Anda di halaman 1dari 19

Studi Kitab Tafsir Kontemporer Dosen Pengampu Mata Kuliah

Kelompok 7 Iin Tri Yuli Evina, M. Ag.

TAFSIR AL-QUR’AN WA AL-MAR’AH

Makalah ini dibuat dan diajukan untuk memenuhi Tugas pada mata kuliah
Studi Kitab Tafsir Kontemporer

Oleh :

El Ridho Aulia (12030214117)

Ulfa Hasanah (12030224155)

M Raihan Setiawan (12030213823)

KELAS IAT 6F

JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

1444 H/ 2023 M

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..........................................................................................................2
BAB I ...................................................................................................................................3
PENDAHULUAN ...............................................................................................................3
A. Latar Belakang ..........................................................................................................3
B. Rumusan Masalah .....................................................................................................4
C. Tujuan Penulisan .......................................................................................................4
BAB II..................................................................................................................................5
PEMBAHASAN ..................................................................................................................5
A. Riwayat Hidup / Latar Belakang Mufassir ...............................................................5
B. Isi Kandungan Tafsir .................................................................................................6
C. Sejarah / Latar Belakang Penafsiran .........................................................................7
D. Metode Dan Corak Tafsirnya ....................................................................................8
E. Analisa ......................................................................................................................9
a) Pengertian ayat al-Hamdu lillahi robbi al-„alamin ................................................9
b) Pendidik Allah kepada Alam ...............................................................................10
c) Surat-surat yang diawali dengan kata al-Hamdu ................................................. 11
F. Karya-Karya Tafsir Dan Lainnya ............................................................................12
BAB III ..............................................................................................................................17
PENUTUP..........................................................................................................................17
A. Kesimpulan .............................................................................................................17
B. Saran .......................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................18

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang mana berkat rahmat dan hidayah-
Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dengan baik dan dalam jangka
waktu yang telah ditentukan. Tak lupa shalawat serta salam semoga tetap tercurah pada
Nabi akhir zaman Rasullullah Saw, kepada keluarga, para sahabat dan seluruh umatnya.

Adapun tujuan penyusunan makalah ini ialah untuk memenuhi tugas yang telah
diberikan oleh ibunda Iin Tri Yuli Evina, M. Ag. sebagai dosen pengampu mata kuliah
Studi Kitab Tafsir Kontemporer. Sekaligus, menjadi bahan pokok pembelajaran untuk
menambah khazanah ilmu mengenai Perihal Tafsir Al-Qur’an Wa Al-Mar’ah. Dalam
penyusunan makalah ini, penulis mengakui bahwa masih banyak kelemahan dan
keterbatasan yang ada didalamnya. Oleh karenanya, Penulis sangat mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat dan dengan makalah ini pembaca dapat menambah wawasan ilmu
pengetahuan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya perihal studi kitab tafsir
kontemporer.

Pekanbaru, 22 Mei 2023

Kelompok 7

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur‟an sebagai teks suci umat Islam, di dalamnya terdapat petunjuk dan
informasi dari Allah SWT mengenai berbagai permasalahan yang ada di dunia, salah
satu diantara tema yang disuguhkan oleh al-Qur`an adalah tentang manusia, meliputi;
sejarah dan keberadaan manusia, asal usul penciptaan, serta tugas dan fungsi yang
dibebankan Allah Ta`ala kepada manusia. Sebagai kitab samawi terakhir yang
diturunkan serta diyakini kebenarannya, sangat logis jika prinsip-prinsip universalitas
Al-Qur`an senantiasa relevan untuk setiap waktu dan tempat (shalihun li kulli zaman wa
makan). Asumsi ini membawa implikasi bahwa setiap problema dari masa klasik hingga
kontemporer dapat dijawab oleh Al-Qur‟an, dengan melakukan penafsiran sesuai
tuntutan problem yang muncul, serta dengan mengembangkan kajian tafsir yang telah
ada.1
Tafsir sendiri pada hakikatnya adalah ilmu yang digunakan untuk memahami Al-
Qur‟an, menjelaskan makna-maknanya dan menggali hukum-hukum serta hikmah-
hikmah yang ada di dalamnya, sehingga AlQur‟an itu dapat berfungsi secara benar
sebagai petunujuk bagi manusia.2
Kemampuan menafsirkan al-Qur'an, yang sebelumnya hanya dimiliki oleh para
sahabat Nabi Muhammad Saw yang tinggal di Mekah dan Madinah, lambat laun
menyebar dan dimiliki oleh generasi Muslim (tabi'in) di luar dua wilayah Mekkah dan
Madinah. Di sinilah pengetahuan Islam mulai menyebar, hingga semakin banyak
belahan dunia yang tercerahkan oleh ajaran Islam yang dibawa Nabi. Pada
perkembangan selanjutnya, para ulama pun menetapkan syarat-syarat untuk menjadi
mufassir, serta kaidah-kaidah dalam menafsirkan al-Qur'an. Telah banyak karya di
bidang tafsir al-Qur'an yang lahir di dunia Islam, dari berbagai wilayah dunia, dan terus
mengalami perkembangan penafsiran dari masa ke masa hingga sampailah pada masa
sekarang yang biasa kita sebut sebagai tafsir kontemporer.

