Anda di halaman 1dari 39

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG

NOMOR : 28 TAHUN 2008

TENTANG

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SAMPANG,

Menimbang : a. bahwa Pemerintah Daerah memiliki kewenangan dalam penyelenggara-


an pendidikan di Daerah;
b. bahwa kewenangan penyelengaraan pendidikan di Daerah mengacu pada
Sistem Pendidikan Nasional untuk mewujudkan Tujuan Pendidikan
Nasional;
c. bahwa penyelenggaraan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama
antara Pemerintah, Pemerintah Kabupaten, orang tua, peserta didik, dan
masyarakat untuk mewujudkan manusia seutuhnya;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a,
b, dan c, maka dipandang perlu mengatur Pedoman Penyelengaraan
Pendidikan yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten
Sampang.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-


Daerah Dalam Lingkungan Provinsi Jawa Timur (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 41);

2. Undang-Undang …..
-2-

2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Azasi Manusia


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886);
3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor
78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4389);
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Tahun 2008
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844);
6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
7. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4586);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor
41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 202, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4022);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4593);
-3-

11. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian


Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi, dan Pemerintahan Kabupaten/Kota (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan
Agama dan Pendidikan Keagamaan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4769);
13. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan,
Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan;
14. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor : 162/U/2003 tentang
Pedoman Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah;
15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007;
16. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006 tentang Jenis
dan Bentuk Produk Hukum Daerah;
17. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang
Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah;
18. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang
Standar Isi;
19. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Standar Kompetensi Lulusan;
20. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006 tentang
Pelaksanaan Standar Kompetensi Lulusan;
21. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun 2007 tentang
Standar Pengawas Sekolah/Madrasah;
22. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang
Standar Kepala Sekolah/Madrasah;
23. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang
Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru;
24. Peraturan .....
-4-

24. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007 tentang


Standar Pengelolaan Pendidikan;
25. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2007 tentang
Standar Penilaian Pendidikan;
26. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Standar Sarana dan Prasarana Pendidikan;
27. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2007 tentang
Pengawasan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah;

Dengan Persetujuan Bersama


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SAMPANG
dan
BUPATI SAMPANG

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG TENTANG


PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :


1. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Sampang.
2. Bupati adalah Bupati Sampang.
3. Dinas Pendidikan adalah Dinas Pendidikan Kabupaten Sampang.
4. Kantor Departemen Agama adalah Kantor Departemen Agama Kabupaten Sampang.
5. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif dapat mengembangakan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan bagi dirinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
-5-

6. Penyelenggara pendidikan adalah pengelola satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh


Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat.
7. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang ingin mengembangkan potensi diri pada
semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan.
8. Pendidik adalah anggota masyarakat yang terlibat dalam proses pembelajaran.
9. Tenaga Kependidikan adalah anggota masyarakat yang terlibat dalam penyelenggaraan
pendidikan.
10. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan tentang tujuan, isi dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan.
11. Sarana dan Prasarana pendidikan adalah semua bahan dan alat yang diperlukan dalam
penyelenggaraan pendidikan.
12. Satuan pendidikan adalah bentuk layanan pendidikan pada semua jalur, jenis dan jenjang
pendidikan yang dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat.
13. Penilaian pendidikan adalah kegiatan pengukuran dan penilaian hasil belajar siswa untuk
menentukan mutu setiap satuan pendidikan.
14. Akreditasi adalah penilian program atau satuan pendidikan yang dilakukan oleh Badan
Akreditasi Sekolah/Madrasah berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.
15. Badan Akreditasi Propinsi Sekolah/Madrasah adalah badan yang mempunyai kewenangan
melakukan penilaian program/satuan pendidikan secara mandiri mengacu pada Standar
Nasional Pendidikan.
16. Komite sekolah adalah lembaga independen yang dibentuk oleh satuan pendidikan dalam
rangka membantu penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan yang bersangkutan.
17. Dewan Pendidikan adalah dewan pendidikan Kabupaten Sampang.

BAB II .....
-6-

BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN

Pasal 2

Maksud Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan adalah memberikan kepastian hukum kepada


masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan
yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan
pendidikan yang merata, efektif, efisien, dan berkualitas.

Pasal 3

Tujuan Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan adalah memberikan layanan pendidikan yang


merata, berkeadilan, berkualitas, efektif, dan efisien dalam rangka mengembangkan potensi
peserta didik sehingga memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang dibutuhkan untuk melanjutkan kejenjang yang lebih
tinggi dan/atau bekerja di lingkungan masyarakat.

BAB III
JALUR, JENJANG, DAN JENIS PENDIDIKAN

Pasal 4

(1) Jalur pendidikan mencakup pendidikan formal, pendidikan nonformal, dan pendidikan
informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.
(2) Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan dengan sistem terbuka
melalui tatap muka dan atau melalui jarak jauh.

Pasal 5

Jalur pendidikan formal mencakup pendidikan yang diselenggarakan secara berjenjang dan
bertingkat.
Pasal 6 .....
-7-

Pasal 6

Jalur pendidikan nonformal mencakup pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat di


luar pendidikan sekolah.

Pasal 7

Jalur pendidikan informal mencakup pendidikan yang diselenggarakan oleh keluarga dan
lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.

Pasal 8

Jenjang pendidikan formal meliputi pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan
tinggi.

Pasal 9

Jenis pendidikan formal meliputi pendidikan umum, kejuruan, akademik, kursus, keagamaan,
dan khusus.

Pasal 10

Jalur, jenjang, dan jenis pendidikan diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat.

BAB IV
PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

Pasal 11

(1) Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.
(2) Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan
formal, nonformal, dan/atau informal.
-8-

Pasal 12

(1) Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) pada jalur pendidikan formal berbentuk satuan
pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK), Raudatul Athfal (RA), dan/atau bentuk lain yang
sederajat.
(2) Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) pada jalur pendidikan nonformal berbentuk Kelompok
Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), Taman Pendidikan Al-quraan (TPA), pos
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), dan/atau bentuk lain yang sederajat.
(3) Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan
keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan masyarakat.

Pasal 13

Pemerintah Daerah memfasilitasi pendirian dan penyusunan kurikulum pendidikan anak usia
dini.

BAB V
PENDIDIKAN FORMAL

Bagian Kesatu
Pendidikan Dasar

Pasal 14

(1) Pendidikan Dasar diselenggarakan sebagai dasar penyelenggaraan pendidikan menengah.


