Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

Pemahaman Wawasan Kebangsaan dalam Kehidupan Sehari - Hari

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

Kewarganegaraan

Dosen Pengampu :

Zaini Tamim, M.Pd.I

Penyusun :

Angelina Karunia Putri (06040123093)

Miasaroh Mahmudah (06040123110)

Muhammad Abdulloh (06040123114)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah, segala puji hanya kepada Allah SWT, tuhan semesta alam.
Atas segala nikmat dan karunia-Nya makalah ini dapat terselesaikan tepat pada
waktunya. Tak lupa juga, sholawat serta salam kepada nabi besar kita, nabi
Muhammad SAW yang telah menuntun kita ke jalan yang terang benderang yakni
ad-din al-islam.
Maksud dan tujuan pembuatan makalah ini sendiri untuk mengetahui dan
menjelaskan tentang “Pemahaman Wawasan Kebangsaan dalam Kehidupan Sehari-
Hari”. Untuk itu, kami berterima kasih kepada seluruh pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini, terutama kepada Bapak Zaini Tamim,
M.Pd.I selaku dosen pengampu pada mata kuliah Kewarganegaraan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dengan memberikan wawasan dan
pengetahuan yang lebih luas. Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak
kekuarangan pada makalah ini. Sehingga, penulis memohon kepada dosen
pengampu untuk memberikan masukannya demi perbaikan pembuatan makalah-
makalah selanjutnya. Penulis juga sangat mengharapkan kritik dan saran dari para
pembaca.
Wassalamu’alaikum wr. wb.

Surabaya, 08 Desember 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii

DAFTAR ISI .............................................................................................................. iii

BAB I .......................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................................ 2

C. Tujuan ............................................................................................................... 2

BAB II ......................................................................................................................... 3

PEMBAHASAN .......................................................................................................... 3

A. Konsep Nasionalisme Indonesia....................................................................... 3

B. Sejarah Nasionalisme Di Indonesia ................................................................. 4

C. Unsur-Unsur Nasionalisme .............................................................................. 8

D. Integrasi Nasional ........................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. iv

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Negara Indonesia yang terkenal dengan keberagaman budaya, ras, agama, adat
istiadat serta memiliki latar belakang budaya yang bermacam-macam. Kesatuan ini
ditegaskan dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tetapi tetap
satu tujuan. Walaupun keadaan geografis yang berbeda-beda, tetapi tetap dalam kesatuan
yang damai. Dalam keberagaman tersebut, bangsa Indonesia seharusnya membangun
bangsa agar dapat memperoleh tempat yang selayak-layaknya di antara negara-negara
lain. Setiap negara pastinya mempunyai visi bagi tata kenegaraan di mana tata negara
tersebut guna mencapai tujuan di masa yang akan datang. Oleh karena itu, kehidupan
berbangsa harus memiliki sebuah cara pandang atau sebuah konsep yang mana konsep
tersebut menjamin keberlangsungan kehidupan bangsa, wilayah dan dapat mengenal
lebih mendalam lagi tentang diri negara tersebut. Sehingga arti dari wawasan kebangsaan
itu adalah suatu tekad kebangsaan atau negara pada satu cita-cita dan tujuan nasionalnya. 1
Visi nasional adalah jiwa semangat atau semangat hidup Kebangsaan, jiwa dan
semangat hidup di negeri ini akan berdampak besar terhadap kelangsungan hidup
tanahnya. Sebuah negara dengan jiwa Semangat kebangsaan yang membara saat itu akan
mampu mempertahankan eksistensinya Negara-negara yang tercantum di atas dan diakui
oleh negara-negara lain. Sebaliknya jika suatu negara ia tidak memiliki jiwa atau roh
barang mahal itu nyata bangsa dan eksistensi bangsa Jangan khawatir lagi. Bahkan dalam
bentuk fisik suatu bangsa.
Pancasila berfungsi sebagai landasan ideologi bagi Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Posisi Pancasila sebagai ideologi negara tercantum dalam pembukaan
UUD 1945 sebagai dasar bagi NKRI yang harus diterapkan secara berkesinambungan
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, Pancasila dianggap sebagai
pandangan komprehensif, cita-cita, keyakinan, dan nilai-nilai yang merupakan bagian
integral dari identitas bangsa Indonesia yang perlu diaktualisasikan dalam kehidupan
masyarakat, berbangsa, dan bernegara.2 Meskipun generasi muda saat ini memiliki
potensi besar untuk memperbaiki kondisi bangsa dan menghadapi bonus demografi yang
akan datang, sayangnya banyak di antara mereka yang telah melupakan akar budaya dan
nilai-nilai nasional mereka. Dengan melihat situasi tersebut, nilai-nilai Pancasila dalam
mengembangkan pemahaman kebangsaan, terutama pada kalangan generasi muda.

