Anda di halaman 1dari 35

CASE REPORT

BRONKOPNEUMONIA

Oleh :

NOVITA RAHAYU 22360167


SITI HANA MUTHLIATUL JANAH 22360184

Preceptor :
dr. Rachman Indra Jaya, Sp.A.

SMF ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD JENDERAL AHMAD YANI METRO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
TAHUN 2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat
dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang disusun
untuk melengkapi syarat Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu Kesehatan Anak
pada RSUD Jendral Ahmad Yani Metro. Penyelesaian laporan kasus ini banyak
mendapat bantuan serta motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan
ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada dr. Rachman Indra Jaya, Sp.A
selaku pembimbing yang telah memberikan ilmu, petunjuk, nasehat dan kesempatan
kepada penulis untuk menyelesaikan makalah case report ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini tentu tidak terlepas dari kekurangan
karena keterbatasan waktu, tenaga dan pengetahuan dari penulis. Maka sangat
diperlukan masukan dan saran yang membangun. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi yang membacanya.

Metro, Januari 2024

Penulis
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang..................................................................................................1
BAB II STATUS PASIEN
2.1 Anamnesis........................................................................................................2
2.2 Pemeriksaan Fisik.............................................................................................2
2.3 Pemeriksaan Penunjang....................................................................................3
2.4 Follow up Pasien..............................................................................................4
2.5 Diagnosis Banding............................................................................................7
2.6 Diagnosis Kerja................................................................................................7
2.7 Tatalaksana.......................................................................................................8
2.8 Prognosis..........................................................................................................8
2.9 Resume.............................................................................................................8
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi Asma..................................................................................................10
3.2 Epidemiologi Asma.........................................................................................10
3.3 Etiologi Asma..................................................................................................12
3.4 Patofisologi Asma...........................................................................................12
3.5 Faktor Risiko Asma.........................................................................................13
3.6 Patogenesis Asma............................................................................................14
3.7 Manifestasi Asma............................................................................................16
3.8 Klasifikasi Asma.............................................................................................20
3.9 Tatalaksana Asma...........................................................................................21
3.10 Prognosis Asma...............................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bronkopneumonia merupakan salah satu penyakit yang menyerang saluran

pernapasan dengan manifestasi klinis bervariasi mulai dari batuk, pilek yang disertai

dengan panas, sedangkan anak bronkopneumonia berat akan muncul sesak napas yang

hebat. Bronkopneumonia juga disebut pneumonia lubularis yaitu suatu peradangan pada

parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkioulus serta alveolus

disekitarnya yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrate yang disebabkan oleh

bakteri, virus, jamur, dan benda asing lainnya.10

United Nations Children’s Fund (UNICEF) dan World Health Organization

(WHO), menyebutkan sekitar 802.000 anak balita meninggal di seluruh dunia akibat

bronkopneumonia. Separuh dari kematian balita akibat pneumonia tersebut terjadi di

lima negara, meliputi : Nigeria (162.000), India (127.000), Pakistan (58.000), Republik

Demokratik Kongo (40.000), dan Ethiopia (32.000). Pneumonia juga merupakan

penyebab kematian balita terbesar di Indonesia. Pada tahun 2018, diperkirakan sekitar

19.000 anak meninggal dunia akibat pneumonia. Estimasi global menunjukkan bahwa

setiap satu jam ada 71 anak di Indonesia yang tertular pneumonia.12

Proses peradangan dari proses penyakit bronkopneumonia menimbulkan

manifestasi klinis yang ada sehingga muncul beberapa masalah dan salah satunya

adalah bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret yang tertahan,

hipertermia berhubungan dengan proses penyakit, nyeri berhubungan dengan inflamasi

parenkim paru dibuktikan dengan nyeri dada dan defisit nutrisi berhubungan dengan

peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi, maka
dari itu sebagai tenaga kesehatan berperan penting dalam pemberian asuhan

keperawatan dan memberi pendidikan kesehatan untuk membantu pasien.9


BAB II

STATUS PASIEN

Tanggal Masuk RSAY : 22 Januari 2024

No. RM : 472722

Pukul : 21.25 WIB

2.1 Anamnesis

a. Identitas Pasien

Nama Pasien : Shanum Azkadina Hidayat

Jenis Kelamin : Perempuan

Tanggal Lahir : 09 November 2021

Umur : 2 Tahun 2 Bulan 13 hari

Anak ke :1

Hubungan dengan orang tua : Anak kandung

Agama : Islam

Suku : Jawa

Alamat : Desa Bumi Jawa, Batanghari Nuban

Nama Ayah : Tn. Arya Ramada Hidayat

Umur : 25 Tahun

Pekerjaan : Supir

Pendidikan : SMP

Nama Ibu : Ny. Nurul

Umur : 25 Tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Pendidikan : SMP
b. Riwayat Penyakit

Keluhan Utama : Pasien batuk sejak 5 hari

Keluhan Tambahan : Demam

c. Riwayat Penyakit Sekarang :

Berdasarkan alloanamnesis didapatkan bahwa :

Pasien datang ke IGD RSUD Jendral Ahmad Yani Metro bersama kedua

orangtuanya dengan keluhan batuk sejak 5 hari yang lalu dan memberat sejak 2

hari lalu. Keluhan batuk disertai dengan berdahak namun dahak tidak keluar dan

ketika sedang batuk pasien seperti sesak nafas. Keluhan tersebut disertai dengan

demam yang terus menerus, demam tidak disertai dengan kejang maupun

penurunan kesadaran. Ibu pasien bercerita bahwa ayah pasien merokok. Keluhan

mual dan muntah disangkal. Buang air besar dan buang air kecil tidak ada

kelainan. Riwayat kontak dengan penderita dewasa yang batuk lama disangkal.