(2) Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah
Diniyah Dasar Formal (MDDF), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Madrasah
Tsanawiyah (MTs), Madrasah Diniyah Menengah Pertama Formal (MDMPF) dan/atau
bentuk lain yang sederajat.

Bagian Kedua .....


-9-

Bagian Kedua
Pendidikan Menengah

Pasal 15

(1) Pendidikan menengah merupakan lanjutan dari Pendidikan Dasar.


(2) Pendidikan menengah terdiri dari pendidikan menengah umum, pendidikan menengah
keagamaan, dan pendidikan menengah kejuruan.
(3) Pendidikan menengah berbentuk Satuan Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA),
Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan
(MAK), Madrasah Diniyah Menengah Atas Formal (MDMAF) dan/atau bentuk lain yang
sederajat.

BAB VI
PENDIDIKAN NONFORMAL

Pasal 16

(1) Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan
pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan
formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
(2) Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik bidang penguasaan
pengetahuan, keterampilan fungsional, pengembangan sikap dan kepribadian.
(3) Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini,
pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan,
pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, dan pendidikan lain
yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
(4) Pendidikan nonformal berbentuk lembaga kursus, lembaga pelatihan, pusat kegiatan belajar
masyarakat, dan satuan pendidikan sejenis.

Pasal 17 .....
- 10 -

Pasal 17

(1) Kursus dan pelatihan bidang pendidikan dan keterampilan, dan Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal
pengetahuan keagamaan, pengetahuan umum, keterampilan, kecakapan hidup dan sikap
untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja dan usaha mandiri.
(2) Kursus dan pelatihan bidang pendidikan dan keterampilan, dan Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) dapat diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau
masyarakat.
(3) Setiap penyelenggara pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) wajib
mendapatkan ijin yang ditetapkan oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk.
(4) Hasil Pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil pendidikan formal setelah
melalui proses penilaian kesetaraan oleh Dinas Pendidikan mengacu pada perundang-
undangan dan peraturan yang berlaku.

Pasal 18

Pemerintah Daerah memfasilitasi pembentukan dan penyusunan program pembelajaran satuan


pendidikan nonformal.

BAB VII
PENDIDIKAN KEAGAMAAN

Pasal 19

(1) Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau


kelompok masyarakat dari pemeluk agama tertentu sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
(2) Pendidikan keagamaan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik dalam
memahami, menghayati dan mengamalkan dan menintegrasikan nilai-nilai agama dengan
ilmu pengetahuan dan teknologi.

(3) Pendidikan .....


- 11 -

(3) Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota


masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agama dan/atau menjadi
ahli agama.
(4) Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal,
dan informal.
(5) Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman, pabhaya
samanera, dan bentuk lain yang sejenis.

BAB VIII
PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS

Pasal 20

(1) Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat
kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran disebabkan kelainan fisik, emosional,
mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
(2) Pendidikan layanan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga merupakan
pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, dan/atau mengalami
bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu ekonomi.
(3) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memfasilitasi penyelenggaraan pendidikan
khusus dan pendidikan layanan khusus
(4) Lembaga masyarakat dan kalangan dunia usaha dan dunia industri dapat memfasilitasi
penyelenggaraan pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus.

BAB IX
PROGRAM WAJIB BELAJAR

Pasal 21

(1) Setiap warga masyarakat yang berusia 6 (enam) tahun dapat mengikuti program wajib
belajar pendidikan dasar 9 (sembilan) tahun.
(2) Setiap warga masyarakat berusia 7 (tujuh) sampai dengan 15 (lima belas) tahun harus
mengikuti program wajib belajar pendidikan dasar 9 (sembilan) tahun.
- 12 -

(3) Pelaksanaan program wajib belajar pendidikan dasar 9 (sembilan) tahun menjadi tanggung
jawab Pemerintah, Pemerintah Daerah dan diselenggarakan lembaga pendidikan yang
didirikan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.
(4) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin penyelengaraan program wajib belajar
paling rendah pada jenjang pendidikan dasar.

Pasal 22

(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah memfasilitasi penuntasan wajib belajar pendidikan
dasar 9 (sembilan) tahun dan dilanjutkan pada pelaksanaan wajib belajar pendidikan
menengah 12 (dua belas) tahun.
(2) Ketentuan lebih lanjut tentang wajib belajar pendidikan dasar 9 (sembilan) tahun dan
wajib belajar pendidikan menengah 12 (dua belas) tahun akan diatur dengan Keputusan
Bupati.

BAB X
BAHASA PENGANTAR

Pasal 23

(1) Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara digunakan sebagai bahasa pengantar dalam
penyelenggaraan Pendidikan Nasional.
(2) Bahasa Madura dapat dipergunakan sebagai bahasa pengantar pada tahap awal pendidikan
apabila diperlukan dalam penyampaian pengetahuan dan/atau keterampilan tertentu.
(3) Bahasa Asing dapat digunakan sebagai bahasa pengantar pada satuan pendidikan tertentu
untuk mendukung kemampuan berbahasa asing bagi peserta didik.

BAB XI …..
- 13 -

BAB XI
PENDIRIAN, PENGELOLAAN, DAN PERTANGGUNGJAWABAN

Bagian Kesatu
Pendirian Satuan Pendidikan

Pasal 24

Pendirian, pengelolaan, dan pertanggungjawaban setiap satuan pendidikan wajib berpedoman


pada Sistem Pendidikan Nasional, Stándar Nasional Pendidikan, dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

Pasal 25

(1) Pendirian satuan pendidikan dilakukan setelah memenuhi persyaratan pendirian Satuan
Pendidikan yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
(2) Pendirian satuan pendidikan negeri dilaksanakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah
setelah mempertimbangkan hasil studi kelayakan Tim Pendirian Satuan Pendidikan yang
ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
(3) Pendirian satuan pendidikan swasta dilaksanakan oleh masyarakat setelah
mempertimbangkan hasil studi kelayakan oleh Tim Pendirian Satuan Pendidikan yang
ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
(4) Tim Pendirian Satuan Pendidikan beranggotakan unsur Dinas Pendidikan, Kantor
Departemen Agama, dan Dewan Pendidikan yang dibentuk dengan Keputusan Bupati.

Bagian Kedua
Pengelolaan dan Pertanggungjawaban

Pasal 26

(1) Pengelolaan satuan pendidikan didasarkan pada prinsip Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS).
(2) Pengelola …..
- 14 -

(2) Pengelola satuan pendidikan wajib mempertanggungjawabkan pengelolaan


sekolah/madrasah secara transparan kepada Pemerintah, Pemerintah Daerah dan
masyarakat.

