Anda di halaman 1dari 64

-1-

DRAFT

BUPATI PADANG LAWAS UTARA


PROVINSI SUMATERA UTARA

RANCANGAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA
NOMOR ……. TAHUN ……….
TENTANG
MANAJEMEN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PADANG LAWAS UTARA,

Menimbang : a. bahwa manajemen penyelenggaraan pendidikan merupakan


tanggung jawab bersama antara Pemerintah Daerah,
masyarakat dan stakeholder harus diselenggarakan secara
terencana, terarah, dan berkesinambungan untuk
mewujudkan pemerataan, peningkatan mutu, relevansi dan
daya saing serta memperkuat tata kelola dan akuntabilitas
dalam manajemen penyelenggaraan pendidikan sebagai
sistem pendidikan;
b. bahwa untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan
bidang pendidikan yang merupakan urusan wajib oleh
Pemerintah Kabupaten sesuai lingkup kewenangan dan
tanggungjawabnya, maka perlu pengaturan dari aspek
otonomi untuk memberikan kepastian hukum dalam
manajemen penyelenggaraan pendidikan yang terpadu dan
komprehensif sehingga dapat mendorong terciptanya
sumberdaya manusia berdaya saing, demokratis dan
bertanggungjawab yang berbasis kearifan lokal;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan
Daerah tentang Manajemen Penyelenggaraan Pendidikan;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4301);
3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4586);
4. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2007 Tentang
Pembentukan Kabupaten Padang Lawas Utara di
Provinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Tahun
2007 Nomor 103,Tambahan Lembaran NegaraNomor
4753);
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun
-2-

2015 tentang Perubahan Kedua atas UndangUndang Nomor


23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun2015 Nomor 58, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang
Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 23,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5105) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang
Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 112,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5157);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2017 tentang
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun
2008 tentang Guru (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2017 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 6058);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 4 tahun 2022 Tentang
Perubahan Atas PP Nomor 57 Tahun 2021 Tentang Standar
Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Tahun 2022 Nomor
14, Tambahan Lembaran Negara No.6762);
9. Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses
Pendidikan Dasar Dan Menengah. Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 955;
10. Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 39 Tahun 2018 Tentang Rincian Tugas
Unit Kerja Di Lingkungan Direktorat Jenderal Guru Dan
Tenaga Kependidikan. Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2018 Nomor 1694;
11. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 36
Tahun 2014 tentang Pedoman Pendirian, Perubahan, dan
Penutupan Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 607);
12. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 84
Tahun 2014 tentang Pendirian Satuan Pendidikan Anak Usia
Dini (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
1279);
13. Permendibud nomor 7 tahun 2022 tentang standar isi Pada
Pendidikan Anak Usia Dini, jenjang Pendidikan Dasar dan
jenjang Pendidikan Menengah (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2022 Nomor 169);
14. Permendikbud Nomor 28 Tahun 2016 Tentang Sistem
Penjaminan Mutu Pendidikan Dasar Dan Menengah (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1263);
15. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 75
Tahun 2020 tentang Komite Sekolah (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 211 7);
16. Permendikbud Ristek Nomor 40 Tahun 2021 Tentang
Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah. (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1427);
17. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan
Teknologi Tentang Standar Teknis Pelayanan Minimal
Pendidikan Nomor 32 Tahun 2022. (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2022 Nomor 677);
18. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara
Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan
Pendidikan Provinsi Sumatera Utara,Lembaran
Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2018
Nomor 9).
-3-

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA


dan
BUPATI KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG MANAJEMEN


PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN
PADANG LAWAS UTARA

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:


1. Pemerintah adalah Pemerintah Kabupaten Padang Lawas Utara.
2. Daerah adalah Kabupaten Padang Lawas Utara.
3. Pemerintah Daerah adalah Bupati, dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.
4. Bupati adalah Bupati Kabupaten Padang Lawas Utara.
5. Dinas Pendidikan Kabupaten adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah yang
bertanggungjawab di bidang pendidikan.
6. Kantor Kementerian Agama yang selanjutnya disebut adalah Kantor
Kementerian Agama Kabupaten Padang Lawas Utara.
7. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara, yang
diselenggarakan di Kabupaten Padang Lawas Uatara.
8. Pendidikan bermutu adalah terlaksananya standar pendidikan bermutu pada
satuan pendidikan
9. Satuan pendidikan adalah kelompok pelayanan pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal
pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.
10. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang
yang terdiri atas pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
11. Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang
ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang
dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki
kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
12. Sekolah Dasar, yang selanjutnya disingkat SD, adalah salah satu bentuk
satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada
jenjang pendidikan dasar.
13. Sekolah Menengah Pertama, yang selanjutnya disingkat SMP, adalah salah
satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan
umum pada jenjang pendidikan dasar sebagai lanjutan dari SD/Sederajat
atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui
sama atau setara SD/Sederajat.
14. Penyelenggaraan pendidikan adalah kegiatan pelaksanaan komponen sistem
pendidikan pada satuan atau program pendidikan pada jalur, jenjang, dan
jenis pendidikan agar proses pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan
tujuan pendidikan nasional.
15. Manajemen adalah penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai
sasaran atau pimpinan yang bertanggung jawab atas jalannya perusahaan
dan organisasi.
16. Pengelolaan pendidikan adalah proses pengaturan tentang kewenangan dan
tanggung jawab dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional oleh
penyelenggara pendidikan.
-4-

17. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru,


dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator,
dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi
dalam menyelenggarakan pendidikan.
18. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan
diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan .
19. Kepala Sekolah/Madrasah adalah guru yang diberi tugas tambahan sebagai
kepala satuan pendidikan.
20. Masyarakat adalah kelompok warga negara Indonesia non pemerintah yang
mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
21. Peserta didik adalah warga masyarakat yang berusaha mengembangkan
potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang
dan jenis pendidikan tertentu.
22. Wajib belajar adalah peserta didik yang mengikuti program pendidikan
minimal yang harus diikuti oleh warga masyarakat atas tanggung jawab
Pemerintah, Pemerintah Daerah dan Masyarakat.
23. Badan Akreditasi Sekolah adalah lembaga independen yang berfungsi
melakukan penilaian kelayakan suatu satuan pendidikan yang dibentuk oleh
pemerintah.
24. Standar mutu pendidikan adalah kriteria minimal tentang mutu
penyelenggaraan pendidikan yang meliputi standar mutu pendidik/tenaga
kependidikan, standar mutu isi, standar mutu proses, standar mutu
kompetensi lulusan, standar mutu sarana dan prasarana, standar mutu
pengelolaan, standar mutu pembiayaan, standar mutu penilaian pendidikan
di seluruh Kabupaten Padang Lawas Uatara.
25. Kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup
sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
26. Standar mutu isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang
dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan
kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus
dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
27. Standar mutu proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan
dengan pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai
standar kompetensi lulusan.
28. Standar mutu pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria pendidikan
prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam
jabatan.
29. Standar mutu sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan
yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat
berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja,
tempat bermain, dan tempat berkreasi, serta sumber belajar lain, yang
diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan
teknologi informasi dan komunikasi.
30. Standar mutu pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang
berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan
pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten agar tercapai
efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.
31. Standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya
biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun.
32. Standar mutu penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang
berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil
belajar peserta didik.
33. Penilaian pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan
penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada
setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk
pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan.
34. Komite Sekolah/Madrasah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan
orangtua/wali peserta didik, komunitas sekolah atau madrasah, serta tokoh
masyarakat yang peduli pendidikan.
35. Dewan Pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai
unsur masyarakat yang peduli pendidikan di Kabupaten Padang Lawas
Utara.
-5-

BAB II
DASAR, PRINSIP DAN RUANG LINGKUP MANAJEMEN
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Dasar
Pasal 2
Pendidikan diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Bagian Kedua
Prinsip
Pasal 3
(1) Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak
diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai
keagamaan, nilai kultural/kearifan lokal, dan kemajemukan bangsa.
(2) Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan
sistem terbuka dan multimakna.
(3) Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
(4) Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun
kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses
pembelajaran.
(5) Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca,
menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.
(6) Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen
masyarakat melalui peran serta dalampenyelenggaraan dan pengendalian
mutu layanan pendidikan.

Bagian Ketiga
Ruang Lingkup
Pasal 4
Ruang lingkup pengaturan penyelenggaraan pendidikan dalam Peraturan
Daerah ini meliputi:
a. Pendirian, Perubahan, Dan Penutupan Satuan Pendidikan
b. Kurikulum Pendidikan Bermutu
c. Proses Pendidikan Bermutu.
d. Penerimaan Peserta Didik Baru(PPDB)
e. Rombongan Belajar
f. Kompetensi Lulusan
g. Pendidik Dan Tenaga Kependidikan
h. Kepala Satuan Pendidikan
i. Pengawas Sekolah/Madrasah
j. Sarana Dan Prasarana Bermutu
k. Pengelolaan Pendidikan Bermutu
l. Pembiayaan
m. Standar Penilaian Pendidikan
n. Sanksi
-6-

BAB III
PENDIRIAN, PERUBAHAN DAN PENUTUPAN SATUAN PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 5
(1) Setiap pendirian dan perubahan satuan pendidikan pada jalur pendidikan
formal dan/atau jalur pendidikan nonformal wajib mendapatkan izin dari
Pemerintah Daerah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pemerintah Daerah berwenang melakukan penutupan satuan pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 6
(1) Satuan pendidikan formal sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (1)
meliputi:
a. PAUD; dan
b. pendidikan dasar yang melipui SD dan SMP.
(2) Satuan pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (1)
dapat berupa:
a. Lembaga Kursus dan Pelatihan;
b. Kelompok Belajar;
c. Pusat Kegiatan Belajar Mengajar;
d. Pendidikan Al Quran;
e. Pendidikan Diniyah;
f. PAUD jalur nonformal;dan
g. Satuan pendidikan nonformal sejenis.
(3) Satuan pendidikan nonformal sejenis sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) huruf g terdiri atas rumah pintar, balai belajar bersama, lembaga
bimbingan belajar, serta bentuk lain yang berkembang di masyarakat dan
ditetapkan oleh Direktur Jenderal yang menyelenggarakan urusan bidang
Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat.

Bagian Kedua
Pendirian, Perubahan dan Penutupan Satuan Pendidikan Formal
Paragraf 1
Pendirian, Perubahan dan Penutupan PAUD
Pasal 7
(1) Pemerintah Daerah, Pemerintah Desa, orang perorangan, kelompok orang,
dan badan hukum dapat mendirikan satuan PAUD.
(2) Pendirian satuan PAUD baik pada jalur pendidikan formal maupun non
formal wajib memiliki izin dari Bupati atau pejabat yang ditunjuk.
(3) Pendirian satuan PAUD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib
memenuhi persyaratan administrasi dan persyaratan teknis.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan administrasi dan persyaratan
teknis serta tata acara pengajuan perizinan pendirian satuan pendidikan
PAUD diatur dalam Peraturan Bupati.

Pasal 8
(1) Perubahan satuan PAUD dapat berupa perubahan :
a. nama;
b. bentuk;
c. pendiri antar masyarakat;
d. status; dan/atau
e. lokasi.
-7-

(2) Pendiri melaporkan perubahan nama satuan PAUD kepada Dinas


Pendidikan serta Dinas pelayanan perizinan terpadu dengan melampirkan
berita acara perubahan nama dan keputusan pengurus/pengelola satuan
PAUD.
(3) Pendiri mengajukan izin perubahan bentuk satuan PAUD kepada Dinas
pendidikan atau kepala SKPD serta Dinas pelayanan perizinan terpadu
dengan melampirkan kelengkapan persyaratan pendirian satuan PAUD.
(4) Pendiri mengajukan izin perubahan pendiri satuan PAUD antarmasyarakat
kepada Dinas pendidikan atau kepala SKPD serta Dinas pelayanan
perizinan terpadu dengan melampirkan dokumen serah terima satuan
PAUD dari pendiri lama kepada pendiri baru dan kelengkapan persyaratan
pendirian satuan PAUD.
(5) Kepala Dinas mengajukan perubahan status satuan PAUD yang semula
diselenggarakan oleh masyarakat atau pemerintah desa menjadi satuan
PAUD yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah kepada Bupati dengan
melampirkan dokumen persyaratan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(6) Pendiri melaporkan perubahan lokasi satuan PAUD kepada Dinas
pendidikan atau kepala SKPD serta Dinas pelayanan perizinan terpadu
dengan melampirkan surat keterangan domisili satuan PAUD yang baru.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perubahan satuan pendidikan
PAUD diatur dalam Peraturan Bupati.

Pasal 9
(1) Penutupan satuan PAUD dilakukan apabila :
a. satuan PAUD sudah tidak lagi menyelenggarakan kegiatan layanan
PAUD;dan/atau
b. satuan PAUD tidak layak berdasarkan hasil evaluasi.
(2) Penutupan satuan PAUD dilakukan oleh Dinas pendidikan atau kepala
SKPD serta Dinas pelayanan perizinan terpadu dengan mencabut izin
pendirian satuan PAUD berdasarkan rekomendasi kepala dinas.
(3) Penutupan satuan PAUD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diikuti
dengan :
a. penyaluran/pemindahan peserta didik, pendidik, dan tenaga
kependidikan kepada satuan PAUD lain yang sejenis;
b. penyerahan sumber daya milik negara dan dokumen lainnya kepada
kepala Dinas Pendidikan;dan
c. penyerahan aset milik satuan PAUD yang diselenggarakan oleh
masyarakat dapat diserahkan kepada satuan PAUD lainnya yang
ditentukan oleh penyelenggara satuan PAUD yang bersangkutan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata acara penutupan satuan PAUD
diatur dalam Peraturan Bupati.

Paragraf 2
Pendirian, Perubahan dan Penutupan Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
Pasal 10
(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah dan atau masyarakat dapat mendirikan
dan merubah satuan pendidikan dasar dan menengah.
(2) Pendirian satuan pendidikan dasar dan menengah yang diselenggarakan
oleh masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
terlebih dahulu membentuk badan penyelenggara berbadan hukum
dengan prinsip nirlaba sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pendirian satuan pendidikan dasar dan menengah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib memenuhi persyaratan yang meliputi :
a. hasil studi kelayakan;
b. isi pendidikan;
c. jumlah dan kualifikasi pendidik dan tenaga kependidikan;
d. sarana dan prasarana pendidikan;
e. pembiayaan pendidikan;
-8-

f. sistem evaluasi dan sertifikasi;dan


g. manajemen dan proses pendidikan.
(4) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pendirian satuan
pendidikan harus melampirkan:
a. hasil studi kelayakan tentang prospek pendirian satuan pendidikan
formal dari segi tata ruang, geografis, dan ekologis;
b. hasil studi kelayakan tentang prospek pendirian satuan pendidikan
formal dari segi prospek pendaftar, keuangan, sosial, dan budaya;
c. data mengenai perimbangan antara jumlah satuan pendidikan formal
dengan penduduk usia sekolah di wilayah tersebut;
d. data mengenai perkiraan jarak satuan pendidikan yang diusulkan di
antara gugus satuan pendidikan formal sejenis;
e. data mengenai kapasitas daya tampung dan lingkup jangkauan satuan
pendidikan formal sejenis yang ada;
f. data mengenai perkiraan pembiayaan untuk kelangsungan pendidikan
paling sedikit untuk 1 (satu) tahun akademik berikutnya; dan
g. data mengenai status kepemilikan tanah dan/atau bangunan satuan
pendidikan harus dibuktikan dengan dokumen kepemilikan yang sah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atas nama
Pemerintah, pemerintah daerah, atau badan penyelenggara;
(5) Persyaratan pendirian satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) paling sedikit harus memenuhi Standar Pelayanan Minimal.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan prosedur perizinan
pendirian satuan pendidikan dasar diatur dalam Peraturan Bupati.
(7) Persyaratan pendirian satuan pendidikan dasar dan menengah
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dituangkan dalam rencana induk
pengembangan satuan pendidikan (RIPS).
(8) RIPS sebagaimana dimaksud pada ayat (7) merupakan pedoman dasar
pengembangan satuan pendidikan untuk jangka waktu paling singkat 5
(lima) tahun.
(9) RIPS sebagaimana dimaksud pada ayat (7) memuat sebagai berikut:
a. visi dan misi;
b. kurikulum;
c. peserta didik;
d. pendidik dan tenaga kependidikan;
e. sarana dan prasarana;
f. pendanaan;
g. organisasi;
h. manajemen satuan pendidikan; dan
i. peran serta masyarakat.
Pasal 11
(1) Penyelenggara satuan pendidikan dasar dapat melakukan perubahan
nama atau bentuk satuan pendidikan.
(2) Penyelenggara yang melakukan perubahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib menyelesaikan program yang sedang berjalan atau
mengintegrasikan ke satuan pendidikan lain yang jenjang dan jenisnya
sama.
(3) Perubahan satuan pendidikan merupakan:
a. perubahan nama dan/atau bentuk dari nama dan/atau bentuk satuan
pendidikan tertentu menjadi nama dan/atau bentuk satuan pendidikan
yang lain;
b. penggabungan 2 (dua) atau lebih satuan pendidikan menjadi 1 (satu)
satuan pendidikan baru;
c. pemecahan dari 1 (satu) satuan pendidikan menjadi 2 (dua) satuan
pendidikan atau lebih; atau
d. perubahan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat
menjadi diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah
-9-

Pasal 12
(1) Satuan pendidikan dasar ditutup apabila :
a. sudah tidak memenuhi persyaratan pendirian satuan pendidikan dasar;
dan/atau
b. satuan pendidikan dasar sudah tidak menyelenggarakan kegiatan
pembelajaran.
(2) Penutupan satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh
Pemerintah Daerah dilakukan oleh Bupati berdasarkan usul Kepala
Dinas.
(3) Penutupan satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh
masyarakat merupakan pencabutan izin yang ditetapkan oleh Kepala
Dinas pendidikanberdasarkan usul badan penyelenggara satuan
pendidikan dasar dan/atau atas hasil evaluasi yang dibentuk oleh Kepala
Dinas pendidikan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penutupan satuan pendidikan diatur
dalam Peraturan Bupati
(5) Penutupan satuan pendidikan merupakan pencabutan izin pendirian
satuan pendidikan karena tidak memenuhi syarat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.

