam negeri sekaligus mempromosikan budaya lokal
dan nasional.
3. Peserta didik mampu menganalisis produk perundang-undangan dan
mengevaluasi ketidaksesuaian antarproduk perundang-undangan;
serta peserta didik mampu mempraktikkan sikap dan perilaku dalam
menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4. Peserta didik mampu menganalisis hak dan kewajiban warga negara yang
diatur dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945; peserta didik mendemonstrasikan praktik kemerdekaan berpendapat
warga negara dalam era keterbukaan informasi sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila; peserta didik mampu menganalisis kasus pelanggaran hak dan
pengingkaran kewajiban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan perumusan solusi secara kreatif,
kritis, dan inovatif untuk memecahkan kasus pelanggaran hak dan
pengingkaran kewajiban.
5. Peserta didik mampu menganalisis potensi konflik dan memberi solusi di
tengah keragaman dalam masyarakat; serta peserta didik berperan aktif
mempromosikan Bhinneka Tunggal Ika.
6. Peserta didik mampu menginisiasi kegiatan bersama atau gotong royong
dalam praktik hidup sehari-hari untuk membangun masyarakat sekitar dan
masyarakat Indonesia berdasarkan nilai-nilai Pancasila;
7. Peserta didik mampu menganalisis dan memberi solusi terkait ancaman,
tantangan, hambatan, dan gangguan (ATHG) yang dihadapi
Indonesia;
peserta didik mampu memahami sistem pertahanan dan keamanan
negara; kemudian peserta didik mampu menganalisis peran
Indonesia dalam hubungan antar bangsa dan negara.
8. Peserta didik mampu memberi contoh dan memiliki kesadaran akan hak
dan kewajibannya sebagai warga sekolah, warga masyarakat dan warga
negara; Peserta didik mampu memahami peran dan kedudukannya
sebagai warga negara Indonesia.
Profil Pelajar Pancasila :
Pelajar Indonesia merupakan pelajar sepanjang hayat yang
memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai nilai-nilai Pancasila,
dengan enam karakter (kompetensi) yang digali sebagai dimensi kunci, yakni
:
1).Beriman, bertaqwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia;
2).Berkebhinnekaan global;
3).Bergotong-royong;
4).Mandiri;
5).Bernalar kritis;
dan 6). Kreatif.
Dengan enam dimensi ini, menunjukkan bahwa Profil Pelajar Pancasila
tidak hanya berfokus pada kemampuan kognitif saja, tetapi juga
menekankan aspek sikap dan perilaku sesuai jati diri sebagai bangsa
Indonesia sekaligus warga dunia.
Sarana dan Prasarana : Laptop dan LCD Proyektor, Sound System
(Speaker Aktif), Alat/Media Peraga
Pembelajaran (Kartu Pancasila, Kartu
Konstiotusi), Film/Video Dokumenter, Kertas
Kerja/Portofolio, dan lain-lain.
Target Peserta Didik : Kelas X (Reguler)
Model Pembelajaran :
Pembelajaran Berbasis Proyek (Project-Based-Learning),
yakni dengan pendekatan pembejalaran yang dibangun di atas
kegiatan pembelajaran dan tugas nyata yang memberikan
tantangan bagi peserta didik terkait dengan kehidupan sehari-
hari untuk dipecahkan secara berkelompok. Karakteristik
Pembelajaran Berbasis Proyek, yaitu Mengajar melalui proyek,
berhubungan dengan kehidupan nyata, dan kemandirian peserta
didik.
Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning), dengan
Langkah-langkah antara lain; posisi guru sebagai
pembimbing/fasilitator, berhubungan dengan masalah riil,
pembelajaran berbasis opeserta didik, penilaian dan refleksi diri
serta rekan sejawat.
Holistik Integratif, pembelajaran diorientasikan disamping
mengisi aspek pengetahuan, juga diutamakan dapat
membentuk sikap
mental peserta didik sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Dengan
demikian proses pembelajaran harus mengiontegrasikan
berbagai potensi yang dimiliki oleh manusia, yaitu sesuai pendapat
Ki Hadjar Dewantara “Rasa-Karsa-Cipta-Karya”.
Pembelajaran Berpusat pada Peserta Didik (Student-Centered-
Learning), yakni menempatkan peserta didik sebagai subjek aktif
dengan melibatkan peserta didik dalam proses pembelajaran
melalui serangkaian kegiatan yang bermakna, dengan
menyesuaikan, merencanakan, melibatkan, dan memonitor.

II.Komponen Inti
Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari Pendidikan Pancasila, peserta didik mampu :
1. Berakhlak mulia dengan didasari keimanan dan ketakwaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa melalui sikap mencintai sesama manusia, mencintai
negara dan lingkungannya untuk mewujudkan persatuan dan keadilan
sosial;
2. Memahami makna dan nilai-nilai Pancasila, serta proses
perumusannya sebagai dasar negara, ideologi, dan pandangan hidup
bangsa, serta mempraktikkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-
hari;
3. Menganalisis konstitusi dan norma yang berlaku, serta menyelaraskan
hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara di tengah-tengah masyarakat global;
4. Memahami jati dirinya sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang
berbineka, serta mampu bersikap adil dan tidak membeda-bedakan jenis
kelamin, SARA (Suku Agama, Ras, Antargolongan), status sosial-
ekonomi, dan penyandang disabilitas;
5. Menganalisis karakteristik bangsa Indonesia dan kearifan lokal masyarakat
sekitarnya, dengan kesadaran dan komitmen untuk menjaga lingkungan,
mempertahankan keutuhan wilayah NKRI, serta berperan aktif dalam
kancah global.

Pemahaman Bermakna
1. Pancasila adalah dasar negara, ideologi, dan pandangan hidup bangsa
Indonesia. Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah-mufakat,
dan keadilan adalah nilai-nilai yang harus ditumbuhkembangkan dan
diinternalisasikan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Nilai-nilai itu kemudian ditetapkan sebagai norma dasar atau
grundnorm Indonesia dan diberi nama Pancasila, sehingga menjadi
landasan filosofis bagi pengembangan seluruh aturan di Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Sebagai dasar negara, ideologi, dan pandangan
hidup bangsa
Indonesia, nilai-nilai Pancasila semestinya mewujud dalam setiap sikap
dan perbuatan segenap warga negara Indonesia. Keterwujudan dalam
sikap dan perbuatan tersebut akan dapat mengantarkan seluruh bangsa
pada kehidupan yang adil makmur sebagaimana cita-cita kemerdekaan
bangsa Indonesia. Gambaran ideal cita-cita bangsa tersebut masih jauh
dari terwujud walaupun negara Indonesia telah menempuh perjalanan
lebih dari tiga perempat abad. Masih banyak tantangan yang harus
diatasi baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun berbangsa dan
bernegara.
2. Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, setiap warga negara
perlu diarahkan menjadi warga negara yang cerdas dan baik (smart and
good citizen), sehingga dapat memahami negara dan bangsa
Indonesia, memiliki kepribadian Indonesia, memiliki rasa kebangsaan
Indonesia, dan mencintai tanah air. Dengan demikian, warga negara
Indonesia dapat melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai warga
negara, juga turut aktif membentengi masyarakat, bangsa dan negara
Indonesia dari berbagai ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan
yang akan merusak ketahanan bangsa dan negara Indonesia.
3. Pendidikan Pancasila memuat nilai-nilai karakter Pancasila yang
ditumbuhkembangkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara untuk menyiapkan warga negara yang cerdas dan baik.
Pendidikan Pancasila berisi elemen: Pancasila, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4. Pendidikan Pancasila memuat nilai-nilai karakter Pancasila yang
ditumbuhkembangkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara untuk menyiapkan warga negara yang cerdas dan baik.
Pendidikan Pancasila berisi elemen: Pancasila, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
5. Dalam upaya meningkatkan keyakinan dan pemahaman filosofi bangsa
perlu dilakukan perbaikan secara konten maupun proses pembelajaran
pada mata pelajaran Pendidikan Pancasila yang di dalamnya terkandung
penumbuhkembangan karakter, literasi-numerasi, dan kecakapan abad 21
yang disesuaikan dengan kebutuhan dan perubahan zaman. Dengan
demikian, Pendidikan Pancasila akan menghasilkan warganegara yang
mampu berpikir global (think globally) dengan cara-cara bertindak lokal (act
locally) berdasarkan Pancasila sebagai jati diri dan identitas bangsa.

Pertanyaan Pemantik
Pertanyaan kunci sebagai pemantik yang akan dikaji dalam
pembelajaran ini adalah :
1. Bagaimana pandangan para pendiri bangsa, seperti Ir. Soekarno, Mr.
Muhammad Yamin, dan Mr. Soepomo, terhadap negara merdeka ?
Apa perbedaan dan persamaannya ?
2. Bagaimana memaknai proses perancangan dan isi dari rumusan dasar
negara yang bermakna Mukaddimah Hukum Dasar atau juga dikenal
dengan Piagam Jakarta ?
3. Apa pandangan para pendiri bangsa terkait dengan nilai Mukaddimah,
terutama frasa “Ketuhanan, dengan kewajiban syariat Islam bagi
pemeluk- pemeluknya ?
4. Dari proses belajar hari ini hal-hal apa sajakah yang dapat difahami ?
5. Dari proses pembelajaran hari ini hal-hal kebaikan apa sajakah yang
dapat dilakukan dalam kehidupan keseharian ?

Persiapan Pembelajaran
1. Saat masuk dalam kelas belajar, guru memberi salam kepada peserta
didik dan menanyakan tentang kabar dan keadaan mereka sebelum
mengawali pembelajaran.
2. Guru dan peserta didik berdiri dengan tertib dan rapi secara bersama-
sama menyanyikan Lagu Kebangsaan “INDONESIA RAYA”.
3. Guru mengingatkan dan mengajak peserta didik berdo’a untuk megawali
kegiatan pembelajaran dalam kelas.

Kegiatan Pembelajaran
1. Kegiatan Pendahuluan
a. Guru memandu peserta didik untuk mengingat kembali topik bahasan
pembejalaran pada pertemuan sebelumnya dan mengajukan
pertanyaan kunci sebagai panduan diskusi.
b. Guru memberikan pertanyaan pemantik kepada peserta didik yang
kemudian didiskusikan dalam kelompok besar (kelas belajar).
c. Guru memberikan pertanyaan lanjutan terhadap respons yang
siberikan peserta didik.
2. Kegiatan Inti (Ide Pembelajaran)
a. Guru meminta peserta didik membaca topik bahasan atau membaca
berita yang menunjukkan tantangan ber-Pancasila, kemudian dikaji
secara bersama.
b. Setelah itu guru memberikan beberapa pertanyaan pemantik diskusi.
c. Guru meminta peserta didik untuk menawarkan diri menjawab
pertanyaan guru dan mrncatatnya pada table yang dibuat di papan
tulis atau pada kertas poster/plano yang telah dipersiapkan oleh guru
sebelumnya.
d. Setelah peserta didik memberikan tanggapan, guru mengajak peserta
didik mendiskusikan hasil pencatatan bersama-sama. Selanjutnya, guru
mengajak peserta didik berfikir dan membagikan pemikiran tentang
apa saja yang menjadi tantangan sehingga Pancasila belum mampu
diimplementasikan secara optimal dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
3. Kegiatan Penutup
a. Sebelum proses pembelajaran dalam kelas usai, guru memandu
peserta didik melakukan refleksi atas hasil diskusi dan analisis materi
bahasan yang telah dilakukan sebelumnya, yang dilanjutkan dengan
pemikiran sebuah ide/gagasan terkait peluang penerapan Pancasila
dalam kehidupan keseharian.
b. Guru memeriksa pemahaman peserta didik dengan meminta mereka
menjawab pertanyaan kunci pada awal diskusi dengan menggunakan
bahasa sederhana yang mudah difahami.
c. Peserta didik dapat menuliskannya pada kolom refleksi (buku peserta
didik) atau menyampaikannya secara lisan.
d. Guru memberikan penugasan dan informasi lain sebagai tindak lanjut
proses pembelajaran.
e. Guru memberikan motivasi dan penguatan belajar peserta didik.

Asesmen
Di akhir unit, guru memberikan asesmen kepada peserta didik untuk menguji
kemampuan mereka dengan cara :
a. Membuat jurnal harian mengenai penerapan Pancasila di sekitar lingkungan.
b. Menjawab pertanyaan terbuka yang terdapat pada buku pembejaran
peserta didik.
c. Penilaian aspek Pengetahuan
Tes tertulis (Pilhan Ganda dan Essay)
Tes lisan (Intervieu/ Wawancara)
Membuat Jurnal
Portofolio
d. Penilaian aspek Sikap :
Observasi/Pengamatan (kelompok dan individual)
Penilaian diri
e. Penilaian aspek Keterampilan
Simulasi
Demonstrasi
Presentasi
Diskusi
Produk

Pengayaan dan Remedial


Sebagai langkah dan tindak lanjut proses pembelajaran, dapat dilakukan
dengan kegiatan Pengayaan dan Remedial, yaitu :
a. Pengayaan
Kegiatan pembelajaran dalam bentuk pengayaan dapat diberikan kepada
peserta didik, apabila menurut guru telah mencapai capaian
pembelajaran, antara lain dengan;
Memberikan sumber bacaan lanjutan yang sesuai dengan topik untuk
dipelajari peserta didik, agar dapat disampaikan oleh peserta didik yang
bersangkutan pada sesi pertemuan pembelajaran berikutnya.
Membantu peserta didik lain yang belum mencapai capaian pembelajaran,
sehingga sesama peserta didik dapat saling membantu untuk mencapai
capaian pembelajaran.
b. Remedial
Kegiatan remedial diberikan kepada peserta didik yang belum mencapai
capaian pembelajaran, untuk membantu mereka dalam mencapainya.
Dalam kegiatan remedial beberapa hal yang dapat dilakukan oleh guru
antara lain; guru melakukan pertemuan secara individual (one on one
meeting) dengan peserta didik untuk menanyakan hambatan belajarnya,
meningkatkan motivasi belajarnya, dan memberikan umpan balik kepada
peserta didik.
Guru memberikan tambahan aktivitas belajar di luar jam pelajaran, baik yang
dilakukan secara mandiri maupun bersama teman sekelasnya, dengan
menyesuaikan pola kebiasaan belajar peserta didik, serta membantu
menyelesaikan hambatan belajarnya.

Refleksi Peserta Didik dan Guru


Kegiatan refleksi guru dengan peserta didik merupakan hal yang sangat penting
sebagai penutup proses pembelajaran demi kesuksesan belajar peserta didik.
Dengan telah terbangunnya interaksi yang baik dan berjalan secara intensif,
kemudian dilanjukan dengan kegiatan refleksi oleh peserta didik dan guru, akan
mampu mewujudkan kelancaran proses pembelajaran dan keberhasilan belajar
peserta didik yang optimal.
Adapun refleksi yang dibangun oleh guru kepada peserta didik usai proses
pembelajaran sebagai berikut ;
1. Guru telah menyampaikan materi pembelajaran tentang perumusan asas
dasar negara oleh para tokoh pendiri negara;
2. Guru menamkan nilai-nilai Pancasila kepada siswa dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dna bernegara;
3. Guru memberikan tantangan dan peluang kepada siswa dalam
pemahaman dan pengamalan nilai-nilai Pancasila serta implentasi dalam
bergotong royong.
4. Apakah ada hal yang menarik selama pembelajaran berlangsung ?
5. Pada momen apa peserta didik menemui kendala dalam menunaikan tugas
?
6. Pada saat apa dan pada bagian mana suasana kreatif dan menarik dalam
proses pembelajaran ?
III. Lampiran
Lembar Kerja Peserta Didik

LEMBAR REFLEKSI PESERTA


DIDIK
Nama Kelas : ......................................................................................
Kelompok ....
Hari, : ......................................................................................
Tanggal ....
: ......................................................................................
....
: ........................................................................................
..
Tulis apa yang akan di kerjakan, Kerjakan apa yang
telah ditulis, Tulis apa yang telah dikerjakan”

PETUNJUK PENGGUNAAN LEMBAR REFLEKSI


Lembar Refleksi ini dibuat sebagai media untuk merangkum materi dan memetik nilai- nilai dari aktifitas yang
Lembar ini diisi setelah seluruh rangkaian sesi selesai selama kurang lebih 45 menit dan didiskusikan bersam
Kolom pertama berjudul “Materi yang saya dapat” untuk menuliskan kalimat-kalimat kunci dari seluruh m
Kolom kedua berjudul “Nilai yang saya petik” untuk peserta menuliskan nilai-nilai yang didapat selama pros
Kolom “Tindak Lanjut yang akan dilakukan” untuk menuliskan hal-hal yang dianggap perlu untuk dilakuka

Materi yang saya dapat :

……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
Nilai yang saya petik :

……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………

Tindak lanjut yang akan saya lakukan :

……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………

Kajen,.......................2023
Guru Mata Pelajaran, Peserta Didik,

Yeni Dewi S, S. Pd ……………………………………


LEMBAR CATATAN PERTEMUAN KELOMPOK
Kelompok : ...................................................................................................
Kelas : ...................................................................................................
Hari, Tanggal : ...................................................................................................
Tempat : ...................................................................................................
Guru Mata Pelajaran : ...................................................................................................

PESERTA PERTEMUAN

1. ………………………………………………………………………………
2. ………………………………………………………………………………
3. ………………………………………………………………………………
4. ………………………………………………………………………………
5. ………………………………………………………………………………
6. ………………………………………………………………………………

Penyerapan Materi dan Performa Guru Mata pelajaran :


……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………

Fasilitas Pembelajaran (Media, Alat Peraga, dll) :


……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………

Lain-lain :
……………………………………………………………………………………

Kajen,.......................2023
Guru Mata Pelajaran, Peserta Didik,

Yeni Dewi S, S. Pd ……………………………………


BLANKO PENILAIAN SIKAP/PERBUATAN
Petunjuk :
Kerjakanlah sesuai dengan perintahnya !
Isilah pada kolom frekuensi sesuai dengan keadaan dan hati nuranimu,
serta usahamu, dengan memperhatikan pernyataan-pernyataan
sebagaimana tertulis pada tabel berikut ini !

FREKUENSI
NO PERNYATAAN Tidak
Selalu Sering Jarang Pernah
1 2 3 4 5 6
1 Saya senang pada materi mata
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
2 Saya mengikuti pelajaran ini sesuai
dengan jadwal
3 Saya mencatat penjelasan dari guru
4 Saya mengerjakan tugas mata pelajaran
ini tepat waktu
5 Saya mencari informasi untuk
mendalami materi pelajaran ini
6 Saya mengumpulkan klipping yang
berhubungan dengan isi mata
pelajaran ini
7 Saya menandai bagian-bagian penting
dalam buku atau catatan mata
pelajaran ini
8 Saya mendiskusikan dengan teman
apabila mengalami kesulitan dalam
mata pelajaran ini
9 Saya mempraktekkan pengetahuan dan
keterampilan Kewarganegaraan dalam
kehidupan sehari-hari
Jumlah Skor

Tugas Kelompok :
1. Bergabunglah dalam kelompok belajarmu di kelas
2. Kemudian diskusikan dan pilihlah secara mufakat salah satu hasil kerja
individual yang sekiranya layak untuk dipresentasikan di depan kelas
3. Setiap kelompok agar mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya
masing- masing di depan kelas selama lebih kurang 10 menit
4. Selesai kemudian kumpulkan hasil diskusi tersebut kepada guru yang
mengampu Mata Pelajaran
AKTIVITAS BELAJAR PESERTA DIDIK
Tugas Individu :
1. Carilah melalui media massa/media elektronik, semisal melalui situs-situs
internet, artikel yang memiliki keterkaitan/hubungan dengan materi
bahasan !
2. Untuk memudahkan penulisan, gunakan matrik berikut ini sebagai panduan
SARANA
DESKRIPSI SINGKAT MENGENAI
NO ARTIKEL HUBUNGAN DENGAN MATERI BAHASAN
YANG KET
DIGUNAKAN
1 2 3 4 5

3. Hasil pekerjaan tersebut dikumpulkan kepada guru yang mengampu


Mata Pelajaran di kelasmu.