1
Fahmi Muhammad, Penafsiran Khalifah menurut M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah, Skripsi
Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah IAIN Tulungagung, 2018, hlm. 1-2.
2
Abdul Mustaqim, Pergeseran Epistimologi Tafsir (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 2.

3
Salah satu tafsir kontemporer yang dapat kita temui, bahkan diakses melalui
internet adalah tafsir modern, Tafsir Al-Qur‟an Wa Al-Mar‟ah karya Muhammad Saltut
seorang tokoh Islam yang ahli dalam bidang tafsir dan fiqh. Tulisan ini selanjutnya
bertujuan untuk memperkenalkan tafsir Tafhīmul Qur'an dengan menjelaskan seputar
sistematika dan metode penafsirannya.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana karakteristik kitab Tafsir Al-Qur‟an Wa Al-Mar‟ah karya Muhammad


Saltut?
2. Bagaimana metodologi dan corak kitab Tafsir Al-Qur‟an Wa Al-Mar‟ah karya
Muhammad Saltut?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui karakteristik kitab Tafsir Al-Qur‟an Wa Al-Mar‟ah karya
Muhammad Saltut.
2. Untuk mengetahui metodologi dan corak kitab Tafsir Al-Qur‟an Wa Al-Mar‟ah karya
Muhammad Saltut.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Riwayat Hidup / Latar Belakang Mufassir


Muhammad Saltut adalah seorang tokoh Islam (ahli tafsir dan fiqh) lahir di
Mesir pada tanggal 23 April 1893 di desa Minyat Bani Mansur, provinsi Buhaira. Beliau
dilahirkan dalam keluarga yang haus akan ilmu pengetahuan serta hormat kepada para
ulama, beliau berasal dari keluarga petani yang taat dalam beragama, ayahnya seorang
petani yang memiliki kedudukan yang baik di desanya.3
Pendidikan Muhammad Saltut di awali dengan belajar membaca al- Qur‟an, dan
ia berhasil menghafalkannya pada tahun 1906 M saat beliau berusia 13 tahun, kemudian
beliau memasuki lembaga pendidikan agama di Ma‟had Dini di Iskandariyah.4
Dalam masa pendidikan di Ma‟had Dini Iskandariyyah, ia tergolong siswa yang
cerdas dan menonjol, hal itu terbukti atas terbukti dengan prestasi pertama setiap
kenaikan kelas.5
Keadaan sosial ekonomi kedua orang tua Muhammad Saltut yang cukup
memadai disini juga berperan dalam membekali beliau dalam menunjang studinya,
hingga pendidikan tingginya di Universitas Al-Azhar selesai pada tahun 1918 dengan
meraih predikat Syahadah al-Alimiyah al-Nizamiyah (suatu penghargaan tertinggi di
Universitas Al-Azhar). Setelah lulus, kemudian beliau meniti karirnya di Universitas
tersebut sebagai pengajar dan da‟i, beliau juga aktif menulis artikel yang dikelola oleh
perguruan tinggi tersebut. Selain itu, beliau juga memangku jabatan penting seperti
Wakil Dekan Fakultas Syariah, Pengawas Umum Kantor Lembaga Penelitian dan
Kebudayaan Islam di Al- Azhar dan wakil Syaikh Al-Azhar, Ketua Badan Penyelidikan
Adat dan Tradisi pada Kementrian Sosial Mesir, serta anggota Dewan Tertinggi untuk
Penyiaran Radio Mesir.6
Puncak karirnya yang terpenting dalam lingkungan Universitas Al- Azhar adalah

3
Muhammad Abd al-Munim Khafaji, al-Azar fi Alfi Amin, Bairut : Alam al-Kutub, 1988,jilid I, hlm. 145.
4
Abdul Salam Arief, Pembaharuan Pemikiran Hukum Islam Antara Fakta Dan Realita,Yogyakarta :
Lesfi, 2003, hlm. 116.
5
Abd al-Rahman al-Bayumi, , Hayat ‘Amirah bi al-Ilm wa al-‘Amal wa al-Iman, Majalah al-Azhar
(April:2010), hlm. 19.
6
Saiful Amin Ghafur, Profil Para Mufassir, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008)hlm. 178.

5
terpilihnya beliau menjadi Rektor Al-Azhar ke-21 pada tanggal 21 Oktober 1958.
Sebagai Rektor, ia mengagendakan segudang reformasi di kampus tersebut, salah
satunya memindahkan Institut Pembacaan al-Qur‟an ke dalam Mesjid al-Azhar. Namun,
pada tanggal 25 November tahun 1963, beliau sakit parah, kemudian dibawa oleh
keluarganya ke rumah sakit Al-Aguoza Cairo, setelah di operasi selama 3 jam
kesadarannya pulih kembali, namun tidak lama kemudian beliau meninggal pada
tanggal 09 Desember 1963, namun ada juga yang mengatakan beliau wafat pada tanggal
13 Desember 1963 pada usia 70 tahun setelah dirawat selama 2 minggu dirumah sakit.7