1
Sammy Ferrijana, Basseng, and Triatmojo Sejati, “Modul Wawasan Kebangsaan Dan Nilai-Nilai Dasar
Bela Negara” (2015): 77.
2
BPIP, “Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa, Begini Memahaminya,” Bpip.Go.Id (2021): 1,
https://bpip.go.id/berita/1035/801/pancasila-sebagai-pandangan-hidup-bangsa-begini-
memahaminya.html.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud identitas nasional ?
2. Apa yang dimaksud nasionalisme Indonesia ?
3. Bagaimanakah sejarah nasionalisme di Indonesia ?
4. Apa saja unsur pembentuk nasionalisme ?

C. Tujuan
1. Mengetahui konsep identitas nasional.
2. Mengetahui konsep nasionalisme Indonesia.
3. Mengetahui sejarah nasionalisme di Indonesia.
4. Mengetahui unsur pembentuk nasionalisme.

2
BAB II

PEMBAHASAN
A. Konsep Nasionalisme Indonesia
Beragam definisi nasionalisme yang dilontarkan para ahli kebangsaan, yang pada
intinya mengarah pada sebuah konsep mengenai jati diri kebangsaan yang berfungsi
dalam penetapan identitas individu di antara masyarakat dunia. Konsep nasionalisme
juga sering dikaitkan dengan kegiatan politik karena berkaitan dengan kebijakan-
kebijakan pemerintah dan negara.

Bagi bangsa Indonesia sendiri konsep nasionalisme baru dipelajari sekitar abad ke-20
oleh para tokoh pergerakan nasional. Konsep-konsep Barat banyak digunakan di
Indonesia, kemudian diadaptasikan dengan pemahaman lokal, di satu sisi ada konsep
yang berhasil diadaptasikan dan diterima, di sisi lain ada konsep yang diadaptasikan tetapi
tidak dapat diterima, bahkan ada juga konsep Barat yang pada akhirnya justru dianggap
sebagai hal yang ditabukan untuk dibicarakan di ranah politik bahkan sosial. Dennys
Lombard mengatakan bahwa istilah nasionalisme merupakan salah konsep Barat yang
dapat diterima dalam arti yang tepat oleh masyarakat Indonesia. 3

Latar belakang pertumbuhan pemahaman nasionalisme di Indonesia berbeda dengan


negara-negara di Eropa, walaupun konsepnya sama akan tetapi nuansa nasionalisme
dibalut dengan anti kolonialisme. Hal ini berkaitan dengan perkenalan konsep
nasionalisme dalam era penjajahan Hindia Belanda.

Paham negara kebangsaan di Eropa melalui proses yang panjang, diawali dengan
masa renaisan sampai dengan masa pencerahan. Dalam proses pencerahan terjadi
perubahan pemikiran yang melahirkan berbagai revolusi sosial, seperti yang terjadi di
Perancis dan Italia. Revolusi Perancis dipelopori dan dipimpin oleh kaum nasionalis. 4
Kaum nasionalis menggulingkan kekuasaan monarki dengan memobilisasi masa dan

3
Dennys Lombard, Nusa Jawa: Silang Budaya Batas-Batas Pembaratan (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2005), hlm. 167.
4
Sutarjo Adisusilo, Sejarah Pemikiran Barat dari yang Klasik sampai Modern (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2013), hlm. 114.

3
menggunakan prinsip egalite (persamaan derajat), liberte (kebebasan), dan fertinite
(persaudaraan).

Nasionalisme dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia dikenal sebagai


sebuah kata sakti yang mampu membangkitkan kekuatan berjuang melawan penindasan
yang dilakukan kaum kolonialis selama beratus-ratus tahun lamanya. Perasaan senasib
dan sepenanggungan yang dialami mampu mengalahkan perbedaan etnik, budaya dan
agama sehingga lahirlah sejarah pembentukan kebangsaan Indonesia. Keberhasilan
bangsa Indonesia lepas dari penjajahan melalui perjuangannya sendiri juga melahirkan
pengakuan dunia bahwa nasionalisme Indonesia termasuk salah satu yang terkuat karena
hanya sedikit negara dari dunia ketiga yang mampu merdeka melalui proses revolusi

B. Sejarah Nasionalisme Di Indonesia

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, dapat diketahui bahwa nasionalisme


bukan merupakan konsep yang baru bagi masyarakat Indonesia. Banyak karya, baik
tulisan maupun penelitian, telah mendiskusikan sejarah nasionalisme di Indonesia. Dasar
kebangsaan Indonesia, sebagaimana diungkapkan oleh Soekarno dalam pidato lahirnya
Pancasila, juga mencakup pembahasan mengenai nilai-nilai nasionalisme. Saat
mempertimbangkan sejarah nasionalisme, dapat melibatkan penelusuran yang lebih
mendalam, seperti yang dilakukan oleh Dhont (2005), yang mengkaji bagaimana benih-
benih nasionalisme di Indonesia mulai timbul selama periode pergerakan nasional pada
tahun 1920-an. Pada masa itu, nasionalisme muncul sebagai respons terhadap sistem
politik yang diterapkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Parafase sistem politik etis pada
akhirnya menjadi bukti bahwa nasionalisme sudah eksis di Indonesia.

