Anda di halaman 1dari 23

PENGARUH PEMBERIAN SOS (soybean oligosaccharides) dan MULTI-

ENZIME TERHADAP KUALITAS KIMIA DAGING DAN PERSENTASE


KARKAS AYAM BROILER

PROPOSAL
PENELITIAN

Oleh :

ALZA SATYA NUGROHO

PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2022

i
Judul : PENGARUH PEMBERIAN SOS (soybean

oligosaccharides) dan MULTI-ENZIME TERHADAP

KUALITAS KIMIA DAGING DAN PERSENTASE

KARKAS AYAM BROILER

Nama : ALZA SATYA NUGROHO

NIM : 23010119130220

Program Studi : S1 Peternakan

Fakultas : Peternakan dan Pertanian

Mengetahui

Dosen pembimbing II
Dosen pembimbing I

Dr. Ir. Mulyono M.Si. Prof. Ir. Vitus Dwi Yunianto Budi Ismadi M.S., M.Sc., Ph.D., IPU.
NIP. 196701171993031001 NIP. 195906151985031004

ii
PENGARUH PEMBERIAN SOS (soybean oligosaccharides) dan MULTI-
ENZIME TERHADAP KUALITAS KIMIA DAGING DAN PERSENTASE
KARKAS AYAM BROILER

Muhammad Fikri Haidar* dan Cahya Setya Utama

Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang


Email : fikrihaidar26@gmail.com

ABSTRAK

Broiler merupakan sumber protein hewani utama yang paling banyak


dikonsumsi masyarakat indonesia. Pemeliharaan ayam broiler dipengaruhi oleh
suhu, kelembaban, letak kandang, kualitas pakan dan manajemen pemeliharaan.
Perbedaan dataran memiliki makroklimat (temperatur, kelembaban, kecepatan
angin dan radiasi matahari) yang berbeda dan berpengaruh pada mikroklimat
kandang closed house. Mikroklimat yang berbeda akan mengakibatkan perbedaan
ketebalan litter dan berakibat pada performa produksi ayam broiler. Penelitian
bertujuan mengkaji pengaruh perbedaan dataran terhadap profil litter yang
meliputi ketebalan litter, persentase litter, kandungan telur cacing dan jenis cacing
pada litter ayam broiler yang dipelihara di kandang closed house. Rancangan
penelitian yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3
perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan yang diberikan yaitu T1 (kandang closed
house di ketinggian ≤100 meter di atas permukaan laut (mdpl)), T2 (kandang
closed house di ketinggian 100 - 300 mdpl) dan T3 (kandang closed house di
ketinggian 300 - 500 mdpl). Metode yang digunakan yaitu purposive random
sampling pada beberapa titik di dalam kandang yang mewakili luas kandang
untuk mengukur ketebalan dan persentase litter, metode apung (Flotation method)
untuk menentukan jumlah telur cacing dan metode Mc. Master untuk menentukan
jenis telur cacing. Hasil penelitian menunjukan perbedaan dataran berpengaruh
nyata (P<0,05) terhadap ketebalan litter, tetapi tidak memberikan pengaruh nyata
terhadap persentase litter dan kandungan telur cacing. Hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa perbedaan ketinggian dataran mempengaruhi ketebalan litter
pada kandang closed house sedangkan telur cacing tidak ditemukan.

Kata kunci : ayam broiler, closed house, dataran, litter, telur cacing.

1
BAB I

PENDAHULUAN

Peternakan ayam broiler merupakan salah satu industri pangan yang


menghasilkan produk protein hewani berupa daging. Secara umum broiler
banyak digunakan menjadi pilihan utama mengingat masa pemeliharaanya yang
cukup singkat dengan hasil daging yang baik (Cobb, 2018). Atas dasar inilah
kemudian daging ayam broiler dipilih untuk memenuhi kebutuhan pangsa daging
hewani secara umum di indonesia karena harga yang ditawarkan relatif lebih
rendah dibandingkan daging lain (Kementerian Perdagangan, 2020). Kesadaran
akan pentingnya mengkonsumsi protein nabati sejalan dengan peningkatan
kesadaran masayarakat akan gizi, yang mana dalam hal ini sejalan dengan tingkat
pendidikan dan pendapatan ekonomi masyarakat.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam teori human capital, bahwa
peningkatan ekonomi suatu masyarakat akan sejalan dengan peningkatan taraf
pendidikan (Widiansyah, 2017), berangkat dari teori ini maka difahami
masyarakat saat ini tentu memiliki standar yang jelas mengenai pangan yang
dikonsumsi. Masyarakat semakin selektif dalam memilih daging, baik itu melalui
kualitas fisik (water holding capacity, warna, tekstur, dan pH) (Downing et al.,
2017), maupun kimiawi salah satunya dengan memperhatikan kandungan lemak
dan cholesterol dalam daging yang hendak dikonsumsi. Cholesterol sendiri
dalam kondisi yang berlebihan akan menyebabkan aterosklerosis atau
penumpukan kolesterol pada dinding pembuluuh darah, melalui hal inilah yang
menjadi titik mulai terjadinya penyakit jantung, stroke serta peyakit turunan
lainya.(Suhaemi et al., 2021). Data yang dijelaskan (KEMENKES RI, 2017)
menunjukan lebih dari 35% penyebab kematian masyarakat indonesia (terutama
karena penyakit tidak menular) disebabkan oleh masalah kardiovaskular.
Masih dalam lingkup kesadaran gizi, protein merupakan satu dari unsur
pembangun dan pengatur dalam tubuh (Rambet et al., 2015). Segala aktifitas
tubuh memerlukan tunjangan zat gizi protein, baik itu protein non essential

