Hypersomnia DT Microbleed Bilateral Thalamus Related With Insomnia
Hypersomnia DT Microbleed Bilateral Thalamus Related With Insomnia
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1. Memahami terjadinya gangguan tidur dan penyebabnya
2. Mampu melakukan pendekatan diagnosis secara komprehensif dan planning
penatalaksanaan secara langsung ke pasien sesuai dengan kompetensi dokter
spesialis.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tidur
Tidur adalah status perubahan kesadaran ketika persepsi dan reaksi individu
terhadap lingkungan menurun. Tidur dikarakteristikkan dengan aktifitas fisik yang
minimal, tingkat kesadaran yang bervariasi, perubahan proses fisiologis tubuh, dan
terjadi penurunan fungsi kognitif secara global sehingga otak tidak respon secara penuh
terhadap stimulus eksternal (Amir, 2007; Purnomo, 2018). Hampir sepertiga dari waktu
individu digunakan untuk tidur. Hal tersebut didasarkan pada keyakinan bahwa tidur
dapat memulihkan atau mengistirahatkan fisik setelah seharian beraktivitas, mengurangi
stres dan kecemasan, serta dapat meningkatkan kemampuan dan konsenterasi saat
hendak melakukan aktivitas sehari-hari. Tidur merupakan peristiwa yang beragam dan
kompleks, sehingga untuk dapat menggambarkannya digunakan alat
elektroencephalografi (EEG) untuk merekam aktivitas gelombang otak, elektrokulografi
(EOG) untuk merekam pergerakan bola mata, elektromyografi (EMG) untuk merekam
aktivitas elektrikal otot (Purnomo, 2018).
2.1.1. Fisiologi Tidur
Aktivitas tidur diatur dan dikontrol oleh dua sistem pada batang otak, yaitu
Reticular Activating System (RAS) dan Bulbar Synchronizing Region (BSR). ARAS di
bagian atas batang otak diyakini memiliki sel-sel khusus yang dapat mempertahankan
kewaspadaan dan kesadaran, memberi stimulus visual, pendengaran, nyeri, dan sensori
raba, serta emosi dan proses berfikir. RAS melepaskan katekolamin pada saat sadar,
sedangkan pada saat tidur terjadi pelepasan serum serotonin dari BSR (Bua Hidayat,
2012).
2.1.2. Ritme Sirkardian
Mahluk hidup memiliki bioritme (jam biologis) yang berbeda. Bioritme pada
manusia dikontrol oleh tubuh dan disesuaikan dengan faktor lingkungan (misalnya:
cahaya, kegelapan, gravitasi dan stimulus elektromagnetik). Faktor lain yang
mempengaruhi irama sirkardian yaitu pola social, penyakit yang diderita oleh pasien
dan juga perilaku pasien. Bentuk bioritme yang paling umum adalah ritme sirkadian
yang melengkapi siklus selama 24 jam. Fluktuasi denyut jantung, tekanan darah,
temperatur, sekresi hormon, metabolisme, dan penampilan serta perasaan individu
bergantung pada ritme sirkadiannya. Tidur adalah salah satu irama biologis tubuh yang
sangat kompleks. Sinkronisasi sirkadian terjadi jika individu memiliki pola tidur bangun
yang mengikuti jam biologisnya: individu akan bangun pada saat ritme fisiologis paling
tinggi atau paling aktif dan akan tidur pada saat ritme tersebut paling rendah(Amir,
2007; Reading, 2010; Purnomo, 2018).
2.1.3. Tahapan Tidur
Pemeriksaan yang dilakukan dengan bantuan alat elektro ensefalogram (EEG),
elektro okulogram (EOG), dan elektrokiogram (EMG), diketahui ada dua tahapan tidur,
yaitu non-rapid eye movement (NREM) dan rapid eye movement (REM). Pada orang
dewasa normal, siklus tidur dibagi menjadi 5 fase yakni fase 1 sampai dengan fase 4
yang disebut dengan Non Rapid Eye Movement Sleep (NREM) dan fase yang ke 5
disebut dengan Rapid Eye Movement Sleep (REM). Pada kelima siklus ini dapat
berulang beberapa kali dalam 1 periode tidur. Fase 1 dan 2 disebut dengan light NREM,
fase 3 dan 4 disebut dengan Deep NREM yang terlihat sebagai gelombang delta atau
slow wave sleep (SWS) (Purnomo, 2018).
a. Fase 1 NREM
Fase NREM disebut juga sebagai tidur gelombang pendek karena gelombang otak
yang ditunjukkan oleh orang yang tidur lebih pendek dari pada gelombang alfa dan beta
yang ditunjukkan orang yang sadar. Fase 1 NREM disebut juga dengan drowsiness yang
merupakan fase transisi yang ditandai dengan munculnya Gerakan pendular pelan pada
bola mata. Irama bangun menghilang secara bertahap yang ditandai gelombang alfa
yang muncul secara on-off lalu digantikan dengan gelombang theta dan gelombang
vertex. Pada EOG tampak gambaran berupa Gerakan bola mata pemdular yang lambat
dan MEG didapatkan kontraksi otot tonik dengan aktivitas tinggi sedang (Purnomo,
2018) Pada fase ini biasanya seseorang masih mudah terbangun dengan stimulus
sensori seperti suara dan ketika terbangun seperti telah melamun dan biasanya pada fase
ini hanya berlangsung selama beberapa menit.
b. Fase 2 NREM
Fase ini ditandai dengan adanya gelombang delta kurang dari 20%, kompleks K
dan spindle tidur. Pada fase ini meliputi 45-55% dari total waktu tidur. Spindle tidur
berasal dari nucleus talamikus yang terletak di dekat garis tengah. Kompleks K adalah
gelombang difasik yang memiliki komponen initial negative atau defleksi yang tajam
diikuti fase positif. Kompleks K dapat terjadi tunggal atau berurutan secara spontan jika
mendapat stimulus auditorik. Pada fase ini pada EOG didapatkan SREM yang kadang-
kadang dapat muncul dan EMG yang berupa aktivitas otot yang menurun. Pada fase ini
untuk terbangun dari tidur relative mudah, biasa disebut dengan periode tidur bersuara,
dan fase ini berlangsung selama 10-20 menit.
c. Fase 3 dan 4 NREM
Pada fase ini secara bersamaan disebut tidur dengan irama delta atau Slow Wave
Sleep (SWS). Fase 3 terjadi jika 20% sampai 50% dari gelombang dasar EEG yang
terekam berupa gelombang delta. Gelombang delta ini merupakan gelombang dengan
amplitude yang tinggi yang berasal dari korteks. Gelombang delta ini dapat muncul
selama fase 2,3, dam 4 NREM. Pada fase ini didapatkan hasil rekaman EOG yang tidak
spesifik, namun secara umum pada EMG didapatkan penurunan tonus otot secara
bertahap dari stage 2 ke stage 4.