Pasien baru perytama kalinya sakit seperti ini.

d. Riwayat Penyakit Terdahulu

Tidak ada

e. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada

f. Riwayat Kehamilan ibu dan prenatal

Pemeriksaan di : Puskesmas

Frekuensi : Trimester I : 3x

Trimester II : 3x

Trimester III : 2x

Keluhan Selama Kehamilan : Tidak ada


Obat yang dikonsumsi : Asam folat dan Suplemen Fe

Kesan : Setiap bulan Ibu mengontrol berat

badannya dan kehamilannya

g. Riwayat Persalinan

Fasilitas Kesehatan : Puskesmas (Bidan)

Cukup bulan atau tidak : Cukup bulan (Usia Kehamilan 39 Minggu)

Berat Badan : 2700 gram

Panjang Badan : 46 cm

Cacat : Tidak ada

Anak ke :1

Kesan : Riwayat persalianan normal, bayi cukup bulan,

Berat Badan Lahir Normal

h. Riwayat Imunisasi

Berdasarkan keterangan ibunya, pasien telah imunisasi lengkap sesuai

dengan usianya.

i. Riwayat Gizi

ASI (+) sampai usia 12 bulan

ASI + MPASI + SUFOR usia 7 bulan hingga usia 24 bulan

j. Riwayat Perkembangan

Pertumbuhan gigi : ± 1 tahun

Tengkurap : ± 1 tahun

Duduk : ± 2,5 tahun

Berjalan : ± 3 tahun

Bicara : ± 1 tahun
Kesan : Perkembangan anak sesuai

2.1 Pemeriksaan Fisik

a. Status Pasien

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis (E4, M6, V5) GCS 15

Suhu : 37,00C

Frekuensi Nafas : 35x/ menit

Frekuensi Nadi : 137x/ menit

Saturasi Oksigen : 98%

Berat Badan : 9 Kg

Tinggi Badan : 80 cm

Status Gizi :

BB/U : 9/26 x 100 = 1 ( BB Cukup )

TB/U : 80/26 x 100 = 1 ( Normal )

BB/TB : 9/80 x 100 = 1 ( Gizi Baik)

Kesan : Berat badan pasien termasuk BB cukup, tinggi badan

pasien normal, dan status gizi pasien baik

b. Status Generalis

o Kulit

Pucat : Tidak Pucat

Sianosis : Tidak Sianosis

Ikterus : Tidak Ikterus

Oedem : Tidak Oedem

Turgor : Baik, segera kembali


Pembesaran KGB : Tidak ada pembesaran.

Kesan : Dalam batas normal

o Kepala

Wajah : Simetris, normocephali

Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut

Ubun-ubun besar : Tidak cekung, tidak menonjol

Mata : Sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-),

cekung (-/-), sekret (-/-)

Telinga : Simetris, sekret (-), deformitas (-), lesi (-)

Hidung : Simetris, nafas cuping hidung (-), sekret (-), lesi (-)

Mulut : Sianosis (-), pucat (-), bibir kering (-), bibir

sumbing (-), pembesaran tonsil (-)

Kesan : Dalam batas normal

o Leher

Bentuk : Simetris

Trakea : Berada di tengah, deviasi (-)

KGB : Tidak terdapat pembesaran

Kesan : Dalam batas normal

Thorax

o Paru

Bentuk : Normochest, simetris, tidak cekung

Inspeksi : Simetris

Palpasi : Nyeri tekan (-)

Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), rhonki basah halus

(+/+)

Kesan : Terdapat rhonki basah halus

o Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba

Perkusi : Batas jantung normal

Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)

Kesan : Dalam batas normal

o Abdomen

Inspeksi : Datar

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Palpasi : Massa (-), nyeri tekan (-), organomegali (-)

Perkusi : Timpani

Kesan : Dalam batas normal

o Genitalia Eksterna

Jenis Kelamin : Perempuan

Lubang Anus : Ada

Kesan : Genitalia dalam batas normal

o Ekstremitas

Tangan : Jari tangan lengkap, tidak sianosis, tidak oedem, akral

hangat(+), pergerakan kedua belah tangan normal.

Kaki : Jari kaki lengkap, tidak sianosis, tidak oedem, akral

hangat (+), pergerakan kedua belah kaki normal.