B. Isi Kandungan Tafsir


Tafsir Al-Quran wa al-Mar'ah adalah karya Muhammad Saltut sebagai bukti
bahwa la peduli terhadap wanita, salah satu pemikiran beliau di dalam karya nya ini
dapat kita lihat dari sebuah tulisan beliau dalam sebuah jurnal Analisis Tafsir tentang
Perempuan Menurut Muhammad Saltut (Metode Tematik Pada Periode Tafsir Modern).
Misalnya tentang pernikahan dimana beliau memahami hal ini sebagai bentuk
kerja sama antara suami dan istri dalam menciptakan keharmonisan hidup berkeluarga.
Ini berarti otoritas laki-laki yang diberikan al-Qur'an terhadap istrinya (seperti yang
ditegaskan dalam QS. An-nisa ayat 34), tidak lebih dari kepemimpinan keluarga.
Suamilah yang patut memimpin perjalanan rumah tangga agar mereka bisa hidup
harmonis dan bahagia. Dan pandanganya tentang ketetapan yang bersifat alami bisa
berlaku untuk seluruh umat manusia di muka bumi.
Firman Allah swt yang berbunyi :

۟ ُ‫ضهُ ْم َعلَ َّٰى بَعْض َوبمآ أَوفَق‬


‫ىا ِم ْه أَ ْم َّٰ َىلِ ِه ْم‬ َ ‫ٱلرِّ َجا ُل قَ َّٰى ُمىنَ َعلَى ٱلىِّ َسآ ِء بِ َما فَض َل ٱَّللُ بَ ْع‬
َِ ٍ
Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah
melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan
karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. (Q.S An-Nisa : 34).
"karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian
yang lain", tidak berarti superioritas laki- laki atas perempuan bersifat absolut, akan

7
Abdul Salam Arief, Pembaharuan Pemikiran Hukum Islam Antara Fakta Dan
Realita,Yogyakarta : Lesfi, 2003, hlm. 203.

6
tetapi lebih bersifat organis, seperti halnya tangan kanan manusia lebih kuat dari tangan
kirinya.
Penafsiran di atas terlihat bahwa disini dibutuhkan kerjasama dan saling
pengertian yang baik antara keduanya dengan kesediaan untuk menjalankan fungsinya
sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Secara organisatoris apapun yang
menyangkut hak dan kewajiban dalam kaitannya dengan orang lain harus diatur sesuai
dengan kadar, kemampuan dan karakternya masing- masing artinya dibutuhkan bentuk
struktural yang bisa mengayomi sebuah hubungan baik yang didasarkan kepada
teransaksi kesepakatan atau dalam istilah perkawinan disebut akad nikah dan atau
kontrak kerja dalam bentuk- bentuk yang lain yang memberikan perlindungan dan
pertanggungjawaban secara agama maupun hukum yang berlaku sesuai dengan kodrat
yang Allah berikan, oleh karena itu, menurut Muhammad Saltut, superioritas laki-laki
atas perempuan tidak bersifat absolut, akan tetapi lebih bersifat organis.
Dalam pandangan Muhammad Saltut ini secara tidak langsung mengisyaratkan
perlunya diadakannya peraturan dalam bentuk kontrak kerja secara organis yang jelas
berdasarkan hukum yang berlaku berkaitan dengan Tenaga Kerja Wanita di luar negeri
dengan pihak-pihak yang terlibat untuk menegakkaan hak dan kewajiban masing-
masing yaitu antara pembantu dan majikan, sehingga kezaliman seperti kerja diluar
batas kesepakatan atau dalam bentuk-bentuk yang lain bisa dihindarkan.

C. Sejarah / Latar Belakang Penafsiran


Adapun yang menjadi latar belakang penafsiran ini ialah pada masa Muhammad
Saltut masih hidup, Mesir pada saat itu sedang mengalami perubahan sosial yang begitu
cepat. Kedatangan bangsa Eropa (khususnya Prancis dan Inggris), dengan kemajuan
teknologinya membuka cakrawala berfikir masyarakat Mesir. Pergolakan dan perubahan
yang terjadi di Mesir, sangat berpengaruh pula pada diri Muhammad Saltut.
Perubahan-perubahan yang terjadi di Masyarakat Mesir menyentuh pula pada
pola perilaku masyarakat, struktur dan pola budayanya. Budaya Prancis telah menembus
kedalam budaya Mesir, hal ini terlihat ketika kecenderungan laki-laki Mesir yang
memilih menikah dengan wanita Prancis yang mereka anggap memiliki budaya yang
lebih modern.
Kegelisahan beliau membawanya untuk mengungkapkan pendapat- pendapatnya

7
yang memunculkan reaksi. Kenyataan ini dapat dilihat dalam fatwanya yang melarang
perkawinan laki-laki muslim dengan perempuan non- muslim. Alasan yang
dikemukakan beliau yaitu dikhawatirkan suami dan anaknya akan terpengaruh akan
budaya dan agama istrinya.
Dengan demikian, logislah bila beliau tidak tahan menghadapi masalah- masalah
yang mengancam masyarakat, budaya dan spritualnya serta psikologisnya, kecuali
dengan cara mengembalikan kepada ajaran al-Qur‟an untuk mendapatkan jawaban dan
solusinya. Dari kenyataan tersebut, menjadikan Muhammad Saltut berorientasi
pemikirannya yang mengacu pada perbaikan dan penjagaan nilai-nilai moral agama.
Prinsip Muhammad Saltut disini tidak hanya kembali kepada ajaran-ajaran Al-Qur‟an
tanpa menyesuaikan kondisi zaman, alasannya, beliau melihat bahwa ajaran-ajaran
terhadap sosial kemasyarakatan dalam al-Qur‟an dan Hadis itu sedikit jumlahnya,
sehingga beliau berpendapat bahwa semua itu dapat disesuaikan dengan kondisi zaman.8
Dalam hal ini termasuk dalam menuliskan tafsir Al-Qur‟an wa Al-Mar‟ah sebagai
bentuk kepedulian nya terhadap kaum wanita.