Di sisi lain, Niwandhono (2011) menyatakan bahwa nasionalisme telah ada sejak
adanya kebudayaan Indis. Walaupun para peneliti telah menyajikan berbagai pandangan
tentang sejarah nasionalisme, terdapat kesepakatan bahwa benih-benih nasionalisme dan
factor faktor pembangunnya muncul sebagai respons terhadap penjajahan sebelumnya
oleh suatu komunitas bangsa. Perkembangan nasionalisme di Indonesia, seperti yang
diungkapkan oleh Kahin (2013), dapat dijelaskan sebagai pertumbuhan embrionya yang
berjalan secara laten. Catatan sejarah menunjukkan bahwa nasionalisme telah ada di

4
Nusantara sejak masa pemerintahan kerajaan Majapahit. Semangat nasionalisme pada
saat itu diawali oleh Maha Patih Gajah Mada dengan visi globalisasi melalui "Sumpah
Palapa," yang bertujuan untuk menyatukan wilayah Majapahit dengan seluruh wilayah
Nusantara. Niwandhono, dalam penelitiannya, merekam jejak-jejak nasionalisme di
Nusantara, dimulai dari periode nasionalisme Indis (Indisch Nationalisme). Niwandhono
(2011) memberikan definisi tentang nasionalisme, yaitu kesadaran yang muncul di antara
orang Eropa atau Indis (istilah untuk kelompok masyarakat Eropa di Indonesia yang telah
mengalami hibridasi baik secara biologis maupun sosio-kultural). Perlawanan dalam
nasionalisme Indis muncul sebagai respons terhadap persoalan yang timbul di wilayah
orang-orang Eropa atau Indis.

Gerakan perlawanan terhadap pemerintah Belanda oleh orang-orang Indis


didasarkan pada kesamaan bahasa dan warisan budaya yang mereka miliki. Untuk
memahami sejauh mana pengaruh nasionalisme Indis pada abad ke-19 terhadap
nasionalisme Indonesia, perlu menjelaskan dengan rinci. Gerakan ini dilakukan oleh
keturunan Belanda dan gundik mereka. Namun, penting untuk diingat bahwa hibriditas
mereka juga harus dipertimbangkan; meskipun keturunan Eropa, secara status dan sosio-
kultural, mereka mirip dengan orang pribumi. Menurut Niwandhono (2011), Indis
dianggap sebagai embrio dari identitas kebangsaan yang kemudian disebut sebagai
Indonesia. Dari gerakan nasionalisme Indis ini muncul tokoh-tokoh seperti Douwes
Dekker dan pendiri Indische Partij (IP), serta tiga serangkai pelopor nasionalisme, yaitu
Eduard Douewes Dekker, Tjipto Mangoenkusumo, dan Soewardi Soerjaningrat. Gerakan
ini bertujuan untuk menuntut hak kewarganegaraan mereka dan sekaligus menjadi
perintis gerakan oposisi terorganisir terhadap pemerintah kolonial. Propaganda yang
mereka lakukan pada akhirnya memiliki dampak besar.

Tokoh-tokoh penggerak, seperti Douwes Dekker alias Multatuli dengan karyanya


"Max Havelaar," menggunakan tulisan tersebut untuk mengkritik eksploitasi yang
dilakukan oleh pemerintah kolonial. Soewardi Soerjaningrat juga berkontribusi dengan
tulisannya yang berjudul "Als ik eens Nederlander was" ("Andai Aku Seorang Belanda"),
yang mengkritik perayaan 100 tahun kemerdekaan Belanda dari Perancis. Melalui karya-

5
karya ini, mereka membantu membentuk opini publik dan memperkuat semangat
nasionalisme dalam gerakan melawan kolonialisme.

Nasionalisme Indis, seperti yang telah diuraikan sebelumnya, memang


merupakan gerakan yang menjadi titik awal bagi perkembangan nasionalisme di
Indonesia. Tetapi, perlu dicatat bahwa nasionalisme Indis bukanlah satu-satunya pemicu
lahirnya nasionalisme di Indonesia. Upaya modernisasi yang dilakukan oleh pemerintah
kolonial Hindia Belanda terhadap penduduknya juga memiliki peran penting. Politik etis,
sebagai hasil dari modernisasi ini, membawa perubahan besar dan memberikan peluang
pendidikan kepada orang pribumi, baik di dalam maupun di luar negeri.

Perhimpunan Indonesia (Indonesische Vereeniging), sebagai wadah bagi


mahasiswa Indonesia di Belanda, menjadi suatu pusat penting yang membentuk
nasionalisme di kalangan orang Indonesia. Inisiatif ini menciptakan kesempatan bagi
mereka yang kemudian menjadi tokoh-tokoh pergerakan nasional, termasuk Soewardi
Soerjaningrat, Tjipto Mangoenkosumo, Muhammad Hatta, Sutan Sjahrir, Sutomo, dan
Sartono. Sebuah studi yang dilakukan oleh Dont, seorang warga Belgia yang menempuh
studi di Universitas Gadjah Mada, menekankan kontribusi besar Perhimpunan Indonesia
dalam pembentukan berbagai organisasi di Indonesia, seperti Algemeene Studie Club di
Bandung yang melibatkan Soekarno, serta Indonesische Studieclub di Surabaya.

