Anda di halaman 1dari 61

GUBERNUR JAWA BARAT

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT

NOMOR : 92 TAHUN 2019

TENTANG

PEMENUHAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL PENYELENGGARAAN


PENDIDIKAN KHUSUS DI DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAW A BARAT,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 48 Peraturan


Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 32 Tahun 2018
tentang Standar Teknis Pelayanan Minimal pendidikan, perlu
menetapkan Peraturan Gubernur tentang Pemenuhan
Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Khusus di Daerah
Provinsi Jawa Barat;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang
Pembentukan Propinsi Djawa Barat (Berita Negara
Republik Indonesia tanggal 4 Djuli 1950) jo. Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 1950 tentang Pemerintahan
Jakarta Raya (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1950 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 15) sebagaimana telah diubah
beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 29
Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta Sebagai Ibukota Negara
Kesatuan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 93, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4744) dan Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan
Propinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4010);
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5234);
2

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang


Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana
telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua
atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
5. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang
Penyandang Disabilitas (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 69, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5871);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4496) sebagaimana
telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 tentang Perubahan
Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 45, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5670);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang
Pendanaan Pendidikan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 91);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang
Guru (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 194, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4941) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2017 tentang
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 74
Tahun 2008 tentang Guru (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2017 Nomor 107, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6058);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang
Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 23,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5105) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan
atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang
Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 112,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5157);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang
Standar Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2018 Nomor 2, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6178);
3

11. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 32


Tahun 2018 tentang Standar Teknis Pelayanan Minimal
Pendidikan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2018 Nomor 1687);
12. Peraturan Daerah 5 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan
Pendidikan (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat
Tahun 2017 Nomor 6, Tambahan Lembaran Daerah
Provinsi Jawa Barat Nomor 207);
13. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 9 Tahun
2017 tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan
Daerah Provinsi Jawa Barat (Lembaran Daerah Provinsi
Jawa Barat Tahun 2017 Nomor 9, Tambahan Lembaran
Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 211);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PEMENUHAN STANDAR
PELAYANAN MINIMAL PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
KHUSUS DI DAERAH PROVINSI JAWA BARAT.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Depinisi
Pasal 1
Dalam Peraturan Gubernur ini, yang dimaksud dengan:
1. Daerah Provinsi adalah Daerah Provinsi Jawa Barat.
2. Pemerintah Daerah Provinsi adalah Gubernur sebagai
unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang
memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah otonom.
3. Gubernur adalah Gubernur Jawa Barat.
4. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Provinsi Jawa
Barat.
5. Dinas adalah Dinas yang melaksanakan urusan
pemerintahan bidang pendidikan Pemerintah Daerah
Provinsi Jawa Barat.
6. Cabang Dinas adalah Cabang Dinas yang melaksanakan
urusan pemerintahan bidang Pendidikan Wilayah I sampai
dengan Wilayah XIII di Lingkungan Dinas.
7. Penyelenggaraan Pendidikan adalah kegiatan pelaksanaan
komponen sistem pendidikan pada satuan atau program
pendidikan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan agar
proses pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan
tujuan pendidikan nasional.
4

8. Pendidikan Khusus adalah pendidikan yang dirancang


khusus berkaitan dengan lingkungan fisik, materi,
metode, media dan penggunaan teknologi asistif untuk
memfasilitasi individualisasi pembelajaran peserta didik
berkebutuhan khusus, yang mengalami hambatan pada
area mental-intelektual, area komunikasi, area sosial-
emosi dan area kebutuhan sensorik-motorik agar
potensinya dapat berkembang optimal.
9. Pendidikan Inklusif adalah pendidikan yang didasarkan
pada penghargaan terhadap keberagaman dan keadilan
serta keyakinan bahwa semua peserta didik mampu
belajar apapun kondisinya, diwujudkan dalam jaminan
kesamaan dan kesetaraan akses terhadap layanan
pembelajaran bermutu melalui individualisasi
pembelajaran dan nilai nilai kooperatif serta kompetitif
learning secara proposional.
10. Pendidikan Formal adalah jalur pendidikan yang
terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan
dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
11. Pendidikan Non Formal adalah jalur pendidikan diluar
pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara
terstruktur dan berjenjang.
12. Satuan Pendidikan Khusus adalah satuan pendidikan
pada jalur pendidikan formal yang bersifat
unit/terintegrasi antara jenjang pendidikan pada SLB
dengan satu jenis kelainan dan/atau antar jenis kelainan
yakni SLB/Sekolah khusus dengan banyak
kelainan/campuran, serta yang tidak bersifat unit/tidak
terintegrasi antar jenjang pendidikan pada TKLB, SDLB,
SMPLB, SMALB, dan SMKLB yang diselenggarakan oleh
Pemerintah Daerah atau Masyarakat.
13. Satuan Pendidikan Penyelenggara Pendidikan Inklusif
yang selanjutnya disingkat SPPPI adalah satuan
pendidikan yang menyelenggarakan mengembangkan
desain pendidikan yang menghargai keberagaman dan
memfasilitasi optimalisasi potensi individual dengan
program individualisasi pembelajaran bagi semua peserta
didik khusus secara inklusif pada satuan pendidikan.
14. Lembaga Intervensi Mandiri adalah Pendidikan non
Formal menyediakan program melayani intervensi untuk
optimalisasi potensi individu pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus secara holistik oleh profesi lain
selain profesi guru pendidikan khusus yang
diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau masyarakat.
15. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
5

16. Guru Pendidikan Khusus adalah tenaga pendidik


profesional dalam mendesain dan melaksanakan
individualisasi pembelajaran berbasis asesmen dan
kompensatoris dengan memenuhi kualifikasi akademik,
kompetensi, dan sertifikasi pendidik bagi peserta didik
berkebutuhan khusus yang memiliki kelainan fisik,
emosional, mental, intelektual, sosial dan/atau potensi
kecerdasan dan bakat istimewa pada satuan pendidikan
khusus dan/atau satuan pendidikan inklusif umum,
dan/atau satuan pendidikan kejuruan.
17. Guru Pembimbing Khusus merupakan salah satu bentuk
tugas profesional Guru Pendidikan Khusus dalam
mendukung implementasi pendidikan inklusif melalui
kerja tim bersama atau Guru Kelas, Guru Mata Pelajaran,
Guru Bimbingan dan Konseling, dan Guru Pembimbing
TIK yang mendapat tugas tambahan sebagai pembimbing
khusus pada satuan pendidikan penyelenggara
pendidikan inklusif.
18. Tenaga Profesi lain adalah sebutan bagi tenaga
kependidikan yang diisi oleh Profesi lain di luar guru
Pendidikan Khusus, yang memberikan layanan
pendukung berbentuk terapis, medis, psikologis dan
konselor.
19. Peserta Didik Berkebutuhan Khusus adalah peserta didik
yang memerlukan desain pembelajaran khusus melalui
individualisasi pembelajaran berbasis asesmen dan
kompensatoris berkaitan dengan lingkungan belajar,
materi, metoda dan penggunaan media dan/atau teknologi
asistif karena mengalami kelainan pada area mental-
intelektual, komunikasi, sosial-emosi dan sensorik-
neuromotorik.
20. Peserta Didik Berkebutuhan Khusus yang mengalami
kelainan pada area mental-intelektual adalah peserta
didik penyandang disabilitas tunagrahita, berkesulitan
belajar dan yang memiliki potensi kecerdasan dan/bakat
istimewa.
21. Peserta Didik Berkebutuhan Khusus yang mengalami
kelainan/hambatan pada area komunikasi adalah peserta
didik tunarungu dan autistik.
22. Peserta Didik Berkebutuhan Khusus yang mengalami
kelainan/hambatan pada area sosial emosi adalah peserta
didik tunalaras dan ADHD.
23. Peserta Didik Berkebutuhan Khusus yang mengalami
kelainan/hambatan pada area sensoris-neuromotorik
tunanetra dan tunadaksa.
24. Kepala Sekolah adalah Kepala Sekolah Satuan Pendidikan
Khusus pada SLB, TKLB, SDLB, SMPLB, SMALB, SMKLB
atau SLB dan Kepala Sekolah pada Satuan Pendidikan
inklusif pada SMA dan SMK yang menyelenggarakan
pendidikan inklusif.
6

25. Pengawas Sekolah adalah Pengawas satuan pendidikan


khusus pada SLB, TKLB, SDLB, SMPLB, SMALB, SMKLB
dan Pengawas satuan pendidikan inklusif Sekolah pada
SMA, dan SMK yang menyelenggarakan pendidikan
inklusif.
26. Penyelenggara Pendidikan adalah Pemerintah Daerah
untuk SLB, SMA, dan SMK Negeri atau Masyarakat untuk
SLB, SMA, dan SMK mandiri/swasta yang
menyelenggarakan pendidikan khusus pada satuan
pendidikan khusus pada SLB dan yang menyelenggarakan
pendidikan khusus secara inklusif.
27. Standar Pelayanan Minimal yang selanjutnya disingkat
SPM adalah ketentuan mengenai Jenis dan Mutu
Pelayanan Dasar yang merupakan Urusan Pemerintahan
Wajib yang berhak diperoleh setiap Warga Negara secara
minimal.
28. Standar Pelayanan Pendidikan Khusus adalah ketentuan
mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar pendidikan
khusus yang merupakan urusan pemerintahan wajib yang
berhak diperoleh setiap Peserta Didik Berkebutuhan
Khusus secara minimal.
29. Pelayanan Dasar adalah pelayanan publik untuk
memenuhi kebutuhan dasar Warga Negara.
30. Jenis Pelayanan Dasar adalah jenis pelayanan dalam
rangka penyediaan barang dan/atau jasa kebutuhan
dasar yang berhak diperoleh oleh setiap Warga Negara
secara minimal.
31. Mutu Pelayanan Dasar Pendidikan Khusus adalah ukuran
kuantitas dan kualitas barang dan/atau jasa kebutuhan
dasar serta pemenuhannya secara minimal dalam
Pelayanan Dasar pendidikan khusus sesuai standar teknis
agar hidup secara layak.
32. Urusan Pemerintahan Wajib adalah urusan pemerintahan
yang wajib diselenggarakan oleh semua Daerah.

