TENTANG
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PEMENUHAN STANDAR
PELAYANAN MINIMAL PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
KHUSUS DI DAERAH PROVINSI JAWA BARAT.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Depinisi
Pasal 1
Dalam Peraturan Gubernur ini, yang dimaksud dengan:
1. Daerah Provinsi adalah Daerah Provinsi Jawa Barat.
2. Pemerintah Daerah Provinsi adalah Gubernur sebagai
unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang
memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah otonom.
3. Gubernur adalah Gubernur Jawa Barat.
4. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Provinsi Jawa
Barat.
5. Dinas adalah Dinas yang melaksanakan urusan
pemerintahan bidang pendidikan Pemerintah Daerah
Provinsi Jawa Barat.
6. Cabang Dinas adalah Cabang Dinas yang melaksanakan
urusan pemerintahan bidang Pendidikan Wilayah I sampai
dengan Wilayah XIII di Lingkungan Dinas.
7. Penyelenggaraan Pendidikan adalah kegiatan pelaksanaan
komponen sistem pendidikan pada satuan atau program
pendidikan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan agar
proses pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan
tujuan pendidikan nasional.
4
Bagian Kedua
Maksud dan Tujuan
Pasal 2
(1) Maksud pemenuhan SPM penyelenggaraan Pendidikan
Khusus adalah sebagai panduan dalam rangka
peningkatan mutu pelayanan pendidikan pada:
a. pendidikan Formal melalui Satuan Pendidikan Khusus
yang terintegrasi antar jenjang dan/atau kelainan di
SLB, SMALB/SMKLB serta satuan Pendidikan Khusus
yang diselenggarakan secara inklusif di SMA/SMK;
dan
b. pendidikan non Formal melalui lembaga intervensi
mandiri.
(2) Tujuan pemenuhan SPM penyelenggaraan Pendidikan
Khusus yaitu:
7
Bagian Keempat
Ruang Lingkup
Pasal 4
Pemenuhan SPM penyelenggaraan Pendidikan Khusus
meliputi:
a. jenis dan penerima pelayanan dasar Pendidikan Khusus;
b. mutu pelayanan dasar Pendidikan Khusus;
c. penjaminan mutu dalam pemenuhan penyelenggaraan
SPM Pendidikan Khusus; dan
d. evaluasi, monitoring, dan pelaporan penerapan serta
pencapaian SPM penyelenggaraan Pendidikan Khusus.
BAB II
JENIS DAN PENERIMA PELAYANAN DASAR
PENDIDIKAN KHUSUS
Bagian Kesatu
Jenis Pelayanan Dasar Pendidikan Khusus
Pasal 5
(1) Jenis Pelayanan Dasar pada SPM Penyelenggaraan
Pendidikan Khusus melalui Satuan Pendidikan Khusus
terdiri atas:
a. Satuan Pendidikan Khusus yang terintegrasi antar
jenjang dan/atau jenis kelainan pada SLB yang
bersifat unit dengan satu jenis kelainan dan SLB
dengan beragam jenis kelainan/SLB campuran; dan
b. Satuan Pendidikan Khusus yang tidak terintegrasi
dengan beragam jenis kelainan pada TKLB, SDLB,
SMPLB, SMALB, SMKLB.
(2) Jenis Pelayanan Dasar pada SPM Penyelenggaraan
Pendidikan Khusus secara inklusif terdiri atas:
a. Sekolah Menengah Atas penyelenggara pendidikan
inklusif;
b. Sekolah Menengah Kejuruan penyelengara pendidikan
inklusif; dan
c. Lembaga Intervensi Mandiri inklusif dan sejenisnya.
9
Bagian Kedua
Penerima Pelayanan Dasar Pendidikan Khusus
Paragraf 1
Umum
Pasal 6
(1) Penerima Pelayanan Dasar SPM Pendidikan khusus pada
satuan pendidikan khusus yang terintegrasi antar jenjang
dan/atau kelainan di SLB, TKLB, SDLB, SMPLB, dan
SMALB/SMKLB merupakan Peserta Didik Berkebutuhan
Khusus (PDBK) atau Penyandang disabilitas yang berusia
4 (empat) tahun sampai dengan 18 (delapan belas) tahun.
(2) Penerima Pelayanan Dasar SPM Pendidikan Khusus yang
diselenggarakan secara inklusif pada satuan pendidikan
menengah di SMA/SMK merupakan Peserta Didik
Berkebutuhan Khusus atau Penyandang Disabilitas dan
Peserta Didik yang Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau
Bakat Istimewa yang berusia 16 (enam belas) tahun
sampai dengan 18 (delapan belas) tahun.
(3) Penerima Pelayanan Dasar SPM pendidikan khusus pada
Lembaga Non Formal/Lembaga Intervensi Mandiri inklusif
merupakan penyandang disabilitas dan hambatan
perkembangan sosial emosi dan intelegensi yang berusia
18 (delapan belas) tahun sampai dengan 20 (dua puluh)
tahun, dan sebagai peserta program intervensi mandiri
yang berkebutuhan khusus atau berbentuk terapis pada
profesi lain.
Paragraf 2
Peserta Didik pada Pendidikan Khusus
Pasal 7
(1) Pendidikan Khusus diselenggarakan bagi Peserta Didik
yang mempunyai:
a. satu jenis hambatan fisik;
b. beragam jenis hambatan/Campuran antara fisik dan
intelektual;
c. cerdas dan berbakat istimewa sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Peserta Didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
c merupakan peserta didik yang memiliki:
a. kecerdasan istimewa dalam bidang intelektual umum
dan akademik khusus;
b. bakat istimewa dalam bidang seni, olahraga dan atau
bakat lainnya.
Pasal 8
(1) Pendidikan Khusus bagi peserta didik yang memiliki
potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa
diselenggarakan secara inklusif pada Satuan Pendidikan
Formal di tingkat TK, SD, SMP, dan SMA/SMK atau secara
inklusif oleh satuan pendidikan pada jalur pendidikan
nonformal.
10
Paragraf 3
Prosedur Penerimaan Peserta Didik Pendidikan Khusus
Pasal 9
Penerimaan peserta didik pendidikan khusus terdiri dari:
a. penerimaan peserta didik berkebutuhan khusus dengan
satu jenis hambatan fisik dan/atau beragam jenis
hambatan/Campuran antara fisik dan intelektual; dan
b. penerimaan peserta didik cerdas dan bakat istimewa.
Pasal 10
Penerimaan peserta didik pendidikan khusus sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 huruf a melalui prosedur sebagai
berikut:
a. pembentukan panitia penerimaan;
b. melakukan identifikasi;
c. penerimaan; dan/atau
d. penempatan.
