Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH PENDIDIKAN

AGAMA ISLAM
KELOMPOK 1
PERNIKAHAN DALAM
ISLAM

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

KELOMPOK 3
PERNIKAHAN DALAM ISLAM
DISUSUN OLEH :

 ALIZA SURAYA
 SALSABILLA PUTRI
 DINI NAVIZA
 FARAH SALSABILA
 FEBRIDA
 DWI WARDANIA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pernikahan atau nikah artinya adalah terkumpul dan menyatu.
Menurut istilah lain juga dapat berarti Ijab Qobul (akad nikah) yang
mengharuskan perhubungan antara sepasang manusia yang diucapkan oleh kata-kata yang
ditujukan untuk melanjutkan ke pernikahan, sesuai peraturan yang diwajibkan oleh
Islam.
Dalam ilmu pengetahuan, perkawinan memiliki multi dimensi diantaranya
dimensi sosiologis dan psikologis. Secara sosiologis perkawinan merupakan cara
untuk melangsungkan kehidupan umat manusia di muka bumi, karena tanpa adanya
regenerasi, populasi manusia di bumi ini akan punah. Sedangkan secara psikologis
dengan adanya perkawinan, kedua insan suami dan isteri yang semula merupakan orang lain
kemudian menjadi satu. Mereka saling memiliki, saling menjaga, saling membutuhkan,
dan tentu saja saling mencintai dan saling menyayangi, sehingga terwujud keluarga
yang harmonis.
Pernikahan menurut syariat Islam, mempunyai beberapa aspek, di antaranya aspek
ibadah, hukum dan sosial. Dari aspek ibadah, melaksanakan pernikahan berarti
melaksanakan sebagian dari ibadah, yang berarti pula menyempurnakan sebagian dari
agama. Dari aspek hukum, pernikahan yang sesuai dengan syariat Islam merupakan suatu
perjanjian yang kuat, yang di dalamnya mengandung suatu komitmen bersama dan menuntut
adanya penunaian hak dan kewajiban bagi keduanya. Sementara dari aspek sosial, pernikahan
bertujuan membentuk keluarga yang diliputi rasa saling cinta dan rasa kasih sayang
antarsesama anggota keluarga, yang pada gilirannya terwujud sebuah komunitas masyarakat
yang marhamah,di bawah naungan Allah Swt yang baldatun tayyibatun warabbun ghafur
(Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan, 2001, hlm.5).
Tujuan menikah dalam Islam memiliki arti begitu dalam bagi Allah SWT dan Nabi-
Nya. Sebuah pernikahan bukan hanya menyatukan dua hati dan menyangkut suatu kesatuan
yang luhur dalam berumah tangga saja. Melainkan ada tujuan menikah dalam Islam yang
seharusnya dipahami orang muslim.

1.2 Rumusan Masalah


Yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Apa makna pernikahan dalam islam?
2. Apa hukum nikah dalam islam?
3. Apa saja tujuan nikah?
4. Apa saja rukun dan syarat-syarat nikah?
5. Apa pengertian mahram?
6. Siapa saja yang termasuk wali nikah?
7. Apa saja uraian mengenai kewajiban suami istri?
8. Apa saja hikmah pernikahan?
9. Apa pengertian talaq?
10. Apa pengertian iddah?
11. Apa pengertian rujuk?
12. Bagaimana perkawinan menurut UU No.1 Tahun 1997?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Makna Pernikahan dalam Islam


*MANFAAT PERNIKAHAN DALAM ISLAM
Munafakat berarti perkawinan atau pernikahan. Pernikahan berasal dari kata dasar
nikah. Kata nikah berasal dari bahasa Arab yang berarti (al- jam’u) atau”bertemu,
berkumpul”. Menurut istilah, nikah ialah suatu ikatan lahir batin antara seorang
laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama dalam suatu rumah tangga melalui akad
yang dilakukan menurut hukum syariat Islam. Dalam kompilasi hukum Islam (KHI)
dijelaskan bahwa perkawinan adalah pernikahan, yaitu akad yang kuat atau mitsaqan
ghalizhan untuk mentaati perintah Allah Swt. dan melaksanakannya merupakan
ritual ibadah. Sementara itu, menurut Undang-undang No.1 Tahun 1974,tentang Perkawinan
Pasal 1 dijelaskan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang kekal
dan bahagia berdasarkan ke- Tuhanan Yang Maha Esa.