Bagian Kedua
Maksud dan Tujuan
Pasal 2
(1) Maksud pemenuhan SPM penyelenggaraan Pendidikan
Khusus adalah sebagai panduan dalam rangka
peningkatan mutu pelayanan pendidikan pada:
a. pendidikan Formal melalui Satuan Pendidikan Khusus
yang terintegrasi antar jenjang dan/atau kelainan di
SLB, SMALB/SMKLB serta satuan Pendidikan Khusus
yang diselenggarakan secara inklusif di SMA/SMK;
dan
b. pendidikan non Formal melalui lembaga intervensi
mandiri.
(2) Tujuan pemenuhan SPM penyelenggaraan Pendidikan
Khusus yaitu:
7

a. memberikan panduan kepada Dinas, masyarakat yang


menyelenggarakan Pendidikan Formal pada Satuan
Pendidikan Penyelenggara Pendidikan Inklusif pada
SMA/SMK dan Lembaga Intervensi Mandiri, dan
Satuan Pendidikan Khusus terintergrasi antar jenjang
dan/atau kelainan pada SLB, SMA/SMKLB; dan
b. meningkatkan tanggung jawab dan peran serta
masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan
bermutu.
Bagian Ketiga
Prinsip
Pasal 3
(1) Penyelenggaraan Pendidikan Khusus diterapkan
berdasarkan prinsip:
a. kesesuaian kewenangan;
b. ketersediaan;
c. keterjangkauan;
d. kesinambungan;
e. keterukuran; dan
f. ketetapan sasaran.
(2) Kesesuaian kewenangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a diterapkan sesuai kewenangan Daerah
Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota berdasarkan
pembagian urusan pemerintahan wajib yang berkaitan
dengan Pelayanan Dasar Pendidikan khusus.
(3) Ketersediaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b ditetapkan dan diterapkan dalam rangka menjamin
tersedianya barang dan/atau jasa kebutuhan pelayanan
dasar pendidikan khusus yang berhak diperoleh oleh
setiap warga negara berkebutuhan khusus secara
minimal.
(4) Keterjangkauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c ditetapkan dan diterapkan dalam rangka
menjamin barang dan/atau jasa kebutuhan pelayanan
dasar pendidikan khusus yang mudah diperoleh oleh
setiap warga negara berkebutuhan khusus.
(5) Kesinambungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d ditetapkan dan diterapkan untuk memberikan
jaminan tersedianya barang dan/atau jasa kebutuhan
pelayanan dasar pendidikan khusus bagi warga negara
berkebutuhan khusus secara berkesinambungan terus-
menerus.
(6) Keterukuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e
ditetapkan dan diterapkan dengan barang dan/atau jasa
yang terukur untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
dasar pendidikan khusus warga negara berkebutuhan
khusus.
8

(7) Ketepatan sasaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf f ditetapkan dan diterapkan untuk pemenuhan
barang dan/atau jasa kebutuhan pelayanan dasar
pendidikan khusus yang berhak diperoleh setiap warga
negara secara minimal dan pemenuhan oleh Pemerintah
Daerah Provinsi ditujukan kepada warga negara dengan
memprioritaskan bagi keluarga miskin atau tidak mampu.

Bagian Keempat
Ruang Lingkup
Pasal 4
Pemenuhan SPM penyelenggaraan Pendidikan Khusus
meliputi:
a. jenis dan penerima pelayanan dasar Pendidikan Khusus;
b. mutu pelayanan dasar Pendidikan Khusus;
c. penjaminan mutu dalam pemenuhan penyelenggaraan
SPM Pendidikan Khusus; dan
d. evaluasi, monitoring, dan pelaporan penerapan serta
pencapaian SPM penyelenggaraan Pendidikan Khusus.

BAB II
JENIS DAN PENERIMA PELAYANAN DASAR
PENDIDIKAN KHUSUS
Bagian Kesatu
Jenis Pelayanan Dasar Pendidikan Khusus
Pasal 5
(1) Jenis Pelayanan Dasar pada SPM Penyelenggaraan
Pendidikan Khusus melalui Satuan Pendidikan Khusus
terdiri atas:
a. Satuan Pendidikan Khusus yang terintegrasi antar
jenjang dan/atau jenis kelainan pada SLB yang
bersifat unit dengan satu jenis kelainan dan SLB
dengan beragam jenis kelainan/SLB campuran; dan
b. Satuan Pendidikan Khusus yang tidak terintegrasi
dengan beragam jenis kelainan pada TKLB, SDLB,
SMPLB, SMALB, SMKLB.
(2) Jenis Pelayanan Dasar pada SPM Penyelenggaraan
Pendidikan Khusus secara inklusif terdiri atas:
a. Sekolah Menengah Atas penyelenggara pendidikan
inklusif;
b. Sekolah Menengah Kejuruan penyelengara pendidikan
inklusif; dan
c. Lembaga Intervensi Mandiri inklusif dan sejenisnya.
9

Bagian Kedua
Penerima Pelayanan Dasar Pendidikan Khusus
Paragraf 1
Umum
Pasal 6
(1) Penerima Pelayanan Dasar SPM Pendidikan khusus pada
satuan pendidikan khusus yang terintegrasi antar jenjang
dan/atau kelainan di SLB, TKLB, SDLB, SMPLB, dan
SMALB/SMKLB merupakan Peserta Didik Berkebutuhan
Khusus (PDBK) atau Penyandang disabilitas yang berusia
4 (empat) tahun sampai dengan 18 (delapan belas) tahun.
(2) Penerima Pelayanan Dasar SPM Pendidikan Khusus yang
diselenggarakan secara inklusif pada satuan pendidikan
menengah di SMA/SMK merupakan Peserta Didik
Berkebutuhan Khusus atau Penyandang Disabilitas dan
Peserta Didik yang Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau
Bakat Istimewa yang berusia 16 (enam belas) tahun
sampai dengan 18 (delapan belas) tahun.
(3) Penerima Pelayanan Dasar SPM pendidikan khusus pada
Lembaga Non Formal/Lembaga Intervensi Mandiri inklusif
merupakan penyandang disabilitas dan hambatan
perkembangan sosial emosi dan intelegensi yang berusia
18 (delapan belas) tahun sampai dengan 20 (dua puluh)
tahun, dan sebagai peserta program intervensi mandiri
yang berkebutuhan khusus atau berbentuk terapis pada
profesi lain.

Paragraf 2
Peserta Didik pada Pendidikan Khusus
Pasal 7
(1) Pendidikan Khusus diselenggarakan bagi Peserta Didik
yang mempunyai:
a. satu jenis hambatan fisik;
b. beragam jenis hambatan/Campuran antara fisik dan
intelektual;
c. cerdas dan berbakat istimewa sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Peserta Didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
c merupakan peserta didik yang memiliki:
a. kecerdasan istimewa dalam bidang intelektual umum
dan akademik khusus;
b. bakat istimewa dalam bidang seni, olahraga dan atau
bakat lainnya.
Pasal 8
(1) Pendidikan Khusus bagi peserta didik yang memiliki
potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa
diselenggarakan secara inklusif pada Satuan Pendidikan
Formal di tingkat TK, SD, SMP, dan SMA/SMK atau secara
inklusif oleh satuan pendidikan pada jalur pendidikan
nonformal.
10

(2) Penyelenggaraan secara inklusif sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) dilakukan dengan sistem Satuan Kredit
Semester (SKS).

Paragraf 3
Prosedur Penerimaan Peserta Didik Pendidikan Khusus
Pasal 9
Penerimaan peserta didik pendidikan khusus terdiri dari:
a. penerimaan peserta didik berkebutuhan khusus dengan
satu jenis hambatan fisik dan/atau beragam jenis
hambatan/Campuran antara fisik dan intelektual; dan
b. penerimaan peserta didik cerdas dan bakat istimewa.

Pasal 10
Penerimaan peserta didik pendidikan khusus sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 huruf a melalui prosedur sebagai
berikut:
a. pembentukan panitia penerimaan;
b. melakukan identifikasi;
c. penerimaan; dan/atau
d. penempatan.

Pasal 11
Penerimaan peserta didik pendidikan khusus sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 huruf b melalui prosedur sebagai
berikut:
a. pembentukan tim seleksi;
b. sosialisasi penerimaan;
c. pendaftaran;
d. seleksi administrasi;
e. pengumuman lolos administrasi;
f. tes kelayakan;
g. pengumuman hasil seleksi;
h. registrasi dan penempatan;

Paragraf 4
Kurikulum Pendidikan Khusus
Pasal 12
Program pembelajaran pada Pendidikan Khusus mengacu
pada kurikulum yang ditetapkan secara nasional dan khusus.

Pasal 13
(1) Susunan program pengajaran pada TKLB terdiri atas:
a. pembentukan perilaku melalui pembiasaan yang
terwujud dalam kegiatan sehari-hari, meliputi moral
Pancasila, agama, disiplin, perasaan/emosi, dan
kemampuan bermasyarakat;
11

b. pengembangan kemampuan berbahasa dan daya pikir;


dan
c. program Kebutuhan Khusus sesuai dengan jenis
kekhususan atau disabilitasnya.
(2) Susunan program pengajaran pada SDLB, SMPLB dan
SMALB terdiri atas:
a. Kelompok Wajib A, meliputi:
1. pendidikan Agama dan Budi Pekerti pada SDLB,
SMPLB, dan SMALB;
2. pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan pada
SDLB, SMPLB, dan SMALB;
3. bahasa Indonesia pada SDLB, SMPLB, dan SMALB;
4. matematika pada SDLB, SMPLB, dan SMALB;
5. Ilmu Pengetahuan Alam pada SDLB, SMPLB, dan
SMALB;
6. Ilmu Pengetahuan Sosial pada SDLB, SMPLB, dan
SMALB; dan
7. bahasa Inggris pada SMPLB dan SMALB.
b. Kelompok Wajib B, meliputi:
1. pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan pada
SDLB, SMPLB, dan SMALB;
2. seni budaya dan prakarya pada SDLB;
3. keterampilan pilihan pada SDLB, SMPLB, dan
SMALB; dan
4. muatan lokal Bahasa Sunda/Cirebon/Betawi pada
SDLB, SMPLB, dan SMALB.
c. Kelompok C, meliputi:
1. pengembangan Orientasi, Mobilitas, Sosial dan
Komunikasi bagi peserta didik tunanetra;
2. pengembangan Komunikasi, Persepsi Bunyi, dan
Irama bagi peserta didik tunarungu;
3. pengembangan Diri bagi peserta didik tunagrahita;
4. pengembangan Diri dan Gerak bagi peserta didik
tunadaksa; dan
5. pengembangan Komunikasi, Interaksi Sosial, dan
Perilaku bagi peserta didik autis.