Pasal 11
Penerimaan peserta didik pendidikan khusus sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 huruf b melalui prosedur sebagai
berikut:
a. pembentukan tim seleksi;
b. sosialisasi penerimaan;
c. pendaftaran;
d. seleksi administrasi;
e. pengumuman lolos administrasi;
f. tes kelayakan;
g. pengumuman hasil seleksi;
h. registrasi dan penempatan;
Paragraf 4
Kurikulum Pendidikan Khusus
Pasal 12
Program pembelajaran pada Pendidikan Khusus mengacu
pada kurikulum yang ditetapkan secara nasional dan khusus.
Pasal 13
(1) Susunan program pengajaran pada TKLB terdiri atas:
a. pembentukan perilaku melalui pembiasaan yang
terwujud dalam kegiatan sehari-hari, meliputi moral
Pancasila, agama, disiplin, perasaan/emosi, dan
kemampuan bermasyarakat;
11
Pasal 14
(1) Kurikulum pendidikan khusus dan penyelenggaraan
pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki
potensi kecerdasan Istimewa dilakukan melalui program
percepatan dan pengayaan.
(2) Program percepatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dilakukan dengan menerapkan sistem kredit
semester sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
12
Pasal 15
(1) Lama pendidikan untuk masing-masing sekolah
ditetapkan dengan ketentuan:
a. TKLB/TK SPPPI berlangsung antara 1 (satu) sampai
dengan 2 (dua) tahun;
b. SDLB/SD SPPPI berlangsung selama 6 (enam) tahun;
c. SMPLB/SMP SPPPI berlangsung selama 3 (tiga) tahun;
d. SMALB/SMA/SMK SPPPI berlangsung selama 3 (tiga)
tahun.
(2) Waktu belajar dan jumlah hari belajar efektif dalam satu
tahun ajaran paling kurang 240 (dua ratus empat puluh)
hari belajar efektif, termasuk waktu bagi penyelenggaraan
kegiatan, kemajuan, dan hasil belajar peserta didik.
(3) Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) menggunakan sistem semester, yang membagi
waktu belajar satu tahun menjadi dua semester.
(4) Alokasi waktu ditetapkan dengan ketentuan:
a. TKLB setiap jam kegiatan selama 30 (tiga puluh) menit,
dengan waktu kegiatan bermain dan belajar paling
kurang 3 (tiga) jam kegiatan perhari atau 18 (delapan
belas) jam kegiatan setiap minggu;
b. SDLB setiap jam pelajaran selama 30 (tiga puluh) menit
dengan beban belajar paling kurang:
13
Pasal 16
(1) Kegiatan belajar mengajar sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 15 ayat (2) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. menggunakan sistem klasikal dengan
mempertimbangkan bakat, minat, kemampuan, dan
kelainan peserta didik menerima mata pelajaran dari
guru dalam mata pelajaran yang sama dalam waktu dan
tempat yang sama;
b. dapat membentuk kelompok atau bentuk pengajaran
lain sesuai tujuan dan keperluan pengajaran;
c. menggunakan sistem guru kelas pada TKLB dan SDLB,
serta guru mata pelajaran pada SMPLB dan SMLB; dan
d. diarahkan untuk mengembangkan kemampuan fisik
secara optimal, intelektual, emosional, okupasi, dan
sosial peserta didik.
(3) Penyelenggara pendidikan menyediakan program
bimbingan klinis dalam kegiatan belajar mengajar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk memberikan
terapi pada peserta didik, meningkatkan prestasi peserta
didik, menyiapkan siswa untuk melanjutkan ke lembaga
pendidikan lanjutan, dan menyiapkan peserta didik untuk
hidup mandiri dalam masyarakat.
(4) Kegiatan belajar mengajar sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat memanfaatkan berbagai sarana penunjang
seperti perpustakaan, alat peraga, lingkungan alam dan
budaya, dengan pelibatan peran serta masyarakat dan
narasumber.
14
Pasal 17
(1) Bahasa pengantar pada pendidikan khusus menggunakan
bahasa Indonesia.
(2) Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa
pengantar dalam tahap awal pendidikan dan sejauh
diperlukan, terutama pada tahun-tahun awal di TKLB dan
SDLB Kelas I sampai Kelas III.
(3) Bagi peserta didik dengan hambatan tunarungu wicara
menggunakan bahasa komunikasi total yang meliputi
bahasa oral dan isyarat.
Pasal 18
(1) Untuk mengetahui tingkat kemajuan dan keberhasilan
belajar peserta didik, Penyelenggara Pendidikan
melakukan penilaian hasil belajar secara berkelanjutan
melalui ulangan/ujian dan tugas-tugas mingguan,
bulanan, maupun penilaian akhir tahun pelajaran serta
penilaian pada akhir satuan pendidikan.
(2) Penilaian dengan menggunakan standar nasional dapat
dilakukan dalam rangka mengetahui gambaran mutu
hasil belajar peserta didik.
BAB III
MUTU PELAYANAN DASAR PENDIDIKAN KHUSUS
Bagian Kesatu
Cakupan Mutu Pelayanan Dasar Pendidikan Khusus
Pasal 19
Mutu Pelayanan Dasar pendidikan khusus untuk setiap Jenis
Pelayanan Dasar SPM Pendidikan Khusus terdiri atas:
a. standar jumlah dan kualitas barang dan/atau jasa;
b. standar jenis, persyaratan pendidik dan tenaga
kependidikan; dan
c. tata cara pemenuhan standar.
Bagian Kedua
Standar Jumlah dan Kualitas Barang dan/atau Jasa
Paragraf 1
Umum
Pasal 20
(1) Standar jumlah dan kualitas barang dan/atau jasa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a meliputi:
a. standar satuan pendidikan; dan
b. standar biaya pribadi Peserta Didik Berkebutuhan
Khusus (PDBK).
(2) Standar satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, meliputi:
15
Paragraf 2
Perlengkapan Dasar Peserta Didik
Pasal 21
(1) Perlengkapan dasar Peserta Didik Berkebutuhan Khusus
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf a
pada pendidikan khusus meliputi:
a. materi ajar sesuai dengan profil modalitas dan
kebutuhan pendidikan khusus ragam disabilitas atau
jenis peserta didik berkebutuhan khusus; dan
b. perlengkapan dan lingkungan belajar.
(2) Jumlah dan kualitas perlengkapan dasar pendidikan
khusus bagi Peserta Didik Berkebutuhan Khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut:
a. 1 (satu) paket materi ajar sesuai dengan area
kebutuhan khusus dan sesuai dengan kurikulum per
Peserta Didik per tahun, yaitu:
1) aspek mental-intelektual untuk tunagrahita,
berkesulitan belajar dan anak dengan Cerdas
Istimewa Berbakat Istimewa (CIBI);
2) area kebutuhan pada aspek komunikasi untuk
tunarungu/autistik;
3) area kebutuhan pada aspek sosial-emosi untuk
tunalaras/Attention Deficit Hyperactivity Disorder
(ADHD);
4) area kebutuhan khusus pada aspek sensorik-
neuromootorik untuk tunanetra dan tunadaksa;
b. 1 (satu) set perlengkapan belajar berupa buku tulis
dan alat tulis dalam kondisi baru per Peserta Didik
Berkebutuhan Khusus atau peserta didik yang
memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa
per semester.