Tugas Kelompok :
1. Bergabunglah dalam kelompok belajarmu di kelas !
2. Fokuskan perhatian pada hasil kerja tiap-tiap kelompok dalam kegiatan
mandiri pada tugas individual di atas !
3. Langkah selanjutnya, buatlah analisis mengenai dampak positif dan negatif
berbagai bentuk ……………………. tersebut dengan mengikuti panduan
berikut ini !
KEMUNGKINAN
DESKRIPSI SINGKAT MENGENAI DAMPAK YANG
NO ARTIKEL HUBUNGAN DENGAN MATERI BAHASAN DITIMBULKAN
POSITIF NEGATIF
1 2 3 4 5

5
Kesimpulan :
……………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………

4. Hasil diskusi dipresentasikan di depan kelas


5. Hasil pekerjaan tersebut dikumpulkan kepada guru yang mengampu
AKTIVITAS BELAJAR PESERTA DIDIK
Tugas Individu :
1. Carilah arti dari istilah di bawah ini dan berilah contoh masing-masing !
2. Untuk memperoleh data yang lengkap carilah pada buku-buku
paket dan buku penunjang, koran/majalah, atau pada situs-situs
internet !
3. Tuliskan secara singkat hasil pekerjaanmu ke dalam table di bawah ini

NO ISTILAH ARTI CONTOH


1 2 3 4
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

4. Hasil pekerjaan tersebut dikumpulkan kepada guru mengampu


Mata Pelajaran di kelasmu

Materi Pembelajaran
Materi Pokok :
1. Pengertian Pancasila
2. Sejarah Lahirnya Pancasila
3. Pancasila sebagai Ideologi dan Dasar Negara
4. Nilai-nilai Luhur Pancasila
5. Nilai-nilai Pancasila dalam Pasal-pasal Konstitusi UUD 1945
6. Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa dan Dasar Negara
7. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka
8. Pancasila sebagai Sumber Nilai dan Paradigma dalam Pembangunan
9. Pancasila sebagai Sumber dari segala Sumber Hukum Menjadi
Manusia Pancasilais Sejati
10. Menjadi Manusia Pancasilais Sejati
Contoh Asesmen, Remidial dan Pengayaan
Asesmen
Guna mengukur kemampuan peserta didik dalam pemahaman dan
penguasaan materiatau topik bahasan dalam proses pembelajaran.
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan benar !
1. Apakah arti dan makna Pancasila bagi bangsa Indonesia ?
2. Bagaimanakah rumusan Pancasila yang benar dan sah
? PANCASILA
3. Terdapat di manakah rumusan Pancasila yang benar dan sah ?
4. Dalam sejarah perumusan Pancasila, siapakah tokoh-tokoh yang
mengusulkan rumusan Pancasila ?
5. Kapankah proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara ?

Remedial
Guna memenuhi pencapaian (capaian pembelajaran)
Tugas Individu :
1. Bacalah kembali materi atau bahan pembelajaran yang berkaitan
dengan materi bahasan tersebut di atas !
2. Carilah masing-masing minimal dua artikel tentang persoalan-
persoalan yang berkaitan dengan materi bahasan tersebut di atas,
dari berbagai media massa/media elektronik !
3. Pahami dengan baik isi artikel tersebut dengan seksama !
4. Langkah selanjutnya, buatlah komentar atau ulasan tentang
persoalan-persoalan yang ada dalam artikel tersebut berdasarkan
kesesuaian ataupun yang bertentangan dengan materi bahasan
tersebut di atas !
5. Untuk memudahkan dalam penyusunan, gunakan matrik berikut
ini sebagai panduan.
No JUDUL ARTIKEL URAIAN/KOMENTAR
1 2 3

6. Selesai kemudian kumpulkan hasil diskusi tersebut kepada guru yang


mengampu Mata Pelajaran.
Pengayaan
Informasi (Pengetahuan Tambahan)
MATERI PENGAYAAN

Kata Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta, Panca yang berarti


lima dan sila yang berarti dasar atau asas. Pancasila berarti lima dasar atau lima
asas berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Para pendiri negara
Indonesia menentukan Pancasila sebagai dasar negara dengan alasan, bahwa
Pancasila sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia dan merupakan
kepribadian bangsa Indonesia. Dengan begitu, Pancasila sekaligus
adalah ideologi negara Indonesia.
Secara umum ideologi berarti kumpulan gagasan, ide, keyakinan, dan
kepercayaan yang bersifat sistematis mengarah tingkah laku seseorang dalam
berbagai bidang kehidupan, seperti bidang politik, ekonomi, sosial budaya,
hukum, dan keamanan, serta pertahanan keamanan.
Ideologi sendiri berasal dari kata Yunani idein yang berarti melihat, atau
idea yang berarti raut muka, perawakan, gagasan, buah pikiran; dan kata logos
yang berarti ajaran atau ilmu tentang gagasan dan buah pikiran atau science
des ideas.
Menurut pendapat Dr. Alfian, ia mengemukakan, bahwa kekuatan
ideologi tergantung pada kualitas tiga dimensi yang ada pada ideologi
tersebut, dimensi realita, dimensi idealisme, dan dimensi fleksibelitas.
Dimensi realita, bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung di dalam ideologi
tersebut secara riil hidup di dalam, serta bersumber dari budaya dan
pengalaman sejarah masyarakat atau bangsanya menjadi jiwa bangsa
(volkgeist).
Dimensi idealisme, bahwa nilai-nilai dasar ideologi tersebut mengandung
idealisme yang memberi harapan tentang masa depan yang lebih baik melalui
pengalaman dalam praktik kehidupan bersama sehari-hari.
Dimensi fleksibelitas atau dimensi pengembangan, bahwa ideologi
tersebut memiliki keluwesan yang memungkinkan dan
merangsang pengembangan pemikiran-pemikiran baru yang
relevan dengan ideologi bersangkutan tanpa menghilangkan atau mengingkari
jati diri yang terkandung dalam nilai-nilai dasarnya. Menurut Dr.
Alfian, Pancasila memenuhi ketiga dimensi tersebut, sehingga Pancasila dapat
dikatakan sebagai ideologi terbuka.
Gagasan Pancasila sebagai ideologi terbuka mulai berkembang sejak
tahun 1985, meskipun semangatnya sudah tumbuh sejak Pancasila itu
sendiri ditetapkan sebagai dasar negara oleh para pendiri negara (founding
fathers) kita.
Sebagai ideologi terbuka, Pancasila harus memberikan orientasi ke
depan, mengharuskan bangsa Indonesia untuk selalu menyadari
situasi kehidupan yang sedang dan akan dihadapinya, terutama menghadapi
globalisasi dan keterbukaan.
Ideologi Pancasila menghendaki agar bangsa Indonesia tetap
bertahan dalam jiwa dan budaya bangsa Indonesia dalam ikatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Moerdiono menyebutkan beberapa faktor yang mendorong pemikiran
bahwa Pancasila adalah ideologi terbuka :
1. Dalam proses pembangunan nasional berencana, dinamika masyarakat Indonesia
berkembang amat cepat. Dengan demikian tidak semua persoalan hidup dapat
ditemukan jawabannya secara ideologis dalam pemikiran ideologi-ideologi
sebelumnya.
2. Kenyataan bangkrutnya ideologi tertutup seperti Marxisme-Leninisme/ Komunisme.
Dewasa ini kubu komunisme dihadapkan pada pilihan yang amat berat, menjadi
suatu ideologi terbuka atau tetap mempertahankan ideologi lama.
3. Pengalaman sejarah politik kita sendiri dengan pengaruh komunisme yang
pada dasarnya bersifat tertutup, Pancasila pernah merosot menjadi dogma
yang kaku. Pancasila tidak lagi tampil sebagai acuan bersama, melainkan
sebagai senjata komseptual untuk menyerang lawan-lawan politik. Kebijaksanaan
pemerintah pada saat itu menjadi mutlak (absolut). Konsekuensinya, perbedaan-
perbedaan menjadi alasan untuk secara langsung dicap sebagai anti-Pancasila.
4. Tekad kita untuk menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sebagai catatan,
istilah Pancasila sebagai satu-satunya asas telah dicabut berdasarkan Ketetapan
MPR RI tahun 1999. Namun pencabutan ini kita artikan sebagai pengembalian
fungsi utama Pancasila sebagai dasar negara. Dalam kedudukannya sebagai
dasar negara, Pancasila harus dijadikan jiwa bangsa Indonesia dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, terutama dalam pengembangan Pancasila sebagai
ideologi terbuka. Di samping itu, ada faktor lain, yaitu tekad bangsa Indonesia
untuk menjadikan Pancasila sebagai alternatif ideologi dunia.

Glosarium
Asas Dasar :
Sesuatu yang mernjadi tumpuan berfikir dan berpendapat.
Dasar Negara :
Pondasi bagi berdirinya suatu negara, sumber pelaksanaan kehidupan
kletatanegaraan atau sumber dari segala sumber peraturan yang ada
dalam suatu negara dilaksanakan secara nasional.
Ideologi :
Kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat yang
memberikan arah dan tujuan kelangsungan hidup bangsa dan negara.
Kewarganegaraan :
Keadaan yang menunjukkan hubungan atau keadaan antara negara
dan warga negara.
Norma :
Kaidah, aturan atau ketentuan yang mengikat warga kelompok dalam
masyarakat, dipakai sebagai panduan, tatanan, dan pengendali
tingkah laku pergaulan dalam masyarakat.
UUD 1945 :
Hukum dasar tertulis (basic law) konstitusi pemerintahan Negara Republik
Indonesia.
Konstitusi :
Hukum dasar dalam suatu negara baik yang tertulis maupun tidak tertulis.
Republik :
Bentuk pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden.
Bhinneka Tunggal Ika :
Bermakna meskipun berbeda-bedas teta[I pada hakikatnya
satu kesatuan.
Integrasi Nasional :
Usaha dan proses mempersatukan perbedaan-perbedaan yang ada
pada suatu negara sehingga terciptnyasnya keserasian dan
keselarasan secara nasional.
Suku Bangsa :
Sekelompok manusia yang memiliki kesatuan budaya dan terikat oleh
kesadaran dan identitas budaya.
Nasiomalisme :
Satu faham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan
sebuah negara dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk
sekelompok manusia.
Pertahanan Negara :
Segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah
sebuah negara dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan
gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.

Daftar
Pustaka
1. Ali Abdul Waid, ddk 2021, Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan Kelas X, Jakarta, Pusat Kurikulum dan Perbukuan
Badan Penelitian, Pengembangan dan Perbukuan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi;
2.Buku Panduan Guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan,
SMA/SMK Kelas X, Kementerian Pendidikan dan kebudayaan, Riset,
dan teknologi Republik Indoneia, Tahun 2021.
3. Yusnawan Lubih dkk, 2018, Pendidikan Pancasila
dan
Kewarganegaraan Kelas X, Kementerian Pendidikan dan
Kebuadayaan Republik Indonesia, Klaten, Macanan Jaya;
4. Sumber lain dari media sosial dan elektronik, dll.

Kajen, ............2023

Mengetahui : Guru Mata Pelajaran


Kepala Sekolah

Erni Sofa Nugraha, S. Pd Yeni Dewi S, S. Pd


MATERI BAHASAN
PENDIDIKAN PACASILA DAN KEWARGANEGARAAN
DASAR NEGARA PANCASILA

1. Pengertian Pancasila
Bagian ini akan membahas pengertian Pancasila; sejarah
perumusan Pancasila sebagai dasar negara; dan implementasi
Pancasila dalam sejarah ketatanegaraan Republik Indonesia.
Menurut sejarah, Pancasila dirumuskan dengan maksud untuk dijadikan
sebagai Dasar Negara Indonesia Merdeka. Pada waktu itu, para
tokoh bangsa Indonesia menyadari bahwa hal yang sangat penting
untuk dipikirkan terlebih dahulu sebelum mendirikan sebuah negara
adalah landasan negara. Oleh karena itu, agenda utama sidang
BPUPKI yang pertama tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945 adalah
perumusan rancangan dasar negara. Pancasila sebagai dasar
negara, nilai- nilainya digali dan/atau berasal dari pandangan hidup
masyarakat Indonesia.
6. Apakah arti dan makna Pancasila bagi bangsa Indonesia?
Pancasila terdiri dari dua kata, yaitu panca dan sila. Panca
artinya lima dan sila artinya dasar. Pancasila adalah lima dasar dari
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi, Pancasila memiliki
kedudukan sebagai dasar negara atau fondasi negara atau
kaidah negara yang fundamental.
7. Bagaimanakah rumusan Pancasila yang benar dan
sah? PANCASILA
Satu : Ketuhanan Yang Maha Esa
Dua : Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Tiga : Persatuan Indonesia
Empat : Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
Kelima : Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
8. Terdapat di manakah rumusan Pancasila yang benar dan sah?
Rumusan Pancasila yang benar dan sah sebagaimana tercantum
dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat, yang disahkan dalam
Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 18
Agustus 1945.
9. Dalam sejarah perumusan Pancasila, siapakah tokoh-tokoh yang
mengusulkan rumusan Pancasila?
Kita pernah mengenal rumusan Pancasila yang dikemukakan oleh
Mr. Muh. Yamin, Prof. Dr. Mr. Soepomo, Ir. Soekarno, serta rumusan
yang tercantum dalam Piagam Jakarta dan Konstitusi RIS 1949.
10. Kapankah proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara?
Tanggal 29 Mei – 1 Juni 1945 dalam sidang BPUPKI yang pertama.
11. Kapan dan dalam forum apa usulan lima asas dasar negara dari
Mr. Muh Yamin disampaikan?
Mr. Muh. Yamin mengusulkan lima asas dasar negara pada tanggal
29 Mei 1945 dalam pembukaan (hari pertama) Sidang Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI).
12. Bagaimanakah rumusan dasar negara yang diusulkan Mr.
Muh. Yamin?
Dalam presentasi lisan Muh Yamin mengemukakan lima calon dasar
negara yaitu:
1. Peri
Kebangsaan 2.Peri
Kemanusiaan 3.Peri
ke-Tuhanan 4.Peri
Kerakyatan
5.Kesejahteraan Rakyat
Usulan secara tertulis;
1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Kebangsaan Persatuan Indonesia.
3. Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
13. Bagaimanakah rumusan rancangan dasar negara yang
diusulkan oleh Prof. Dr. Mr. Soepomo?
Usulan dasar negara yang disampaikan Prof.Dr.Mr. Soepomo adalah
sebagai berikut;
1. Paham Negara Persatuan.
2. Perhubungan Negara dan Agama.
3. Sistem Badan Permusyawaratan.
4. Sosialisme Negara.
5. Hubungan Antarbangsa.
14. Kapan dan dalam forum apa Ir. Soekarno mengusulkan lima dasar
negara dengan istilah Pancasila?
Tanggal 1 Juni 1945 dalam sidang BPUPKI. Pada pidatonya,
Ir. Soekarno menamakan lima sila yang diusulkan tersebut diberi
nama “Pancasila”.
15.Bagaimanakah rumusan dasar negara yang diusulkan Ir. Soekarno
tanggal 1 Juni 1945?
1. Kebangsaan Indonesia.
2. Internasionalisme atau Perikemanusiaan.
3. Mufakat atau Demokrasi.
4. Kesejahteraan Sosial.
5. Ketuhanan yang Berkebudayaan.
16. Apakah Piagam Jakarta itu?
Piagam Jakarta adalah naskah rancangan Pembukaan UUD 1945
yang hasilkan oleh Panitia Sembilan yang diketuai oleh Ir.
Soekarno. Piagam Jakarta diterima oleh BPUPKI pada tanggal 22 Juni
1945.
17. Bagaimana rumusan dasar negara menurut Piagam Jakarta?
1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam
bagi pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
18. Siapakah yang menjadi Ketua dan Wakil Ketua PPKI?
Ir. Soekarno (Ketua) dan Drs. Moh. Hatta (Wakil Ketua). Kedua tokoh ini
disebut Dwi Tunggal, artinya dua yang satu. Kedua tokoh inilah
yang akhirnya menjadi proklamator kemerdekaan RI atas nama
bangsa Indonesia.
19. Sejak kapan Pancasila ditetapkan sebagai dasar
negara? Tanggal 18 Agustus 1945 pada sidang PPKI.
20. Mengapa menggunakan rumusan Pancasila yang tercantum
dalam Pembukaan UUD 1945?
Karena rumusan tersebutlah yang ditetapkan oleh wakil-wakil
rakyat pada taggal 18 Agustus 1945 dalam sidang PPKI. Anggota
PPKI dianggap sebagai perwakilan dan penjelmaan rakyat Indonesia
yang saat itu merumuskan dasar-dasarnya Indonesia Merdeka.
21. Bagaimanakah rumusan Pancasila yang tercantum dalam
Mukadimah Konstitusi RIS 1949?
1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Peri Kemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kerakyatan
5. Keadilan sosial
22.Apa yang dikehendaki UUD 1945 dengan konsep demokrasi di
Indonesia?
Demokrasi Pancasila sesuai sila keempat Pancasila: “Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawatan/perwakilan, yang dijiwai oleh Ketuhanan Yang
Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia dan bertujuan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia” Dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa kedaulatan di
tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD.
23. Kurun waktu 1945–1968 merupakan tahap politis, dimana
orientasi pengembangan Pancasila diarahkan kepada nation and
character building. Apa maksudnya?
Pancasila tidak lagi dijadikan alternatif (pilihan diantara beberapa
kemungkinan), melainkan menjadi suatu imperatif (yang harus ditaati)
dan suatu kesepakatan filosofis (philosophical consensus) dengan
komitmen transenden (tekad yang mendasar) sebagai tali pengikat
persatuan dan kesatuan dalam menyongsong kehidupan masa
depan bangsa Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika.
24. Kurun waktu 1969–1994 sebagai tahap pembangunan
ekonomi yaitu upaya mengisi kemerdekaan
melalui program-program pembangunan.
Bagaimanakah orientasi pengembangan Pancasila? Orientasi
pengembangan Pancasila diarahkan pada bidang ekonomi,
akibatnya cenderung menjadikan ekonomi sebagai ideologi.
Indonesia mengalami kemajuan di bidang ekonomi, tetapi
bidang lainnya seperti politik dan sosial budaya masih tertinggal.
Akibatnya, kesejahteraan dan keadilan sosial belum dapat dinikmati
oleh seluruh rakyat.
25. Kurun waktu 1995–2020 merupakan tahap repositioning
Pancasila. Mengapa demikian?
Reposisioning artinya dimaknai (ditafsirkan) sesuai dengan
perkembangan yang terjadi saat ini. Dunia masa kini sedang
dihadapkan kepada gelombang perubahan secara cepat, mendasar,
spektakuler, sebagai implikasi arus globalisasi yang melanda
seluruh dunia. Bersamaan dengan itu, arus reformasi sedang dilakukan
bangsa Indonesia. Oleh karena itu, Pancasila harus mampu
memberikan podoman bagi seluruh manusia dan bangsa
Indonesia untuk menghadapi arus dan persaingan global.
26. Reformasi yang telah merombak semua segi kehidupan secara
mendasar menyebabkan semakin terasa pentingnya Pancasila. Dalam
hal ini bagaimana pentingnya Pancasila?
Pancasila dijadikan sebagai dasar negara dalam kerangka
mempertahankan jati diri bangsa dan persatuan dan kesatuan
nasional, lebih-lebih kehidupan perpolitikan nasional yang tidak
menentu di era reformasi ini.

