Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH VENTILASI TAMBANG

GAS METANA

OLEH :
KELOMPOK V

Alif Zulkarnain (1909056029)


M. Hamzah (1909056038)
Agnes Yolanda (2009056041)
Sabina Baizura (2009056042)
Mustafa Wadi (2009056043)
Jhonny Maxi (2209056057)

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA
2023
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya
yang diberikan, kami mampu menyelesaikan makalah kami yang berjudul polusi metana
yang bertujuan untuk memenuhi tugas Ventilasi Tambang. Kami mengucapkan rasa terima
kasih kami kepada kedua orang tua kami yang telah memberikan doa dan dukungan untuk
lebih giat dalam menuntut ilmu. Makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan banyak
kekurangan didalamnya. Kami berharap kritik dan saran guna menjadi pembelajaram agar
kami dapat lebih giat untuk belajar dan memperbaiki diri dalam menulis makalah
selanjutnya. Semoga makalah ini dapat menambah wawasan kita. Atas perhatiannya, kami
mengucapkan terimakasih.

Samarinda, 22 Februari 2023

Kelompok 5
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gas alam merupakan salah satu bahan penting yang menjadi sumber bahan bakar untuk
berbagai keperluan manusia. Selama perkembangan peradaban manusia, gas alam telah
banyak memberikan kontribusi dalam mempermudah dan meringankan pekerjaan manusia.

Selama ini, gas alam telah digunakan terutama sebagai sumber bahan bakar yang
belakangan menjadi kian populer setelah bahan bakar berbasis fosil lainnya mulai
mengalami penipisan stok, yang membuat kita mulai mencari alternatif bahan bakar lain.
Dan gas alam inilah yang kemudian menjadi salah satu alternatif tersebut.
Selain itu, gas alam telah dimanfaatkan untuk berbagai keperluan lainnya, seperti bahan
baku untuk penyusunan komponen lainnya yang sangat berbeda dari unsur pembentuk
utamanya, misalnya pupuk, dan sebagai komoditas energi.

Namun tak dapat dipungkiri bahwa meskipun gas alam dipilih sebagai alternatif
penggunaan energi dibandingkan dengan bahan bakar fosil lainnya yang lebih banyak
menghasilkan polusi, namun gas alam juga merupakan salah satu sumber polusi yang
memberikan dampak yang cukup signifikan. Kekhawatiran mengenai polusi yang
ditimbulkan akibat penggunaan bahan bakar yang berasal dari gas alam ini tentunya cukup
beralasan. Pemanasan global telah mencapai tingkatan yang mengkhawatirkan, dan bukan
tidak mungkin akan mengancam kelangsunagn hidup sebagian besar makhluk di muka
bumi ini, khususnya manusia. Dan gas alam merupakan salah satu penyumbang dari kian
meningkatnya pemanasan global ini. Salah satu unsur gas alam yang menjadi sebuah
kekhawatiran bagi pertumbuhan tingkat polusi udara adalah metana. Metana yang terlepas
ke atmosfir akan menjadi salah satu gas rumah kaca yang hanya melewatkan panas
matahari masuk ke bumi, namun menghalangi panas yang terpantul dari bawah untuk
terlepas kembali ke angkasa, sehingga panas tersebut akan terpantul kembali ke bumi dan
menignkatkan suhu di bumi secara global.Tingkat emisi metana ini merupakan salah satu
faktor yang cukup mengkhawatirkan dalam peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di
atmosfir dengan tingkat bahaya yang sangat tinggi.

Informasi terakhir yang paling hangat membuktikan bahwa gas metana mempunyai efek
pemanasan 25 kali lebih kuat dalam menyebabkan pemanasan global dibandingkan CO2.
Perhitungan ini berdasarkan rata-rata dari efek pemanasan metana selama 100 tahun. Akan
tetapi, setelah 1 dekade, gas metana sulit dilacak dan hampir menghilang setelah 20 tahun,
Dengan demikian secara dramatis akan menghabiskan rata-rata 1 abad untuk mengurangi
dampak gas metana. Dan karena kita tidak mempunyai waktu 100 tahun untuk mengurangi
efek gas rumah kaca kita maka perhitungan terbaru menunjukkan bahwa selama periode 20
tahun efek pemanasan metana menjadi 72 kali lebih kuat.