Paragraf 3
Pendirian, Perubahan dan Penutupan Satuan Pendidikan Nonformal
Pasal 13
(1)Satuan Pendidikan Non Formal dapat didirikan oleh:
a. orang perseorangan;
b. kelompok orang; dan/atau
c. badan hukum.
(2) Satuan Pendidikan Non Formal, terdiri atas:
a. LKP (Lembaga Kursus dan Pelatihan);
b. Kelompok Belajar;
c. PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat);
d. Majelis Taklim; dan
e. Satuan Pendidikan Non Formal sejenis.
(3) Satuan PNF (Pendidikan Non Formal) sejenis sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) huruf e terdiri atas rumah pintar, balai belajar bersama, lembaga
bimbingan belajar, serta bentuk lain yang berkembang di masyarakat dan
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal
dan Informal.

Pasal 14
(1) LKP yang didirikan dapat menyelenggarakan program:
a. pendidikan kecakapan hidup;
b. pelatihan kepemudaan;
c. pendidikan pemberdayaan perempuan;
d. pendidikan keterampilan kerja;
e. bimbingan belajar; dan/atau
f. pendidikan nonformal lain yang diperlukan masyarakat.
(2) Kelompok belajar yang didirikan dapat menyelenggarakan program:
a. pendidikan keaksaraan;
b. pendidikan kecakapan hidup;
c. pendidikan pemberdayaan perempuan;
d. pengembangan budaya baca; dan/atau
e. pendidikan nonformal lain yang diperlukan masyarakat.
(3) PKBM yang didirikan dapat menyelenggarakan program:
a. pendidikan anak usia dini;
b. pendidikan keaksaraan;
c. pendidikan kesetaraan;
d. pendidikan pemberdayaan perempuan;
e. pendidikan kecakapan hidup;
f. pendidikan kepemudaan;
g. pendidikan ketrampilan kerja;
h. pengembangan budaya baca; dan
- 10 -

i. pendidikan nonformal lain yang diperlukan masyarakat.


(4) Majelis taklim yang didirikan dapat menyelenggarakan program:
a. pendidikan keagamaan Islam;
b. pendidikan anak usia dini;
c. pendidikan keaksaraan;
d. pendidikan kesetaraan;
e. pendidikan kecakapan hidup;
f. pendidikan pemberdayaan perempuan;
g. pendidikan kepemudaan; dan/atau
h. pendidikan nonformal lain yang diperlukan masyarakat.
(5) Rumah pintar yang didirikan dapat menyelenggarakan program:
a. pendidikan anak usia dini;
b. pendidikan keaksaraan;
c. pendidikan kesetaraan;
d. pendidikan kecakapan hidup;
e. pendidikan pemberdayaan perempuan;
f. peningkatan minat baca, seni dan budaya; dan/atau
g. pendidikan nonformal lain yang diperlukan masyarakat.
(6) Balai belajar bersama yang didirikan dapat menyelenggarakan program:
a. pendidikan kecakapan hidup;
b. pendidikan pemberdayaan perempuan;
c. pendidikan kepemudaan;
d. pendidikan seni dan budaya; dan/atau
e. pendidikan nonformal lain yang diperlukan masyarakat.
(7) Lembaga bimbingan belajar yang didirikan dapat menyelenggarakan
program:
a. pendidikan kesetaraan;
b. pendidikan peningkatan kompetensi akademik; dan/atau
c. pendidikan nonformal lain yang diperlukan masyarakat.

Bagian Ketiga
Persyaratan Pendirian
Pasal 15
(1) Persyaratan pendirian Satuan Pendidikan Non Formal terdiri dari:
a. persyaratan administratif; dan
b. persyaratan teknis.
(2) Persyaratan administratif terdiri atas:
a. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) Pendiri;
b. Susunan pengurus dan rincian tugas;
c. Surat keterangan domisili Kepala Desa/Lurah;
d. Keterangan kepemilikan atau kuasa penggunaan tempat pembelajaran
selama 3 (tiga) tahun.
e. Dalam hal Pendiri adalah badan hukum, Pendiri melampirkan Surat
Penetapan Badan Hukum dari Kementerian di bidang Hukum.
(3) Persyaratan teknis berupa dokumen Rencana Pengembangan Satuan
Pendidikan dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.

Bagian Keempat
Tata Cara Perizinan
Pasal 16
(1) Pendiri mengajukan surat permohonan pendirian Satuan Pendidikan Non
Formal dengan melampirkan persyaratan teknis dan administratif kepada
Kepala Dinas.
(2) Kepala Dinas melakukan verifikasi berkas administrasi dan teknis.
(3) Kepala Dinas memberi persetujuan atau penolakan pendirian Satuan
Pendidikan Non Formal paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja, sejak
permohonan diterima.
(4) Kepala Dinas menerbitkan Izin Pendirian Satuan Pendidikan Non Formal.
- 11 -

Pasal 17
(1) Satuan Pendidikan Non Formal yang telah mendapatkan Izin Pendirian
diberi Nomor Induk Satuan Pendidikan Nonformal dengan berpedoman
pada Tata Cara Pemberian Nomor Induk yang diatur oleh Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan.
(2) Satuan PNF yang telah memiliki izin pendirian dan/atau izin operasional
tetap berlaku sampai habis masa berlakunya.

Bagian Kelima
Pembinaan
Pasal 18
(1) Kepala Dinas melakukan pembinaan terhadap Satuan PNF.
(2) Pembinaan dilakukan dalam rangka peningkatan kapasitas kelembagaan.
(3) Pembinaan secara teknis dilakukan oleh Penilik.

Bagian Keenam
Pengawasan Dan Pengendalian
Pasal 19
(1) Kepala Dinas melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap Satuan
Pendidikan Non Formal.
(2) Pengawasan dan pengendalian secara teknis dilakukan oleh Penilik.

Bagian Ketujuh
Penutupan Satuan Pendidikan Non Formal
Pasal 20
(1) Penutupan satuan PNF merupakan penghentian kegiatan atau
penghapusan satuan Pendidikan Non Formal.
(2) Penutupan satuan Pendidikan Non Formal dilakukan apabila :
a. satuan Pendidikan Non Formal sudah tidak lagi memenuhi persyaratan
pendirian satuan PNF;
b. satuan Pendidikan Non Formal sudah tidak menyelenggarakan program
pendidikan nonformal 2 (dua) tahun berturut turut;
(3) Penutupan satuan Pendidikan Non Formal dilakukan Pemerintah
Kabupaten/Kota.

Pasal 21
(1) Penutupan satuan Pendidikan Non Formal dapat dilakukan berdasarkan
atas hasil evaluasi oleh Tim yang dibentuk oleh Kepala Dinas.
(2) Penutupan satuan PNF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diikuti
dengan:
a. penyaluran/pemindahan peserta didik kepada satuan PNF lain yang
menyelenggarakan program, jenjang dan jenisnya sama;
b. penyerahan dokumen penyelenggaraan pendidikan kepada Kepala
Dinas;
c. penyerahan aset milik satuan PNF yang diselenggarakan oleh
masyarakat diatur oleh pendiri dan/atau penyelenggara satuan PNF
tersebut.

BAB IV
KURIKULUM PENDIDIKAN BERMUTU
Bagian
Kesatu
Standar Isi
Pasal 22
(1) Standar isi merupakan ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi
yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi
bahan kajian, kompetensi mata pelajaran dan silabus pembelajaran yang
harus dipenuhi oleh guru dan dicapai oleh peserta didik pada jenjang
dan jenis pendidikan tertentu.
(2) Standar isi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat kerangka dasar
dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan
pendidikan dan kalender pendidikan/akademik.
- 12 -

(3) Penyusunan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan anak usia dini,
pendidikan dasar dan menengah berpedoman pada panduan yang
disusun oleh BSNP.

Bagian Kedua
Kurikulum
PAUD
Pasal 23
(1) Standar kompetensi lulusan pada pendidikan anak usia dini
merupakan standar tingkat pencapaian perkembangan anak usia dini.
(2) Standar tingkat pencapaian perkembangan anakusia dini sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) difokuskan pada aspek perkembangan anak
yang mencakup:
a. nilai agama dan moral;
b. nilai Pancasila;
c. fisik motorik;
d. kognitif;
e. bahasa; dan
f. sosial emosional.
(3 )Kurikulum yang ditawarkan merujuk kepada panduan yang disusun
Badan Standar, Kurikulum, Dan Asesmen Pendidikan (BSKAP).

Bagian Ketiga
Kurikulum Pendidikan Sekolah Dasar/MI dan Sekolah Menengah/MTs sederajat
Pasal 24
(1) Kurikulum disusun sesuai dengan Jenjang Pendidikan dalam kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
a. peningkatan iman dan takwa;
b. nilai Pancasila;
c. peningkatan akhlak mulia;
d. peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat Peserta Didik;
e. keragaman potensi daerah dan lingkungan;
f. tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
g. tuntutan dunia kerja;
h. perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
i. agama;
j. dinamika perkembangan global; dan
k. persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
(2) Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat:
a. pendidikan agama;
b. pendidikan Pancasila;
c. pendidikan kewarganegaraan;
d. bahasa;
e. matematika;
f. ilmu pengetahuan alam;
g. ilmu pengetahuan sosial;
h. seni dan budaya;
i. pendidikan jasmani dan olahraga;
j. keterampilan/ kejuruan; dan
k. muatan lokal.
(3) Muatan bahasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2 huruf d meliputi):
a. bahasa Indonesia;
b. bahasa daerah; dan
c. bahasa asing.
(4) Muatan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (2 huruf a, huruf b,
dan huruf c, dan ayat (3) huruf a dituangkan dalam bentuk mata
pelajaran wajib:
a. pendidikan agama;
b. pendidikan Pancasila; dan
c. bahasa Indonesia.
(5) Muatan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (2 huruf e sampai
dengan huruf k dan ayat (3) huruf b dan huruf c dapat dituangkan secara
- 13 -

terpisah atau terintegrasi dalam bentuk:


a. mata pelajaran;
b. modul;
c. blok; dan/atau
d. tematik.
(6) Kurikulum yang ditawarkan merujuk kepada panduan yang disusun
Badan Standar, Kurikulum, Dan Asesmen Pendidikan (BSKAP);
(7) Kurikulum Sekolah Dasar/MI dan Sekolah Menengah/MTs Sederajat
diarahkan untuk membentuk peserta didik agar memiliki kemampuan
membaca dan menulis, kecakapan berhitung, kemampuan
berkomunikasi, moral dan akhlak mulia;
(8) Pelajaran akhlak dan moral yang dimaksud pada ayat (7) yaitu penguatan
pelajaran keagamaan dan adat dalihan natolu;
(9) Pembelajaran bahasa asing seperti bahasa Inggris, Arab, dan sebagainya
disampaikan secara aktif (active speaking) dalam pembelajaran baik di
dalam maupun di luar kelas;
(10) Mata pelajaran yang bersifat keterampilan (skill) seperti seni, olahraga,
kerajinan tangan, pertanian dan sebagainya diarahkan kepada
pembentukan kecakapan psikomotorik;
(11) Kurikulum tambahan (kurikulum prototype) sebagai keunggulan
sekolah/madrasah;
(12) Materi muatan lokal diarahkan untuk menunjang kompetensi dasar dan
mata pelajaran utama. Penguatan kompetensi dan skill peserta didik
diarahkan pada potensi daerah atau kearifan lokal.
(13) Satuan pendidikan dapat menambahkan muatan lokal (muatan
tambahan) sesuai karakteristik satuan pendidikan secara fleksibel,
melalui 3 (tiga) pilihan sebagai berikut:
a. mengintegrasikan ke dalam mata pelajaran lain;
b. mengintegrasikan ke dalam tema projek penguatan profil pelajar
Pancasila; dan/atau
c. mengembangkan mata pelajaran yang berdiri sendiri.

BAB V
PROSES PENDIDIKAN BERMUTU
Bagian Kesatu
Standar Proses
Pasal 25
(1) Standar Proses digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan proses
pembelajaran yang efektif dan efisien untuk mengembangkan potensi,
prakarsa, kemampuan, dan kemandirian Peserta Didik secara optimal.
(2) Standar Proses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. perencanaan pembelajaran;
b. pelaksanaan pembelajaran; dan
c. penilaian proses pembelajaran.
(3) Peserta Didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Peserta
Didik pada:
a. pendidikan anak usia dini;
b. pendidikan dasar;
c. pendidikan menengah;
d. pendidikan kesetaraan; dan
e. pendidikan khusus.
Bagian Kedua
Perencanaan Pembelajaran
Pasal 26
(1) Perencanaan pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat
(2) huruf a merupakan aktivitas untuk merumuskan:
a. capaian pembelajaran yang menjadi tujuan belajar dari suatu unit
pembelajaran;
b. cara untuk mencapai tujuan belajar; dan
c. cara menilai ketercapaian tujuan belajar.
(2) Perencanaan pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh Pendidik.
(3) Perencanaan pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun
- 14 -

dalam bentuk dokumen perencanaan pembelajaran yang:


a. fleksibel;
b. jelas; dan
c. sederhana.
(4) Dokumen perencanaan pembelajaran yang fleksibel sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf a merupakan dokumen yang tidak terikat
pada bentuk tertentu dan dapat disesuaikan dengan konteks
pembelajaran.
(5) Dokumen perencanaan pembelajaran yang jelas sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf b merupakan dokumen yang mudah dipahami.
(6) Dokumen perencanaan pembelajaran yang sederhana sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf c merupakan dokumen yang berisi hal
pokok dan penting sebagai acuan pelaksanaan pembelajaran.
Pasal 27
Dokumen perencanaan pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
ayat (3) paling sedikit memuat:
a. tujuan pembelajaran;
b. langkah atau kegiatan pembelajaran; dan
c. penilaian atau asesmen pembelajaran.

Bagian Ketiga
Capaian Pembelajaran yang Menjadi Tujuan Belajar dari Suatu Unit
Pembelajaran
Pasal 28
(1) Capaian pembelajaran yang menjadi tujuan belajar dari suatu unit
pembelajaran merupakan sekumpulan kompetensi dan lingkup materi
pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum Satuan Pendidikan.
(2) Kurikulum Satuan Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disusun berdasarkan:
a. kerangka dasar dan struktur kurikulum yang ditetapkan secara
nasional; dan
b. visi, misi, dan karakteristik Satuan Pendidikan.
(3) Kurikulum Satuan Pendidikan disusun dengan melibatkan Peserta Didik
dan/atau orang tua/wali Peserta Didik dan juga melibatkan ahli yang
relevan.