2
maupun essential yang tidak dapat diproduksi dalam tubuh (Fitriani, 2020).
Secara garis besar kandungan asam amino essential yang diperoleh dari sumber
hewani cenderung lebih banyak dibanding sumber nabati. Protein memiliki porsi
terbesar dari hasil produksi industri ayam broiler, dimana daging merupakan
sumber utama protein itu sendiri. Sehingga peningkatan persentase perdagingan
mengartikan semakin tinggi kandungan protein didalamnya (Krismiyanto et al.,
2021). Seirama dengan konsep peningkatan daging, lemak dan kolesterol selain
cenderung membahayakan bagi tubuh jika dikonsumsi berlebih, dalam kacamata
ilmu produksi broiler dapat difahami penurunan perlemakan dalam tubuh ternak
berbanding terbalik dengan kondisi protein (SUHITA et al., 2019) .
Kualitas daging dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti genetik,
kandungan pakan, tingkat konsumsi, lingkungan, bahan aditif serta faktor
sebelum dan sesudah pemotongan (Dewayani et al., 2015). Dewasa ini,
pemakaian bahan aditif seperti antibiotika, obat kimia, vitamin dan vaksin
semakin merambah luas, meskipun telah ada larangan seccara langsung
mengenai dosis kimia dan pelarangan hormon serta antibiotik dalam
pemeliharaan hewan, rendahnya pengawasan dan penegakan sanksi membuat
pelakasanaan peraturan kurang maksimal. Pemakaian dalam dosis yang terlalu
tinggi serta digunakan dalam jangka waktu yang panjang memberikan pengaruh
buruk terhadap kualitas daging yang dihasilkan. Dilain sisi, konsumen
menginginkan daging yang memiliki kualitas baik seperti rendahnya cemaran
mikroba, rendah residual antibiotik, kadar kolesterol dan lemak yang rendah
dengan protein yang tinggi (Astuti et al., 2017).
Berdasarkan penelitian yang sudah ada, penggunaan bahan alami seperti
senyawa antioksidan, enzim, prebiotik dan probiotik mampu menggantikan
penggunaan antibiotik secara fungsional (Badaruddin et al., (2021), Dewayani et
al., (2015), Krismiyanto et al., (2021), dan Magdalena et al., (2013)), tanpa
memberikan efek negatif seperti adanya residual yang tertinggal didalam daging.
Melalui hasil penelitian tersebut juga diketahui pengaruh pemberian prebiotik
dan probiotik mampu memperbaiki kualitas daging ayam (Abdurrahman &
Yanti, 2018), serta dalam penelitian (Delima et al., 2017) menyebutkan

3
pemberian simbiotik (prebiotik dan probiotik) selain mampu meningkatkan
kualitas juga mampu meningkatkan dalam segi kuantitas daging. Hal ini
berkiatan dengan mekanisme simbiotik yang membuat kondisi pencernaan lebih
maksimal dalam mengolah dan meyerap nutrien yang ada dalam pakan, sehingga
memberikan efek positif terhadap pertumbuhan (Krismiyanto et al., (2021).
Multi enzim merupakan gabungan dari berbagai enzim (protease, amilase,
fitase dll) yang berfungsi membantu organ pencernaan dalam mencerna pakan.
Penggunaan multi enzim dapat membantu dalam pemecahan senyawa protein
menjadi asam asam amino, serta membantu break down rantai gula gugus
panjang (terutama polisakarida non pati) menjadi glukosa dan gula rantai pendek,
hal ini berguna dalam penyerapan dan pengangkutan nutrien kedalam darah
melalui vili usus (Sari et al., 2022). Sehingga melalui mekanisme ini terjadi
peningkatan sintesis protein yang secara tidak langsung mengartikan peningkatan
masa daging dalam tubuh ayam.
Penelitian ini menggunakan soybean oligosakarida (SOS) hasil dari
estraksi bungkil kedelai sebagai prebiotik serta pemberian multi enzim atau
probiotik yang dicampurkan kedalam pakan. Melalui apa yang diuraikan pada
penjelasan diatas, harapanya dengan SOS hasil estrak bungkil kedelai beserta
multi enzim dapat bersinergis dalam membantu pencernaan unggas untuk
mencerna dan menyerap nutrien dalam pakan. Sehingga dapat meningkatkan
kualitas daging pada ayam percobaan.
Tujuan dari penelitian ini bermaksud untuk mengkaji secara ilmiah
pengaruh pemberian soybeand oligosakarida (SOS) serta multi enzim (Probiotik)
pada kualitas daging ayam dan persentase karkas ayam broiler. Kualitas yang
diuji dalam hal ini ialah kualitas kimia berupa kandungan protein, lemak,
kolesterol dalam daging. Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini berupa
informasi formulasi pakan mengenai pemberian SOS dan multi enzim yang tepat
untuk meningkatkan kualitas daging serta persentase karkas ayam broiler.
Hipotesis dari penelitia ini adalah pemberian SOS dan multi enzim yang
ditambahkan dalam pakan mampu membantu meningkatkan kualitas daging
ayam broiler dan persentase karkas secara keseluruhan.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ayam Broiler