2. Sejarah Lahirnya Pancasila


Berdasarkan penelusuran sejarah, Pancasila tidaklah lahir
secara mendadak pada tahun 1945, melainkan melalui proses yang
panjang, dengan didasari oleh sejarah perjuangan bangsa dan
dengan melihat pengalaman bangsa lain di dunia. Pancasila diilhami
oleh gagasan- gagasan besar dunia, tetapi tetap berakar pada
kepribadian dan gagasan besar bangsa Indonesia sendiri.
Proses sejarah konseptualisasi Pancasila melintasi
rangkaian perjalanan yang panjang, setidaknya dimulai
sejak awal 1900-an dalam bentuk rintisan-rintisan gagasan untuk
mencari sintesis antar ideologi dan gerakan seiring dengan proses
penemuan Indonesia sebagai kode kebangsaan bersama (civic
nationalism). Proses ini ditandai oleh kemunculan berbagai
organisasi pergerakan kebangkitan (Boedi
Oetomo, SDI, SI, Muhammadiyah, NU, Perhimpunan Indonesia, dan
lain- lain), partai politik (Indische Partij, PNI, partai-partai sosialis, PSII,
dan lain-
lain), dan sumpah pemuda. Perumusan konseptualisasi Pancasila dimulai
pada masa persidangan pertama Badan Penyelidik Usaha-usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) tanggal 29 Mei-1 Juni
1945.
Dalam menjawab permintaan Ketua BPUPKI, Radjiman
Wediodiningrat, mengenai dasar negara Indonesia merdeka,
puluhan anggota BPUPKI berusaha menyodorkan
pandangannya, yang kebanyakan pokok gagasannya
sesuai dengan satuan-satuan sila Pancasila. Rangkaian ini ditutup
dengan Pidato Soekarno (1 Juni) yang menawarkan lima prinsip dari
dasar negara yang diberi nama Panca Sila. Rumusan Soekarno
tentang Pancasila kemudian digodok melalui Panitia Delapan yang
dibentuk oleh Ketua Sidang BPUPKI. Kemudian membentuk“Panitia
Sembilan”, yang menyempurnakan rumusan Pancasila dari
Pidato Soekarno ke dalam rumusan versi Piagam Jakarta pada 22 Juni
1945. Fase “pengesahan” dilakukan tanggal 18 Agustus 1945 oleh
PPKI yang menghasilkan rumusan final Pancasila yang mengikat
secara konstitusional dalam kehidupan bernegara.
Dalam proses perumusan dasar negara, Soekarno memainkan
peran yang sangat penting. Dia berhasil mensintesiskan berbagai
pandangan yang telah muncul dan orang pertama yang
mengonseptualisasikan dasar negara itu ke dalam pengertian “dasar
falsafah” (philosofische grondslag) atau “pandangan komprehensif
dunia” (weltanschauung) secara sistematik dan koheren.
Mengapa dasar negara yang menyatukan dan menjadi panduan
keindonesiaan itu dibatasi lima? Jawaban Soekarno, selain kelima unsur
itulah yang memang berakar kuat dalam jiwa bangsa Indonesia, dia
juga mengaku suka pada simbolisme angka lima. Angka lima
memiliki nilai “keramat” dalam antropologi masyarakat Indonesia.
Soekarno menyebutkan, “Rukun Islam lima jumlahnya. Jari kita lima
setangan. Kita mempunyai Panca Indra. Apalagi yang lima
bilangannya? (Seorang yang hadir : Pandawa lima). Pandawa pun
lima bilangannya.” Hal lain juga bisa ditambahkan, bahwa dalam
tradisi Jawa ada lima larangan sebagai kode etika, yang disebut
istilah “Mo-limo”. Taman Siswa dan Chuo Sangi In juga memiliki
“Panca Dharma”. Selain itu, bintang yang amat penting
kedudukannya sebagai pemandu pelaut dari masyarakat bahari juga
bersudut lima. Asosiasi dasar negara dengan bintang ini digunakan
Soekarno dalam penggunaan istilah Leitstar (bintang pimpinan).
Istilah Pancasila juga telah dipakai dalam buku
“Negara Kertagama” karangan Empu Prapanca, juga dalam buku
“Sutasoma” karangan Empu Tantular, dalam pengertian yang agak
berbeda, yakni kesusilaan yang lima.
Demikianlah pada tanggal 1 Juni 1945 itu, Soekarno
mengemukakan pemikirannya tentang Pancasila, yaitu nama dari
lima dasar negara Indonesia yang diusulkannya berkenaan
dengan permasalahan di sekitar dasar negara Indonesia Merdeka.
Pokok-pokok pikiran yang terdapat dalam pidato Bung Karno itu
yang kemudian
diterima secara aklamasi oleh BPUPKI sebagai dasar dalam penyusunan
falsafah negara (philosophische grondslag) Indonesia merdeka.
Pada akhir masa persidangan pertama, Ketua BPUPKI membentuk
Panitia Kecil yang bertugas untuk mengumpulkan usul-usul para
anggota yang akan dibahas pada masa sidang berikutnya (10 s.d 17 Juli
1945). Panitia Kecil yang resmi ini beranggotakan delapan orang (Panitia
Delapan) di bawah pimpinan Soekarno. Terdiri dari 6 orang wakil
golongan kebangsaan dan 2 orang wakil golongan Islam.
Panitia Delapan ini terdiri Soekarno, M. Hatta, M. Yamin, A. Maramis, M.
Sutardjo Kartohadikoesoemo, Otto Iskandardinata (golongan
kebangsaan), Ki Bagoes Hadikoesoemo dan K.H. Wachid Hasjim
(golongan Islam).
Dalam kapasitasnya sebagai Ketua Panitia Kecil, di masa reses
Soekarno memanfaatkan masa persidangan Chuo Sangi In1 ke VIII (18
s.d 21 Juni 1945) di Jakarta untuk mengadakan pertemuan yang terkait
dengan tugas Panitia Kecil. Selama pertemuan itu, Panitia Kecil dapat
mengumpulkan dan memeriksa usul-usul menyangkut beberapa
masalah yang dapat digolongkan ke dalam 9 kategori:
1. Indonesia merdeka selekas-selekasnya
2. Dasar (Negara)
3. Bentuk Negara Uni atau Federasi
4. Daerah Negara Indonesia
5. Badan Perwakilan Rakyat
6. Badan Penasihat
7. Bentuk Negara dan Kepala Negara
8. Soal Pembelaan
9. Soal Keuangan
Di akhir pertemuan tersebut, Soekarno juga mengambil
inisiatif membentuk Panitia Kecil beranggotakan 9 orang, yang
kemudian dikenal sebagai “Panitia Sembilan”. Panitia Sembilan ini
terdiri dari Soekarno (ketua), Mohammad Hatta, Muhammad Yamin,
A.A. Maramis, Soebardjo (golongan kebangsaan), K.H. Wachid
Hasjim, K.H.
Kahar Moezakir, H. Agoes Salim, dan R. Abikusno Tjokrosoejoso
(golongan Islam). Panitia ini bertugas untuk menyelidiki usul-
usul mengenai perumusan dasar negara yang
melahirkan konsep rancangan Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Konsep rancangan Pembukaan ini disetujui pada 22 Juni 1945.
Oleh Soekarno rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar ini
diberi nama “Mukaddimah”, oleh M. Yamin dinamakan “Piagam
Jakarta”, dan oleh Sukiman Wirjosandjojo disebut
“Gentlemen’s Agreement”.
Rumusan dari rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar
(Piagam Jakarta) itu sebagai berikut :
Tanggal 18 Agustus 1945 kesepakatan yang terdapat dalam
Piagam Jakarta tersebut diubah pada bagian akhirnya oleh Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Hal penting yang diubah
oleh
panitia ini adalah tujuh kata setelah Ke-Tuhanan, yang semula berbunyi
“Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam
bagi pemeluk-pemeluknya” diubah menjadi Ketuhanan Yang Maha
Esa. Juga diubahnya klausul pasal pada batang tubuh Undang-
Undang Dasar 1945 Pasal 6 ayat (1) mengenai syarat presiden. Semula
ayat itu mensyaratkan presiden harus orang Islam, tetapi
kemudian diubah menjadi hanya “harus orang Indonesia asli.”
Rumusan dokumen Pancasila yang pernah ada, baik yang
terdapat pada pidato Ir. Soekarno maupun rumusan Panitia
Sembilan yang tertuang pada Piagam Jakarta merupakan sejarah
dalam proses penyusunan dasar negara. Rumusan tersebut
seluruhnya autentik sampai akhirnya disepakati rumusan
sebagaimana terdapat pada alinea keempat
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang
disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945.
Secara historis, ada tiga rumusan dasar negara yang diberi nama
Pancasila, yaitu rumusan konsep Ir. Soekarno yang disampaikan
pada pidato tanggal 1 Juni 1945 dalam sidang BPUPKI, rumusan oleh
Panitia Sembilan dalam Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945, dan
rumusan pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang disahkan
oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945.
Dengan demikian, rangkaian dokumen sejarah yang bermula
dari 1 Juni 1945, 22 Juni 1945, hingga teks final 18 Agustus 1945 itu, dapat
dimaknai sebagai satu kesatuan dalam proses kelahiran falsafah negara
Pancasila.
Tanggal 1 Juni 1945 untuk pertama kalinya Bung Karno
menyampaikan pidatonya yang monumental tentang Pancasila
sebagai dasar negara di depan sidang BPUPKI. Pada hari itulah, lima
prinsip dasar Negara dikemukakan dengan diberi nama Pancasila,
dan sejak itu jumlahnya tidak pernah berubah. Meskipun demikian,
untuk diterima sebagai Dasar Negara, Pancasila mendapatkan
persetujuan kolektif melalui perumusan Piagam Jakarta (22 Juni 1945)
dan akhirnya mengalami perumusan final lewat proses pengesahan
konstitusional pada tanggal 18 Agustus 1945.
Demikianlah rangkaian panjang proses konseptualisasi Pancasila
hingga mencapai rumusannya yang final pada 18 Agustus 1945. Setiap
fase konseptualisasi Pancasila itu melibatkan partisipasi berbagai unsur
dan golongan.
Karena Pancasila merupakan karya bersama yang dihasilkan
melalui konsensus bersama, Pancasila itu merupakan titik-temu
(common denominator) yang menyatukan keindonesiaan. Dengan
demikian, jelas bahwa penetapan rumusan Pancasila merupakan
hasil final, yang harus dijunjung tinggi oleh setiap warga
Indonesia dalam mengembangkan kehidupan kebangsaan dan
kenegaraan.
Memaknai kembali Pancasila berarti kita ingin menegaskan
komitmen, bahwa nilai-nilai Pancasila adalah dasar dan ideologi
dalam kita bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pancasila
bukanlah konsep pemikiran semata, melainkan sebuah perangkat tata
nilai untuk diwujudkan sebagai panduan dalam berbagai segi
kehidupan. Dengan demikian, nilai-nilai Pancasila harus menjadi
landasan etika dan moral ketika kita membangun pranata politik,
pemerintahan, ekonomi, pembentukan dan penegakan hukum, politik,
sosial budaya, dan berbagai aspek kehidupan lainnya.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dimuat dalam
Berita Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1946. Undang-Undang Dasar
tersebut terdiri dari tiga bagian, yaitu Pembukaan, Batang Tubuh, dan
Penjelasan.
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, memuat cita-cita kenegaraan (staatsidee)
dan cita-cita hukum (reichtsidee), yang selanjutnya dijabarkan
dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar. Lima dasar negara
terdapat di dalam Pembukaan alinea keempat, akan tetapi nama
Pancasila tidak terdapat secara eksplisit. Secara ideologis, dasar
negara yang lima itu adalah Pancasila.
Rumusan lima nilai dasar sebagaimana tercantum dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 adalah :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kelima sila tersebut sebagai satu kesatuan nilai kehidupan
masyarakat Indonesia dan dasar Negara Republik Indonesia. Dasar
tersebut kukuh karena digali dan dirumuskan dari nilai kehidupan
rakyat Indonesia yang merupakan kepribadian dan pandangan hidup
bangsa kita. Karena itulah Pancasila disepakati secara nasional,
Pancasila merupakan suatu perjanjian luhur yang harus dijadikan
pedoman bagi bangsa, Pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia. Itu
pulalah bentuk dan corak masyarakat yang hendak kita capai atau
wujudkan, yaitu masyarakat Indonesia modern, adil, dan sejahtera.
Dari sejarah ketatanegaraan kita terbukti bahwa Pancasila mampu
mempersatukan bangsa kita yang majemuk.
Berikut adalah nilai-nilai yang terkandung dalam lima sila
sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
a. Sila Pertama : Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila pada prinsipnya
menegaskan bahwa bangsa Indonesia dan setiap warga
negara harus mengakui adanya Tuhan. Oleh karena itu, setiap
orang dapat menyembah Tuhan-nya sesuai dengan keyakinannya
masing- masing. Segenap rakyat Indonesia mengamalkan dan
menjalankan
agamanya dengan cara yang berkeadaban yaitu hormat
menghormati satu sama lain. Negara menjamin kemerdekaan
tiap- tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan
untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya. Negara
Indonesia adalah satu negara yang ber-Tuhan. Dengan
demikian, segenap agama yang ada di Indonesia mendapat
tempat dan perlakuan yang sama dari negara.
Sila ini menekankan fundamen etis-religius dari negara
Indonesia yang bersumber dari moral ketuhanan yang
diajarkan agama- agama dan keyakinan yang ada, sekaligus
juga merupakan pengakuan akan adanya berbagai agama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa di
Tanah Air Indonesia. Kemerdekaan Indonesia
dengan rendah hati diakui ”Atas berkat rahmat Allah Yang
Maha Kuasa”. Dengan pengakuan ini,
pemenuhan cita-cita kemerdekaan Indonesia, untuk
mewujudkan suatu kehidupan kebangsaan yang merdeka,
bersatu, berdaulat, adil dan makmur, mengandung kewajiban
moral. Kewajiban etis yang harus dipikul dan
dipertanggungjawabkan oleh segenap bangsa bukan saja di
hadapan sesamanya, melainkan juga di hadapan sesuatu yang
mengatasi semua, Tuhan Yang Maha Kuasa. Dengan
menyertakan moral ketuhanan sebagai dasar negara, Pancasila
memberikan dimensi transendental pada kehidupan politik serta
mempertemukan dalam hubungan simbiosis antara konsepsi
‘daulat Tuhan’ dan ‘daulat rakyat’. Dengan Pancasila,
kehidupan kebangsaan dan kenegaraan terangkat dari tingkat
sekular ke tingkat moral atau sakral. Di sini, terdapat rekonsiliasi
antara tendensi ke arah sekularisasi dan sakralisasi. Dengan
wawasan ketuhanan diharapkan dapat memperkuat etos kerja
karena kualitas kerjanya ditransendensikan dari batasan hasil kerja
materialnya. Oleh karena teologi kerja yang transendental
memberi nilai tambah spiritual, maka hal itu memperkuat motivasi
di satu pihak dan di pihak lain memperbesar inspirasi dan aspirasi
para warga negara. Dengan wawasan teosentris, kita dituntut
untuk pandai menjangkarkan kepentingan (interest) kepada nilai
(value) dalam politik.
Atas dasar itu, setiap warga negara Indonesia dianjurkan untuk
menjunjung tinggi nilai-nilai ketuhanan menurut agama dan
keyakinannya masing-masing. Terdapat kepercayaan yang positif
bahwa meskipun terdapat berbagai macam agama dan
keyakinan, misi profetis agama-agama memiliki pertautan etis-
religius dalam memuliakan nilai-nilai kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan dan keadilan, yang mendorong warga negara untuk
mengembangkan nilai-nilai ketuhanan yang lapang dan toleran.
Sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa, menjadi
fundamen etis kehidupan bangsa Indonesia, yang menjiwai
dan mendasari serta membimbing perwujudan kemanusiaan yang
adil dan beradab, penggalangan persatuan Indonesia yang
telah
membentuk Negara Republik Indonesia yang berdaulat penuh,
yang bersifat kerakyatan dan dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, guna mewujudkan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Di dalam konsepsi yang demikian, negara tidak mewakili agama
tertentu tetapi negara harus memfasilitasi, melindungi, dan
menjamin keamanannya jika warganya dalam melaksanakan
ajaran agama karena keyakinan dan kesadarannya sendiri.
Ajaran agama, dengan demikian, harus dilaksanakan dengan
penuh toleransi dan berkeadaban di samping peran proaktif
negara dengan menyelenggarakan dialog antar umat beragama.
Pengejawantahan sila pertama dalam pasal-pasal konstitusi juga
mengandung makna bahwa Negara harus menjamin tegaknya
toleransi beragama yang berkeadaban sebagaimana diatur di
dalam Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 yang menjamin
kemerdekaan untuk memeluk dan melaksanakan agama apa pun
yang diyakini oleh setiap warga negara. Selain itu, peran negara
juga harus ditingkatkan dalam tanggung jawabnya
menyelenggarakan dialog atau forum antarumat beragama
sebagai langkah konkret
dari kewajiban negara.