Pada fase 3 dan 4 NREM ini dikatakan sebagai tidur yang paling dalam dimana
fungsi mengembalikan kesegaran tubuh dan merestorasi kondisi setelah beraktivitas.
Secara fisiologis, pada fase ini memiliki ambang yang tinggi untuk terbangun dan
diduga sering diasosiasikan dengan berbagai tipe parasomnia misalnya sleep terorrs,
sleep walking (Purnomo, 2018)
d. Fase REM
Fase REM biasanya terjadi 60-90 menit setelah dimulainya tidur dan berlangsung
selama 5-30 menit. Fase REM tidak senyenyak tidur NREM, dan sebagian besar mimpi
terjadi pada tahap ini. Pada fase ini ditandai dengan gelombang bervoltage rendah yang
bercampur dengan gelombang alfa yang biasanya berkekuatan lebih rendah 1-2 Hz dari
gelombang alfa saat bangun.
Fase REM ini memiliki komponen fasik dan tonik. Selama fase tonik, terjadi
supresi dari aktivitas EMG dan gambaran EEG menunjukkan gelombang bervoltase
rendah yang bercampur dengan alfa. Di fase ini amplitude respirasi cenderung teratur,
paralisis otot dan terhadi peningkatan perfusi darah otak. Pada fase REM fasik dapat
terjadi pola twitching dari EMG, tonus otot yang sangat lemah dan pola detak jantung
serta pernafasan yang irregular. Onset dari fase REM tidak ditentukan dengan adanya
Gerakan mata yang cepat yang terekam oleh EOG, namun dapat ditentukan dengan
munculnya gelombang gergaji padda EEG. Perubahan latensi pada fase REM data
terjadi pada individu dengan kekurangan tidur, neonates, individu yang mengalami
narkolepsi dan withdrawl dari alcohol serta obat obatan yang menghambat fase ini
(Reading, 2010; Purnomo, 2018)
2.1.4. Pola, Durasi dan Distribusi Tidur
Individu melewati tahap tidur NREM dan REM selama tidur. Siklus tidur yang
komplit normalnya berlangsung selama 90 menit, setiap orang biasanya melalui empat
hingga lima siklus selama 7-8 jam tidur dan pada umumnya siklus pertama terjadi paling
singkat dibandingkan siklus lainnya. Siklus tersebut dimulai dari tahap NREM yang
berlanjut ke tahap REM. Pada 1/3 dari periode tidur Slow Wave Sleep mendominasi,
sedangkan REM meningkat pada beberapa jam terakhir dari periode tidur. Tahap REM
yang pertama biasanya terjadi pada 70-90 menit setelah tidur dimulai. Tahap NREM I-III
berlangsung selama 30 menit, kemudian diteruskan ke tahap IV selama ± 20 menit. Individu
kemudian kembali melalui tahap III dan II selama 20 menit. Tahap I REM muncul
sesudahnya dan berlangsung selama 10 menit.(Reading, 2010)
Durasi dan distribusi dari fase tidur bervariasi pada tiap tahap usia kehidupan
manusia. Pada bayi baru lahirm durasi tiap siklus berlangsung selama 60 menit dan pada
dewassa muda kurang dari 90 menit. Durasi tidur akan menurrun seiring dengan
bertambahnya usia. Pada bayi baru lahir tidur sampai denga 16 jam perharinya
sedangkan pada usia bayi beranjak 6 bulan waktu tidur menjadi 12 jam dan pada usia
dewasa normal, durasi tidur berlangsung selama 7,5-8 jam setiap harinya (Amir, 2007;
Purnomo, 2018)
Distribusi dari fase tidur juga akan berubah seiring dengan bertambahnya usia.
Pada fase REM bayi baru lahir akan lebih Panjang dibandingkan pada anak dan dewasa,
Ketika usia bayi yang beranjak 3 bulan, fase ini akan secara bertahap berkurang sampai
usianya menginjak masa kanak-kanak dan dewasa. Sebaliknya, lama fase SWS akan
mulai berkurang saat seseorang menginjak usia 30an dan akan menghilang saat
seseorang menginjak pada decade ke-9 (Purnomo, 2018).
menggunakan sekitar 20% dari curah jantung saat tubuh beristirahat. Aliran darah otak
(CBF) biasanya sekitar 50 ml untuk masing-masing 100 g jaringan otak per menit, dan
konsumsi oksigen otak, biasanya diukur sebagai tingkat metabolisme otak untuk
oksigen (CMRO2), biasanya sekitar 3,5 ml / 100 g per menit. Dengan meningkatkan
ekstraksi oksigen dari aliran darah, kompensasi dapat dilakukan untuk mempertahankan
CMRO2 sampai CBF berkurang hingga level 20–25 ml / 100 g per menit. Positron
emission tomography (PET) dapat mengukur CBF, CMRO2, dan fraksi ekstraksi
oksigen (OEF) dan otak tingkat metabolisme untuk glukosa (CMRg1) di berbagai regio
otak.(Caplan, 2016)
Gambar 2.1. Ambang batas iskemik pada aliran darah otak(Caplan, 2016)
b. Iskemik
Pada dasarnya, proses terjadinya stroke iskemik diawali oleh adanya sumbatan
pembuluh darah oleh trombus atau emboli yang mengakibatkan sel otak mengalami
gangguan metabolisme, karena tidak mendapat suplai darah, oksigen, dan energi.