D. Metode Dan Corak Tafsirnya


Tafsir Muhammad Saltut dianggap sebagai kajian ilmiah tematis yang
menjadikan Al-Qur‟an sebagai dasar dalam kajian pokok dalam legitimasi. Metode yang
digunakan adalah menggabungkan pada ayat yang akan dikaji beberapa ayat yang masih
berhubungan dengan tema-tema yang berkaitan dengan tema ayat.9
Karena beliau seorang ahli fiqh, dan karya-karyanya banyak ke masalah fiqh
termasuk tafsir Al-Qur‟an wa Al-Mar‟ah, maka corak dalam tafsir beliau adalah corak
fiqhi.
Selanjutnya, metode yang digunakan Muhammad Saltut dalam menafsirkan Al-
Qur‟an adalah maudhu‟i (tematik). Bahkan, menurut M.Quraish Shihab beliau
merupakan penggagas metode tafsir ini. Muhammad Saltut menganggap bahwa metode
ini yang relevan untuk digunakan pada masa kini, karena dapat memberikan keterangan

8
Ali aljufri, Rasionalitas Penafsiran Mahmud Shaltut dalam Masalah Aqidah dan Syari’ah (Desertasi), hlm.
48-49.
9
Mani‟ Abd Halim Mahmud, Metodologi Tafsir (Kajian Komprehensif Metode Para Ahli Tafsir). (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2006). hlm. 346.

8
pada umat manusia dengan ajaran Al-Qur‟an sesuai dengan topik yang terjadi, sehingga
masalah yang dihadapi umat mudah dan cepat diselesaikan.
Sedangkan sistematika penafsiran nya dimulai dari : Pertama, menyebutkan arti
surah, dan latar belakang dari surah tersebut. Kedua, menafsirkan al-Qur‟an berdasarkan
urutan surah, menjalin kaitan ayat dan menjelaskan makna yang ditunjukkannya. Ketiga,
mengoleksi ayat-ayat yang dapat diletakkan dibawah satu topik, kemudian menganalisa
dan memahami makna-maknanya, menjelaskan hubungan ayat satu sama lainnya,
sehingga dapat ditemukan suatu hikmah tertentu, dan menerangkan tujuan-tujuan ayat
yang ada dalam topik tersebut.10

E. Analisa
َ‫اَ ْل َح ْم ُد ِ َّٰ َّّللِ َربِّ ْال َّٰعلَ ِم ْي َۙه‬
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta Alam. (Q.S. Al-Fatihah [1]: 2).
Menurut Muhammad Saltut, ayat ini adalah surat pertama dari surat Al- Fatihah,
surat ini termasuk makkiyah yaitu yang turun di makkah sebelum hijrah. Dan dalam
beberapa riwayat surat al-Fatihah termasuk yang pertama kali turun secara lengkap.
Oleh karena al-Mushaf secara tertulis dan secara hafalan atau bacaan diawali dengan al-
Fatihah, maka surat ini dinamakan Fatihul kitab (pembuka al-Qur‟an). Ada juga nama-
nama lain dari surat ini, masing-masing nama disesuaikan dengan maksudnya seperti:
ummul kitab, al-Sab‟u al-Matsani, surat al-Hamdi, dan lain-lain11

a) Pengertian ayat al-Hamdu lillahi robbi al-‘alamin


Al-Hamdu berarti memuji dengan segala sesuatu yang kepada Allah.
Allah ialah nama bagi dzat Yang Maha Suci, yang wajibul wujud, yang memiliki
kebesaran dan keindahan. Rabb berarti pelindung, pengayom, Yang dipertuhan,
pemilik dan pendidik. al-„alamin adalah bentuk jama‟ dari kata „alam yang
berarti semua alam wujud selain Allah.
Maksud dari ayat ini adalah menetapkan bahwasanya hanya Allah yang
berhak mendapat pujian. Siapa saja selain Allah tidak lah patut menyaingi-Nya

10
Mahmud Shaltut, Tafsir al-Qur’an al-Karim, (Bandung: CV.Diponogoro, 1989).
11
Ali aljufri, Rasionalitas Penafsiran Mahmud Shaltut dalam Masalah Aqidah dan Syari’ah (Desertasi),
hlm. 48-49.