Kesan : Dalam batas normal

2.2 Pemeriksaan Penunjang

 Darah Rutin 22 Januari 2024

Jenis Hasil Satuan Nilai Rujukan Keterangan


Leukosit 6.51 103 / µL 5-10 Normal

Eritrosit 3.36 103 / µL 3,08-5,05 Normal

Hemoglobin 10.6 g/dL 12-16 Menurun

Hematokrit 30.3 % 37-48 Menurun

MCV 76.6 fL 80-92 Menurun

MCH 26.8 Pg 27-31 Menurun

MCHC 35.0 g/dL 32-36 Normal

Trombosit 212 103 / µL 150-450 Normal

RDW 13.4 % 12,4-14,4 Normal

MPV 8.30 fL 7,3-9 Normal

GDS 76,0 Mg/dL <140 Normal

Kesan : Hemoglobin, Hematokrit, MCV, dan MCH menurun

 Radiologi ( Foto Rontgen ) 22 Januari 2024


2.3 Follow Up Pasien
S O A P
(Keluhan) (Status) (Assesment) (Penatalaksanaan)
22/01/2024 KU : Sakit sedang Pneumonitis IVFD D5 1⁄2 NS 15
(IGD) KS : CM tpm
Batuk (+) HR : 128 x/menit Inj. Ampicilin 3x270
Demam (-) SpO2 : 97% mg
Tidak nafsu makan RR : 28 x/menit Inj. Cefotaxim 2x270
T : 36,6 °C mg
BB : 9 kg
TB: 80cm
23/01/2024 KU : Sakit sedang Susp. IVFD D5 1⁄2 NS 15
Batuk (+) KS : CM Bronkopneumoni tpm
Demam (+) HR : 137 x/menit Inj. Ampicilin 3x270
Tidak nafsu makan SpO2 : 96% (NS) mg
RR : 30 x/menit Inj. Cefotaxime 2x270
T : 37,7 °C mg
BB : 9 kg Inj. Dexametason
TB: 80cm 3x1/4 amp
Nebu ventolin 1/4 :
NaCl 2 cc/8 jam
24/01/2024 KU : Sakit sedang Susp. IVFD D5 1⁄2 NS 15
Batuk (+) KS : CM Bronkopneumoni tpm
Demam (-) HR : 103 x/menit Inj. Ampicilin 3x270
Tidak napsu makan SpO2 : 98% mg
RR : 32 x/menit Inj. Cefotaxime 2x270
T : 36,6 °C mg
BB : 9 kg Inj. Dexametason
TB: 80cm 3x1/4 amp
Nebu ventolin 1/4 :
NaCl 2 cc/8 jam
25/01/2024 KU : Sakit sedang Susp. IVFD D5 1⁄2 NS 15
Batuk (+) KS : CM Bronkopneumoni tpm
berkurang HR : 112x/menit Inj. Ampicilin 3x270
SpO2 : 98% mg
RR : 30 x/menit Inj. Cefotaxime 2x270
T : 36,5 °C mg
BB : 9 kg Inj. Dexametason
TB: 80cm 3x1/4 amp
Nebu ventolin 1/4 :
NaCl 2 cc/8 jam

2.4 Diagnosis Banding

o Bronkopneumonia

o Bronkiolitis

o Asma

2.5 Diagnosis Kerja


o Susp. Bronkopneumonia

2.6 Tatalaksana

IVFD D5 1⁄2 NS 15 tpm micro

Inj. Ampicilin 3x270 mg

Inj. Cefotaxime 2x270 mg

Inj. Dexametason 3x1/4 amp

Nebu ventolin 1/4 : NaCl 2 cc/8 jam

2.7 Prognosis

Quo ad Vitam : dubia ad bonam

Quo ad Functionam : dubia ad bonam

Quo ad Sanationam : dubia ad bonam

2.9 Resume

An. SAH berusia 2 tahun datang ke IGD RSUD Jendral Ahmad Yani Metro

diantar oleh orangtuanya dengan keluhan batuk berdahak sejak 5 hari yang lalu dan

disertai dengan keluhan demam. Berdasarkan keterangan ibunya bahwa ayah pasien

merokok.

Selama kehamilan ibu hanya rutin mengontrol kehamilannya setiap bulan.

Riwayat persalinan normal, cukup bulan, dan berat badan bayi normal. Riwayat

Imunisasi lengkap. Riwayat pemberian makan dan riyawat perkembangan anak sesuai

dengan usianya.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,

kesadaran compos mentis, saturasi oksigen 97%. Pada pemeriksaan status generalisnya

pada pulmo/paru terdapat wheezing (+/+), rhonki basah halus (+/+).


Pada pemeriksaan penunjang didapatkan hasil laboratorium hemoglobin,

hematokrit, MCV, MCH dan menurun.

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Pneumonia adalah inflamasi pada parenkim paru dengan konsolidasi

ruang alveolar. Istilah infeksi respiratori bawah seringkali digunakan untuk mencakup

penyakit bronkitis, bronkiolitis, pneumonia atau kombinasi dari ketiganya.

Bronkopnemonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu inflamasi paru yang terfokus

pada area bronkiolus dan memicu produksi eksudat mukopurulen yang dapat

mengakibatkan obstruksi saluran respiratori berkaliber kecil dan menyebabkan

konsolidasi yang merata ke lobus yang berdekatan.14

3.2 Epidemiologi

Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama

pada anak di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas

dan mortalitas anak berusia dibawah 5 tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima

kematian anak di seluruh dunia, kurang lebih 2 juta anak balita meninggal setiap tahun

akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut Survei

Kesehatan Nasional (SKN) 2001, 27,6% angka kematian bayi dan 22,8% kematian

balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem respiratori, terutama pneumonia. 4

Insiden penyakit ini di negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di

bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika

pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah
umur 2 tahun Insiden pneumonia pada anak ≤ 5 tahun di negara maju adalah 2-4

kasus/100 anak/tahun, sedangkan di negara berkembang 10-20 kasus/100 anak/tahun.

Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta kematian pertahun pada anak balita di negara

berkembang.1

3.3 Etiologi

Pneumonia biasanya disebabkan oleh virus atau bakteri. Sebagian besar

episode yang serius disebabkan oleh bakteri. Biasanya sulit untuk menentukan penyebab

spesifik melalui gambaran klinis atau gambaran foto dada. Dalam program

penanggulangan penyakit ISPA, pneumonia diklasifikasikan sebagai pneumonia sangat

berat, pneumonia berat, pneumonia dan bukan pneumonia, berdasarkan ada tidaknya

tanda bahaya, tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam dan frekuensi napas, dan

dengan pengobatan yang spesifik untuk masing masing derajat penyakit.3

Pada pneumonia maupun bronkopnemonia sama-sama disebabakan oleh

virus dan bakteri. Proporsi pneumonia oleh karena virus cukip besar. Sekitar 80%

pneumonia pada anak <2 tahun disebabkan oleh virus. Makin muda anak biasanya

makin besar virus sebagai penyebabnya, dan sebaliknya semakin besar anak maka

semakin mengarah ke bakteri. Pneumonia paling banyak disebabakan oleh bakteri

streptococcus pneumonia. terdapat beberapa jenis bakteri yang dapat menyebabkan

pnemonia yakni staphylococcus aureus, haemophilus influenza, klabsiella pnemoniae.3,12

Bronkopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas

yang disebabkan oleh bakteri staphylococcus, haemophilus influenza atau karena

aspirasi makanan dan minuman. Dari saluran pernafasan dengan gambaran infeksi

saluran nafas bagian bawah menyebabkan tiga hal, yaitu dilatasi pembuluh darah

alveoli, peningkatan suhu, dan edema antara kapiler dan alveoli. Selain itu dapat
menyebabkan terjadinya ekspansi kuman melaui pembuluh darah kemudian masuk ke

dalam saluran pencernaan dam menginfeksinya mengakibatkan terjadinya peningkatan

flora normal dalam usus, peristaltik meningkat akibat usus mengalami malabsorbsi dan

kemudian terjadilah diare yang beresiko terhadap gangguan keseimbangan cairan dan

elektrolit.14

Penyebab tersering pneumonia pada kelompok umur:12

Umur Penyebab
Neonatus Streptococcus grup B
Kuman enterik gram negatif
1-3 bulan Chlamiydia trachomatis
Ureaplasma urealytivum
Virus
Bordetella pertussis
1-12 bulan Virus
Streptococcus pneumonia
Haemophilus influenza
Moraxella catharhalis
1-5 tahun Virus
Streptococcus pneumonia
Mycoplasma pneumonia
Chlamydia trachomatis
>5 tahun Streptococcuc pneumonia
Mycolaplasma pneumonia
Chlamydia pneumoniae

3.4 Patofisiologi

Istilah pneumonia mencakup setiap keadaan radang paru dimana beberapa

atau seluruh alveoli terisi dengan cairan dan sel-sel darah. Jenis pneumonia yang umum

adalah pneumonia bakterialis yang paling sering disebabkan oleh pneumokokus.

Penyakit ini dimulai dengan infeksi dalam alveoli, membran paru mengalami

peradangan dan berlubang-lubang sehingga cairan dan bahkan sel darah merah dan sel

darah putih keluar dari darah masuk kedalam alveoli. Dengan demikian, alveoli yang

terinfeksi secara progresif menjadi terisi dengan cairan dan sel-sel, dan infeksi
disebarkan oleh perpindahan bakteri dari alveolus ke alveolus.14

Dalam keadaan normal, saluran respiratorik mulai dari area sublaring

sampai parenkim paru adalah steril. Saluran napas bawah ini dijaga tetap steril oleh

mekanisme pertahanan bersihan mukosiliar, sekresi imunoglobulin A, dan batuk.

Mekanisme pertahanan imunologik yang membatasi invasi mikroorganisme patogen

adalah makrofag yang terdapat di alveolus dan bronkiolus, IgA sekretori, dan

imunoglobulin lain.5

Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer

melalui saluran respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang

mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru

yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit,

cairan edema, dan ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut stadium

hepatisasi merah. Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan

leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat. Stadium ini disebut

stadium hepatisasi kelabu. Berikutnya, jumlah makrofag meningkat di alveoli, dimana

sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium

ini disebut stadium resolusi. Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena

akan tetap normal.5

Pneumonia viral biasanya berasal dari penyebaran infeksi di sepanjang

jalan napas atas yang diikuti oleh kerusakan epitel respiratorius, menyebabkan obstruksi

jalan napas akibat bengkak, sekresi abnormal, dan debris seluler. Diameter jalan napas

yang kecil pada bayi menyebabkan bayi rentan terhadap infeksi berat. Atelektasis,

edema intersitial, dan ventilation-perfusition mismatch menyebabkan hipoksemia yang

sering disertai obstruksi jalan napas. Infeksi viral pada traktus respiratorius juga dapat
meningkatkan risiko terhadap infeksi bekteri sekunder dengan mengganggu mekanisme

pertahanan normal pejamu, mengubah sekresi normal, dan memodifikasi flora

bakterial.8

Ketika infeksi bakteri terjadi pada parenkim paru, proses patologik

bervariasi tergantung organisme yang menginvasi. S. Penumoniae menempel pada epitel

respiratorius, menghambat kerja silier, dan menyebabkan destruksi seluler dan memicu

respons inflamasi di submukosa. Ketika infeksi berlanjut, debris seluler yang terlepas,

sel-sel inflamasi, dan mukus menyebabkan obstruksi jalan napas, dengan penyebaran

infeksi terjadi di sepanjang cabang-cabang bronkial, seperti pada pneumonia viral. S.