Hal inilah yang kemudian mendasari ketertarikan penyusun makalah ini untuk membahas
masalah pencemaran lingkungan, khususnya pencemaran udara oleh gas metana yang
kemudian berdampak pada meningkatnmya Efek Rumah Kaca dan pemanasan global di
bumi. Penyusun menyadari bahwa pembahasan dengan topik serupa sudah banyak
dipaparkan dalam berbagai media lainnya, namun hal tersebut tidak menyurutkan niat
penyusun untuk tetap menyusun makah ini, dengan tujuan untuk menambah khazanah
pengetahuan kita mengenai bahaya pencemaran lingklungan oleh gas metana, sehingga
dapat dijadikan dasar untuk melakukan pencegahan terhadap dampak buruk yang
ditimbulkannya, minimal mengurangi dampak tersebut hingga ke batas minimum.
1.2 Tujuan dan Manfaat

Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, tujuan utama dari penyusunan makalah ini
adalah untuk meningkatkan pengetahuan mengenai hal-hal penting yang terkait dengan
masalah pencemaran lingkungan, yang dalam hal ini difokuskan terhadap pencemaran
udara yang disebabkan oleh gas metana.

Tujuan tersebut dapat dirincikan secara lebih khusus menjadi sebagai berikut:
1. Meningkatkan pengetahuan tentang gas metana dan pencemaran lingkungan yang
disebabkan oleh gas alam tersebut
2. Meningkatkan pengetahuan tentang bahaya yang ditimbulkian oleh pencemaran
lingkungan oleh gas metana, baik terhadap manusia maupun terhadap lingkungan itu
sendiri
3. Meningkatkan pengetahuan tentang langkah-langkah dan upaya-uapaya yang dapat
dilakukan untuk menekan pencemaran lingkungan yangh disebabkan oleh gas metana
ini

1.3 Rumusan Masalah


1 Apakah yang dinamakan gas metana?
2 Bagaimana pencemaran udara oleh gas metana?
3 Bagaimana upaya mengurangi pencemaran udara oleh gas metana
BAB II
PEMBAHASAN

A. Gas Metana
1. Karakteristik Umum
Gas metana merupakan salah satu jenis GRK yang penting karena mempunyai nilai Global
Warming Potensial yang tinggi (sebesar 21) dan tidak dapat terserap oleh tumbuh-
tumbuhan. Gas metana merupakan senyawa hidrokarbon paling sederhana yang berbentuk
gas yang tidak berwarna dan juga tidak berbau. Dalam ilmu kimia, gas metana dikenal
dengan rumus kimia CH4 artinya satu molekul metana terdiri dari satu atom karbon yang
berikatan dengan 4 atom hidrogen sehingga mempunyai berat molekul 16. Sifat fisika dari
gas metana ini antara lain mempunyai titik didih -16l"C dan kelarutan dalam air sekitar 28-
30 mg/L pada tekanan 1 atmosfer. Pembakaran satu molekul metana dengan oksigen akan
melepaskan satu molekul CO2 ( karbondioksida ) dan dua molekul H2O ( air ):

CH4 + 2O2 → CO2 + 2H2O

(Tantowi, 2014)

2. Manfaat
Manfaat utama dari gas metana adalah sebagai bahan bakar alternatif. Bahan bakar metana
ini umumnya diperoleh dari hasil pengolahan kotoran ternak yang diolah sedemikian rupa
sehingga menghasilkan gas metana yang kemudian dapat diguinakan sebagai bahan bakar
yang lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan bahan bakar fosil lainnya. Belakangan
ini, penggunaan bahan bakar metana, yang juga lazim dikenal sebagai bahan bakar biogas,
diharapkan akan menggantikan penggunaan bahan bakar fosil nantinya