Bagian Keempat
Cara untuk Mencapai Tujuan Belajar
Pasal 29
(1) Cara untuk mencapai tujuan belajar dilakukan melalui strategi
pembelajaran yang dirancang untuk memberi pengalaman belajar yang
berkualitas.
(2) Strategi pembelajaran yang dirancang untuk memberi pengalaman
belajar yang berkualitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dengan:
a. memberi kesempatan untuk menerapkan materi pada problem atau
konteks nyata;
b. mendorong interaksi dan partisipasi aktif Peserta Didik;
c. mengoptimalkan penggunaan sumber daya yang tersedia di
lingkungan Satuan Pendidikan dan/atau di lingkungan masyarakat;
dan/atau
d. menggunakan perangkat teknologi informasi dan komunikasi.
(3) Strategi pembelajaran yang dirancang untuk memberi pengalaman
belajar yang berkualitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaksanakan dengan memperhatikan karakteristik Peserta Didik, yang
mencakup:
a. usia dan tingkat perkembangan;
b. tingkat kemampuan sebelumnya;
c. kondisi fisik dan psikologis; dan
d. latar belakang keluarga Peserta Didik.
(4) Pelaksanaan strategi pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat bersifat lintas mata pelajaran dan/atau lintas tingkatan kelas.
- 15 -

Bagian Kelima
Cara Menilai Ketercapaian Tujuan Belajar
Pasal 30
(1) Cara menilai ketercapaian tujuan belajar sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26 ayat (1) huruf c dilakukan oleh Pendidik dengan menggunakan
beragam teknik dan/atau instrumen penilaian yang sesuai dengan
tujuan belajar.
(2) Cara menilai ketercapaian tujuan belajar sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mengacu pada standar penilaian pendidikan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keenam
Pelaksanaan Pembelajaran
Pasal 31
(1) Pelaksanaan pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat
(2) huruf b diselenggarakan dalam suasana belajar yang:
a. interaktif;
b. inspiratif;
c. menyenangkan;
d. menantang;
e. memotivasi Peserta Didik untuk berpartisipasi aktif; dan
f. memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, kemandirian
sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik, serta psikologis
Peserta Didik.
(2) Pelaksanaan pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh Pendidik dengan memberikan:
a. keteladanan;
b. pendampingan; dan
c. fasilitasi.

Paragraf 1
Pelaksanaan Pembelajaran dalam Suasana Belajar yang Interaktif
Pasal 32
(1) Pelaksanaan pembelajaran dalam suasana belajar yang interaktif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf a dirancang untuk
memfasilitasi interaksi yang sistematis dan produktif antara Pendidik
dengan Peserta Didik, sesama Peserta Didik, dan antara Peserta Didik
dengan materi belajar.
(2) Pelaksanaan pembelajaran dalam suasana belajar yang interaktif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit dilakukan dengan
cara:
a. berinteraksi secara dialogis antara Pendidik dengan Peserta Didik,
serta sesama Peserta Didik;
b. berinteraksi secara aktif dengan lingkungan belajar; dan
c. berkolaborasi untuk menumbuhkan jiwa gotong royong.
(3) Dalam melaksanakan pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), Pendidik berperan sebagai fasilitator proses pembelajaran dan tidak
menjadi satusatunya sumber pembelajaran.
Paragraf 2
Pelaksanaan Pembelajaran dalam Suasana Belajar yang Inspiratif
Pasal 33
(1) Pelaksanaan pembelajaran dalam suasana belajar yang inspiratif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf b dirancang untuk
memberi keteladanan dan menjadi sumber inspirasi positif bagi Peserta
Didik.
(2) Pelaksanaan pembelajaran dalam suasana belajar yang inspiratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit dilakukan dengan
cara:
a. menciptakan suasana belajar yang dapat memantik ide, mendorong
daya imajinasi, dan mengeksplorasi hal baru; dan
b. memfasilitasi Peserta Didik dengan berbagai sumber belajar untuk
memperkaya wawasan dan pengalaman belajar
- 16 -

Paragraf 3
Pelaksanaan Pembelajaran dalam Suasana Belajar yang Menyenangkan
Pasal 34
(1) Pelaksanaan pembelajaran dalam suasana belajar yang menyenangkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf c dirancang agar
Peserta Didik mengalami proses belajar sebagai pengalaman yang
menimbulkan emosi positif.
(2) Pelaksanaan pembelajaran dalam suasana belajar yang menyenangkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit dilakukan dengan
cara:
a. menciptakan suasana belajar yang gembira, menarik, aman, dan
bebas dari perundungan;
b. menggunakan berbagai variasi metode dengan mempertimbangkan
aspirasi dari Peserta Didik, serta tidak terbatas hanya di dalam kelas;
c. mengakomodasi keberagaman gender, budaya, bahasa daerah
setempat, agama atau kepercayaan, karakteristik, dan kebutuhan
setiap Peserta Didik;
d. Pelaksanaan proses pembelajaran harus memperhatikan jumlah
maksimal peserta didik per kelas 28 untuk SD/MI sederajat dan 32
untuk SMP/MTs sederajat;
e. Pelaksanaan pembelajaran berpusat pada peserta didik, guru berperan
sebagai fasilitator, mediator, dan suri tauladan;
f. Teknik Penilaian dapat berupa tes tertulis, observasi, tes praktek,
penugasan individu dan kelompok;
g. Pengawasan proses pembelajaran meliputi: pemantauan, supervisi,
evaluasi, pelaporan dan pemberian umpan balik yang dilakukan secara
kontiniu.

BAB VI
PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU (PPDB)
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 35
(1) Penerimaan Peserta Didik Baru yang selanjutnya disingkat PPDB adalah
penerimaan peserta didik baru pada TK, SD, dan SMP dilaksanakan secara
objektif, transparan, dan akuntabel.
(2) PPDB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan tanpa diskriminasi
kecuali bagi sekolah/madrasah yang secara khusus dirancang untuk
melayani peserta didik dari kelompok gender atau agama tertentu.
Bagian Kedua
Persyaratan
Pasal 36
Calon peserta didik baru Taman Kanak-kanak (TK) harus memenuhi
persyaratan usia paling rendah 4 (empat) tahun dan paling tinggi 5 (lima)
tahun untuk kelompok A; dan paling rendah 5 (lima) tahun dan paling tinggi
6 (enam) tahun untuk kelompok B.
Pasal 37
(1) Calon peserta didik baru kelas 1 (satu) SD harus memenuhi persyaratan
usia 7 (tujuh) tahun;, atau paling rendah 6 (enam) tahun pada tanggal 1
Juli tahun berjalan.
(2) Dalam pelaksanaan PPDB, SD memprioritaskan penerimaan calon peserta
didik baru kelas 1 (satu) SD yang berusia 7 (tujuh) tahun.
(3) Persyaratan usia paling rendah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dikecualikan menjadi paling rendah 5 (lima) tahun 6 (enam) bulan pada
tanggal 1 Juli tahun berjalan bagi calon peserta didik yang memiliki,
kecerdasan dan/atau bakat istimewa, dan kesiapan psikis.
- 17 -

(4) Calon peserta didik yang memiliki kecerdasan dan/atau bakat istimewa
dan kesiapan psikis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuktikan
dengan rekomendasi tertulis dari psikolog profesional.
(5) Dalam hal psikolog profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak
tersedia, rekomendasi dapat dilakukan oleh dewan guru sekolah/madrasah
yang bersangkutan.
Pasal 38
Calon peserta didik baru kelas 7 (tujuh) SMP harus memenuhi persyaratan,
berusia paling tinggi 15 (lima belas) tahun pada tanggal 1 Juli tahun berjalan,
dan telah menyelesaikan kelas 6 (enam) SD atau bentuk lain yang sederajat.
Pasal 39
(1) Persyaratan usia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, Pasal 37 ayat (1)
dan Pasal 38 dibuktikan dengan:
a. akta kelahiran; atau
b. surat keterangan lahir yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang dan
dilegalisir oleh lurah/kepala desa atau pejabat setempat lain yang
berwenang sesuai dengan domisili calon peserta didik.
(2) Persyaratan usia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk
sekolah/madrasah dengan kriteria:
a. menyelenggarakan pendidikan khusus;
b. menyelenggarakan pendidikan layanan khusus; dan
c. berada di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar.
Pasal 40
Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 harus dibuktikan dengan:
a. ijazah; atau
b. dokumen lain yang menyatakan kelulusan.
Pasal 41
Calon peserta didik baru penyandang disabilitas dikecualikan dari ketentuan
persyaratan:
a. batas usia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, Pasal 37 ayat (1), dan
Pasal 38; dan
b. ijazah atau dokumen lain yang menyatakan kelulusan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 40.
Bagian Ketiga
Jalur Pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru
Paragraf 1
Umum
Pasal 42
(1) PPDB untuk SD, dan SMP dilaksanakan melalui jalur pendaftaran PPDB.
(2) Jalur pendaftaran PPDB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. zonasi;
b. afirmasi;
c. perpindahan tugas orang tua/wali; dan/atau
d. prestasi.
- 18 -

Pasal 43
(1) Jalur zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf a terdiri
atas:
a. jalur zonasi SD paling sedikit 70% (tujuh puluh persen) dari daya
tampung sekolah/Madrasah;
b. jalur zonasi SMP paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari daya
tampung sekolah/madrasah; dan
(2) Jalur afirmasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf b
paling sedikit 15% (lima belas persen) dari daya tampung
sekolah/madrasah.
(3) Jalur perpindahan tugas orang tua/wali sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 42 ayat (2) huruf c paling banyak 5% (lima persen) dari daya
tampung sekolah/madrasah.
(4) Dalam hal masih terdapat sisa kuota dari jalur pendaftaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3), Pemerintah Daerah dapat
membuka jalur prestasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2)
huruf d.
Pasal 44
Jalur prestasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf d tidak
berlaku untuk jalur pendaftaran calon peserta didik baru pada TK dan kelas
1 (satu) SD.
Pasal 45
Ketentuan mengenai jalur pendaftaran PPDB sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 42 dikecualikan untuk sekolah/madrasah sebagai berikut:
a. satuan pendidikan kerja sama;
b. sekolah yang menyelenggarakan pendidikan khusus;
c. sekolah yang menyelenggarakan pendidikan layanan khusus;
d. sekolah berasrama;
e. sekolah di daerah tertinggal;
f. sekolah di daerah yang jumlah penduduk usia sekolah tidak dapat
memenuhi ketentuan jumlah peserta didik dalam 1 (satu) rombongan
belajar.
Pasal 46
(1) Pemerintah Daerah dapat melibatkan sekolah yang diselenggarakan oleh
masyarakat dalam pelaksanaan PPDB sebagaimana dimaksud dalam Pasal
42.
(2) Ketentuan mengenai pelaksanaan PPDB bagi sekolah yang diselenggarakan
oleh masyarakat diatur oleh Peraturan Bupati.
Paragraf 2
Jalur Zonasi
Pasal 47
(1) PPDB melalui jalur zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2)
huruf a diperuntukkan bagi calon peserta didik baru yang berdomisili di
dalam wilayah zonasi yang ditetapkan Pemerintah Daerah.
(2) Domisili calon peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berdasarkan alamat pada kartu keluarga yang diterbitkan paling singkat 1
(satu) tahun sebelum tanggal pendaftaran PPDB.
- 19 -

(3) Dalam hal kartu keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
dimiliki oleh calon peserta didik karena keadaan tertentu, maka dapat
diganti dengan surat keterangan domisili.
(4) Keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
a. bencana alam; dan/atau
b. bencana sosial.
Pasal 48
(1) Surat keterangan domisili sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (3)
diterbitkan oleh ketua rukun tetangga atau ketua rukun warga yang
dilegalisir oleh lurah/kepala desa atau pejabat setempat lain yang
berwenang.
(2) Surat keterangan domisili sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat
mengenai keterangan bahwa peserta didik yang bersangkutan telah
berdomisili paling singkat 1 (satu) tahun sejak diterbitkannya surat
keterangan domisili.
(3) Sekolah memprioritaskan peserta didik yang memiliki kartu keluarga atau
surat keterangan domisili dalam 1 (satu) wilayah kabupaten yang sama
dengan sekolah asal.
Pasal 49
(1) Calon peserta didik hanya dapat memilih 1 (satu) jalur pendaftaran PPDB
dalam 1 (satu) wilayah zonasi.
(2) Selain melakukan pendaftaran PPDB melalui jalur zonasi dalam wilayah
zonasi yang telah ditetapkan, calon peserta didik dapat melakukan
pendaftaran PPDB melalui:
a. jalur afirmasi; atau
b. jalur prestasi,
di luar wilayah zonasi domisili peserta didik sepanjang memenuhi
persyaratan.
Pasal 50
(1) Penetapan wilayah zonasi dilakukan pada setiap jenjang oleh Pemerintah
Daerah sesuai dengan Peraturan Bupati, dengan prinsip mendekatkan
domisili peserta didik dengan sekolah.
(2) Penetapan wilayah zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memperhatikan:
a. sebaran sekolah;
b. data sebaran domisili calon peserta didik; dan
c. kapasitas daya tampung sekolah yang disesuaikan dengan ketersediaan
jumlah anak usia sekolah pada setiap jenjang di Kabupten Padang Lawas
Utara.
(3) Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya memastikan semua
wilayah administrasi masuk dalam penetapan wilayah zonasi sesuai
dengan jenjang pendidikan.
(4) Dinas Pendidikan Kabupten Padang Lawas Utara memastikan semua
sekolah telah menerima peserta didik dalam wilayah zonasi yang telah
ditetapkan.
(5) Penetapan wilayah zonasi pada setiap jenjang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diumumkan paling lama 1 (satu) bulan sebelum pengumuman
secara terbuka pendaftaran PPDB.
- 20 -

(6) Dalam menetapkan wilayah zonasi pada setiap jenjang sebagaimana


dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah melibatkan musyawarah atau
kelompok kerja kepala sekolah.
(7) Pemerintah Daerah melaporkan penetapan wilayah zonasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri melalui unit pelaksana teknis
Kementerian yang membidangi penjaminan mutu pendidikan dasar dan
pendidikan menengah paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal ditetapkan.
Paragraf 3
Jalur Afirmasi
Pasal 51
(1) PPDB melalui jalur afirmasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2)
huruf b diperuntukkan bagi calon peserta didik baru:
a. berasal dari keluarga ekonomi tidak mampu; dan
b. penyandang disabilitas.
(2) Peserta didik yang melalui jalur afirmasi merupakan peserta didik yang
berdomisili di dalam dan di luar wilayah zonasi sekolah yang
bersangkutan.
(3) Dalam hal calon peserta didik yang mendaftar melalui jalur afirmasi
melampaui jumlah kuota jalur afirmasi yang ditetapkan oleh Pemerintah
Daerah setempat, maka penentuan peserta didik dilakukan dengan
memprioritaskan jarak tempat tinggal calon peserta didik yang terdekat
dengan sekolah.
Pasal 52
(1) Peserta didik baru yang berasal dari keluarga ekonomi tidak mampu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf a wajib menyertakan:
a. bukti keikutsertaan peserta didik dalam program penanganan keluarga
tidak mampu dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan
b. surat pernyataan dari orang tua/wali peserta didik yang menyatakan
bersedia diproses secara hukum jika terbukti memalsukan bukti
keikutsertaan dalam program penanganan keluarga tidak mampu.
(2) Dalam hal terdapat dugaan pemalsuan bukti keikutsertaan peserta didik
dalam program penanganan keluarga tidak mampu sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, sekolah bersama Pemerintah Daerah wajib
melakukan verifikasi data dan lapangan serta menindaklanjuti hasil
verifikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pemalsuan bukti keikutsertaan peserta didik dalam program penanganan
keluarga tidak mampu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 4
Jalur Perpindahan Tugas Orang Tua/Wali
Pasal 53
(1) Perpindahan tugas orang tua/wali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42
ayat (2) huruf c dibuktikan dengan surat penugasan dari:
a. instansi;
b. lembaga;
c. kantor; atau
d. perusahaan yang mempekerjakan.
(2) Dalam hal terdapat sisa kuota jalur perpindahan tugas orang tua/wali,
maka sisa kuota dapat dialokasikan untuk calon peserta didik pada
sekolah tempat orang tua/wali mengajar.
- 21 -