Pasal 14
(1) Kurikulum pendidikan khusus dan penyelenggaraan
pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki
potensi kecerdasan Istimewa dilakukan melalui program
percepatan dan pengayaan.
(2) Program percepatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dilakukan dengan menerapkan sistem kredit
semester sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
12

(3) Program percepatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dilakukan dengan persyaratan:
a. peserta didik memiliki potensi kecerdasan dan/atau
bakat istimewa yang diukur dengan tes psikologi;
b. peserta didik memiliki prestasi akademik tinggi
dan/atau bakat istimewa di bidang seni dan/atau
olahraga; dan
c. satuan pendidikan penyelenggara telah atau hampir
memenuhi Standar Nasional Pendidikan.
(4) Penilaian terhadap peserta didik sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf a dilakukan oleh kelompok profesional
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Penilaian terhadap peserta didik sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf b dilakukan oleh satuan pendidikan di
tempat asal peserta didik atau oleh perorangan dan/atau
lembaga yang memiliki kewenangan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(6) Satuan pendidikan penyelenggara sebagaimana yang
dimaksud pada ayat (3) huruf c harus memiliki akreditasi
A dari Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah bagi
satuan pendidikan yang telah menyelenggarakan proses
pembelajaran.
(7) Program pengayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan program pendidikan yang menguatkan dan
mengembangkan bakat peserta didik.

Pasal 15
(1) Lama pendidikan untuk masing-masing sekolah
ditetapkan dengan ketentuan:
a. TKLB/TK SPPPI berlangsung antara 1 (satu) sampai
dengan 2 (dua) tahun;
b. SDLB/SD SPPPI berlangsung selama 6 (enam) tahun;
c. SMPLB/SMP SPPPI berlangsung selama 3 (tiga) tahun;
d. SMALB/SMA/SMK SPPPI berlangsung selama 3 (tiga)
tahun.
(2) Waktu belajar dan jumlah hari belajar efektif dalam satu
tahun ajaran paling kurang 240 (dua ratus empat puluh)
hari belajar efektif, termasuk waktu bagi penyelenggaraan
kegiatan, kemajuan, dan hasil belajar peserta didik.
(3) Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) menggunakan sistem semester, yang membagi
waktu belajar satu tahun menjadi dua semester.
(4) Alokasi waktu ditetapkan dengan ketentuan:
a. TKLB setiap jam kegiatan selama 30 (tiga puluh) menit,
dengan waktu kegiatan bermain dan belajar paling
kurang 3 (tiga) jam kegiatan perhari atau 18 (delapan
belas) jam kegiatan setiap minggu;
b. SDLB setiap jam pelajaran selama 30 (tiga puluh) menit
dengan beban belajar paling kurang:
13

1. Kelas I dan II selama 32 (tiga puluh dua) jam


pelajaran untuk setiap minggu;
2. Kelas III selama 34 (tiga puluh empat) jam pelajaran
untuk setiap minggu; dan
3. Kelas IV sampai VI selama 38 (tiga puluh delapan) jam
pelajaran setiap minggu.
c. SMPLB setiap pelajaran selama 35 (tiga puluh lima)
menit dengan beban belajar untuk kelas VII, VIII, dan IX
paling kurang 40 (empat puluh) jam pelajaran setiap
minggu;
d. SMALB setiap jam pelajaran selama 40 (empat puluh)
menit dengan beban belajar paling kurang:
1. Kelas X selama 44 (empat puluh empat) jam pelajaran
setiap minggu;
2. Kelas XI dan XII selama 46 (empat puluh enam) jam
pelajaran setiap minggu.
e. Alokasi waktu setiap jam kegiatan dan lamanya
kegiatan belajar pada SPPPI dilaksanakan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 16
(1) Kegiatan belajar mengajar sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 15 ayat (2) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. menggunakan sistem klasikal dengan
mempertimbangkan bakat, minat, kemampuan, dan
kelainan peserta didik menerima mata pelajaran dari
guru dalam mata pelajaran yang sama dalam waktu dan
tempat yang sama;
b. dapat membentuk kelompok atau bentuk pengajaran
lain sesuai tujuan dan keperluan pengajaran;
c. menggunakan sistem guru kelas pada TKLB dan SDLB,
serta guru mata pelajaran pada SMPLB dan SMLB; dan
d. diarahkan untuk mengembangkan kemampuan fisik
secara optimal, intelektual, emosional, okupasi, dan
sosial peserta didik.
(3) Penyelenggara pendidikan menyediakan program
bimbingan klinis dalam kegiatan belajar mengajar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk memberikan
terapi pada peserta didik, meningkatkan prestasi peserta
didik, menyiapkan siswa untuk melanjutkan ke lembaga
pendidikan lanjutan, dan menyiapkan peserta didik untuk
hidup mandiri dalam masyarakat.
(4) Kegiatan belajar mengajar sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat memanfaatkan berbagai sarana penunjang
seperti perpustakaan, alat peraga, lingkungan alam dan
budaya, dengan pelibatan peran serta masyarakat dan
narasumber.
14

Pasal 17
(1) Bahasa pengantar pada pendidikan khusus menggunakan
bahasa Indonesia.
(2) Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa
pengantar dalam tahap awal pendidikan dan sejauh
diperlukan, terutama pada tahun-tahun awal di TKLB dan
SDLB Kelas I sampai Kelas III.
(3) Bagi peserta didik dengan hambatan tunarungu wicara
menggunakan bahasa komunikasi total yang meliputi
bahasa oral dan isyarat.

Pasal 18
(1) Untuk mengetahui tingkat kemajuan dan keberhasilan
belajar peserta didik, Penyelenggara Pendidikan
melakukan penilaian hasil belajar secara berkelanjutan
melalui ulangan/ujian dan tugas-tugas mingguan,
bulanan, maupun penilaian akhir tahun pelajaran serta
penilaian pada akhir satuan pendidikan.
(2) Penilaian dengan menggunakan standar nasional dapat
dilakukan dalam rangka mengetahui gambaran mutu
hasil belajar peserta didik.

BAB III
MUTU PELAYANAN DASAR PENDIDIKAN KHUSUS
Bagian Kesatu
Cakupan Mutu Pelayanan Dasar Pendidikan Khusus
Pasal 19
Mutu Pelayanan Dasar pendidikan khusus untuk setiap Jenis
Pelayanan Dasar SPM Pendidikan Khusus terdiri atas:
a. standar jumlah dan kualitas barang dan/atau jasa;
b. standar jenis, persyaratan pendidik dan tenaga
kependidikan; dan
c. tata cara pemenuhan standar.

Bagian Kedua
Standar Jumlah dan Kualitas Barang dan/atau Jasa
Paragraf 1
Umum
Pasal 20
(1) Standar jumlah dan kualitas barang dan/atau jasa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a meliputi:
a. standar satuan pendidikan; dan
b. standar biaya pribadi Peserta Didik Berkebutuhan
Khusus (PDBK).
(2) Standar satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, meliputi:
15

a. integrasi antar jenjang pendidikan dan/atau jenis


hambatan di SLB, SMALB, dan SMKLB terdiri atas:
1. standar kompetensi lulusan;
2. standar isi;
3. standar proses;
4. standar sarana dan prasarana;
5. standar pengelolaan;
6. standar pembiayaan; dan
7. standar penilaian.
b. integrasi dengan beragam jenis hambatan/campuran
terdiri atas:
1. standar kompetensi lulusan SLB antara jenjang
pendidikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus
tunagrahita, tunarungu, autistik, tunanetra dan
tunadaksa;
2. standar isi;
3. standar proses;
4. standar sarana dan prasarana;
5. standar pengelolaan;
6. standar pembiayaan; dan
7. standar penilaian.
c. tidak terintegrasi SMALB/SMKLB terdiri atas:
1. standar kompetensi lulusan SMALB/SMKLB;
2. standar isi;
3. standar proses;
4. standar sarana dan prasarana;
5. standar pengelolaan;
6. standar pembiayaan; dan
7. standar penilaian.
d. Pendidikan Khusus Inklusif terdiri atas:
1. standar kompetensi lulusan SMA/SMK Inklusif;
2. standar isi;
3. standar proses;
4. standar sarana dan prasarana;
5. standar pengelolaan;
6. standar pembiayaan; dan
7. standar penilaian.
e. Standar Lembaga Intervensi Mandiri terdiri atas:
1. standar sesuai dengan tata kelola organisasi profesi;
2. standar keprofesian bidang pendidikan khusus dan
profesi lainnya.
16

(3) Standar biaya pribadi Peserta Didik Berkebutuhan


Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
sesuai dengan jenjang satuan pendidikan khusus yang
terdiri atas:
a. perlengkapan dasar Peserta Didik; dan
b. pembiayaan pendidikan.