3. Sumber
Secara umum, sumber gas metana yang terlepas ke udara terbagi menjadi dua macam,
yakni sumber alamiah dan sumber akibat kegiatan manusia.
a. Sumber Alamiah
Jumlah emisi gas metana ke atmosfir yang berasal dari sumber-sumber alamiah pada saat
ini diperkirakan mencapai 208 juta ton per tahunnya. Dari keseluruhan sumber-sumber
alamiah yang ada, sumber dari lahan basah (wetland) merupakan sumber yang terbesar
yang jumlahnya diperkirakan sebanyak 170 Tg atau 170 juta ton pertahunnya. Sumber-
sumber lainnya adalah emisi geologis (geological emissions) yang diperkirakan sebanyak
42 - 64 juta ton/tahun, emisi dari danau-danau sekitar 30 juta ton per tahun dan emisi dari
tumbuh-tumbuhan sebanyak 20-60 juta ton pertahunnya (Keppler F,et al, 2006)

1) Emisi dari Lahan Basah


Lahan basah merupakan ekosistem yang jenuh dengan air, dimana air ini memegang
peranan penting dalam menentukan sifat-sifat tanah, spesies tanaman dan hewan yang ada.
Luas lahan basah meliputi sekitar 5 persen dari seluruh permukaan bumi, terdiri dari
daerah-daerah yang drainasenya tidak baik dan daerah tropis yang banyak curah hujannya.
Pada lahan basah bahan-bahan organik dapat membusuk dan terdekomposisi dengan
bantuan mikroorganisme methanogens dalam kondisi lembab dan kekurangan oksigen
menghasilkan gas metana.
Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat dalam laporannya tahun 1993
memperkirakan total emisi gas metana dari lahan basah mencapai 109 juta ton per
tahunnya, dimana lahan basah di daerah tropis menyumbang 66 juta ton per tahunnya.
Angka ini diperoleh dari extrapolasi berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan di
daerah-daerah tertentu. Perkiraan ini mungkin tidak terlalu tepat sebab besarya emisi gas
sangat berfluktuasi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain tempat dan waktu.
Dalam laporan terbarunya tahun 2010, Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat
memperkirakan jumlah emisi gas metana yang berasal dari lahan basah ini mencapai 170.3
juta ton pertahunnya, dimana lahan basah di daerah tropis menyumbang sekitar 81 – 206
juta ton pertahun dengan rata-rata sekitar 128 juta ton per tahunnya. Berdasarkan laporan-
laporan tersebut terlihat bahwa jumlah emisi gas metana dari lahan basah di daerah tropis
tetap merupakan penyumbang emisi gas metana paling besar dan telah mengalami
peningkatan dibandingkan emisinya di tahun 1993.
2) Emisi Geologis
Gas metana dapat keluar secara alamiah dari permukaan bumi. Emisi gas metana dari
permukaan bumi kadang-kadang keluar melalui “macroseepage” dimana gas keluar dalam
jumlah yang relatif besar di suatu lokasi. Gas metana dapat juga keluar dari perut bumi
melalui gunung-gunung berapi yang masih aktif atau di daerah geothermal. Lokasi
keluarnya gas metana dari perut bumi ini dapat terjadi di daratan atau di laut di bawah
permukaan air.
Jumlah emisi yang keluar dari permukaan bumi ini sangat sulit diperkirakan. Namun
laporan terakhir Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat memperkirakan jumlah
emisi dari permukaan bumi ini antara 42 sampai 64 juta ton pertahunnya.

3) Emisi dari Danau


Danau merupakan suatu badan air yang terbentuk secara alamiah. Dalam pembahasan
tentang sumber gas rumah kaca, bendungan tidak dimasukkan dalam kelompok danau.
Sumber gas rumah kaca yang berasal dari bendungan digolongkan pada sumber yang
diakibatkan oleh kegiatan manusia (anthropogenic). Danau alamiah memproduksi dan
memberi kontribusi tehadap kadar metana di atmosfir.
Gas metana pada danau terbentuk di dasar danau akibat aktifitas mikroorganisme
methanogens pada kondisi anarobik (kekurangan oksigen). Pembentukan gas metana di
dasar danau dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain cuaca, ukuran dan kedalaman
danau. Selain itu dipengaruhi juga oleh produktivitas tanaman dan hewan mikroskopis
maupun makroskopis yang menjadi bahan organik bila mati atau tenggelam dan akan
menjadi bahan gas metana.
Emisi gas metana dari dasar danau ke atmosfir diperkirakan sebanyak 30 juta ton
pertahunnya, dapat terjadi melalui gelembung, difusi dan juga melalui tanaman serta arus
balik. Emisi melalui gelembung-gelembung merupakan yang paling dominan, yang
diperkirakan mencapai 90 persen