BAB XII
KURIKULUM

Bagian Kesatu
Pengembangan Kurikulum

Pasal 27

(1) Setiap satuan pendidikan pada semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan wajib
melaksanakan kurikulum nasional yang berlaku dan mengacu pada Standar Nasional
Pendidikan.
(2) Kurikulum pada semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan dikembangkan dengan prinsip
diversifikasi kurikulum sesuai dengan potensi satuan pendidikan, daerah dan peserta didik.
(3) Kurikulum satuan pendidikan dikembangkan oleh Satuan Pendidikan bersama Komite
Sekolah/Madrasah sesuai dengan kebutuhan Sekolah/Madrasah berdasarkan kerangka dasar
kurikulum dan standar kompetensi lulusan di bawah supervisi Dinas Pendidikan untuk TK,
SD, SMP, SMA dan SMK dan Kantor Departemen Agama untuk RA, MI, MTs, MA,
MAK dan MDF.

Pasal 28

Kurikulum program kesetaraan pendidikan dasar dan menengah pengembangan silabusnya


ditetapkan oleh Dinas Pendidikan atau Kantor Departemen Agama sesuai dengan jenjang dan
jenis pendidikannya dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.

Pasal 29

(1) Jumlah jam pelajaran untuk Pendidikan Agama pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah paling sedikit 4 (empat) jam pelajaran per minggu.
- 15 -

(2) Setiap peserta didik muslim pada jenjang pendidikan dasar dan menengah wajib
berkemampuan membaca dan menulis Al Quran.
(3) Pembinaan kemampuan membaca dan menulis Al Quran, dilaksanakan melalui kegiatan
pengembangan diri/ekstrakurikuler.
(4) Peserta didik non muslim berhak mendapat pendidikan agama sesuai dengan agama yang
dianut jika jumlah peserta didik mencapai minimal 10% (sepuluh persen).

Bagian Kedua
Muatan Kurikulum

Pasal 30

(1) Pengembangan kurikulum setiap satuan pendidikan harus mengintegrasikan bahan kajian
dan materi yang memuat iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, pendidikan
akhlak mulia, ilmu pengetahuan dan teknologi, lingkungan hidup, kecakapan hidup, potensi
keunggulan daerah, dan tuntutan dunia usaha dan industri.
(2) Pengintegrasian bahan kajian dan materi keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa, pendidikan akhlak mulia, ilmu pengetahuan dan teknologi, kecakapan hidup,
potensi keunggulan daerah, dan tuntutan dunia usaha dan industri dalam kurikulum satuan
pendidikan dimaksuk dan untuk menghasilkan lulusan yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi,
terampil, dan mampu mengembangkan potensi dirinya sebagai bekal melanjutkan ke
jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan hidup di masyarakat.
(3) Satuan pendidikan umum jenjang pendidikan dasar dan menengah wajib mengalokasikan
tambahan mata pelajaran Keagamaan paling sedikit 2 (dua) jam pelajaran per minggu.
(4) Satuan pendidikan keagamaan wajib memberikan mata pelajaran umum dengan jenis dan
alokasi jam pelajaran sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan yang berlaku.
(6) Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dapat menambah bahan kajian
dan materi pelajaran sesuai dengan ciri khas masing-masing Sekolah/Madrasah dengan
tidak mengurangi jumlah mata pelajaran yang ditetapkan dalam Standar Nasional
Pendidikan dan memperhatikan hak-hak peserta didik.

(7) Bahasa, .....


- 16 -

(7) Bahasa, Sejarah, dan Kesenian Madura yang Islami diajarkan pada jenjang pendidikan
dasar dan menengah sebagai mata pelajaran muatan lokal atau merupakan bagian dari mata
pelajaran yang relevan dalam rangka pelestarian nilai-nilai dan budaya daerah.

BAB XIII
PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Bagian Kesatu
Tugas, Hak, dan Kewajiban

Pasal 31

(1) Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan
proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan bimbingan dan pelatihan.
(2) Tenaga Kependidikan wajib melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan,
pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pembelajaran pada satuan
pendidikan.

Pasal 32

(1) Pendidik dan Tenaga Kependidikan berhak memperoleh :


a. penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai;
b. penghargaan sesuai dengan prestasi kerja;
c. pembinaan dan pengembangan karir;
d. perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil kekayaan intelektual;
dan
e. kesempatan menggunakan sarana dan prasarana pendidikan untuk kelancaran
pelaksanaan tugas kependidikan.
(2) Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban :
a. menciptakan suasana pembelajaran yang bermakna, menyenangkan, kreatif, inovatif,
efektif dan efisien;
b. mempunyai komitmen individual, sosial, dan profesional untuk meningkatkan mutu
pendidikan;
c. memberikan .....
- 17 -

c. memberikan teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai
dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya;
d. bertindak obyektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin,
agama, suku, ras dan kondisi fisik tertentu dalam proses pelayanan pendidikan;
e. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, kode etik guru, kode etik
Sekolah/Madrasah serta nilai-nilai agama dan etika; dan
f. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.

Bagian Kedua
Perlindungan

Pasal 33

(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan satuan pendidikan
wajib memberikan perlindungan terhadap pendidik dan tenaga kependidikan dalam
pelaksanaan tugas.
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. perlindungan hukum;
b. perlindungan profesi;
c. perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
.
Pasal 34

(1) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud Pasal 33 ayat (2) huruf a mencakup
perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, diskriminasi, intimidasi dan
perlakuan tidak adil dari peserta didik, orang tua peserta didik, birokrat, dan pihak lain.
(2) Perlindungan profesi sebagaimana dimaksud Pasal 33 ayat (2) huruf b mencakup
perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam
penyampaian aspirasi, pelecehan profesi, dan pembatasan lain yang dapat menghambat
proses pembelajaran.
(3) Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat
(2) huruf c mencakup perlindungan terhadap resiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan
dan kesehatan lingkungan kerja, serta bencana alam.
- 18 -

Bagian Ketiga
Standarisasi Pendidik

Pasal 35

(1) Standar Pendidik dan tenaga Kependidikan untuk pendidikan anak usia dini, pendidikan
dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan lain yang sederajat mengacu pada Standar
Nasional Pendidikan.
(2) Pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang
kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
(3) Pendidik untuk pendidikan formal pada jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan
dasar, dan pendidikan menengah dihasilkan oleh perguruan tinggi yang terakreditasi.