3. Pancasila sebagai Ideologi dan Dasar Negara


Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 alinea keempat terdapat rumusan Pancasila sebagai
dasar negara Indonesia. Rumusan Pancasila itulah dalam hukum positif
Indonesia secara yuridis-konstitusional sah, berlaku, dan mengikat seluruh
lembaga Negara, lembaga masyarakat, dan setiap warga negara, tanpa
kecuali.
Rumusan Pancasila secara imperatif harus dilaksanakan oleh rakyat
Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Setiap sila
Pancasila merupakan satu kesatuan yang integral, yang saling
mengandaikan dan saling mengunci. Ketuhanan dijunjung tinggi dalam
kehidupan bernegara, tetapi diletakkan dalam konteks negara
kekeluargaan yang egaliter, yang mengatasi paham perseorangan dan
golongan; selaras dengan visi kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan kebangsaan, demokrasi- permusyawaratan yang menekankan
konsensus, serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rumusan Pancasila yang terdapat pada Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dimana Pembukaan
tersebut sebagai hukum derajat tinggi yang tidak dapat diubah secara
hukum positif, maka Pancasila sebagai dasar negara Indonesia bersifat
final dan mengikat bagi seluruh penyelenggara negara dan seluruh warga
negara Indonesia.
Dengan berbagai pengalaman yang dihadapi selama ini, penerapan
Pancasila perlu diaktualisasikan dalam kehidupan kemasyarakatan,
kebangsaan, dan kenegaraan mengingat Pancasila sebagai ideologi negara
yang merupakan visi kebangsaan Indonesia yang dipandang sebagai
sumber demokrasi yang baik di masa depan dan yang lahir dari sejarah
kebangsaan Indonesia.
Secara yuridis ketatanegaraan, Pancasila adalah dasar negara
Republik Indonesia sebagaimana terdapat pada Pembukaan
Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
kelahirannya ditempa dalam proses perjuangan kebangsaan Indonesia
sehingga perlu dipertahankan dan diaktualisasikan. Di samping itu,
Pancasila perlu memayungi proses reformasi untuk diarahkan pada
‘reinventing and rebuilding’ Indonesia dengan berpegangan pada
perundang-undangan yang juga berlandaskan Pancasila sebagai dasar
negara. Melalui Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 sebagai payung hukum, Pancasila perlu diaktualisasikan agar dalam
praktik berdemokrasinya tidak kehilangan arah dan dapat meredam konflik
yang tidak produktif.
Rumusan lengkap sila dalam Pancasila telah dimuat dalam instruksi
Presiden RI Nomor 12 tahun 1968 tanggal 13 April 1968 tentang tata urutan
dan rumusan dalam penulisan/pembacaan/pengucapan sila-sila Pancasila,
sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Prof. DR. Drs. Notonagoro, SH
(1967) mengatakan, “lima unsur yang terdapat pada Pancasila bukanlah hal
yang baru pada pembentukan Negara Indonesia, tetapi sebelumnya dan
selama- lamanya telah dimiliki oleh rakyat bangsa Indonesia yang nyata
ada dan hidup dalam jiwa masyarakat”.
Peneguhan Pancasila sebagai Dasar Negara sebagaimana terdapat
pada Pembukaan, juga dimuat dalam Ketetapan MPR Nomor
XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978
tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya
Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar
Negara. Walaupun status ketetapan MPR tersebut saat ini sudah masuk
dalam katagori Ketetapan MPR yang tidak perlu dilakukan tindakan hukum
lebih lanjut, baik karena bersifat einmalig (final), telah dicabut, maupun telah
selesai dilaksanakan.
Selain itu, juga ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan bahwa
Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum
negara. Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber
hukum negara adalah sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pancasila ditempatkan
sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis bangsa
dan negara sehingga setiap materi muatan peraturan perundang-
undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan sila pertama dan utama
yang menerangi keempat sila lainnya. Paham Ketuhanan itu diwujudkan
dalam paham kemanusiaan yang adil dan beradab. Dorongan keimanan
dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa itu menentukan kualitas
dan derajat kemanusiaan seseorang di antara sesama manusia, sehingga
perikehidupan bermasyarakat dan bernegara dapat tumbuh sehat dalam
struktur kehidupan yang adil, dan dengan demikian kualitas peradaban
bangsa dapat berkembang secara terhormat di antara bangsa-bangsa
(Asshiddiqie, Jimly, 2005).
Dalam kehidupan bernegara, prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa
diwujudkan dalam paham kedaulatan rakyat dan sekaligus dalam paham
kedaulatan hukum yang saling berjalin satu sama lain. Sebagai
konsekuensi prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa, tidak boleh ada materi
konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan
nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, dan bahkan hukum dan konstitusi
merupakan pengejawantahan nilai-nilai luhur ajaran agama yang diyakini
oleh warga negara. Semua ini dimaksudkan agar Negara Indonesia dapat
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Dengan demikian, jelas kedudukan Pancasila itu adalah sebagai
dasar negara, di mana Pancasila sebagai Dasar Negara dibentuk setelah
menyerap berbagai pandangan yang berkembang secara demokratis dari
para anggota BPUPKI dan PPKI sebagai representasi bangsa Indonesia
saat itu. Apabila dasar negara Pancasila dihubungkan dengan cita-cita
negara dan tujuan negara, jadilah Pancasila ideologi negara.
Dalam konteks ideologi negara, Pancasila dapat dimaknai sebagai
sistem kehidupan nasional yang meliputi aspek politik, ekonomi, sosial budaya,
dan pertahanan keamanan dalam rangka pencapaian cita-cita dan tujuan
bangsa yang berlandaskan dasar negara.
Sejak disahkan secara konstitusional pada 18 Agustus 1945,
Pancasila dapat dikatakan sebagai dasar negara, pandangan hidup,
ideologi negara dan ligatur (pemersatu) dalam perikehidupan kebangsaan
dan kenegaraan Indonesia.
Sebagai basis moralitas dan haluan kebangsaan-kenegaraan,
Pancasila memiliki landasan ontologis, epistemologis, dan aksiologis yang
kuat. Setiap sila memiliki justifikasi historisitas, rasionalitas, dan aktualitasnya,
yang jika dipahami, dihayati, dipercayai, dan diamalkan secara konsisten
dapat menopang pencapaian-pencapaian agung peradaban bangsa.
Secara ringkas, Yudi Latif (2011), menguraikan pokok-pokok moralitas
dan haluan kebangsaan-kenegaraan menurut alam Pancasila sebagai
berikut.
Pertama, menurut alam pemikiran Pancasila, nilai-nilai ketuhanan
(religiusitas) sebagai sumber etika dan spiritualitas (yang bersifat vertikal-
transendental) dianggap penting sebagai fundamen etik kehidupan
bernegara. Dalam kaitan ini, Indonesia bukanlah negara sekuler yang
ekstrim, yang memisahkan “agama” dan “negara” dan berpretensi untuk
menyudutkan peran agama ke ruang privat/komunitas. Negara menurut
Pancasila bahkan diharapkan dapat melindungi dan mengembangkan
kehidupan beragama; sementara agama diharapkan bisa memainkan
peran publik yang berkaitan dengan penguatan etika sosial. Tetapi saat yang
sama, Indonesia juga bukan “negara agama”, yang hanya
merepresentasikan salah satu (unsur) agama. Sebagai negara yang dihuni
oleh penduduk dengan multiagama dan multikeyakinan, negara
Indonesia diharapkan dapat mengambil jarak yang sama terhadap
semua agama/keyakinan, melindungi semua agama/keyakinan, dan harus
dapat mengembangkan politiknya yang dipandu oleh nilai-nilai agama.
Rasionalitas dari alam pemikiran Pancasila seperti itu mendapatkan
pembenaran teoritik dan komparatifnya dalam teori-teori kontemporer
tentang “public religion” yang menolak tesis “separation” dan
“privatization” dan mendukung tesis “differention”. Dalam teori ini, peran
agama dan negara
tidak perlu dipisahkan, melainkan dibedakan. Dengan syarat bahwa
keduanya saling mengerti batas otoritasnya masing-masing yang disebut
dengan istilah “toleransi-kembar” (twin tolerations).
Kedua, menurut alam pemikiran Pancasila, nilai-nilai kemanusiaan
universal yang bersumber dari hukum Tuhan, hukum alam, dan sifat-sifat
sosial manusia (yang bersifat horizontal) dianggap penting sebagai fundamen
etika- politik kehidupan bernegara dalam pergaulan dunia. Prinsip
kebangsaan yang luas yang mengarah pada persaudaraan dunia itu
dikembangkan melalui jalan eksternalisasi dan internalisasi. Secara
eksternalisasi bangsa Indonesia menggunakan segenap daya dan
khazanah yang dimilikinya untuk secara bebas-aktif ‘ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial’, dan secara internalisasi bangsa Indonesia mengakui dan
memuliakan hak-hak dasar warga dan penduduk negeri. Landasan etik
sebagai prasyarat persaudaraan universal ini adalah “adil” dan “beradab”.
Komitmen bangsa Indonesia dalam memuliakan nilai-nilai
kemanusiaan itu sangat visioner, mendahului “Universal Declaration of Human
Rights” yang baru dideklarasikan pada 1948. Secara teoretik-komparatif, jalan
eksternalisasi dan internalisasi dalam mengembangkan kemanusiaan
secara adil dan beradab itu menempatkan visi Indonesia dalam perpaduan
antara perspektif teori ‘idealisme politik’ (political idealism) dan ‘realisme
politik’ (political realism) yang berorientasi kepentingan nasional dalam
hubungan internasional.
Ketiga, menurut alam pemikiran Pancasila, aktualisasi nilai-nilai etis
kemanusiaan itu terlebih dahulu harus mengakar kuat dalam lingkungan
pergaulan kebangsaan yang lebih dekat sebelum menjangkau pergaulan
dunia yang lebih jauh. Dalam internalisasi nilai-nilai persaudaraan
kemanusiaan ini, Indonesia adalah negara persatuan kebangsaan yang
mengatasi paham golongan dan perseorangan. Persatuan dari
kebhinnekaan masyarakat Indonesia dikelola berdasarkan konsepsi
kebangsaan yang mengekspresikan persatuan dalam keragaman, dan
keragaman dalam persatuan, yang dalam slogan negara dinyatakan
dengan ungkapan ’bhinneka tunggal ika’.
Di satu sisi, ada wawasan kosmopolitanisme yang berusaha mencari
titik-temu dari segala kebhinnekaan yang terkristalisasikan dalam dasar negara
(Pancasila), Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 dan segala turunan perundang-undangannya, negara persatuan,
bahasa persatuan, dan simbol-simbol kenegaraan lainnya. Di sisi lain, ada
wawasan pluralisme yang menerima dan memberi ruang hidup bagi aneka
perbedaan, seperti aneka agama/keyakinan, budaya dan bahasa daerah,
dan unit-unit politik tertentu sebagai warisan tradisi budaya.
Dengan demikian, Indonesia memiliki prinsip dan visi kebangsaan yang
kuat, yang bukan saja dapat mempertemukan kemajemukan masyarakat
dalam kebaruan komunitas politik bersama, tetapi juga mampu memberi
kemungkinan bagi keragaman komunitas untuk tidak tercerabut dari akar
tradisi dan kesejarahannya masing-masing. Dalam khazanah teori tentang
kebangsaan, konsepsi kebangsaan Indonesia menyerupai perspektif
‘etnosimbolis’ (ethnosymbolist), yang memadukan antara perspektif
‘modernis” (modernist) yang menekankan unsur-unsur kebaruan dalam
kebangsaan, dengan perspektif ‘primordialis’ (primordialist) dan ‘perenialis’
(perennialist) yang melihat keberlangsungan unsur-unsur lama dalam
kebangsaan.
Keempat, menurut alam pemikiran Pancasila, nilai ketuhanan, nilai
kemanusiaan, dan nilai serta cita-cita kebangsaan itu dalam aktualisasinya
harus menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam semangat
permusyawaratan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan. Dalam visi
demokrasi permusyawaratan, demokrasi memperoleh kesejatiannya dalam
penguatan daulat rakyat, ketika kebebasan politik berkeadilan dengan
kesetaraan ekonomi, yang menghidupkan semangat persaudaraan dalam
kerangka ’musyawarah mufakat”.
Dalam prinsip musyawarah-mufakat, keputusan tidak didikte oleh
golongan mayoritas (mayorokrasi) atau kekuatan minoritas elit politik dan
pengusaha (minorokrasi), melainkan dipimpin oleh hikmat/kebijaksanaan
yang memuliakan daya-daya rasionalitas deliberatif dan kearifan setiap warga
tanpa pandang bulu.
Kelima, menurut alam Pemikiran Pancasila, nilai ketuhanan, nilai
kemanusian, nilai dan cita kebangsaan, serta demokrasi permusyawaratan itu
memperoleh kepenuhan artinya sejauh dapat mewujudkan keadilan sosial. Di
satu sisi, perwujudan keadilan sosial itu harus mencerminkan imperatif etis
keempat sila lainnya. Di sisi lain, otentisitas pengalaman sila-sila Pancasila
bisa ditakar dari perwujudan keadilan sosial dalam perikehidupan
kebangsaan. Dalam visi keadilan sosial menurut Pancasila, yang
dikehendaki adalah keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan jasmani
dan rohani, keseimbangan antara peran manusia sebagai mahkluk individu
(yang terlembaga dalam pasar) dan peran manusia sebagai makhluk sosial
(yang terlembaga dalam negara), juga keseimbangan antara pemenuhan
hak sipil dan politik dengan hak ekonomi, sosial, dan budaya.

4. Nilai-nilai Luhur Pancasila


Nilai-Nilai Luhur (Butir-Butir) Pancasila

1. KETUHANAN YANG MAHA ESA


1.1 Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan
dan ketakwaannya terhadap Tuhan yang Maha Esa.
1.2 Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya
masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab.
1.3 Mengembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerja
sama antara pemeluk agama dan penganut kepercayaan
yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
1.4 Membina kerukunan hidup di antara sesama umat
beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa.
1.5 Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi
manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa yang dipercayai dan
diyakininya.
1.6 Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan
menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaannya masing-mnasing.
1.7 Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.

2. KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB


2.1 Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai harkat dan
martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
2.2 Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan
kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan
suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin,
kedudukan sosial, warna kulit, dan sebagainya.
2.3 Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
2.4 Mengembangkan sikap tenggang rasa dan tepa-selira.
2.5 Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap
orang lain.
2.6 Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
2.7 Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
2.8 Berani membela kebenaran dan keadilan.
2.9 Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari
seluruh umat manusia.
2.10 Mengembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerja
sama dengan bangsa lain.

3. PERSATUAN INDONESIA
3.1 Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta
kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai
kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi atau
golongan.
3.2 Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan bangsa
dan negara apabila diperlukan.
3.3 Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
3.4 Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan
bertanah iar Indonesia.
3.5 Memelihara ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial.
3.6 Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar
Bhinneka Tunggal Ika.
3.7 Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
4. KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT
KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN/
PERWAKILAN
4.1 Sebagai warga negara negara dan warga masyarakat,
setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan,
hak, dan kewajiban yang sama.
4.2 Tidak boleh memkasakan kehendak kepada orang lain.
4.3 Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan
untuk kepentingan bersama.
4.4 Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh
semangat kekeluargaan.
4.5 Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan
yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
4.6 Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima
dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
4.7 Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama
di ata pekentingan pribadi atau golongan.
4.8 Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai
dengan hati nurani yang luhur.
4.9 Keputusan yang diambil harus dapat
dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang
Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat
manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan, mengutamakan
persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
4.10 Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil
yang dipercayai untuk melaksanakan
permusyawaratan.

5. KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA


5.1 Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang
mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan
kegotongroyongan.
5.2 Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
5.3 Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
5.4 Menghormati hak orang lain.
5.5 Suka memberikan pertolongan kepada orang lain agar
dapat berdiri sendiri.
5.6 Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang
bersifat pemerasan terhadap orang lain.
5.7 Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang
bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
5.8 Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang
bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
5.9 Suka bekerja keras.
5.10 Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat
bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
5.11 Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan
kemajuan yang merata dan keadilan sosial.
5. Nilai-nilai Pancasila dalam Pasal-pasal
Konstitusi UUD 1945
Berikut adalah nilai-nilai yang terkandung dalam lima sila
sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Sila Pertama : Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila pada prinsipnya
menegaskan bahwa bangsa Indonesia dan setiap warga
negara harus mengakui adanya Tuhan. Oleh karena itu, setiap
orang dapat menyembah Tuhan-nya sesuai dengan keyakinannya
masing- masing. Segenap rakyat Indonesia mengamalkan dan
menjalankan agamanya dengan cara yang berkeadaban yaitu
hormat menghormati satu sama lain. Negara menjamin
kemerdekaan tiap- tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya. Negara Indonesia adalah satu negara yang
ber-Tuhan. Dengan demikian, segenap agama yang ada di
Indonesia mendapat tempat dan perlakuan yang sama dari
negara.
Sila ini menekankan fundamen etis-religius dari negara Indonesia
yang bersumber dari moral ketuhanan yang diajarkan agama-
agama dan keyakinan yang ada, sekaligus juga merupakan
pengakuan akan adanya berbagai agama dan kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa di Tanah Air Indonesia.
Kemerdekaan Indonesia dengan rendah hati diakui ”Atas berkat
rahmat Allah Yang Maha Kuasa”. Dengan pengakuan ini,
pemenuhan cita-cita kemerdekaan Indonesia, untuk
mewujudkan suatu kehidupan kebangsaan yang merdeka,
bersatu, berdaulat, adil dan makmur, mengandung kewajiban
moral. Kewajiban etis yang harus dipikul dan
dipertanggungjawabkan oleh segenap bangsa bukan saja di
hadapan sesamanya, melainkan juga di hadapan sesuatu yang
mengatasi semua, Tuhan Yang Maha Kuasa. Dengan
menyertakan moral ketuhanan sebagai dasar negara, Pancasila
memberikan dimensi transendental pada kehidupan politik serta
mempertemukan dalam hubungan simbiosis antara konsepsi
‘daulat Tuhan’ dan ‘daulat rakyat’. Dengan Pancasila, kehidupan
kebangsaan dan kenegaraan terangkat dari tingkat sekular ke
tingkat moral atau sakral. Di sini, terdapat rekonsiliasi antara
tendensi ke arah sekularisasi dan sakralisasi. Dengan wawasan
ketuhanan diharapkan dapat memperkuat etos kerja karena kualitas
kerjanya ditransendensikan dari batasan hasil kerja materialnya.
Oleh karena teologi kerja yang transendental memberi nilai
tambah spiritual, maka hal itu memperkuat motivasi di satu pihak
dan di pihak lain memperbesar inspirasi dan aspirasi para warga
negara. Dengan wawasan teosentris, kita dituntut untuk pandai
menjangkarkan kepentingan (interest) kepada nilai (value) dalam
politik.
Atas dasar itu, setiap warga negara Indonesia dianjurkan
untuk menjunjung tinggi nilai-nilai ketuhanan
menurut agama dan keyakinannya
masing-masing. Terdapat kepercayaan yang positif bahwa
meskipun terdapat berbagai macam agama dan keyakinan, misi
profetis agama-agama memiliki pertautan etis- religius dalam
memuliakan nilai-nilai kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan
keadilan, yang mendorong warga negara untuk mengembangkan
nilai-nilai ketuhanan yang lapang dan toleran.
Sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa, menjadi
fundamen etis kehidupan bangsa Indonesia, yang menjiwai
dan mendasari serta membimbing perwujudan kemanusiaan yang
adil dan beradab, penggalangan persatuan Indonesia yang
telah membentuk Negara Republik Indonesia yang berdaulat
penuh, yang bersifat kerakyatan dan dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, guna
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Di dalam konsepsi yang demikian, negara tidak mewakili agama
tertentu tetapi negara harus memfasilitasi, melindungi, dan
menjamin keamanannya jika warganya dalam melaksanakan
ajaran agama karena keyakinan dan kesadarannya sendiri.
Ajaran agama, dengan demikian, harus dilaksanakan dengan
penuh toleransi dan berkeadaban di samping peran proaktif
negara dengan menyelenggarakan dialog antar umat beragama.
Pengejawantahan sila pertama dalam pasal-pasal konstitusi juga
mengandung makna bahwa Negara harus menjamin tegaknya
toleransi beragama yang berkeadaban sebagaimana diatur di
dalam Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 yang menjamin
kemerdekaan untuk memeluk dan melaksanakan agama apa pun
yang diyakini oleh setiap warga negara. Selain itu, peran negara
juga harus ditingkatkan dalam tanggung jawabnya
menyelenggarakan dialog atau forum antarumat beragama
sebagai langkah konkret dari kewajiban negara.
Penjabaran lebih lanjut Sila Pertama dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu terdapat
pada :
- Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 alinea ketiga, yang berbunyi “Atas
berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan
didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan
kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia
menyatakan dengan ini kemerdekaannya”. Pasal 9 ayat (1)
UUD 1945 ;
Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden
bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-
sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau
Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut :
Sumpah Presiden (Wakil Presiden) :
“Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban
Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden
Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan
seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan
menjalankan segala undang-undang dan peraturannya
dengan selurus- lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan
Bangsa.”
Pasal 28E ayat (1) UUD 1945 ;
Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat
menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran,
memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih
tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya,
serta berhak kembali.
Pasal 28E ayat (2) UUD 1945 ;
Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini
kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan
hati nuraninya.
Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 ;
Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat,
berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Pasal 29 ayat (1) UUD 1945 ;
Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 ;
Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat
menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
b. Sila Kedua : Kemanusiaan yang adil dan beradab
Sila kemanusiaan yang adil dan beradab dalam Pancasila pada
prinsipnya menegaskan bahwa kita memiliki Indonesia
Merdeka yang berada pula lingkungan kekeluargaan bangsa-
bangsa. Prinsip Internasionalisme dan Kebangsaan
Indonesia adalah Internasionalime yang berakar di dalam
buminya Nasionalisme, dan Nasionalisme yang hidup dalam
taman sarinya Internasionalisme. Bahwa, akan dihargai dan
dijunjung tinggi hak-hak asasi manusia.
Sila ini menegaskan bahwa kebangsaan Indonesia
merupakan bagian dari kemanusiaan universal, yang dituntut
mengembangkan persaudaraan dunia berdasarkan nilai-nilai
kemanusiaan yang berkeadilan dan berkeadaban.
Kemanusiaan berasal dari kata “manusia”, yaitu makhluk yang
berbudaya dengan memiliki potensi pikir, rasa, karsa, dan cipta.
Karena potensi seperti yang dimilikinya itu manusia tinggi
martabatnya. Dengan budi nuraninya manusia menyadari nilai-nilai
dan norma-norma. Kemanusiaan terutama berarti hakikat dan sifat-
sifat khas manusia sesuai dengan martabatnya. Adil berarti
patut, tidak memihak atau berpegang pada kebenaran.
Kemanusiaan yang adil dan beradab merupakan kesadaran sikap
dan perbuatan manusia yang didasarkan kepada potensi akal
budi dan hati nurani manusia dalam hubungan dengan norma-
norma
dan kesusilaan umum, baik terhadap diri pribadi, sesama
manusia maupun terhadap alam dan hewan. Kemanusiaan yang
adil dan beradab adalah akhlak mulia yang dicerminkan dalam
sikap dan perbuatan manusia yang sesuai dengan kodrat,
hakikat, dan martabat manusia. Potensi kemanusiaan tersebut
dimiliki oleh semua manusia, tanpa kecuali. Mereka harus
diperlakukan sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan, sesuai
dengan fitrahnya, sebagai makhluk Tuhan yang mulia.
Kemanusiaan yang adil dan beradab diejawantahkan dalam
implementasi hak dan kewajiban asasi manusia serta komitmen
terhadap penegakan hukum.
Sila Kedua ini diliputi dan dijiwai Sila Pertama. Hal ini berarti bahwa
kemanusiaan yang adil dan beradab bagi bangsa Indonesia
bersumber dari ajaran Tuhan Yang Maha Esa. Manusia adalah
makhluk pribadi anggota masyarakat dan sekaligus hamba
Tuhan. Hakikat pengertian di atas sesuai dengan Pembukaan
Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 alinea
pertama, yaitu ”Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak
segala bangsa dan oleh sebab itu, penjajahan di atas dunia harus
dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan
perikeadilan”.
Dalam Pasal-pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 mengandung makna, dengan
kemanusiaan yang adil dan beradab, maka setiap warga
negara mempunyai kedudukan yang sama
terhadap undang-undang dasar, mempunyai
kewajiban dan hak-hak yang sama, setiap warga negara
dijamin haknya serta kebebasannya yang menyangkut
hubungan dengan Tuhan, dengan orang, dengan negara, dengan
masyarakat, dan menyangkut pula kemerdekaan menyatakan
pendapat dan mencapai kehidupan yang layak sesuai dengan
hak- hak dasar manusia.
Sila kedua ini yang kemudian diejawantahkan dalam Pasal-pasal
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yang selaras dengan prinsip HAM yang berlaku universal, juga
merupakan bagian dari pelaksanaan dan implementasi prinsip
negara sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menegaskan
Bangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia
internasional yang punya kewajiban mengembangkan sikap saling
menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
Penjabaran lebih lanjut Sila Kedua dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu terdapat pada
: Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 alinea pertama, yang berbunyi “Bahwa
sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh
sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan
karena tidak sesuai
dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.
Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 ;
Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam
hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 ;
Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Pasal 27 ayat (3) UUD 1945 ;
Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya
pembelaan negara.
Pasal 28 UUD 1945 ;
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan
pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan
dengan undang-undang.
Pasal 28A UUD 1945 ;
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan
hidup dan kehidupannya.
Pasal 28B ayat (1) UUD 1945 ;
Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan
keturunan melalui perkawinan yang sah.
Pasal 28B ayat (2) UUD 1945 ;
Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan
berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi.
Pasal 28C ayat (1) UUD 1945 ;
Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan
kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan
memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi,
seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan
demi kesejahteraan umat manusia.
Pasal 28C ayat (2) UUD 1945 ;
Setiap orang berhak untak memajukan dirinya dalam
memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun
masyarakat, bangsa, dan negaranya.
Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 ;
Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan,
dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di
hadapan hukum.
Pasal 28D ayat (2) UUD 1945 ;
Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan
dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
Pasal 28D ayat (3) UUD 1945 ;
Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang
sama dalam pemerintahan.
Pasal 28D ayat (4) UUD 1945 ;
Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.
Pasal 28E ayat (1) UUD 1945 ;
Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut
agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih
pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di
wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
Pasal 28E ayat (2) UUD 1945 ;
Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan,
menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 ;
Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan
mengeluarkan pendapat.
Pasal 28F UUD 1945 ;
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh
informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan
sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan
menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 ;
Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,
kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah
kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan
dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat
sesuatu yang merupakan hak asasi.
Pasal 28G ayat (2) UUD 1945 ;
Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan
yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak
memperoleh suaka politik dari negara lain.
Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 ;
Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang
baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan.
Pasal 28H ayat (2) UUD 1945 ;
Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan
khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang
sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
Pasal 28H ayat (3) UUD 1945 ;
Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang
bermartabat.
Pasal 28H ayat (4) UUD 1945 ;
Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak
milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-
wenang oleh siapa pun.
Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 ;
Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan
pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak
diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan
hukum, dan hak untuk
tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah
hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan
apa pun.
Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 ;
Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat
diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan
perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
Pasal 28I ayat (3) UUD 1945 ;
Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati
selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.
Pasal 28I ayat (4) UUD 1945 ;
Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak
asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama
pemerintah.
Pasal 28I ayat (5) UUD 1945 ;
Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai
dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka
pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan
dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 28J ayat (1) UUD 1945 ;
Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain
dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 ;
Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang
wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan
undang- undang dengan maksud semata-mata untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan
kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil
sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama,
keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat
demokratis.
Pasal 29 ayat (1) UUD 1945 ;
Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 ;
Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat
menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Pasal 30 ayat (1) UUD 1945 ;
Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam
usaha pertahanan dan keamanan negara.
Pasal 30 ayat (2) UUD 1945 ;
Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui
sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh
Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai
kekuatan pendukung.
Pasal 30 ayat (3) UUD 1945 ;
Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat,
Angkatan Laut, dan Angkatan Udara sebagai alat negara
bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara
keutuhan dan kedaulatan negara.
Pasal 30 ayat (4) UUD 1945 ;
Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara
yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas
melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta
menegakkan hukum.
Pasal 30 ayat (5) UUD 1945 ;
Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian
Negara Republik Indonesia, hubungan kewenangan
Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat-syarat
keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan
keamanan negara, serta hal-hal yang terkait dengan
pertahanan dan keamanan diatur dengan undang-undang.
Pasal 31 ayat (1) UUD 1945 ;
Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
Pasal 31 ayat (2) UUD 1945 ;
Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayainya.
Pasal 31 ayat (3) UUD 1945 ;
Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu
sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan
ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.
Pasal 31 ayat (4) UUD 1945 ;
Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-
kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan
belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja
daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
pendidikan nasional.
Pasal 31 ayat (5) UUD 1945 ;
Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi
dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan
bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat
manusia.
c. Sila Ketiga : Persatuan Indonesia
Sila Persatuan Indonesia (Kebangsaan Indonesia) dalam
Pancasila pada prinsipnya menegaskan bahwa bangsa Indonesia
merupakan Negara Kebangsaan. Bangsa yang memiliki kehendak
untuk bersatu, memiliki persatuan perangai karena persatuan
nasib, bangsa yang terikat pada tanah airnya. Bangsa yang akan
tetap terjaga dari kemungkinan mempunya sifat chauvinistis.
Persatuan berasal dari kata satu, yang berarti utuh tidak
terpecah- pecah. Persatuan juga menyiratkan arti adanya
keragaman, dalam pengertian bersatunya bermacam corak yang
beraneka ragam menjadi satu kebulatan. Persatuan Indonesia
dalam Sila Ketiga ini mencakup persatuan dalam arti ideologi,
politik, ekonomi sosial budaya, dan keamanan. Persatuan
Indonesia ialah persatuan bangsa yang mendiami wilayah
Indonesia. Yang bersatu karena didorong untuk mencapai
kehidupan kebangsaan yang bebas dalam wadah negara yang
merdeka dan berdaulat.
Persatuan Indonesia merupakan faktor yang dinamis
dalam kehidupan bangsa Indonesia, bertujuan melindungi
segenap bangsa Indonesia dengan seluruh tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa, serta mewujudkan perdamaian dunia yang
abadi. Perwujudan persatuan Indonesia adalah perwujudan dari
paham kebangsaan Indonesia yang dijiwai oleh Ketuhanan Yang
Maha Esa, serta kemanusiaan yang adil dan beradab.
Persatuan Indonesia dalam Sila Ketiga ini mencakup
persatuan dalam arti ideologis, politik, ekonomi sosial budaya dan
keamanan. Persatuan Indonesia ialah persatuan kebangsaan
Indonesia yang dibentuk atas bersatunya beragam latar
belakang sosial, budaya, politik, agama, suku, bangsa, dan
ideologi yang mendiami wilayah Indonesia bersepakat
menyatakan sebagai satu bangsa, satu tanah air, dan satu
bahasa yang didorong untuk mencapai kehidupan kebangsaan
yang bebas dalam wadah negara yang merdeka dan berdaulat
dengan satu bendera Negara, satu bahasa Negara, satu Lambang
Garuda Pancasila, serta satu Lagu Kebangsaan Indonesia Raya.
Dengan nilai-nilai yang terkandung dalam sila ketiga ini, dan
kemudian diejawantakan dalam pasal-pasal di Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Untuk itu,
semua peraturan perundang-undangan harus menjamin integrasi
atau keutuhan ideologi dan teritori negara dan bangsa Indonesia
sesuai dengan tujuan melindungi segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah Indonesia dapat dilihat dari ketentuan tentang
pilihan bentuk negara kesatuan yang tidak dapat diubah dengan
prosedur konstitusional.
Penjabaran lebih lanjut Sila Ketiga dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu terdapat pada :
- Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 alinea keempat, yang berbunyi “Kemudian
daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia”.
Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 ;
Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang
berbentuk Republik.
Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 ;
Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan
menurut Undang-Undang Dasar.
Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 ;
Negara Indonesia adalah negara hukum.
Pasal 18 ayat (1) UUD 1945 ;
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-
daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten
dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu
mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan
undang-undang.
Pasal 18 ayat (2) UUD 1945 ;
Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
Pasal 18 ayat (3) UUD 1945 ;
Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota
memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-
anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 ;
Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala
pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih
secara demokratis.
Pasal 18 ayat (5) UUD 1945 ;
Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya,
kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang
ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.
Pasal 18 ayat (6) UUD 1945 ;
Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah
dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi
dan tugas pembantuan.
Pasal 18 ayat (7) UUD 1945 ;
Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah
diatur dalam undang-undang.
Pasal 32 ayat (1) UUD 1945 ;
Negara memajukan kebudayaan nasional lndonesia di tengah
peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat
dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.
Pasal 32 ayat (2) UUD 1945 ;
Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai
kekayaan budaya nasional.
Pasal 35 UUD 1945 ;
Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih.
Pasal 36A UUD 1945 ;
Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia.
Pasal 36B UUD 1945 ;
Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya.
Pasal 36C UUD 1945 ;
Ketentuan lebih lanjut mengenai Bendera, Bahasa, dan Lambang
Negara, serta Lagu Kebangsaan diatur dengan undang-
undang.
Pasal 37 ayat (5) UUD 1945 :
Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik
Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.
d. Sila Keempat : Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan
Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan (mufakat atau Demokrasi) dalam
Pancasila pada prinsipnya menegaskan bahwa bangsa
Indonesia akan terus memelihara dan mengembangkan semangat
bermusyawarah untuk mencapai mufakat dalam perwakilan.
Bangsa Indonesia akan tetap memelihara dan
mengembangkan kehidupan demokrasi. Bangsa Indonesia akan
memelihara serta mengembangkan kearifan dan kebijaksanaan
dalam bermusyawarah.
Sila keempat Pancasila, “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan”
mengandung beberapa ciri alam pemikiran demokrasi di
Indonesia. Dalam pokok pikiran ketiga dari Pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, disebutkan
bahwa kedaulatan itu berdasar atas “kerakyatan” dan
“permusyawaratan”. Dengan kata lain, demokrasi itu hendaknya
mengandung ciri: (1) kerakyatan (daulat rakyat), dan (2)
permusyawaratan (kekeluargaan).
Permusyawaratan adalah suatu tata cara khas kepribadian
Indonesia untuk merumuskan dan/atau memutuskan suatu
hal berdasarkan kehendak rakyat, hingga tercapai keputusan
yang berdasarkan kebulatan pendapat atau mufakat. Perwakilan
adalah suatu sistem dalam arti tata cara (prosedur)
mengusahakan turut sertanya rakyat mengambil bagian dalam
kehidupan bernegara, antara lain dilakukan dengan melalui
badan-badan perwakilan.
Dalam demokrasi permusyawaratan, suatu keputusan politik
dikatakan benar jika memenuhi setidaknya empat prasyarat.
Pertama, harus didasarkan pada asas rasionalisme dan keadilan
bukan hanya berdasarkan subjektivitas ideologis dan
kepentingan. Kedua, didedikasikan bagi kepentingan banyak
orang, bukan demi kepentingan perseorangan dan golongan.
Ketiga, berorientasi jauh ke depan, bukan demi kepentingan
jangka pendek melalui akomodasi transaksional yang bersifat
destruktif (toleransi negatif). Keempat, bersifat imparsial, dengan
melibatkan dan mempertimbangkan pendapat semua pihak
(minoritas terkecil sekalipun) secara inklusif, yang dapat
menangkal dikte-dikte minoritas elite penguasa dan pengusaha
serta klaim-klaim mayoritas.
Sila Keempat ini juga merupakan suatu asas, bahwa tata
pemerintahan Republik Indonesia didasarkan atas
kedaulatan rakyat, sebagaimana ditegaskan dalam alinea
keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, Atas dasar tersebut, disusunlah
Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia, yang berkedaulatan rakyat.
Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 menegaskan demokrasi Indonesia menganut
dua prinsip sekaligus, demokrasi (kedaulatan rakyat) dan
nomokrasi (kedaulatan hukum). Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menetapkan
bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan
menurut Undang- Undang Dasar. Sementara itu, ayat (3)
menetapkan negara Indonesia adalah negara hukum.
Dalam rumusan Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3) tersebut, arti
negara hukum tidak terpisahkan dari pilar negara hukum itu
sendiri, yaitu paham kedaulatan hukum. Paham kedaulatan
hukum adalah ajaran yang menyatakan bahwa kekuasaan
tertinggi terletak pada hukum atau tiada kekuasaan lain apa
pun, terkecuali kekuasaan
hukum. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 menegaskan bahwa demokrasi merupakan
manifestasi kedaulatan rakyat berupa penyerahan kepada rakyat
untuk mengambil keputusan-keputusan politik dalam hidup
bernegara, sedangkan nomokrasi merupakan penyerahan kepada
hukum untuk menyelesaikan berbagai pencederaan terhadap
demokrasi dan hak-hak rakyat.
Penjabaran lebih lanjut Sila Keempat dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu terdapat pada:
- Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 alinea keempat, yang berbunyi
“...Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan/ Perwakilan...”.
Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 ;
Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang
berbentuk Republik.
Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 ;
Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan
menurut Undang-Undang Dasar.
Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 ;
Negara Indonesia adalah negara hukum.
Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 ;
Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan
Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah
yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut
dengan undang-undang.
Pasal 2 ayat (2) UUD 1945 ;
Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali
dalam lima tahun di ibukota negara.
Pasal 2 ayat (3) UUD 1945 ;
Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan
dengan suara yang terbanyak.
Pasal 3 ayat (1) UUD 1945 ;
Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan
menetapkan Undang-Undang Dasar.
Pasal 3 ayat (2) UUD 1945 ;
Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau
Wakil Presiden.
Pasal 3 ayat (3) UUD 1945 ;
Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat
memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam
masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar.
Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 ;
Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang
kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 5 ayat (2) UUD 1945 ;
Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan
undang-undang sebagaimana mestinya.
Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 ;
Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk
undang-undang.
Pasal 20 ayat (2) UUD 1945 ;
Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan
Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan
bersama.
Pasal 20 ayat (3) UUD 1945 ;
Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat
persetujuan bersama, rancangan undang-undang itu tidak
boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan
Rakyat masa itu.
Pasal 20 ayat (4) UUD 1945 ;
Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah
disetujui bersama untuk menjadi undang-undang.
Pasal 20 ayat (5) UUD 1945 ;
Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui
bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga
puluh hari semenjak rancangan undang-undang tersebut
disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah menjadi
undang-undang dan wajib diundangkan.
Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 ;
Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
Pasal 22E ayat (2) UUD 1945 ;
Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan
Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Pasal 22E ayat (3) UUD 1945 ;
Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan
Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah adalah partai politik.
Pasal 22E ayat (4) UUD 1945 ;
Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan
Perwakilan Daerah adalah perseorangan.
Pasal 22E ayat (5) UUD 1945 ;
Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan
umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
Pasal 22E ayat (6) UUD 1945 ;
Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan
undang-undang.
Pasal 28 UUD 1945 ;
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan
pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan
dengan undang-undang.
Pasal 37 ayat (1) UUD 1945 ;
Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat
diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat
apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah
anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Pasal 37 ayat (2) UUD 1945 ;
Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang
Dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukkan
dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta
alasannya.
Pasal 37 ayat (3) UUD 1945 ;
Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, Sidang
Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-
kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan
Rakyat.
Pasal 37 ayat (4) UUD 1945 ;
Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar
dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh
persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis
Permusyawaratan Rakyat.
Pasal 37 ayat (5) UUD 1945 ;
Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik
Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.
e. Sila Kelima : Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Sila Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
(Kesejahteraan) dalam Pancasila pada prinsipnya menegaskan
bahwa seyogyanya
tidak akan ada kemiskinan dalam Indonesia Merdeka.
Bangsa Indonesia bukan hanya memiliki demokrasi politik,
tetapi juga demokrasi ekonomi. Indonesia harus memiliki
keadilan politik dan keadilan ekonomi sekaligus. Indonesia
harus memiliki kehidupan yang adil dan makmur bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Secara khusus, keadilan sosial dalam sila kelima Pancasila ini
menekankan prinsip keadilan dan kesejahteraan ekonomi, atau apa
yang disebut Soekarno sebagai prinsip sociale rechtvaardigheid.
Yakni, bahwa persamaan, emansipasi dan partisipasi yang
dikehendaki bangsa ini bukan hanya di bidang politik, melainkan
juga di bidang perekonomian. Prinsip Keadilan dan kesejahteraan
sosial menurut sila kelima Pancasila tidaklah sama dengan prinsip
komunisme (yang menekankan kolektivisme) dan liberalisme (yang
menekankan individualisme). Sila Kelima bertolak dari pengertian
bahwa antara pribadi dan masyarakat satu sama lain tidak dapat
dipisahkan.
Masyarakat adalah tempat hidup dan berkembangnya
individu/pribadi, sedangkan pribadi adalah komponen utama
masyarakat. Tidak boleh terjadi praktik perekonomian yang
hanya mementingkan kolektivisme, sebaliknya tidak boleh juga
perekonomian dikembangkan dengan mengedepankan
kepentingan pribadi/individu. Individualitas dikembangkan
seiring dengan sosialitas. Hak milik pribadi diperbolehkan namun
memiliki fungsi sosial, sedangkan kekayaan bersama (bumi, air, dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya) dipergunakan
untuk kesejahteraan bersama.
Sila Keadilan sosial merupakan perwujudan yang paling konkret dari
prinsip-prinsip Pancasila. Satu-satunya sila Pancasila yang dilukiskan
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dengan menggunakan
kata kerja mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia’.
Secara umum, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia berarti
bahwa setiap orang Indonesia mendapat perlakuan yang
adil dalam bidang hukum, politik, sosial, ekonomi dan
kebudayaan. Keadilan sosial juga mengandung arti tercapainya
keseimbangan antara kehidupan pribadi dan kehidupan
masyarakat. Karena kehidupan manusia itu meliputi kehidupan
jasmani dan kehidupan rohani, keadilan itu pun meliputi keadilan
di dalam pemenuhan tuntutan hakiki kehidupan jasmani serta
keadilan di dalam pemenuhan tuntutan hakiki kehidupan rohani
secara seimbang.
Prinsip keadilan adalah inti dari moral ketuhanan, landasan
pokok perikemanusiaan, simpul persatuan, matra kedaulatan
rakyat. Di satu sisi, perwujudan keadilan sosial itu harus
mencerminkan imperatif etis keempat sila lainnya. Notonagoro
menyatakan (1974), “Sila kelima: Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia diliputi dan dijiwai oleh sila-sila Ketuhanan
Yang Maha Esa, kemanusiaan yang
adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.”
Penjabaran lebih lanjut Sila Kelima dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu terdapat pada :
- Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 alinea kedua yang berbunyi “Dan perjuangan
pergerakan Kemerdekaan Indonesia telah sampailah
kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa
mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang
kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur.”
Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 ;
Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari
pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan
undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan
bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.
Pasal 23 ayat (2) UUD 1945 ;
Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan
belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama
Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.
Pasal 23 ayat (3) UUD 1945 ;
Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan
anggaran pendapatan dan belanja negara yang diusulkan oleh
Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara tahun yang lalu.
Pasal 23A UUD 1945 ;
Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untak keperluan
negara diatur dengan undang-undang.
Pasal 23B UUD 1945 ;
Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-
undang.
Pasal 23C UUD 1945 ;
Hal-hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan undang-
undang.
Pasal 23D UUD 1945 ;
Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan,
kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan
independensinya diatur dengan undang-undang.
Pasal 23E ayat (1) UUD 1945 ;
Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang
keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan
yang bebas dan mandiri.
Pasal 23E ayat (2) UUD 1945 ;
Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan
kewenangannya.
Pasal 23E ayat (3) UUD 1945 ;
Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga
perwakilan dan/atau badan sesuai dengan undang-undang.
Pasal 23F ayat (1) UUD 1945 ;
Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan
Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan
Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden.
Pasal 23F ayat (2) UUD 1945 ;
Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan dipilih dari dan oleh
anggota.
Pasal 23G ayat (1) UUD 1945 ;
Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di ibu kota negara,
dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.
Pasal 23G ayat (2) UUD 1945 ;
Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pemeriksa Keuangan
diatur dengan undang-undang.
Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 ;
Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam
hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 ;
Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Pasal 27 ayat (3) UUD 1945 ;
Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya
pembelaan negara.
Pasal 28 UUD 1945 ;
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan
pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan
dengan undang-undang.
Pasal 29 ayat (1) UUD 1945 ;
Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 ;
Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat
menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Pasal 31 ayat (1) UUD 1945 ;
Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
Pasal 31 ayat (2) UUD 1945 ;
Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayainya.
Pasal 31 ayat (3) UUD 1945 ;
Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu
sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan
ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.
Pasal 31 ayat (4) UUD 1945 ;
Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-
kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan
belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja
daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
pendidikan nasional.
Pasal 31 ayat (5) UUD 1945 ;
Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi
dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan
bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat
manusia.
Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 ;
Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan.
Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 ;
Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 ;
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 ;
Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas
demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi
berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan
dan kesatuan ekonomi nasional.
Pasal 33 ayat (5) UUD 1945 ;
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur
dalam undang-undang.
Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 ;
Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.
Pasal 34 ayat (2) UUD 1945 ;
Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh
rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak
mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
Pasal 34 ayat (3) UUD 1945 ;
Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
Pasal 34 ayat (4) UUD 1945 ;
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur
dalam undang-undang.
6. Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa dan
Dasar Negara
Bagian ini membahas kedudukan dan fungsi Pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa Indonesia; makna dan nilai sila-sila
dalam Pancasila; serta Ideologi dan dasar Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Pancasila sebagai dasar filsafat negara, pandangan hidup bangsa,
serta idiologi bangsa dan negara, bukanlah hanya untuk sebuah
rangkaian kata- kata yang indah namun semua itu harus kita wujudkan
dan di aktualisasikan di dalam berbagai bidang dalam kehidupan
bermasarakat, berbangsa, dan bernegara.
Ideologi Pancasila berasal dan berakar dari pandangan hidup
bangsa Indonesia, dirumuskan dari nilai-nilai yang diyakini
kebenarannya oleh bangsa Indonesia. Oleh karena itu, ideologi
Pancasila berbeda dengan ideologi negara lain. Nilai-nilai Pancasila
sebagai ideologi dan pandangan hidup bangsa tersebut merupakan
nilai-nilai subyektif bangsa Indonesia.
Pandangan hidup masyarakat tersebut dilembagakan menjadi
pandangan hidup bangsa, kemudian menjadi pandangan hidup
negara atau dasar negara. Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menetapkan
dan mengesahkan Pembukaan UUD 1945. Pancasila sebagai dasar
negara terdapat di dalam alenia keempat Pembukaan UUD 1945.
Jadi, Pancasila secara resmi menjadi Dasar Negara Republik
Indonesia.
Sebagai dasar negara, Pancasila merupakan suatu asas kerokhanian
yang meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum, sehingga
merupakan suatu sumber nilai, norma serta kaidah, baik moral maupun
hukum negara, dan menguasai hukum dasar baik yang tertulis atau
Undang-Undang Dasar maupun yang tidak tertulis atau dalam
kedudukannya sebagai dasar Negara, Pancasila mempunyai
kekuatan mengikat secara hukum.
Pengamalan dan pengamanan Pancasila sebagai dasar negara,
mempunyai sifat imperatif dan memaksa. Hal itu berarti bahwa
setiap warga negara Indonesia harus tunduk dan taat pada
Pancasila. Selain sebagai dasar negara sifat imperatif tersebut
membuat Pancasila sebagai dasar hukum di Indonesia.
Pancasila sebagai ideologi nasional dapat diartikan sebagai suatu
pemikiran yang memuat pandangan dasar dan cita-cita mengenai
sejarah, masyarakat, hukum dan negara Indonesia, yang bersumber
dari kebudayaan Indonesia.
1. Apa fungsi Pancasila sebagai pandangan hidup?
Pancasila memiliki fungsi dan peranan sebagai pedoman dan
pegangan dalam hal sikap, tingkah laku, dan perbuatan dalam
kehidupan sehari-hari dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara di manapun berada.
2. Apa arti Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia?
Pancasila merupakan kristalisasi nilai-nilai yang diyakini kebenaran,
ketepatan, dan kemanfaatannya oleh bangsa Indonesia sehingga
menimbulkan tekad untuk mewujudkannya dalam kehidupan nyata
sehari-hari.
3. Mengapa Pancasila dijadikan sebagai pandangan hidup dan dasar
negara bangsa?
Karena Pancasila mengandung nilai-nilai luhur bangsa yang
dianggap terbaik, diyakini kebenarannya dan menimbulkan tekad
untuk mewujudkannya dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
4. Apa peranan Pancasila sebagai pandangan hidup?
Pancasila berperan sebagai pedoman atau pegangan dalam
memandang dan memecahkan persoalan yang menyangkut
kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila mendorong
semangat untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional.
5. Bagaimanakah peran Pancasila sebagai pandangan hidup bagi
bangsa Indonesia dalam menghadapi persoalan bangsa?
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa. Yang berarti juga
sebagai cara/jalan hidup (way of life). Konsekuensinya bahwa
tingkah laku kita harus sesuai dengan Pancasila. Apabila bangsa
Indonesia memahami dan mengamalkan Pancasila, maka dapat
memandang dan semua persoalan yang dihadapinya dengan tepat
dan mantap.
6. Apa makna yang terkandung dalam sila Ketuhanan Yang Maha
Esa? Ketuhanan Yang Maha Esa mempunyai makna bahwa bangsa
Indonesia adalah bangsa yang mengakui adanya Tuhan YME
dan bertaqwa kepada-Nya. Bangsa Indonesia menolak paham
atheisme yang tidak mengakui adanya Tuhan. Bangsa Indonesia
mengakui dan
menghormati perbedaan agama. Negara Indonesia
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk suatu
agama dan menjalankan ibadah sesuai agama dan keyakinannya.
Dalam Negara kita terdapat suasana menghormati kemerdekaan
beragama, tidak ada paksaan serta tidak ada diskriminasi antarumat
beragama.
7. Apakah makna yang terkandung dalam sila Kemanusiaan yang
adil dan beradab?
Sila kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung makna
kesadaran sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai moral
dalam hidup bersama atas dasar tuntutan hati nurani dengan
memperlakukan sesuatu hal sebagaimana mestinya. Bangsa
Indonesia menghargai persamaan derajat antar manusia
maupun antar bangsa sebagai sesama makhluk Tuhan YME. Sila
ini juga menempatkan setiap warga Negara dalam kedudukan
yang sama dalam hukum, memiliki kewajiban-kewajiban dan hak
yang sama dijamin oleh undang-undang. Kemanusiaan tidak
hanya dalam satu Negara melainkan bersifat Internasional.
8. Apakah makna yang terkandung dalam sila Persatuan Indonesia?
Sila Persatuan Indonesia mengandung makna adanya usaha ke
arah bersatu dalam kebulatan rakyat untuk membina semangat
nasionalisme dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Persatuan
Indonesia sekaligus mengakui dan menghargai sepenuhnya
terhadap keanekaragaman yang dimiliki bangsa Indonesia. Bangsa
Indonesia menunjung tinggi persatuan dan kesatuan bangsa
dengan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”. Kepentingan nasional
didahulukan daripada kepentingan pribadi atau kepentingan
kelompok.
9. Apakah makna yang terkandung dalam sila Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan?
Sila keempat ini mengandung makna suatu pemerintahan dari rakyat,
oleh rakyat, dan untuk rakyat dengan cara musyawarah mufakat
melalui lembaga-lembaga perwakilan. Sila ini mengisyaratkan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
Indonesia diselenggarakan secara demokratis. Demokrasi yang
dianut oleh Negara RI adalah demokrasi Pancasila, yaitu demokrasi
yang mementingkan musyawarah dalam pengambilan suatu
keputusan. Segala keputusan yang menyangkut kepentingan
orang banyak diambil melalui musyawarah yang dilandasi oleh akal
sehat dan hati nurani yan luhur.
10. Apakah makna yang terkandung dalam sila Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia?
Sila keadilan sosial mengandung makna sebagai dasar sekaligus
tujuan, yaitu tercapainya masyarakat Indonesia yang adil dan
makmur secara lahiriah maupun batiniah. Keadilan sosial yang
berlaku dalam masyarakat Indonesia adalah keadilan dalam
segala bidang kehidupan, baik material maupun spiritual.
Setiap orang Indonesia berhak mendapat perlakukan yang adil
dalam segala bidang kehidupan yang mencakup bidang hukum,
politik, ekonomi, sosial, budaya, dan lain-lain.
11. Unsur esensial apa saja yang harus ada dalam pandangan hidup
suatu bangsa?
a. Adanya konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan.
b. Adanya pemikiran yang mendalam dan gagasan-gagasan
mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik.
12. Mengapa Pancasila sebagai pandangan hidup juga dikatakan
sebagai tujuan yang hendak dicapai oleh bangsa Indonesia?
Karena tujuan yang ingin dicapai bangsa Indonesia
adalah masyarakat adil dan makmur, materiil dan spiritual
berdasarkaan Pancasila dalam wadah Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI)
13. Apakah yang dimaksud dengan Pancasila sebagai jiwa dan
kepribadian bangsa Indonesia?
Nilai-nilai Pancasila itu merupakan pedoman perilaku sehari-hari
bangsa Indonesia. Nilai-nilai Pancasila secara keseluruhan (bulat
dan utuh) hanya dimiliki oleh bangsa Indonesia merupakan
jiwa dan
kepribadian bangsa Indonesia, sehingga membedakan
dengan bangsa lain.
14. Dari pengalaman sejarah dapat diketahui bahwa kelemahan
bangsa Indonesia terletak pada ”belum dihayati dan
diamalkannya Pancasila.” Apa maksudnya?
Pancasila belum dipahami, diresapi, dijiwai, dihayati, dan
diamalkan oleh manusia Indonesia. Banyak orang Indonesia yang
mengetahui dan hafal rumusan sila-sila Pancasila, namun belum
menghayati dan mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
15. Bolehkah mengamalkan Pancasila secara terpisah satu sila
dengan sila lainnya?
Tidak boleh. Menghayati dan mengamalkan Pancasila tidak boleh
memisahkan sila yang satu dari sila lainnya. Pancasila harus kita
pahami, hayati, dan amalkan sebagai satu kesatuan yang bulat
dan utuh. Masing-masing sila dalam Pancasila saling terkait dengan
sila-sila lainnya, sehingga menjadi sebuah sistem.
16. Apa arti ideologi bangsa Indonesia?
Suatu gagasan berdasarkan pemikiran yang berkaitan dengan
sosial budaya dan kehidupan bangsa Indonesia dan merupakan
pemikiran secara filsafat. Pemikiran tersebut diyakini kebenarannya
sehingga menjadi cita-cita dan sekaligus cara untuk mewujudkannya.
17. Pancasila sebagai ideologi negara dikaitkan dengan persoalan
apa? Pengaturan penyelenggaraan pemerintahan negara. Sikap
dan tindakan para penyelenggara negara harus sesuai dengan
nilai-nilai Pancasila. Kebijakan pemerintahan dan pembangunan
nasional merupakan pengamalan Pancasila. Dalam hal ini, Pancasila
dijadikan landasan ideal dalam setiap kebijakan pemerintahan dan
pembangunan.
18. Hal-hal apa saja yang tercakup dalam Pancasila sebagai ideologi
nasional?
Ideologi nasional mencakup ideologi negara dan ideologi
yang berhubungan dengan pandangan hidup bangsa.
19. Bagi bangsa Indonesia, ideologi nasional terkandung dan
tercermin di mana?
Ideologi nasional bangsa Indonesia terkandung dalam
Pembukaan UUD 1945 dan tercermin dalam Pokok-pokok Pikiran
Pembukaan UUD 1945.
20. Ideologi nasional bangsa Indonesia yang tercermin dan terkandung
dalam Pembukaan UUD 1945 adalah ideologi perjuangan. Apa
artinya?
Ideologi Pancasila sarat dengan jiwa dan semangat
perjuangan bangsa untuk mewujudkan negara yang merdeka,
bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Pemikiran dan perumusan
ideologi nasional menjadi dasar negara dilaksanakan dalam
suasana perjuangan mencapai kemerdekaan Indonesia.
21. Mengapa semua pihak dan golongan dapat menerima
Pancasila sebagai dasar negara RI?
Karena Pancasila bersifat universal, artinya nilai-nilai Pancasila
terutama sila Ketuhanan YME dan sila Kemanusiaan yang adail dan
beradab bersifat universal dan obyektif sehingga dapat diterima
semua pihak, golongan bahkan semua Negara di dunia. Sedangkan
sila-sila lainnya merupakan nilai-nilai digali dari bangsa
Indonesia sendiri yang berupa nilai-nilai moral, sosial, budaya
dan cita-cita hukum. Nilai-nilai Pancasila tersebut dianggap paling
baik dan diyakini kebenarannya,sehingga semua pihak
dan golongan dapat menerima sebagai
dasar Negara.
22. Apa yang dimaksud dengan Pancasila sebagai ideologi
Persatuan? Pancasila yang dapat mempersatukan bangsa
Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa, budaya, adat-
istiadat maupun agama yang ada di Indonesia.
23. Apa yang dimaksud dengan Pancasila sebagai pokok kaidah
Negara yang fundamental?
Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar filsafat Negara Indonesia
pada hakikatnya merupakan suatu sumber dari segala sumber
hukum dalam Negara Indonesia. Sebagai sumber dari segala
sumber hukum secara objektif merupakan pandangan hidup,
kesadaran, cita-cita hokum, serta cita-cita moral yang luhur yang
meliputi suasana kejiwaan, serta watak bangsa Indonesia.
Nilai-nilai Pancasila terkandung dalam UUD 1945 secara yuridis
mamiliki kedudukan sebagai pokok kaidah negara yang
fundamental. Adapun pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya
memuat nilai-nilai Pancasila mengandung empat pokok pikiran yang
bilamana dianalisis makna yang terkandung di dalamnya tidak lain
adalah merupakan devirasi atau penjabaran Pancasila.
Pancasila menjadi dasar dan sumber pembentukan Undang-
undang Dasar. Semua peraturan perundangan harus bersumber
dan tidak boleh bertentangan dengan Pancasila. Pancasila tidak
boleh diubah apalagi diganti oleh siapa pun, karena mengubah dan
mengganti Pancasila berarti membubarkan Negara Proklamasi.
24. Dari manakah nilai-nilai Ideologi Pancasila diangkat?
Pancasila diangkat/ digali dari nilai-nilai adat istiadat, budaya, moral,
serta agama yang diyakini kebenarannya dalam kehidupan
masyarakat Indonesia .
25. Terletak di manakah ciri khas ideologi Pancasila yang
membedakannya dengan ideologi-ideologi lain?
Nilai-nilai yang terkandung dalam sila-silanya digali dari nilai-nilai
luhur bangsa Indonesia yang merupakan satu kesatuan tidak bisa
dipisah- pisahkan satu sama lainnya. Ciri khas ideologi Pancasila
terletak pada rumusan sila-sila Pancasila yang tersusun secara
sistematis dan hirarkis.
26. Sila-sila Pancasila merupakan satu kesatuan dan tidak bisa
dipisah- pisahkan. Apa maksudnya?
Masing-masing sila dalam Pancasila tidak dapat berdiri sendiri atau
terlepas dari sila yang lain. Memisahkan sila-sila Pancasila atau
mengubah urutannya berarti menghilangkan arti Pancasila. Sila-
sila Pancasila tersusun secara sistematis dan bersifat hirarkhis piramidal.
27. Apa yang dimaksud dengan rumusan sila-sila Pancasila bersifat
hirarkhis piramidal ?
a. Sila I, Ketuhanan Yang Maha Esa, meliputi dan menjiwai sila II, III, IV
dan V.
b. Sila II, Kemanusiaan yang adil dan beradab, diliputi dan dijiwai sila I
dan meliputi serta menjiwai sila III, IV dan V.
c. Sila III, Persatuan Indonesia, diliputi dan dijiwai sila I, II dan
meliputi serta menjiwai sila IV dan V.
d. Sila IV, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan, diliputi dan dijiwai sila I,II, III dan
meliputi serta menjiwai sila V.
e. Sila V, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dijiwai
dan diliputi oleh sila I, II, III, dan IV.
28. Bagaimana fungsi Pancasila sebagai ideologi negara?
Pancasila menjadi cita-cita sekaligus sebagai pedoman dan cara
mencapai cita-cita nasional dan menjadi dasar dalam pengaturan
penyelenggaraan negara.
29. Bagaimanakah isi pokok pikiran Pembukaan UUD 1945?
I. Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia.
II. Negara hendak mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
III.Negara berkedaulatan rakyat berdasarkan atas kerakyatan
dan permusyawaratan/perwakilan.
IV. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa
menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
30. Sikap yang sesuai dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa?
a. Percaya dan takwa kepada Tuhan YME sesuai dengan agama dan
kepercayaan masing-masing.
b. Hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama
dan penganut kepercayaan yang berbeda-bedam sehingga
terbina kerukunan hidup.
c. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan
adama dan kepercayaannya.
d. Tidak memaksakan sesuatu agama dan kepercayaan kepada
orang lain.
31. Bagaimanakah sikap yang sesuai dengan sila Kemanusiaan yang
Adil dan Beradab?
a. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan
kewajiban antara sesama manusia
b. Saling mencintai sesame manusia
c. Mengembangkan sikap tenggang rasa
d. Tidak semena-mena terhadap orang lain
e. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan
f. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan
g. Berani membela kebenaran dan keadilan
h. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari
sekuruh umat manusia, karena itu dikembangkan sikap hormat
menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
32. Bagaimanakah sikap yang sesuai dengan sila Persatuan Indonesia?
a. Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan
keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi
atau golongan
b. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara
c. Cinta tanah air dan bangsa
d. Bangga sebagai Bangsa Indonesia dan bertanahair Indonesia
e. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa
yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.
33. Bagaimanakah sikap yang sesuai dengan sila keempat Pancasila?
a. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat
b. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain
c. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan
untuk kepentingan bersama
d. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan
e. Dengan itikad baik dan rasa tanggungjawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah
f. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan
hati nurani yang luhur.
g. Keputusan yang diambil dapat dipertanggungjawabkan secara
moral kepada Tuhan YME, menjunjungtinggi harkat dan
martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
34. Bagaimanakah sikap yang sesuai dengan sila kelima Pancasila?
a. Mengembangkan perbuatan-perbuatann yang luhur yang
mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan
kegotongroyongan
b. Bersikap adil
c. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban
d. Menghormati hak-hak orang lain
e. Suka member pertolongan kepada orang lain
f. Menjauhi sikap pemerasan kepada orang lain
g. Tidak bersifat boros
h. Tidak bergaya hidup mewah
i. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum
j. Suka bekerja keras
k. Menghargai hasil karya orang lain
l. Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata
dan berkeadilan sosial.
35. Bolehkah atheisme berkembang di Indonesia?
Tidak boleh. Sila Ketuhanan yang Maha Esa mengandung nilai
percaya dan taqwa kepada Tuhan YME. Oleh karenanya, maka
bangsa Indonesia harus menolak atheisme karena tidak
mengakui adanya Tuhan YME.
36. Bagaimana pengamalan sila ketiga yang dikaitkan dengan
ancaman terhadap satu daerah di Indonesia?
Ancaman terhadap satu daerah di wilayah Indonesia
dirasakan sebagai ancaman terhadap seluruh bangsa Indonesia.
Dengan sila Persatuan, maka pertahanan dan keamanan bangsa
dan negara Indonesia merupakan satu kesatuan.
37. Dalam kehidupan beragama dianjurkan yang kuat hendaknya
dapat membantu yang lemah. Sila keberapakah yang
mencerminkan nilai- nilai tersebut?
Sila Kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Nilai-
nilai yang terkandung dalam sila kelima, antara lain suka memberi
pertolongan kepada orang lain, menjauhi sikap pemererasan kepasa
orang lain, dan mengembangkan sikap dan suasanan kekeluargaan
dan kegotongroyongan.
38. Sesuai dengan nilai-nilai sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia, maka bagimanakah seharusnya sistem perekonomian
yang diterapkan di Indonesia?
Bangsa Indonesia seharusnya menerapkan sistem demokrasi
ekonomi, yaitu sistem ekonomi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat. Koperasi sebagai soko guru perekonomian nasional yang
didukung dan kerjasama dengan BUMN dan Perusahaan swasta.

7. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka


Bagian ini membahas mengenai pengertian Pancasila sebagai
ideologi terbuka, ciri-ciri ideologi terbuka, sikap menjunjung tinggi
nilai-nilai Pancasila dan permasalahan yang kemungkinan timbul
dari keterbukaan Pancasila.
Pancasila memiliki dua hal yang harus dimiliki oleh ideologi yang terbuka
yaitu cita – cita (nilai) yang bersumber dari kehidupan budaya
masyarakat itu sendiri. Pancasila berasal dari bangsa Indonesia sendiri
bukan bangsa lain. Pancasila merupakan wadah/ sarana yang dapat
mempersatukan bangsa itu sendiri karena memiliki falsafah dan
kepribadian yang mengandung nilai-nilai luhur dan hukum. Pancasila
juga memiliki cita-cita moral dan merupakan pandangan hidup
bangsa Indonesia. Sebagai ideologi terbuka, Pancasila juga
memiliki kelenturan dan kepekaan terhadap perkembangan jaman.
Keterbukaan ideologi Pancasila terutama ditujukan dalam
penerapannya yang berbentuk pola pikir yang dinamis dan konseptual
dalam dunia modern. Kita mengenal ada tiga nilai, yaitu; (1) nilai dasar
yang tidak berubah, (2) nilai instrumental sebagai sarana mewujudkan
nilai dasar yang dapat berubah sesuai keadaan, dan (3) nilai praksis
berupa pelaksanaan secara nyata yang sesungguhnya. Nilai-nilai
Pancasila dijabarkan dalam norma–norma dasar Pancasila yang
terkandung dan tercermin dalam Pembukaan UUD 1945. Nilai atau
norma dasar yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 ini
tidak boleh berubah atau diubah. Karena itu adalah pilihan dan hasil
konsensus bangsa yang disebut kaidah pokok dasar negara yang
fundamental (Staatsfundamentealnorm). Perwujudan atau
pelaksanaan nilai-nilai instrumental dan nilai-nilai praktis harus tetap
mengandung jiwa dan semangat yang sama dengan nilai dasarnya.
Pancasila sebagai suatu ideologi tidak bersifat kaku dan tertutup,
namun bersifat terbuka. Hal ini dimaksudkan bahwa ideologi Pancasila
adalah bersifat aktual, dinamis, antisipatif dan senantiasa mampu
menyesuaikan dengan perkembangan jaman. Keterbukaan ideologi
Pancasila bukan berarti mengubah nilai-nilai dasar Pancasila namun
mengeksplisitkan wawasannya secara lebih konkrit, sehingga memiliki
kemampuan yang lebih tajam untuk memecahkan masalah-
masalah baru dan aktual.
1. Apa fungsí ideologi secara umum?
a. Membentuk identitas kelompok atau bangsa.
b. Mempersatukan dari keanekaragaman dalam suatu bangsa.
c. Mengatasi berbagai konflik yang timbul dalam masyarakat.
d. Menciptakan solidaritas dalam masyarakat atau bangsa.
2. Sebagai ideologi negara, Pancasila memiliki empat fungsi pokok
dalam kehidupan bernegara. Apa sajakah keempat fungsi tersebut?
a. Mempersatukan bangsa, memelihara dan mengukuhkan
persatuan dan kesatuan itu
b. Membimbing dan mengarahkan bangsa menuju tujuannya
c. Memberikan tekad untuk memelihara dan mengembangkan
identitas bangsa
d. Menyoroti kenyataan yang ada dan mengkritisi upaya perwujudan
cita-cita yang terkandung dalam Pancasila.
3. Apakah ideologi terbuka itu?
Ideologi terbuka adalah ideologi yang dapat berinteraksi dengan
perkembangan jaman, dan adanya dinamika secara internal.

4. Apa saja ciri-ciri ideologi terbuka?


a. Bukan keyakinan ideologis sekelompok orang melaikan kesepakan
masyarakat
b. Tidak diciptakan oleh negara, tetapi ditemukan dalam masyarakat
sendiri
c. Isinya tidak langsung operasional melaikan umum
d. Tidak membatasi kebebasan dan tanggungjawab masyarakat
e. Menghargai pluralitas dalam masyarakat
5. Apa makna Pancasila sebagai ideologi terbuka?
Pancasila sebagai ideologi tidak bersifat kaku, tertutup, statis
melainkan bersifat aktual, dinamis, antisipatif dan mampu
menyesuaikan dengan perkembangan jaman.
6. Apa syarat–syarat yang harus dipenuhi Pancasila sebagai idiologi
terbuka?
a. Memiliki nilai dasar yang bersumber pada masyarakat atau realita
bangsa Indonesia seperti Ketuhanan, Kemanusiaan,
Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan. Atau nilai-nilainya tidak
dipaksakan dari luar atau bukan pembeberian negara.
b. Memiliki nilai instrumental untuk melaksanakan nilai dasar, seperti
UUD 45, UU, Peraturan-peraturan, Ketetapan MPR, DPR, dll
c. Memiliki nilai praksis yang merupakan penjabaran nilai
instrumental. Nilai Praksis terkandung dalam kenyataan sehari-
hari yaitu bagaimana cara kita melaksanakan nilai Pancasila
dalam hidup sehari-hari, seperti toleransi, gotong-royong,
musyawarah, dll.
7. Apa bukti Pancasila sebagai ideologi terbuka?
a. Pancasila memiliki pandangan hidup dan tujuan serta cita–cita
masyarakat Indonesia.
b. Tekad untuk mengembangkan kekreatifitasan dan dinamis
untuk mencapai tujuan nasional.
c. Pengalaman sejarah bangsa Indonesia.
d. Terjadi atas dasar keinginan bangsa ( masyarakat )
Indonesia sendiri tanpa campur tangan atau paksaan dari
sekelompok orang.
e. Isinya tidak operasional.
f. Menginspirasikan kepada masyarakat agar bertanggung jawab
sesuai dengan nilai–nilai Pancasila.
g. Menghargai pluralitas, sehingga dapat diterima oleh semua
masyarakat yang memiliki latar belakang dan budaya yang
berbeda.
8. Apa faktor yang mendorong pemikiran mengenai keterbukaan
ideologi Pancasila?
a. Kenyataan dalam proses pembangunan nasional dan
dinamika masyarakat yang berkembang secara cepat.
b. Kenyataan menunjukkan, bahwa bangkrutnya ideologi yang
tertutup dan beku dikarenakan cenderung
meredupkan perkembangan dirinya.
c. Pengalaman sejarah politik kita di masa lampau.
d. Tekad untuk memperkokoh kesadaran akan nilai-nilai dasar
Pancasila yang bersifat abadi dan hasrat
mengembangkan secara kreatif dan dinamis dalam
rangka mencapai tujuan nasional.
9. Nilai-nilai apa yang terkandung dalam Pancasila sebagai ideologi
terbuka?
a. Nilai dasar yaitu nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan,
Kerakyatan, dan nilai Keadilan. Nilai dasar ini merupakan esensi
sila- sila Pancasila yang sifatnya universal. Nilai-nilai dasar ini
termuat dalam Pembukaan UUD 1945 dan merupakan tertib
hukum yang tertinggi.
b. Nilai instrumen yaitu nilai yang bersifat arahan, kebijakan, strategi,
sasaran serta lembaga pelaksananya. Nilai instrumen
merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai-nilai dasar sehingga
sifatnya dapat berubah mengikuti perkembangan jaman yang
termasuk nilai instrumen misalnya : Ketetapan MPR, Undang-
undang dan lain-lain.
c. Nilai praksis yaitu nilai yang merupakan realisasi nilai-nilai instrumen
dalam kehidupan kehidupan nyata sehari-hari. Dalam
pengamalan inilah akan nampak apakah penjabaran nilai-nilai
dasar sesuai atau tidak dengan perkembangan jaman, sehingga
nilai inipun juga dapat berubah mengikuti perkembangan jaman.
10. Dimensi apa saja yang terkandung dalam ideologi secara umum?
a. Dimensi idealistas memuat tujuan, cita yang digunakan, berisi
kaidah yang fundamental/pokok/nilai dasar, bersifat dan abstrak.
b. Dimensi fleksibilitas memuat penjabaran dan nilai dasar, bisa
berubah, bersifat luwes atau fleksibel dan nilai instrumental.
c. Dimensi realitas yang memuat realitas masa lalu, masa kini,
dan gambaran nyata dari nilai dasar dan nilai instrumental.
11. Apa alasan dari keterbukaan ideologi Pancasila?
a. Kenyataan dalam proses pembangunan nasional berencana
dan dinamika masyarakat yang sangat cepat
b. Kenyataan menunjukkan bahwa bangkrutnya ideologi yang
tertutup dan beku cenderung perkembangan dirinya
c. Pengamalan sejarah politik kita sendiri pada masa lampau
d. Tekad untuk memperkukuh kesadaran akan nilai-nilai dasar
Pancasila yang bersifat abadi dan hasrat mengembangkan
secara kreatif dan dinamis dalam rangka mencapai tujuan
nasional.
12. Bagaimanakah contoh sikap menjunjung tinggi nilai Ketuhanan
terkait dengan Pancasila sebagai ideologi terbuka?
a. Melaksanakan kewajibannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa
sesuai agama dan kepercayaan masing-masing
b. Membina kerjasama dan tolong-menolong antar umat beragama
c. Mengembangkan toleransi antar-umat beragama
d. Tidak memaksakan suatu agama/kepercayaan
13. Bagaimanakah contoh sikap menjunjung tinggi nilai kemanusiaan
terkait dengan Pancasila sebagai ideologi terbuka?
a. Memperlakukan manusia sesuai harkat/martabatnya sebagai
sesama makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
b. Mengakui persamaan derajat, hak, dan kewajiban.
c. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
d. Gemar melakukan tindakan kemanusiaan.
14. Bagaimanakah contoh sikap menjunjung tinggi nilai persatuan
Indonesia terkait dengan Pancasila sebagai ideologi terbuka?
a. Sanggup dan rela berkorban demi kepentingqan bangsa.
b. Mencintai tanah air dan bangsa Indonesia.
c. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar
Bhinneka Tunggal Ika.
d. Memajukan pergaulan demi persatuan Indonesia.
15. Bagaimanakah contoh sikap menjunjung tinggi nilai
permusyawaratan/perwakilan terkait dengan Pancasila sebagai
ideologi terbuka?
a. Mengutamakan musyawarah/mufakat
b. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain
c. Mengakui setiap warga negara memiliki persamaan hak dan
kewajiban
d. Memberikan kepercayaan pada wakil-wakil rakyat untuk
melaksanakan tugasnya
16. Bagaimanakah contoh sikap menjunjung tinggi nilai keadilan
sosial terkait dengan Pancasila sebagai ideologi terbuka?
a. Mengembangkan sikap gotong-royong dan kekeluargaan.
b. Tidak melakukan perbuatan yang dapat merugikan orang lain.
c. Suka bekerja keras atau mencari jalan keluar (solusi) atas
masalah pribadi, masyarakat, bangsa, dan negara.
d. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan
kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial melalui karya
nyata.
17. Keterbukaan ideologi Pancasila ada batas-batasnya yang tidak
boleh dilanggar. Apa saja batas-batas tersebut?
a. Stabilitas nasional yang dinamis.
b. Larangan terhadap ideologi marxisme, leninisme dan komunisme.
c. Mencegah berkembangnya paham liberal.
d. Larangan terhadap pandangan ekstrim yang mengelisahkan
kehidupan masyarakat.
e. Penciptaan norma yang baru harus melalui konsensus.
8. Pancasila sebagai Sumber Nilai dan Paradigma
dalam Pembangunan
a. Pancasila sebagai Sumber Nilai
Sumber nilai dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
adalah Pancasila. Hal ini berarti bahwa seluruh tatanan kehidupan masyarakat,
bangsa, dan negara menggunakan Pancasila sebagai tolok ukur tentang
baik- buruk dan benar-salah dari sikap, perbuatan dan tingkah laku bangsa
Indonesia.
Nilai-nilai Pancasila merupakan nilai instrinsik yang kebenarannya dapat
dibuktikan secara obyektif, serta mengandung kebenaran yang universal. Nilai-
nilai Pancasila merupakan kebenaran bagi bangsa Indonesia karena telah
teruji dalam sejarah dan dipandang sebagai nilai-nilai subyektif yang
menjadi sumber kekuatan dan pedoman hidup. Nilai-nilai tersebut menjadi
sumber inspirasi dan cita-cita untuk diwujudkan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Nilai-nilai Pancasila termasuk nilai kerohanian yang mengakui pentingnya nilai
material dan nilai vital secara seimbang (harmonis). Hal ini dapat dibuktikan
dengan susunan sila-sila Pancasila yang tersusun secara sistematis-hirarki.
Pancasila jika dikaji dari sudut pandang metafisika, berlandaskan pada usaha-
usaha untuk menemukan kebenaran dan mengenal alam semesta yang
lebih menekankan pemikiran murni.

b. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan


Sejak tanggal 18 Agustus 1945, bangsa Indonesia telah sepakat bulat
untuk menerima Pancasila sebagai dasar negara sebagai perwujudan falsafah
hidup bangsa (weltanschauung) dan sekaligus ideologi nasional. Selama kita
masih menjadi warga negara Indonesia, maka kesetiaan (loyalitas) terhadap
ideologi Pancasila dituntut dalam bentuk sikap, tingkah laku dan perbuatan
yang nyata dan terukur. Sesungguhnya wujud tanggung jawab seorang warga
negara yang bangga dan mencintai ideologi negaranya adalah menghayati,
mengamalkan, dan mengamankan dari derasnya sistem-sistem ideologi
bangsa/negara-negara lain.
Pancasila dalam paradigma pembangunan sekarang dan di masa-masa yang
akan datang, bukanlah lamunan kosong, akan tetapi menjadi suatu
kebutuhan sebagai pendorong semangat pembangunan yang baik dan benar
di segala bidang kehidupan. Jati diri atau kepribadian bangsa Indonesia
yang religius, ramah-tamah, kekeluargaan dan musyawarah, serta solidaritas
yang tinggi akan mewarnai jiwa pembangunan nasional baik dalam
perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan maupun dalam evaluasinya.
Unsur manusia dalam pembangunan sangat penting dan sentral. Karena
manusia adalah pelaku dan sekaligus tujuan dari pembangunan itu sendiri. Oleh
sebab itu, jika pelaksanaan pembangunan di tangan orang yang bertindak
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dan tidak bertanggung jawab, maka segala
modal, pikiran, ilmu pengetahuan dan teknologi yang diterapkan dapat
membahayakan sekaligus merugikan manusia, masyarakat, bangsa dan negara.
1. Mengapa ideologi liberalisme tidak cocok dengan budaya bangsa
Indonesia?
Ideologi liberalisme tidak cocok dengan budaya bangsa Indonesia, karena
ideologi liberalisme dapat melahirkan sikap hidup yang individual. Hal ini tidak
sesuai dengan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia yang menganut paham
kekeluargaan dan tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
2. Bagaimanakah perbedaan antara ideologi Pancasila dengan ideologi
liberalisme?
Ideologi liberalisme mendambakan kebebasan pribadi tanpa
memperhatikan kepentingan manusia sebagai anggota masyarakat.
Sedangkan ideologi Pancasila mendambakan kebebasan yang
bertanggung jawab dengan memperhatikan hak-hak orang lain sebagai
anggota masyarakat.
3. Mengapa Pancasila dikehendaki oleh bangsa Indonesia?
Karena Pancasila telah tertanam dalam kalbu rakyat Indonesia
sehingga mampu untuk dijadikan sebagai dasar mempersatukan bangsa
Indonesia.
4. Bagaimana makna Pancasila sebagai sumber nilai?
Maknanya adalah bahwa Pancasila dijadikan sebagai pedoman, penuntun
sikap dan perilaku atau perbuatan manusia Indonesia dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
5.Sebagai sumber nilai, bagaimana perwujudan nilai dalam sila Ketuhanan Yang
Maha Esa?
a. Merupakan bentuk keyakinan yang berpangkal dari kesadaran manusia
sebagai mahluk Tuhan.
b. Negara menjamin bagi setiap penduduk untuk beribadat menurut agama
dan kepercayaan masing-masing.
c. Tidak boleh melakukan perbuatan yang anti ke-Tuhanan dan anti kehidupan
beragama.
d. Mengembangkan kehidupan toleransi baik antar maupun inter umat
beragama.
e. Mengatur hubungan negara dan agama, hubungan manusia dengan
Sang Pencipta, serta nilai yang menyangkut hak asasi yang paling asasi.
f. Dijamin dalam Pasal 29 UUD 1945.
g. Regulasi yang menjamin kelangsungan hidup beragama.
6. Sebagai sumber nilai, bagaimana perwujudan sila Kemanusiaan yang adil dan
beradab?
a. Merupakan bentuk kesadaran manusia terhadap potensi budi nurani
dalam hubungan dengan norma-norma kebudayaan pada umumnya.
b. Adanya konsep nilai kemanusiaan yang lengkap, yang adil dan bermutu
tinggi karena kemampuannya berbudaya.
c. Manusia Indonesia adalah bagian dari warga dunia, meyakini adanya
prinsip persamaan harkat dan martabat sebagai hamba Tuhan.
d. Mengandung nilai cinta kasih dan nilai etis yang menghargai kebera-nian
untuk membela kebenaran, santun dan menghormati harkat kemanusiaan.
e. Dijelmakan dalam Pasal 26, 27, 28, 28A-J, 30 dan 31 UUD 1945.
f. Regulasi dalam bentuk peraturan perundang-undangan sudah banyak
dihasilkan.
7. Sebagai sumber nilai, bagaimana perwujudan sila Persatuan Indonesia?
a. Persatuan dan kesatuan dalam arti ideologis, ekonomi, politik, sosial budaya
dan keamanan.
b. Manifestasi paham kebangsaan yang memberi tempat bagi keragaman
budaya atau etnis.
c. Menghargai keseimbangan antara kepentingan pribadi dan masyarakat.
d. Menjunjung tinggi tradisi kejuangan dan kerelaan untuk berkorban dan
membela kehormatan bangsa dan negara.
e. Adanya nilai patriotik serta penghargaan rasa kebangsaan sebagai
realitas yang dinamis.
f. Dijelmakan dalam Pasal 1, 32, 35 dan 36, 36 A-C UUD 1945.
g. Regulasi dalam bentuk peraturan perundang-undangan sudah banyak
dihasilkan.
8. Sebagai sumber nilai, bagaimana perwujudan sila Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan?
a. Paham kedaulatan rakyat bersumber dari nilai kebersamaan, kekeluargaan,
dan kegotongroyongan.
b. Musyawarah merupakan cermin sikap dan pandangan hidup rakyat
Indonesia.
c. Mendahulukan kepentingan negara dan masyarakat.
d. Menghargai kesukarelaan dan kesadaran daripada memaksakan sesuatu
kepada orang lain.
e. Menghargai sikap etis dan tanggung jawab yang harus ditunaikan oleh
seluruh rakyat baik kepada sesama manusia maupun kepada Tuhan.
f. Menegakkan nilai kebenaran dan keadilan dalam kehidupan yang bebas,
aman, adil, dan sejahtera.
g. Dijelmakan dalam Pasal 1 (ayat2), 2, 3, 4, 5, 6, 7, 11, 16, 18, 19, 20, 21, 22, 22
A-B, dan 37 UUD 1945.
h. Regulasi dalam bentuk peraturan perundang-undangan sudah banyak
dihasilkan.
9. Sebagai sumber nilai, bagaimana perwujudan sila Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia?
a. Setiap rakyat Indonesia diperlakukan dengan adil dalam bidang
politik, hukum, ekonomi, social, dan kebudayaan.
b. Tidak adanya tirani golongan minoritas dan dominasi mayoritas.
c. Adanya keselarasan, keseimbangan, dan keserasian hak dan kewajiban
rakyat Indonesia.
d. Kedermawanan terhadap sesama, sikap hidup hemat, sederhana, dan kerja
keras.
e. Menghargai hasil karya orang lain.
f. Menolak adanya kesewenang-wenangan serta pemerasan kepada sesama.
g. Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia.
h. Dijelmakan dalam Pasal 27, 33 dan 34 UUD 1945.
i. Regulasi dalam bentuk peraturan perundang-undangan sudah banyak
dihasilkan.
10. Menurut tinjauan metafisika berlandasakan pada Tuhan, manusia, rakyat, dan
adil maka nilai-nilai Pancasila memiliki sifat objektif. Apa saja sifat objektif
tersebut?
a. Rumusan sila-sila Pancasila menunjukkan kenyataan adanya sifat-sifat
abstrak, umum, dan universal.
b. Inti sila-sila Pancasila akan tetap ada sepanjang masa dalam kehidupan
bangsa Indonesia, baik dalam adat kebiasaan, kebudayaan maupun
keagamaan. Hal ini disebabkan dalam Pancasila terkandung hubungan
kemanusiaan yang mutlak (manusia dengan Tuhan, antar sesama manusia,
dan lingkungan).
c. Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 menurut ilmu
hukum memenuhi syarat sebagai pokok kaidah negara yang
fundamental, serta tidak dapat diabaikan oleh setiap orang atau
badan/lembaga negara.
d. Pembukaan UUD 1945 (yang memuat jiwa Pancasila), secara hukum
tidak dapat diubah oleh siapa pun, termasuk MPR hasil pemilihan umum
karena mengubah Pembukaan UUD 1945 berarti membubarkan negara.
11. Bagaimana pengertian Pancasila sebagai cita-cita bangsa?
Artinya nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila dijadikan sebagai
cita- cita yang diwujudkan dalam pola pikir, pola rasa, dan tingkah laku bagi
bangsa Indonesia.
12. Bagaimana perbedaan antara nilai materiil dan nilai rohani?
Nilai materiil relatif dapat diukur dengan mudah, yaitu dengan menggunakan
alat-alat pengukur, misalnya dengan alat pengukur berat (kilogram), alat
pengukur panjang (meter), alat pengukur luas (meter persegi), alat
pengukur volume (meter kubik), alat pengukur isi (liter), dan sebagainya.
Sedangkan rohani tidak dapat diukur seperti alat pengukur di atas, tetapi
diukur dengan “budi nurani manusia” karena itu lebih sulit dilakukan.
13. Apa fungsi Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia?
Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia berfungsi memberikan corak yang
khas kepada bangsa Indonesia dan tak dapat dipisahkan dari bangsa
Indonesia. Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia juga berfungsi dalam
memberikan gerak,dinamika, dan membimbing ke arah tujuan
untuk mewujudkan masyarakat Pancasila. Tujuan yang akan
dicapai oleh bangsa Indonesia, yakni suatu masyarakat adil dan makmur yang
merata material dan spiritual.

9. Pancasila sebagai Sumber dari segala Sumber Hukum


Pancasila dalam kedudukan sumber dari segala sumber hukum sering disebut
sebagai dasar filsafat atau dasar falsafah negara (philosofische gronslag) dari negara
dan ideologi negara atau (staatsidee). dalam pengertian ini pancasila merupakan
suatu dasar nilai serta norma untuk mengatur pemerintahan negara. Dengan
kata lain, Pancasila merupakan suatu dasar untuk mengatur penyelenggaraan
negara. Konsekuensinya seluruh pelaksanaan dan penyelenggaraan negara
terutama segala peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pancasila merupakan
sumber kaidah hukum negara yang secara konstitusional mengatur Negara
Kesatuan Republik Indonesia beserta seluruh unsur-unsurnya yaitu rakyat,
wilayah, beserta pemerintahan negara.
Sebagai sumber dari segala hukum atau sebagai sumber tertib hukum Indonesia
maka setiap produk hukum harus bersumber dan tidak boleh bertentangan dengan
Pancasila. Pancasila tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, kemudian dijelmakan
atau dijabarkan lebih lanjut dalam pokok-pokok pikiran, yang meliputi suasana
kebatinan dari UUD 1945, yang pada akhirnya dikongkretkan atau dijabarkan dalam
pasal-pasal UUD 1945, serta hukum positif lainnya.
Pancasila sebagai dasar negara menjadi sumber tertib hukum semua sumber hukum
dan peraturan perundangan di Indonesia, mulai UUD 1945, Tap MPR,
Undang- Undang, Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang), PP
(Peraturan Pemerintah), Perpres (Peraturan Presiden),
dan Peraturan Daerah (Perda) sebagaimana diatur dalam
UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Oleh sebab itu, bila Pancasila diubah, maka seluruh produk hukum yang ada di
NKRI tidak berlaku lagi. Atau dengan kata lain, semua produk hukum yang telah
ada ‘batal demi hukum’.
1. Apa fungsi pokok Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum
Negara RI?
a. Norma dasar.
b. Norma fundamental negara (Staats Fundamental Norm).
c. Norma pertama.
d. Cita hukum (Rechtidee).
2. Mengapa Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945
memenuhi pokok kaidah negara yang fundamental?
Karena menurut tata hukum Indonesia Pancasila yang terkandung dalam
Pembukaan UUD 1945 berkedudukan sebagai tertib hukum yang tertinggi.
3. Bagaimana jenis dan hierarki Peraturan Perundangan Republik
Indonesia menurut Undang-Undang No. 12 Tahun 2011?
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
4. Apa maksud Pancasila sebagai sumber dari segala hukum?
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum berarti bahwa segala
peraturan perundangan-undangan yang berlaku di Indonesia harus
sesuai/tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Pasal 2 Undang-
Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan menyatakan ‘Pancasila
merupakan sumber dari segala sumber hukum negara.’
5. Bagaimanakah pengertian Pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa
Indonesia?
Pancasila sebagai dasar negara, sebagaimana ditetapkan dan disahkan oleh
PPKI dalam sidangnya tanggal 18 Agustus 1945, merupakan perjanjian luhur
seluruh rakyat Indonesia untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia.
Pada waktu itu, anggota PPKI yang semula berjumlah 21 orang ditambah 6
orang sehingga menjadi berjumlah 27 orang yang mewakili seluruh bangsa
Indonesia.
6. Mengapa Pancasila dikatakan bersifat integralistik?
Pancasila bersifat integralistik, karena Pancasila mengandung paham tentang
hakikat negara yang dilandasi konsep kehidupan bernegara. Pancasila yang
melandasi kehidupan bernegara, menurut Dr. Soepomo adalah dalam kerangka
negara integralistik, untuk membedakan dari paham-paham yang digunakan
oleh pemikir kenegaraan lain. Paham Negara Integralistik adalah paham
kenegaraan yang meliputi, mengakui, mengatasi dan melindungi segala
golongan dalam suatu negara. Pancasila lahir sebagai pemikiran filosofis, yang
kemudian dituangkan dalam rumusan ideologi, dan setelah itu diwujudkan
dalam konsep-konsep politik. Jangka waktu tersebut bisa puluhan bahkan
ratusan tahun. Pancasila mengandung nilai-nilai kekeluargaan dan kebersamaan,
seperti adanya semangat kerja sama, gotong-royong, serta musyawarah mufakat
untuk memelihara persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

10 . Menjadi Manusia Pancasilais Sejati


Pada bagian ini akan dipahamkan mengenai pengertian Manusia Pancasilais,
ciri-ciri manusia Pancasilais, dan bagaimana menjadi manusia Pancasilais sejati.
Karakter yang ingin dibangun oleh bangsa Indonesia sudah jelas yaitu
menjadi manusia yang Pancasilais. Hal ini sesuai dengan fungsi Pancasila
sebagai dasar negara dan pandangan hidup, yaitu nilai-nilai dasar yang diyakini
kebenarannya dan kemudian dijadikan pedoman dalam menghadapi
persoalan kehidupan. Sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) Pancasila memiliki fungsi yang sangat fundamental. Selain bersifat
yuridis formal yang mengharuskan seluruh peraturan perundang-undangan
berlandaskan pada Pancasila, Pancasila juga bersifat filosofis. Pancasila
merupakan dasar filosofis, artinya Pancasila merupakan falsafah negara dan
pandangan hidup bagi bangsa Indonesia dalam menjalankan
kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan dalam mencapai
cita-cita nasional.
Sebagai dasar negara dan pandangan hidup, Pancasila mengandung nilai-
nilai luhur yang harus dihayati, dijadikan pedoman, dan diamalkan oleh
seluruh warga negara Indonesia dalam bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Lebih dari itu, nilai-nilai Pancasila seharusnya menjadi karakter
masyarakat Indonesia sehingga Pancasila menjadi identitas atau jati diri
bangsa Indonesia. Mengingat kedudukan dan fungsinya yang sangat
fundamental bagi negara dan bangsa Indonesia, maka dalam pembangunan
karakter bangsa, Pancasila merupakan landasan utama.
Pancasila merupakan rujukan, acuan, dan sekaligus tujuan dalam
pembangunan karakter bangsa. Dalam konteks yang bersifat subtansial,
pembangunan karakter bangsa memiliki makna membangun manusia dan
bangsa Indonesia yang berkarakter Pancasila. Berkarakter Pancasila berarti
manusia dan bangsa Indonesia Pancasilais sejati yang memiliki ciri dan watak
religius, humanis, nasionalis, demokratis, dan mengutamakan kesejahteraan rakyat.
1. Apa yang dimaksud dengan manusia Pancasilais sejati?
Manusia Pancasilais sejati adalah manusia Indonesia yang jiwa dan
semangatnya benar-benar mau mengamalkan nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila, baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
2. Apa tujuan kita mempelajari Pancasila?
Tujuan kita mempelajari Pancasila ialah ingin mengetahui Pancasila secara
benar, yang dapat dipertanggungjawabkan, baik secara yuridis konstitusional
maupun secara obyektif ilmiah. Setelah memahami Pancasila secara benar
kemudian diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Apakah ciri-ciri manusia Pancasila sejati!
a. Manusia yang mengerti, memahami, dan mampu mengamalkan
Pancasila secara benar.
b. Manusia yang segala sikap dan tingkahlakunya mencerminkan nilai-nilai
Pancasila
c. Manusia yang menempatkan keluhuran harkat dan martabatnya sebagai
mahluk Tuhan Yang Maha Esa.
d. Manusia yang mampu menjaga keselarasan dan keseimbangan antara
kebutuhan lahiriah dan rohaniah.
e. Manusia yang mampu menempatkan diri sebagai mahluk pribadi dan
mahluk sosial secara seimbang, selaras, dan serasi.
f. Manusia yang memiliki ciri dan watak religius, humanis, nasionalis,
demokratis, dan mengutamakan kesejahteraan rakyat.
4. Bagaimana cara membudayakan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-
hari bagi generasi muda?
Pengamalan Pancasila di kalangan generasi muda dapat dibudayakan melalui:
a. Generasi muda mengerti, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila
dalam kehidupan sehari-hari di segala aspek kehidupan.
b. Keteladanan dari para pemimpin dan tokoh masyarakat yang
mencerminkan nilai-nilai Pancasila.
c. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
5. Bagaimanakah tanggung jawab setiap warga negara dalam pelaksanaan
nilai- nilai Pancasila?
Setiap warga negara Indonesia di manapun berada, di samping sebagai
pribadi, juga mengemban tanggung jawab terhadap tugas
dan pengabdian kemasyarakatan dan kenegaraan. Setiap
warga negara bertanggung jawab untuk mengamalkan dan melestarikan
nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
6. Bagaimanakah tanggung jawab setiap penyelenggara negara dalam
pelaksanaan nilai-nilai Pancasila?
Sebagai penyelenggara negara harus melaksanakan nilai-nilai Pancasila dalam
berbagai bidang kehidupan. Setiap peraturan perundangan RI harus sesuai
dan merupakan pengamalanPancasila sebagai dasar
negara. Corak kepemimpinannya pun harus dijiwai oleh
nilai-nilai Pancasila.
7. Bagaimanakah tanggung jawab setiap lembaga negara dalam pelaksanaan
nilai-nilai Pancasila?
Setiap lembaga negara, dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, harus
benar-benar dapat mewujudkan cita-citanya dengan dijiwai nilai-nilai
Pancasila. Pemimpin lembaga negara harus benar-benar memahami,
menghayati, dan melaksanakan tugas sebagai negarawan sejati.
8. Bagaimanakah tanggung jawab setiap lembaga kemasyarakatan dalam
pelaksanaan nilai-nilai Pancasila?
Dalam hubungannya dengan pelaksanaan nilai-nilai Pancasila lembaga
kemasyarakatan berfungsi ganda. Di satu pihak, kita berharap agar lembaga
kemasyarakat berdasar dan bertindak serta menuju cita-cita sesuai dengan nilai-
nilai Pancasila, sedangkan di lain pihak pemerintah berkewajiban mengawasi
agar lembaga itu tidak berkembang ke arah yang salah.
10. Mengapa tidak boleh mengamalkan demokrasi Pancasila dengan pengerahan
massa yang anarkhis?
Sebagai manusia Pancasilais, kita tidak dibenarkan mengerahkan massa
secara anarkhis dalam mengamalkan Demokrasi Pancasila. Demokrasi Pancasila
berarti kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan. Artinya, kehendak rakyat yang
dimusyawarahkan dalam lembaga- lembaga perwakilan menggunakan
kebijaksanaan pengetahuan dan nilai-nilai “Kemanusiaan Yang Adil dan
Beradab, Persatuan Indonesia, dan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat
Indonesia yang dilandasi oleh Ketuhanan Yang Maha Esa (Takwa),” sehingga
melahirkan hikmah. Hikmah itu bisa saja mengakomodasi, menolak, memberi
jalan yang lain, atau mungkin berupa jalan tengah.
Jika kehendak itu diejawantahkan dengan pengerahan massa anarkis, yang
memaksakan kehendak dengan mengatasnamakan demokrasi, maka tindakan
itu sebenarnya tidak sesuai dengan nilai Demokrasi Pancasila. Bahkan, kalau mau
kaku dalam menafsirkan sila ke-4 Pancasila ini, maka bentuk pengerahan massa
bukan merupakan bentuk Demokrasi yang dikehendaki oleh Pancasila. Tetapi,
barangkali kita tidak akan sekaku itu, manusia demokrat pancasialis sepakat
tentang bolehnya pengerahan massa sepanjang tidak memaksakan kehendak,
menghilangkan nilai-nilai sila Pancasila lainnya, dan ditindaklanjuti dengan
permusyawaratan perwakilan dengan menggunakan kebijakan dan bukan otot.

Anda mungkin juga menyukai