Ayam broiler merupakan salah satu ayam pedaging yang memberi


sumbangsih dalam pemenuhan kebutuhan komoditas daging di indonesia.
Produksi daging ayam secara nasional terus mengalami kenaikan seiring waktu,
serta permintaan yang banyak dipengaruhi oleh meningkatnya demografi.
Tercatat selama kurun 5 tahun produksi daging ayam ras mengalami kenaikan
hampir 2 kali lipat di tahun 2021, hal tersebut berkorelasi dengan jumlah
populasi ayam broiler di indonesia dimana terjadi peningkatan lebih dari 1,5 kali
lipat populasi di tahun 2016 (BPS, 2021).
Ayam broiler merupakan ayam ras pedaging unggul hasil dari rekayasa
genetik. Ayam broiler memiliki kemampuan menghasilkan karkas yang tinggi
dengan tekstur daging yang lebih lembut (Bell dan Waever, 2002), sehingga
daging ayam broiler cenderung disukai anak anak karena tidak alot dibandingkan
daging ayam kampung. Karakteristik ayam broiler memiliki bawaan tubuh yang
besar dengan pertumbuhan cepat, umur pemeliharaan pendek, perdagingan pada
dada yang lebih tebal (Rahayu et al., 2019). Pertumbuhan broiler yang cepat
harus diimbangi dengan asupan nutrien yang mencukupi, baik secara mikro
maupun makro nutrien. Seiring bertambahnya umur dan bobot badan ayam,
konsumsi akan turut berubah untuk mengimbangi pertumbuhan ayam broiler.
Berikut standar pertumbuhan ayam broiler

5
Tabel 1. Performan Ayam Broiler
Umur Bobot Badan Konsumsi Ransum Kumulatif
FCR
(minggu) (g) (g/ekor/minggu)
1 175 150 0,86
2 487 515 1,06
3 932 1.175 1,26
4 1.467 2.120 1,45
5 2.049 3.297 1,61
6 2.643 4.625 1,76
7 3.177 6.021 1,89
Sumber : Charoen Pokphand Indonesia (2011)

Perkembangan teknologi dan pengetahuan mendorong kemajuan dalam


industri ayam broiler. Dewasa ini untuk mencapai bobot badan lebih dari 1,2 kg
hanya membutuhkan waktu 28 hari (Woro et al., 2019). Perbaikan tersebut
merupakan kombinasi dari peningkatan mutu genetik ayam pedaging komersial
serta peningkatan efisiensi pakan melalui pengembangan teknologi pakan, yang
mana hal tersebut berpengaruh terhadap ketepatan nilai nutrien sesuai fase
pemeliharaan ayam, konsumsi ransum, dan efisiensi penggunaan ransum
(Zulfanita et al., 2011). Terdapat setidaknya 2 periode pemeliharaan pada ayam
broiler, periode pemeliharaan starter dan periode pemeliharaan finisher. Periode
starter dimulai saat ayam berumur 1-28 hari, disusul periode finisher umur ayam
28 hingga akhir siap dipotong sesuai bobot target yang ditentukan (Susanto et al.,
2021).

2.2. Ransum dan Kebutuhan Nutrien Ayam Broiler

Ransum merupakan campuran dari berbagai bahan pakan dengan


kandungan nutrisi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup selama 24 jam
(Widyastuti, 2018). Penyusunan ransum sendiri harus mengikuti kaidah
kandungan nutrien bahan pakan yang disesuaikan dengan nilai kebutuhan nutrien
dari ayam pada periode yang diinginkan (Tantalo, 2009). Secara bentuk fisik,
umumnya ransum memiliki beberapa kategori diantaranya, Pellet (silinder 2-

6
3cm), crumble (merupakan butiran atau pecahan dari pellet), mash (tepung),
mash and limited grain (campuran antara tepung dan butiran) (Panjaitan et al.,
2013). Bentuk ransum yang diberikan pada broiler tergantung pada masing
masing fasenya, pada fase starter ransum diberikan dalam bentuk crumble hingga
masa grower, namun umur 14-18 hari ransum diberikan dalam bentuk pellet.
Ransum pellet diberikan penuh ketika masuk umur 19 hari hingga panen, atau
dalam fase finisher 1 dan finisher 2 (Cobb, 2018)
Ransum dapat dikatakan serasi dan berimbang ketika didalamnya tersedia
semua nutrien yang diperlukan pada ayam sesuai fase fisiologis, dapat dicerna
(digestible nutrient), tidak mengganggu kesehatan (Kurniawan et al., 2015), dan
darinya menghasilkan energi metabolis yang dapat memenuhi kebutuhan ternak,
baik itu kebutuhan hidup pokok maupun kebutuhan produksi (Harumdewi ,
2018). Nutrien-nutrien yang terkandung dalam ransum secara umum terdiri dari
Ca, P, lemak kasar, protein kasar, energi, dan vitamin (Situmorang et al., 2013).
Energi metabolis (EM) merupakann total energi yang didapatkan dari ransum
yang tercerna (digestible energy), dan sudah mengalami pengurangan dari feses
dan urea (Chaiyabutr, 2012). Kebutuhan energi metabolis (EM) untuk ayam
broiler starter adalah 3000 kkal/kg sedangkan finisher sebesar 3100 kkal/kg
(Standar Nasional Indonesia, 2015).
Ayam broiler pada fase pertumbuhan umur 0-3 minggu membutuhkan
kandungan protein dan energi dalam ransum sebesar 23% dan 3.200 Kkal/kg,
kebutuhan tersebut merupakan syarat dasar dalam pencukupan kebutuhan
pertumbuhkembangan ayam (NRC, 1994). Protein sendiri dibutuhkan oleh tubuh
ternak dalam membentuk jaringan sel tubuh (otot), bersamaan dengan itu
dibutuhkan energi dalam bentuk BETN yang nantinya dipergunakan sebagai
bahan sumber metabolis dalam tubuh ternak. Serta terdapat mineral seperti Ca
dan K yang dibutuhkan tubuh ternak untuk proses pembentukan tulang serta
sistem kinerja hormon dalam fisiologi ternak unggas.