Paragraf 3
Pembiayaan Pendidikan
Pasal 22
(1) Biaya pendidikan khusus sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20 ayat (3) huruf a terdiri dari:
a. biaya investasi, biaya operasional, dan biaya personal
yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah Provinsi
pada SLB Negeri dan sekolah negeri umum inklusif;
dan
17
Pasal 23
(1) Komponen biaya investasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 22 ayat (1) huruf a, dan huruf b, meliputi:
a. biaya penyediaan prasarana dan sarana;
b. biaya pengembangan sumber daya manusia; dan
c. biaya modal kerja tetap.
(2) Biaya operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
ayat (1) huruf a, dan huruf b, meliputi:
a. gaji pendidik dan tenaga kependidikan non PNS
dan/atau honorer serta segala tunjangan yang melekat
pada gaji;
b. kegiatan teknis edukatif termasuk proses belajar
mengajar (kegiatan kurikuler), evaluasi, dan kegiatan
bimbingan klinis;
c. kegiatan penunjang seperti kegiatan kemasyarakatan,
rehabilitas, dan kegiatan ekstra kurikuler;
d. perawatan alat pendidikan dan media pendidikan;
e. perawatan gedung, perabotan, dan lingkungan sekolah;
f. konsumtif yaitu barang habis pakai;
g. langganan daya dan jasa yaitu listrik, telepon, air, dan
lain-lain; dan
h. kegiatan lain yang mengacu pada peningkatan mutu.
(3) Biaya personal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
ayat (1) huruf a, dan huruf b yakni satuan biaya
berdasarkan biaya satuan per peserta didik/siswa
pertahun atau biaya persekolahan pertahun sesuai
dengan kebutuhan kegiatan belajar mengajar pada
lembaga pendidikan khusus tersebut.
18
Bagian Ketiga
Standar Jenis dan Persyaratan Pendidik dan Tenaga
Kependidikan
Paragraf 1
Jenis Tenaga Pendidikan Khusus
Pasal 24
(1) Jenis tenaga pendidik pada lembaga pendidikan formal
terdiri dari:
a. kepala sekolah;
b. guru kelas, guru program khusus, guru mata
pelajaran/pendidikan keterampilan, dan guru
bimbingan klinis/bimbingan konseling.
(2) Jenis tenaga kependidikan lembaga pendidikan formal
terdiri dari tenaga tata usaha, tenaga penjaga/kebersihan
sekolah dan tenaga ahli Pendidikan Khusus serta
Pustakawan.
(3) Lembaga pendidikan formal sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat melibatkan jenis tenaga pengurus asrama
siswa.
(4) Jenis tenaga profesi lain pada lembaga non formal terdiri
dari dokter, psikolog, terapis penatalaksanaan perilaku,
terapis wicara, terapis okupasi, terapis sensori integrasi,
dan profesi lain yang ditentukan oleh lembaga profesi.
Paragraf 2
Persyaratan pendidik dan tenaga kependidikan
Pasal 25
(1) Persyaratan Guru pada Pendidikan Khusus, yaitu:
a. Guru kelas pada TKLB dan SDLB paling kurang
tamatan D-IV dan/atau S1 Pendidikan Khusus/PGSD/
PGTK;
b. Guru Pendidikan khusus paling kurang tamatan D-IV
dan/atau S1 Pendidikan Khusus, telah mengikuti
pelatihan sesuai dengan bidang kekhususan yang
menjadi tanggung jawabnya;
c. Guru mata pelajaran/pendidikan keterampilan paling
kurang tamatan D-IV dan/atau S1 Pendidikan Khusus,
telah mengikuti pelatihan bidang studi/keterampilan
sesuai dengan tanggung jawabnya;
d. Guru bimbingan klinis/bimbingan karir paling kurang
tamatan S1 program BP/PLB/psikologi pendidikan;
e. Guru agama harus beragama sesuai dengan agama
yang diajarkan ke peserta didik; dan
f. berkepribadian dan berakhlak mulia.
(2) Setiap tenaga guru memiliki jam wajib mengajar minimal
36 (tiga puluh enam) jam pelajaran per minggu, dan setiap
tenaga kependidikan lainnya di sekolah memiliki jam kerja
yang diatur sesuai tata tertib dan aturan yang berlaku.
19
Pasal 26
Rasio guru dibanding jumlah siswa dalam satu
kelas/rombongan belajar 1 : 3 sampai dengan 5 untuk TKLB,
dan 1 : 5 sampai 8 untuk SDLB, SMPLB dan SMLB.
Pasal 27
(1) Persyaratan kepala sekolah pada pendidikan khusus
meliputi:
a. paling rendah memiliki ijazah Diploma empat (D-IV)
atau Sarjana (S1);
b. golongan minimal III/c untuk PNS;
c. memiliki sertifikat pendidik;
d. memiliki surat tanda tamat pendidikan dan pelatihan
calon kepala sekolah;
e. terdaftar dan memiliki Nomor Urut Kepala Sekolah
(NUKS) dari kementerian terkait; dan
f. diajukan oleh yayasan untuk sekolah swasta.
(2) Pemenuhan jumlah kepala sekolah pada pendidikan
khusus didasarkan pada tata cara perhitungan
pemenuhan 1 (satu) kepala sekolah per satuan
pendidikan.
Pasal 28
(1) Dalam hal guru kelas dan guru mata pelajaran belum
memiliki sertifikat pendidik, Dinas menyampaikan surat
keterangan mengenai pendidik yang belum memiliki
sertifikat pendidik kepada menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri
dan pendidikan.
(2) Dalam hal kepala satuan pendidikan belum memiliki surat
tanda tamat pendidikan dan pelatihan calon kepala
sekolah sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 ayat (1)
huruf d, Dinas menyampaikan surat keterangan
pendukung yang menyatakan hal tersebut kepada menteri
yang menyelenggarakan urusan pendidikan.
20
Bagian Keempat
Tata Cara Pemenuhan Standar
Paragraf 1
Umum
Pasal 30
Penyelenggara pendidikan khusus harus memenuhi sarana
prasarana pendidikan khusus secara bertahap sesuai
kemampuan keuangan daerah.
Paragraf 2
Sarana Prasarana Pendidikan Khusus
Pasal 31
Sarana pendidikan khusus diperlukan sebagai perlengkapan
pembelajaran yang dapat berpindah-pindah dalam segala
bentuk, model, dan alat yang digunakan untuk menunjang
dan membantu proses pembelajaran sesuai dengan
kurikulum.