Trombus terbentuk oleh adanya proses aterosklerosis pada arkus aorta, arteri karotis,
maupun pembuluh darah serebral. Proses ini diawali oleh cedera endotel dan inflamasi
yang mengakibatkan terbentuknya plak pada dinding pembuluh darah. Plak akan
berkembang semakin lama semakin tebal dan sklerotik. Trombosit kemudian akan
melekat pada plak serta melepaskan faktor-faktor yang menginisiasi kaskade koagulasi
dan pembentukan thrombus (W. Wiratman, E.T, 2017)
Trombus dapat lepas dan menjadi embolus atau tetap pada lokasi asal dan
menyebabkan oklusi dalam pembuluh darah tersebut. Emboli merupakan bagian dari
trombus yang terlepas dan menyumbat pembuluh darah di bagian yang lebih distal.
Emboli ini dapat berasal dari trombus di pembuluh darah, tetapi sebagian besar berasal
dari trombus di jantung yang terbentuk pada keadaan tertentu, seperti atrial fibrilasi dan
riwayat infark miokard. Bila proses ini berlanjut, akan terjadi iskemia jaringan otak
yang menyebabkan kerusakan yang bersifat sementara atau menjadi permanen yang
disebut infark. Di sekeliling area sel otak yang mengalami infark biasanya hanya
mengalami gangguan metabolisme dan gangguan perfusi yang bersifat sementara yang
disebut daerah penumbra. Daerah ini masih bisa diselamatkan jika dilakukan perbaikan
aliran darah kembali (reperfusi) segera, sehingga mencegah kerusakan sel yang lebih
luas, yang berarti mencegah kecacatan dan kematian (W. Wiratman, E.T, 2017). Namun
jika penumbra tidak dapat diselamatkan, maka akan menjadi daerah infark. Infark
tersebut bukan saja disebabkan oleh sumbatan, tetapi juga akibat proses inflamasi,
gangguan sawar darah otak (SDO) atau (blood brain barrier/BBB), zat neurotoksik
akibat hipoksia, menurunnya aliran darah mikrosirkulasi kolateral, dan tata laksana
untuk reperfusi. Pada daerah di sekitar penumbra, terdapat berbagai tingkatan kecepatan
aliran darah serebral atau cerebral blood flow (CBF). Aliran pada jaringan otak normal
adalah 40-50 cc/ 100 g otak/menit, namun pada daerah infark, tidak ada aliran sama
sekali (CBF 0 mL/100g otak/menit) (W. Wiratman, E.T, 2017)
Pada daerah yang mengalami iskemia, terjadi penurunan kadar adenosine
triphosphate (ATP), sehingga terjadi kegagalan pompa kalium dan natrium serta
peningkatan kadar laktat intraselular. Kegagalan pompa kalium dan natrium
menyebabkan depolarisasi dan peningkatan pelepasan neurotransmiter glutamat.
Depolarisasi meningkatkan kadar kalsium intraselular, sedangkan glutamat yang
dilepaskan akan berikatan dengan reseptor glutamat, yakni N-metil-D-aspartat (NMDA)
dan a-amino-3-hydroxy-5-methyl 4 isonazolipropionid-acid (AMPA), yang selanjutnya
akan menyebabkan masuknya kalsium intraselular. Dengan demikian, hal tersebut
semakin meningkatkan kadar kalsium intraselular. Kalsium intraselular memicu
terbentuknya radikal bebas, nitrit oksida (NO), inflamasi, dan kerusakan DNA melalui
jalur enzimatik seperti Ca2+ ATPase, calsium-dependent phospholipase, protease,
endonuklease, dan kaspase yang keseluruhannya berkontribusi terhadap kematian sel
(Caplan, 2016; W. Wiratman, E.T, 2017)
Selain CBF yang sangat berpengaruh pada daerah penumbra, ada beberapa faktor
lain yang berperan terhadap perkembangan pasien pada fase akut, antara lain stres
oksidatif, asidosis derah penumbra, depolarisasi daerah penumbra, dan faktor inflamasi
(W. Wiratman, E.T, 2017)
1. Kondisi stres oksidatif, merupakan kondisi diproduksinya radikal bebas berupa
O2, hidroksil (OH), dan NO pada keadaan iskemia serebral. Radikal bebas ini
sangat mempengaruhi daerah penumbra akibat pembentukan rantai reaksi yang
dapat menghancurkan membran sel, deoxyribonucleic acid (DNA), dan protein.
Radikal bebas juga menyebabkan gangguan mikrosirkulasi dan merusak sawar
darah otak hingga menyebabkan edema.Proses tersebut akan terus berlangsung
selama keadaan iskemia tidak segera ditangani, oleh karena radikal bebas bereaksi
khususnya dengan lemak tidak jenuh (unsaturated lipid) yang banyak berada di
membran neuron dan sel glia
2. Asidosis daerah penumbra terjadi akibat peningkatan metabolisme anaerob yang
disebabkan oleh proses iskemia. Peningkatan metabolisme ini memicu
pembentukan asam laktat, sehingga terjadi asidosis. Asidosis menyebabkan
masuknya natrium (Na+) dan Cl- ke dalam sel melalui ikatan Na+/ H + dengan
Cl-/C03-, sehingga terjadi edema intrasel dan peningkatan tekanan intrakranial
(TIK).
3. Depolarisasi daerah penumbra terjadi akibat kegagalan pompa Na + /K+ dan
berakibat terjadinya peningkatan kalium ekstra sel. Sel neuron / sel glia akan
mengalami penurunan aktivitas bioelektrik, kehilangan extracellular ionic
gradient, dan masuknya Na diikuti Cl ke dalam sel. Seluruh proses ini akan
berujung pada edema intrasel.