Penting untuk dicatat bahwa Perhimpunan Indonesia juga berperan besar dalam
penyelenggaraan Kongres Pemuda Kedua pada tanggal 28 Oktober 1928, yang menjadi
tonggak penting dalam sejarah nasionalisme di Indonesia. Kongres ini memberikan
landasan bagi perkembangan lebih lanjut dari gerakan nasionalis di Indonesia. 5

Sejarah dan Pengertian Nasionalisme


Pada awal abad ke-20 muncul organisasi besar bernama (PBI) Persatuan Nasional
Indonesia, dan Boedi Oetomo menjadi tonggak penting perkembangan nasionalisme di
Indonesia saat itu. Organisasi-organisasi ini berfungsi untuk meningkatkan semangat
persatuan dalam masyarakat dan meningkatkan kesadaran nasional. Kongres Pemuda

5
Mifdal Zusron Alfaqi, “Melihat Sejarah Nasionalisme Indonesia Untuk Memupuk Sikap Kebangsaan
Generasi Muda,” Jurnal Civics: Media Kajian Kewarganegaraan 13, no. 2 (2016): 209–216.

6
Kedua diadakan di Yogyakarta pada tanggal 27 dan 28 Oktober 1928. Tujuan diadakannya
konferensi pemuda kedua ini adalah untuk mengungkapkan semangat persatuan dan
kesatuan bangsa. Hasil Konferensi antara lain dikeluarkannya resolusi penting untuk
mengembangkan Sumpah Pemuda menjadi Deklarasi. Ada tiga poin pembahasan
Sumpah Pemuda: ``Satu Tanah Air, Satu Bangsa, Satu Bahasa.

''Di antaranya pengenalan penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa


persatuan, penerapan lagu “Indonesia Raya” sebagai lagu kebangsaan Indonesia, dan
penerapan bendera merah putih sebagai lambang negara.

Namun jalan menuju kemerdekaan bagi negara Indonesia tidaklah mudah dan
banyak kendala yang harus diatasi. Perjuangan melawan kolonialisme Belanda pada
tahun merupakan tantangan besar bagi gerakan nasionalis Indonesia pada tahun. Ada
Perang Diponegoro (1859-1863), Perang Paderi (1821-1837), dan Perang Banjarmasin
(1859-1863). Inilah contoh perjuangan melawan kolonialisme yang pertama kali memberi
semangat semangat nasionalisme di Indonesia pada tahun. Pada periode ini, gerakan
nasionalis semakin kuat. Para intelektual seperti Sukarno,Mohammad Hatta, dan Sutan
Sharir berperan dalam menggerakkan nasionalisme dan mempersiapkan perjuangan
kemerdekaan. Mereka mengadopsi 4.444 gagasan gerakan nasionalis di negara-negara
Barat dan Asia dan menyesuaikannya dengan konteks Indonesia.

Setelah Indonesia dijajah Belanda selama berabad-abad pada tahun, semangat


perlawanan para pahlawan Indonesia semakin menguat. Pada tahun 1944, Sukarno dan
Hatta mendeklarasikan kemerdekaan negara Indonesia pada tanggal 17 Agustus. Inilah
titik awal kemerdekaan Indonesia secara formal dari penjajahan Belanda pada tahun.
Namun Belanda tidak serta merta mengakui kemerdekaan bangsa Indonesia dan terus
berupaya merebut kembali wilayah jajahan tersebut. Perang kemerdekaan tahun
berlangsung selama empat tahun demi kemerdekaan bangsa Indonesia dan memakan
banyak korban jiwa. Lahirnya Pancasila menjadi wahana berkembang dan transformasi
nasionalisme Indonesia. Hal ini menjadi bukti bahwa sejarah perkembangan slime
nasional berada pada tingkat yang tinggi. Dinamika sejarah nasionalisme Indonesia
dimulai dengan berkembangnya nasionalisme India yang mendukung tumbuhnya

7
nasionalisme Indonesia, kemudian dengan diterbitkannya pedoman etika yang digagas
oleh para intelektual muda. Itu kemudian menjadi boneka atletik.

Gagasan persatuan yang disampaikan Sukarno dalam pidato Hari Lahir Pancasila
semakin menegaskan bahwa nasionalisme diperlukan bagi negara Indonesia, karena ia
memandangnya sebagai kumpulan heterogenitas yang berjuang menuju kesetaraan,
kesadaran, dan kemauan.6

C. Unsur-Unsur Nasionalisme
Semangat kebangsaan atau nasionalisme yang dimiliki seseorang tidak
berkembang secara spontan, melainkan dipengaruhi oleh beberapa unsur berikut ini:

1. Perasaan nasional.

2. Watak nasional.

3. Batas nasional yang memberikan dampak emosional dan ekonomis pada individu.

4. Bahasa nasional.

5. Peralatan nasional.

6. Agama.

Nasionalisme muncul di berbagai belahan dunia, dan faktor-faktor pemicu


nasionalisme bervariasi di setiap benua. Nasionalisme di Eropa, misalnya, muncul karena
beberapa faktor:

1. Munculnya paham rasionalisme dan romantisme.

2. Munculnya paham aufklarung dan kosmopolitanisme.

3. Terjadinya revolusi Prancis.

4. Reaksi atau agresi yang dilakukan oleh Napoleon Bonaparte.

6
Delvia Uliyanda et al., “NASIONALISME DI INDONESIA Nationalism in Indonesia,” Nusantara
Hasana Journal 3, no. 1 (2023): Page.