Pneumoniae menyebabkan edema lokal yang membantu proliferasi mikroorganisme dan

penyebarannya ke bagian paru lain, biasanya menghasilkan karakteristik sebagai

bercak-bercak konsolidasi merata di seluruh lapangan paru.8

Infeksi streptokokus grup A pada saluran napas bawah menyebabkan

infeksi yang lebih difus dengan pneumonia intersitial. Pneumonia lobar tidak lazim.

Lesi terdiri atas nekrosis mukosa trakeobronkial dengan pembentukan ulkus yang

compang-camping dan sejumlah besar eksudat, edema, dan perdarahan terlokalisasi.

Proses ini dapat meluas ke sekat interalveolar dan melibatkan fasa limfatika. Pneumonia

yang disebabkan s.aureus adalah berat dan infeksi dengan cepat menjadi jelek yang

disertai dengan morbiditas yang lama dan mortalitas yang tinggi, kecuali bila diobati

lebih awal. Stafilokokus menyebabkan penggabungan bronkopneumonia yang sering

unilateral atau lebih mencolok pada satu sisi ditandai adanya daerah nekrosis perdarahan

yang luas dan karena tidak teratur.8


3.5 Klasifikasi

Pneumonia dapat diklasifikasikan berdasarkan :4

1. Asal infeksi

A. Pneumonia yang Didapat dari Komunitas (CAP)

Infeksi parenkim paru yang didapatkan individu yang tidak sedang dalam

perawatan di rumah sakit paling sedikit 14 hari sebelum timbulnya gejala.

B. Pneumonia yang Didapat di Rumah Sakit (HAP)

Infeksi parenkim paru yang didapatkan selama perawatan di rumah sakit

yang terjadi setelah 48 jam perawatan (Depkes : 72 jam) atau karena perawatan

di rumah sakit sebelumnya, dan bukan dalam stadium inkubasi.

2. Lokasi lesi di paru

A. Bronkopneumonia (pneumonia lobularis)

B. Pneumonia lobaris

C. Pneumonia interstisialis

3. Etiologi

- Infeksi

Berdasarkan mikroorganisme penyebab:

A. Pneumonia bakteri

B. virus pneumonia

C Pneumonia jamur

D. Mikoplasma pneumonia

- Non infeksi

Aspirasi makanan/asam lambung/benda asing/hidrokarbon/substansi

lipoid, reaksi hipersensitivitas, drug- dan radiation-induced pneumonitis.


4. Karakteristik penyakit

- Pneumonia Tipikal

- Pneumonia Atipikal (mis. Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae,

Mycobacterium tuberkulosis)

5. Derajat keparahan penyakit

Untuk mengklasifikasikan beratnya pneumonia perlu diperhatikan

adanya tanda bahaya (danger signs), yaitu : takipnea dan tarikan dinding dada

bagian bawah ke arah dalam (retraksi epigastrik).

Berdasarkan kedua tanda ini, maka klasifikasi beratnya pneumonia pada

anak bawah lima tahun (balita) ditemukan berdasarkan usia, sebagai berikut:4

Klasifikasi Anak usia < 2 bulan Anak usai 2 bulan – 5 tahun


Pneumonia  Hipo/hipermatremi  Kesadaran turun
sangat berat  Kesadaran turun  Tidak mau minum
 Kurang mau minum  Kejang
 Kejang  Stridor
 Wheezing  Sianosis sentral
 Stidor  Gizi buruk
Pneumonia  Tarikan dinding dada  Tarikan dinding dada
berat dalam yang tampak jelas dalam
 Takipneu  Dapat minum
 Sianosis (-)
Pneumonia  Takipneu
 Tarikan dinding dada
dalam (-)
Bukan Tarikan dinding dada dalam (-),
pneumonia takipneu (-)

3.6 Manifestasi Klinis

Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian

atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik sangat mendadak sampai 39-40°C dan

mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnea,

pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar
hidung dan mulut. Kadang-kadang disertai muntah dan diare. Batuk biasanya tidak

ditemukan pada permulaan penyakit, mungkin terdapat batuk setelah beberapa hari,

mula-mula kering kemudian menjadi produktif. Pada stadium permulaan sukar dibuat

diagnosis secara fisik, tetapi dengan adanya nafas cepat dan dangkal, pernafasan cuping

hidung dan sianosis sekitar mulut dan hidung harus dipikirkan kemungkinan

pneumonia. Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung dari pada luas

daerah vang terkena. Pada perkusi paru sering tidak ditemukan kelainan. Pada auskultasi

mungkin hanya terdengar ronkhi basah nyaring halus atau sedang. Bila sarang

bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi terdengar keredupan

dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi, ronkhi

terdengar lagi. Tanpa pengobatan biasanya penyembuhan dapat terjadi sesudah 2 -3

minggu.7

Manifestasi klinik pada bronkopneumonia menurut (IDAI, 2010) adalah:7

1. Gejala infeksi umum

 Demam

 Sakit kepala

 Gelisah

 Rasa tidak enak

 Penurunan nafsu makan

 Keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah atau diare.