9
dalam pujian itu. Tidak seorang pun berhak memperoleh pujian, melainkan
hanya Allah pangkal sumbernya yang memberikan kenikmatan. Berikutnya ayat
al-Hamdu menetapkan bahwasanya Allah berhak secara mutlak dan menyeluruh
atas pujian itu, karena Allah Rabb al- „Alamin, pengayom pemilik semesta alam.
Untuk itu tidak ada di alam wujud ini, baik alam langit maupun bumi, baik
immaterial maupun material, baik rohani maupun jasmani, yang tidak diliputi
oleh Tarbiyah Ilahi (pemeliharaan dan pendidik). Pemiliharaan dan pendidik-
Nya yaitu meliputi semua kejadian dan semua sisi yang berhubungan dengan zat,
ciri, wujud peneguh dan bermanfaat serta pemanfaatanya.

b) Pendidik Allah kepada Alam


Allah telah memelihara dan mengasuh semua alam wujud ini, dan Allah
memberi satiap sesuatu sesuai dengan yang dihajatkan oleh kesediaan dan
posisinya dalam susunan hidup di alam wujud ini. Misalnya: mahluk yang telah
dijadikan oleh Allah SWT pada posisi derajat yang paling tinggi di alam wujud
material, serta diberikan kedudukan khalifah di muka bumi. Selain dengan
pendidik fisik material juga denga pendidik mental spiritual. Kemudian ia diasuh
juga dengan kesyari‟atan, yaitu penurunan wahyu dan pengutusan rasul-rasul.
Segala ciptaan Allah dan kreasinya tidak ada yang dicampuri oleh
tangan-tangan manusia, dan tidak yang menyekutui-Nya. Demikian juga
penciptaan dan pemberian asuhan kepada mahluk-Nya. Tidak ada hak bagi
makhluk mana pun untuk mengaku-ngaku partisipasinya dalam penciptaan
makhluk dan pensyari‟atan agama dalam menciptakan hukum halal dan haram.
Dari sini sangat jelas bahwa Allah memiliki dua jenis pendidik atas
semua makhluknya, yakni pendidik kreatif dan pendidik syariat agama. Kedua-
duanya terkandung dalam firman-Nya rabb al-„Alamin, pengayom semesta alam.
Kenyataan ini merupakan pengilhaman yang kuat agar manusia mau
menggunakan akalnya di alam ini untuk mengenali kedua jenis pendidik tersbut.
Keduanya dijadikan argumentasi akan kemutlakan keluhuran Allah untuk
menerima pujian serta hanya Allah yang berhak menerima pujian dan sanjungan.
Untuk lebih menghayati rahasia Allah, manusia hendaknya mendalami dirinya
sendiri yaitu; menghayati wujud hewan dan tumbuh-tumbuhan, benda-benda di

10
langit dan di bumi, air dan udara, dan segala apa yang diciptakan oleh Allah. Ini
adalah menjadi tabiat manusia untuk selalu mengadakan intropeksi diri sebagai
pedoman adanya syariat ilahi yang sanggup menjaga manusia dari kekeliruan
serta menbantunya untuk mencapai kebenaran dan mengamalkanya.
Sesungguhnya al-Qur‟an telah menyatakan secara tegas tentang inspirasi
ini dalam banyak ayat, agar manusia memperhatikan kerajaan langit dan bumi
serta segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah. Dengan demikian ia tahu akan
berbagai bimbingan Allah dan menjadi yakin berdasarkan pengetahuan dan bukti
bahwasanya Allah adalah rabb al- „Alamin. Dan Dia-lah pula yang berhak secara
mutlak atas pujian dan sanjungan.

c) Surat-surat yang diawali dengan kata al-Hamdu


Di dalam al-Qur‟an selain surat al-Fatihah terdapat empat surat lagi yang
diawali dengan al-Hamdu lillah, yaitu; al-An‟am, al-Kahf, Saba‟, dan Fathir.
Dengan demikian dalam al-Qur‟an surat-surat yang di awali dengan al-Hamdu
berjumlah lima surat.
Selanjutnya perlu dicatat bahwa kelima surat yang dimulai dengan al-
Hamdu itu berisi tentang ketuhanan Allah terhadap alam ini dari kedua sisi,
yakni sisi kreatif dan dari sisi pensyariatan. Dari kelima surat itu, surat al-Fatihah
lah yang mengambil bagian khusus, memberikan garis besar keterangannya
tentang pengaturan Allah terhadap alam (secara global), sedangkan surat-surat
empat lainnya masing-masing memberikan tafshil (perincian) terhadap
kandungan isi surat al-Fatihah.
‫الرحْ مَّٰ ِه الر ِحي َۙ ِْم‬
Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Fatihah [1] : 3).
Ayat ini berisikan dua nama yang mulia, Asmaul Husna, yakni “ar-
Rahman dan ar-Rahim”. Ada yang berpendapat bahwa “ar-Rahman” berarti
Yang menganugerahkan nikmat yang besar, sedang “ar-Rahim” berarti Yang
menganugerahkan nikmat yang serba halus. Mufassir memberikan pengertian
“ar-Rahman” sebagai Pemberi nikmat kepada semua makhluk, sedangkan “ar-
rahim” Pemberi nikmat kepada orang-orang yang beriman. Sebahagian golongan
mutaakhirin berpendapat makna „ar-Rahman” adalah sifat dzat yang menunjuk

11
kepada pengertian “sumber asal dari rahmat dan insan”, sedangkan “ar-Rahim”
adalah sifat fi‟il yang menunjuk kepada pengertian “sampainya dan terlimpahnya
rahmat dan insan kepada yang diberi rahmat”.