Pasal 36

Ketentuan kalasifikasi, kompentensi, dan standarisasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan pada
setiap satuan pendidikan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.

Bagian Keempat
Promosi dan Mutasi

Pasal 37

(1) Promosi dan penghargaan bagi pendidik dan tenaga kependidikan dilakukan berdasarkan
latar belakang pendidikan, pengalaman, kemampuan, dan prestasi kerja dalam bidang
pendidikan
(2) Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan motivasi kerja tenaga pendidik dan
kependidikan yang memenuhi persyaratan dapat mengajukan mutasi.
(3) Mutasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan diberikan berdasarkan pertimbangan masa
pengabdian, kebutuhan dan pemerataan penyebaran ketenagaan antar satuan pendidikan dan
wilayah.
(4) Ketentuan lebih lanjut ayat (1), (2), dan (3) diatur dengan Peraturan Bupati.
- 19 -

BAB XIV
SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN

Pasal 38

(1) Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal wajib menyediakan sarana dan prasarana
yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan
potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional dan kejiwaan peserta didik.
(2) Sarana dan prasarana minimal yang wajib dimiliki setiap satuan pendidikan meliputi :
lahan, ruang kelas, ruang tata usaha, ruang guru, ruang kepala sekolah, ruang perpustakaan,
ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang ibadah, dan ruang lain yang diperlukan
untuk kelancaran proses pembelajaran.

Pasal 39

(1) Pengadaan sarana dan prasarana pendidikan dapat dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah, Satuan Pendidikan, dan masyarakat.
(2) Pengadaan dan pemanfaatan sarana dan prasarana pendidikan dilaksanakan dengan
memperhatikan kebutuhan setiap satuan pendidikan, efisiensi, dan efektivitas
penyelenggaraan pendidikan.
(3) Sarana dan prasarana pendidikan tidak dapat dialih fungsikan untuk kegiatan lain selain
untuk kepentingan pendidikan.
(4) Komite Sekolah/Madrasah wajib membantu pengadaan sarana dan prasarana pendidikan
yang dibutuhkan oleh setiap satuan pendidikan.
(5) Dunia usaha dan dunia industri wajib memberikan kesempatan penggunaan sarana dan
prasarana yang dimilikinya untuk kepentingan pendidikan.

BAB XV …..
- 20 -

BAB XV
PESERTA DIDIK

Bagian Kesatu
Hak Peserta Didik

Pasal 40

Peserta didik berhak :


a. mendapat pelayanan pendidikan secara adil dan manusiawi;
b. mendapatkan pendidikan agama dan bimbingan karir;
c. pindah sekolah sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
d. menyampaikan saran dan pendapat untuk kemajuan pendidikan; dan
e. memperoleh perlakuan khusus bagi siswa yatim dan siswa dari keluarga ekonomi tidak
mampu.

Bagian Kedua
Kewajiban Peserta Didik

Pasal 41

(1) Peserta didik wajib :


a. mematuhi kode etik dan tata tertib Sekolah/Madrasah yang berlaku di setiap satuan
pendidikan; dan
b. menghormati pendidik dan tenaga kependidikan.
(2) Peserta didik yang melanggar kode etik dan tata tertib Sekolah/Madrasah serta tidak
menghormati pendidik dan tenaga kependidikan dapat diberikan sanksi sesuai dengan
peraturan yang berlaku.
(3) Isi kode etik dan tata tertib Sekolah/Madrasah yang berlaku di setiap satuan pendidikan
dalam penyusunan dan penetapannya wajib melibatkan warga sekolah dan komite
Sekolah/Madrasah.

BAB XVI .....


- 21 -

BAB XVI
PENGENDALIAN MUTU PENDIDIKAN

Bagian Kesatu
Kewajiban dan Kewenangan

Pasal 42

Pemerintah Daerah mempunyai kewajiban :


a. meningkatkan dan mengendalikan mutu pendidikan;
b. melakukan pengawasan mutu pendidikan dengan melibatkan pengawas fungsional;
c. melakukan penjaminan mutu pendidikan bersama-sama dengan lembaga penjamin mutu
pendidikan di daerah dan/atau wilayah; dan
d. menetapkan standar mutu setiap satuan pendidikan berdasarkan ketentuan yang berlaku
dengan Keputusan Bupati.

Pasal 43

Pemerintah Daerah memiliki kewenangan mengambil tindakan terhadap penyelenggaraan


pendidikan yang tidak sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan.

Bagian Kedua
Penilaian dan Evaluasi

Pasal 44

(1) Penilaian pendidikan terdiri dari penilaian hasil belajar, uji kendali mutu, dan penilaian
kinerja sekolah.
(2) Penilaian hasil belajar dilakukan oleh pendidik, satuan pendidikan, dan pemerintah sebagai
bentuk akuntabilitas kepada masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan.
(3) Bentuk dan jenis penilaian hasil belajar oleh pendidik, satuan pendidikan dan pemerintah
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Penilaian .....
- 22 -

(4) Penilaian kinerja satuan pendidikan dilakukan oleh Pemerintah Daerah untuk mengetahui
kinerja sekolah.
(5) Untuk kepentingan pemetaan, pengendalian mutu, dan pembinaan pendidikan Pemerintah
Daerah dapat mengadakan uji kendali mutu.
(6) Standar evaluasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2), (3), (4), dan (5)
mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.

BAB XVII
STANDAR PELAYANAN MINIMAL

Pasal 45

(1) Standar Pelayanan Minimal merupakan tingkat capaian minimal penyelenggaraan


pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
(2) Standar Pelayanan Minimal pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan terdiri dari
standar pelayanan minimal pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan
menengah, pendidikan khusus atau layanan khusus, dan pendidikan luar biasa.
(3) Standar Pelayanan Minimal untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan akan diatur
dengan Peraturan Bupati.

BAB XVIII
PERAN SERTA MASYARAKAT

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 46

(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah memberikan motivasi dan fasilitasi keterlibatan
masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan.
(2) Peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan dapat diwujudkan dalam bentuk
lembaga independen yang tidak memiliki struktur secara hirarkis.
(3) Lembaga .....
- 23 -

(3) Lembaga partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan dapat berbentuk


Dewan Pendidikan di tingkat kabupaten dan Komite Sekolah/Madrasah di setiap satuan
pendidikan dan/atau bentuk lain yang sejenis.