2. Gejala infeksi respiratorik

 Batuk

 Sesak napas

 Retraksi dada
 Takipnea

 Nafas cuping hidung

 Sianosis

3.7 Diagnosis

Diagnosis etiologi berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan atau serologis

merupakan dasar terapi yang optimal. Akan tetapi, penemuan bakteri penyebab tidak

selalu mudah karena memerlukan laboratorium penunjang yang memadai. Tidak ada

gejala distress pernafasan, takipnea, batuk, ronkhi, dan peningkatan suara pernafasan

dapat menyingkirkan dugaan pneumonia. Terdapatnya retraksi epigastrik, interkostal,

dan suprasternal merupakan indikasi tingkat keparahan. Pada bronkopneumonia,

bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto rontgen dapat juga

menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru, pneumotoraks

atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai. Pada

bayi-bayi kecil jumlah leukosit dapat berada dalam batas yang normal. Kadar

hemoglobin biasanya normal atau sedikit menurun. 6,7

Tingginya angka morbiditas dan mortalitas pneumonia pada balita, upaya

penanggulangannya WHO mengembangkan pedoman diagnosis dan tatalaksana yang

sederhana. Tujuannya ialah menyederhanakan kriteria diagnosis berdasarkan gejala

klinis yang dapat dideteksi, menetapkan klasifikasi penyakit, dan menentukan

penatalaksanaan. Tanda bahaya pada anak berusia 2 bulan sampai 5 tahun adalah tidak

dapat minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, mengi, demam, atau menggigil.6

Klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman tersebut:7

 Bayi dan anak berusia 2 bulan -5 tahun :

 Pneumonia berat
- Frekuensi pernafasan pada anak umur 2-12 bulan ≥ 50 x/menit, Usia 1-

5 tahun >40 x/menit

- Adanya retraksi

- Sianosis

- Anak tidak mau minum

- Tingkat kesadaran yang menurun dan merintih (pada bayi)

- Anak harus dirawat dan di terapi dengan antibiotik

 Pneumonia

- Frekuensi pernafasan pada anak umur 2-12 bulan ≥ 50 x/menit, Usia 1-

5 tahun>40 x/menit

- Adanya retraksi

- Anak perlu di rawat dan berikan terapi antibiotik

 Bayi berusia <2 bulan

Pada bayi berusia dibawah 2 bulan, perjalanan penyakit lebih bervariasi.

Klasifikasi pneumonia pada kelompok usia ini adalah sebagai berikut:

 Pneumonia

- Bila ada nafas cepat > 60 x/menit atau sesak nafas

- Harus dirawat dan diberikan antibiotik

 Bukan pneumonia

- Tidak ada nafas cepat atau sesak nafas

- Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatik

 Pemeriksaan Fisik

Dalam pemeriksaan fisik ditemukan hal-hal sebagai berikut:

 Suhu tubuh>38,5° C
 Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal,

suprasternal. dan pernapasan cuping hidung.

 Takipnea berdasarkan WHO:

- Usia <2 bulan 60 x/menit

- Usia 2-12 bulan 250 x/menit

- Usia 1-5 tahun 40 x/menit

- Usia 6-12 tahun 28 x/menit

- Pada palpasi ditemukan fremitus vokal menurun.

- Pada perkusi lapangan paru redup pada daerah paru yang terkena.

- Pada auskultasi dapat terdengar suara pernafasan menurun. Fine

crackles (ronki basah halus) vang khas pada anak besar bisa tidak

ditemukan pada bayi. Dan kadang terdengar juga suara bronkial.6

 Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan laboratorium

Pada pneumonia virus dan mikoplasma umumnya leukosit dalam

batas normal. Pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis

vang berkisar antara 15.000 40.000/mm' dengan predominan PMN.

Kadang-kadang terdapat anemia ringan dan laju endap darah

(LED) vang meningkat. Secara umum, hasil pemeriksaan darah

perifer lengkap dan LED tidak dapat membedakan antara infeksi

virus dan bakteri secara pasti.2,6

2) C-Reaktive Protein (CRP)

Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk

membedakan antara faktor infeksi dan non-infeksi, infeksi virus


dan bakteri, atau infeksi bakteri superfisialis dan profunda. Kadar

CRP biasanva lebih rendah pada infeksi viru dan infeksi bakteri

superfisialis daripada infeksi bakteri profunda. CRP kadang

digunakan untuk evaluasi respons terhadap terapi antibiotic.2,6

Pemeriksaan CRP dan prokalsitonin juga dapat menunjang

pemeriksaan radiologi untuk mengetahui spesifikasi pneumonia

karena pneumokokus dengan nilai CRP 120 mg/l dan prokalsitonin

25 mg/ml.

3) Pemeriksaan Mikrobiologis

Pemeriksaan mikrobiologis untuk diagnosis pneumonia anak tidak

rutin dilakukan kecuali pada pneumonia berat, dan jarang

didapatkan hasil yang positif. Untuk pemeriksaan mikrobiologik,

spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring tidak

memiliki nilai yang berarti. Diagnosis dikatakan definitif bila

kuman ditemukan dari darah, cairan pleura, atau aspirasi paru.6

4) Pemeriksaan serologis

Uji serologik untuk medeteksi antigen dan antibodi pada infeksi

bakteri tipikal mempunvai sensitivitas dan spesifitas vang rendah.