(3) Penentuan peserta didik dalam jalur perpindahan tugas orang tua/wali
diprioritaskan pada jarak tempat tinggal calon peserta didik yang terdekat
dengan sekolah.
Paragraf 5
Jalur Prestasi
Pasal 54
(1) PPDB melalui jalur prestasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2)
huruf d ditentukan berdasarkan:
a. rapor yang dilampirkan dengan surat keterangan peringkat nilai rapor
peserta didik dari sekolah asal; dan/atau
b. prestasi di bidang akademik maupun non-akademik.
(2) Rapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a menggunakan nilai
rapor pada 5 (lima) semester terakhir.
(3) Bukti atas prestasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
diterbitkan paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 3 (tiga) tahun
sebelum tanggal pendaftaran PPDB.
(4) Pemalsuan bukti atas prestasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 55
Dalam proses seleksi PPDB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 tidak
menggunakan ujian tertulis atau tes kemampuan akademik.
BAB VII
ROMBONGAN BELAJAR
Bagian Kesatu
Jumlah Peserta Didik dalam Satu Rombongan Belajar
Pasal 56
Jumlah Peserta Didik dalam Satu Rombongan Belajar diatur sebagai
berikut:
a. SD dalam satu kelas berjumlah paling sedikit 20 (dua puluh) peserta
didik dan paling banyak 28 (dua puluh delapan) peserta didik;
b. SMP dalam satu kelas berjumlah paling sedikit 20 (dua puluh) peserta
didik dan paling banyak 32 (tiga puluh dua) peserta didik;
c. Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) dalam satu kelas berjumlah paling
banyak 5 (lima) peserta didik; dan
d. Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) dalam satu kelas
berjumlah paling banyak 8 (delapan) peserta didik.
Pasal 57
Ketentuan jumlah peserta didik dalam 1 (satu) Rombongan Belajar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 dapat dikecualikan paling banyak 1
(satu) Rombongan Belajar dalam 1 (satu) tingkat kelas.
Bagian Kedua
Jumlah Rombongan Belajar pada Sekolah
Pasal 58
Jumlah Rombongan Belajar pada Sekolah diatur sebagai berikut:
a. SD atau bentuk lain yang sederajat berjumlah paling sedikit 6 (enam)
dan paling banyak 24 (dua puluh empat) Rombongan Belajar, masing-
masing tingkat paling banyak 4 (empat) Rombongan Belajar;
- 22 -

b. SMP atau bentuk lain yang sederajat berjumlah paling sedikit 3 (tiga)
dan paling banyak 33 (tiga puluh tiga) Rombongan Belajar, masing-
masing tingkat paling banyak 11 (sebelas) Rombongan Belajar;
Bagian Ketiga
Tahapan Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru
Pasal 59
(1) Tahapan pelaksanaan PPDB meliputi pengumuman pendaftaran,
pendaftaran, seleksi sesuai dengan jalur pendaftaran, pengumuman
penetapan peserta didik baru; dan daftar ulang.
(2) Dalam tahapan pelaksanaan PPDB sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
a. sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat yang telah menerima
bantuan operasional sekolah dilarang memungut biaya; dan
b. sekolah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah dilarang:
1. melakukan pungutan dan/atau sumbangan yang terkait dengan
pelaksanaan PPDB maupun perpindahan peserta didik; dan
2. melakukan pungutan untuk membeli seragam atau buku tertentu
yang dikaitkan dengan PPDB.
(3) Pelanggaran ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) poin
b dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Pengumuman pendaftaran penerimaan calon peserta didik baru dilakukan
secara terbuka.
(5) Pengumuman pendaftaran penerimaan calon peserta didik baru
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan oleh Pemerintah Daerah
bagi:
a. sekolah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah; dan
b. sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat yang menerima dana
bantuan operasional sekolah.
(6) Pengumuman pendaftaran penerimaan calon peserta didik baru paling
sedikit memuat informasi sebagai berikut:
a. persyaratan calon peserta didik sesuai dengan jenjangnya;
b. tanggal pendaftaran;
c. jalur pendaftaran yang terdiri dari jalur zonasi, jalur afirmasi, jalur
perpindahan tugas orang tua/wali, dan/atau jalur prestasi;
d. jumlah daya tampung yang tersedia pada kelas 1 (satu) SD, kelas 7
(tujuh) SMP sesuai dengan data rombongan belajar dalam Dapodik; dan
e. tanggal penetapan pengumuman hasil proses seleksi PPDB.
(7) Pengumuman pendaftaran penerimaan calon peserta didik baru
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan melalui papan
pengumuman sekolah maupun media lainnya.
(8) Seleksi jalur zonasi untuk calon peserta didik baru kelas 7 (tujuh) SMP
dilakukan dengan memprioritaskan jarak tempat tinggal terdekat ke
sekolah dalam wilayah zonasi yang ditetapkan.
(9) Jika jarak tempat tinggal calon peserta didik dengan sekolah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sama, maka seleksi untuk pemenuhan kuota/daya
tampung terakhir menggunakan usia peserta didik yang lebih tua
berdasarkan akta kelahiran atau surat keterangan lahir.
- 23 -

Pasal 60
(1) Setiap satuan pendidikan diwajibkan melaksanakan proses penerimaan
siswa baru berdasarkan kebutuhan maksimal satuan pendidikan dengan
memperhatikan rasio per kelas maksimal 28 orang SD/MI sederajat dan
32 orang SMP/MTs sederajat, rasio guru, rasio sarana dan prasarana yang
dimiliki satuan pendidikan;
(2) Setiap satuan pendidikan harus memiliki stándar proses penerimaan
siswa baru yang ditetapkan oleh satuan pendidikan yang tidak
bertentangan dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku;
(3) Penerimaan siswa baru dilakukan dengan asas objektif, transparan dan
akuntabel;
(4) Satuan pendidikan tidak dibenarkan menerima calon peserta didik diluar
kuota atau kapasitas sebagaimana dalam ayat 1;
(5) Besaran biaya kebutuhan penerimaan siswa baru oleh satuan pendidikan
diatur oleh peraturan Bupati secara proporsional, transparan dan
akuntabel sesuai dengan kewenangan.

BAB VIII
KOMPETENSI LULUSAN
Bagian Kesatu
Standar Kompetensi Lulusan Pada PAUD
Pasal 61
(1) Standar Kompetensi Lulusan pada pendidikan anak usia dini merupakan
standar tingkat pencapaian perkembangan anak usia dini.
(2) Standar tingkat pencapaian perkembangan anak usia dini sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) memuat profil Peserta Didik sebagai kesatuan
sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang menjadi deskripsi capaian
perkembangan Peserta Didik dari hasil partisipasinya pada akhir
pendidikan anak usia dini.
(3) Standar tingkat pencapaian perkembangan anak usia dini sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) difokuskan pada aspek perkembangan anak yang
mencakup:
a. nilai agama dan moral;
b. nilai Pancasila;
c. fisik motorik;
d. kognitif;
e. bahasa; dan
f. sosial emosional.
(4) Aspek perkembangan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dirumuskan secara terpadu dalam bentuk deskripsi capaian perkembangan
yang terdiri atas:
a. mengenal dan percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, mengenal ajaran
pokok agama, dan menunjukkan sikap menyayangi dirinya, sesama
manusia serta alam sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa melalui
partisipasi aktif dalam merawat diri dan lingkungannya;
b. mengenali identitas diri, mengetahui kebiasaan di keluarga, sekolah, dan
masyarakat, mengetahui dirinya merupakan bagian dari warga
Indonesia, serta mengetahui keberadaan negara lain di dunia;
c. mengenali emosi, mampu mengendalikan keinginannya sebagai sikap
menghargai keinginan orang lain, dan mampu berinteraksi dengan
teman sebaya;
d. mengenali serta menghargai kebiasaan dan aturan yang berlaku, serta
memiliki rasa senang terhadap belajar, menghargai usahanya sendiri
untuk menjadi lebih baik, dan memiliki keinginan untuk berusaha
kembali ketika belum berhasil
e. memiliki daya imajinasi dan kreativitas melalui eksplorasi dan ekspresi
pikiran dan/atau perasaannya dalam bentuk tindakan sederhana
dan/atau karya yang dapat dihasilkan melalui kemampuan kognitif,
afektif, rasa seni serta keterampilan motorik halus dan kasarnya;
f. mampu menyebutkan alasan, pilihan atau keputusannya, mampu
memecahkan masalah sederhana, serta mengetahui hubungan sebab
akibat dari suatu kondisi atau situasi yang dipengaruhi oleh hukum
alam;
- 24 -

g. mampu menyimak, memiliki kesadaran akan pesan teks, alfabet dan


fonemik, memiliki kemampuan dasar yang diperlukan untuk menulis,
memahami instruksi sederhana, mampu mengutarakan pertanyaan dan
gagasannya serta mampu menggunakan kemampuan bahasanya untuk
bekerja sama; dan
h. memiliki kesadaran bilangan, mampu melakukan pengukuran dengan
satuan tidak baku, menyadari adanya persamaan dan perbedaan
karakteristik antarobjek, serta memiliki kesadaran ruang dan waktu.

Bagian Kedua
Standar Kompetensi Lulusan Pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah
Pasal 62
(1) Standar Kompetensi Lulusan pada Jenjang Pendidikan dasar terdiri atas:
a. Standar Kompetensi Lulusan pada Sekolah Dasar/ Madrasah
Ibtidaiyah/Sekolah Dasar Luar Biasa/ paket A/bentuk lain yang
sederajat; dan
b. Standar Kompetensi Lulusan Pada Sekolah Menengah
Pertama/Madrasah Tsanawiyah/sekolah menengah pertama luar
biasa/paket B/bentuk lain yang sederajat.
(2) Standar Kompetensi Lulusan pada Jenjang Pendidikan dasar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) difokuskan pada:
a. persiapan Peserta Didik menjadi anggota masyarakat yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia;
b. penanaman karakter yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila; dan
c. penumbuhan kompetensi literasi dan numerasi Peserta Didik untuk
mengikuti pendidikan lebih lanjut.

Pasal 63
Standar Kompetensi Lulusan pada Sekolah Dasar/Madrasah
Ibtidaiyah/sekolah dasar luar biasa/paket A/bentuk lain yang sederajat
dirumuskan secara terpadu dalam bentuk deskripsi kompetensi yang terdiri
atas:
a. mengenal Tuhan Yang Maha Esa melalui sifat-sifatNya, memahami ajaran
pokok agama/kepercayaan, melaksanakan ibadah dengan bimbingan,
bersikap jujur, menunjukkan perilaku hidup sehat dan bersih, menyayangi
dirinya, sesama manusia serta alam sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa,
serta taat pada aturan;
b. mengenal dan mengekspresikan identitas diri dan budayanya, mengenal dan
menghargai keragaman budaya di lingkungannya, melakukan interaksi
antarbudaya, dan mengklarifikasi prasangka dan stereotip, serta
berpartisipasi untuk menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. menunjukkan sikap peduli dan perilaku berbagi serta berkolaborasi
antarsesama dengan bimbingan di lingkungan sekitar;
d. menunjukkan sikap bertanggung jawab sederhana, kemampuan mengelola
pikiran dan perasaan, serta tak bergantung pada orang lain dalam
pembelajaran dan pengembangan diri;
e. menunjukkan kemampuan menyampaikan gagasan, membuat tindakan
atau karya kreatif sederhana, dan mencari alternatif tindakan untuk
menghadapi tantangan, termasuk melalui kearifan lokal;
f. menunjukkan kemampuan menanya, menjelaskan dan menyampaikan
kembali informasi yang didapat atau masalah yang dihadapi;
g. menunjukkan kemampuan dan kegemaran berliterasi berupa mencari dan
menemukan teks, menyampaikan tanggapan atas bacaannya, dan mampu
menulis pengalaman dan perasaan sendiri; dan
h. menunjukkan kemampuan numerasi dalam bernalar menggunakan konsep,
prosedur, fakta dan alat matematika untuk menyelesaikan masalah yang
berkaitan dengan diri dan lingkungan terdekat.

Pasal 64
Standar Kompetensi Lulusan pada Sekolah Menengah Pertama/Madrasah
Tsanawiyah/sekolah menengah pertama luar biasa/paket B/bentuk lain yang
sederajat dirumuskan secara terpadu dalam bentuk deskripsi kompetensi yang
terdiri atas:
- 25 -

a. mencintai Tuhan Yang Maha Esa dan memahami kehadiran Tuhan Yang
Maha Esa dalam kehidupan seharihari, memahami ajaran agama,
melaksanakan ibadah secara rutin dan mandiri sesuai dengan tuntunan
agama/kepercayaan, berani menyatakan kebenaran, menyayangi dirinya,
menyadari pentingnya keseimbangan kesehatan jasmani, mental dan rohani,
menghargai sesama manusia, berinisiatif menjaga alam, serta memahami
kewajiban dan hak sebagai warga negara;
b. mengekspresikan dan bangga terhadap identitas diri dan budayanya,
menghargai keragaman masyarakat dan budaya nasional, terbiasa
melakukan interaksi antar budaya, menolak stereotip dan diskriminasi,
serta berpartisipasi aktif untuk menjaga Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
c. menunjukkan perilaku terbiasa peduli dan berbagi, serta kemampuan
berkolaborasi lintas kalangan di lingkungan terdekat dan lingkungan
sekitar;
d. terbiasa bertanggung jawab, melakukan refleksi, berinisiatif dan merancang
strategi untuk pembelajaran dan pengembangan diri, serta mampu
beradaptasi dan menjaga komitmen untuk meraih tujuan;
e. menunjukkan kemampuan menyampaikan gagasan orisinal, membuat
tindakan atau karya kreatif sesuai kapasitasnya, dan terbiasa mencari
alternatif tindakan dalam menghadapi tantangan;
f. menunjukkan kemampuan mengidentifikasi informasi yang relevan atau
masalah yang dihadapi, menganalisis, memprioritaskan informasi yang
paling relevan atau alternatif solusi yang paling tepat;
g. menunjukkan kemampuan dan kegemaran berliterasi berupa
menginterpretasikan dan mengintegrasikan teks, untuk menghasilkan
inferensi sederhana, menyampaikan tanggapan atas informasi, dan mampu
menulis pengalaman dan pemikiran dengan konsep sederhana; dan
h. menunjukkan kemampuan numerasi dalam bernalar menggunakan konsep,
prosedur, fakta dan alat matematika untuk menyelesaikan masalah yang
berkaitan dengan diri, lingkungan terdekat, dan masyarakat sekitar.

BAB IX
PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
Bagian
Kesatu
Pendidik
Paragraf 1
Umum
Pasal 65
(1) Pendidik terdiri dari guru, dosen, konselor, tutor, pamong belajar,
instruktur, fasilitator, motivator, atau sebutan lain yang sesuai dengan
kekhususan dalam penyelenggaraan pendidikan;
(2) Pendidik harus memiliki identitas, berwawasan, menguasai ilmu, seni,
budaya dan teknologi dasar, memiliki kualifikasi akademik, dan kompetensi
sebagai agen pembelajaran, serta memiliki sertifikat profesi;
(3) Persyaratan pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan
persyaratan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik dalam
melaksanakan tugas profesi.

Paragraf 2
Tugas dan Fungsi Guru/Pendidik
Pasal 66
(1) Tugas guru adalah sebagai perencana pembelajaran, pelaksana
pembelajaran, dan penilai dalam proses pembelajaran, serta membimbing
dan melatih peserta didik;
(2) Fungsi guru adalah menjadi suri tauladan, fasilitator, mediator, motivator,
dan mentor serta menjunjung tinggi kode etik profesi guru.

Paragraf 3
Beban Kerja
Pasal 67
(1) Beban kerja Guru mencakup kegiatan pokok:
- 26 -

a. merencanakan pembelajaran;
b. melaksanakan pembelajaran;
c. menilai hasil pembelajaran;
d. membimbing dan melatih peserta didik; dan
e. melaksanakan tugas tambahan yang melekat pada pelaksanaan kegiatan
pokok sesuai dengan beban kerja Guru.
(2) Beban kerja Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit
memenuhi 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan paling banyak 40
(empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu pada satu atau lebih
satuan pendidikan yang memiliki izin pendirian dari Pemerintah atau
Pemerintah Daerah.
(3) Pemenuhan beban kerja paling sedikit 24 (dua puluh empat) jam tatap
muka dan paling banyak 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu)
minggu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dengan
ketentuan paling sedikit 6 (enam) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu
pada satuan pendidikan tempat tugasnya sebagai Guru Tetap.

Paragraf 4
Rasio Guru/Pendidik terhadap Peserta Didik
Pasal 68
Guru Tetap pemegang Sertifikat Pendidik berhak mendapatkan tunjangan
profesi apabila mengajar di satuan pendidikan yang rasio minimal jumlah
peserta didik terhadap Gurunya sebagai berikut:
a. untuk TK, RA, atau yang sederajat 15:1;
b. untuk SD atau yang sederajat 20:1;
c. untuk MI atau yang sederajat 15:1;
d. untuk SMP atau yang sederajat 20:1;
e. untuk MTs atau yang sederajat 15:1;

Paragraf 5
Rekrutmen Guru/Pendidik
Pasal 69

(1) Pemerintah kabupaten wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam


jumlah, kualifikasi akademik, maupun kompetensi secara merata untuk
menjamin keberlangsungan pendidikan anak usia dini dan pendidikan
dasar serta pendidikan menengah;
(2) Pemerintah daerah kabupaten dalam melakukan rekruitmen dan
penempatan guru harus menyebutkan satuan pendidikan yang
membutuhkan;
(3) Pengangkatan dan penempatan guru dilakukan secara objektif dan
transparan sesuai dengan kebutuhan dan peraturan perundang-undangan;
(4) Rekruitmen tenaga pendidik harus memenuhi standar:
a lulusan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang
terakreditasi ;
b berkualifikasi minimal sarjana/ S1;
c memiliki sertifikat profesi guru;
d memiliki minat dan bakat untuk menjadi guru;
e memiliki kepribadian yang menarik dan unggul;
f sehat jasmani dan rohani;
g lulus tes dan/atau assesment skolastik;
(5) Selain memenuhi standar sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
rekruitmen pendidik diutamakan:
a. calon guru yang mendapat beasiswa tunjangan ikatan dinas (TID);
b. telah mengikuti program magang di satuan pendidikan minimal 1 tahun;
c. memiliki prestasi khusus.