F. Karya-Karya Tafsir Dan Lainnya


Adapun judul-judul karya tulis ilmiah Muhammad Saltut adalah sebagai berikut
:12
1. Tafsir al-Qur‟anul Karim al-Ajza al-Ashrata „Ula
Dalam menafsirkan kitab ini, beliau menggunakan metode penafsiran
maudhu‟i (tematik). Suatu penafsiran yang dianggap paling banyak
sumbangannya dalam menangkap pesan-pesan al-Qur‟an untuk menjawab
problematika manusia modern.13
2. Al-Fatawa
Karya ini merupakan himpunan dari fatwa-fatwa Muhammad Saltut
tentang berbagai problematika hukum Islam yang diajukan kepadanya.
Dalam fatwa ini, beliau mendasarkan jawabannya berdasarkan nash-nash al-
Qur‟an dan hadis. Beliau menghindari terjebak dalam perbedaan madzhab,
dan melakukan ijtihad sendiri. Dalam karya ini Muhammad Saltut sangat
peduli dengan problematika hukum yang terjadi saat itu di mesir, akibat
perkembangan teknologi dan peradaban barat yang masuk ke Mesir.
Sehingga dalam pembahasannya dikemukakan pendapatnya mengenai
Keluarga Berencana dan Inseminasi buatan serta perkembangan mu'amalah
baru yang saat itu baru tumbuh di Mesir.
3. Al-Islam Aqidah Wa Syari‟ah
Karya ini secara sistematis isinya terdiri dari tiga pembahasan.
Pertama, batas pemisah antara Islam dan kufur, dan teori dan praktek yang
mendukung dan memperkuat aqidah. Kedua, tentang Syari‟ah mencakup
ibadah dalam segala aspeknya, pranata sosial dan lingkupnya, serta

12
Abdul Salam Arief, Pembaharuan Pemikiran Hukum Islam Antara Fakta Dan Realita,Yogyakarta :
Lesfi, 2003, hlm. 207.
13
Abd al-Hayyi al-Farmawi, al-Bidayah Fi Tafsir al-Maudhu’i, Huquq al-Tab‟I Mahfuzah1976, hlm. 18-20.

12
kedudukan wanita dalam pandangan islam, serta pembahasan tentang
pembunuhan. Ketiga, berkenaan dengan kajian ushul fiqh, diantaranya di
kemukakan sumber-sumber ijtihad yaitu al-Qur‟an, as-Sunah dan al-ra‟yu,
disitu di kemukakan pula sebab-sebab timbulnya perbedaan dikalangan
ulama ketika berijtihad.
4. Min Taujihat al-Islam
Karya ini mengungkapkan berbagai masalah yang berkaitan dengan
kehidupan manusia. Menurut Muhammad Saltut, dalam karyanya ini adalah
masalah manusia dan agama dalam kehidupan bermasyarakat. Manusia
sebagai makhluk Tuhan yang dianugerahi kecerdasan otak dan ketajaman
nurani, namun tetap membutuhkan petunjuk agama dalam kehidupannya.
Muhammad Saltut menuangkan pembahasan itu dalam bab khusus bertema
“Manusia dan Agama”. Diterangkan kebutuhan manusia terhadap agama
dalam kehidupan bermasyarakat atau individu agar manusia mencapai
kehidupan seimbang politik dan tatanegara, dan diuaraikan juga prinsip-
prinsip masyarakat Islam. Dikemukakan pula masalah-masalah yang
berkaitan dengan eksistensi wanita, kemudian diuraikan pula pandangan al-
Qur‟an tentang posisi wanita. Dalam karya ini dijelaskan pula persoalan
zakat serta fungsi sosial zakat dalam mensejahterakan masyarakat. Karya ini
ditulis oleh Muhammad Saltut, dimaksudkan agar pembaca memiliki
wawasan luas tentang Islam.
5. Al-Mas‟uliyah al-Madaniyah Wa al-Jina‟iyah Fi al-Syari‟ah al-Islamiah
Karya ini menjelaskan pertanggung jawaban perdata dan pidana
dalam hukum Islam. Beliau menulis karya ini pada tahun 1937 yaitu ketika
beliau menjadi pembicara dalam konferensi Internasioanal yang bertema
“Perbandingan Hukum” kemudian karya ini menjadi sub bab dalam karyanya
al-Islam Awidah Wa Syari‟ah.
6. Muqaranah al-Mazahib Fi al-Fiqh
Disusun bersama dengan Syaikh Muhammad Ali al-Sayis dan
menjadi bahan kuliah di Fakultas Syari‟ah al-Azhar, ditulis sesuai dengan