4. Inflamasi pada daerah penumbra akibat adanya iskemia. Respons inflamasi ini
merupakan resptms normal yang bertujuan untuk pembersihan debris sel, namun
juga cenderung meningkatkan kerusakan jaringan serebral. Respons inflamasi
berupa aktifasi brain resident cells seperti mikroglia dan astrosit, infiltrasi selsel
inflamasi ke jaringan iskemik, seperti neutrofil, monosit, :ruakrofag dan limfosit,
serta peningkatan aktivasi mediator inflamasi dan infiltrasi mediator inflamasi ke
jaringan otak. Adapun mediator yang bersifat pro-inflamasi tersebut antara lain
tumor necrosis factor (TNF)-a, interleukin (IL)-1 ß, interferon (IF)- ß, serta IL-6)
yang diproduksi oleh limfosit.
bergantung pada jenisnya berkisar 50-200 μm. Oleh karena itu, dapat dibayangkan
betapa halusnya pembuluh darah ini sehingga efek yang ditimbulkan akibat
kerusakannya baru dapat disadari apabila keterlibatan pembuluh darah tersebut cukup
banyak. Gangguan tersebut tidak serta merta dapat dirasakan pada tahap awal, namun
seiring berjalannya waktu, CSVD akan memengaruhi fungsi kognitif serta
meningkatkan risiko demensia dan stroke.21 Melalui alat pencitraan otak yang sensitif
yaitu computerized tomography (CT) scan dan magnetic resonance imaging (MRI),
gangguan CSVD dapat ditemukan secara dini, walaupun belum menimbulkan gejala
yaitu infark lakunar, kerusakan massa putih otak (white matter hyperintensities atau
leukoaraiosis), pelebaran ruang perivaskular atau Virchow-Robin space, perdarahan
mikro, dan pengecilan massa otak. Penyakit ini dapat disebabkan oleh berbagai kelainan
seperti manifestasi penyakit autoimun, penumpukan amiloid, pengerasan pembuluh
darah, atau kekakuan pembuluh darah (aterosklerosis) akibat kelainan tekanan darah
atau penyakit metabolik lainnya (Haris, 2019)
2.3.3.2. Gambaran klinis CSVD
Manifestasi klinis CSVD bergantung dari penyebab penyakit dan proses
patogenesis yang berlangsung. Namun manifestasi klinis yang terbanyak adalah
serangan stroke mendadak, penurunan kemampuan kognitif progresif, demensia,
gangguan berjalan, gangguan autonom (BAK dan BAB), gangguan psikiatrik dan lain-
lain (Li et al., 2018). CSVD menjadi salah satu penyebab utama dari vascular cognitive
impairment, dan menyumbang 45% dari total kasus demensia vaskular. Hal ini karena
umumnya CSVD ini merupakan infark lakunar tanpa gejala dan ditemukan dengan lesi
pada saat pencitraan. Penurunan kognitif yang disebabkan CSVD umumnya adalah
gangguan atensi dan memori, perlambatan proses informasi, gangguan kelancaran
verbal, dan perlambatan recall. Pada aera behaviour, umumnya menunjukkan gejala
apatis, gangguan mood, depresi, dapat juga ditemukan gangguan tidur, vertigo, tinitus,
dan gangguan pendengaran (Li et al., 2018)
Sementara gejala neuropsikiatrik pada CSVD umumnya termasuk halusinasi,
agitasi, depresi, kecematas, disinhibisi, iritabilitas, dan perubahan nafsu makan.
Kejadian microbleed yang banyak pada lobar meningkatkan kejadian dari gejala
neuropsikiatrik ini (Li et al., 2018)
2.3.3.3. Patofisiologi
Tanda-tanda gangguan CSVD dapat diketahui dari pencitraan berupa gambaran
infark lakunar, white matter hyperintensities, pelebaran ruang perivaskular, dan
microbleed.
- Infark lakunar adalah kematian jaringan otak kecil dengan ukuran 1-15 mm yang
dapat dilihat dengan pencitraan CT scan atau MRI.
- White matter hyperintensities adalah kerusakan berbentuk plak putih pada massa
putih otak yang dapat dilihat dengan pencitraan MRI (Gambar 2) pada T2 dan
T2-FLAIR (fluid attenuated inversion recovery). Terjadinya white matter
hyperintensities melibatkan faktor genetik yang dipengaruhi oleh siklus sel,
proteolitik, pemicu imunologi, dan apoptosis. Keberadaan white matter
hyperintensities dapat dijumpai 30% pada penyakit Alzheimer dan 60% pada
pasien demensia. Penyebaran white matter hyperintensities ditentukan dengan
Fazekas scoring dan perluasannya berhubungan dengan peningkatan risiko
stroke, demensia, dan kematian. The Prevention of Dementia by Intensive
Vascular Care (PREDIVA) melakukan pemeriksaan faktor risiko berupa
hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes, overweight, merokok, dan aktivitas
fisik rendah dengan intervensi gaya hidup dan farmakologis untuk mencegah
demensia dan kecacatan. Prevention of Decline in Cognition After Stroke Trial
(PODCAST) membuktikan bahwa kontrol intensif tekanan darah sistolik <125
mmHg dan/atau kontrol lipid dengan target low density lipoprotein (LDL) <77
mg/dl (<2 mmol/L) dihubungkan dengan penurunan kognitif yang lebih rendah,
penurunan penyakit Alzheimer, dan demensia vaskular dibandingkan kontrol
sedang tekanan darah dengan sistolik <140 mmHg dan kontrol LDL <116 mg/dl
(<3 mmol/L).
- Pelebaran ruang perivaskular atau Virchow- Robin space yang dilihat dengan
MRI T2 merupakan penanda neuroimaging adanya small vessel disease. 9
Pada Skala Iskemik ini apabila ditemukan Score >= 7 yang mengarah pada
dementia multi infark, Score 5-6 mengarah pada Alzheimer Disease dengan CVD dan
Score <=4 yaitu Alzheimer Disease.
Tabel 1. Kriteria NINDS-AIREN untuk Diagnosis Demensia Vaskular.
1 Kemungkinan demensia vaskular:
1. sindrom demensia bukan karena delirium, psikosis, afasia atau gangguan
sensorimotor, dan
2. penyakit serebrovaskular ditentukan oleh adanya tanda neurologis fokal
dan bukti penyakit serebrovaskular yang relevan dengan pencitraan otak
(ditentukan lebih lanjut), dan
3. hubungan antara 1 dan 2 seperti demensia terjadi dalam 3 bulan setelah
stroke, atau kerusakan mendadak, atau perkembangan bertahap yang
berfluktuasi.
2 Gambaran yang sesuai dengan kemungkinan demensia vaskular meliputi
gangguan cara berjalan dini, sering jatuh, gejala awal kemih, kelumpuhan
pseudobulbar, perubahan kepribadian dan suasana hati, defisit subkortikal
seperti retardasi psikomotor, dan fungsi eksekutif abnormal.