4) Emisi Tumbuhan
Tumbuh-tumbuhan sudah lama diketahui dapat berfungsi sebagai media transportasi gas
metana dari tanah atau sedimen dasar ke atmosfir. Penelitian terbaru ternyata
menyimpulkan bahwa tumbuh-tumbuhan itu sendiri juga dapat menghasilkan gas metana.
Pada tahun 2006 dilaporkan bahwa tumbuh-tumbuhan mengeluarkan gas metana melalui
proses yang masih belum jelas pada kondisi kekurangan oksigen. Perkiraan besarnya emisi
gas metana dari tumbuh-tumbuhan berkisar antara 20 sampai 60 juta ton per
tahunnya.Namun peneliti lain memperkirakan metana yang berasal dari tumbuh-tumbuhan
ini mencapai sepertiga dari seluruh gas metana yang dihasilkan secara alamiah. Jika
pendapat yang terakhir ini benar, maka perkiraan jumlah emisi gas metana yang berasal
dari wetland saat ini dianggap terlalu besar (Keppler F,et al, 2006)

B. Sumber Akibat Kegiatan Manusia


Sumber gas metana yang berasal dari kegiatan manusia diperkirakan lebih banyak
dibandingkan dengan yang berasal dari alamiah. Jumlah emisi gas metana yang berasal dari
kegiatan manusia ini diperkirakan sudah mencapai 320 juta ton per tahunnya, dibandingkan
dengan 208 juta ton pertahunnya dari sumber alamiah. Menurut Badan Perlindungan
Lingkungan Amerika Serikat (U.S.-EPA) dalam “Inventory of U.S. Greenhouse Gas
Emissions and Sinks (2008)”, sumber gas metana yang diakibatkan oleh kegiatan manusia
terutama berasal dari kegiatan penambangan dan pemakaian bahan bakar, kegiatan
peternakan serta tempat pembuangan akhir sampah (Tantowi, 2014)

1) Sumber dari Penambangan dan Pemakaian Bahan Bakar


Gas metana selalu dijumpai pada lokasi-lokasi penambangan bahan bakar fosil. Gas metana
ini akan keluar apabila bahan bakar fosil, baik batubara, minyak ataupun berupa gas
ditambang dari perut bumi. Selain pada saat proses penambangan, gas metana juga teremisi
ke atmosfir pada saat pemrosesan, transportasi, dan pemakaian bahan bakar fosil.

2) Sumber dari Usaha Peternakan


Secara global, usaha peternakan merupakan sumber gas metana terbesar yang bersumber
dari kegiatan manusia, sedangkan di Amerika merupakan sumber terbesar ketiga. Pada
usaha peternakan ini, emisi gas metana ke atmosfir dapat terjadi dalam dua cara. Cara
pertama yang disebut “enteric fermentation” yang terjadi dalam perut binatang ternak
memamah biak seperti sapi, domba dan kambing. Pada saat binatang-binatang ini
melakukan pencernakan terbentuklah gas metana dalam jumlah yang cukup banyak. Cara
yang kedua adalah melalui kotoran dari binatang-binatang tersebut. Kotoran binatang
tersebut mengandung banyak bahan-bahan organik. Apabila bahan organik tersebut
terdekomposisi dalam suasana anaerob maka akan menghasilkan gas metana. Sebenarnya
dengan manajemen yang baik emisi gas metana ke atmosfir dari usaha peternakan ini dapat
dikurangi atau bahkan gas metana yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan
bakar.

3) Sumber dari Tempat Sampah


Tempat pembuangan sampah merupakan tempat dimana terdapat bahan-bahan organik
dalam jumlah yang cukup besar. Karena sampah yang dibuang ke lokasi pembuangan
tersebut terus menumpuk maka terjadilah tumpukan sampah yang makin lama makin
tinggi. Tumpukan sampah yang mengandung bahan organik di lapisan bawah akhirnya
mengalami keadaan kekurangan oksigen (anaerobik) dan terjadilah proses dekomposisi
yang menghasilkan gas metana. Jumlah emisi gas metana dari pembuangan akhir sampah
secara keseluruhan mencapai kira-kira 30 – 70 juta ton per tahunnya. Kebanyakan gas
metana dari sumber ini berasal dari negara-negara berkembang yang kadar pembuangan
sampahnya cenderung besar (Surya, 2019).