Pasal 32
Prasarana pendidikan meliputi perangkat yang mendukung
terlaksananya proses pembelajaran baik langsung maupun
tak langsung, meliputi:
a. sarana fisik sekolah, terdiri dari bangunan, jalan, sanitasi,
listrik, air, lapangan olahraga, dan lainnya sesuai
kebutuhan; dan
b. perabot sekolah terdiri dari meja kursi belajar, meja kursi
guru, dan papan tulis, serta mebelair lain yang digunakan
untuk mendukung proses pembelajaran.
Pasal 33
(1) Luas lahan minimal yang dibutuhkan untuk mendirikan
lembaga Pendidikan Khusus dihitung berdasarkan faktor
koefisien dasar bangunan (building coverage) sesuai
ketentuan tata kota yang mengaturnya.
(2) Nilai kepadatan bangunan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat diperhitungkan sampai dengan 15% pada
daerah dengan kepadatan bangunan yang rendah.
(3) Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas ruangan sebagai berikut:
a. ruang kelas;
b. ruang aula;
c. ruang konsultasi;
d. ruang observasi;
e. ruang perpustakaan;
f. ruang keterampilan;
g. laboratorium/bengkel kerja untuk siswa SMPLB dan
SMLB;
h. fasilitas olahraga;
21
i. ruang BP;
j. ruang kepala sekolah;
k. ruang tata usaha;
l. ruang guru;
m. ruang tamu;
n. ruang ibadah;
o. ruang medis/UKS;
p. kamar mandi/WC guru dan siswa;
q. gudang; dan
r. ruang koperasi.
(4) Perabot dalam ruangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) terdiri atas:
a. perabot ruang belajar;
b. perabot ruang kelas;
c. perabot ruang aula;
d. perabot ruang konsultasi;
e. perabot ruang observasi;
f. perabot ruang perpustakaan;
g. perabot ruang keterampilan;
h. perabot laboratorium/bengkel kerja untuk siswa
SMPLB dan SMLB;
i. perabot ruang BK;
j. perabot ruang kantor;
k. perabot kepala sekolah;
l. perabot ruang tata usaha;
m. perabot ruang guru;
n. perabot ruang tamu;
o. perabot ruang penunjang;
p. perabot ruang ibadah; dan
q. perabot ruang medis/UKS;
Pasal 34
Setiap unit pelaksanaan teknis Pendidikan Khusus paling
kurang memiliki alat dan media pendidikan berupa:
a. peralatan praktek mata pelajaran;
b. peralatan bengkel kerja sesuai dengan jenis keterampilan
dan hambatan disabilitas/kelainan peserta didik.;
c. alat peraga/praktek kekhususan; dan
d. media pengajaran mata pelajaran lain.
22
Pasal 35
Setiap sekolah harus memiliki:
a. buku pelajaran pokok, paling kurang memiliki satu buku
pelajaran pokok untuk setiap mata pelajaran untuk setiap
siswa;
b. buku lengkap; dan
c. buku bacaan.
Pasal 36
Sekolah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dilengkapi
sarana penunjang, terdiri atas:
a. lapangan upacara/bermain/olahraga;
b. tiang bendera; dan
c. asrama siswa.
Pasal 37
Sarana prasarana pada pendidikan khusus secara khusus
disesuaikan dengan jenis kekhususannya dapat diuraikan
sebagai berikut:
a. Tunanetra, terdiri atas:
1. ruang orientasi dan mobilitas dan perlengkapan
kemudahan anak tunanetra (assessibility);
2. regiet dan pena;
3. kertas braille;
4. komputer brailler;
5. mesin tik brailler;
6. alat olahraga khusus untuk tunanetra;
7. tongkat putih;
8. denah-denah;
9. penggaris brailler;
10. peta timbul;
11. globe timbul;
12. bangun-bangun geometri; dan
13. magnifier/loupe.
b. Tunarungu, terdiri atas:
1. ruang dan peralatan bina wicara dan persepsi bunyi;
2. ruang kedap suara dan peralatan latih mendengar;
3. audiometer;
4. hearing said;
5. speech trainer;
6. group hearing aid; dan
7. dram/tambur.
23
Pasal 38
(1) Pengelolaan sarana dan prasarana pada satuan
pendidikan khusus atau sebutan lain yang sejenis dan
sederajat ditentukan, diatur dan dicatat secara khusus
sehingga jelas peruntukannya, status kepemilikan dan
penggunaannya.
(2) Pengelolaan sarana-prasarana dilakukan melalui
perencanaan, pengadaan, pencatatan, penggunaan,
pemeliharaan dan penghapusan oleh pihak sekolah.
Paragraf 3
Prosedur Pendirian Penyelenggara Pendidikan Khusus oleh
Lembaga Masyarakat
Pasal 39
(1) Prosedur Pendirian Lembaga Penyelenggara pendidikan
Khusus diperlukan dalam rangka peningkatan mutu
pelayanan pendidikan agar kondisi di atas standar
minimal dan peningkatan mutu pendidikan dapat dicapai.
(2) Setiap lembaga pendidikan khusus formal SLB yang akan
didirikan harus memenuhi dengan melampirkan
persyaratan sebagai berikut:
a. surat permohonan bermaterai, ditandatangani ketua
lembaga penyelenggara ditujukan kepada Kepala Dinas
yang membidangi urusan pemerintahan bidang
perizinan;
b. ijin prinsip pendirian dari Dinas;
c. surat rekomendasi dari Kepala Cabang Dinas sesuai
Wilayah;
24
Pasal 40
(1) Lembaga Intervensi Mandiri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 39 ayat (3) mempunyai kewajiban mengurus
sertifikat profesi.
(2) Standar jumlah dan kualitas tenaga profesi lainnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Dokter,
psikolog, terapis penatalaksanaan perilaku, terapis
wicara, terapis okupasi, terapis sensori integrasi, dan
profesi lain yang ditentukan oleh lembaga atau organisasi
profesi.
BAB IV
PENJAMINAN MUTU DALAM PEMENUHAN SPM
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KHUSUS
Bagian Kesatu
Penjaminan Mutu Pendidikan Khusus
Pasal 41
(1) Penjaminan mutu Pendidikan khusus pada lembaga
sekolah luar biasa dan/sekolah umum inklusif serta
lembaga intervensi mandiri dilaksanakan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam pelaksanaan penjaminan mutu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Dinas mengembangkan sistem
untuk penganggaran program guna memenuhi SPM
pendidikan khusus, yang terdiri atas:
a. biaya Investasi pada SLB negeri dan swasta melalui
pembangunan fisik unit sekolah baru, ruang kelas baru,
media pembelajaran, beasiswa dan sarana penunjang
lainnya; dan
b. biaya operasional pada SLB negeri, swasta, sekolah
inklusif dan lembaga intervensi mandiri melalui
pemberian insentif kesejahteraan guru dan tenaga
kependidikan serta profesi lainnya.
(3) Lembaga pendukung pendidikan inklusif dan/Resource
Center wajib mengembangkan sistem penjaminan mutu
pada SLB swasta, sekolah umum inklusif dan lembaga
intervensi mandiri yang menjadi binaannya sesuai
kewenangan.