8
Sementara itu, nasionalisme di Asia dipicu oleh faktor-faktor seperti:

1. Kenangan akan kejayaan masa lalu.

2. Imperialisme.

3. Pengaruh paham revolusi Prancis.

4. Kemenangan Jepang atas Rusia.

5. Piagam Atlantic Charter.

6. Munculnya golongan terpelajar.

Tujuan umum dari nasionalisme yang muncul di banyak negara termasuk:

1. Menjamin kemauan dan kekuatan untuk mempertahankan masyarakat nasional


melawan ancaman dari luar, sehingga menumbuhkan semangat rela. Berkorban
2. Mengatasi ekstremisme atau tuntutan yang berlebihan dari warga negara, baik
individu maupun kelompok, merupakan suatu tujuan yang diinginkan. Dampak
dari nasionalisme yang muncul di beberapa negara bervariasi dan dapat
mencakup:
3. Pembentukan negara nasional (national state).

4. Terjadinya peperangan.

5. Tumbuhnya imperialisme.

6. Berkembangnya proteksionisme.

7. Dampak sosial yang melibatkan berbagai aspek kehidupan masyarakat.

Faktor pendorong munculnya nasionalisme di Indonesia bersumber dari faktor


internal dan eksternal. Faktor internal melibatkan:

1. Kembalinya golongan pertengahan dan kaum terpelajar.

2. Penderitaan dan kesengsaraan yang dialami oleh seluruh rakyat dalam berbagai
aspek kehidupan.

3. Pengaruh golongan peranakan.

9
4. Keinginan untuk melepaskan diri dari imperialisme.

Sementara faktor eksternal yang mempengaruhi munculnya nasionalisme


Indonesia mencakup:

5. Filsafat modern dari Eropa (liberalisme, humanisme, nasionalisme, dan


komunisme).

6. Gerakan pan-Islamisme.

7. Pergerakan bangsa terjajah di Asia.

8. Kemenangan Rusia atas Jepang.

Selain itu, ada beberapa konsep atau istilah lain yang terkait atau berhubungan
dengan nasionalisme.

a) Patriotisme adalah sikap dan tindakan seseorang yang dilakukan dengan sepenuh
semangat untuk berkorban demi kemerdekaan, kemajuan, kejayaan, dan
kemakmuran bangsa. Individu yang menunjukkan sikap dan tindakan patriotik
dapat dikenali melalui ciri-ciri berikut:

1) Memiliki rasa cinta terhadap tanah air.

2) Bersedia berkorban demi kepentingan bangsa dan negara.

3) Menempatkan persatuan, kesatuan, serta keselamatan bangsa dan negara di atas


kepentingan pribadi dan kelompok.

4) Memiliki semangat pembaharu.

5) Tidak mudah menyerah.

6) Konsep patriotik tidak hanya berlaku dalam lingkup bangsa dan negara, tetapi
juga dapat ditemui dalam lingkup sekolah, desa, atau kampung. Misalnya,
seorang siswa atau warga masyarakat bisa melakukan tindakan yang memiliki
dampak signifikan bagi sekolah atau lingkungan desa atau kampung.

b) Chauvinisme merupakan sikap berlebihan dalam rasa cinta terhadap tanah air dengan
mengeksploitasi keunggulan bangsa sendiri sambil merendahkan bangsa lain.

10
Sebagai contoh, Adolf Hitler menyampaikan chauvinisme melalui kalimat
"Deutschland Über Alles in der Welt" (Jerman di atas segala-galanya dalam dunia).
Slogan ini kadang masih digunakan di Jerman untuk memberikan semangat pada
atlet saat bertanding. Inggris juga memiliki slogan "Right or Wrong is My County."
Demikian pula, Jepang menganggap bangsanya sebagai keturunan Dewa Matahari,
menciptakan sikap chauvinistik.
c) Sukuisme adalah keyakinan yang menilai bahwa suku bangsa tertentu lebih unggul
daripada suku bangsa lainnya, atau menunjukkan rasa cinta yang berlebihan terhadap
suku bangsa sendiri. 7

D. Integrasi Nasional
Integrasi Nasional berasal dari dua kata, yaitu Integrasi dan Nasional, Integrasi
berasal dari bahasa Inggris (integrate) yang artinya menyatukan, mempersatukan,
menggabungkan, memadukan. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI). Integrasi mempunyai arti dalam pembauran sehingga menjadi kesatuan yang
utuh. Sedangkan secara antropologi integrasi nasional ini memiliki arti suatu proses
penyesuaian antara unsur-unsur kebudayaan yang tidak sama sehingga banyak
bermacam-macam keragaman yang menjadi ciri-ciri tersendiri atau ciri khas dalam suatu
bangsa.