*HUKUM NIKAH
2.2 Hukum Nikah Menurut sebagian besar ulama, hukum asal nikah adalah mubah, artinya
boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan. Meskipun demikian ditinjau dari segi
kondisi orang yang akan melakukan pernikahan, hokum nikah dapat berubah menjadi wajib,
sunat, makruh dan haram. Adapun penjelasannya adalah sebagi berikut:
a. Mubah, yaitu boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan artinya setiap orang yang
memenuhi syarat-syarat tertentu boleh menikah dengan calon pasangannya.
b. Wajib, yaitu orang yang telah mempunyai kemampuan lahir dan batin atau
sanggup menikah sedangkan bila tidak menikah khawatir akan terjerumus ke dalam
perzinaan.
c. Sunnah, yaitu orang yang telah memenuhi syarat-syarat pernikahan dan berkeinginan
untuk menikah, namun masih sanggup mengendalikan dirinya dari godaan
yang menjurus kepada perzinaan. Walaupun tidak segera atau bagi orang yang
berkeinginanmenikah serta cukup sandang pangan.
d. Makruh, yaitu orang yang akan melakukan pernikahan dan telah memiliki
keinginan atau hasrat tetapi ia belum mempunyai bekal untuk memberikan nafkah
tanggungan-nya.
e. Haram, yaitu orang yang akan melakukan perkawinan tetapi ia mempunyai
niat yang buruk, seperti niat menyakiti perempuan atau menikahi pasangan yang
masih mahram. isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya. “.(Ar-Rum : 21)
f. Mubah, yaitu boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan artinya setiaporang yang
memenuhi syarat-syarat tertentu boleh menikah dengancalon pasangannya.
g. Wajib, yaitu orang yang telah mempunyai kemampuan lahir danbatin atau
sanggup menikah sedangkan bila tidak menikah khawatirakan terjerumus ke dalam
perzinaan.
h. Sunnah, yaitu orang yang telah memenuhi syarat-syarat pernikahandan berkeinginan
untuk menikah, namun masih sanggupmengendalikan dirinya dari godaan
yang menjurus kepada
perzinaan. Walaupun tidak segera atau bagi orang yang berkeinginan
menikah serta cukup sandang pangan.
d) Makruh, yaitu orang yang akan melakukan pernikahan dan telah
memiliki keinginan atau hasrat tetapi ia belum mempunyai bekal
untuk memberikan nafkah tanggungan-nya.
e) Haram, yaitu orang yang akan melakukan perkawinan tetapi ia
mempunyai niat yang buruk, seperti niat menyakiti perempuan atau
menikahi pasangan yang masih mahram.
2.3 Tujuan Nikah
Secara umum tujuan pernikahan menurut Islam adalah untuk
memenuhi hajat manusia (pria terhadap wanita atau sebaliknya) dalam
rangka mewujudkan rumah tangga yang bahagia, sesuai dengan
ketentuan-ketentuan agama Islam. Secara umum tujuan pernikahan
dalam Islam dalam diuraikan sebagai berikut:

*TUJUAN MENIKAH
a. Untuk memperoleh kebahagiaandan ketenangan hidup (sakinah).Ketentraman dan
kebahagiaan adalah idaman setiap orang. Nikahmerupakan salah satu cara supaya
hidup menjadi bahagia dantentram.tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteisteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasatenteram kepadanya. “.(Ar-Rum : 21)
b. Membina rasa cinta dan kasih sayang. Nikah merupakan salah satucara untuk
membina kasih sayang antara suami, istri dan anak.( QS. Ar- Rum : 21)antaramu
rasa kasih dan sayang. “)
c. Untuk memenuhi kebutuhan seksual yang syah dan diridhai AllahSWT
d. Melaksanakan Perintah Allah swt. Karena melaksanakan perintah Allah swt maka
menikah akan dicatat sebagai ibadah.yang kamu sukai". (An-Nisa' : 3)
e. Untuk memperoleh keturunan yang sah, kehidyupan dunia” (Al-Kahfi : 46)
f. Mengikuti Sunah Rasulullah saw. Rasulullah saw., mencela orangyang hidup
membujang dan beliau menganjurkan umatnya untuk menikah.

 RUKUN NIKAH DAN SYARAT – SYARATNYA

-calon suami : -beragama islam


-atas kehendak sendiri (tidak dipaksa)
-bukan muhrimnya wanita
-tidk sedang ihrom haji

-calon istri : -beragama islam


- tidak dipaksa atau terpaksa
-bukan muhrim
-tidak bersuami
-tidak dalam keadaan masa idah
-tidak sedang ihrom haji atau umroh

-adanya wali
-adanya dua org saksi
-adanya ijab dan Qobul

Contoh Qobul:
Calon suami menjawab: ”Saya terima nikah dan perjodohannya dengan diri saya dengan mas
kawin tersebut dibayar tunai”.
diri saya dengan mas kawin tersebut dibayar tunai”. Perempuan yang
perempuan yang menikah tanpa seizin walinya nikahnya tidaksah. Rasulullah Saw,
bersabda yang Artinya :”Perempuan mana saja yang menikah tanpa seizin walinya
maka pernikahan itu batal (tidak sah).