26
Bagian Kedua
Pencapaian Pemenuhan SPM
Penyelenggaraan Pendidikan Khusus
Pasal 42
(1) Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya
melaksanakan pemenuhan SPM penyelenggaraan
Pendidikan Khusus.
(2) Pelaksanaan pemenuhan SPM sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh Dinas.
(3) Pelaksanaan pemenuhan SPM penyelenggaraan
pendidikan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dalam dokumen perencanaan dan
penganggaran sebagai prioritas belanja daerah sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 43
Masyarakat penyelenggara pendidikan wajib memfasilitasi
pemenuhan:
a. standar jumlah dan kualitas barang dan/atau jasa; dan
b. standar jumlah dan kualitas pendidik dan tenaga
kependidikan pada setiap satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat.
Pasal 44
(1) Pencapaian pemenuhan SPM Pendidikan pada pendidikan
khusus dilakukan dengan cara:
a. menghitung jumlah anak usia 4 (empat) sampai dengan
18 (delapan belas) tahun pada Daerah Provinsi;
b. menghitung jumlah anak usia 4 (empat) sampai dengan
18 (delapan belas) tahun yang sudah tamat atau sedang
belajar di pendidikan khusus; dan
c. menghitung persentase jumlah anak sebagaimana
dimaksud pada huruf b dibagi dengan jumlah anak
sebagaimana dimaksud pada huruf a.
(2) Dalam hal Peserta Didik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a mengikuti pendidikan khusus pada provinsi
lain, Peserta Didik tersebut dihitung telah memenuhi SPM
Pendidikan.
BAB V
EVALUASI, MONITORING, DAN PELAPORAN
Evaluasi dan Monitoring
Pasal 45
(1) Monitoring dan evaluasi terhadap penyelenggaraan
Pendidikan khusus di SLB, sekolah umum inklusif dan
lembaga intervensi mandiri dilaksanakan oleh Dinas.
27
Pasal 46
(1) Peserta Didik penerima SPM Pendidikan Khusus yang
pemenuhannya menjadi tanggung jawab Pemerintah
Daerah Provinsi ditetapkan oleh kepala daerah sesuai
dengan kewenangannya.
(2) Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat membatalkan penerima SPM Pendidikan khusus
apabila Peserta Didik tidak memenuhi kriteria sebagai
penerima SPM Pendidikan sebagai berikut:
a. usia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6; dan
b. berasal dari keluarga miskin atau tidak mampu.
(2) Pembatalan oleh Pemerintah Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan setelah
mendapatkan pemberitahuan secara tertulis dari satuan
pendidikan.
BAB VI
SANKSI
Pasal 47
(1) Gubernur berwenang memberikan sanksi administrasi
terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25 ayat (2), Pasal 40 ayat (1), Pasal 41 ayat (3), dan
Pasal 43.
(2) Penerapan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pembatalan atau penundaan pemberian subsidi sumber
daya pendidikan; dan
c. pencabutan izin penyelenggaraan Pendidikan khusus di
SLB, sekolah umum inklusif dan lembaga intervensi
mandiri.
28
BAB VII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 48
Ketentuan lebih rinci mengenai penyelenggaraan Pendidikan
khusus di SLB, sekolah umum inklusif dan lembaga
intervensi mandiri tercantum dalam Lampiran I dan
Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Peraturan Gubernur ini.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 49
Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan
penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Jawa Barat.
Ditetapkan di Bandung
pada tanggal
Diundangkan di Bandung
pada tanggal
DAUD ACHMAD
A. PENYELENGGARAAN KELEMBAGAAN
1. Pengembangan SLB Negeri di Kabupaten/Kota
a. Penetapan SLB Negeri
penetapan SLB Negeri dilakukan oleh Dinas Pendidikan Pemerintah
Daerah Provinsi Jawa Barat dengan pertimbangan:
1) rintisan SLB Negeri yang berada di wilayah Provinsi Jawa Barat
dengan Angka Partisipasi Kasar pendidikan bagi anak berkebutuhan
khusus yang masih rendah;
2) hasil verifikasi dari tim yang ditunjuk oleh Dinas Pendidikan Provinsi
Jawa Barat;
3) kelengkapan sumber daya, dan khusus untuk rintisan SLB Negeri
ditambah dengan adanya nota kesepahaman dengan Kabupaten/
Kota;
4) minimal setiap Kota Kabupaten mempunyai 3 Rintisan SLB sesuai
kebutuhan per jenis hambatan; dan
5) mendorong SLB yang diselenggarakan oleh masyarakat menjadi
Rintisan SLB Negeri.
b. Perizinan Penyelenggaraan SLB Negeri
rintisan SLB Negeri harus mengusulkan proposal untuk memperoleh izin
operasional penyelenggaraan SLB Negeri kepada dinas pendidikan
sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku pada DPMTSTP
provinsi jawa Barat.
c. Sarana dan Prasarana
1) sarana SLB disediakan oleh pemerintah daerah melalui anggaran
pada Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat mengacu pada skala
prioritas pengembangan pada SLB negeri atau SLB swasta
diantaranya:
a) satu SLB sejenis antar jenjang memiliki sarana dan prasarana
yang dapat melayani minimum 6 rombongan belajar peserta didik
dengan satu atau beberapa ketunaan;
b) minimum satu SLB Negeri disediakan pada Daerah
Kota/Kabupaten dan swasta disediakan untuk satu
Desa/Kecamatan;
30
B. LAHAN
1. Lahan SDLB, SMPLB dan SMALB memenuhi ketentuan luas lahan yang
ditentukan oleh aturan bagi SLB Negeri minimal 3000 M2 dan 500 M2 untuk
SLB swasta untuk mendapatkan ijin operasional. Adapun menurut
peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 33 Tahun 2008, sebagai berikut:
a. lahan SDLB memenuhi ketentuan luas lahan minimum seperti
tercantum pada tabel 1.
tabel 1. luas lahan minimum SLB antar jenjang dan satuan pendidikan
2. Luas lahan yang dimaksud dalam tabel 1, tabel 2, tabel 3 dan tabel 4 adalah
luas lahan efektif yang dapat digunakan untuk mendirikan bangunan dan
tempat bermain/berolahraga.
3. Lahan terletak di lokasi yang memungkinkan akses yang mudah ke fasilitas
kesehatan.
4. Lahan terhindar dari potensi bahaya yang mengancam kesehatan dan
keselamatan jiwa, serta memiliki akses untuk penyelamatan dalam keadaan
darurat dengan kendaraan roda empat.
5. Kemiringan lahan rata-rata kurang dari 15%, tidak berada di dalam garis
sempadan sungai dan jalur kereta api.
