Anda di halaman 1dari 5

1.

Apa praktik pendidikan saat ini yang membelenggu kemerdekaan peserta didik dalam
pembelajaran dengan melihat Perjalanan Pendidikan nasional sebelum kemerdekaan dan
sesudah kemerdekaan?
Jawab :
Pendidikan merupakan salah satu pilar penting dalam pembangunan suatu bangsa.
Pendidikan yang berkualitas akan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas pula.
Oleh karena itu, pendidikan haruslah diarahkan untuk mengembangkan potensi peserta didik
secara optimal. Namun, dalam praktiknya, masih terdapat beberapa praktik pendidikan yang
justru membelenggu kemerdekaan peserta didik dalam belajar. Pendidkan yang
membelenggu merupakan pendidkan yang jauh dari kebebasan. Pendidikan sebaiknya
memberikan kebebasan kepada pesertan didik untuk mengatur diri sendiri dalam tumbuh dan
berkembang. Peserta didik tidak dapat menentukan apa yang diinginkannya dan lebih banyak
di atur. Banyaknya aturan mdalam pendidkan menjadikan hanya masyarakat tertentu saja
yang dapat menikamatinya.
Jika dilihat dari perjalanan pendidikan nasional sebelum kemerdekaan, pendidikan saat ini
masi membelenggu, hal tersebut dapat dicontohkan pada:
1. Pembelajaran yang tidak berpusat kepada peserta ddik.
Paradigma ini masih berlaku di banyak sekolah di Indonesia. Dalam paradigma ini, guru
dipandang sebagai orang yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang lebih tinggi
daripada peserta didik. Guru berperan sebagai pemberi informasi dan peserta didik
berperan sebagai penerima informasi. Paradigma ini menyebabkan peserta didik menjadi
pasif dan tidak memiliki kesempatan untuk mengembangkan kreativitas dan
kemandiriannya
2. Penilaian hanya berpusat pada aspek kognitif
Pendidikan di Indonesia masih terlalu berfokus pada aspek kognitif. Hal ini terlihat dari
banyaknya mata pelajaran yang diajarkan di sekolah, terutama mata pelajaran yang
berkaitan dengan hafalan dan logika. Konsentrasi pada aspek kognitif menyebabkan
peserta didik menjadi kurang berkembang secara emosional, sosial, dan spiritual
3. Kurikulum yang terlalu kaku.
Kurikulum yang terlalu kaku tidak memberikan ruang bagi peserta didik untuk
mengembangkan potensinya sesuai dengan minat dan bakatnya. Hal ini dapat membuat
peserta didik menjadi bosan dan tidak termotivasi untuk belajar.
4. Fasilitas yang kurang memadai
Fasilitas pendidikan di Indonesia masih belum memadai. Hal ini menyebabkan peserta
didik tidak dapat belajar secara optimal.
5. Adanya paksaan dari orang tua untuk menentukan sekolah
Orang tua yang terlalu dominan dalam pendidikan anak dapat membelenggu
kemerdekaan anak dalam belajar. Orang tua sering kali memaksakan kehendak mereka
kepada anak, tanpa memperhatikan minat dan bakat anak. Hal ini dapat menyebabkan
anak menjadi kehilangan motivasi untuk belajar.
6. Kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan tanpa memperhatikan minat dan bakat peserta
didik.
Beban belajar yang terlalu berat dapat membuat peserta didik menjadi stres dan tidak
memiliki waktu untuk mengembangkan minat dan bakatnya. Hal ini dapat menghambat
kreativitas dan inovasi peserta didik.
Perjalanan pendidikan nasional sebelum kemerdekaan dan sesudah kemerdekaan juga
menunjukkan adanya praktik-praktik pendidikan yang membelenggu kemerdekaan peserta
didik. Pada masa penjajahan, pendidikan di Indonesia didominasi oleh kepentingan penjajah.
Pendidikan hanya diperuntukkan bagi segelintir orang dan tidak berorientasi pada
pengembangan potensi peserta didik. Hal ini membuat peserta didik menjadi pasif dan tidak
memiliki kesempatan untuk mengembangkan potensinya secara maksimal.
Setelah kemerdekaan, pendidikan di Indonesia mengalami berbagai perubahan. Namun,
masih terdapat beberapa praktik pendidikan yang belum sepenuhnya memerdekakan peserta
didik. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
 Kurangnya pemahaman tentang hakikat pendidikan.
Masih banyak orang yang memahami pendidikan sebagai proses transfer pengetahuan
dari guru kepada peserta didik. Padahal, pendidikan seharusnya merupakan proses
pengembangan potensi peserta didik secara optimal.
 Kurangnya SDM yang berkualitas.
Masih banyak guru yang belum memiliki kompetensi yang memadai untuk melaksanakan
pendidikan yang memerdekakan.
 Kurangnya dukungan dari pemerintah.
Pemerintah belum sepenuhnya memberikan dukungan yang memadai untuk pelaksanaan
pendidikan yang memerdekakan.
2. Adakah model-model Pendidikan saat ini yang Anda lihat dapat melepaskan ‘belenggu’ yang
belum memerdekakan peserta didik?
Model pendidikan saat ini yang dapat melepaskan belenggu kemerdekaan peserta didik
yaitu model pendidikan yang mengarah pada keaktifan peserta didik misalnya project based
learning dan problem based learning. Model Project Based Learning (PjBL) merupakan
suatu metode pembelajaran inovatif yang menggunakan proyek atau kegiatan sebagai sarana
pembelajaran. Dengan demikian, peserta didik dapat terlibat secara aktif dalam proses
pembelajaran dan kegiatan pemecahan masalah. Mereka juga memiliki kesempatan untuk