Bagian Kedua
Dewan Pendidikan

Pasal 47

(1) Dewan Pendidikan bersifat independen, mandiri, dan akomodatif terhadap aspirasi
masyarakat dalam upaya meningkatkan mutu layanan pendidikan.
(2) Kepengurusan dan keanggotaan Dewan Pendidikan dicantumkan dalam anggaran dasar dan
anggaran rumah tangga yang selanjutnya ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
(3) Biaya operasional Dewan Pendidikan dapat dibebankan pada anggaran pendapatan dan
belanja daerah atau sumber lain yang sah dan tidak mengikat.

Bagian Ketiga
Komite Sekolah

Pasal 48

(1) Setiap satuan pendidikan wajib membentuk Komite Sekolah/Madrasah atau nama lain yang
sejenis.
(2) Komite Sekolah/Madrasah atau nama lain yang sejenis bersifat mandiri, akomodatif
terhadap aspirasi masyarakat dan warga sekolah dalam upaya meningkatkan mutu layanan
pendidikan dan merupakan mitra bagi Sekolah/Madrasah dalam penyelenggaraan
pendidikan.
(3) Kepengurusan dan keanggotaan serta persyaratan pengurus Komite Sekolah/Madrasah
dicantumkan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang selanjutnya
ditetapkan dengan Keputusan Kepala Sekolah/Madrasah.
(4) Biaya operasional Komite Sekolah/Madrasah dibebankan pada anggaran pendapatan dan
belanja sekolah atau sumber lain yang sah dan tidak mengikat.
BAB XIX .....
- 24 -

BAB XIX
PENDANAAN PENDIDIKAN

Pasal 49

(1) Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dan masyarakat.
(2) Pemerintah Daerah wajib mengalokasikan minimal 20 % dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) untuk pendanaan pendidikan.
(3) Alokasi pendanaan pendidikan sebagaimana dimaksud ayat (2) tidak termasuk gaji
pendidik dan tenaga kependidikan.
(4) Dana pendidikan dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk satuan pendidikan
diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(5) Ketentuan mengenai pengalokasian dana pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), (2), (3), (4), dan (5) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Pasal 50

(1) Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah
pendanaannya menjadi tanggung jawab Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat.
(2) Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat, pendanaannya menjadi
tanggung jawab masyarakat.
(3) Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat mengalokasikan bantuan untuk pembinaan dan
pengembangan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.
(4) Alokasi pendanaan pendidikan dari Pemerintah Daerah ditetapkan berdasarkan asas
keadilan, proporsional, keterbukaan, dan prospek pengembangan satuan pendidikan oleh
Tim Kelayakan Pendirian Sekolah/Madrasah yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

BAB XX .....
- 25 -

BAB XX
PENGELOLAAN SEKOLAH

Bagian Kesatu
Pengangkatan Kepala Sekolah/Madrasah

Pasal 51

(1) Setiap satuan pendidikan dipimpin oleh Kepala Sekolah/Madrasah sebagai tugas tambahan
disamping tugas pokoknya sebagai guru.
(2) Guru yang akan diberi tugas tambahan sebagai Kepala Sekolah/Madrasah harus mengikuti
dan lulus seleksi calon kepala Sekolah/Madrasah.
(3) Untuk kepentingan pembinaan satuan pendidikan yang didirikan oleh masyarakat,
Pemerintah Daerah dapat memperbantukan guru dan/atau kepala sekolah di satuan
pendidikan yang didirikan oleh masyarakat.
(4) Ketentuan lebih lanjut dari ketentuan ayat (1), (2), dan (3) akan diatur dengan Peraturan
Bupati.

Bagian Kedua
Masa Tugas

Pasal 52

(1) Tugas tambahan sebagai kepala Sekolah/Madrasah diberikan untuk satu masa tugas selama
4 (empat) tahun.
(2) Masa tugas tambahan guru sebagai Kepala Sekolah/Madrasah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat diperpanjang dan diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa tugas.
(3) Guru yang melaksanakan tugas tambahan sebagai Kepala Sekolah/Madrasah dua kali masa
tugas berturut-turut, dapat ditugaskan kembali menjadi Kepala Sekolah/Madrasah apabila :
a. telah melewati tenggang waktu sekurang-kurangnya 1 (satu) masa kali tugas; atau
b. memiliki prestasi yang istimewa, dengan tanpa tenggang waktu dan ditugaskan di
Sekolah/Madrasah lain atau tugas lain sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Kepala .....
- 26 -

(4) Kepala Sekolah/Madrasah yang masa tugasnya berakhir dan tidak diberi tugas tambahan
sebagai Kepala Sekolah/Madrasah, selanjutnya melaksanakan tugas sebagai guru sesuai
dengan jenjang jabatannya dan berkewajiban melaksanakan proses belajar mengajar atau
bimbingan konseling sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(5) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2), (3), dan (4) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Bupati.

BAB XXI
PENGAWASAN PENDIDIKAN

Bagian Kesatu
Jenis Pengawas dan Penilik

Pasal 53

(1) Pemerintah Daerah dalam rangka pembinaan satuan pendidikan dan menjamin pencapaian
tujuan pendidikan nasional pada semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan mengangkat
Pengawas Satuan Pendidikan dan Penilik Pendidikan Luar Sekolah.
(2) Pengawas Satuan Pendidikan diangkat dari guru dan/atau kepala Sekolah/Madrasah sesuai
dengan jenis pengawas masing-masing setelah yang bersangkutan memenuhi persyaratan
dan lulus sleksi calon Pengawas Satuan Pendidikan sesuai dengan peraturan dan
perundangan-undangan yang berlaku.
(3) Penilik Pendidikan Luar Sekolah diangkat dari pendidik dan tenaga kependidikan setelah
yang bersangkutan memenuhi persyaratan dan lulus sleksi calon Penilik Pendidikan Luar
Sekolah sesuai dengan peraturan dan perundangan-undangan yang berlaku.
(4) Pengawas Satuan Pendidikan terdiri dari Pengawas Taman Kanak-kanak/Raudatul Athfal,
Pengawas Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah/Madrasah Diniyah Formal, Pengawas
Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah/Diniyah Menengah Pertama
Formal/Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah/Madrasah Diniyah Menengah Atas
Formal/Sekolah Menengah Atas Keagamaan.
(5) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud ayat (1), (2), (3), dan (4) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Bupati.
Bagian Kedua ... .
- 27 -