Paragraf 2
Perlengkapan Dasar Peserta Didik
Pasal 21
(1) Perlengkapan dasar Peserta Didik Berkebutuhan Khusus
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf a
pada pendidikan khusus meliputi:
a. materi ajar sesuai dengan profil modalitas dan
kebutuhan pendidikan khusus ragam disabilitas atau
jenis peserta didik berkebutuhan khusus; dan
b. perlengkapan dan lingkungan belajar.
(2) Jumlah dan kualitas perlengkapan dasar pendidikan
khusus bagi Peserta Didik Berkebutuhan Khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut:
a. 1 (satu) paket materi ajar sesuai dengan area
kebutuhan khusus dan sesuai dengan kurikulum per
Peserta Didik per tahun, yaitu:
1) aspek mental-intelektual untuk tunagrahita,
berkesulitan belajar dan anak dengan Cerdas
Istimewa Berbakat Istimewa (CIBI);
2) area kebutuhan pada aspek komunikasi untuk
tunarungu/autistik;
3) area kebutuhan pada aspek sosial-emosi untuk
tunalaras/Attention Deficit Hyperactivity Disorder
(ADHD);
4) area kebutuhan khusus pada aspek sensorik-
neuromootorik untuk tunanetra dan tunadaksa;
b. 1 (satu) set perlengkapan belajar berupa buku tulis
dan alat tulis dalam kondisi baru per Peserta Didik
Berkebutuhan Khusus atau peserta didik yang
memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa
per semester.

Paragraf 3
Pembiayaan Pendidikan
Pasal 22
(1) Biaya pendidikan khusus sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20 ayat (3) huruf a terdiri dari:
a. biaya investasi, biaya operasional, dan biaya personal
yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah Provinsi
pada SLB Negeri dan sekolah negeri umum inklusif;
dan
17

b. biaya investasi, biaya operasional, dan biaya personal


dengan sumber pendanaan dari subsidi APBD atau
sumber lain yang sah sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan, untuk pendidikan khusus yang
diselenggarakan oleh masyarakat dan/swasta pada
SLB Swasta dan/sekolah umum inklusif swasta.
(2) Selain biaya pendidikan khusus sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), pendidikan khusus dapat menggunakan
dana masyarakat untuk membiayai kegiatan peningkatan
mutu, program pengayaan, dan program perbaikan
pengajaran (remedial teaching).
(3) Yayasan/badan penyelenggara Pendidikan Khusus swasta
bertanggung jawab atas biaya yang diperlukan bagi
penyelenggaraan SLB swasta dan/Lembaga Intervensi
mandiri serta harus memperhatikan kesejahteraan tenaga
guru dan non gurunya.

Pasal 23
(1) Komponen biaya investasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 22 ayat (1) huruf a, dan huruf b, meliputi:
a. biaya penyediaan prasarana dan sarana;
b. biaya pengembangan sumber daya manusia; dan
c. biaya modal kerja tetap.
(2) Biaya operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
ayat (1) huruf a, dan huruf b, meliputi:
a. gaji pendidik dan tenaga kependidikan non PNS
dan/atau honorer serta segala tunjangan yang melekat
pada gaji;
b. kegiatan teknis edukatif termasuk proses belajar
mengajar (kegiatan kurikuler), evaluasi, dan kegiatan
bimbingan klinis;
c. kegiatan penunjang seperti kegiatan kemasyarakatan,
rehabilitas, dan kegiatan ekstra kurikuler;
d. perawatan alat pendidikan dan media pendidikan;
e. perawatan gedung, perabotan, dan lingkungan sekolah;
f. konsumtif yaitu barang habis pakai;
g. langganan daya dan jasa yaitu listrik, telepon, air, dan
lain-lain; dan
h. kegiatan lain yang mengacu pada peningkatan mutu.
(3) Biaya personal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
ayat (1) huruf a, dan huruf b yakni satuan biaya
berdasarkan biaya satuan per peserta didik/siswa
pertahun atau biaya persekolahan pertahun sesuai
dengan kebutuhan kegiatan belajar mengajar pada
lembaga pendidikan khusus tersebut.
18

Bagian Ketiga
Standar Jenis dan Persyaratan Pendidik dan Tenaga
Kependidikan
Paragraf 1
Jenis Tenaga Pendidikan Khusus
Pasal 24
(1) Jenis tenaga pendidik pada lembaga pendidikan formal
terdiri dari:
a. kepala sekolah;
b. guru kelas, guru program khusus, guru mata
pelajaran/pendidikan keterampilan, dan guru
bimbingan klinis/bimbingan konseling.
(2) Jenis tenaga kependidikan lembaga pendidikan formal
terdiri dari tenaga tata usaha, tenaga penjaga/kebersihan
sekolah dan tenaga ahli Pendidikan Khusus serta
Pustakawan.
(3) Lembaga pendidikan formal sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat melibatkan jenis tenaga pengurus asrama
siswa.
(4) Jenis tenaga profesi lain pada lembaga non formal terdiri
dari dokter, psikolog, terapis penatalaksanaan perilaku,
terapis wicara, terapis okupasi, terapis sensori integrasi,
dan profesi lain yang ditentukan oleh lembaga profesi.

Paragraf 2
Persyaratan pendidik dan tenaga kependidikan
Pasal 25
(1) Persyaratan Guru pada Pendidikan Khusus, yaitu:
a. Guru kelas pada TKLB dan SDLB paling kurang
tamatan D-IV dan/atau S1 Pendidikan Khusus/PGSD/
PGTK;
b. Guru Pendidikan khusus paling kurang tamatan D-IV
dan/atau S1 Pendidikan Khusus, telah mengikuti
pelatihan sesuai dengan bidang kekhususan yang
menjadi tanggung jawabnya;
c. Guru mata pelajaran/pendidikan keterampilan paling
kurang tamatan D-IV dan/atau S1 Pendidikan Khusus,
telah mengikuti pelatihan bidang studi/keterampilan
sesuai dengan tanggung jawabnya;
d. Guru bimbingan klinis/bimbingan karir paling kurang
tamatan S1 program BP/PLB/psikologi pendidikan;
e. Guru agama harus beragama sesuai dengan agama
yang diajarkan ke peserta didik; dan
f. berkepribadian dan berakhlak mulia.
(2) Setiap tenaga guru memiliki jam wajib mengajar minimal
36 (tiga puluh enam) jam pelajaran per minggu, dan setiap
tenaga kependidikan lainnya di sekolah memiliki jam kerja
yang diatur sesuai tata tertib dan aturan yang berlaku.
19

(3) Sekolah dapat mengembangkan tambahan jam kerja pada


sore hari dalam bentuk program ekstrakurikuler maupun
kurikuler melalui kesepakatan bersama dewan guru dan
peranserta Masyarakat/Komite Sekolah.

Pasal 26
Rasio guru dibanding jumlah siswa dalam satu
kelas/rombongan belajar 1 : 3 sampai dengan 5 untuk TKLB,
dan 1 : 5 sampai 8 untuk SDLB, SMPLB dan SMLB.

Pasal 27
(1) Persyaratan kepala sekolah pada pendidikan khusus
meliputi:
a. paling rendah memiliki ijazah Diploma empat (D-IV)
atau Sarjana (S1);
b. golongan minimal III/c untuk PNS;
c. memiliki sertifikat pendidik;
d. memiliki surat tanda tamat pendidikan dan pelatihan
calon kepala sekolah;
e. terdaftar dan memiliki Nomor Urut Kepala Sekolah
(NUKS) dari kementerian terkait; dan
f. diajukan oleh yayasan untuk sekolah swasta.
(2) Pemenuhan jumlah kepala sekolah pada pendidikan
khusus didasarkan pada tata cara perhitungan
pemenuhan 1 (satu) kepala sekolah per satuan
pendidikan.

Pasal 28
(1) Dalam hal guru kelas dan guru mata pelajaran belum
memiliki sertifikat pendidik, Dinas menyampaikan surat
keterangan mengenai pendidik yang belum memiliki
sertifikat pendidik kepada menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri
dan pendidikan.
(2) Dalam hal kepala satuan pendidikan belum memiliki surat
tanda tamat pendidikan dan pelatihan calon kepala
sekolah sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 ayat (1)
huruf d, Dinas menyampaikan surat keterangan
pendukung yang menyatakan hal tersebut kepada menteri
yang menyelenggarakan urusan pendidikan.
20

Bagian Keempat
Tata Cara Pemenuhan Standar
Paragraf 1
Umum
Pasal 30
Penyelenggara pendidikan khusus harus memenuhi sarana
prasarana pendidikan khusus secara bertahap sesuai
kemampuan keuangan daerah.
Paragraf 2
Sarana Prasarana Pendidikan Khusus
Pasal 31
Sarana pendidikan khusus diperlukan sebagai perlengkapan
pembelajaran yang dapat berpindah-pindah dalam segala
bentuk, model, dan alat yang digunakan untuk menunjang
dan membantu proses pembelajaran sesuai dengan
kurikulum.
Pasal 32
Prasarana pendidikan meliputi perangkat yang mendukung
terlaksananya proses pembelajaran baik langsung maupun
tak langsung, meliputi:
a. sarana fisik sekolah, terdiri dari bangunan, jalan, sanitasi,
listrik, air, lapangan olahraga, dan lainnya sesuai
kebutuhan; dan
b. perabot sekolah terdiri dari meja kursi belajar, meja kursi
guru, dan papan tulis, serta mebelair lain yang digunakan
untuk mendukung proses pembelajaran.

Pasal 33
(1) Luas lahan minimal yang dibutuhkan untuk mendirikan
lembaga Pendidikan Khusus dihitung berdasarkan faktor
koefisien dasar bangunan (building coverage) sesuai
ketentuan tata kota yang mengaturnya.
(2) Nilai kepadatan bangunan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat diperhitungkan sampai dengan 15% pada
daerah dengan kepadatan bangunan yang rendah.
(3) Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas ruangan sebagai berikut:
a. ruang kelas;
b. ruang aula;
c. ruang konsultasi;
d. ruang observasi;
e. ruang perpustakaan;
f. ruang keterampilan;
g. laboratorium/bengkel kerja untuk siswa SMPLB dan
SMLB;
h. fasilitas olahraga;
21

i. ruang BP;
j. ruang kepala sekolah;
k. ruang tata usaha;
l. ruang guru;
m. ruang tamu;
n. ruang ibadah;
o. ruang medis/UKS;
p. kamar mandi/WC guru dan siswa;
q. gudang; dan
r. ruang koperasi.
(4) Perabot dalam ruangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) terdiri atas:
a. perabot ruang belajar;
b. perabot ruang kelas;
c. perabot ruang aula;
d. perabot ruang konsultasi;
e. perabot ruang observasi;
f. perabot ruang perpustakaan;
g. perabot ruang keterampilan;
h. perabot laboratorium/bengkel kerja untuk siswa
SMPLB dan SMLB;
i. perabot ruang BK;
j. perabot ruang kantor;
k. perabot kepala sekolah;
l. perabot ruang tata usaha;
m. perabot ruang guru;
n. perabot ruang tamu;
o. perabot ruang penunjang;
p. perabot ruang ibadah; dan
q. perabot ruang medis/UKS;

Pasal 34
Setiap unit pelaksanaan teknis Pendidikan Khusus paling
kurang memiliki alat dan media pendidikan berupa:
a. peralatan praktek mata pelajaran;
b. peralatan bengkel kerja sesuai dengan jenis keterampilan
dan hambatan disabilitas/kelainan peserta didik.;
c. alat peraga/praktek kekhususan; dan
d. media pengajaran mata pelajaran lain.
22

Pasal 35
Setiap sekolah harus memiliki:
a. buku pelajaran pokok, paling kurang memiliki satu buku
pelajaran pokok untuk setiap mata pelajaran untuk setiap
siswa;
b. buku lengkap; dan
c. buku bacaan.