Protein merupakan unsur nutrisi yang penting diperhatikan dalam


perhitungan kebutuhan dan formulasi ransum broiler, yang secara jela perlu

7
diperhitungkan secara teliti akan keseimbangan energi-protein dalam
penyusunanya. protein dibutuhkan untuk tumbuh dan berkembang, sehingga
dapat dikatakan sebagai nutrisi vital dalam tubuh hewan (Jamilah et al., 2013).
fungsi lain berupa Pertumbuhan bulu dan jaringan, regenerasi jaringan rusak dan
guna mendukung produksi sangat diperlukan adanya protein (Widodo et al.,
2015). Kebutuhan protein kasar untuk broiler periode starter dan finisher masing-
masing minimal 20% dan 19% (Standar Nasional Indonesia, 2015). Deficiency
protein pada fase starter bisa menyebabkan pertumbuhan terhambat (kerdil),
sebaliknya, bila terlampau tinggi pada fase finisher dapat menyebabkan
pembengkakan biaya produksi akibat efficiency penggunaan nutrisi.
Lemak adalah unsur organik hidrokarbon sumber energi yang efektif yang
bisa digunakan tubuh hewan selain karbohidrat (Sulastri et al., 2019). Lemak
juga memiliki fungsi dasar untuk meningkatkan lama waktu retensi ransum pada
usus yang kemudian berdampak pada digesti dan absorbsi lemak menjadi lebih
sempurna. Dalam standar kebutuhan lemak kasar untuk ayam broiler periode
starter dan finisher maksimal 5% (Standar Nasional Indonesia, 2015). Dampak
dari kekurangan lemak dapat mengakibatkan peningkatan laju pencernaan
sehingga berjalan lebih cepat, dan kurang absorpsi asupan nutrisi, termasuk asam
lemak esensial, sehingga pertumbuhan tidak maksimal. Dilain sisi, over
konsumsi lemak malah dapat menurunkan konsumsi ransum disebabkan karena
energi ransum tinggi, yang dalam hal ini tubuh ternak akan cenderung
mencukupkan konsumsi karena dirasa sudah penuh (kenyang). Ayam broiler
berhenti makan ketika energi terpenuhi (Zurmiati et al., 2017).
Serat kasar berfungsi pada ayam broiler guna meningkatkan pencernaan
melalui mekanisme bulky, membantu gerak peristaltik saluran pencernaan
(Sa'duddin, 2015). Kebutuhan serat kasar sendiri pada ayam broiler periode
starter dan finisher maksimal 5% dan 6% (Standar Nasional Indonesia, 2015),
kandungan ini diberikan standar karena unggas tidak dapat mencerna serat kasar
dengan baik. Kandungan SK yang tinggi pada ransum berdampak pada
kecernaan nutrien menurun (Has et al., 2014).

8
Terdapat beberapa nutrisi mikro berupa mineral dan vitamin yang
memiliki fungsi krusial dalam pertumbuhkembangan ayam broiler, minral dan
vitamin dalam hal ini secara umum adalah Kalsium (Ca), Fosfor (P), golongan
mineral makro, dan vitamin. Kedua mineral, Ca dan P berperan dalam
pembentukan dan pertumbuhan tulang (mobilisasi Kalsium), serta juga berfungsi
untuk membantu proses metabolisme (Setiadi et al., 2013). kalsium pada ayam
fase starter dan finisher sendiri setidaknya membutuhkan 0,80 – 1,10 % pada
kandungan ransum, sedangkan kebutuhan fosfor pada fase starter dan finisher
setidaknya dibutuhkan minimal 0,60 dan 0,55% (Standar Nasional Indonesia,
2015). Selain berfungsi pada pemenuhan nutrisi pembangun, vitamin berperan
penting dalam pengaturan metabolisme tubuh ternak terutama dalam menghadapi
stress yang disebabkan oleh lingkungan, metabolisme maupun penyakit (Jaelani
et al., 2014). Standar kebutuhan vitamin untuk broiler sendiri berkisar 200 IU
vitamin D, 1.500 IU vitamin A, 0,5 mg vitamin K dan 10 IU vitamin E (National
Research Council, 1994)

Probiotik (Lactobacillus Plantarum)


Probiotik dan prebiotic dapat digunakan untuk meningkatkan prodiktivitas ayam
petelur dengan menambahkannya pada bahan pakan agar memaksimalkan
kebutuhan nutrientnya. Penambahan probiotik pada ransum adalah alternatif
dalam mendukung pengendalian mikroorganisme patogen pada tubuh inang,
peningkatan produktivitas pemeliharaan ternak (Mentari, 2018), dimana probiotik
secara umum ialah bakteri yang dapat merangsang mikroflora usus dan
memodifikasi lingkungan saluran pencernaan dengan cara positif serta
meningkatkan performa pertumbuhan dan efisiensi pakan ayam petelur. Probiotik
yang sering dikenal umumnya merupakankelompok bakteri asam laktat (BAL)
dan termasuk mikroorganisme yang disebut sebagai food grade microorganism,
salah satunya yaitu Lacobacillus plantarum (Kartini, 2020). Lactobacillus
plantarum memenuhi persyaratan sebagai probiotik yaitu dapat menghambat
mikrooganisme patogen, tahan pada pH rendah yaitu antara 2-3, dapat hidup pada
kadar empedu 0,5 % dan tumbuh pada suhu 15 oC (Aritonang et al., 2007).

9
Pemberian bakteri asam laktat pada ayam petelur menunjukkan penurunan
kolesterol darah dan lemak abdomen serta meningkatkan performa yang
mengakibatan keseimbangan microflora yang lebih baik (Kartini, 2020).