Bagian Kedua
Kewenangan Pengawasan

Pasal 54

(1)Pengawasan umum penyelenggaraan pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan ditugaskan pada Inspektorat Kabupaten.
(2) Pengawasan khusus teknis pendidikan pada satuan pendidikan Taman Kanak-
kanak/Raudatul Atfhal ditugaskan kepada Pengawas Taman Kanak-kanak/Raudatul Athfal.
(3) Pengawasan khusus teknis pendidikan pada satuan pendidikan Sekolah Dasar/Madrasah
Ibtidaiyah/Madrasah Diniyah Formal ditugaskan kepada Pengawas Sekolah Dasar/
Madrasah Ibtidaiyah/Madrasah Diniyah Formal.
(4) Pengawasan khusus teknis pendidikan pada satuan pendidikan Sekolah Menengah
Pertama/Madrasah Tsanawiyah/Madrasah Diniyah Menengah Pertama Formal, Sekolah
Menengah Atas/Madrasah Aliyah/Madrasah Aliyah Keagamaan/Madrasah Diniyah
Menengah Atas Formal, dan Sekolah Menengah Kejuruan ditugaskan pada Pengawas
Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah/ Madrasah Diniyah Menengah pertama
Formal/Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah/Madrasah Alyah Keagamaan/ Madrasah
Diniyah Menengah Atas Formal/Sekolah Menengah Kejuruan.
(5) Pengawasan khusus teknis pendidikan pada pendidikan Luar Sekolah atau pendidikan
nonformal ditugaskan kepada Penilik Pendidikan Luar Sekolah.
(6) Ketentuan lebih lanjut sebagai mana dimaksud ayat (1), (2), (3), (4), dan (5), diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Bupati.

BAB XXII
STANDAR PENDIDIKAN

Pasal 55

(1) Dalam rangka mewujudkan pemerataan mutu pendidikan secara nasional, setiap satuan
pendidikan yang didirikan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat wajib
memenuhi Standar Nasional Pendidikan.
(2) Standar .....
- 28 -

(2) Standar Nasional Pendidikan meliputi standar isi, standar kompetensi kelulusan, standar
proses, standar pengelolaan, standar sarana, standar ketenagaan, standar pembiayaan, dan
standar penilaian.
(3) Pemenuhan Standar Nasional Pendidikan di setiap satuan pendidikan yang didirikan oleh
Pemerintah dan Pemerintah Daerah manjadi tanggung jawab Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dan masyarakat.
(4) Pemenuhan Standar Nasional Pendidikan di setiap satuan pendidikan yang didirikan oleh
masyarakat menjadi tanggung jawab masyarakat.
(5) Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat membantu pemenuhan Standar Nasional
Pendidikan di satuan pendidikan yang didirikan oleh masyarakat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(6) Satuan pendidikan yang tidak dapat memenuhi Standar Nasional Pendidikan dapat
digabung (merjer) dengan satuan pendidikan lain yang sejenis atau dibekukan ijin
operasionalnya.

BAB XXIII
KERJA SAMA PENDIDIKAN

Pasal 56

(1) Pemerintah Daerah memiliki wewenang untuk mengatur dan menjalin kerjasama bidang
pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Satuan pendidikan dapat menjalin kerja sama bidang pendidikan dengan lembaga/ badan
termasuk perguruan tinggi di luar Kabupaten untuk meningkatkan mutu layanan
pendidikan dengan persetujuan Bupati.
(3) Kegiatan kerja sama pendidikan dapat diselenggarakan selama jangka waktu tertentu yang
telah disepakati bersama.

BAB XXIV ... .


- 29 -

BAB XXIV
AKREDITASI SEKOLAH/MADRASAH

Pasal 57

(1) Akreditasi Sekolah/Madrasah dilaksanakan oleh Badan Akreditasi Provinsi


Sekolah/Madrasah.
(2) Dalam pelaksanaan akreditasi Sekolah/Madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibantu oleh Unit Pelaksana Akreditasi (UPA) di Kabupaten, dengan keanggotaan dari
unsur Dinas Pendidikan Kabupaten Sampang dan Kantor Departemen Agama Kabupaten
Sampang dengan masa kerja 3 (tiga) tahun.
(3) Akreditasi Sekolah/Madrasah pada semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan dilaksanakan
oleh Badan Akreditasi Provinsi Sekolah/Madrasah.
(4) Peringkat akreditasi Sekolah/Madrasah merupakan salah satu persyaratan penetapan
pemberian bantuan/hibah dan penyelenggaraan ujian.
(5) Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat jika menolak untuk dilakukan
akreditasi, ijin operasionalnya dapat dibatalkan.
(6) Biaya pelaksanaan akreditasi bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Kabupaten Sampang dan dana lain yang sah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

BAB XXV
SANKSI

Pasal 58

(1) Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang diangkat oleh Pemerintah Daerah yang tidak
menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) dikenakan sanksi
sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
(2) Tingkat sanksi sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat berupa :
a. teguran lisan;
b. peringatan tertulis;
c. penundaan pemberian hak;
d. penurunan pangkat dan jabatan;
e. pemberhentian dengan hormat, dan
f. pemberhentian dengan tidak hormat.
- 30 -

Pasal 59

Pendidik dan Tenaga Kependidikan di satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh


masyarakat yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2),
dikenakan sanksi sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja.

Pasal 60

(1) Penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan Pasal 33 ayat (1) dikenakan sanksi sesuai dengan tingkat kesalahan yang
dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Tingkat sanksi sebagaimana dimaksud ayat (1) berupa :
a. teguran;
b. peringatan tertulis;
c. pembatasan kegiatan penyelenggaraan satuan pendidikan; dan
d. pembekuan kegiatan penyelenggaraan satuan pendidikan.

BAB XXVI
WAKTU PENYELENGARAAN PENDIDIKAN

Pasal 61

(1) Penyelenggaraan pendidikan pada semua satuan pendidikan formal (SD/MI, SMP/MTs,
SMA/MA/SMK/MAK) yang didirikan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan
masyarakat wajib dilaksanakan pagi hari.
(2) Penyelenggaraan pendidikan pada semua satuan pendidikan kesetaraan, Madrasah Diniyah
Formal dan/atau nonformal yang didirikan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,
masyarakat dapat dilaksanakan pagi hari.
(3) Satuan pendidikan yang tidak dapat memenuhi ketentuan ayat (1) ijin operasionalnya dapat
dibekukan.

BAB XXVII ... .