13
kurikulum baru yang sedang diberlakukan saat itu,14 untuk memberikan
wawasan ilmiah kepada para mahasiswa lebih luas lagi. Dalam karya ini
dijelaskan berbagai pendapat yang ada dalam aliran fiqh, dan dikemukakan
argumen dari tiap-tiap pendapat tersebut serta dijelaskan sebab-sebab
terjadinya perbedaan pendapat itu. Dalam pengantar karya ini Muhammad
Saltut menyatakan bahwa faedah mempelajari fiqh perbandingan antara lain
ialah menghindarkan agar tidak ta‟assub madzhab secara berlebihan. Serta
menumbuhkan sifat toleransi terhadap pendapat lain dan menghargai aliran
fiqh yang berbeda.
7. Manhaj al-Qur‟an Fi Bina al-Mujtam
Dalam karyanya ini pembahasan Muhammad Saltut menggunakan
mtetode tafsir maudhu‟i, beliau menghimpun sejumlah ayat-ayat al-Qur‟an
yang membicarakan suatu topik yang sama, kemudian menjelaskannya.
Dalam karyanya ini antara lain dikemukakan tentang prinsip-prinsip Islam
berkaitan dengan sosial kemasyarakatan, fungsi harta benda dalam perspektif
Islam, konsep ibadah dalam Islam dan persoalan-persoalan kemasyarakatan
lainnya.
8. Fiqh al-Qur‟an al-Sunnah
Dalam karya ini Muhammad Saltut mengemukakan mengenai
ketentuan-ketentuan hukum yang terkandung dalam al-Qur‟an dan ketentuan-
ketentuan hukum yang dikemukakan oleh sunnah. Dikemukakan pula bahwa
al-Qur‟an mempunyai posisi sentral dalam kehidupan muslim dan sumber
utama sebagai pegangan dalam kehidupan muslim, sedangkan al-Sunnah
berfungsi sebagai penjelasnya dan tuntunan kedua dalam kehidupan muslim.

9. Tanzim al-Nasl (pengaturan keturunan atau kelahiran)


Karya ini merupakan cerminan dari perhatian Muhammad Saltut
terhadap masalah Keluarga Berencana yang saat itu terjadi di Mesir
merupakan masalah yang diperdebatkan di kalangan ulama. Di sini beliau
memberikan pemikirannya yang jernih tentang masalah Keluarga Berencana.

14
Mahmud Syaltut dan Muhammad Ali al-Sayis, Muqaranah al-Mazahib Fi al-Fiqh,Cairo: Dar al-
Ma‟arif 1987, hlm. 6.

14
Dalam masalah ini, beliau lebih memilih menggunakan istilah Tanzim al-
Nasl (pengaturan keturunan atau kelahiran) dan pada menggunakan istilah
Tahdid al-nasl (pembatasan kelahiran). Karya ini kemudian menjadi salah
satu sub judul dalam karyanya al-lslam Aqidah wa Syari‟ah, dan juga
menjadi bab pembahasan tersendiri dalam al-fatawa.
10. Al-Qur‟an wa al-Mar‟ah
Tafsir yang menjadi pembahasan kali ini, karya ini merupakan bukti
kepedulian Muhammad Saltut terhadap masalah wanita. Pembahasan beliau
dalam karyanya ini antara lain ialah, mengenai perspektif wanita dalam al-
Qur‟an, perkawinan dalam pandangan al-Qur‟an, berbagai prinsip yang harus
dijaga dalam kehidupan rumah tangga serta pembatasan kelahiran dalam
Islam. Penafsiran yang digunakannya juga memakai metode Tafsir Maudu‟i.
11. Tanzim al-Alaqah al-Dauliyyah Fi al-Islam
Dalam karya ini Muhammad Saltut mengungkapkan masalah-
masalah sosial kemasyarakatan dan ketatanegaraan dalam perspektif islam,
antara lain membahas persatuan dan persamaan manusia dan kewajiban.
Mengemukakan prinsip perdamaian dan perang menurut Islam, serta
perjanjian dalam Islam.
12. Al-Qur‟an Wa al-Qital
Ditulis pada tahun 1951, beliau membahas mengenai peperangan
dalam Al-Qur‟an, dengan menghimpun berbagai ayat berkaitan dengan
peperangan, kemudian beliau menafsirkannya. Dalam karya ini, beliau
menjelaskan korelasi antara ayat-ayat yang berkaitan dengan pengampunan
dan ayat-ayat mengenai peperangan. Metode yang digunakan dalam
karyanya ini juga menggunakan penafsiran maudhu‟i.

13. Al-Islam Wa Wujud al-Duwali Li al-Muslimin


Mengemukakan tentang hubungan sosial kemasyarakatan antar umat
Islam di negara-negara lain dan usaha bersama yang dapat dilakukan untuk
menjalin hubungan internasional antara negara-negara tersebut. Serta
membangun kerja sama dalam berbagai bidang yang dapat mendorong
kemajuan negara-negara tersebut.