Proses integrasi nasional bertujuan untuk menyatukan perbedaan-perbedaan yang


ada di dalam suatu negara, menciptakan keserasian dan keselarasan secara nasional.
Sebagaimana yang telah diketahui, Indonesia memiliki skala yang sangat besar baik dari
segi kebudayaan maupun wilayahnya. Meskipun hal ini membawa dampak positif, karena
memungkinkan pemanfaatan kekayaan alam Indonesia dengan bijak dan pengelolaan
budaya yang melimpah untuk kesejahteraan rakyat, namun demikian, hal ini juga
berpotensi menimbulkan masalah baru. Keberagaman wilayah dan budaya dapat
menghasilkan karakteristik dan identitas manusia yang beragam, yang pada akhirnya
dapat mengancam keutuhan bangsa Indonesia. 8

7
Pusat Pendidikan and D A N Pelatihan, “Utama Andri A. ST. MT,” Nasionalisme (2019): 6.
8
Liestyodono Bawono Irianto, “PANDUAN PENULISAN PROPOSAL Dan Tapm,” Journal of
Chemical Information and Modeling 110, no. 9 (2017): 1689–1699.

11
Berdasarkan sejumlah gambaran tersebut, identitas yang saat ini mengiringi kita
lebih mencerminkan kepentingan yang kita kembangkan sendiri. Identitas dan karakter
bangsa berperan sebagai alat pembentukan pola pikir dan sikap mental, serta memajukan
adab dan kemampuan bangsa, yang merupakan tanggung jawab utama dalam
pembangunan kebudayaan nasional. 9 Identitas berfungsi sebagai sarana membentuk pola
pikir masyarakat, memerlukan kesadaran nasional yang ditanamkan melalui ideologi
nasionalisme dan pluralisme. Kesadaran nasional ini kemudian menjadi dasar keyakinan
akan adanya integrasi nasional yang mampu merawat dan mengembangkan harga diri,
harkat, dan martabat bangsa, serta membebaskan bangsa dari subordinasi terhadap bangsa
asing.

Integrasi nasional sebagai bentuk kesadaran dan interaksi, memungkinkan


berbagai kelompok dengan identitas masing-masing merasa sebagai satu kesatuan, yaitu
bangsa Indonesia. Dalam proses pembentukan integrasi nasional, identitas memiliki
peran ganda. Di satu sisi, integrasi terbentuk jika terdapat identitas yang mendukung,
seperti kesamaan bahasa, nilai sistem budaya, cita-cita politik, atau pandangan hidup. Di
sisi lain, integrasi yang lebih luas mungkin terjadi apabila sekelompok orang dapat
melepaskan identitasnya, membuka peluang untuk pembentukan integrasi yang lebih
luas.10 Sebagai contoh, bahasa Indonesia, awalnya merupakan atribut identitas penduduk
kepulauan Riau, berkembang menjadi Melayu Pasar, digunakan sebagai lingua franca
oleh berbagai kelompok etnis. Kemudian, bahasa ini menjadi ciri identitas bagi
kelompok-kelompok yang merasa terhubung satu sama lain, menciptakan integrasi yang
lebih luas. Integrasi nasional juga dapat terbentuk melalui kelompok-kelompok yang
bersatu karena isu bersama, baik itu ideologis, ekonomis, maupun sosial, seperti
kelompok pedagang kaki lima yang bersatu menghadapi regulasi Pemda. Kesimpulannya
yaitu integrasi nasional pada dasarnya menggabungkan lintas identitas demi kepentingan
bersama.

9
Putu Ari Astawa, “Integrasi Nasional,” Universitas Udayana (2017): 1–25.
10
Emil El Faisal et al., Buku Ajar Integrasi Nasional, 2018.

12
1. Faktor- faktor yang memengaruhi Integrasi Nasional
Dalam konteks Integrasi Nasional, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
dinamika tersebut. Faktor-faktor tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
Faktor Pendorong Integrasi Nasional:
a. Rasa Seperjuangan Historis
Indonesia mengalami sejarah kelam saat dijajah, khususnya selama
periode panjang penjajahan. Rasa senasib seperjuangan dari masa lalu masih
memainkan peran penting dalam mendorong integrasi nasional. Sejarah
perjuangan untuk meraih kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 menjadi landasan
bagi kesatuan Indonesia saat ini.
b. Ideologi Nasional Pancasila
Sebagai ideologi nasional, Pancasila memiliki peran integral dalam
mewujudkan integrasi nasional. Pemahaman dan implementasi nilai-nilai
Pancasila dalam kehidupan sehari-hari membantu memperkuat stabilitas
nasional dan persatuan Indonesia.
c. Tekad dan Keinginan Bersatu
Keberagaman di Indonesia menjadi landasan untuk mempersatukan
perbedaan dalam satu kesatuan bangsa yang utuh. Sikap tekad dan keinginan
untuk bersatu mencerminkan nilai-nilai luhur Pancasila sebagai fondasi negara.
d. Ancaman Dari Luar
Meskipun Indonesia telah merdeka selama 71 tahun, tetapi adanya
ancaman dari luar tetap merupakan kenyataan. Integrasi nasional perlu diperkuat
di semua lapisan masyarakat untuk mengantisipasi ancaman dari luar, khususnya
terkait dengan dampak globalisasi dan modernisasi.