- 31 -

BAB XXVII
SERAGAM SEKOLAH

Pasal 62

(1) Seragam Sekolah/Madrasah pada semua jenis, jenjang dan jalur pendidikan wajib
bernafaskan keagamaan.
(2) Penerapan pakaian seragam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku bagi semua warga
sekolah yang beragama Islam.
(3) Ketentuan mengenai bahan dan model pakaian seragam sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

BAB XXVIII
PENGEMBANGAN SATUAN PENDIDIKAN

Pasal 63

(1) Setiap satuan pendidikan wajib menyusun rencana pengembangan Sekolah/Madrasah.


(2) Rencana pengembangan Sekolah/Madrasah diwujudkan dalam Rencana Kegiatan dan
Anggaran Sekolah/Madrasah.
(3) Rencana pengembangan Sekolah/Madrasah mencakup rencana pemenuhan Standar
Nasional Pendidikan dan master plan.
(4) Rencana pengembangan Sekolah/Madrasah disusun untuk jangka satu tahun, empat tahun,
dan delapan tahun.
(5) Penyusunan rencana pengembangan Sekolah/Madrasah harus melibatkan warga sekolah,
komite sekolah dan memperhatikan pendapat dan saran stake holder serta disahkan oleh
Dinas Pendidikan Kabupaten Sampang untuk TK, SD, SMP, SMA dan SMK dan Kantor
Departemen Agama Kabupaten Sampang untuk RA, MI, MTs, MA, MAK, dan MDF.

BAB XIX ... .


- 32 -

BAB XXIX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 64

(1) Penyelenggaraan pendidikan pada semua jenis, jenjang dan jalur pendidikan perlu
menyesuaikan dengan Peraturan Daerah.
(2) Penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling lambat 1 (satu) tahun
sejak pemberlakuan Peraturan Daerah.

BAB XXX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 65

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah.

Ditetapkan di : Sampang
pada tanggal : 28 Nopember 2008

BUPATI SAMPANG,

NOER TJAHJA

Diundangkan di : Sampang
pada tanggal : 15 Juni 2009

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN SAMPANG

drh. HERMANTO SUBAIDI, MSi


Pembina Utama Muda
NIP. 510 111 084

Lembaran Daerah Kabupaten Sampang Tahun 2009 Nomor : 28


PENJELASAN

ATAS

PERATURAN DAERAH KEBUPATEN SAMPANG

NOMOR : 28 TAHUN 2008

TENTANG

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

I. PENJELASAN UMUM

Manusia sepanjang hidupnya membutuhkan pendidikan untuk dapat mengambangkan


seluruh potensi dirinya melalui proses pembelajaran atau cara lain yang dikenal dan diakui
oleh pemerintah dan masyarakat. Undang-Undang Dasar 1945 Republik Indonesia Tahun
1945 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, dan
selanjutnya ayat (3) menegaskan bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelengarakan
suatu sistem pendidikan nasional untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta
akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-
undang. Perwujudan amanat undang-undang tersebut merupakan tanggung jawab seluruh
komponen bangsa sebagai realisasi dari salah tujuan negara Indonesia.
Sebagai perwujudan citi-cita bangsa Indonesia seperti tertuang dalam Undang-Undang
Dasar 1945, pemerintan Indonesia telah menetapkan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2005 tentang
Standar Pendidikan Nasional. Dengan mengacu pada perundang-undangan penyelenggaraan
pendidikan, perlu disusun Peraturan Daerah tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan
sebagai dasar penyelenggaraan pendidikan di Kabupaten Sampang.
Kabupaten Sampang dengan penduduk mayoritas beragama Islam, penyelenggaraan
pendidikan di Kabupaten Sampang harus bernafaskan keagamaan sebagaimana tertuang
dalam motto Sampang Bahari. Nafas keagamaan sebagai bagian dari perwujudan Sampang
Bahari, diwujudkan dengan penghilangan dikotomi antara pendidikan umum dengan
pendidikan .....
-2-

pendidikan keagamaan melalui penambahan muatan keagaaam di satuan pendidikan umum


dan penambahan muatan umum di satuan pendidikan keagamaan.
Setiap daerah memiliki nilai-nilai buadaya yang perlu dilestarikan. Untuk pelestarian
dan pengenalan budaya daerah, pengenalan budaya dan sejarah daerah perlu diberkan
kepada peserta didik, sehingga nilai-nilai budaya dan sejarah daerah dapat dilestarikan.
Pada era otonomi daerah dan persaingan global, penyelenggaraan pendidikan perlu
bekerja sama dengan daerah lain dan tidak tertutup keumingkinan penyelenggara
pendidikan asing atau luar daerah untuk menyelenggarakan pendidikan di Kabupaten
Sampang. Untuk memfasilitasi keinginan mewujudkan pendidikan yang berkualitas
Pemerintah Kabupaten Sampang perlu memfasilitasi kerja sama dengan penyelenggaran
pendidikan asing atau luar daerah dengan pinsip kerja sama yang saling menguntungkan.

II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL

Pasal 1 angka 1 sampai dengan angka 17


Cukup jelas.
Pasal 1 angka 16
Keanggotaan Komite Sekolah/Madrasah dari perwakilan peserta didik hanya pada
jenjang pendidikan menengah.
Pasal 1 angka 17
Cukup jelas.
Pasal 2 sampai dengan Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Pendidikan dasar meliputi SD/MI/Madrasah Diniyah Formal (MDF) atau yang
sederajat dan SMP/MTs/Madrasah Diniyah Menengah Pertama Formal (MDMPF)
atau yang sederajat.
Pendidikan menengah meliputi SMA/SMK/MA/MAK/Madrasah Diniyah Menengah
Atas Formal (MDMAF) dan/atau bentuk lain yang sederajat.
Pendidikan tinggi meliputi Akademi, Sekolah Tinggi, Institut, Universitas dan/atau
bentuk lain yang sederajat.

Pasal 9 .....
-3-

Pasal 9
Pendidikan umum merupakan pendidikan dasar dan menengah yang mengutamakan
perluasan pengetahuan yang diperlukan oleh peserta didik untuk melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta
didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu.
Pendidikan vokasi merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk
memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan .
Pendidikan Keagamaan merupakan pendidikan dasar dan menengah yang
mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan menuntut
penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama dan/atau menjadi ahli agama.
Pendidikan Khusus merupakan penyelengaraan pendidikan untuk peserta didik yang
memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa
satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.
Pasal 10 sampai dengan Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Fasilitasi yang dilakukan Pemerintah Daerah dalam pendidikan nonformal berupa
pemberian ijin operasional, penyusunan kurikulum, dan supervisi penyelengaraan
pendidikan nonformal.
Pasal 19
Pendidikan keagamaan adalah pendidikan yang berorientasi pada peningkatan
penguasaan dan pengamalan nilai-nilian agama untuk menjadi ahli agama.
Pasal 20
Pendidikan khusus adalah pendidikan yang diperuntukkan bagi anggota masyarakat
yang memiliki kecerdasan dan bakat istimewa berupa akselerasi pendidikan,
sedangkan pendidikan layanan khusus adalah pendidikan yang diperuntukkan bagi
anggota masyarakat yang memiliki kelainan fisik, mintal dan sosial berupa sekolah
luar biasa.
Pasal 21 sampai dengan Pasal 24
Cukup jelas.