C. Pencemaran Udara oleh Gas Metana


Metana yang merupakan komponen utama gas alam juga termasuk gas rumah kaca. Ia
merupakan insulator yang efektif, mampu menangkap panas 20 kali lebih banyak bila
dibandingkan karbondioksida. Metana dilepaskan selama produksi dan transportasi batu
bara , gas alam , dan minyak bumi . Metana juga dihasilkan dari pembusukan limbah
organik di tempat pembuangan sampah ( landfill ), bahkan dapat keluarkan oleh hewan-
hewan tertentu, terutama sapi , sebagai produk samping dari pencernaan. Dalam laporan
PBB (FAO) yang berjudul Livestock's Long Shadow: Enviromental Issues and Options
(Dirilis bulan November 2006), PBB mencatat bahwa industri peternakan menghasilkan
emisi gas rumah kaca yang paling tinggi (18%), jumlah ini melebihi gabungan dari seluruh
transportasi di seluruh dunia (13%).PBB juga menambahkan bahwa emisi yang dihitung
hanya berdasarkan emisi CO2 saja, padahal industri peternakan juga merupakan salah satu
sumber utama pencemaran tanah dan air bersih. Peternakan melepaskan 9 %
karbondioksida dan 37 % gas metana (23 kali lebih berbahaya dari CO2). Selain itu,
kotoran ternak menyumbang 65 % nitrooksida (296 kali lebih berbahaya dari CO2), serta
64 % amonia penyebab hujan asam. Mencairnya es di Arktika tidak akan menaikkan level
permukaan air laut, melainkan akan mempercepat siklus pemanasan global itu sendiri. Bila
es di Arktika mencair semua, 80% sinar matahari yang sebelumnya dipantulkan akan
diserap 95% oleh air laut. Konsekuensi lanjut adalah potensi terlepasnya 400 miliar ton gas
metana atau 3000 kali dari jumlah gas metana di atmosfer (Surya, 2019)

Gas metana dapat terlepas akibat mencairnya bekuan gas metana yang stabil pada suhu di
bawah dua derajat celcius. Seperti diketahui, gas metana memiliki efek rumah kaca 25 kali
lebih besar dari gas CO2. Salah satu skenario yang mungkin terjadi adalah terulangnya
bencana kepunahan massal yang pernah terjadi pada 55 juta tahun yang lalu dikenal dengan
masa PETM (Paleocene-Eocene Thermal Maximum). Saat itu, gas metana yang terlepas ke
atmosfer mengakibatkan percepatan pemanasan global hingga mengakibatkan kepunahan
massal. Bukti geologi lain menunjukkan kepunahan massal juga pernah terjadi 251 juta
tahun lalu, pada akhir periode Permian. Akibat terlepasnya gas metana, lebih dari 94%
spesies mengalami kepunahan massal. Kematian massal terjadi mendadak karena turunnya
level oksigen secara ekstrem (Surya, 2019)