Wali Nikah
Wali nikah dalam satu pernikahan dibagi menjadi dua:
a) Wali nasab yaitu wali yang mempunyai pertalian darah denganmempelaI
wanita yang akan dinikahkan. Adapun susunan wali nasab adalah sebagai
berikut:
b) Ayah kandung, (ayah tiri tidak sah jadi wali)
c) Kakek (ayah dari ayah mempelai perempuan) dannseterusnya ke atas
d) Saudara laki-laki sekandung
e) Saudara laki-laki seayah
f) Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
g) Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah
h) Sdengan ayah
i) Anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah yang seayah dengan ayah
j) Wali Hakim, yaitu seorang kepala negara yang beragama Islam. Di Wali Hakim, yaitu
seorang kepala negara yang beragama Islam. DiIndonesia, wewenang Presiden
sebagai wali hakim dilimpahkankepada pembantunya, yaitu Mentri Agama.
Kemudian Mentri Agamamengangkat pembantunya untuk bertindak sebagai wali
hakim, yaitu Kepala
Kantor Urusan Agama Islam yang berada di setiap kecamatan. Wali
Hakim bertindak sebagai wali nikah apabila memenuhi kondisi sebagai berikut:
1. Wali nasab benar-benar tidak ada.
2. Wali yang lebih dekat (aqrab) tidak memenuhi syarat danwaliyang lebih jauh (ab’ad)
tidak ada.
3. Wali aqrab bepergian jauh dan tidak memberi kuasa kepadawalinasab urutan
berikutnya untuk berindak sebagai walinikah.
4. Wali nasab sedang berikhram haji atau umroh.
5. Wali nasab menolak bertindak sebagi wali nikah.
6. Wali yang lebih dekat masuk penjara sehingga tidakdapatberintak sebagai
wali nikah.
7. Wali yang lebih dekat hilang sehingga tidak diketahuitempattinggalnya.
8. Wali hakim berhak untuk bertindak sebagai wali nikah, sesuaidengan sabda
Rasulullah Saw. yang artinya :”Dari
Aisah r.a. berkata,Rasulullah Saw. bersabda : Tidak sah
nikah seseorang kecuali denganwali dan dua orang saksi
yang adil, jika wali-wali itu menolak jadiwali nikah maka
sulthan (wali hakim) bertindak sebagai wali bagiorang yang
tidak mempunyai wali”.(HR. Darulquthni)

seizin walinya maka pernikahan itu batal (tidak sah)”. (HR. Empat Ahli
Hadits kecuali Nasai)

 MAHAR
 PENGERTIAN MAHAR
Kata “mahar” berasal dari bahasa Arab yang termasuk kata benda bentuk abstrak atau
mashdar, yakni “mahran” atau kata kerja. Ini berartimahar adalah suatu benda yang
berbentuk abstrak yang sesuai denganpermintaan calon pasangan atau kesepakatan
bersama.Mahar merupakan pemberian yang dilakukan oleh pihak mempelailaki-laki kepada

pihak mempelai perempuan yang hukumnya wajib. Dalam memberikan mahar pihak
mempelai laki-laki kepada pihak mempelai perempuan yang berupa harta atau manfaat
karena adanya ikatan perkawinan bentuk dan jenisnya mahar tidak ditetapkan tetap
dalam hukum perkawianan Islam hanya saja kedua mempelai diajurkan melakukan
musyawarah untuk menyepakati mahar yang akan diberikan. Mahar secara etimologi
artinya maskawin. Secara terminology mahar ialah “pemberian wajib dari calon
suami kepada calon istri sebagai ketelusan hati calon suami untuk menimbulkan rasa cinta
kasihbagi seorang istri kepada calon suaminya”.Suami berkewajiban memberikan mahar
kepada calon istrinya.
Mahar adalah lambang kesiapan dan kesediaan suami untuk memberikannafkah lahir
kepada istri dan anak-anaknya. Selama mahar itu bersifatsimbolis atau sekedar formalitas,
maka jumlahnya sedikit pun tidak adamasalah. Hal ini sejalan dengan penjelasan
Rasulullah, “sebaik-baikmaskawin adalah seringan-ringannya.” Maksud dari hadits
tersebut adalah, jangan sampai karena masalah mahar menjadi faktor yang
memberatkan bagi laki-laki, maka tidak ada larangan bagi laki-laki yangmampu untuk
memberikan sebanyak mungkin mahar kepada calon istrinya. Namun, pernikahan pada
dasarnya bukanlah akad jual beli, danmahar bukanlah menjadi harga seorang wanita.

B.HUKUM
B. Hukum
Hukum islam mendudukkan perempuan sebagai mahluk terhormatdan mulia, maka
diberikan hak untuk menerima mahar, bukan pihak yangsama-sama memberi mahar. Mahar
merupakan salah satu bentuk hadiahyang diberikan oleh seorang pria sebagai ungkapan
kesetiaan cintanya kepada calon istrinya.Ekualitas laki-laki dan perempuan bukan
diimplementasikan dengancara pemberian mahar. Karena mahar bukan lambang
jual-beli, tetapi lambang penghormatan laki-laki terhadap perempuan sekaligus
sebagailambang kewajiban tanggung jawab suami memberi nafkah terhadap istri,selain
lambang cinta dan kasih sayang terhadap istri, sebagaimanadikemukakan ulama’
Syafi’iyah.15 Dasar wajibnya menyerahkan mahar itu ditetapkan dalam Al-Qur’an.Sebagai
landasan ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan tentang mahar yaituSurat An-Nisa> ayat 4, 19,
21, dan surat Al-Baqarah ayat 237

Anda mungkin juga menyukai