Akan tetapi, diagnosis infeksi Streptokokus grup A dapat

dikonfirmasi dengan peningkatan titer antibodi seperti

antistreptolisin O, streptozim, atau antiDNAse B. Uji serologik

IgM dan IgG antara fase akut dan konvalesen pada anak dengan

infeksi pneumonia oleh Chlamydia pneumonia dan Mycoplasma

pneumonia memiliki hasil yang memuaskan tetapi tidak bermakna


pada keadaan pneumonia berat vang memerlukan penanganan vang

cepat.6,7

5) Pemeriksaan roentgenografi

Foto rontgen toraks proyeksi posterior-anterior merupakan dasar

diagnosis utama pneumonia. Tetapi tidak rutin dilakukan pada

pneumonia ringan. hanya direkomendasikan pada pneumonia berat

yang dirawat dan timbul gejala klinis berupa takipneu, batuk,

ronkhi, dan peningkatan suara pernafasan. Kelainan foto rontgen

toraks pada pneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran

klinis. Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang

diagnosis pneumonia hanyalah pemeriksaan posisi AP. Lynch dkk

mendapatkan bahwa tambahan posisi lateral pada foto rontgen

toraks tidak meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas penegakkan

diagnosis. 2.6.7

Secara umum gambaran foto toraks tediri dari:

 Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan bronkovaskular,

peribronchial cuffing dan overaeriation. Bila berat terjadi patchy

consolidation karena atelektasis.

 Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.

Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris

atau terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk

sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas dan menyerupai lesi tumor paru

disebut sebagai round pneumonia


 Bronkopneumonia ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua

paru berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah

perifer paru disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.

Foto rontgen tidak dapat menentukan jenis infeksi bakteri, atipik, atau

virus. Tetapi gambaran foto rontgen toraks dapat membantu mengarahkan

kecenderungan etiologi. Penebalan peribronkial, infiltrat interstitial merata dan

hiperinflasi cenderung terlihat pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar berupa

konsolidasi segmen atau lobar, bronkopneumoni dan air bronchogram sangat

mungkin disebabkan oleh bakteri.6

3.8 Diagnosis Banding

Berikut diagnosis banding anak yang dating dengan keluhan batuk atau kesulitan

bernafas:4

Diagnosis Gejala klinis yang ditemukan


Bronkiolitis - Episode pertama wheezing pada anak umur <2 tahun
- Hiperinflasi dinding dada
- Ekspirasi memanjang
- Gejala pada pneumonia juga dapat dijumpai kurang atau tidak
ada respon dengan bronkodilator
Tuberculosis (TB) - Riwayat kontak positif dengan pasien TB dewasa
- Uji tuberculin positif (>10 mm, pada keadaan imunosupresi
>5 mm)
- Pertumbuhan buruk/kurus atau berat badan menurun
- Demam (>2 minggu) tanpa sebab yang jelas
- Batuk kronis (>3 minggu)
- Pembengkakan kelenjar limfe, leher, aksila, inguinal yang
spesifik. Pembengkakan tulang/sendi punggung, panggul,
lutut, falang
Asma - Riwayat wheezing berulang, kadang tidak berhubungan
dengan batuk dan pilek
- Hiperinflasi
- Ekspirasi memanjang
- Berespon baik dengan bronkodilator
3.9 Tatalaksana

Pada bronkopneumonia akibat virus umumnya tidak memerlukan pengobatan

khusus dan akan membaik pada 2 sampai 3 minggu, namun pemberian antiviral bias

membantu memperpendek perjalanan penyakit akibat virus.8

 Tatalaksana pada pneumonia ringan:

 Anak dirawat jalan

 Beri antibiotik: Kotrimoksasol (4 mg TMP/kg BB/kali) 2 kali sehari selama 3

hari atau Amoksisilin (25 mg/kg BB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari. Untuk

pasien HIV diberikan selama 5 hari.

 Anjurkan ibu untuk memberi makan anak. Nasihati ibu untuk membawa kembali

anaknya setelah 2 hari, atau lebih cepat jika keadaan anak memburuk atau tidak

bisa minum atau menyusu.

 Tatalaksana pada pneumonia berat:

 Anak dirawat di rumah sakit

 Terapi Antibiotik

- Beri ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6

jam), yang harus dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Bila

anak memberi respons vang baik maka diberikan selama 5 hari.

Selanjutnva terapi dilanjutkan di rumah atau di rumah sakit dengan

amoksisilin oral (15 mg/ kgBB/kali tiga kali sehari) untuk 5 hari

berikutnya.

- Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam, atau terdapat keadaan

yang berat (tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan

semuanya, kejang, letargis atau tidak sadar, sianosis, distres pernapasan


berat) maka ditambahkan kloramfenikol (25 mg/kgBB/kali IM atau IV

setiap 8 jam).

- Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat, segera berikan oksigen

dan pengobatan kombinasi ampilisin-kloramfenikol atau ampisilin-

gentamisin.

- Sebagai alternatif, beri seftriakson (80-100 mg/kgBB IM atau IV sekali

sehari)

- Bila anak tidak membaik dalam 48 jam, maka bila memungkinkan buat

foto dada.

- Apabila diduga pneumonia stafilokokal, ganti antibiotik dengan

gentamisin (7.5 mg/kgBB IM sekali sehari) dan kloksasilin (50 mg/kgBB

IM atau IV setiap 6 jam) atau klindamisin (15 mg/kgBB/hari -3 kali

pemberian). Bila keadaan anak membaik, lanjutkan kloksasilin (atau

dikloksasili) secara oral 4 kali sehari sampai secara keseluruhan

mencapai 3 minggu, atau klindamisin secara oral selama 2 minggu.