Prebiotik (Soybean Oligosakarida)


Prebiotic juga salah satu alternatif dalam pemeliharaan unggas yang memiliki
syarat tahan pada asam lambung, tidak dihidrolisis oleh enzim pada pencernaan,
serta mampu dimanfaatkan oleh mikroba non patogen seperti Lactobacillus untuk
peningkatan saluran perncernaan inangnya. (Wijayanti et al., 2016). Oligosakarida
merupakan salah satu jenis prebiotik yang berpotensi menggantikan antibiotik
sekaligus sebagai alternatif peningkatan produktivitas ternak ayam petelur.
Prebiotic ini tidak dapat dicerna oleh inangnya tetapi dapat difermentasi oleh
bakteri yang menguntungkan pada saluran pencernaan salah satunya yaitu bakteri
asam laktat. Secara alami, prebiotic oligosakarida ini dapat ditemukan pada
limbah pengolahan kedelai yaitu bungkil dan kulit kedelai yang sering disebut
sebagai soybean oligosakarida (SOS) (Krismaputri et al., 2016). Hasil fermentasi
oligosakarida oleh bakteri pada usus adalah Short Chain Fatty Acids (SCFA) yang
bisa memicu penurunan pH usus sehingga menurunkan populasi bakteri pathogen
yang merugikan serta meningkatkan persentase bakteri menguntungkan. Bakteri
menguntungkan ini akan menghasilkan enzim yang bekerja untuk mencerna
lemak sehingga menurunkan massa lemak daging dan persentase lemak abdomen
serta meningkatkan bobot daging pada ayam petelur atau layer (Haryati &
Supriyati, 2010). Daging ayam petelur afkir memiliki kandungan lemak yang
tinggi serta dagingnya keras/alot atau bersifat liat. Hal ini dikarenakan jumlah
ikatan silang intermolekul antar benang kolagen dan kandungan kolagen
meningkat seiring bertambahnya usia ayam. daging ayam petelur afkir terdiri dari
otot putih yaitu daging 5 Prayoga | Efek Penambahan Probiotik Lactobacillus
plantarum dan Prebiotik Soybean Oligosakarida (SOS) pada Pakan Terhadap
Kadar Kolesterol Daging Ayam Petelur Afkir dada dengan persentase 48,39% dan
otot merah yaitu daging paha dengan persentase 51,61% (Ramadhan, 2018).
Kurniawan, (2011) mengatakan kandungan protein pada ayam petelur afkir adalah

10
25,4 %, kandungan airnya 56% dan kandungan lemaknya adalah 3%-7,3%. Yang
mana lemak dalam tubuh ayam ini berasal dari pakan dan dihasilkan oleh proses
sintesis lemak dalam hati (Hidayat, 2015). Lemak pada tubuh ayam terdapat pada
kemak abdomen atau perut, lemak di sekitar paha (lemak sartorial), lemak pada
leher, dan lemak di sepanjang usus halus sampai kolon (lemak mesenteric)
(Pratikno, 2011). Faktor yang mempengaruhi lemak pada ayam diantaranya
asupan nutrisi pangan yang tinggi, gangguan metabolisme akibat stress pada
ayam, genetik dan jenis kelamin serta usia ayam. Jenis kelamin dan umur ayam
adalah faktor yang berpengaruh besar terhadap deposit lemak pada ayam (Tumova
& Teimouri, 2010). Bobot lemak pada ayam akan meningkat secara signifikan
beriring dengan bertambahnya umur ayam. Selain itu, ayam betina juga lebih
mudah mendeposit lemak pada tubuhnya dibandingkan dengan ayam jantan
(Novele et al., 2008). Berdasarkan penelitian yang dilakukan (Okarini et al.,
2012), kadar lemak pada ayam petelur afkir adalah 1,49%, kandungan asam lemak
heksadenoat 26,65%, asam oktadenoat 16,16% dan kandungan asam 6-octadenoid
sebesar 34,52%. Sementara itu kadar kolesterol darah normal ayam petelur adalah
kisaran 52-148 mg/dl (Sumardi et al., 2016) sedangkan kadar kolesterol normal
darah ayam pedaging atau broiler adalah berkisar 125-200 mg/dl (Kenedi et al.,
2020)

11
MATERI DAN METODE

Penelitian dengan tajuk “Pengaruh Pemberian Sos (Soybean


Oligosaccharides) Dan Multi-Enzime Terhadap Kualitas Kimia Daging Dan
Persentase Karkas Ayam Broiler” ini dilaksanakan di kandang unggas Fakultas
Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang. Waktu pelaksanaan
dimulai pada bulan Oktober hingga November 2022. Analisis mengenai kualitas
kimia daging seperti kadar kolesterol, lemak, dan protein dilaksanakan
dilaboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas
Diponegoro, Semarang.

3.1. Materi

Materi yang digunakan dalam penelitian ini berupa 200 ekor ayam day old
chick (DOC) unsexed dari strain cobb dengan bobot rata rata ± 40 gram per ekor.
DOC didapatkan dari penetasan Pt. Charoen Pokphand Indonesia. Pemeliharaan
dilakukan di kandang unggas fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas
Diponegoro Semarang. Jenis Multi enzim yang digunaan ialah Lactobacillus
plantarum produksi Synbiotech inc dalam bentuk cair. Ransum sendiri terdiri dari
jagung giling, bekatul, tepung ikan, bungkil kedelai, CaCO3, premix, lisin, dan
methionin yang diformulasikan sesuai dengan SNI kebutuhan nutrien ayam
broiler.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini berupa kandang ayam yang
dibagi menjadi 25 petak (dengan ketentuan 24 petak pemeliharaan dan 1 petak
isolasi), tempat pakan, tempat minum, lampu bohlamp, timbangan digital,
timbangan gantung, dan thermohydgrometer. Perlengkapan serta alat yang
digunakan dalam pengambilan sampel berupa pisau, plastik sampel, dan kotak
pendingin.