3 Gambaran yang membuat d emensia vaskular tidak mungkin termasuk gejala
klinis tanpa adanya tanda neurologis fokal atau lesi serebrovaskular pada CT
atau MRI otak.
4 Kemungkinan demensia vaskular dapat didiagnosis tanpa pemeriksaan
pencitraan otak atau hubungan temporal yang jelas antara demensia dengan
stroke.
5 Demensia vaskular pasti memerlukan kriteria klinis untuk kemungkinan
demensia vaskular dan bukti patologis penyakit serebrovaskular tanpa adanya
kusut dan plak atau jenis patologi demensia lainnya
BAB 3
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Tn. H
Umur : 81 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Status Perkawinan : Kawin
Alamat : Malang
Tanggal Kunjungan : 23 Maret 2021
No. Rekam Medik : 11282829
Anamnesa
Keluhan Utama : Mengantuk berlebihan
Riwayat Penyakit Sekarang:
• Pasien datang ke Klinik Neurologi rujukan dari Sp.N RS Swasta di Malang dengan
keluhan mengantuk berlebihan sejak 5 tahun yang lalu dan dirasakan semakin
memberat dalam 6 bulan terakhir. Keluarga pasien menyampaikan kecenderungan
mengantuk terutama saat siang hari, pasien tertidur di pada saat setelah makan pagi dan
siang serta saat sedang membaca dan menonton TV, pasien hanya terbangun saat jam
untuk makan dan minum obat serta jika di bangunkan. Rasa mengantuk yang dirasakan
tidak tertahan dan langsung tidur. Pasien tidak tahu berapa lama durasi tidurnya hingga
dibangunkan oleh keluarga. Pasien juga merasa sering merasa kelelahan meskipun tidak
banyak aktivitas yang dilakukan. Dikatakan keluarga sejak 1 bulan terakhir pasien
semakin sering tertidur dan saat dibangunkan terjaga ± 1 jam kemudian mengantuk
kembali dan tertidur. Pada saat tidur malam hari pasien rutin memulai tidur pukul 20.00
dan pagi hari bangun sekitar pukul 04.00-05.00 tergantung dari keluarga yang
membangunkan. Jika tidak dibangunkan, pasien susah untuk bangun dengan sendirinya.
• Pasien tidak ada mengeluhkan kesulitan untuk memulai tidur, tidak ada terbangun saat
tidur serta mengeluhkan badan tidak segar saat bangun tidur. Tidak ada keluhan mimpi
buruk, jalan saat tidur tidak ada, gangguan gerak saat tidur tidak ada. Pasien tidak ada
keluhan mendengkur ataupun tiba-tiba badan terasa lemas sebelumnya.
• Tidak didapatkan lemah separuh badan, muntah, pelo, dan merot. Kejang (-), pandangan
kabur/ganda (-), gangguan menelan (-), gangguan pendengaran (-), telinga berdenging
(-), telinga grebek-grebek (-), dan pusing berputar (-). BAB dan BAK dalam batas
normal.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat Stroke Sumbatan sejak tahun 2018, dengan kelemahan pada separuh badan bagian kiri,
sequele (-)
Riwayat terdiagnosa Dementia Vaskular Pasca Stroke sejak 2 bulan yang lalu, rutin untuk
kontrol di Poli Memori
Riwayat Hipertensi (+) sejak 3 tahun yang lalu, uncontrolled
Riwayat DM (-), jantung (-)
Riwayat Pengobatan :
Pasien rutin mengkonsumsi obat dari Sp.S sebelumnya antara lain Amlodipin 5mg-0-0, ASA
1x80mg dan Simvastatin 0-0-20mg dan Aricept 1x5mg dari Poli Memori.
Riwayat Penyakit pada Keluarga:
Riwayat HT pada keluarga (+) kakak pasien, Stroke (-), DM (-), Jantung (-), Tumor (-)
Life Style Pasien :
Pasien sudah 5 tahun terakhir tidak bekerja, sebelumnya pasien bekerja sebagai pensiunan Guru
SD yang memiliki percetakan, pasien seorang yang rajin untuk membaca buku, sering
mengkonsumsi makanan asin (+), santan (+), lemak (+), merokok (-), alcohol (-), tattoo (-),
freesex (-), narkoba (-).
Pemeriksaan Fisik
Tanda Vital
Tekanan Darah : 150/80
Nadi : frekuensi 87 kali per menit, reguler, kuat angkat.
Pernafasan : frekuensi 18 kali per menit
Suhu Axilla : 36.5 C
Tinggi Badan : 157cm
Berat Badan : 58kg
BMI : 23.5 (Normal)
Status Interna
Kepala Leher : anemis -/- ikterik -/- cyanosis -/- pembesaran kelenjar getah
bening leher dan submandibulla –
Thorax : Simetris, Cor: S1S2 tunggal, murmur + gallop –, thrill (+).
Pulmo: suara napas vesikuler +/+ rhonki-/- weheezing -/-
Punggung : Kifosis (-), Lordosis (-), Jejas (-), Massa (-), Gibbus (-)
Abdomen : Soefl, BU + normal, hepar/ lien tak teraba,
Ekstremitas : Edema -/-, Akral hangat
Status Neurologi
Kesadaran : GCS 456
Fungsi Luhur : Aphasia, Apraxia, Agrafia, Acalkulia, Alexsia, Agnosia: (-)
Tanda Meningeal : Nuchal Rigidity (-), Brudzinsky Neck Sign (-), Obscure Cheek
Sign (-), Symphyseal Sign (-), Brudzinsky Contralateral Reflex Sign (-/-), Kernig (-/-)
Nervus Cranialis
N. I Anosmia (-), Parosmia (-), Fantosmia (-), Presbiosmia (-),
Kakosmia (-), Koprosmia (-), Agnosia oflaktoris (-),
Oflactory Hallucination (-).