bekerja dalam kelompok, berkolaborasi, dan menghasilkan produk yang memiliki nilai.
Menurut Ngalimun (dalam Melinda & Zainil., 2020) konteks pembelajaran PjBL, proyek
berfokus pada pertanyaan atau permasalahan yang mendorong peserta didik untuk
memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip inti dari disiplin yang dipelajari (Ngalimun,
2014). Model pembelajaran berbasis proyek ini bersifat imajinatif, memberikan fokus lebih
kepada peserta didik (student centered), sementara guru berperan sebagai pemberi stimulus
dan fasilitator dalam pembelajaran.
Model pembelajaran problem based learning merupakan model pembelajaran yang
menitikberatkan masalah sebagai bahan utama dalam membelajarkan peserta didik
(Septiyowati & Prasetyo, 2021). Dalam PBL, siswa diajak untuk menjawab tantangan
pemecahan masalah yang kompleks, merancang solusi, dan menerapkan pengetahuan mereka
dalam konteks nyata. Kelebihan PBL mencakup peningkatan motivasi intrinsik siswa,
pembelajaran kolaboratif melalui kerja kelompok, dan penerapan pengetahuan dalam situasi
dunia nyata. Selain itu, model ini mengembangkan sikap ilmiah, mengajarkan keterampilan
hidup, dan menyediakan pemahaman mendalam melalui eksplorasi masalah.
Diterapkannya kurikulum merdeka juga dapat menjadi jalan agar pendidikan terbebas
dari belenggu atau yang akan memerdekakan peserta didik dalam belajar. Alasan argumen
tersebut ialah karena kurikulum merdeka diberikan berbagai kebebasan bagi peserta didik
dalam mengonstruksi pemahamannya terhadap materi dengan dipandu, dibimbing, dan
dibantu oleh pendidik. Akan tetapi, tentu tidak ada kurikulum yang sempurna. Kurikulum
merdeka juga memiliki kelemahan-kelemahan tertentu. Oleh sebab itu, sebagai calon guru,
tentu harus memaksimalkan hal-hal yang diberikan atau difasilitasi oleh pemerintah dengan
berdasarkan latar belakang peserta didik. Salah satu caranya adalah dengan pemilihan metode
dan media pembelajaran yang menarik untuk digunakan tetapi tetap memperhatikan latar
belakang peserta didik. Secara spesifiknya peserta didik dibebaskan dalam memahami
pembelajaran misalnya dengan menonton youtube, membaca dari buku cetak maupun online.
Saat ini cara lain untuk dapat bebas dari “belenggu” kita ajak peserta didik untuk bermain
games, ada banyak permainan yang mengedukasi peserta didik, contohnya dalam GIMKIT
siswa akan merasa bebas, karena siswa lebih senang bermain games, dengan begitu kita
sebagai guru dapat menggiring peserta didik untuk dapat bermain sambil memahami materi-
materi melalui pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam games. Hal ini termasuk juga dalam
membebaskan anak untuk belajar.
Salah satu model pembelajaran yang diterapkan pada kurikulum merdeka yaitu
Pembelajaran Kolaboratif (Collaborative Learning). Model ini mendorong kerja sama antara
siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Mereka bekerja sama dalam kelompok untuk
berdiskusi, mengajukan pertanyaan, dan mencari jawaban bersama. Collaborative learning
sejatinya merupakan metode pembelajaran yang lebih menekankan pada tugas spesifik dan
berbagi tugas dalam kerja kelompok, membandingkan kesimpulan dan prosedur kerja
kelompok, dan memberikan keleluasaan yang lebih besar pada peserta didik dalam kerja
kelompok (Dillenbourg, 1999). Dalam pembelajaran kolaboratif sangat diperlukan sifat-sifat
kerjasama, menghargai pendapat orang lain, pengendalian diri, kesabaran, dan kecerdasan
emosional yang mumpuni dari peserta didik, karena dengan memiliki sifat-sifat yang
demikian itu diharapkan pembelajaran akan lebih bermakna, menyenangkan dan
menghasilkan pemecahan masalah seperti yang diharapkan. Seperti dikemukakan dalam
penelitian Cabrera, Nora, dkk (2002) bahwa pembelajaran kolaboratif menghilangkan
stereotype yang biasanya dilekatkan pada peserta didik kalangan tertentu, bekerjasama dalam
kelompok, dan terbiasa dengan bekerjasama dengan karakteristik orang yang berbeda.

3. Apa yang Anda tawarkan sebagai model Pendidikan yang dapat melepaskan belenggu dan
memerdekakan peserta didik?
Daftar pustaka :

Cabrera, AF., Nora, A., Crissman, Jl., Terenzini, P.T., Bernal, Elena M., & Pascarella,
ET. 2002. Collaborative Learning: Its Impact on College Students Development and
Diversity. Journal of College Students Development, 1 (43), 20- 34

sDillenbourg, P. 1999. What do you mean by collaborative learning?. In Dillenbourg P


(Ed) Collaborative-learning: Cognitive and Computa-tional Approaches. (1-19). Oxford:
Elsevier

Melinda, V., & Zainil, M. (2020). Penerapan model project based learning untuk
meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa sekolah dasar (studi literatur).
Jurnal Pendidikan Tambusai, 4(2), 1526-1539.

Septiyowati, T., & Prasetyo, T. (2021). Efektivitas Model Pembelajaran Problem Based
Learning Dan Discovery Learning Terhadap Kecakapan Berfikir Kritis Siswa Sekolah
Dasar. Jurnal Basicedu, 5(3), 1231–1240. https://doi.org/10.31004/basicedu.v5i3.893

Anda mungkin juga menyukai