12
3.2. Metode

Metode yang dipakai dalam penelitian ini terdiri dari tahapan berikut ini,
Rancangan penelitian, tahap persiapan, tahap pemeliharaan, pengambilan data,
dan analisis data

3.2.1. Rancangan penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa


rancangan acak lengkap (RAL) yang tersusun atas 6 perlakuan dengan 4 ulangan,
dalam kata lain terdapat 24 unit percobaan. Pada setiap unit percobaan diisi
dengan ±9 ekor DOC ayam broiler. Perlakuan dalam percobaan adalah sebagai
berikut :
T0 : Kontrol
T1 : SOS
T2 : Plantarum
T3 : SOS 0,15% + plantarum 1,2% (106 CFU)
T4 : SOS 0,20% + plantarum 1,2% (106 CFU)
T5 : SOS 0,25% + plantarum 1,2% (106 CFU)

3.2.2. Persiapan penelitian

Persiapan awal berupa pembuatan petak kandang sejumlah 25 buah, dengan


masing masing petak berukuran 1x1 m, area kandang dibersihkan menggunakan
air mengalir yang dicampur detergen. Pembersihan kandang dilanjut dengan
fumigasi dan persiapan bahan pakan. persiapan lain berupa estraksi SOS dari
bungkil kedelai dilakukan sebelum fase pemeliharan. SOS didapatkan melalui
hasil estraksi bungkil kedelai di laboratorium Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak
Fakultas Peternakan dan Pertanian Univesitas Diponegoro, Semarang.
Estraksi dimulai dengan mencampurkan bungkil kedelai+aquades+ethanol
dengan perbandingan 200 gram bungkil dicampur 250 ml aquades dan 750 ml

13
ethanol. Bungkil yang telah tercampur dengan larutan ethanol + quades tersebut
lalu dipanaskan di waterbath dengan suhu konstan 80 C selama 30 menit,
perhitungan waktu pemanasan terhitung ketika larutan sampel sudah mendidih
yang ditandai dengan gejolak larutan. Selama 30 menit tersebut dilakukan
pengadukan secara terus menerus untuk memastikan larutan homogen dan bungkil
terestraksi dengan baik. campuran tersebut lalu didinginkan dengan cara
memasukan gelas beker kedalam wadah yang terisi air. Campuran lalu difiltrasi
menggunakan kertas saring atau kain untuk memisahkan substrat SOS dengan sisa
substrat. Hasil saringan yang sebagian besar berupa campuran larutan
ethanol+SOS tersebut lalu dilakukan pendinginan di lemari pendingin selama
kurang lebih 1x24 jam. Pendinginan bertujuan untuk mengendapkan SOS
sehingga terkumpul didasar larutan.
Endapan SOS yang sudah terpisah lalu dimasukan kedalam loyang oven
yang telah dilapisi kertas oven untuk dilakukan pengovenan. Suhu oven diatur
konstan 50 C untuk menghindari subtrat SOS mengalami karamelisasi mengingat
SOS merupakan salah satu gugus gula, dimana ketika suhu mencapai titik tertentu
gugus gula akan mengalami karamelisasi yang membuat hasil estraksi kurang
maksimal. SOS yang sudah kering oven lalu ditumbuk menggunakan mortar dan
alu hingga halus. SOS tersebut dikumpulkan menjadi satu kedala plastik zip untuk
menghindari kerusakan.
Berikut merupakan kadar nutrien yang terkandung dalam ransum basal yang
diberikan selama fase pemeliharaan

Tabel:1 komposisi bahan pakan dalam formulasi beserta kandungan nutrien


untuk pemeliharaan ayam broiler fase starter dan finisher
a. fase starter
Bahan Pakan Konsumsi (%)
Jagung Kuning 38
Bekatul 12
Bungkil Kedelai 32
Tepung Ikan 15
CaCO3 1
Premix 0.5

14
Lisin (%) 1
Mehionine (%) 0.5
Total 100
Protein Kasar (%) 20.0301
Lemak Kasar (%) 4.3226
Serat Kasar (%) 5.6784
Energi Metabolis (kkal/kg)2 3067.54
Kalsium (%) 1.158
Fosfor Total (%) 0.7106
Lisin (%) 1
Mehionine (%) 0.5
b. Finisher1
Bahan Pakan Konsumsi (%)
Jagung Kuning 43
Bekatul 11
Bungkil Kedelai 35
Tepung Ikan 8
CaCO3 1
Premix 0.5
Lisin (%) 1
Mehionine (%) 0.5
Total 100
Protein Kasar (%) 19.0869
Lemak Kasar (%) 4.2021
Serat Kasar (%) 5.496
Energi Metabolis (kkal/kg)2 3087.8294
Kalsium (%) 0.8725
Fosfor Total (%) 0.5376
Lisin (%) 1
Mehionine (%) 0.5
Hasil Analisis Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian Univesitas
Diponegoro, Semarang 2022
2
hasil Pehitungan Rumus Bolton

3.2.3. Pemeliharaan

Pemeliharaan ayam broiler dalam penelitian ini dimulai pada masa chick in
DOC. DOC yang datang langsung dilakukan penimbangan guna memastikan nilai