D. Upaya Mengurangi Pencemaran Udara oleh Gas Metana


Membaca fakta-fakta di atas, satu hal yang patut digaris bawahi adalah tenggat waktu yang
semakin sempit. Dr. Rajendra K. Pachauri, Ketua IPCC, menekankan bahwa dua tahun ke
depan merupakan masa tenggat penting untuk menghambat laju pemanasan global yang
bergerak dengan sangat cepat. James Hansen, ahli iklim NASA, mengatakan bahwa kita
telah berada di titik sepuluh persen di atas batas ambang kemampuan Bumi mencerna CO2.
Artinya, kita telah melampaui titik balik. Pada level saat ini, tindakan yang harus diambil
bukan lagi mengurangi, melainkan menghentikan. Kita butuh kecepatan dan ketepatan
membaca masalah hingga dapat memilih solusi yang efektif. Solusi yang mampu berpacu
dengan waktu untuk memperlambat laju pemanasan global. Berkaitan dengan ini, dalam
konferensi persnya di Paris, 15 Januari 2008, Pachauri mengimbau masyarakat dunia dalam
tingkat individu untuk: pertama, jangan makan daging. Kedua, kendarai sepeda. Ketiga,
jadilah konsumen yang hemat (Surya, 2019)
Menurut laporan yang dirilis Badan Pangan Dunia FAO (2006) dalam Livestock's Long
Shadow Environmental Issues and Options, daging merupakan komoditas penghasil emisi
karbon paling intensif 18%), bahkan melebihi kontribusi emisi karbon gabungan seluruh
kendaraan bermotor (motor, mobil, truk, pesawat, kapal, kereta api, helikopter) di dunia
(13%). Peternakan juga adalah penggerak utama dari penebangan hutan. Diperkirakan 70%
persen bekas hutan di Amazon telah dialih-fungsikan menjadi ladang ternak. Setiap
tahunnya, penebangan hutan untuk pembukaan lahan peternakan berkontribusi emisi 2,4
miliar ton CO2. Mata rantai lain yang sangat tidak efisien tapi telah berlaku demikian
kronis adalah pemanfaatan hasil pertanian untuk peternakan. Dua pertiga lahan pertanian di
muka Bumi ini digunakan untuk peternakan. Sebagai contoh, Eropa mengimpor 70%
protein (kedelai, jagung dan gandum) dari pertanian untuk peternakan. Indonesia sendiri
pada tahun 2006 mengimpor jagung untuk pakan ternak 1,77 juta ton. Prediksi produksi
pakan ternak naik dari 7,2 juta ton menjadi 7,7 juta ton, kata Ketua Gabungan Perusahaan
Pembibitan Unggas-Paulus Setiabudi (Kompas, 8 November 2007). Sementara itu, menurut
data Indonesian Nutrition Network (INN), setengah dari penduduk Indonesia mengalami
kelaparan tersembunyi (16 Sept 2005).

Akar masalah kelangkaan pangan jika dicermati salah satunya adalah krisis manajemen
lahan itu sendiri. Secara matematis, inefisiensi pemakaian lahan pertanian untuk pakan
ternak tercermin dari perhitungan kalori yang "terbuang" untuk membesarkan ternak cukup.
Pakan yang selama ini diberikan kepada ternak dapat memenuhi kebutuhan kalori 8,7
miliar orang. Berarti masih ada kelebihan kalori untuk 2,1 miliar orang.
Sebenarnya tidaklah sulit untuk memahami mendesaknya perubahan pola makan ini, yakni
perubahan ke pola makan yang mata rantainya pendek. Perut manusia bisa langsung
mencerna kedelai, jagung dan gandum tanpa harus melalui perut ternak terlebih dahulu.
Pertanian untuk pakan ternak itu sendiri merupakan penyumbang 9% CO2
(karbondioksida) , 65% N2O (dinitrooksida) dan 37% CH4 (metana). Perlu diketahui efek
rumah kaca N2O adalah 296 kali CO2, sedangkan CH4 adalah 25 kali CO2. Satu lagi
masalah industri peternakan yang sangat krusial yakni, inefisiensi air. Sekian triliun galon
air diperuntukkan untuk irigasinya saja. Sebagai gambaran sederhana, untuk mendapatkan
satu kilogram daging sapi mulai dari pemeliharaan, pemberian pakan ternak, hingga
penyembelihan seekor sapi membutuhkan satu juta liter air! (Surya,2019)