N. II Visus ODS: >2/60
Konfrontasi: Sama dengan Pemeriksa
Color Blindness: tidak dilakukan pemeriksaan
Funduskopi: papil edema -/-
N. III, IV, VI Ptosis -/- Pupil: Isokor 3mm/3mm
Reflex: Pupillary reflex +/+
GBM : dalam batas normal
N. V Sensoric : V1: wnl V2: wnl V3: wnl
Motoric : masseter (symmetric), pterygoid bilateral
(symmetric)
Reflex : Corneal Reflex (+/+). Reflex Jaw (+),
N. VII Motoric: Inspection : Static dan dinamis (simetris)
Sensoric: 2/3 anterior tongue (Tidak dievaluasi)
Reflex: Orbicularis Oculi (-), Chvostek Sign (-)
N. VIII Tes Bisik, Tes Schwabach, Tes Rinne, Tes Weber, Romberg
dalam batas normal, Nistagmus (-)
N. IX, X Dalam batas Normal
N. XI Dalam batas Normal
N. XII Dalam batas Normal
Motorik :
Inspeksi : Dalam batas Normal
Tonus : Normal Normal
Normal Normal
Kekuatan : 5 5
5 5
Sensorik :
a. Rasa eksterosepsi: Kanan Kiri
- Nyeri superfisial dalam batas normal dalam batas normal
- Raba halus dalam batas normal dalam batas normal
- Suhu Tidak diperiksa Tidak diperiksa
b. Rasa propriosepsi :
- Getar Tidak diperiksa Tidak diperiksa
- Tekan dalam batas normal dalam batas normal
- Nyeri tekan dalam batas normal dalam batas normal
- Gerak dan posisi dalam batas normal dalam batas normal
c. Rasa enterosepsi:
- Nyeri alih - -
d. Rasa kombinasi:
- Stereognosi dalam batas normal dalam batas normal
- Barognosi dalam batas normal dalam batas normal
- Grapestesia dalam batas normal dalam batas normal
- Diskriminasi 2 titik dalam batas normal dalam batas normal
e. Rasa panas pada tungkai (-)
Sistem Saraf Otonom:
- Miksi : dalam batas normal
- Defekasi : dalam batas normal
- Keringat : produksi keringat dalam batas normal
Refleks :
a. Refleks permukaan: BHR –
b. Refleks fisiologis :
o BPR : +2 / +2
o TPR : +2 / +2
o KPR : +2 / +2
o APR : +2 / +2
c. Refleks patologis :
o Hoffman :-/-
o Tromner :-/-
o Babinski :-/-
o Chaddock :-/-
o Oppenheim :-/-
o Gordon :-/-
o Gonda :-/-
o Schaefer :-/-
o Rossolimo :-/-
o Mendel Bechterew: - / -
o Stransky :-/-
d. Refleks primitif :
o Grasp :-
o Snout :-
o Sucking :-
o palmomental :-
Cerebellum :
Dalam batas normal
Skoring Gangguan Tidur :
Skala Tidur Epworth
Situasi SKOR
0 1 2 3
1. Duduk dan Membaca √
2. Menonton TV √
3. Duduk santai ditempat keramaian, misalnya bioskop √
4. Sebagai penumpang mobil dalam perjalanan 1 jam tanpa √
berhenti
5. Segera setelah rebahan saat istirahar sore hari √
dilingkungan yang memungkinkan
6. Duduk dan bicara dengan seseorang √
7. Duduk setelah makan siang tanpa konsumsi alcohol √
8. Dalam mobil berhenti saat traffic light warna merah atau √
tanda berhenti
Jumlah Skor Total : 21
3. Sejauh mana anda merasa gangguan Tdk Sedikit Agak Menggang Sangat
tidur tersebut mengganggu aktivitas berpengaruh mengganggu mengganggu gu mengganggu
sehari-hari (seperti merasa lelah pada sama sekali
siang hari, kemampuan untuk
0 1 2 3 4
bekerja / tugas sehari-hari)?
4. Seberapa nyata / jelaskan gangguan Tdk Sedikit Agak Berpengaruh Sangat
tidur anda mempengaruhi kualitas berpengaruh berpengaruh berpengaru berpengaruh
hidup anda menurut orang lain sama sekali h
0 1 2 3 4
5. Seberapa cemas / tertekankah anda Tidak cemas Sedikit Agak Cemas Sangat
terhadap gangguan tidur yang sedang sama sekali cemas cemas cemas
anda alami? 0 1 2 3 4
Total Skor : 7
Pittsburg Sleep Quality Index (PSQI)
1. Selama 1 bulan terakhir, jam berapa anda biasanya ke tempat tidur saat malam
hari? Pukul 21.00
2. Selama 1 bulan terakhir, berapa lama (dalam menit) yang diperlukan untuk anda
tertidur setiap malamnya? < 1 menit
3. Selama 1 bulan terakhir, jam berapa biasanya anda bangun pada pagi hari?
Pukul 03.00 atau 04.00
4. Selama 1 bulan terakhir, berapa jam waktu tidur sebenarnya yang anda peroleh
pada malam hari? Selama 6-7 jam
5. Selama satu bulan terakhir, seberapa sering anda Tidak sama Kurang Sekali Tiga kali
mengalami gangguan tidur karena : sekali dari atau dua atau
dalam satu sekali kali lebih
bulan seminggu seminggu seminggu
terakhir
a. Tidak dapat tidur dalam 30 menit √
b. Bangun di tengah malam / bangun terlalu pagi √
c. Harus bangun karena harus ke kamar mandi √
d. Tidak dapat bernapas dengan nyaman √
e. Batuk / mendengkur dengan keras √
f. Merasa terlalu dingin √
g. Merasa terlalu panas √
h. Mengalami mimpi buruk √
i. Merasa nyeri √
j. Alasan lain, tolong sebutkan
6. . Selama satu bulan terakhir, seberapa sering anda
menggunakan obat untuk membantu anda tidur (obat √
resep / dijual bebas)?
7. Selama satu bulan terakhir, seberapa sering anda
√
mengalami kesulitan untuk tetap terjaga ketika
berkendara, makan, atau melakukan aktivitas sosial?
Tidak ada Sedikit Cukup Sangat
kesulitan kesulitan sulit sulit
8. Dalam satu bulan terakhir, seberapa sulit bagi anda √
mempertahankan cukup semangat untuk menyelesaikan
segala sesuatu
Sangat Cukup Cukup Sangat
baik baik buruk Buruk
9. Dalam satu bulan terkahir, bagaimana anda menilai √
kualitas tidur anda secara keseluruhan?