Paragraf 6
Program Induksi bagi Guru Pemula
Pasal 70
(1) Setiap satuan pendidikan wajib melaksanakan program induksi bagi guru
pemula yang berstatus CPNS, dan /atau PNS mutasi dari jabatan lain,
- 27 -

meliputi:
a. guru pemula berstatus calon pegawai negeri sipil (CPNS) yang ditugaskan
pada sekolah/madrasah yang diselenggarakan oleh pemerintah atau
pemerintah daerah;
b. guru pemula berstatus pegawai negeri sipil (PNS) mutasi dari jabatan lain;
c. guru pemula bukan PNS yang ditugaskan pada sekolah/madrasah yang
diselenggarakan oleh masyarakat.
(2) Program induksi dilaksanakan di satuan pendidikan tempat guru pemula
bertugas selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang paling lama 1
(satu) tahun.
(3) Bagi guru pemula yang berstatus CPNS/PNS mutasi dari jabatan lain,
program induksi dilaksanakan sebagai salah satu syarat pengangkatan
dalam jabatan fungsional guru.
(4) Bagi guru pemula yang berstatus bukan PNS, program Induksi
dilaksanakan sebagai salah satu syarat pengangkatan dalam jabatan guru
tetap.
(5) Program induksi dilaksanakan secara bertahap dan sekurang-kurangnya
meliputi persiapan, pengenalan sekolah/madrasah dan lingkungannya,
pelaksanaan dan observasi pembelajaran/bimbingan dan konseling,
penilaian, dan pelaporan.
(6) Guru pemula diberi beban mengajar antara 12 (dua belas) hingga 18
(delapan belas) jam tatap muka per minggu bagi guru mata pelajaran, atau
beban bimbingan antara 75 (tujuh puluh lima) hingga 100 (seratus) peserta
didik per tahun bagi guru bimbingan dan konseling.
(7) Selama berlangsungnya program induksi, pembimbing, kepala
sekolah/madrasah, dan pengawas wajib membimbing guru pemula agar
menjadi guru profesional.
(8) Pembimbingan yang diberikan meliputi bimbingan dalam perencanaan
pembelajaran/bimbingan dan konseling, pelaksanaan kegiatan
pembelajaran/ bimbingan dan konseling, penilaian dan evaluasi hasil
pembelajaran/bimbingan dan konseling, perbaikan dan pengayaan dengan
memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi pembelajaran/bimbingan dan
konseling, dan pelaksanaan tugas lain yang relevan.

Pasal 71
(1) Guru pemula diberi hak memperoleh bimbingan dalam hal:
a. pelaksanaan proses pembelajaran, bagi guru kelas dan guru mata
pelajaran;
b. pelaksanaan proses bimbingan dan konseling, bagi guru bimbingan dan
konseling;
c. pelaksanaan tugas lain yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah.
(2) Pembimbing ditugaskan oleh kepala sekolah/madrasah atas dasar
profesionalisme dan kemampuan komunikasi.
(3) Dalam hal sekolah/madrasah tidak memiliki pembimbing sebagaimana
dipersyaratkan, kepala sekolah/madrasah dapat menjadi pembimbing
sejauh dapat dipertanggungjawabkan dari segi profesionalisme dan
kemampuan komunikasi.
(4) Dalam hal kepala sekolah/madrasah tidak dapat menjadi pembimbing,
kepala sekolah/madrasah dapat meminta pembimbing dari satuan
pendidikan yang terdekat dengan persetujuan kepala dinas pendidikan
kabupaten atau kantor kementerian agama kabupaten sesuai dengan
tingkat kewenangannya.
(5) Guru pemula yang telah menyelesaikan program induksi dengan nilai
kinerja paling kurang kategori baik berhak memperoleh sertifikat.
(6) Guru pemula memiliki kewajiban merencanakan pembelajaran/bimbingan
dan konseling, melaksanakan pembelajaran/bimbingan dan konseling yang
bermutu, menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran/bimbingan dan
konseling, serta melaksanakan perbaikan dan pengayaan.
(7) Program induksi bagi guru pemula (CPNS), dan atau PNS yang mutasi dari
jabatan lain diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
- 28 -

Paragraf 7
Penempatan dan Pemindahan Guru
Pasal 72

(1) Pengangkatan dan/atau penempatan Guru yang diangkat oleh Pemerintah


Pusat, Pemerintah Daerah, dan/atau penyelenggara pendidikan yang
diselenggarakan oleh Masyarakat dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Kementerian melakukan koordinasi perencanaan kebutuhan Guru secara
nasional dalam rangka pengangkatan dan penempatan Guru sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(3) Perencanaan kebutuhan Guru secara nasional sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilakukan dengan mempertimbangkan pemerataan Guru
antar satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah Daerah
dan/atau Masyarakat, antarkabupaten atau antarkota, dan antarprovinsi,
termasuk kebutuhan Guru di Daerah Khusus.
(4) Ketentuan mengenai perencanaan kebutuhan, pengangkatan, dan/atau
penempatan Guru dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah, atau Masyarakat penyelenggara pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan
Menteri.
Pasal 73

(1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah wajib
menandatangani penyataan kesanggupan untuk ditugaskan di Daerah
Khusus paling singkat selama 10 (sepuluh) tahun.
(2) Guru yang diangkat oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang
telah bertugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak pindah tugas
setelah tersedia Guru pengganti. (3)Dalam hal terjadi kekosongan Guru,
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah wajib menyediakan Guru
pengganti untuk menjamin keberlanj utan proses pembelajaran pada
satuan pendidikan yang bersangkutan.

Pasal 74
(1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah dapat
ditempatkan pada jabatan pimpinan tinggi, administrator, pengawas, atau
jabatan fungsional lainnya yang membidangi pendidikan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Penempatan pada jabatan pimpinan tinggi, administrator, pengawas, atau
jabatan fungsional lainnya yang membidangi pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan setelah:
a Guru yang bersangkutan bertugas sebagai Guru paling singkat 8
(delapan) tahun; dan
b kebutuhan Guru telah terpenuhi.
(3) Guru yang ditempatkan pada jabatan pimpinan tinggi, administrator,
pengawas, atau jabatan fungsional lainnya yang membidangi pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kehilangan haknya untuk
memperoleh Tunjangan Profesi dan tunjangan khusus.
(4) Guru yang ditempatkan pada jabatan pimpinan tinggi, administrator,
pengawas, atau jabatan fungsional lainnya yang membidangi pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditugaskan kembali sebagai
Guru dan mendapatkan hak sebagai Guru sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(5) Hak sebagai Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang berupa
Tunjangan Profesi diberikan sebesar Tunjangan Profesi berdasarkan
jenjang jabatan sebelum Guru yang bersangkutan ditempatkan pada
jabatan pimpinan tinggi, administrator, pengawas, atau jabatan fungsional
lainnya yang membidangi pendidikan.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan Guru pada jabatan pimpinan
tinggi, administrator, pengawas, atau jabatan fungsional lainnya yang
membidangi pendidikan dan pengembaliannya pada jabatan Guru
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) diatur dengan
Peraturan Menteri.
- 29 -

Pasal 75

(1) Pemindahan Guru yang diangkat oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah
Daerah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Pemindahan Guru yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau
satuan pendidikan yang didirikan Masyarakat dilaksanakan berdasarkan
Perjanjian Kerja atau Kesepakatan Kerja Bersama.
(3) Pemindahan Guru yang diangkat oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah
Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah Guru yang
bersangkutan bertugas pada satuan pendidikan paling singkat selama 4
(empat) tahun, kecuali Guru yang bertugas di Daerah Khusus.
(4) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah dapat memberikan penugasan
khusus kepada Guru untuk melaksanakan tugas pada satuan pendidikan
yang diselenggarakan oleh Masyarakat berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 76
(l) Bagi Guru Dalam Jabatan yang diangkat sampai dengan akhir tahun 2015
dan sudah memiliki kualilikasi akademik S-l/D-IV tetapi belum
memperoleh Sertilikat Pendidik dapat memperoleh Sertifikat Pendidik
melalui pendidikan profesi Guru (PPG).
(2) Pendidikan profesi Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibiayai oleh
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan/atau satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Masyarakat.
(3) Ketentuan mengenai tata cara memperoleh Sertifikat Pendidik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 77
(1) Penempatan guru disatuan pendidikan dilakukan berdasarkan analisis
kebutuhan bidang studi yang didesain oleh sekolah/madrasah, tidak
berdasarkan dropping quota, sehingga terjadi penumpukan SDM guru satu
bidang pelajaran di satuan pendidikan;
(2) Setiap satuan pendidikan mengajukan kebutuhan guru ke pemerintah
daerah;
(3) Pemerintah daerah berkewajiban memenuhi kebutuhan guru bermutu di
satuan pendidikan baik dalam jumlah, kualifikasi akademik secara merata
untuk menjamin keberlangsungan satuan pendidikan anak usia dini,
pendidikan dasar dan menengah yang diselenggarakan oleh pemerintah;
(4) Penempatan guru dilakukan secara objektif dan transparan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan guru sebagaimana dimaksud
ayat (1), (2), (3) dan (4) diatur melalui peraturan Bupati sesuai dengan
kewenangan.

Pasal 78
(1) Guru yang diangkat oleh pemerintah atau pemerintah daerah dapat
dipindah tugaskan antar kecamatan maupun antar satuan pendidikan
karena alasan kebutuhan satuan pendidikan dan/atau promosi;
(2) Guru yang diangkat oleh pemerintah atau pemerintah daerah dapat
mengajukan permohonan pindah tugas berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemindahan guru sebagaimana
dimaksud ayat (1), dan (2) diatur melalui peraturan Bupati sesuai dengan
kewenangan.
Paragraf 8
Pembinaan dan Pengembangan Guru
Pasal 79
(1) Pembinaan dan pengembangan guru meliputi pembinaan dan
pengembangan profesi dan karir;
(2) Pembinaan dan pengembangan profesi guru meliputi kompetensi
- 30 -

pedagogik, profesional, kepribadian, dan sosial;


(3) Pembinaan dan pengembangan karir guru meliputi penugasan, kenaikan
pangkat dan promosi;
(4) Bentuk pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru
sebagaimana pada ayat (1) meliputi:
a. program orientasi guru;
b. pendidikan dan pelatihan dalam jabatan;
c. penataran dan/atau lokakarya;
d. pemberdayaan musyawarah guru mata pelajaran (MGMP)/kelompok
kerja guru (KKG)/ asosiasi guru mata pelajaran (ADMP);
e. Studi Lanjut;
f. Penugasan khusus.
Paragraf 9
Hak dan Kewajiban Guru
Pasal 80
Dalam melaksanakan tugas profesi, guru berhak:
a Memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimal dan
jaminan kesejahteraan sosial berdasarkan status kepegawaian dan beban
tugas serta prestasi kerja;
b Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan
prestasi kerjanya;
c Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas
kekayaan intelektual;
d Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi, kualifikasi,
dan sertifikasi guru dalam jabatan;
e Memaksimalkan pemanfaatan sarana dan prasarana pembelajaran untuk
menunjang kelancaran tugasnya;
f Memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan
kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai
dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
g Memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan
tugas;
h Memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pada
satuan pendidikan;
i Guru yang bekerja pada yayasan pendidikan berhak memperoleh
kepastian hukum dalam bentuk surat keputusan dan kontrak kerja;
j Memperoleh tunjangan Daerah;
k Membentuk dewan guru pada setiap satuan pendidikan sebagai lembaga
tertinggi dalam pengambilan keputusan bidang akademik pada satuan
pendidikan yang bersangkutan.

Pasal 81
Kewajiban guru meliputi:
a Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran
bermutu, serta menilai proses dan hasil pembelajaran;
b Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan
kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni;
c Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan
jenis kelamin, agama, suku, ras, kondisi fisik tertentu, atau latar
belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam
pembelajaran;
d Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, kode etik guru
serta nilai-nilai agama, dan etika;
e Memilihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa;
f Memotivasi peserta didik untuk menggunakan waktu belajar di luar
jam sekolah (belajar mandiri);
g Memberikan keteladanan dan menciptakan budaya membaca (literasi)
dan budaya belajar;
h Menyusun rancangan tujuan pembelajaran sesuai dengan kemampuan
peserta didik;
- 31 -

i Memfasilitasi peserta didik dalam proses pembelajaran.

Paragraf 10
Proteksi/ Perlindungan dan Penghargaan terhadap Pendidik
Pasal 82

(1) Pemerintah daerah wajib memberikan proteksi/ perlindungan hukum,


perlindungan profesi, serta perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja
pendidik;
(2) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud ayat (1) mencakup
perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan
diskrimatif dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat,
birokrasi atau pihak lain yang dapat mengganggu keamanan dan
kenyamanan profesi pendidikan;
(3) Perlindungan hukum dapat juga dilakukan oleh organisasi profesi dengan
mengoptimalkan kerja divisi hukum;

Pasal 83
(1) Pemerintah daerah kabupaten memberikan penghargaan kepada guru
yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah
khusus;
(2) Pemerintah daerah, dan/atau masyarakat memberikan penghargaan
kepada guru yang gugur dalam melaksanakan tugas di daerah khusus;
(3) Penghargaan kepada guru dapat diberikan dalam bentuk tanda jasa,
kenaikan pangkat istimewa, finansial, piagam dan/atau bentuk
penghargaan lainnya;
(4) Penghargaan kepada guru dilaksanakan dalam rangka memperingati hari
ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia, hari ulang tahun
Kabupaten, hari ulang tahun kabupaten, hari pendidikan nasional, hari
guru nasional dan/atau hari besar lain.

Bagian Kedua
Tenaga Kependidikan
Paragraf 1
Umum
Pasal 84
(1) Standar tenaga kependidikan selain pendidik merupakan kriteria minimal
kompetensi yang dimiliki tenaga kependidikan selain pendidik sesuai
dengan tugas dan fungsi dalam melaksanakan administrasi, pengelolaan,
pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang
proses Pendidikan pada Satuan Pendidikan.
(2) Tenaga kependidikan meliputi kepala sekolah, pengawas, pustakawan,
tenaga administrasi, laboran, dan teknisi sumber belajar, serta tenaga
kebersihan sekolah;
(3) Tenaga kependidikan pada :
a. PAUD/TK/RA atau bentuk lain yang sederajat sekurang-kurangnya
terdiri atas Kepala PAUD/TK/RA dan tenaga kebersihan PAUD/TK/RA;
b. SD/MI atau bentuk lain yang sederajat sekurang-kurangnya terdiri atas
Kepala Sekolah/Madrasah, tenaga administrasi, pustakawan dan tenaga
kebersihan sekolah/madrasah;
c. SMP/MTs atau bentuk lain yang sederajat sekurang-kurangnya terdiri
atas kepala sekolah/madrasah, tenaga administrasi, pustakawan,
tenaga laboratorium dan tenaga kebersihan sekolah/madrasah;
(4) Tenaga kependidikan berhak mendapatkan:
a. penghasilan dan jaminan kesejahteraan yang memadai;
b. pembinaan karir sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas;
c. perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas;
(5) Tenaga kependidikan berkewajiban:
a. melaksanakan tugas sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya (tupoksi);
b. mempunyai komitmen tugas secara profesional;
c. memberi teladan dan menjaga nama baik diri dan lembaga;
d. bertanggung jawab secara profesional kepada penyelenggara pendidikan;
- 32 -

e. menunjang pelaksanaan pembelajaran di satuan pendidikan;


f. mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Paragraf 2
Proteksi/ Perlindungan dan Penghargaan tenaga kependidikan
Pasal 85

(1) Pemerintah daerah wajib memberikan proteksi/ perlindungan hukum,


perlindungan profesi, serta perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja
tenaga kependidikan;
(2) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud ayat (1) mencakup
perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan
diskrimatif dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat,
birokrasi atau pihak lain yang dapat mengganggu keamanan dan
kenyamanan profesi pendidikan;

Bagian Ketiga
Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Pada Satuan Pendidikan Anak Usia Dini
Pasal 86
(1) Standar jumlah dan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan pada
Pendidikan Anak Usia Dini terdiri atas jenis pendidik dan tenaga
kependidikan, kualitas pendidik dan tenaga kependidikan, dan jumlah
pendidik dan tenaga kependidikan.
(2) Jenis pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan guru
Pendidikan Anak Usia Dini.
(3) Jenis tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri
atas:
a. kepala satuan Pendidikan Anak Usia Dini; dan
b. pengawas sekolah atau penilik.
(4) Kualitas guru Pendidikan Anak Usia Dini sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki kualifikasi akademik paling rendah Diplom empat (D-IV) atau
Sarjana (S1) bidang:
1. Pendidikan Anak Usia Dini;
2. bimbingan konseling; atau
3. psikologi.
b. memiliki sertifikat pendidik untuk Pendidikan Anak Usia Dini.
(5) Kualitas tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sebagai berikut:
a. kepala satuan Pendidikan Anak Usia Dini harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
1. berasal dari guru;
2. memiliki sertifikat pendidik;
3. memiliki pengalaman manajerial paling sedikit 2 (dua) tahun; dan
4. memiliki surat tanda tamat pendidikan dan pelatihan calon kepala
sekolah atau sertifikat guru penggerak.
b. pengawas sekolah harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. memiliki kualifikasi akademik paling rendah Diploma empat (D-IV)
atau Sarjana (S1) kependidikan dari perguruan tinggi terakreditasi;
2. berasal dari guru;
3. memiliki sertifikat pendidik; dan
4. memiliki surat tanda tamat pendidikan dan pelatihan calon pengawas
sekolah atau sertifikat guru penggerak.
c. penilik memiliki kualifikasi akademik paling rendah Diploma empat (D-
IV) atau Sarjana (S1). Jumlah pendidik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c diukur dengan kecukupan jumlah guru ASN terhadap
jumlah rombongan belajar pada satuan Pendidikan Anak Usia Dini yang
diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah
(6) Jumlah pengawas sekolah atau penilik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c diukur dengan rasio pengawas sekolah dan penilik terhadap
- 33 -

jumlah satuan Pendidikan Anak Usia Dini.