6. Lahan terhindar dari gangguan-gangguan, sebagai berikut:
a. pencemaran air, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun
1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air.
b. kebisingan, sesuai dengan Keputusan Menteri Negara KLH Nomor
94/MENKLH/1992 tcntang Baku Mutu Kebisingan.
c. pencemaran udara, sesuai dengan Keputusan Menteri Negara KLH
Nomor 02/MEN KLH/1988 tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu
Lingkungan.
7. Lahan sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam Peraturan
Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota atau rencana
lain yang lebih rinci dan mengikat, dan mendapat izin pemanfaatan tanah
dari Pemerintah Daerah setempat.
8. Lahan memiliki status hak atas tanah, dan/atau memiliki izin pemanfaatan
dari pemegang hak atas tanah sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku untuk jangka waktu minimum 20 tahun.
C. BANGUNAN
1. Bangunan SDLB, SMPLB, dan SMALB memenuhi ketentuan luas lantai
bangunan minimum sebagai berikut:
32
7. Bangunan dapat memiliki lebih dari satu lantai jika disediakan tangga dan
ramp untuk pengguna kursi roda yang mempertimbangkan kemudahan,
keamanan, dan keselamatan.
8. Bangunan dilengkapi sistem keamanan, sebagai berikut:
a. peringatan bahaya bagi pengguna, pintu keluar darurat, dan jalur
evakuasi jika terjadi bencana kebakaran dan/atau bencana lainnya.
b. akses evakuasi yang dapat dicapai dengan mudah dan dilengkapi
penunjuk arah yang jelas.
9. Bangunan dilengkapi instalasi listrik dengan daya minimum 900 watt.
10. Pembangunan gedung atau ruang baru harus dirancang, dilaksanakan, dan
diawasi secara profesional.
11. Kualitas bangunan minimum permanen kelas B, sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 45, dan mengacu pada Standar
Pekerjaan Umum.
12. Bangunan sekolah baru dapat bertahan minimum 20 tahun.
13. Pemeliharaan bangunan sekolah, sebagai berikut:
a. pemeliharaan ringan, meliputi pengecatan ulang, perbaikan sebagian
daun jendela/pintu, penutup lantai, penutup atap, plafon, instalasi air
dan listrik, dilakukan minimum sekali dalam 5 tahun.
b. pemeliharaan berat, meliputi penggantian rangka atap, rangka plafon,
rangka kayu, kusen, dan semua penutup atap, dilakukan minimum
sekali dalam 20 (dua puluh) tahun.
14. Bangunan dilengkapi izin mendirikan bangunan dan izin penggunaan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Keterangan:
* satu ruang dapat digunakan bersama untuk lebih dari satu jenis ketunaan
dan lebih dari satu jenjang pendidikan
** satu ruang dapat digunakan bersama untuk lebih dari satu jenjang pendidikan
Ketentuan mengenai ruang-ruang tersebut beserta sarana yang ada di setiap
ruang diatur dalam standar tiap ruang, sebagai berikut:
1. Ruang Pembelajaran Umum
a. Ruang Kelas:
1) fungsi ruang kelas adalah tempat kegiatan pembelajaran teori dan
praktik dengan alat sederhana yang mudah dihadirkan.
36
4 Peralatan Pendidikan
4.1 Papan braille 6 buat/sekolah
4.2 Braille kit 2 buah/sekolah Khusus untuk tunanetra
4.3 Reglet dan 10 set/sekolah Terbuat dari besi stainles
pena atau plastik dengan sel 4-6
baris dan 27-30 kolom.
4.4 Peta timbul 1 buah/sekolah Khusus untuk tunanetra
4.5 Abacus 6 buah/sekolah Khusus untuk tunanetra
4.6 Magnifier lens 2 buah/sekolah Khusus untuk tunanetra
set
4.7 Sistem Simbol 2 buah/sekolah Khusus untuk tunanetra
Braille
Indonesia
4.8 Papan 6 buah/sekolah Khusus untuk tunanetra
geometri
4.9 Globe timbul 1 buah/sekolah Khusus untuk tunanetra
5 Perlengkapan Lain
5.1 Buku 1 buah/sekolah
inventaris
5.2 Kotak kontak 1 buah/ruang
5.3 Jam dinding 1 buah/ruang
5.4 Tempat 1 buah/ruang
sampah
tabel 12. jenis, rasio, dan deskripsi sarana ruang orientasi dan mobilitas
No. Jenis Rasio Deskripsi
1 Perabot
1.1 Lemari 1 buah/sekolah Ukuran memadai untuk
menyimpan seluruh
peralatan OM.
Dapat dikunci.
42
2 Peralatan
Pendidikan
2.1 Peralatan OM:
2.1.1 Tongkat 10 Terbuat dari alumunium,
panjang ukuran buah/sekolah panjang 110125 cm,
dewasa pegangan terbuat dari karet,
ujung tongkat terbuat dari
plastik, dan mempunyai
cruck untuk melindungi
perut.
2.1.2 Tongkat 10 Terbuat dari alumunium,
panjang ukuran buah/sekolah panjang 80-90 cm,
anak-anak pegangan terbuat dari karet,
ujung
tongkat terbuat dari plastik,
dan mempunyai cruck untuk
melindungi perut.
2.1.3 Tongkat lipat 10 Terbuat dari aluminum,
buah/sekolah panjang 110 cm, dapat
dilipat, ujung tongkat
terbuat dari plastik.
2.1.4 Blind fold 10 Terbuat dari kain berwarna
buah/sekolah hitam dan tidak tembus
pandang.
2.1.5 Kompas bicara 5 buah/sekolah Khusus untuk tunanetra.
2.1.6 Stopwatch 5 buah/sekolah Khusus untuk tunanetra.
2.1.7 Denah ruang 1 buah/sekolah
timbul
3 Perlengkapan
Lain
3.1 Kotak kontak 1 buah/ruang
3.2 Tempat sampah 1 buah/ruang
3 Perlengkapan Lain
3.1 Jam dinding 1 buah/ruang
3.2 Kotak kontak 1 buah/ruang
3.3 Tempat sampah 1 buah/ruang
2. Peralatan Pendidikan
2.1 Perlengkapan 1 set/ruang Terdiri dari bedak, minyak
rias rambut dan sisir.
2.2 Perlengkapan 1 set/ruang Terdiri dari piring, sendok,
makan dan garpu dan gelas. Terbuat dari
minum bahan tidak mudah pecah.
2.3 Taplak meja 1 buah/ruang Warna kain menarik dan tidak
mudah kotor.
2.4 Perlengkapan 1 set/ Terdiri dari sikat gigi, pasta
menggosok peserta gigi, gelas dan handuk kecil.
gigi didik
2.5 Perlengkapan 2 set/ruang Terdiri dari berbagai
memasak. perlengkapan memasak dan
persiapan memasak yang
terbuat dari bahan yang tidak
berkarat dan tidak mudah
pecah.
No Jenis Rasio Deskripsi
2.6 Perlengkapan 1 set/ruang Terdiri dari setrika dan meja
menyeterika setrika.