Tidak Pasanga Pasanga Pasanga
memiliki n / teman n tidur n tidur
pasangan / tidur di dlm dalam
teman tidur ruangan ruangan satu
lain yg sama ranjang
ttp tidak
seranjan
g
10. Apakah anda memiliki teman / pasangan tidur? √
Tidak Kurang Sekali Tiga
selama 1 dari sekali atau dua kali/
bulan seminggu kali lebih
terakhir semingg semingg
u u
Jika anda memiliki pasangan, tanyakan kepadanya
seberapa sering dalam 1 bulan ini anda :
a. Mendengkur dengan keras √
b. Jeda lama antara pernapasan ketika tidur √
c. Kedutan atau hentakan kaki ketika tidur √
d. Episode disorientasi atau kebingungan selama tidur √
e. Tanda kegelisahan lain ketika tidur, tolong sebutkah √
Penilaian PSQI :
Skor Komponen 1 : 0
Skor Komponen 2 : 0
Skor Komponen 3 : 0
Skor Komponen 4 : 0
Skor Komponen 5 : 0
Skor Komponen 6 : 0
Skor Komponen 7 : 2
Skor PSQI Global : 2
Snoring Score
Situasi
1. Apakah anda mengorok dengan cukup keras atau sering Ya / Tidak
mengorok?
2. Apakah anada sering mengalami/ ditemukan dalam kondisi Ya / Tidak
sesak atau henti nafas selama tidur?
3. Apakah anda merasa Lelah atau pening pada saat Ya / Tidak
terbangun atau apakah anda bangun tidur disertai dengan
nyeri kepala?
4. Apakah anda sering Lelah atau lemah selama jam jam Ya / Tidak
bangun?
5. Apakah anda tertidur pada saat duduk, membaca, melihat Ya / Tidak
TV atau menyetir kendaraan?
6. Apakah anda sering memiliki problem memori atau Ya / Tidak
konsentrasi?
Berlin Questionnaire
KATEGORI 1 KATEGORI 2
1. Apakah anda mendengkur ? 6. Seberapa sering anda merasa lelah atau letih
a. Ya setelah tidur ?
b. Tidak a. Hampir setiap hari
c. Tidak tahu b. 3-4 kali seminggu
2. Dengkuran anda ? c. 1-2 kali seminggu
a. Sedikit lebih keras dari suara napas d. 1-2 kali sebulan
b. Sekeras bicara e. Hampir atau tidak pernah
c. Lebih keras daripada bicara 7. Selama keadaan bangun pernahkah anda
d. Sangat keras, dapat didengar hingga ruang merasa lelah atau letih?
sebelah a. Hampir setiap hari
3. Seberapa sering anda mendengkur ? b. 3-4 kali seminggu
a. Hampir setiap hari c. 1-2 kali seminggu
b. 3-4 kali seminggu d. 1-2 kali sebulan
c. 1-2 kali seminggu e. Hampir atau tidak pernah
d. 1-2 kali sebulan 8. Pernahkah anda terkantuk atau tertidur ketika
e. Hampir atau tidak pernah mengendarai kendaraan ?
4. Pernahkah dengkuran anda mengganggu a. Ya
orang lain? b. Tidak
a. Ya 9. Jika ya seberapa sering ?
b. Tidak a. Hampir setiap hari
c. Tidak tahu b. 3-4 kali seminggu
5. Pernahkah orang lain menemukan anda tidak c. 1-2 kali seminggu
bernapas ketika tidur ? d. 1-2 kali sebulan
a. Hampir setiap hari e. Hampir atau tidak pernah
b. 3-4 kali seminggu KATEGORI 3
c. 1-2 kali seminggu 10.Apakah anda memiliki tekanan darah tinggi?
d. 1-2 kali sebulan a. Ya
e. Hampir atau tidak pernah b. Tidak
c. Tidak tahu
Stop Bang Sleep Apnea Questionnare
STOP YES NO
Do you SNORE loudly (louder than talking or loud enough to be √
heard through closed doors)?
Do you often feel TIRED, fatigued, or sleepy during daytime? √
Has anyone OBSERVED you stop breathing during your sleep ? √
Do you have or are you being treated for high blood PRESSURE? √
BANG YES NO
BMI more than 35 kg/m2 ? √
AGE over 50 year old? √
NECK circumference> 16 inches (40 cm) ? √
GENDER : Male ? √
Total Score 4
Total 14
Rencana Terapi
- Sleep Hygiene
- Amlodipin 1x5mg
- Aricept 5mg-0-0
- Pro PSG
BAB 4
PEMBAHASAN
Amir, N. (2007) ‘Gangguan Tidur pada Lanjut Usia Diagnosis dan Penatalaksaan’,
Cermin Dunia Kedokteran, 157, p. 199.
Bassetti, C. L. and Hermann, D. M. (2011) Sleep and stroke. 1st edn, Handbook of
Clinical Neurology. 1st edn. Elsevier B.V. doi: 10.1016/B978-0-444-52007-4.00021-7.
Bassetti, C. L. and Valko, P. (2006) ‘Poststroke Hypersomnia’, Sleep Medicine Clinics,
1(1), pp. 139–155. doi: 10.1016/j.jsmc.2005.11.012.
Bua Hidayat (2012) ‘Faktor yang Dapat Menyebabkan Insomnia’, Universitas
Diponegoro, pp. 11–35.
Caplan, L. R. (2016) Caplan’s Stroke. Edited by L. R. Caplan. Cambridge University
Press.
Cuadrado-Godia, E. et al. (2018) ‘Cerebral small vessel disease: A review focusing on
pathophysiology, biomarkers, and machine learning strategies’, Journal of Stroke,
20(3), pp. 302–320. doi: 10.5853/jos.2017.02922.
Ferre, A. et al. (2013) ‘Strokes and their relationship with sleep and sleep disorders’,
Neurología (English Edition), 28(2), pp. 103–118. doi: 10.1016/j.nrleng.2010.09.004.