Bagian Keempat
Pendidik dan Tenaga Kependidikan Sekolah Dasar
Pasal 87

(1) Standar jumlah dan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan pada
sekolah dasar terdiri atas:
a. jenis pendidik dan tenaga kependidikan;
b. kualitas pendidik dan tenaga kependidikan; dan
c. jumlah pendidik dan tenaga kependidikan.
(2) Jenis pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. guru kelas;
b. guru mata pelajaran; dan
c. guru pembimbing khusus bagi satuan pendidikan yang memiliki
Peserta Didik penyandang disabilitas.
(3) Jenis tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
terdiri atas:
a. kepala sekolah;
b. pengawas sekolah; dan
c. tenaga penunjang lain.
(4) Kualitas pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki kualifikasi akademik paling rendah Diploma empat (D-IV) atau
Sarjana (S1); dan
b. memiliki sertifikat pendidik.
(5) Kualitas tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b sebagai berikut:
a. kepala sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. memiliki kualifikasi akademik paling rendah Diploma empat (D-IV)
atau Sarjana (S1);
2. berasal dari guru;
3. memiliki sertifikat pendidik;
4. memiliki pengalaman manajerial paling sedikit 2 (dua) tahun; dan
5. memiliki surat tanda tamat pendidikan dan pelatihan calon kepala
sekolah atau sertifikat guru penggerak.
b. pengawas sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. memiliki kualifikasi akademik paling rendah Diploma empat (D-IV)
atau Sarjana (S1)
kependidikan dari perguruan tinggi terakreditasi;
2. berasal dari guru;
3. memiliki sertifikat pendidik; dan
4. memiliki surat tanda tamat pendidikan dan pelatihan calon
pengawas sekolah atau sertifikat guru penggerak.
c. tenaga penunjang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c
memiliki kualifikasi akademik paling rendah sekolah menengah
atas/sederajat.
(6) Jumlah pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diukur
dengan:
a. kecukupan formasi guru ASN untuk sekolah dasar yang
diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah; dan
b. Indeks Distribusi Guru.
(7) Jumlah pengawas sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b
diukur dengan rasio pengawas sekolah terhadap jumlah sekolah dasar.

Bagian Kelima
Pendidik dan Tenaga Kependidikan Sekolah Menengah Pertama
Pasal 88

(1) Standar jumlah dan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan pada
- 34 -

sekolah menengah pertama terdiri atas:


a. jenis pendidik dan tenaga kependidikan;
b. kualitas pendidik dan tenaga kependidikan; dan
c. jumlah pendidik dan tenaga kependidikan.
(2) Jenis pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yaitu:
a. guru mata pelajaran sesuai dengan kebutuhan kurikulum;
b. guru bimbingan dan konseling; dan
c. guru pembimbing khusus bagi satuan pendidikan yang memiliki
Peserta Didik penyandang disabilitas.
(3) Jenis tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
terdiri atas:
a. kepala sekolah;
b. pengawas sekolah; dan
c. tenaga penunjang lainnya.
(4) Kualitas pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. kualifikasi akademik paling rendah Diploma empat (D-IV) atau Sarjana
(S1); dan
b. memiliki sertifikat pendidik.
(5) Kualitas tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b sebagai berikut:
a. kepala sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. memiliki kualifikasi akademik paling rendah Diploma empat (D-IV)
atau Sarjana (S1);
2. berasal dari guru;
3. memiliki sertifikat pendidik;
4. memiliki pengalaman manajerial paling sedikit 2 (dua) tahun; dan
5. memiliki surat tanda tamat pendidikan dan pelatihan calon kepala
sekolah atau sertifikat guru penggerak.
b. pengawas sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. memiliki kualifikasi akademik paling rendah magister (S2)
kependidikan dengan berbasis sarjana (S1) dalam rumpun mata
pelajaran yang relevan pada perguruan tinggi terakreditasi;
2. berasal dari guru;
3. memiliki sertifikat pendidik; dan
4. memiliki surat tanda tamat pendidikan dan pelatihan calon
pengawas sekolah atau sertifikat guru penggerak.
c. tenaga penunjang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c
memiliki kualifikasi akademik paling rendah sekolah menengah
atas/sederajat.
(6) Jumlah pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diukur
dengan:
a. kecukupan formasi guru ASN untuk sekolah menengah pertama yang
diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah; dan
b Indeks Distribusi Guru.
(7) Jumlah pengawas sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b
diukur dengan rasio pengawas sekolah terhadap jumlah sekolah
menengah pertama.

BAB X
KEPALA SATUAN PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Persyaratan Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah Pada Satuan Pendidikan
Yang Diselenggarakan Pemerintah Daerah Atau Masyarakat
Pasal 89
(1) Guru yang diberikan penugasan sebagai Kepala Sekolah harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki kualifikasi akademik paling rendah sarjana (S-1) atau
diploma empat (D-IV) dari perguruan tinggi dan program studi yang
terakreditasi;
- 35 -

b. memiliki sertifikat pendidik;


c. memiliki Sertifikat Guru Penggerak;
d. memiliki pangkat paling rendah penata muda tingkat I, golongan
ruang III/b bagi Guru yang berstatus sebagai PNS;
e. memiliki jenjang jabatan paling rendah Guru ahli pertama bagi Guru
pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja;
f. memiliki hasil penilaian kinerja Guru dengan sebutan paling rendah
Baik selama 2 (dua) tahun terakhir untuk setiap unsur penilaian;
g. memiliki pengalaman manajerial paling singkat 2 (dua) tahun di
satuan pendidikan, organisasi pendidikan, dan/atau komunitas
pendidikan;
h. sehat jasmani, rohani, dan bebas narkotika, psikotropika, dan zat
adiktif lainnya berdasarkan surat keterangan dari rumah sakit
pemerintah;
i. tidak pernah dikenai hukuman disiplin sedang dan/atau berat sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
j. tidak sedang menjadi tersangka, terdakwa, atau tidak pernah menjadi
terpidana; dan
k. berusia paling tinggi 56 (lima puluh enam) tahun pada saat diberi
penugasan sebagai Kepala Sekolah.
(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf d, dan
huruf e dikecualikan untuk Guru yang diberikan penugasan sebagai
Kepala Sekolah pada satuan pendidikan yang diselenggarakan
masyarakat.

Bagian Kedua

Mekanisme Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah Pada Satuan Pendidikan


Yang Diselenggarakan Pemerintah Daerah Atau Masyarakat
Pasal 90

(1) Mekanisme Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah dilaksanakan


melalui pengangkatan calon Kepala Sekolah yang dilakukan oleh:
a. pejabat pembina kepegawaian untuk satuan pendidikan yang
diselenggarakan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya;
dan
b. pimpinan penyelenggara satuan pendidikan yang diselenggarakan
masyarakat.
(2) Pengangkatan calon Kepala Sekolah sebagai Kepala Sekolah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah mendapat rekomendasi
dari tim pertimbangan pengangkatan Kepala Sekolah.
(3) Tim pertimbangan pengangkatan Kepala Sekolah bagi satuan pendidikan
yang diselenggarakan Pemerintah Daerah terdiri atas unsur:
a. sekretariat daerah;
b. Dinas Pendidikan Daerah Provinsi, Dinas Pendidikan Daerah
Kabupaten/Kota;
c. dewan pendidikan; dan
d. pengawas sekolah, sesuai dengan kewenangannya.
(4) Tim pertimbangan pengangkatan Kepala Sekolah bagi satuan pendidikan
yang diselenggarakan masyarakat terdiri atas unsur penyelenggara
satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat.
(5) Tim pertimbangan pengangkatan Kepala Sekolah sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) ditetapkan oleh pejabat pembina kepegawaian.
(6) Tim pertimbangan pengangkatan Kepala Sekolah sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) ditetapkan oleh pimpinan penyelenggara satuan pendidikan
yang diselenggarakan masyarakat.

Bagian Ketiga
Beban Kerja Kepala Sekolah Pada Satuan Pendidikan Yang Diselenggarakan
Pemerintah Daerah Atau Masyarakat
Pasal 91
(1) Beban kerja Kepala Sekolah untuk melaksanakan tugas pokok
- 36 -

manajerial, pengembangan kewirausahaan, dan supervisi kepada Guru


dan tenaga kependidikan.
(2) Beban kerja Kepala Sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertujuan untuk:
a. mengembangkan pembelajaran yang berpusat kepada peserta didik;
b. mewujudkan lingkungan belajar yang aman, nyaman, dan inklusif;
c. membangun budaya refleksi dalam pengembangan warga satuan
pendidikan dan pengelolaan program satuan pendidikan; dan
d. meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar peserta didik.
(3) Selain beban kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Sekolah
dapat melaksanakan tugas pembelajaran atau pembimbingan agar
proses pembelajaran atau pembimbingan tetap berlangsung pada satuan
pendidikan yang bersangkutan.
(4) Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dalam
hal terjadi kekurangan Guru pada satuan pendidikan.

Pasal 92
(1) Calon kepala sekolah/madrasah yang telah lulus seleksi, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 89 harus mengikuti program pendidikan dan
pelatihan calon kepala sekolah/madrasah di lembaga terakreditasi.
(2) Pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah/madrasah meliputi
kegiatan pemberian pengalaman pembelajaran teoretik maupun praktik
yang bertujuan untuk menumbuhkembangkan pengetahuan, sikap dan
keterampilan pada dimensi-dimensi kompetensi kepribadian,
manajerial, kewirausahaan, supervisi, dan sosial.
(3) Pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah/madrasah dilaksanakan
dalam kegiatan tatap muka dalam kurun waktu minimal 100 (seratus)
jam dan praktik pengalaman lapangan dalam kurun waktu minimal
selama 3 (tiga) bulan.
(4) Pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah/madrasah
dikoordinasikan dan difasilitasi oleh pemerintah pemerintah kabupaten
sesuai dengan kewenangannya.
(5) Pemerintah dapat memfasilitasi pemerintah kabupaten untuk
meningkatkan kemampuan menyelenggarakan pendidikan dan
pelatihan calon kepala sekolah/madrasah.
(6) Pendidikan dan pelatihan diakhiri dengan penilaian untuk mengetahui
pencapaian kompetensi calon kepala sekolah/madrasah.
(7) Calon kepala sekolah/madrasah yang dinyatakan lulus penilaian diberi
sertifikat kepala sekolah/madrasah oleh lembaga penyelenggara.

Bagian Keempat
Masa Tugas Kepala Sekolah/Madrasah
Pasal 93
(1) Jangka waktu penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah pada satuan
pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah Daerah termasuk di daerah
khusus dilaksanakan paling banyak 4 (empat) periode dalam jangka
waktu 16 (enam belas) tahun dengan setiap masa periode dilaksanakan
dalam jangka waktu 4 (empat) tahun.
(2) Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah pada satuan administrasi
pangkal yang sama paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 2 (dua)
masa periode dengan jangka waktu 8 (delapan) tahun. (3) Dalam hal Guru
yang akan ditugaskan sebagai Kepala Sekolah belum mencapai batas
waktu 4 (empat) periode, dapat diberikan penugasan kembali sebagai
Kepala Sekolah sampai batas waktu 4 (empat) periode dalam jangka
waktu 16 (enam belas) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4)
Penugasan kembali sebagai Kepala Sekolah sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) memperhitungkan jangka waktu penugasan sebagai Kepala
Sekolah yang telah dilaksanakan.
(3) Jangka waktu penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah pada satuan
pendidikan yang diselenggarakan masyarakat dituangkan dalam
perjanjian kerja.
- 37 -

Bagian Kelima
Penilaian Kinerja Kepala Sekolah
Pasal 94
(1) Penilaian kinerja Kepala Sekolah pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan Pemerintah Daerah dilakukan setiap tahun dengan hasil
penilaian paling rendah dengan sebutan Baik untuk setiap unsur
penilaian.
(2) Dalam hal hasil setiap unsur penilaian kinerja paling rendah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi, Kepala Sekolah
yang bersangkutan diberhentikan sebagai Kepala Sekolah.
(3) Kepala Sekolah yang diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dikembalikan dalam pelaksanaan tugas Guru.
(4) Pengembalian dalam pelaksanaan tugas Guru sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) pada satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah
Daerah dilakukan oleh Dinas Pendidikan Daerah Provinsi, Dinas
Pendidikan Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya
dengan mempertimbangkan kebutuhan dan jumlah Guru di wilayahnya.

Pasal 95
(1) Penilaian kinerja Kepala Sekolah/Madrasah pada satuan pendidikan
yang diselenggarakan masyarakat dilakukan setiap tahun dengan hasil
penilaian paling rendah dengan sebutan Baik untuk setiap unsur
penilaian.
(2) Dalam hal hasil setiap unsur penilaian kinerja paling rendah dengan
sebutan Baik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi,
Kepala Sekolah/Madrasah yang bersangkutan diberhentikan sebagai
Kepala Sekolah
(3) Kepala Sekolah yang diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat dikembalikan dalam pelaksanaan tugas Guru.

BAB XI
PENGAWAS SEKOLAH/MADRASAH
Bagian Kesatu
Kriteria Pengangkatan Pengawas Sekolah/Madrasah
Pasal 96
(1) Standar pengelolaan merupakan kriteria minimal mengenai
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan yang
dilaksanakan oleh Satuan Pendidikan agar penyelenggaraan Pendidikan
efisien dan efektif.
(2) Pengawasan kegiatan Pendidikan merupakan kegiatan pemantauan,
supervisi, serta evaluasi secara berkala dan berkesinambungan.
(3) Pengawasan kegiatan Pendidikan bertujuan untuk memastikan
pelaksanaan Pendidikan yang transparan dan akuntabel serta
peningkatan kualitas proses dan hasil belajar secara berkelanjutan.
(4) Pengawasan kegiatan Pendidikan dilaksanakan oleh:
a. kepala Satuan Pendidikan;
b. pemimpin perguruan tinggi;
c. komite sekolah/madrasah;
d. Pemerintah Pusat; dan/atau
e. Pemerintah Daerah, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.

Pasal 97
(1) Kriteria umum menjadi pengawas sekolah/madrasah meliputi:
a. berstatus sebagai guru sekurang-kurang 8 tahun, atau kepala
sekolah sekurang- kurangnya 4 tahun pada jenjang pendidikan yang
sesuai dengan jenjang pendidikan yang diawasi;
b. memiliki kualifikasi pendidikan minimal S1/DIV kependidikan dari
perguruan tinggi terakreditasi;
c. kepangkatan serendah-rendahnya III/c;
d. lulus seleksi orientasi pengawas satuan pendidikan yang dibuktikan
dengan sertifikat;
- 38 -

e. lulus pendidikan dan pelatihan pengawas satuan pendidikan;


f. sehat jasmani dan rohani;
g. memiliki kemampuan inovatif dalam bidang yang diawasi;
h. berusia setinggi-tingginya 50 tahun, sejak diangkat sebagai
pengawas satuan pendidikan;
i. lulus sertifikasi guru sesuai dengan bidangnya.
(2) Pengangkatan pengawas sekolah ditetapkan dengan keputusan Bupati
sesuai dengan kewenangan.
(3) Pengangkatan pengawas madrasah ditetapkan dengan keputusan
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Kabupaten Padang Lawas
Utara sesuai dengan kewenangan.
Bagian Kedua
Mekanisme Pengangkatan Dan Masa Tugas Pengawas Sekolah/Madrasah

Pasal 98
(1) Mekanisme pengangkatan pengawas sekolah/Madrasah wajib
dilaporkan kepada badan pengawas dan pengendali mutu pendidikan
Kabupaten Padang Lawas Utara setelah ditetapkan dengan keputusan
Bupati.
(2) Masa tugas pengawas sekolah/Madrasah diberi 1 (satu) kali masa tugas
selama 4 (empat) tahun;
(3) Masa tugas pengawas sekolah/Madrasah sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dapat diperpanjang untuk 1 (satu) kali masa tugas apabila
memiliki prestasi kerja minimal baik berdasarkan penilaian.
(4) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dewan pendidikan, dan komite
sekolah/Madrasah melakukan pengawasan atas penyelenggaraan
pendidikan pada semua jenjang dan jenis pendidikan sesuai dengan
kewenangan masing-masing.
(5) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dilakukan dengan
prinsip transparansi dan akuntabilitas publik.
(6) Sertifikat Guru Penggerak digunakan untuk pemenuhan salah satu
persyaratan sebagai:
a. kepala sekolah/Madrasah;
b. pengawas sekolah/Madrasah; atau
c. penugasan lain di bidang pendidikan.