15
14. Al-Islam Wa al-Takaful al-Ijtima‟i
Karya ini membahas tentang mu‟amalah khususnya berkaitan dengan
aktivitas ekonomi yang belum banyak disinggung dalam pembahasan fiqh
tradisional. Dalam karya ini digambarkan sejenis aktivitas ekonomi (seperti
asuransi) dengan menghimpun sejumlah orang melakukan kesepakatan
dalam melakukan kerjasama yang saling menanggung guna menanggulangi
suatu risiko yang terjadi. Aktivitas bisnis itu mengandung prinsip-prinsip al-
Syirkah al–Ta‟awuniyyah. Aktivitas ekonomi itu diperbolehkan selama tidak
terdapat praktek saling eksploitasi tidak mengandung unsur - unsur lain yang
dilarang dalam Islam.
15. Ila al-Qur‟an al-Karim
Karya ini memuat pembahasan 26 surah dalam al-Qur‟an. Dalam
karya ini, Muhammad Saltut mengungkapkan hikmah, isyarah dan tujuan
yang terkandung dalam surah-surah. Bila kandungan surah-surah itu
berkaitan dengan masalah keimanan, menetapkan hakekat kebenaran dan
mendorong kebaikan serta menjahui kebatilan, maka ia memberikan
penegasannya.
16. Min Hadyi al-Qur‟an
Dalam karya ini, Muhammad Saltut menguraikan watak dakwah
Islam yang bersifat damai dan tanpa pemaksaan. Oleh karena itu menurutnya,
peperangan dalam Islam itu bersifat defensif bukan ofensif.
17. Asbab al-Bida‟i Wa Madaruha
Karya ini merupakan risalah yang diterbitkan menjadi buku saku
yang tebal yang berjumlah 67 halaman. Dalam karyanya ini tercemin
keprihatinan Muhammad Saltut mengenai bid‟ah yang berkembang di
masyarakat. Menurutnya berkembangnya dan suburnya bid‟ah itu karena tiga
sebab utama, yaitu; Pertama, kebodohan manusia. Kedua, kecenderungan
manusia dalam menuruti hawa nafsu yang tidak terkendali. Ketiga,
menggunakan pemikiran-pemikiran spekulatif dalam menerapkan kebebasan
akal dalam agama.

16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Al-Quran wa al-Mar'ah adalah karya muhammad Saltut sebagai bukti
kepeduliannya terhadap wanita. dikutip dari sebuah jurnal tentang pernikahan, Syaltut
mengartikan hubungan suami istri sebagai bentuk kerja sama yang baik dalam mencapai
keharmonisan dan kemashlahatan, dengan demikian beliau memposisikan suami sebagai
pimpinannya dalam keluarga dan istri sebagai yang dipimpin. Disini dibutuhkan
kerjasama dan saling pengertian yang baik antara keduanya dengan kesediaan untuk
menjalankan fungsinya sesuai dengan kapasitasnya masing-masing.
Metode yang digunakan Muhammad Saltut pada Al-quran wa al-mar'ah adalah
metode tematik atau metode maudu'i, metode maudhu'i yaitu metode penafsiran al-
Qur'an yang dilakukan dengan cara memilih topik tertentu yang hendak dicarikan
penjelasanya dalam al-Qur'an yang berhubungan dengan topik, lalu dicarikan kaitan
antara berbagai ayat ini agar satu sama lain saling menjelaskan, kemudian ditarik
kesimpulan akhir berdasarkan pemahaman mengenai ayat-ayat yang saling terkait.
Karena beliau seorang ahli fiqh, dan karya-karyanya banyak ke masalah fiqh termasuk
tafsir Al-Qur‟an wa Al-Mar‟ah, maka corak dalam tafsir beliau adalah Corak Fiqhi.

B. Saran
Kami menyadari bahwa masih banyak kalimat atau pernyataan yang kurang tepat
dan jelas. Secara sumber kajian Pustaka juga kurang begitu memadai. Sehingga makalah
yang kami sajikan kurang dapat menjelaskan secara mendetail. Tentu saran dan kritik
dari pembaca sekalian merupakan sesuatu hal yang kami harapkan. Masukan-masukan
akan kami tampung untuk membangunn makalah ini sebaik mungkin.

17
DAFTAR PUSTAKA

Abd al-Hayyi al-Farmawi, al-Bidayah Fi Tafsir al-Maudhu’i, Huquq al-Tab‟I Mahfuzah,


1976.

Abd al-Rahman al-Bayumi, Hayat „Amirah bi al-Ilm wa al-„Amal wa al-Iman, Majalah al-
Azhar (April:2010)

Abdul Mustaqim, Pergeseran Epistimologi Tafsir (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008).


Abdul Salam Arief, Pembaharuan Pemikiran Hukum Islam Antara Fakta Dan
Realita,Yogyakarta : Lesfi, 200.

Ali aljufri, Rasionalitas Penafsiran Mahmud Shaltut dalam Masalah Aqidah dan Syari’ah
(Desertasi).

Fahmi Muhammad, Penafsiran Khalifah menurut M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-
Misbah, Skripsi Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah IAIN Tulungagung,
2018.
Mahmud Shaltut, Tafsir al-Qur’an al-Karim, (Bandung: CV.Diponogoro, 1989).
Mahmud Syaltut dan Muhammad Ali al-Sayis, Muqaranah al-Mazahib Fi al-Fiqh,
Cairo: Dar al-Ma‟arif 1987.

Mani‟ Abd Halim Mahmud, Metodologi Tafsir (Kajian Komprehensif Metode Para Ahli
Tafsir). (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006).
Muhammad Abd al-Munim Khafaji, al-Azar fi Alfi Amin, Bairut : Alam al-Kutub, 1988,
jilid I.

Saiful Amin Ghafur, Profil Para Mufassir, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008) .

18

Anda mungkin juga menyukai