Foley, D. et al. (2001) ‘Daytime sleepiness is associated with 3-year incident dementia
and cognitive decline in older Japanese-American men’, Journal of the American
Geriatrics Society, 49(12), pp. 1628–1632. doi: 10.1046/j.1532-5415.2001.t01-1-
49271.x.
Freedom, T. (2011) ‘Hypersomnia’, Disease-a-Month, 57(7), pp. 353–363. doi:
10.1016/j.disamonth.2011.04.008.
Hansen, P. N. et al. (2020) ‘Severe hypersomnia after unilateral infarction in the
pulvinar nucleus– a case report’, BMC Neurology, 20(1), pp. 2018–2021. doi:
10.1186/s12883-020-02018-2.
Haris, S. (2019) ‘Model Rekayasa Iptekdokkes: Penanganan Dini Cerebrall Small
Vessel Disease serta Aplikasinya pada Multiorgan dan Sistem Tubuh sebagai Upaya
Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia di Indonesia’, eJournal Kedokteran
Indonesia.
Hermann, D. M. et al. (2008) ‘Evolution of neurological, neuropsychological and sleep-
wake disturbances after paramedian thalamic stroke’, Stroke, 39(1), pp. 62–68. doi:
10.1161/STROKEAHA.107.494955.
J. Misbach, E. a. (2011) Kelompok Studi Stroke, Guideline Stroke 2011. Jakarta,
Indonesia: perhimpunsn Dokter Spesialis Syaraf Indonesia (PERDOSSI).
Janaway, B. M. et al. (2014) ‘Brain haemosiderin in older people: Pathological
evidence for an ischaemic origin of magnetic resonance imaging (MRI) microbleeds’,
Neuropathology and Applied Neurobiology, 40(3), pp. 258–269. doi:
10.1111/nan.12062.
Kalaria, R. N. (2018) ‘The pathology and pathophysiology of vascular dementia’,
Neuropharmacology, 134, pp. 226–239. doi: 10.1016/j.neuropharm.2017.12.030.
Komari, N. et al. (2011) ‘Gangguan Kognitif pada lanjut Usia dengan Excessive
Daytime Sleepiness’, Neurona, 28(2).
Kryger, M. H., Dement, W. C. and Roth, T. (2010) Principles and practice of sleep
medicine, Principles and Practice of Sleep Medicine, 5th Edition. doi: 10.1016/C2009-
0-59875-3.
Lee, J. et al. (2018) ‘Characteristics of Cerebral Microbleeds’, Dementia and
Neurocognitive Disorders, 17(3), p. 73. doi: 10.12779/dnd.2018.17.3.73.
Li, Q. et al. (2018) ‘Cerebral Small Vessel Disease’, Cell Transplantation, 27(12), pp.
1711–1722. doi: 10.1177/0963689718795148.
Lopez, R. et al. (2017) ‘Depression and Hypersomnia: A Complex Association’, Sleep
Medicine Clinics, 12(3), pp. 395–405. doi: 10.1016/j.jsmc.2017.03.016.
Matsuzaki, S. et al. (2015) ‘The relationship between post-stroke depression and
physical recovery’, Journal of Affective Disorders, 176, pp. 56–60. doi:
10.1016/j.jad.2015.01.020.
Miner, B. et al. (2019) ‘The Epidemiology of Patient-Reported Hypersomnia in Persons
With Advanced Age’, Journal of the American Geriatrics Society, 67(12), pp. 2545–
2552. doi: 10.1111/jgs.16107.
O’Brien, J. T. and Thomas, A. (2015) ‘Vascular dementia’, The Lancet, 386(10004), pp.
1698–1706. doi: 10.1016/S0140-6736(15)00463-8.
Ong, Paulus Anam; Machfoed, Moh Hasan, E. a. (2015) Panduan Praktik Klinik,
Diagnosis dan Penatalaksanaan Demensia. 2nd edn. Jakarta, Indonesia: perhimpunsn
Dokter Spesialis Syaraf Indonesia (PERDOSSI).
Pantoni, L. (2010) ‘Cerebral small vessel disease: from pathogenesis and clinical
characteristics to therapeutic challenges’, The Lancet Neurology, 9(7), pp. 689–701. doi:
10.1016/S1474-4422(10)70104-6.
Purnomo, H. M. H. Z. A. (2018) Panduan Tatalaksana Gangguan Tidur. 2nd edn.
Edited by R. W. Islamiyah. Jakarta, Indonesia: Sagung Setoo.
Quality, P. S. (2012) ‘Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) 67’, pp. 279–283. doi:
10.1007/978-1-4419-9893-4.
Reading, P. J. (2010) Sleep disorders in neurology, Practical Neurology. doi:
10.1136/jnnp.2010.224097.
Van Reeth, O. et al. (2000) ‘Interactions between stress and sleep: From basic research
to clinical situations’, Sleep Medicine Reviews, 4(2), pp. 201–219. doi:
10.1053/smrv.1999.0097.
Rodrigo, R. et al. (2013) ‘Oxidative Stress and Pathophysiology of Ischemic Stroke:
Novel Therapeutic Opportunities’, CNS & Neurological Disorders - Drug Targets,
12(5), pp. 698–714. doi: 10.2174/1871527311312050015.
Saini, P. and Rye, D. B. (2017) ‘Hypersomnia: Evaluation, Treatment, and Social and
Economic Aspects’, Sleep Medicine Clinics, 12(1), pp. 47–60. doi:
10.1016/j.jsmc.2016.10.013.
Shahid, A. et al. (2012) ‘STOP, THAT and one hundred other sleep scales’, STOP,
THAT and One Hundred Other Sleep Scales, pp. 1–406. doi: 10.1007/978-1-4419-9893-
4.
Sonka, K. and Susta, M. (2012) ‘Diagnosis and management of central hypersomnias’,
Therapeutic Advances in Neurological Disorders, 5(5), pp. 297–305. doi:
10.1177/1756285612454692.
Štante, K. O., Potočnik, J. and Rakuša, M. (2017) ‘Vaskularni kognitivni upad in
vaskularna demenca’, Zdravniski Vestnik, 86(7–8), pp. 330–344. doi:
10.6016/zdravvestn.1543.
W. Wiratman, E.T, A. (2017) Buku Ajar Neurologi. edisi 1. Jakarta, Indonesia: FK UI.