Bagian Ketiga
Tugas Pokok Pengawas Sekolah/Madrasah
Pasal 99
(1) Tugas pengawas sekolah/madrasah dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undang yang berlaku.
(2) Tugas pengawas sekolah/madrasah sebagaimana pada ayat (1) meliputi:
a. melakukan pembinaan pengembangan kualitas sekolah/madrasah,
kinerja kepala sekolah/madrasah, kinerja guru, dan kinerja seluruh
staf sekolah/madrasah;
b. melakukan evaluasi dan monitoring pelaksanaan program
sekolah/madarasah beserta pengembangannya;
c. melaksanakan pengawasan penyelenggaraan pendidikan di sekolah
/madrasah sesuai dengan penugasannya pada jenjang satuan
pendidikan PAUD/RA, SD/MI/, SLB, SLTP/MTs ;
d. meningkatkan kualitas proses belajar-mengajar/bimbingan dan hasil
prestasi belajar/bimbingan siswa dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan sekolah/madrasah secara kolaboratif dengan stakeholder
sekolah/madrasah.
(3) Pengawas mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) yang diangkat
oleh kantor kementerian agama kabupaten dan/atau pemerintah
daerah kabupaten bertugas mengawasi mata pelajaran PAI di sekolah
dan madrasah.
(4) Pengawas mata pelajaran umum yang diangkat oleh pemerintah daerah
dan/atau kementerian agama kabupaten bertugas mengawasi mata
pelajaran umum di sekolah dan madrasah.
(5) Untuk mengorganisir tugas pengawas sekolah dan madrasah
- 39 -

sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dibentuk
kelompok kerja pengawas (KKP) sekolah/madrasah yang beranggotakan
pengawas sekolah dan madrasah yang berkoordinasi dengan dinas
pendidikan dan kementerian agama kabupaten.
(6) Laporan pelaksanaan tugas/kinerja pengawas sekolah dan madrasah
disampaikan kepada Badan Pengawas dan Pengendali Mutu Pendidikan
Kabupaten ditembuskan kepada pemerintah daerah kabupaten dan
kantor kementerian agama kabupaten yang dikoordinir oleh Kelompok
Kerja Pengawas (KKP) kabupaten.
(7) Pengurus kelompok kerja pengawas (KKP) dipilih/ditunjuk dalam
musyawarah pengawas kabupaten yang difasilitasi oleh Badan
Pengawas Pengendali Mutu Pendidikan Kabupaten berkoordinasi dengan
kepala dinas pendidikan dan kepala kantor kementerian agama
kabupaten dan ditetapkan dengan surat keputusan Badan Pengawas
dan Pengendali Mutu Pendidikan Kabupaten.

Bagian Keempat
Fungsi, Wewenang dan Hak Pengawas Sekolah/Madrasah
Pasal 100
(1) Fungsi pengawas sekolah/madrasah meliputi:
a. melaksanakan fungsi supervisi akademik;
b. melaksanakan fungsi manajerial;
(2) Wewenang pengawas sekolah/madrasah meliputi:
a. menyusun program kerja/agenda kerja kepengawasan pada
sekolah/Madrasah binaannya dan membicarakannya dengan kepala
sekolah/Madrasah yang bersangkutan;
b. menentukan atau mengusulkan program pembinaan serta melakukan
pembinaan;
c. bersama pihak sekolah/Madrasah yang dibinanya, menentukan
program peningkatan mutu pendidikan di sekolah/Madrasah
binaannya;
d. menentukan metode kerja untuk pencapaian hasil optimal
berdasarkan program kerja yang telah disusun;
e. Menetapkan kinerja sekolah/Madrasah, kepala sekolah dan guru
serta tenaga kependidikan guna peningkatan kualitas diri dan
layanan pengawas;
f. merekomendasikan satuan pendidikan yang tidak memenuhi standar
mutu pendidikan.
(3) Hak pengawas sekolah/madrasah meliputi:
a. menerima gaji sebagai pegawai negeri sipil sesuai dengan pangkat dan
golongannya;
b. memperoleh tunjangan fungsional sesuai dengan jabatan pengawas
yang dimilikinya;
c. memperoleh biaya operasional/rutin untuk melaksanakan tugas-
tugas kepengawasan seperti: transportasi, akomodasi dan biaya
untuk kegiatan kepengawasan;
d. memperoleh tunjangan profesi pengawas setelah memiliki sertifikasi
pengawas;
e. menerima subsidi dan insentif untuk menunjang pelaksanaan tugas
dan pengembangan profesi pengawas;
f. memperoleh tunjangan khusus bagi pengawas yang bertugas di
daerah terpencil, rawan kerusuhan dan atau daerah bencana alam.

BAB XII
SARANA DAN PRASARANA BERMUTU
Pasal 101
(1) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi: perabot,
peralatan pendidikan, media pendidikan, buku, dan sumber belajar
lainnya, bahan habis pakai serta perlengkapan lain yang menunjang
proses pemebelajaran yang teratur dan berkelanjutan;
(2) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan,
ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang
tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bekel kerja,
- 40 -

ruang unit produksi, ruang kantin, instalansi daya dan jasa, tempat
berolah raga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi dan
ruang ruang atau tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses
pembelajaran yang berkelanjutan;
(3) Pengadaan sarana dan prasarana yang diperlukan dalam
penyelenggaraan pendidikan dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dan Masyarakat;
(4) Pendayagunaan sarana prasarana pendidikan sesuai tujuan dan
fungsinya menjadi tanggung jawab penyelenggara dan/atau pengelola
satuan pendidikan;
(5) Pemerintah daerah dapat memberikan bantuan sarana dan prasarana
pendidikan pada penyelenggara satuan pendidikan yang
diselenggarakan masyarakat dan/atau penyelenggara satuan
pendidikan yang dikelola oleh Kantor Wilayah Kementerian Agama;
(6) Pemerintah daerah menetapkan standar minimal sarana dan prasarana
pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan nonformal sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan;

BAB XIII
PENGELOLAAN PENDIDIKAN BERMUTU
Bagian Kesatu
Pengelolaan Pendidikan
Pasal 102
(1) Pengelolaan pendidikan harus berpusat di sekolah/Madrasah.
(2) Untuk maksud ayat (1) segala kebijakan pengembangan pendidikan,
analisis kebutuhan guru, sarana, fasilitas, pembiayaan dan sebagainya
harus berorientasi sekolah/Madrasah.
(3) Dalam mewujudkan sekolah/Madrasah yang bermutu dan unggul
sekolah/Madrasah harus secara kontinue melakukan perbaikan dan
penyempurnaan pengelolaan.
(4) Pengelolaan pendidikan dilakukan oleh:
a. pemerintah;
b. pemerintah Daerah Kabupaten ;
c. satuan Pendidikan pada jalur formal dan non formal;
d. masyarakat;
(5) Pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan
untuk menjamin:
a. akses masyarakat atas pelayanan pendidikan bermutu;
b. pemerataan satuan pendidikan bermutu di semua jenis dan jenjang
pendidikan;
c. mutu dan daya saing pendidikan serta relevansinya dengan
kebutuhan dan atau kondisi masyarakat;
d. efektifitas, efesiensi dan akuntabilitas pengelolaan pendidikan yang
bermutu.
(6) Pemerintah daerah mengarahkan, membina, membimbing,
mengkoordinasikan, mensingkronisasi, mensupervisi, mengawasi dan
mengendalikan penyelenggaraan satuan pendidikan sesuai dengan
kebijakan nasional bidang pendidikan dan kebijakan daerah bidang
pendidikan dalam rangka pengelolaan sistem pendidikan nasional.
(7) Pemerintah daerah bertanggung jawab menyelenggarakan pendidikan
formal, informal dan non formal.

Bagian Kedua
Pengelolaan Pendidikan Oleh Pemerintah Daerah Kabupaten
Paragraf 1
Kebijakan Bidang Pendidikan
Pasal 103

(1) Bupati bertanggung jawab mengelola sistem pendidikan nasional di


daerahnya, serta merumuskan dan menetapkan kebijakan daerah
bidang pendidikan sesuai kewenangannya;
(2) Pemerintah Kabupaten bertanggungjawab dalam:
- 41 -

a. menjamin terselenggaranya pendidikan bermutu;


b. menjamin terlaksananya standar isi;
c. menjamin terselenggaranya proses pembelajaran bermutu;
d. rekruitmen guru bermutu;
e. bersama pemerintah Kabupaten mengadakan dan meningkatkan
mutu sarana dan prasarana;
f. menjamin terlaksananya standar penilaian hasil belajar;
g. menjamin standar mutu lulusan;
h. memenuhi kebutuhan sarana prasarana pendidikan.
(3) Pemerintah Kabupaten memiliki kewenangan dalam menetapkan:
a. standar pelayanan minimal sekolah/Madrasah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b. rekruitmen kepala sekolah/Madrasah bermutu;
c. penempatan dan pendistribusian guru bermutu;
d. standar pembiayaan satuan pendidikan;
(4) Dalam pelaksanaan tanggungjawab dan kewenangan Bupati di bidang
pendidikan, secara operasional dilaksanakan oleh Kapala Dinas
Pendidikan Kabupaten;
(5) Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten diangkat oleh Bupati dengan
kriteria:
a. memiliki visi, misi dan program pengembangan pendidikan Kabupaten;
b. memiliki kemampuan leadership dan managerial;
c. kualifikasi pendidikan minimal S2 di bidang kependidikan dari
perguruan tinggi yang terakreditasi;
d. memiliki integritas dan kepribadian yang baik;
e. berasal dari pejabat struktural dan/ atau kalangan akademis
f. memiliki kecerdasan komprehensif;
g. berjiwa demokratis;
h. memiliki semangat juang tinggi, jujur bertanggung jawab, pantang
menyerah, optimis dan pekerja keras;
i. menguasai budaya lokal;
j. lulus uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) oleh Badan
Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatn (Baperjakat) Kabupaten.
k. Proses uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) oleh
Baperjakat diawasi oleh DPRD Kabupaten.
(6) Kebijakan daerah bidang pendidikan dituangkan dalam:
a. rencana jangka panjang kabupaten;
b. rencana jangka menengah panjang kabupaten;
c. rancana strategis pendidikan kabupaten;
d. rencana kerja pemerintah kabupaten;
e. rencana kerja anggaran tahunan di kabupaten;
f. Peraturan Bupati bidang pendidikan
(7) Kebijakan daerah bidang pendidikan merupakan pedoman bagi:
a. semua jajaran pemerintah Kabupaten;
b. penyelenggara pendidikan;
c. satuan pendidikan;
d. dewan pendidikan;
e. komite sekola;
f. peserta didik;
g. orang tua wali peserta didik;
h. pendidikan dan tenaga kependidikan;
i. masyarakat Kabupaten Padang Lawas Utara.

Paragraf 2
Standar Pelayanan Minimal tentang
Pendidikan
Pasal 104
(1) Bupati melaksanakan, mengkoordinasikan standar pelayanan
minimal bidang pendidikan;
(2) Pemerintah Bupati melakukan dan/atau memfasilitasi penjaminan
mutu pendidikan dengan berpedoman kepada kebijakan nasional
pendidikan, dan standar nasional pendidikan;
(3) Dalam rangka penjaminan mutu pendidikan pemerintah kabupaten
- 42 -

mengkoordinasikan dan memfasilitasi;


a. akreditasi program pendidikan;
b. akreditasi satuan pendidikan;
c. sertifikasi kompetensi peserta didik;
d. sertifikasi kompetensi pendidik;
e. sertifikasi kompetensi tenaga kependidikan.

Paragraf 3
Tata Kelola
Pendidikan Pasal 105
(1) Bupati menetapkan kebijakan tata kelola pendidikan untuk menjadi
efesiensi, efektivitas dan akuntabilitas pengelolaan pendidikan yang
merupakan pedoman bagi pihak yang terkait dengan pendidikan di
Kabapaten;
(2) Dalam menjalankan dan mengelola sistem pendidikan di daerah,
pemerintah Kabupaten Padang Lawas Utara mengembangkan dan
melaksanakan system informasi pendidikan Kabupaten berbasis ICT;
(3) Sistem informasi pendidikan Kabupaten harus memberikan akses
informasi administrasi pendidikan dan akses sumber pembelajaran
kepada satuan pendidikan pada semua jenjang, jenis, dan jalur
pendidikan sesuai dengan kewenangan pemerintah kabupaten.

Bagian Ketiga
Pengelolaan Satuan Pendidikan
Pasal 106

(1) Satuan pendidikan membuat dan menetapkan visi dan misi satuan
pendidikan bermutu;
(2) Satuan pendidikan harus menyusun program jangka pendek, menengah,
dan panjang;
(3) Satuan pendidikan merupakan pusat pelaksanaan proses pembelajaran
bermutu;
(4) Proses pelaksanaan pembelajaran bermutu ditunjang ketersedian
standar mutu satuan pendidikan berdasarkan BSNP;
(5) Satuan pendidikan yang berprestasi dalam meningkatkan mutu
pendidikan diberikan dana pembinaan;
(6) Satuan pendidikan yang dikelola oleh pemerintah tidak dibenarkan
mengembangkan program sekolah/Madrasah mandiri.

Bagian Keempat
Peran Serta Masyarakat
Pasal 107
(1) Masyarakat adalah kelompok warga negara Indonesia non-pemerintah
yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
(2) Masyarakat sekurang-kurangnya terdiri dari orang tua peserta didik,
dan warga negara dengan latar belakang, organisasi, dan posisi/profesi
tertentu dalam masyarakat, seperti masyarakat agama, masyarakat
adat, masyarakat hukum, masyarakat pendidik, masyarakat pengusaha,
masyarakat umum dan sebutan lain yang sejenis;
(3) Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta
perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha dan
organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan, pengelolaan, dan
pengendalian pendidikan bermutu;
(4) Peran serta masyarakat dalam pendidikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) mencakup partisipasi dalam perencanaan, pengawasan, dan
evaluasi program pendidikan yang dilaksanakan melalui dewan
pendidikan, badan pengawas mutu pendidikan, komite
sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis pada satuan pendidikan
anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan nonformal;
(5) Pelaksanaan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan dan pengendalian pendidikan bermutu sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati;
- 43 -

(6) Peran serta masyarakat secara perseorangan, kelompok, keluarga,


organisasi profesi, pengusaha dan organisasi kemasyarakatan dapat
berupa kontribusi pendidik dan tenaga kependidikan, dana, beasiswa,
kerjasama, magang, sarana dan prasarana dan bentuk lain yang sesuai
dalam penyelenggraan pendidikan bermutu.
Bagian Kelima
Dewan Pendidikan
Pasal 108

(1) Dewan pendidikan merupakan wadah peran serta masyarakat dalam


penyelenggaraan dan mewujudkan pendidikan bermutu yang meliputi
perencanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan;
(2) Dewan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai
lembaga mandiri berkedudukan di Kabupaten;
(3) Dewan pendidikan Kabupaten berperan memberikan pertimbangan,
saran, dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan
dalam penyelenggaraan pendidikan kepada Bupati;

Bagian Keenam
Komite Sekolah/Madrasah
Pasal 109

(1) Komite sekolah/madrasah/pendidikan formal atau nama lain yang


sejenis merupakan wadah peran serta masyarakat dalam mewujudkan
pendidikan bermutu yang meliputi perencanaan, pengawasan dan
evaluasi program pendidikan pada satuan pendidikan anak usia dini,
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan formal;
(2) Komite sekolah/madrasah/pendidikan formal atau nama lain yang
sejenis berperan memberikan pertimbangan, saran dan dukungan
tenaga, sarana dan prasarana serta pengawasan penyelenggaraan
pendidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar,
pendidikan menengah dan pendidikan formal;
(3) Komite sekolah/madrasah/pendidikan formal atau nama lain yang
sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada pendidikan anak usia
dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan formal
bersifat mandiri, dan tidak mempunyai hubungan hirarkis dengan
Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau Dewan Pendidikan;
(4) Komite sekolah/madrasah/pendidikan formal atau nama lain yang
sejenis dapat terdiri dari satu di satuan pendidikan atau satu di
beberapa satuan pendidikan dalam jenjang yang sama atau satu di
beberapa satuan pendidikan yang berbeda jenjang pada lokasi yang
berdekatan atau satuan pendidikan yang dikelola oleh satu
penyelenggara pendidikan.