Pasal 36
Sekolah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dilengkapi
sarana penunjang, terdiri atas:
a. lapangan upacara/bermain/olahraga;
b. tiang bendera; dan
c. asrama siswa.

Pasal 37
Sarana prasarana pada pendidikan khusus secara khusus
disesuaikan dengan jenis kekhususannya dapat diuraikan
sebagai berikut:
a. Tunanetra, terdiri atas:
1. ruang orientasi dan mobilitas dan perlengkapan
kemudahan anak tunanetra (assessibility);
2. regiet dan pena;
3. kertas braille;
4. komputer brailler;
5. mesin tik brailler;
6. alat olahraga khusus untuk tunanetra;
7. tongkat putih;
8. denah-denah;
9. penggaris brailler;
10. peta timbul;
11. globe timbul;
12. bangun-bangun geometri; dan
13. magnifier/loupe.
b. Tunarungu, terdiri atas:
1. ruang dan peralatan bina wicara dan persepsi bunyi;
2. ruang kedap suara dan peralatan latih mendengar;
3. audiometer;
4. hearing said;
5. speech trainer;
6. group hearing aid; dan
7. dram/tambur.
23

c. Tunagrahita, terdiri atas:


1. alat-alat latihan sensomotorik halus dan kasar;
2. alat-alat activity daily living (ADL)/kegiatan sehari-hari;
dan
3. alat-alat untuk playtherapy.
d. Tunadaksa, terdiri atas:
1. ruang dan peralatan therapy musik;
2. ruang dan peralatan therapy bicara;
3. ruang dan peralatan occuptational therapy.
4. perlengkapan hydrotherapy;
5. kruk; dan
6. kursi roda;
e. Hambatan Perilaku, Emosi, Sosial dan Komunikasi, terdiri
atas:
1. peralatan terapi tingkah laku (behavior therapy);
2. peralatan play therapy.
f. Tunaganda, disesuaikan dengan gabungan jenis kelainan
anak.

Pasal 38
(1) Pengelolaan sarana dan prasarana pada satuan
pendidikan khusus atau sebutan lain yang sejenis dan
sederajat ditentukan, diatur dan dicatat secara khusus
sehingga jelas peruntukannya, status kepemilikan dan
penggunaannya.
(2) Pengelolaan sarana-prasarana dilakukan melalui
perencanaan, pengadaan, pencatatan, penggunaan,
pemeliharaan dan penghapusan oleh pihak sekolah.

Paragraf 3
Prosedur Pendirian Penyelenggara Pendidikan Khusus oleh
Lembaga Masyarakat
Pasal 39
(1) Prosedur Pendirian Lembaga Penyelenggara pendidikan
Khusus diperlukan dalam rangka peningkatan mutu
pelayanan pendidikan agar kondisi di atas standar
minimal dan peningkatan mutu pendidikan dapat dicapai.
(2) Setiap lembaga pendidikan khusus formal SLB yang akan
didirikan harus memenuhi dengan melampirkan
persyaratan sebagai berikut:
a. surat permohonan bermaterai, ditandatangani ketua
lembaga penyelenggara ditujukan kepada Kepala Dinas
yang membidangi urusan pemerintahan bidang
perizinan;
b. ijin prinsip pendirian dari Dinas;
c. surat rekomendasi dari Kepala Cabang Dinas sesuai
Wilayah;
24

d. surat dukungan/tidak keberatan dari warga sekitar


sekolah disertai dengan tandatangan dan fotokopi KTP;
e. fotokopi bukti kepemilikan tanah atas nama yayasan
dengan luas minimum 500 m2;
f. fotokopi surat status tanah bukan sengketa
diperuntukan SLB yang dapat berasal dari
Wakaf/Sewa/Hibah;
g. susunan pengurus yayasan/organisasi/lembaga
penyelenggaraan pendidikan;
h. surat pertimbangan/alasan pendirian SLB;
i. identitas dan alamat SLB yang akan didirikan;
j. daftar fasilitas sarana dan prasarana;
k. program kerja jangka panjang, menengah dan pendek;
l. surat keterangan kurikulum yang akan dipakai;
m. surat keterangan pendirian SLB dari yayasan/
organisasi/lembaga penyelenggaraan pendidikan;
n. memiliki kepala sekolah;
o. fotokopi Ijasah/STTB Guru dan Kepala SLB;
p. denah bangunan SLB;
q. Izin Mendirikan Bangunan untuk sekolah;
r. surat keterangan domisili sekolah;
s. surat keputusan pengangkatan Guru/Kepala SLB dari
yayasan/organisasi/lembaga, dan harus memiliki
keahlian Pendidikan Khusus;
t. rekapitulasi jumlah siswa minimal 10 (sepuluh) siswa;
u. jadualkegiatan pembelajaran;
v. data akses anak yang berkelainan khusus menurut
statistik dari Kantor Kecamatan setempat;
w. tanah sewa minimal 20 (dua puluh) tahun yang proses
sewanya tercantum dalam Akta Notaris;
x. dana Abadi Yayasan minimal 2 (dua) tahun X biaya
operasional 1 (satu) Bulan;
y. fotokopi Akta Notaris Yayasan/AD ART;
z. surat pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM;
aa. memiliki Guru sebanyak rombongan belajar dan paling
kurang 2 (dua) Orang Guru memiliki kualifikasi
Akademik S1/D4, PLB/Pendidikan Khusus;
bb. tidak menempati atau menggunakan Fasilitas Gedung
Milik Pemerintah, Rumah, Kantor, Rumah Toko dan
tidak berada di lingkungan pusat keramaian atau pada
lahan yang bermasalah;
cc. surat rekomendasi dari pengawas; dan
dd.surat rekomendasi dari gugus.
25

(3) Setiap Lembaga Intervensi Mandiri yang didirikan wajib


mengurus surat rekomendasi kegiatan pada Biro di
lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat yang
mempunyai urusan pemerintahan bidang pendidikan.
(4) Setiap lembaga pendidikan khusus dapat membentuk
organisasi sebagai bentuk peran serta masyarakat atau
organisasi yang memiliki tujuan membantu kelancaran,
memelihara, meningkatkan, mengembangkan, memantau
dan mengevaluasi penyelenggaraan pendidikan di sekolah
dan/lembaga intervensi mandiri.

Pasal 40
(1) Lembaga Intervensi Mandiri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 39 ayat (3) mempunyai kewajiban mengurus
sertifikat profesi.
(2) Standar jumlah dan kualitas tenaga profesi lainnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Dokter,
psikolog, terapis penatalaksanaan perilaku, terapis
wicara, terapis okupasi, terapis sensori integrasi, dan
profesi lain yang ditentukan oleh lembaga atau organisasi
profesi.

BAB IV
PENJAMINAN MUTU DALAM PEMENUHAN SPM
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KHUSUS
Bagian Kesatu
Penjaminan Mutu Pendidikan Khusus
Pasal 41
(1) Penjaminan mutu Pendidikan khusus pada lembaga
sekolah luar biasa dan/sekolah umum inklusif serta
lembaga intervensi mandiri dilaksanakan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam pelaksanaan penjaminan mutu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Dinas mengembangkan sistem
untuk penganggaran program guna memenuhi SPM
pendidikan khusus, yang terdiri atas:
a. biaya Investasi pada SLB negeri dan swasta melalui
pembangunan fisik unit sekolah baru, ruang kelas baru,
media pembelajaran, beasiswa dan sarana penunjang
lainnya; dan
b. biaya operasional pada SLB negeri, swasta, sekolah
inklusif dan lembaga intervensi mandiri melalui
pemberian insentif kesejahteraan guru dan tenaga
kependidikan serta profesi lainnya.
(3) Lembaga pendukung pendidikan inklusif dan/Resource
Center wajib mengembangkan sistem penjaminan mutu
pada SLB swasta, sekolah umum inklusif dan lembaga
intervensi mandiri yang menjadi binaannya sesuai
kewenangan.
26

Bagian Kedua
Pencapaian Pemenuhan SPM
Penyelenggaraan Pendidikan Khusus
Pasal 42
(1) Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya
melaksanakan pemenuhan SPM penyelenggaraan
Pendidikan Khusus.
(2) Pelaksanaan pemenuhan SPM sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh Dinas.
(3) Pelaksanaan pemenuhan SPM penyelenggaraan
pendidikan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dalam dokumen perencanaan dan
penganggaran sebagai prioritas belanja daerah sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 43
Masyarakat penyelenggara pendidikan wajib memfasilitasi
pemenuhan:
a. standar jumlah dan kualitas barang dan/atau jasa; dan
b. standar jumlah dan kualitas pendidik dan tenaga
kependidikan pada setiap satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat.