2. Pendukung Integrasi Nasional


a. Penggunaan Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia berfungsi sebagai perekat bangsa. Kesepakatan bahwa
Bahasa Indonesia adalah bahasa pemersatu, sejak Sumpah Pemuda pada 28
Oktober 1928, menunjukkan semangat persatuan tanpa memandang perbedaan.

13
b. Semangat Persatuan dan Kesatuan
Kesadaran akan persatuan menjadi kunci dalam menjalin kekeluargaan,
persahabatan, dan sikap saling tolong-menolong. Semangat nasionalisme dan
rasa kemanusiaan penting untuk hidup secara bersamaan.
c. Kepribadian dan Pandangan Hidup Pancasila
Pancasila sebagai landasan idiil negara berpengaruh besar pada kehidupan
sehari-hari masyarakat. Seseorang dengan jiwa patriotisme tinggi akan
mengaplikasikan nilai-nilai Pancasila dalam segala aspek kehidupannya.
d. Jiwa dan Semangat Gotong Royong
Gotong royong sebagai bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan
bersama mencerminkan sikap sukarela dan tanpa pamrih dari semua komponen
masyarakat.

Faktor Penghambat Integrasi Nasional


a. Kurangnya Penghargaan Terhadap Kemajemukan
Beberapa pandangan terhadap kemajemukan, terutama yang berkaitan
dengan kebudayaan setempat, kurang mendapat perhatian baik dari pemerintah
maupun masyarakat, mengakibatkan kemajemukan terkikis secara perlahan.
b. Kurangnya Toleransi Antar Golongan
Toleransi yang kurang terhadap keberagaman dan kemajemukan dapat
menjadi penyebab konflik sosial, mengurangi rasa persatuan dan kesatuan
bangsa.
c. Kurangnya Kesadaran Diri Masyarakat
Kurangnya kesadaran diri dalam masyarakat untuk menjaga persatuan dan
kesatuan menjadi faktor penghambat integrasi nasional, terutama dalam era
globalisasi yang cenderung individualistis.
d. Sikap Ketidakpuasan Terhadap Ketimpangan Pembangunan
Adanya ketimpangan sosial dan ekonomi antar daerah yang semakin
terlihat dengan otonomi daerah, dapat menjadi penghambat integrasi nasional.
Kesadaran akan keadilan sosial yang merata diperlukan untuk menyeimbangkan
kondisi di berbagai daerah di Indonesia.

14
Contoh Masalah Integrasi Nasional dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara:

1. Perbedaan Kepentingan:

a. Tingkah Laku Individu:

Kepentingan individu menjadi pendorong tingkah laku, dan konflik muncul


dari perbedaan ciri-ciri seperti fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, dan
keyakinan. Konflik dianggap sebagai bagian wajar dalam masyarakat, terutama pada
tingkat individual yang berkaitan erat dengan stres.

b. Dampak Dendam pada Kompetisi Antar Sekolah:

Persaingan antar sekolah, terutama dalam bidang olahraga, dapat


menciptakan dendam dan kekecewaan yang memicu perilaku tidak sportif, seperti
ajakan berkelahi atau perampasan.

2. Pertentangan Sosial:

a. Kepentingan Individu dan Diskriminasi:

Kepentingan individu menjadi dasar tingkah laku, dan ketidakadilan dalam


pelayanan berdasarkan karakter tertentu menciptakan diskriminasi. Diskriminasi
muncul karena manusia cenderung membeda-bedakan yang lain.

b. Etnosentrisme:

Kecenderungan untuk melihat dunia melalui sudut pandang budaya sendiri


menghasilkan ethnocentrism. Hal ini menciptakan pemisahan antarbudaya dan
merugikan proses integrasi.

3. Aksi Protes dan Demonstrasi:

a. Dorongan Memenuhi Kepentingan dan Protes Tanpa Kekerasan:

Perbedaan pandangan menyebabkan protes dan demonstrasi sebagai bentuk


ekspresi. Protes biasanya timbul saat hak seseorang terganggu, dan ini bisa bersifat
solidaritas atau penolakan terhadap tindakan sewenang-wenang.

15
4. Meningkatnya Kriminalitas:

a. Perubahan Sosial dan Perbedaan Sosial:

Perubahan sosial memberikan peluang untuk perubahan individu, namun tidak


semua mengarah pada perubahan yang diinginkan. Ketidaksetaraan sosial memicu
perbedaan perilaku, kekayaan, dan pergaulan, yang dapat menghasilkan tindakan
kriminal.

5. Kenakalan Remaja:

a. Pergeseran Nilai dan Norma:

Perubahan sosial menyebabkan pergeseran nilai dan norma, mempengaruhi


fungsi keluarga dan mendorong sifat individualisme. Remaja merespon dengan
tindakan menyimpang, seperti kenakalan remaja yang merugikan keutuhan
masyarakat.