Bagian Ketujuh
Badan Akreditasi Sekolah/Madrasah
Pasal 110
(1) Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan satuan dan/atau
program Pendidikan.
(2) Akreditasi oleh Pemerintah Pusat dilakukan terhadap:
a. Satuan Pendidikan anak usia dini;
b. Satuan Pendidikan pada Jenjang Pendidikan dasar dan menengah;
(3) Hasil dari akreditasi oleh Pemerintah Pusat menjadi dasar untuk
penetapan status akreditasi.
(4) Akreditasi oleh Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh suatu badan yang menyelenggarakan tugas dan fungsi
akreditasi.
(5) Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Menteri.
- 44 -

BAB IX
PEMBIAYAAN
Bagian Kesatu
Pembiayaan Pendidikan
Pasal 111
(1) Pembiayaan pendidikan menjadi tanggung jawab Pemerintah,
Kabupaten dan Masyarakat;
(2) Pembiayaan pendidikan sebagaimana pada ayat (1) ditentukan
berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, berkelanjutan, transparan
dan akuntabel;
(3) Penyelenggara dan/atau pengelola satuan pendidikan wajib
mendayagunakan dana pendidikan, guna menjamin kelangsungan
dan peningkatan mutu pendidikan;
(4) Penggunaan anggaran pendidikan di satuan pendidikan sebagaimana
ayat (3) dilakukan berdasarkan rencana anggaran, pendapatan dan
belanja sekolah (RAPBS).
(5) Anggaran pendidikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara
setiap tahun anggaran sekurang-kurangnya dialokasikan 2O o/o (dua
puluh persen) dari belanja negara dan 2O o/o (dua puluh persen) dari
APBD Kabupaten.

Pasal 112

Sumber Pembiayaan Pendidikan meliputi:


(1) Sumber pembiayaan pendidikan diperoleh dari pemerintah, Kabupaten,
dan masyarakat;
(2) Dana pendidikan dapat bersumber dari anggaran pemerintah daerah;
(3) Pemerintah daerah Kabupaten bertanggung jawab untuk menggali
pembiayaan pendidikan;
(4) Bantuan dari pemangku kepentingan satuan pendidikan atau peran
serta orang tua peserta didik dilakukan melalui komite
sekolah/Madrasah;
(5) Entrepreneurship satuan pendidikan;
(6) Bantuan dari pihak ketiga yang tidak mengikat dan/atau sumber
lain yang sah menurut undang-undang.

Pasal 113
(1) Standar pembiayaan merupakan kriteria minimal mengenai komponen
pembiayaan Pendidikan pada Satuan Pendidikan.
(2) Pembiayaan Pendidikan terdiri atas:
a. biaya investasi; dan
b. biaya operasional.
(3) Biaya investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi
komponen biaya:
a. investasi lahan;
b. penyediaan sarana dan prasarana;
c. penyediaan dan pengembangan sumber daya manusia; dan
d. modal kerja tetap.
(4) Biaya operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi
komponen biaya:
a. personalia; dan
b. nonpersonalia.
Bagian Kedua
Pengalokasian Dana Pendidikan
Pasal 114

(1) Pengalokasian dana pendidikan menjadi kewajiban pemerintah daerah;


(2) Pemerintah Daerah sebagaimana pada ayat (1) wajib meengalokasikan
anggaran pendidikan melalui APBD Kabupaten minimal 20%;
(3) Anggaran pendidikan sebagaimana pada ayat (2) dialokasikan untuk:
a. meningkatan dan pengembangan mutu pendidik dan tanaga
kependidikan;
- 45 -

b. meningkatkan mutu proses pembelajaran;


c. meningkatkan mutu Sarana dan prasana;
d. meningkat mutu sistem akses informasi pendidikan berbasis IT;
e. meningkatkan biaya operasional sekolah/Madrasah;
f. pengembangan bakat dan minat peserta didik;
g. peningkatan pengawasan/monitoring kependidikan;
h. pelaporan;
i. badan advokasi pendidikan Kabupaten Padang Lawas Utara
j. beasiswa bagi yang miskin, berprestasi dan ikatan dinas (TID);
k. pemiliharaan.
(4) Pemerintah daerah mengalokasikan dana darurat untuk mendanai
keperluan mendesak dalam penyelenggaraan pendidikan yang
diakibatkan bencana atau peristiwa tertentu;
(5) Pemerintah daerah dapat mengalokasikan anggaran untuk satuan
pendidikan (sekolah/madrasah) yang diselenggarakan oleh masyarakat
dalam bentuk bantuan;
(6) Pemerintah daerah wajib membiayai penyelenggaraan pendidikan
program pendidikan wajib belajar (wajar) 12 tahun yang langsung
didistribusikan kesatuan pendidikan (sekolah/madrasah).

Bagian Ketiga
Beasiswa Pendidikan
Pasal 115
(1) Pemerintah wajib memberi beasiswa bagi peserta didik yang berprestasi,
berpotensi, yang program studi pilihannya sesuai dengan kebutuhan
daerah dan TID, serta peserta didik yang tidak mampu.
(2) Program pemberian beasiswa diatur dengan peraturan Bupati.

BAB X
STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Prinsip Penilaian
Pasal 116
(1) Penilaian hasil belajar Peserta Didik dilakukan sesuai dengan tujuan
Penilaian secara berkeadilan, objektif, dan edukatif.
(2) Prosedur Penilaian hasil belajar Peserta Didik meliputi:
a. perumusan tujuan Penilaian;
b. pemilihan dan/atau pengembangan instrumen Penilaian;
c. pelaksanaan Penilaian;
d. pengolahan hasil Penilaian; dan
e. pelaporan hasil Penilaian.
(3) Prosedur Penilaian hasil belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disesuaikan dengan karakteristik jalur, jenjang, dan jenis Satuan
Pendidikan.

Bagian Kedua
Teknik dan Instrumen Penilaian
Pasal 117
(1) Pemilihan dan/atau pengembangan instrumen Penilaian dilaksanakan
oleh Pendidik dengan:
a. mempertimbangkan karakteristik kebutuhan Peserta Didik; dan
b. berdasarkan rencana Penilaian yang termuat dalam perencanaan
pembelajaran.
(2) Penilaian hasil belajar Peserta Didik dengan prosedur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 117 ayat (1) berbentuk:
a. Penilaian formatif; dan
b. Penilaian sumatif.
(3) Penilaian formatif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
dilaksanakan pada pendidikan anak usia dini, jenjang pendidikan
dasar, dan jenjang pendidikan menengah.
(4) Penilaian sumatif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
dilaksanakan pada jenjang pendidikan dasar dan jenjang pendidikan
menengah.
- 46 -

BAB XI
SANKSI
Bagian Kesatu
Sanksi Guru
Pasal 118
(1) Guru yang tidak melaksanakan tugas dan kewajiban dikenakan sanksi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku;
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. teguran lisan dan/atau tertulis;
b. dicabut tunjangan profesi;
c. diberhentikan dengan hormat atau tidak hormat.
(3) Pemberhentian dengan hormat terhadap guru, atas dasar:
a. permohonan sendiri;
b. meninggal dunia;
c. mencapai batasan usia pensiun;
d. diangkat dalam jabatan lain.
(4) Pemberhentian tidak hormat terhadap guru, atas dasar:
a. hukuman jabatan;
b. akibat pidanan penjara berdasarkan keputusan pengadilan yang
mempunyai kekuatan hukum tetap;
c. menjadi anggota , pengurus, dan simpatisan partai politik.

Bagian Kedua
Sanksi, Mutasi dan Pemberhentian Kepala Sekolah/Madrasah
Pasal 119

(1) Kepala Sekolah/Madrasah yang tidak melaksanakan tugas sebagaimana


yang dimaksud dalam Pasal 91 dikenakan sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
(2) Kepala sekolah/madrasah dapat dimutasikan setelah melaksanakan masa
tugas dalam 1 (satu) sekolah/madrasah sekurang-kurangnya 2 (dua)
tahun.

Pasal 120
(1) Kepala sekolah/madrasah dapat diberhentikan dari penugasan karena:
a. permohonan sendiri;
b. masa penugasan berakhir;
c. telah mencapai batas usia pensiun jabatan fungsional guru;
d. diangkat pada jabatan lain;
e. dikenakan hukuman disiplin sedang dan/atau berat;
f. dinilai berkinerja kurang dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud pada Pasal 91
g. berhalangan tetap;
h. tugas belajar sekurang-kurangnya selama 6 (enam) bulan; dan/atau
i. meninggal dunia.
(2) Pemberhentian kepala sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan oleh pemerintah kabupaten atau penyelenggara
sekolah/madrasah sesuai dengan kewenangannya.

Bagian Ketiga
Sanksi, Mutasi dan Pemberhentian Pengawas Sekolah/Madrasah
Pasal 121
(1) Pengawas sekolah/madrasah yang tidak melaksanakan tugas sebagaimana
yang dimaksud dalam Pasal 99 dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
(2) Pengawas sekolah/madrasah dapat dimutasikan setelah melaksanakan
masa tugas sekurang- kurangnya 2 (dua) tahun.

Pasal 122
(1) Pengawas sekolah/madrasah dapat diberhentikan dari penugasan karena:
a. permohonan sendiri;
- 47 -

b. masa penugasan berakhir;


c. telah mencapai batas usia pensiun jabatan fungsional guru;
d. diangkat pada jabatan lain;
e. dikenakan hukuman disiplin sedang dan/atau berat;
f. dinilai berkinerja kurang dalam melaksanakan tugas oleh badan
pengawas dan pengendali mutu pendidikan Kabupaten Padang Lawas
Utara;
g. berhalangan tetap;
h. tugas belajar sekurang-kurangnya selama 6 (enam) bulan;dan/atau
i. meninggal dunia.
(2) Pemberhentian pengawas sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib dikoordinasikan dan mendapat rekomendasi dari Badan
Pengawas dan Pengendali Mutu Pendidikan Kabupaten Padang Lawas
Utara dan ditetapkan oleh keputusan Bupati dan/atau Kepala Kantor
Wilayah Kementerian Agama Kabupaten Padang Lawas Utara, dan/ atau
penyelenggara sekolah/madrasah sesuai dengan kewenangannya.

BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 123

Semua ketentuan yang berkaitan dengan pendidikan yang telah ditetapkan


sebelum ditetapkannya Peraturan Daerah ini, masih tetap berlaku sepanjang
tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan ketentuan-
ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.

BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 124

Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang
mengenai teknik pelaksanaan, akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Bupati dan/atau Keputusan Bupati.
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten
Padang Lawas Utara.

Ditetapkan di Gunungtua
pada tanggal ………………….
BUPATI PADANG LAWAS UTARA,

ANDAR AMIN HARAHAP

Diundangkan di Gunungtua
pada tanggal ……………..
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA

PATUAN RAHMAT SYUKUR P. HASIBUAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA TAHUN 202….


NOMOR …..

NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA :…….


- 48 -

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA
NOMOR .… TAHUN 202….
TENTANG MANAJEMEN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

I. UMUM

Era digital menjadi tantangan bagi bangsa Indonesia untuk terus meningkatkan
kualitas Sumber Daya Manusianya (SDM). Peningkatan kualitas SDM merupakan
kenyataan yang harus dilakukan secara terencana, terarah, intensif, efektif dan
efisien dalam proses pembangunan, jika bangsa ini tidak mau kalah bersaing
dalam era yang semakin kompetitif. Untuk menghasilkan SDM yang berkualitas
tersebut harus dijawab melalui peningkatan “manajemen penyelenggaraan
pendidikan” dengan mengedepankan pendidikan yang bermutu dan berkualitas.
Pendidikan dan atau pelatihan merupakan investasi SDM di masa yang akan
datang, tetapi pendidikan baru merupakan suatu investasi apabila lulusannya
mampu berkompentensi dengan kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi,
sebaliknya jika lulusannya tidak mampu mengikuti kemajuan IPTEK justru
merupakan suatu “Kemunduran”. Oleh karena itu dalam rangka mewujudkan
pendidikan bermutu yang mampu bersaing menjawab berbagai tantangan dan
kebutuhan sesuai dengan tuntutan dan perubahan kehidupan lokal, nasional
dan internasional, upaya pembangunan pendidikan harus fokus pada
manajemen penyelenggaraan pendidikan yang bermutu dan berkompeten.
Pendidikan yang bermutu dan berkompeten akan menghasilkan sumber daya
manusia yang berdaya saing dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.

II. PASAL DEMI PASAL


Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang
sistemik yakni berdasarkan sistim pendidikan nasional, dengan
sistim terbuka dan multimakna. Pendidikan dengan sistem
terbuka adalah pendidikan yang diselenggarakan dengan
fleksibilitas. Inti dari sistem terbuka adalah memberi peluang
dan pilihan lebih luas kepada peserta didik dan atau orangtua
dan masyarakat untuk memperoleh pelayanan
pendidikan. Maksud dari pendidikan multimakna adalah
proses pendidikan yang diselenggarakan dengan berorientasi
pada pembudayaan, pemberdayaan, pembentukan watak,
karakter dan kepribadian, serta berbagai kecakapan hidup.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
- 49 -

Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Jalur pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur
dan berjenjang yang terdiri atas PAUD, pendidikan dasar dan
pendidikan menengah. Jalur pendidikan non formal meliputi
pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidika
kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan
keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja,
pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
- 50 -

Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Ayat (9)
Cukup jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Majelis Taklim merupakan pendidikan non formal yang
diselenggrakan dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang
hayat. Majelis Taklim atau nama lain yang sejenis bertujuan untuk
meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT dan
akhlak mulia peserta didik serta mewujudkan rahmat bagi alam
semesta. Kurikulum Majelis Taklim bersifat terbuka dengan mengacu
pada pemahaman terhadap Al-Qur’an dan Hadits sebagai dasar
untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT,
serta akhlak mulia. Pendidikan diniyah nonformal diselenggarakan
dalam bentuk majelis taklim.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Lembaga khusus dan pelatihan adalah salah satu bentuk satuan
pendidikan non formal yang diselenggarakan bagi masyarakat
yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapam
hidup dan sikap untuk mengembangkan diri, profesi, bekerja,
usaha mandiri dan/atau melanjutkan pendidikan kejenjang
yang lebih tinggi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
- 51 -

Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Penilik adalah tenaga kependidikan dengan tugas utama
melakukan kegiatan pengendalian mutu dan evaluasi dampak
program PAUD, pendidikan kesetaraan dan keaksaraan serta
kursus pada jalur pendidikan non formal.
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Pemerintah daerah wajib membantu dan mendorong Lembaga
Pendidik dan Tenaga Kependidikan (LPTK).
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas
- 52 -

Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Ayat (9)
Cukup jelas
Ayat (10)
Cukup jelas
Ayat (11)
Cukup jelas
Ayat (12)
Cukup jelas
Ayat (13)
Cukup jelas
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas
- 53 -

Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 32
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 33
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (1)
Cukup jelas
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 35
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (1)
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
- 54 -

Pasal 42
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (1)
Cukup jelas
Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (1)
Cukup jelas
Pasal 47
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 48
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 49
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 50
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 51
Ayat (1)
Cukup jelas
- 55 -

Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 52
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 53
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 54
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Ayat (9)
Cukup jelas
Pasal 60
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
- 56 -

Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 61
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 62
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas
Pasal 65
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 66
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 67
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 68
Cukup jelas
Pasal 69
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 70
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
- 57 -

Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Pasal 71
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 72
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 73
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 74
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 75
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 76
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
- 58 -

Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 77
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 78
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 79
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 80
Cukup jelas
Pasal 81
Cukup jelas
Pasal 82
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 83
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 84
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 85
Ayat (1)
Cukup jelas
- 59 -

Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 86
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 87
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 88
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 89
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 90
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
- 60 -

Pasal 91
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 92
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 93
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 94
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 95
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 96
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 97
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
- 61 -

Pasal 98
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 99
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 100
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 101
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 102
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
- 62 -

Pasal 103
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 104
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 105
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 106
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 107
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 108
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
- 63 -

Pasal 109
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 110
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 111
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 112
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 113
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 114
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
- 64 -

Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 115
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 116
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 117
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 118
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 119
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 120
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 121
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 122
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 123
Cukup jelas
Pasal 124
Cukup jelas

Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Padang Lawas Utara Nomor…..

Anda mungkin juga menyukai