 Terapi oksigen

- Beri oksigen pada semua anak penderita pneumonia berat

- Bila tersedia pulse oximetry, gunakan sebagai panduan untuk terapi

oksigen (berikan pada anak dengan saturasi oksigen < 90%, bila tersedia

oksigen yang cukup). Lakukan periode uji coba tanpa oksigen setiap

harinya pada anak yang stabil. Hentikan pemberian oksigen bila saturasi

tetap stabil> 90%.

- Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter nasofaringeal.

Penggunaan nasal prongs adalah metode terbaik untuk menghantarkan


oksigen pada bayi muda. Masker wajah atau masker kepala tidak

direkomendasikan. Oksigen harus tersedia secara terus-menerus setiap

waktu.

- Lanjutkan pemberian oksigen sampai tanda hipoksia (seperti tarikan

dinding dada bagian bawah ke dalam yang berat atau napas > 70/menit)

tidak ditemukan lagi.

3.10 Komplikasi

a) Atelektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna atau kolaps

paru yang merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau reflek batuk

hilang.

b) Empyema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalm

rongga pleura yang terdapat disatu tempat atau seluruh rongga pleura.

c) Abses paru adalah pengumpulan pus dala jaringan paru yang meradang

d) Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.

e) Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.11

3.11 Pencegahan

Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak

dengan penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat

menyebabkan terjadinya bronkopneumonia ini.1,4

Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan

daya tahan tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti cara hidup

sehat, makan makanan bergizi dan teratur, menjaga kebersihan, istirahat yang cukup,

rajin berolahraga dll. Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi


kemungkinan terinfeksi antara lain:1,4

- Vaksinasi pneumokokus

Dapat diberikan pada umur 2,4,6, 12-15 bulan. Pada umur 17-12 bulan namun

keduanya perlu dosis ulangan 1 kali pada usia 12 bulan atau minimal 2 bulan

setelah dosis terakhir. Pada anak umur di atas 2 tahun PCV diberikan diberikan 2

kali dengan interval 2 bulan; pada usia > 1 tahun di berikan 1 kali, cukup 1 kali.

- Vaksinasi H.Influenzae

Diberikan pada usia 2, 4, 6, dan 15-18 bulan

- Vaksinasi varisela

Yang di anjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah dapat diberikan

setelah umur 12 bulan, terbaik pada umur sebelum masuk sekolah dasar. Bila

diberikan pada umur > 12 tahun, perlu 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu.

- Vaksinasi influenza

Diberiikan pada umur > 6 bulan setiap tahun. Untuk imunisasi primer anak 6

bulan -<9 tahun di berikan 2 kali dengan interval minimal 4 minggu.

3.12 Prognosis

Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat

diturunkan sampai kurang dari 1 %. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan

yang datang terlambat menunjukan mortalitas yang lebih tinggi.2

Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui.

Infeksi berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan

hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan

pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua duanya bekerja

sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang
lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi bila berdiri

sendiri.1
DAFTAR PUSTAKA
1. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC

2. Behrman RE, Vaughan VC. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Bagian II. Edisi 15. EGC,
Jakarta: 2000. hal: 883-889.

3. Dharmayanti. Pneumonia Pada Balita di Indonesia. Pusat Teknologi Intervensi


Kesehatan Masyarakat Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Diunduh 20 Juni 2018,
<journal.fkm.ui.ac.id/kesmas/article/download/405/402.pdf>.

4. Hegar, badriul. 2010. Pedoman pelayanan medis. Jakarta : IDAI.

5. Mulyadi dkk. Antibiotic treatment in pneumonia, how to choose?. Prosiding


simposium LXXIV departemen ilmu kesehatan anak fakultas kedokteran universitas
indonesia. 2018. Hal 93-103

6. Pedoman Diagnosis dan Terapi Kesehatan Anak, UNPAD, Bandung: 2005.

7. Pedoman Pelayanan Medis. Jilid 1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: 2010.

8. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Komuniti di Indonesia.


2003.http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus pneumoniakom/pnkomuniti.pdf

9. Safitri, Reza Wardana. Roro Lintang Suryani. "Batuk Efektif Untuk Mengurangi
Sesak Nafas Dan Sekret Pada Anak Dengan Diagnosa Bronkopneumonia." Jurnal
Inovasi Penelitian, 2022: 5751-5756.

10. Sukma, Ari. Indriyani, Ningtyas. "Pengaruh Pelaksanaan Fisioterapi Dada


(Clapping) Terhadap Bersihan Jalan Napas Pada Anak Dengan Bronkopneumonia."
Journal of Nursing and Health 5 (2021): 9-18.

11. Shah. Pneumonia Anak. Asosiasi Medis Amerika. 2016.<


jamanetwork.com/journals/jama/fullarticle/2646720.pdf>.

12. Svjetlana dkk. Evaluasi Perawatan Obat Bronkopneumonia di Klinik Pediatri di


Sarajevo. Journal pf academy of medical science in Bosnia, 2016. Diunduh 20 Juni
2018

13. Watkins. Lembaga Kesehatan dan Anak Memperingatkan Satu Anak Meninggal
Akibat Pneumonia Setiap 39 detik. London: Unicef Indonesia, 2019

14. Zafar . Radang paru-paru. Urusan Kedokteran & Kesehatan Kerja. Fakultas Bosnia.
2016. Diunduh 20 Juni 2018 Farmasi. Universitas Sargodha. Pakistan. 2016. Diunduh
22 Juni 2018, https://www.omicsonline.org/open-access/a-case-study-pneumonia-2329
6879-1000242.pdf

Anda mungkin juga menyukai