Pasal 44
(1) Pencapaian pemenuhan SPM Pendidikan pada pendidikan
khusus dilakukan dengan cara:
a. menghitung jumlah anak usia 4 (empat) sampai dengan
18 (delapan belas) tahun pada Daerah Provinsi;
b. menghitung jumlah anak usia 4 (empat) sampai dengan
18 (delapan belas) tahun yang sudah tamat atau sedang
belajar di pendidikan khusus; dan
c. menghitung persentase jumlah anak sebagaimana
dimaksud pada huruf b dibagi dengan jumlah anak
sebagaimana dimaksud pada huruf a.
(2) Dalam hal Peserta Didik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a mengikuti pendidikan khusus pada provinsi
lain, Peserta Didik tersebut dihitung telah memenuhi SPM
Pendidikan.

BAB V
EVALUASI, MONITORING, DAN PELAPORAN
Evaluasi dan Monitoring
Pasal 45
(1) Monitoring dan evaluasi terhadap penyelenggaraan
Pendidikan khusus di SLB, sekolah umum inklusif dan
lembaga intervensi mandiri dilaksanakan oleh Dinas.
27

(2) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) bertujuan untuk:
a. melakukan pemantauan terhadap penyelenggaraan
Pendidikan khusus di SLB, sekolah umum inklusif dan
lembaga intervensi mandiri;
b. melakukan pengukuran pencapaian proses
pembelajaran Pendidikan khusus di SLB, sekolah
umum inklusif dan lembaga intervensi mandiri;
c. memfasilitasi penyelenggaraan Pendidikan khusus di
SLB, sekolah umum inklusif dan lembaga intervensi
mandiri untuk dapat saling berinteraksi dalam
menyampaikan permasalahan yang dihadapi; dan
d. memberikan masukan sebagai tindak lanjut
penyelesaian permasalahan sebagaimana dimaksud
pada huruf c.
(3) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam setahun
atau sewaktu-waktu apabila diperlukan.

Pasal 46
(1) Peserta Didik penerima SPM Pendidikan Khusus yang
pemenuhannya menjadi tanggung jawab Pemerintah
Daerah Provinsi ditetapkan oleh kepala daerah sesuai
dengan kewenangannya.
(2) Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat membatalkan penerima SPM Pendidikan khusus
apabila Peserta Didik tidak memenuhi kriteria sebagai
penerima SPM Pendidikan sebagai berikut:
a. usia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6; dan
b. berasal dari keluarga miskin atau tidak mampu.
(2) Pembatalan oleh Pemerintah Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan setelah
mendapatkan pemberitahuan secara tertulis dari satuan
pendidikan.

BAB VI
SANKSI
Pasal 47
(1) Gubernur berwenang memberikan sanksi administrasi
terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25 ayat (2), Pasal 40 ayat (1), Pasal 41 ayat (3), dan
Pasal 43.
(2) Penerapan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pembatalan atau penundaan pemberian subsidi sumber
daya pendidikan; dan
c. pencabutan izin penyelenggaraan Pendidikan khusus di
SLB, sekolah umum inklusif dan lembaga intervensi
mandiri.
28

BAB VII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 48
Ketentuan lebih rinci mengenai penyelenggaraan Pendidikan
khusus di SLB, sekolah umum inklusif dan lembaga
intervensi mandiri tercantum dalam Lampiran I dan
Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Peraturan Gubernur ini.

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 49
Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan
penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Jawa Barat.

Ditetapkan di Bandung
pada tanggal

GUBERNUR JAWA BARAT,

MOCHAMAD RIDWAN KAMIL

Diundangkan di Bandung
pada tanggal

Plh. SEKRETARIS DAERAH PROVINSI


JAWA BARAT,

DAUD ACHMAD

BERITA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2019 NOMOR


29

LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT


NOMOR :
TANGGAL :
TENTANG : PEMENUHAN STANDAR
PELAYANAN MINIMAL
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
KHUSUS DI DAERAH PROVINSI
JAWA BARAT.

PEMENUHAN SPM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KHUSUS DI


DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

A. PENYELENGGARAAN KELEMBAGAAN
1. Pengembangan SLB Negeri di Kabupaten/Kota
a. Penetapan SLB Negeri
penetapan SLB Negeri dilakukan oleh Dinas Pendidikan Pemerintah
Daerah Provinsi Jawa Barat dengan pertimbangan:
1) rintisan SLB Negeri yang berada di wilayah Provinsi Jawa Barat
dengan Angka Partisipasi Kasar pendidikan bagi anak berkebutuhan
khusus yang masih rendah;
2) hasil verifikasi dari tim yang ditunjuk oleh Dinas Pendidikan Provinsi
Jawa Barat;
3) kelengkapan sumber daya, dan khusus untuk rintisan SLB Negeri
ditambah dengan adanya nota kesepahaman dengan Kabupaten/
Kota;
4) minimal setiap Kota Kabupaten mempunyai 3 Rintisan SLB sesuai
kebutuhan per jenis hambatan; dan
5) mendorong SLB yang diselenggarakan oleh masyarakat menjadi
Rintisan SLB Negeri.
b. Perizinan Penyelenggaraan SLB Negeri
rintisan SLB Negeri harus mengusulkan proposal untuk memperoleh izin
operasional penyelenggaraan SLB Negeri kepada dinas pendidikan
sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku pada DPMTSTP
provinsi jawa Barat.
c. Sarana dan Prasarana
1) sarana SLB disediakan oleh pemerintah daerah melalui anggaran
pada Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat mengacu pada skala
prioritas pengembangan pada SLB negeri atau SLB swasta
diantaranya:
a) satu SLB sejenis antar jenjang memiliki sarana dan prasarana
yang dapat melayani minimum 6 rombongan belajar peserta didik
dengan satu atau beberapa ketunaan;
b) minimum satu SLB Negeri disediakan pada Daerah
Kota/Kabupaten dan swasta disediakan untuk satu
Desa/Kecamatan;
30

c) pada suatu wilayah berpenduduk lebih dari 250.000 jiwa, dan


dibutuhkan penambahan rombongan belajar untuk SLB Negeri
dan/atau Swasta yang telah ada, dapat dilakukan penambahan
sarana dan prasarana dengan bantuan pemerintah dan/atau
donatur atau dibangun dan disediakan SLB yang baru; dan
d) pendirian sekolah untuk tunalaras dipisahkan dari sekolah
untuk ketunaan lainnya.

B. LAHAN
1. Lahan SDLB, SMPLB dan SMALB memenuhi ketentuan luas lahan yang
ditentukan oleh aturan bagi SLB Negeri minimal 3000 M2 dan 500 M2 untuk
SLB swasta untuk mendapatkan ijin operasional. Adapun menurut
peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 33 Tahun 2008, sebagai berikut:
a. lahan SDLB memenuhi ketentuan luas lahan minimum seperti
tercantum pada tabel 1.
tabel 1. luas lahan minimum SLB antar jenjang dan satuan pendidikan

Banyak Luas lahan minimum (m2)


Jenis
No rombongan Bangunan satu Bangunan dua
ketunaan
belajar lantai lantai
1 6 1 1170 640
2 12 1-2 1700 900
3 18 1-3 2200 1150
4 24 1-4 2670 1390

b. lahan SMPLB memenuhi ketentuan luas lahan minimum seperti


tercantum pada tabel 2.
tabel 2. luas lahan minimum SMPLB

Banyak Luas lahan minimum (m2)


Jenis
No rombongan Bangunan satu Bangunan dua
ketunaan
belajar lantai lantai
1 3 1 1170 640
2 6 1-2 1500 800
3 9 1-3 1840 970
4 12 1-4 2100 1100

c. lahan SMALB memenuhi ketentuan luas lahan minimum seperti


tercantum pada tabel 3.
tabel 3. luas lahan minimum SMALB

Banyak Luas lahan minimum (m2)


Jenis
No rombongan Bangunan satu Bangunan dua
ketunaan
belajar lantai lantai
1 3 1 1070 590
31

2 6 1-2 1240 670


3 9 1-3 1440 770
4 12 1-4 1640 870

d. lahan untuk SDLB, SMPLB dan/atau SMALB yang bergabung memenuhi


ketentuan luas lahan minimum seperti tercantum pada tabel 4.
tabel 4. luas lahan minimum SDLB, SMPLB dan/atau SMALB yang
bergabung

Banyak Luas lahan minimum (m2)


No Jenjang pendidikan rombongan Bangunan Bangunan
belajar satu lantai dua lantai
1 SDLB dan SMPLB 9 1600 850
2 SDLB, SMPLB dan 12 1800 950
SMALB
3 SMPLB dan SMALB 6 1440 770

2. Luas lahan yang dimaksud dalam tabel 1, tabel 2, tabel 3 dan tabel 4 adalah
luas lahan efektif yang dapat digunakan untuk mendirikan bangunan dan
tempat bermain/berolahraga.
3. Lahan terletak di lokasi yang memungkinkan akses yang mudah ke fasilitas
kesehatan.
4. Lahan terhindar dari potensi bahaya yang mengancam kesehatan dan
keselamatan jiwa, serta memiliki akses untuk penyelamatan dalam keadaan
darurat dengan kendaraan roda empat.
5. Kemiringan lahan rata-rata kurang dari 15%, tidak berada di dalam garis
sempadan sungai dan jalur kereta api.
6. Lahan terhindar dari gangguan-gangguan, sebagai berikut:
a. pencemaran air, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun
1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air.
b. kebisingan, sesuai dengan Keputusan Menteri Negara KLH Nomor
94/MENKLH/1992 tcntang Baku Mutu Kebisingan.
c. pencemaran udara, sesuai dengan Keputusan Menteri Negara KLH
Nomor 02/MEN KLH/1988 tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu
Lingkungan.
7. Lahan sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam Peraturan
Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota atau rencana
lain yang lebih rinci dan mengikat, dan mendapat izin pemanfaatan tanah
dari Pemerintah Daerah setempat.
8. Lahan memiliki status hak atas tanah, dan/atau memiliki izin pemanfaatan
dari pemegang hak atas tanah sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku untuk jangka waktu minimum 20 tahun.