2.7 Perlengkapan 1 set/ruang Terdiri dari sprei, kasur,
tempat tidur bantal guling dan sarungnya,
selimut.
2.8 Perlengkapan 1 buah/ruang Terdiri dari sapu, alat pel,
kebersihan ember, kemoceng, kain lap,
dan bahan pembersih.
2.9 Pakaian 1 set/peserta Terdiri dari pakaian sekolah,
didik pakaian ibadah, pakaian
santai dan pakaian pesta.
2.10 Perlengkapan 1 set/ruang Terdiri dari gayung dan
ember. Dilengkapi dengan
mandi dan
handuk, sabun dan shampo
buang
untuk setiap peserta didik.
air
48
tabel 17. jenis rasio dan diskripsi sarana ruang program khusus bina
pribadi dan sosial
No Jenis Rasio Deskripsi
1. Perabot
1.1 Meja kerja 1 buah/ruang Model setengah biro
1.2 Kursi kerja 2 buah/ruang Kuat, stabil, dan aman
1.3 Kursi tamu 1 set /ruang Kuat, stabil, dan aman. Untuk 5
orang.
1.4 Lemari 1 buah/ruang Ukuran memadai untuk menyimpan
peralatan Bina Pribadi dan Sosial.
6) Ruang Keterampilan.
a) Ruang keterampilan berfungsi sebagai tempat kegiatan
pembelajaran keterampilan sesuai dengan program keterampilan
yang dipilih oleh tiap sekolah.
b) Pada setiap sekolah yang menyelenggarakan jenjang pendidikan
SMPLB dan/atau SMALB minimum terdapat dua buah ruang
keterampilan. Ruang tersebut digunakan untuk kegiatan
pembelajaran pada jenis keterampilan yang dapat dipilih dari tiga
kelompok keterampilan: keterampilan rekayasa, keterampilan
jasa atau keterampilan perkantoran.
c) Ruang keterampilan memiliki luas minimum 24 m2 dan lebar
minimum 4 m.
d) Ruang keterampilan dilengkapi dengan sarana sesuai jenis
keterampilan.
3. Ruang Penunjang
a. Ruang Pimpinan:
1) ruang pimpinan berfungsi sebagai tempat melakukan kegiatan
pengelolaan SDLB, SMPLB dan/atau SMALB, pertemuan dengan
sejumlah kecil guru, orang tua murid, unsur komite sekolah, petugas
dinas pendidikan, atau tamu lainnya.
52
b. Ruang Guru:
1) ruang guru berfungsi sebagai tempat guru bekerja dan istirahat serta
menerima tamu, baik peserta didik maupun tamu lainnya.
2) rasio minimum luas ruang guru adalah 4 m2/pendidik dan luas
minimum adalah 32 m2.
3) ruang guru mudah dicapai dari halaman SDLB, SMPLB dan/atau
SMALB ataupun dari luar lingkungan SDLB, SMPLB dan/atau
SMALB, serta dekat dengan ruang pimpinan.
4) ruang guru dilengkapi sarana sebagaimana tercantum pada tabel 19.
53
2 Perlengkapan Lain
2.1 Tempat cuci 1 buah/ruang
tangan
2.2 Jam dinding 1 buah/ruang
2.3 Tempat 1 buah/ruang
sampah
tabel 20. jenis, rasio, dan deskripsi sarana ruang tata usaha
No Jenis Rasio Deskripsi
1 Perabot
1.1 Kursi kerja 1 Kuat, stabil, dan aman.
buah/petugas Ukuran memadai untuk
duduk dengan nyaman.
1.2 Meja kerja 1 Kuat, stabil, dan aman.
buah/petugas Model meja setengah biro.
d. Tempat Beribadah:
1) tempat beribadah berfungsi sebagai tempat warga SDLB, SMLPB
dan/atau SMALB melakukan ibadah yang diwajibkan oleh agama
masing-masing pada waktu sekolah.
2) banyak tempat beribadah sesuai dengan kebutuhan tiap SDLB,
SMPLB dan/atau SMALB, dengan luas minimum adalah 12 m2.
3) tempat beribadah dilengkapi sarana sebagaimana tercantum pada
tabel 21.
55
e. Ruang UKS:
1) ruang UKS berfungsi sebagai tempat untuk penanganan dini peserta
didik yang mengalami gangguan kesehatan di SDLB, SMPLB
dan/atau SMALB.
2) luas minimum ruang UKS adalah 12 m2.
3) ruang UKS dilengkapi sarana sebagaimana tercantum pada tabel 22.
tabel 22. jenis, rasio, dan deskripsi sarana ruang UKS
No Jenis Rasio Deskripsi
1 Perabot
1.1 Tempat tidur 1 set/ruang Kuat, stabil, dan aman.
1.2 Lemari 1 buah/ruang Kuat, stabil, dan aman.
Dapat dikunci.
1.3 Meja 1 buah/ruang Kuat, stabil, dan aman.
1.4 Kursi 2 buah/ruang Kuat, stabil, dan aman.
2 Perlengkapan Lain
2.1 Catatan kesehatan 1 set/ruang
peserta didik
2.2 Perlengkapan P3K 1 set/ruang Tidak kadaluarsa.
2.3 Tandu 1 buah/ruang
2.4 Selimut 1 buah/ruang
2.5 Tensimeter 1 buah/ruang
2.6 Termometer badan 1 buah/ruang
f. Ruang Konseling/Asesmen:
1) ruang konseling/asesmen berfungsi sebagai tempat peserta didik
mendapatkan layanan konseling dari konselor berkaitan dengan
pengembangan pribadi, sosial, belajar, dan karir, serta berfungsi
sebagai tempat kegiatan dalam menggali data kemampuan awal
peserta didik sebagai dasar layanan pendidikan selanjutnya.
2) luas minimum ruang konseling/asesmen adalah 9 m2.
3) ruang konseling/asesmen dapat memberikan kenyamanan suasana
dan menjamin privasi peserta didik.
4) ruang konseling/asesmen dilengkapi sarana sebagaimana tercantum
pada tabel 23.
tabel 23. jenis, rasio, dan deskripsi sarana ruang konseling/asesmen
No Jenis Rasio Deskripsi
1 Perabot
1.1 Meja kerja 1 buah/ruang Kuat, stabil, dan aman.
Ukuran memadai untuk
bekerja dengan nyaman.
1.2 Kursi kerja 1 buah/ruang Kuat, stabil, dan aman.
Ukuran memadai untuk
duduk dengan nyaman.
1.3 Kursi tamu 2 buah/ruang Kuat, stabil, dan aman.
Ukuran memadai untuk
duduk dengan nyaman.
1.4 Lemari 1 buah/ruang Kuat, stabil, dan
aman. Dapat dikunci.