Pasal 25 …..
-4-

Pasal 25
Tim pendirian Satuan Pendidikan merupakan tim yang bertugas menentukan
kelayakan permohonan ijin operasional Sekolah/Madrasah yang terdiri dari unsur
Dinas Pendidikan, Kantor Depatemen Agama, dan Dewan Pendidikan Kabupaten
Sampang yang dibentuk dengan Surat Keputusan Bupati.
Pasal 26
Prinsip manajemen berbasis Sekolah/Madrasah adalah pengelolaan
Sekolah/Madrasah yang dalam penyelenggaraannya memberikan otonomi kepada
Sekolah/Madrasah bersama komite sekomah/madrasah dan stake horders untuk
melakukan inovasi dan kreasi dalam pengelolaan Sekolah/Madrasah.
Pasal 27
Diversifikasi kurikulum berarti kurikulum yang digunakan pada setiap satuan
pendidikan pada jenjang yang sama dimungkinkan berbeda sesuai dengan otonomi
sekolah/madrasah.
Pasal 28
Program kesetaraan adalah program yang diselenggarakan untuk memberikan
kesempatan kepada anggota masyarakat putus sekolah pada jenjang pendidikan
tertentu atau untuk memberikan kesempatan bagi peserta didik yang tidak lulus
ujian.
Pasal 29 ayat (1)
Jumlah jam mata pelajaran Pendidikan Agama pada semua jenjang pendidikan
minimal 4 (empat) jam pelajaran/minggu.
Pasal 29 ayat (2)
Kemampuan membaca dan menulis Al-Quran dijadikan sebagai salah satu
persyaratan dalam proses penerimaan siswa baru pada semua jenjang pendidikan.

Pasal 29 ayat (3) … .


-5-

Pasal 29 ayat (3)


Hasil pendidikan pada satuan pendidikan dapat dilihat dari lulusannya. Satuan
pendidiakan di Kabupaten Sampang diharapkan menghasilkan lulusan yang
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi, terampil, dan mampu mengembangkan potensi dirinya
sebagai bekal melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan hidup di
masyarakat.
Pasal 29 ayat (4)
Peserta didik non muslim berhak mendapat pembelajaran klasikal di sekolah jika
jumlahnya mencapai minimal 10% (sepuluh persen) dari jumlah siswa, dan jika batas
minimal tidak terpenuhi, pembelajaran Pendidikan Agama bagi peserta didik non
muslim diserahkan pada tokoh agama sesuai dengan agama yang dianut peserta
didik.
Pasal 30 sampai dengan Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Kualifikasi minimal tenaga pendidik pada semua jenjang pendidikan minimal S1
kependidikan/non kependidikan dan memiliki Akta 4 serta harus lulus sertifikasi.
Pasal 36 sampai dengan Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Penilaian oleh Pemerintah dapat berbentuk Ujian Nasional atau nama lain yang
sejenis, sedangkan penilaian oleh sekolah dapat berbentuk Ujian Sekolah.
Pasal 45
Standar pelayanan minimal merupakan standar minimal yang harus dipenuhi atau
dicapai dalam rangka memperbaiki pelayanan pendidikan kepada masyarakat.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Dewan Pendidikan adalah suatu lembaga independen beranggotakan tokoh
masyarakat yang mempunyai kepedulian terhadap perbaikan penyeleggaraan
pendidikan yang berfungsi sebagai mitra Pemerintah Daerah dalam rangka
memberikan pelayanan pendidikan yang berkualitas.
-6-

Pasal 48
Komite Sekolah/Madrasah adalah suatu organisasi yang dibentuk di setiap satuan
pendidikan sebagai wadah perwujudan partisipasi masyarakat dan warga sekolah
untuk membantu pemerintah dalam memberikan pelayan pendidikan yang lebih baik.
Pasal 49
Dalam rangka pemberdayaan Sekolah/Madrasah dan memudahkan pengawasan
pelaksanaan bantuan ke sekolah, bantuan yang diberikan ke Sekolah/Madrasah
diberikan dalam bentuk hibah yang pelaksanaannya dilakukan secara swakelola.
Sekolah/Madrasah yang berhak mendapat bantuan/hibah adalah Sekolah/Madrasah
yang memeliki propspek berkembang pada masa yang akan datang.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Jabatan Kepala Sekolah/Madrasah merupakan tugas tambahan, sehingga guru yang
diberi tugas tambahan sebagai Kepala Sekolah/Madrasah wajib menjalankan tugas
pokoknya sebagai guru.
Pemberian tugan tamabahan guru sebagai kepala sekolah dilakukan melalui sleksi
administrasi dan dilanjutkan dengan sleksi berupa Tes Potensi Akademik atau nama
lain yang sejenis.
Pasal 52
Untuk pembinaan karir dan mendorong peningkatan kinerja Kepala Sekolah perlu
diadakan pembatasan masa jabatan Kepala Sekolah/Madrasah. Untuk mengetahui
kinerja Kepala Sekolah/Madrasah menjelang akhir masa jabatannya, diadakan
penilaian kinerja Kepala Sekolah/Madrasah.
Pasal 53
Pengawas satuan pendidikan sebagai pengawas fungsional, agar diperoleh pengawas
satuan pendidikan dan penilik pendidikan luar sekolah yang profesional
pengangkatannya diawali dari sleksi administrasi dan dilanjutkan dengan sleksi
berupa Tes Potensi Akademik atau nama lain yang sejenis.
Pasal 54
Cukup jelas

Pasal 55 … .
-7-

Pasal 55
Standar Nasional Pendidikan adalah standar minimal pendidikan yang harus
dipenuhi oleh setiap satuan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan yang
berkualitas.
Pasal 56 sampai dengan Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Seragam bernafaskan Islami diwajibkan untuk warga sekolah perempuan yang
beragama Islam.
Pasal 63 sampai dengan Pasal 65
Cukup jelas.

Anda mungkin juga menyukai