C. BANGUNAN
1. Bangunan SDLB, SMPLB, dan SMALB memenuhi ketentuan luas lantai
bangunan minimum sebagai berikut:
32

a. bangunan SDLB memenuhi ketentuan luas lantai bangunan minimum


seperti tercantum pada tabel 5.
tabel 5. luas lantai bangunan minimum SDLB
Luas lantai bangunan minimum
Banyak (m2)
Jenis
No rombongan
ketunaan Bangunan satu Bangunan dua
belajar
lantai lantai
1 6 1 350 380
2 12 1-2 510 540
3 18 1-3 660 690
4 24 1-4 800 830

b. bangunan SMPLB dan SMALB memenuhi ketentuan luas lantai


bangunan minimum seperti tercantum pada tabel 6.
tabel 6. luas lantai bangunan minimum SMPLB
Luas lantai bangunan minimum
Banyak (m2)
Jenis
No rombongan
ketunaan Bangunan satu Bangunan dua
belajar
lantai lantai
1 3 1 350 380
2 6 1-2 450 480
3 9 1-3 550 580
4 12 1-4 630 660

c. bangunan SMALB memenuhi ketentuan luas lantai bangunan minimum


seperti tercantum pada tabel 7.
tabel 7. luas lantai bangunan minimum SMALB
Luas lantai bangunan minimum
Banyak (m2)
Jenis
No rombongan
ketunaan Bangunan satu Bangunan dua
belajar
lantai lantai
1 3 1 320 350
2 6 1-2 370 400
3 9 1-3 430 460
4 12 1-4 490 520

d. bangunan SDLB, SMPLB dan/atau SMALB yang bergabung memenuhi


ketentuan luas lantai bangunan minimum seperti tercantum pada
tabel 8.
33

tabel 8. luas lantai bangunan minimum SDLB, SMPLB dan/atau SMALB


yang bergabung
Luas lantai bangunan
Banyak minimum (m2)
No Jenjang pendidikan rombongan
belajar Bangunan Bangunan
satu lantai dua lantai
1 SDLB dan SMPLB 9 480 510
2 SDLB, SMPLB dan 12 540 570
SMALB
3 SMPLB dan SMALB 6 430 460

2. Bangunan memenuhi ketentuan tata bangunan yang terdiri dari:


a. koefisien dasar bangunan maksimum 30 %;
b. koefisien lantai bangunan dan ketinggian maksimum bangunan yang
ditetapkan dalam Peraturan Daerah; dan
c. jarak bebas bangunan yang meliputi garis sempadan bangunan dengan
as jalan, tepi sungai, tepi pantai, jalan kereta api, dan/atau jaringan
tegangan tinggi, jarak antara bangunan dengan batas-batas persil, dan
jarak antara as jalan dan pagar halaman yang ditetapkan dalam
Peraturan Daerah.
3. Bangunan memenuhi persyaratan keselamatan, sebagai berikut:
a. memiliki konstruksi yang stabil dan kukuh sampai dengan kondisi
pembebanan maksimum dalam mendukung beban muatan hidup dan
beban muatan mati, serta untuk daerah/zona tertentu kemampuan
untuk menahan gempa dan kekuatan alam lainnya; dan
b. dilengkapi sistem proteksi pasif dan/atau proteksi aktif untuk mencegah
dan menanggulangi bahaya kebakaran dan petir.
4. Bangunan memenuhi persyaratan kesehatan, sebagai berikut:
a. mempunyai fasilitas secukupnya untuk ventilasi udara dan
pencahayaan yang memadai;
b. memiliki sanitasi di dalam dan di luar bangunan meliputi saluran air
bersih, saluran air kotor dan/atau air limbah, tempat sampah, dan
saluran air hujan; dan
c. bahan bangunan yang aman bagi kesehatan pengguna bangunan dan
tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.
5. Bangunan memenuhi persyaratan aksesibilitas, sebagai berikut:
a. menyediakan fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyaman
untuk penyandang cacat yang memiliki kesulitan mobilitas termasuk
pengguna kursi roda; dan
b. dilengkapi dengan fasilitas pengarah jalan (guiding block) untuk
tunanetra.
6. Bangunan memenuhi persyaratan kenyamanan, sebagai berikut:
a. bangunan mampu meredam getaran dan kebisingan yang mengganggu
kegiatan pembelajaran.
b. setiap ruangan memiliki pengaturan penghawaan yang baik.
c. setiap ruangan dilengkapi dengan lampu penerangan.
34

7. Bangunan dapat memiliki lebih dari satu lantai jika disediakan tangga dan
ramp untuk pengguna kursi roda yang mempertimbangkan kemudahan,
keamanan, dan keselamatan.
8. Bangunan dilengkapi sistem keamanan, sebagai berikut:
a. peringatan bahaya bagi pengguna, pintu keluar darurat, dan jalur
evakuasi jika terjadi bencana kebakaran dan/atau bencana lainnya.
b. akses evakuasi yang dapat dicapai dengan mudah dan dilengkapi
penunjuk arah yang jelas.
9. Bangunan dilengkapi instalasi listrik dengan daya minimum 900 watt.
10. Pembangunan gedung atau ruang baru harus dirancang, dilaksanakan, dan
diawasi secara profesional.
11. Kualitas bangunan minimum permanen kelas B, sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 45, dan mengacu pada Standar
Pekerjaan Umum.
12. Bangunan sekolah baru dapat bertahan minimum 20 tahun.
13. Pemeliharaan bangunan sekolah, sebagai berikut:
a. pemeliharaan ringan, meliputi pengecatan ulang, perbaikan sebagian
daun jendela/pintu, penutup lantai, penutup atap, plafon, instalasi air
dan listrik, dilakukan minimum sekali dalam 5 tahun.
b. pemeliharaan berat, meliputi penggantian rangka atap, rangka plafon,
rangka kayu, kusen, dan semua penutup atap, dilakukan minimum
sekali dalam 20 (dua puluh) tahun.
14. Bangunan dilengkapi izin mendirikan bangunan dan izin penggunaan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

D. KELENGKAPAN SARANA DAN PRASARANA.


Setiap SDLB, SMPLB dan SMALB sekurang-kurangnya memiliki ruang
pembelajaran umum, ruang pembelajaran khusus dan ruang penunjang sesuai
dengan jenjang pendidikan dan jenis ketunaan peserta didik yang dilayani,
dengan rincian seperti disebutkan dalam tabel 9.
tabel 9. Kelengkapan Sarana dan Prasarana SDLB, SMPLB dan SMALB
Komponen SDLB SMPLB SMALB
No Sarana dan
Prasarana A B C D E A B C D E A B C D E

1 Ruang pembelajaran umum


1.1 Ruang kelas √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Ruang
1.2 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
perpustakaan*
2 Ruang pembelajaran khusus
2.1 Ruang OM** √ √
2.2 Ruang BKPBI:
Ruang Bina
2.2.1 √ √
Wicara**
Ruang Bina
2.2.2 Persepsi Bunyi √ √
dan Irama**
35

Komponen SDLB SMPLB SMALB


No Sarana dan
Prasarana A B C D E A B C D E A B C D E
Ruang Bina
2.3 √ √
Diri**
Ruang Bina
2.4 Diri dan Bina √ √
Gerak**
Ruang Bina
2.5 Pribadi dan √ √
Sosial**
Ruang
2.6 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
keterampilan*
3 Ruang penunjang
Ruang
3.1 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
pimpinan*
3.2 Ruang guru* √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Ruang tata
3.3 √ √ √ √ √ √ √ √
usaha*
Tempat
3.4 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
beribadah*
3.5 Ruang UKS* √ √ √ √ √ √ √ √
Ruang
3.6 konseling/ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
asesmen*
Ruang
3.7 organisasi √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
kesiswaan*
3.8 Jamban* √ √ √ √ √ √ √ √
3.9 Gudang* √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Ruang
3.10 √ √ √ √ √ √ √ √
sirkulasi*
Tempat
3.11 bermain/ √ √ √ √ √ √ √ √
berolahraga*

Keterangan:
* satu ruang dapat digunakan bersama untuk lebih dari satu jenis ketunaan
dan lebih dari satu jenjang pendidikan
** satu ruang dapat digunakan bersama untuk lebih dari satu jenjang pendidikan
Ketentuan mengenai ruang-ruang tersebut beserta sarana yang ada di setiap
ruang diatur dalam standar tiap ruang, sebagai berikut:
1. Ruang Pembelajaran Umum
a. Ruang Kelas:
1) fungsi ruang kelas adalah tempat kegiatan pembelajaran teori dan
praktik dengan alat sederhana yang mudah dihadirkan.
36

2) jumlah minimum ruang kelas sama dengan banyak rombongan


belajar.
3) kapasitas maksimum ruang kelas adalah 5 peserta didik untuk
ruang kelas SDLB dan 8 peserta didik untuk ruang kelas SMPLB dan
SMALB.
4) rasio minimum luas ruang kelas adalah 3 m2/peserta didik. Untuk
rombongan belajar dengan peserta didik kurang dari 5 orang, luas
minimum ruang kelas adalah 15 m2.
5) lebar minimum ruang kelas adalah 3 m.
6) ruang kelas memiliki jendela yang memungkinkan pencahayaan
yang memadai untuk membaca buku dan untuk memberikan
pandangan ke luar ruangan.
7) ruang kelas memiliki pintu yang memadai agar peserta didik dan
guru dapat segera keluar ruangan jika terjadi bahaya, dan dapat
dikunci dengan baik saat tidak digunakan.
8) salah satu dinding ruang kelas dapat berupa dinding semi permanen
agar pada suatu saat dua ruang kelas yang bersebelahan dapat
digabung menjadi satu ruangan.
9) ruang kelas dilengkapi sarana sebagaimana tercantum pada tabel
10.
tabel 10. jenis, rasio, dan deskripsi sarana ruang kelas
No Jenis Rasio Deskripsi
1 Perabot
1.1 Kursi peserta 1 buah/peserta Kuat, stabil, aman, dan mudah
didik didik dipindahkan oleh peserta
didik. Ukuran sesuai dengan
kelompok usia peserta didik
dan mendukung pembentukan
postur tubuh yang baik.
Desain dudukan dan sandaran
membuat peserta didik
nyaman belajar.
1.2 Meja peserta 1 buah/peserta Kuat, stabil, aman, dan mudah
didik didik dipindahkan oleh peserta
didik. Ukuran sesuai dengan
kelompok usia peserta didik
dan mendukung pembentukan
postur tubuh yang baik.
Desain memungkinkan kaki
peserta didik masuk dengan
leluasa ke bawah meja.
No Jenis Rasio Deskripsi
1.3 Kursi guru 1 buah/guru Kuat, stabil, aman, dan mudah
dipindahkan.
Ukuran memadai untuk
duduk dengan nyaman.
1.4 Meja guru 1 buah/guru Kuat, stabil, aman, dan mudah
dipindahkan.
Ukuran memadai untuk
bekerja dengan nyaman.
37