15
rata rata bobot awal ayam broiler. Selanjutnya, ayam dibagi secara acak menjadi 6
perlakuan dengan 4 kali ulangan sehingga didapatkan 24 unit flock percobaan.
Pada ayam umur 1-10 ayam diberikan pakan fase starter. Pemberian pakan dan
minum diberikan secara ad libitum, namun untuk pemberian perlakuan diberikan
pada waktu pagi hari dengan jumlah lebih sedikit. Hal ini berguna untuk
memastikan pakan perlakuan yang diberikan benar benar habis tanpa khawatir
pakan perlakuan tersisa. Kemudian setelah pakan perlakuan habis pakan ditambah
seccara ad libitum. Konsumsi dicatat per hari, dimana setiap pagi jam 07:00
dilaksanakan penimbangan bekas pakan untuk menghitung total konsumsi pakan
setiap harinya. Penimbangan bobot badan dilakukan setiap 7 hari sekali tepatnya
pada umur hari ke 7,14,21,28,35, dan 42.

3.2.3. Pengambilan data

Proses pengambilan data dilakukan pada hari ke 38 pemeliharaan. Sejumlah


24 ayam broiler diambil dari masing masing flock percobaan untuk dipotong
sebagai sampel pengujian daging dan persentasi karkas. Dimana untuk ayam yang
dipotong telah melalui proses pemuasaan pakan kurang lebih 9 jam. Hal ini
bertujuan agar data bobot karkas yang dihasilkan tidak bias karena tercampur
berat dari pakan. Pemotongan mengguankan metode pemotongan halal dengan
rujukan farouk et al., (2014) dengan memotong saluran esofagus, arteri karotis,
dan vena jugularis. Ayam yang telah dipotong lalu dihitung bersihkandari bulu
serta kotoran yang menempel. Setelah bersih dari bulu maka ayam dipisahkan
dari bagaian bagian tubuh non karkas seperti leher, shank, kepala, serta organ
viscera. Karkas ditimbang dan dihitung persentasenya.
Adapun untuk sampel daging diambil dibagian dada serta paha yang
sebelumnya sudah dibersihkan dari lemak, bulu, serta kulit yang menempel
sebelum diambil sebagai sampel. Daging dari masing masing perlakuan lalu
dimasukan dalam plastik zip dan disimpan dalam ice box. Pengujian kadar protein
dan lemak daging menggunakan metode pengujian soxhlet (Legowo et al., 2005).
Sedangkan untuk pengujian kadar kolesterol daging menggunakan metode

16
Cholesterol Oxidase Phenol Aminoantipyrin (CHOD-PAP) menggunakan
spektofotometer di Laboratorium Ilmu Nutrisi Pakan Fakultas Peternakan dan
Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang.

3.3. Analisis data

Data yang terhimpun lalu dihitung menggunakan analisis ragam dengan uji
F pada taraf 5% untuk mengetahui hasil akhir pengaruh perlakuan. Uji Duncan
dilakukan apabila diketahui terdapat pperbedaan pengaruh dari masing masing
perlakuan. Secara model formulasi statistik yang diterapkan pada penelitian ini
ialah sebagai berikut :
 Yij = µ + αi + βij
Keterangan :
i = Perlakuan (1,2,3,4,5,6)
j = Ulangan (1,2,3,4)
Yij = Kadar protein, kadar lemak, kolesterol dan persen karkas dari ayam
broiler hasil perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ = nilai rerata pengamatan kadar protein, kadar lemak, kadar kolesterol dan
persentase karkas ayam broiler
αi = pengaruh perlakuan penambahan L. plantarum dengan SOSyang
diberikan pada ayam broiler yang ke-i
βij = galat percobaan pada uji kadar protein, kadar kolesterol, kadar lemak
dan persentase karkas ayam broiler yang mendapatkan perlakuan ke-i dan
ulangan ke-j
Hipotesis statistik dalam pengujian sebagaimana berikut :
a. H0 : αi = 0  tidak ada pengaruh dalam pemberian L. plantarum atau multi
enzim dan SOS terhadap persentase karkas, kadar protein daging,
kadar lemak daging, dan kadar kolesterol dalam daging
b. H1 : αi ≠ 0  terdapat pengaruh dalam perlakuan pemberian L. plantarum atau
multi enzim dan SOS terhadap persentase karkas, kadar protein
daging, kadar lemak daging, dan kadar kolesterol dalam daging
Adapun kriterian hipotesis adalah sebagai berikut :

17
Jika F Hitung > F tabel dengan α = 0,05, maka H0 diterima dan H1 ditolak.
Jika F Hitung ≤ F tabel dengan α = 0,05 , maka H0 ditolak dan H1 diterima, maka
dilanjutkan dengan uji beda Duncan.

18
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Amrullah, M., B. I. Moeda, Tampoebolon dan B. W. Prasetyono. 2019. Kajian


pengaruh proses fermentasi sekam padi amoniasi menggunakan
Aspergillus Niger terhadap serat kasar, protein kasar, dan Total Digestible
Nutrients. J. Pengembangan Penyuluhan Peternakan. 16 (29) : 25-31.

Ananda, R.R., E. Rosa dan G. D. Pratami. 2017. Studi nematoda pada ayam
petelur (gallus gallus) strain Isa Brown di peternakan mandiri Kelurahan
Tegal Sari, Kecamatan Gading Rejo, Kab. Pringsewu, Lampung.
J. Biologi Eksperimen dan Keragaman Hayati. 4 (2) : 23-27.

Ardana, I. B. K. 2011. Strategi pencegahan penyakit inefeksius pada peternakan


broiler berbasis laboratorium. Buletin Veteriner Udayana. 3 (1) : 51-59.