6. Korupsi Membuat Kepercayaan Masyarakat Menghilang:

a. Tindak Pidana Korupsi sebagai Budaya Lumrah:

Meskipun merugikan negara, korupsi dianggap sebagai budaya yang lumrah.


Persoalan kesejahteraan dan pembangunan terhambat karena sebagian orang
melakukan korupsi dengan merampas uang rakyat.

b. Keterlibatan Berbagai Kalangan:

Korupsi melibatkan berbagai kalangan, dari pemerintah hingga sektor swasta,


menggambarkan tingkat penyimpangan dan kehilangan kepercayaan masyarakat.
Kerugian negara yang signifikan disebabkan oleh tindak pidana korupsi.

Masalah-masalah tersebut menunjukkan kompleksitas dalam mencapai


integrasi nasional, di mana perbedaan, konflik, dan tindakan menyimpang dapat
menghambat upaya menuju persatuan dan kesatuan dalam masyarakat Indonesia.

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Nasionalisme Indonesia merupakan suatu konsep yang diadaptasi dari konsep
Barat, tetapi diterapkan dengan memperhatikan konteks lokal. Peran tokoh pergerakan
nasional dalam memahami dan mengembangkan nasionalisme menjadi kunci dalam
membangun identitas nasional.
Sejarah nasionalisme di Indonesia dimulai sejak abad ke-20, terutama pada masa
pergerakan nasional. Faktor-faktor seperti penindasan kolonial, identitas nasional, dan
pengaruh pemikiran Barat berkontribusi pada pertumbuhan nasionalisme.
Nasionalisme Indonesia melibatkan berbagai unsur, termasuk perasaan nasional,
watak nasional, batas nasional, bahasa nasional, peralatan nasional, dan agama. Pancasila
menjadi landasan ideologi yang memperkuat nasionalisme dan memberikan pandangan
komprehensif terhadap nilai-nilai Indonesia.
Integrasi nasional memiliki peran penting dalam mempertahankan kesatuan
Indonesia. Faktor pendorong integrasi melibatkan rasa seperjuangan historis, ideologi
Pancasila, tekad bersatu, dan ancaman dari luar. Penggunaan Bahasa Indonesia, semangat
persatuan, keberagaman dan toleransi, serta jiwa gotong royong menjadi pendukung
integrasi, sementara kurangnya penghargaan terhadap kemajemukan, kurangnya
toleransi, kurangnya kesadaran masyarakat, dan sikap ketidakpuasan dapat menjadi
penghambat integrasi nasional. Dengan memahami konsep, sejarah, unsur-unsur, dan
dinamika integrasi nasional, diharapkan masyarakat Indonesia dapat terus memperkuat
persatuan dan kesatuan untuk mencapai kemajuan bersama dalam berbagai aspek
kehidupan.
B. Saran
Diharapkan mahasiswa bisa lebih menyadari pentingnya identitas nasional dan
karakteristik nasionalisme dalam diri generasi penerus bangsa Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Semoga informasi ini dapat tersebar luas ke masarakat agar mengetahui
pentingnya karakteristik identitas nasional dan karakteristik nasionalisme sebagai
tonggak kemajuan. Namun masih di perlukan kajian yang masih mendalam untuk

17
meningkatkan hasil pembahasan makalah wawasan dan kebangsaan .Untuk itu kami
masih memelukan kritik dan saran untuk memperbaiki makalah ini.

18
DAFTAR PUSTAKA

Alfaqi, Mifdal Zusron. “Melihat Sejarah Nasionalisme Indonesia Untuk Memupuk


Sikap Kebangsaan Generasi Muda.” Jurnal Civics: Media Kajian Kewarganegaraan
13, no. 2 (2016): 209–216.

Astawa, Putu Ari. “Integrasi Nasional.” Universitas Udayana (2017): 1–25.

BPIP. “Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa, Begini Memahaminya.”


Bpip.Go.Id (2021): 1. https://bpip.go.id/berita/1035/801/pancasila-sebagai-pandangan-
hidup-bangsa-begini-memahaminya.html.

Faisal, Emil El, Riswan Jaenudin, Sulkipani, Ana Mentari, and Camellia. Buku Ajar
Integrasi Nasional, 2018.

Ferrijana, Sammy, Basseng, and Triatmojo Sejati. “Modul Wawasan Kebangsaan Dan
Nilai-Nilai Dasar Bela Negara” (2015): 77.

Liestyodono Bawono Irianto. “PANDUAN PENULISAN PROPOSAL Dan Tapm.”


Journal of Chemical Information and Modeling 110, no. 9 (2017): 1689–1699.

Pendidikan, Pusat, and D A N Pelatihan. “Utama Andri A. ST. MT.” Nasionalisme


(2019): 6.

Uliyanda, Delvia, Fannisa Safarini, Ineke Laili Ramadhini, Ita Rahmadia, Jagad Aditya
Dewantara, and Sinta putri. “NASIONALISME DI INDONESIA Nationalism in
Indonesia.” Nusantara Hasana Journal 3, no. 1 (2023): Page.

iv

Anda mungkin juga menyukai