1.5 Papan kegiatan 1 buah/ruang Kuat, stabil, dan aman.
2 Peralatan Pendidikan
2.1 Instrumen 1 set/ruang
konseling
2.2 Buku sumber 1 set/ruang
2.3 Media 1 set/ruang Menunjang pengembangan
pengembangan kognisi, emosi, dan motivasi
kepribadian peserta didik.
2.4 Perlengkapan 1 set/ruang Disesuaikan dengan jenis
asesmen ketunaan peserta didik.
3 Perlengkapan lain
3.1 Jam dinding 1 buah/ruang
3.2 Tempat sampah 1 buah/ruang
57
g. Jamban:
1) jamban berfungsi sebagai tempat buang air besar dan/atau kecil.
2) minimum terdapat 2 unit jamban. Pada SDLB, SMPLB, dan/atau
SMALB untuk tunagrahita dan/atau tunadaksa, minimum salah
satu unit jamban merupakan unit yang dapat digunakan oleh anak
berkebutuhan khusus, termasuk pengguna kursi roda.
3) jamban dilengkapi dengan peralatan yang mempermudah peserta
didik berkebutuhan khusus untuk menggunakan jamban.
4) luas minimum 1 unit jamban adalah 2 m2.
5) jamban harus berdinding, beratap, dapat dikunci, dan mudah
dibersihkan.
6) tersedia air bersih di setiap unit jamban.
7) jamban dilengkapi sarana sebagaimana tercantum pada tabel 25.
tabel 25. jenis, rasio, dan deskripsi sarana jamban
No Jenis Rasio Deskripsi
1 Perlengkapan Lain
1.1 Kloset 1 buah/unit Khusus untuk SDLB, SMPLB
jamban dan SMALB tunagrahita
dan/atau tunadaksa minimum
terdapat 1 buah kloset duduk
yang dapat digunakan oleh
pengguna kursi roda.
1.2 Tempat air 1 buah/ unit Volume minimum 200 liter.
jamban Berisi air bersih.
1.3 Gayung 1 buah/ unit
jamban
1.4 Gantungan 1 buah/ruang
pakaian
1.5 Tempat 1 buah/ruang
sampah
h. Gudang:
1) gudang berfungsi sebagai tempat menyimpan peralatan
pembelajaran di luar kelas, tempat menyimpan sementara peralatan
SDLB, SMPLB dan/atau SMALB yang tidak/belum berfungsi, dan
tempat menyimpan arsip SDLB, SMPLB dan/atau SMALB yang telah
berusia lebih dari 5 tahun.
2) luas minimum gudang adalah 18 m2.
3) gudang dapat dikunci.
4) gudang dilengkapi sarana sebagaimana tercantum pada tabel 26.
tabel 26. jenis, rasio, dan deskripsi sarana gudang
No Jenis Rasio Deskripsi
1 Perabot
1.1 Lemari 1 Kuat, stabil, dan aman.
buah/ruang
58
i. Ruang Sirkulasi:
1) ruang sirkulasi horizontal berfungsi sebagai tempat penghubung
antar ruang dalam bangunan SDLB, SMPLB dan/atau SMALB dan
sebagai tempat berlangsungnya kegiatan bermain dan interaksi
sosial peserta didik di luar jam pelajaran, terutama pada saat hujan
ketika tidak memungkinkan kegiatan-kegiatan tersebut berlangsung
di halaman SDLB, SMPLB dan/atau SMALB.
2) ruang sirkulasi horizontal berupa koridor yang menghubungkan
ruangruang di dalam bangunan SDLB, SMPLB dan/atau SMALB
dengan luas minimum adalah 30% dari luas total seluruh ruang pada
bangunan, lebar minimum adalah 1,8 m, dan tinggi minimum adalah
2,5 m.
3) ruang sirkulasi horizontal dapat menghubungkan ruang-ruang
dengan baik, beratap, serta mendapat pencahayaan dan penghawaan
yang cukup.
4) koridor tanpa dinding pada lantai atas bangunan bertingkat
dilengkapi pagar pengaman dengan tinggi 90 -110 cm.
5) bangunan bertingkat dilengkapi tangga dan ramp.
6) bangunan bertingkat dengan panjang lebih dari 30 m dilengkapi
minimum dua buah tangga.
7) jarak tempuh terjauh untuk mencapai tangga pada bangunan
bertingkat tidak lebih dari 25 m.
8) lebar minimum tangga adalah 1,5 m, tinggi maksimum anak tangga
adalah 17 cm, lebar anak tangga adalah 25-30 cm, dan dilengkapi
pegangan tangan yang kokoh dengan tinggi 85-90 cm.
9) tangga yang memiliki lebih dari 16 anak tangga harus dilengkapi
bordes dengan lebar minimum sama dengan lebar tangga.
10) kelandaian ramp tidak lebih terjal dari 1:12.
11) ruang sirkulasi vertikal dilengkapi pencahayaan dan penghawaan
yang cukup.
j. Tempat Bermain/Berolahraga:
1) tempat bermain/berolahraga berfungsi sebagai area bermain,
berolahraga, pendidikan jasmani, upacara, dan kegiatan
ekstrakurikuler, serta sebagai tempat latihan orientasi dan mobilitas
bagi peserta didik tunanetra dan latihan mobilitas bagi peserta didik
tunadaksa.
2) minimum terdapat tempat bermain/berolahraga berukuran 20 m x
10 m yang memiliki permukaan datar, drainase baik, dan tidak
terdapat pohon, saluran air, serta benda-benda lain yang
mengganggu kegiatan berolahraga.
59
g. Orthoprostetic:
membuat alat bantu bagi anak yang membutuhkan.
h. Terapi Musik:
terapi musik bagi anak dan ibu hamil (dilakukan oleh Psikolog).
5. Kurikulum dan bahan ajar atau terapis menyesuaikan dengan aturan
organisasi profesi.
6. Melakukan koordinasi dengan Resource Center.
7. Ijin rekomendasi kelembagaan pada Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat
melalui bagian pendidikan di Sekretariat Daerah Provinsi.
G. EVALUASI
Evaluasi dilaksanakan oleh Dinas pendidikan Provinsi Jawa Barat. Hasil
evaluasi menjadi masukan untuk perbaikan penyelenggara pendidikan khusus,
para pihak yang terlibat perbaikan pengembangan pendidikan khusus.
H. PELAPORAN
Tim Pelaksana evaluasi SPM penyelenggara pendidikan khusus memberikan
laporan pemantauan dan evaluasi kepada Gubernur melalui Dinas Pendidikan
provinsi jawa Barat yang dikoordinasikan pada bagian pendidikan di Sekretariat
Daerah Pemerintahan Provinsi Jawa Barat.
Laporan hasil pemantauan dan evaluasi kepada Gubernur melalui bagian
pendidikan di Sekretariat Daerah Pemerintahan Provinsi Jawa Barat untuk
dimasukkan sebagai salah satu indikator pelaksanaan SPM secara keseluruhan
yang diamanatkan oleh peraturan dan perundangan yang berlaku.