E. Pemanfaatan GMB untuk Listrik


Pada tahap lanjutan dewatering yang dilakukan terhadap ke 3 sumur uji GMB
memperlihatkan bahwa baru 2 sumur yang telah mulai mengeluarkan gas metananya
sehabis dilakukan operasi kerja ulang. Untuk sumur CBM-3, GMB telah keluar hampir
kontinyu dengan perkiraan produksi perharinya baru sekitar 5 m3 /hari (0,176 mscf/hari)
setelah 17 hari dewatering dilakukan. Sedangkan untuk sumur CBM-4, gas telah keluar
baru mencapai 5,5 m3 /hari (0,194 mscf/hari) setelah 10 hari dewatering berjalan. Dari
analisis gas yang pernah dilakukan sebelumnya memperlihatkan bahwa komposisi GMB
didominasi hampir di atas 96% merupakan metana (CH4 ). Pengujian yang dilakukan di
laboratorium terhadap GMB yang keluar dari masing-masing seam yang diproduksikan
yaitu seam 2, 3, dan 5 (lihat Tabel 51, 52 dan 53). Uji coba awal pemanfaatan gas untuk
menggerakkan generator listrik berkapasitas 12 KVA sudah dilakukan di sumur CBM-3
dan CBM-4 dengan menghidupkan 4 lampu penerangan yang ada di sumur CBM-4
berkapasitas masing-masing 400 watt. Generator yang digunakan merupakan generator gas
mini dari Kubota dengan kapasitas daya 25 KVA 220 volt (Heribertus, 2012)
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah penyusun paparkan pada bagian sebelumnya, dapat
ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Metana merupakan salah satu unsur gas alam yang juga memberikan sumbangan terbesar
terhadap peningkatan Efek Rumah Kaca dan pemanasan global, yang dapat mengancam
kelangsungan hidup di muka bumi..
2. Emisi metana yang terlepas ke atmosfir berasal dari dua sumber, yakni sumber alamiah
dan sumber yang diakibatkan oleh aktivitas manusia. Di antara kedua sumber tersebut,
sumber akibat aktivitas manusia merupakan sumber terbesar yang akan mempercepat
laju pemanasan global.
3. Polusi udara yang disebabkan oleh gas metana dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan
dengan beberapa langkah strategis tertentu.

B. Saran
Polusi udara yang diakibatkan oleh gas metana merupakan salah satu masalah yang serius,
sehingga menuntut upaya untuk menangani masalah tersebut. Beberapa upaya yang
disarankan untuk dilakukan adalah dengan menekan jumlah emisi gas metana yang berasal
dari kegiatyan manusia, khususnya emisi gas metana yang ditimbulkan akibat kegiatan
peternakan, penggunaan bahan bakar kendaraan yang kurang atau bahkanj tidak
menghasilkan metana, dan menjadi konsumen yang hemat dalam penggunaan energi.

Pelaksanaan hal tersebut dapat dicapai dengan menjalin kerjasama di antara semua pihak
yang terkait. Hal ini memerlukan penatalaksanaan sistem yang menyeluruh, mulai dari
pihak pemerintah hingga ke tingkat konsumen itu sendiri. Namun di atas semua itu, hal
yang paling penting yang berkaitan dengan upaya pengurangan polusi udara, khususnya
yang diakibatkanm oleh gas metana adalah edukasi untuk menumbuhkan kesadaran
mengenai bahaya yang ditimbulkannya, sehingga akan mendorong tiap orang untuk
melakukan upaya mengurangi emisi gas metana ini. Sedangkan terkait dengan penyusunan
makalah ini, kami mengharapkan kritik dan masukan untuk lebih menyempurnakan isi
makalah ini, sehingga dengan demikian hal tersebut akan menambah pengetahuan kita,
sehingga dapat dijadikan sebagai dasar yang valid dan memadai untuk mengambil langkah
penekanan dan reduksi gas metana sebagai polutan di udara.
DAFTAR PUSTAKA

Drs. Heribertus Joko Kristadi, M.Si. dan Destri Wahyu Dati,S.Sos. 2012. Gas Metana
Batubar. Jakarta. LEMIGAS

Drs. Tantowi, M. Sc, dan Dra. Armita Sutriati. 2014. PENGURANGAN EMISI GAS
RUMAH KACA DARI WADUK DAN RAWA GAMBUT. Jakarta. Badan LITBAG

Faisal Surya, dan M. Aminudin. 2019. Polusi Gas Metana. Makalah. Dikutip dari
http://princekevin019.blogspot.com/2015/04/makalah-polusi-gas-metana. 18
February.

Johnke, B., n.d. Emissions from Waste Incineration. Good Practice Guidance and

Uncertainty Management in National Greenhouse Gas Inventories, pp. 455-

468

Anda mungkin juga menyukai