Dewanti, A. C., P. E. Santoso dan K. Nova. 2014. Pengaruh berbagai jenis


bahan litter terhadap respon fisiologis broiler fase finisher di closed
house. J. Ilmiah Peternakan Terpadu. 2 (3) : 81-87.

Dharmawan, R., H. S. Prayogi dn V. M. A. Nugiartiningsih. 2016. Penampilan


produksi ayam pedaging yang dipelihara pada lantai atas dan lantai
bawah. J. Ilmu – Ilmu Peternakan. 26 (3): 27 – 37.

Endraswati, A., L. D. Mahfudz dan T. A. Sarjana. 2019. Kontribusi faktor


klimat di luar kandang terhadap perubahan mikroklimat closed house
dengan panjang berbeda pada periode brooder di musim kemarau.
J. Agripet. 19 (1) : 59 – 67.
DOI: https://doi.org/10.17969/agripet.v19i1.13918

Fatmaningsih, R., Riyanti dan K. Nova. 2016. Performa ayam pedaging pada
system Brooding konvensional dan Thermos. J. Ilmiah Peternakan
Terpadu. 4 (3) :222-229.

Herawati dan D. Winarso. 2016. Pengaruh pemberian sari kunyit (Curcuma


domestica Val.) dalam air minum terhadap jumlah telur cacing Ascaridia
galli pada ayam broiler. J. Riset Agribisnis dan Peternakan. 1 (2) : 13-24.

19
Ibrahim, S. dan Allaily. 2012. Pengaruh berbagai bahan litter terhadap konsentrasi
amonia udara ambient kandang dan performan ayam broiler. J. Agripet. 12
(1) : 47 – 52.

Junaidi, M., P. Sambodo dan D. Nurhayati. 2014. Pravelansi nematode pada sapi
Bali di Kabupaten Manokwari. J. Sain Veteriner. 32 (2) : 168-176.

Loliwu, Y. A. dan I. Thalib. 2012. Prevalensi penyakit cacing pada ayam buras di
desa Taende dan Tomata kecamatan Mori Atas kabupaten Morowali.
J. Agropet. 9 (1) : 69-83.

Marang, E. A. F., L. D. Mahfudz, T. A. Sarjana dan S. Setyaningrum. 2019.


Kualitas dan kadar amonia litter akibat penambahan sinbiotik dalam
ransum ayam broiler. J. Peternakan Indonesia. 21 (3) : 303-310.
DOI: 10.25077/jpi.21.3.303-310.2019

Marom, A. T., U. Kalsum dan U. Ali. 2017. Evaluasi performans broiler pada
sistem kandang close house dan open house dengan altitude berbeda.
Dinamika Rekasatwa. 2 (2) : 1-10.

Muharlien, Achmanu dan R. Rachmawati. 2011. Meningkatkan produksi ayam


pedaging melalui pengaturan proporsi sekam, pasir dan kapur sebagai
litter. J. Ternak Tropika. 12 (1) : 38-45.

Najibulloh, M., N. Ulupi dan Salundik. 2019. Pengaruh daur ulang litter terhadap
kualitas litter dan udara dalam pemeliharaan broiler. Livestock and
Animal Research. 18 (2) : 107-115.
DOI : 10.20961/lar.v18i2.42932

Olivia, M., M. Hartono dan V. Wanniatie. 2015. Pengaruh jenis bahan litter
terhadap gambaran darah broiler yang dipelihara di closed house. J. Ilmiah
Peternakan Terpadu. 3 (1) : 23-28.

Pradana, D. P., T. Haryono dan R. Ambarwati. 2015. Identifikasi cacing


endoparasit pada feses ayam pedaging dan ayam petelur. J. LenteraBio. 4
(2) : 119-123.

Qurniawan, A., I. I. Arief dan R. Afnan. 2016. Performans produksi ayam


pedaging pada lingkungan pemeliharaan dengan ketinggian yang berbeda
di Sulawesi Selatan. J. Veteriner. 17 (4) : 622 – 633.
DOI: 10.19087/jveteriner.2016.17.4.622

Resnhaleksmana, E. 2014. Prevalensi nematoda usus golongan Soil Transmitted


Helminthes (STH) pada peternak di lingkungan Gatep Kelurahan Ampenan
Selatan. Media Bina Ilmiah. 8 (5) : 45-50.

20
Saputra, M. R., S.Kismiati dan T. A. Sarjana. 2020. Perubahan mikroklimatik
amonia dan kondisi litter ayam broiler periode starter akibat panjang
kandang yang berbeda. J. Sains Peternakan. 18 (1) : 7-14.
DOI : http://dx.doi.org/10.20961/sainspet.v%vi%i.31636

Saputra, T. R., K. Nova dan D. Septinova. 2015. Pengaruh penggunaan berbagai


jenis litter terhadap bobot hidup, karkas, giblet, dan lemak abdominal
broiler fase finisher di closed house. J. Ilmiah Peternakan Terpadu. 3 (1) :
38-44.

Silaban, R., R. Febriansyah dan S. Pulungan. 2018. Identifikasi endoparasit


nematoda pada feses ayam broiler di peternakan Submitra Indojaya
Agrinusa Desa Pudun Jae. J. Grahatani. 4 (1) : 570-579.

Wahyudi, W. A., H. Afriani dan N. Idris. 2010. Evaluasi adopsi teknologi


peternakan ayam broiler di kecamatan Sungai Gelam kabupaten muaro
Jambi. J. Penelitian Universitas Riau Seri Humonaria. 12 (2) : 23-28.

21

Anda mungkin juga menyukai