1.5 Lemari 1 buah/ruang Kuat, stabil, dan aman.


Ukuran memadai untuk
menyimpan perlengkapan
yang diperlukan kelas
tersebut.
Dapat dikunci.
2 Media Pendidikan
2.1 Papan tulis 1 buah/ruang Kuat, stabil, dan aman.
Ukuran minimum 90 cm x 200
cm. Ditempatkan pada posisi
yang memungkinkan seluruh
peserta didik melihatnya
dengan jelas.
2.2 Papan pajang 1 buah/ruang Kuat, stabil, dan aman.
Ukuran minimum 60 cm x 120
cm. Ditempatkan pada posisi
yang mudah diraih peserta
didik.
Dapat berupa papan flanel.
3 Perlengkapan Lain
3.1 Tempat cuci 1 buah/ruang
tangan
3.2 Jam dinding 1 buah/ruang
3.3 Kotak kontak 1 buah/ruang
3.4 Tempat 1 buah/ruang
sampah
b. Ruang Perpustakaan
1) ruang perpustakaan berfungsi sebagai tempat kegiatan peserta didik,
guru dan orangtua peserta didik memperoleh informasi dari berbagai
jenis bahan pustaka dengan membaca, mengamati dan mendengar,
dan sekaligus tempat petugas mengelola perpustakaan.
2) luas minimum ruang perpustakaan adalah 30 m2. Lebar minimum
ruang perpustakaan adalah 5 m.
3) ruang perpustakaan dilengkapi jendela untuk memberi pencahayaan
yang memadai untuk membaca buku.
4) ruang perpustakaan terletak di bagian sekolah yang mudah dicapai.
5) ruang perpustakaan dilengkapi sarana sebagaimana tercantum pada
t abel 11.
tabel 11. jenis, rasio, dan deskripsi sarana ruang perpustakaan
No Jenis Rasio Deskripsi
1 Buku
1.1 Buku teks
1 eksemplar/mata Termasuk dalam daftar
pelajaran pelajaran/peserta buku teks pelajaran yang
ditetapkan oleh
didik,
ditambah Mendiknas dan daftar
buku teks muatan lokal
38

2 eksemplar/mata yang ditetapkan oleh


pelajaran/sekolah Gubernur atau
Bupati/Walikota.
Jenis terbitan disesuaikan
dengan kondisi ketunaan
peserta didik. Untuk
tunanetra disediakan
buku Braille, cetak awas
diperbesar dan audiobook.
1.2 Buku 1
panduan eksemplar/mata
pendidik pelajaran/guru
mata pelajaran
bersangkutan,
ditambah
1
eksemplar/mata
pelajaran/sekolah
1.3 Buku 840 Untuk SDLB terdiri dari
pengayaan judul/sekolah 60% non-fiksi dan 40%
fiksi.
Untuk SMPLB dan
SMALB terdiri dari 65%
non-fiksi dan 35% fiksi.
Jenis terbitan
disesuaikan dengan
kondisi ketunaan peserta
didik. Untuk tunanetra
disediakan buku braille,
cetak awas diperbesar
dan audiobook.
No Jenis Rasio Deskripsi
1.4 Buku 10 judul/sekolah Sekurang-kurangnya
referensi untuk SDLB meliputi Kamus
20 judul/sekolah Besar Bahasa Indonesia,
untuk SMPLB kamus bahasa Inggris,
30 judul/sekolah ensiklopedi, buku statistik
daerah, buku telepon,
untuk SMALB
kitab undangundang dan
peraturan, dan kitab suci.
Untuk tunarungu meliputi
Kamus

Sistem Isyarat Bahasa


Indonesia (SIBI). Jenis
terbitan disesuaikan
dengan kondisi ketunaan
peserta didik. Untuk
tunanetra disediakan
buku braille, cetak awas
diperbesar dan audiobook.
39

1.5 Sumber 10 judul/sekolah Sekurang-kurangnya


belajar lain untuk SDLB meliputi majalah, surat
20 judul/sekolah kabar, globe, peta, gambar
untuk SMPLB pahlawan
30 judul/sekolah nasional, CD
pembelajaran,
untuk SMALB
dan alat
peraga
matematika.
Jenis terbitan disesuaikan
dengan kondisi ketunaan
peserta didik. Untuk
tunanetra disediakan
buku braille, cetak awas
diperbesar dan audiobook.
2 Perabot
2.1 Rak buku 1 set/sekolah Kuat, stabil, dan aman.
Dapat menampung
seluruh koleksi dengan
baik.
Memungkinkan peserta
didik menjangkau koleksi
buku dengan mudah.
2.2 Rak majalah 1 buah/sekolah Kuat, stabil, dan aman.
Dapat menampung
seluruh koleksi majalah.
Memungkinkan peserta
didik menjangkau koleksi
majalah dengan mudah.
No Jenis Rasio Deskripsi
2.3 Rak surat 1 buah/sekolah Kuat, stabil, dan aman.
kabar Dapat menampung
seluruh koleksi
suratkabar.
Memungkinkan peserta
didik menjangkau koleksi
suratkabar dengan
mudah.
2.4 Meja baca 10 buah/sekolah Kuat, stabil, aman, dan
mudah dipindahkan oleh
peserta didik. Desain
memungkinkan kaki
peserta didik masuk
dengan leluasa ke bawah
meja.
40

2.5 Kursi baca 10 buah/sekolah Kuat, stabil, aman, dan


mudah dipindahkan oleh
peserta didik.
Desain dudukan dan
sandaran membuat
peserta didik nyaman
belajar.
2.6 Kursi kerja 1 buah/petugas Kuat, stabil, dan aman.
Ukuran memadai untuk
bekerja dengan nyaman.
2.7 Meja kerja/ 1 buah/petugas Kuat, stabil, dan aman.
sirkulasi Ukuran memadai untuk
bekerja dengan nyaman.
2.8 Lemari 1 buah/sekolah Kuat, stabil, dan aman.
katalog Cukup untuk menyimpan
kartu-kartu katalog.
Lemari katalog dapat
diganti dengan meja untuk
menempatkan katalog.
2.9 Lemari 1 buah/sekolah Kuat, stabil, dan aman.
Ukuran memadai untuk
menampung seluruh
peralatan untuk
pengelolaan perpustakaan.
Dapat dikunci.
2.10 Papan 1 buah/sekolah Kuat, stabil, dan aman.
pengumuman Ukuran minimum 1 m2.
2.11 Meja 1 buah/sekolah Kuat, stabil, dan aman.
multimedia Ukuran memadai untuk
menampung seluruh
peralatan multimedia.
No Jenis Rasio Deskripsi
3 Media
Pendidikan
3.1 Peralatan 1 set/sekolah Sekurang-kurangnya
multimedia terdiri dari 1 set
komputer (CPU, monitor
minimum
15 inci, printer), TV, radio,
dan pemutar VCD/DVD.
Khusus untuk SDLB-A,
SMPLB-A, dan SMALB-A
komputer dilengkapi
dengan perangkat lunak
screen reader, screen
review, atau text-to-speech,
serta printer braille.
41

4 Peralatan Pendidikan
4.1 Papan braille 6 buat/sekolah
4.2 Braille kit 2 buah/sekolah Khusus untuk tunanetra
4.3 Reglet dan 10 set/sekolah Terbuat dari besi stainles
pena atau plastik dengan sel 4-6
baris dan 27-30 kolom.
4.4 Peta timbul 1 buah/sekolah Khusus untuk tunanetra
4.5 Abacus 6 buah/sekolah Khusus untuk tunanetra
4.6 Magnifier lens 2 buah/sekolah Khusus untuk tunanetra
set
4.7 Sistem Simbol 2 buah/sekolah Khusus untuk tunanetra
Braille
Indonesia
4.8 Papan 6 buah/sekolah Khusus untuk tunanetra
geometri
4.9 Globe timbul 1 buah/sekolah Khusus untuk tunanetra
5 Perlengkapan Lain
5.1 Buku 1 buah/sekolah
inventaris
5.2 Kotak kontak 1 buah/ruang
5.3 Jam dinding 1 buah/ruang
5.4 Tempat 1 buah/ruang
sampah

2. Ruang Pembelajaran Khusus.


a. Ruang Orientasi dan Mobilitas untuk Tunanetra (A)
1) ruang Orientasi dan Mobilitas merupakan tempat latihan
keterampilan gerak, pembentukan postur tubuh, gaya jalan dan
olahraga, serta dapat berfungsi sebagai ruang serbaguna.
2) sekolah yang melayani peserta didik SDLB dan/atau SMPLB
tunanetra memiliki minimum satu buah ruang Orientasi dan
Mobilitas dengan luas minimum 15 m2.
3) ruang Orientasi dan Mobilitas dilengkapi dengan sarana
sebagaimana tercantum pada tabel 12.

tabel 12. jenis, rasio, dan deskripsi sarana ruang orientasi dan mobilitas
No. Jenis Rasio Deskripsi
1 Perabot
1.1 Lemari 1 buah/sekolah Ukuran memadai untuk
menyimpan seluruh
peralatan OM.
Dapat dikunci.
42

2 Peralatan
Pendidikan
2.1 Peralatan OM:
2.1.1 Tongkat 10 Terbuat dari alumunium,
panjang ukuran buah/sekolah panjang 110125 cm,
dewasa pegangan terbuat dari karet,
ujung tongkat terbuat dari
plastik, dan mempunyai
cruck untuk melindungi
perut.
2.1.2 Tongkat 10 Terbuat dari alumunium,
panjang ukuran buah/sekolah panjang 80-90 cm,
anak-anak pegangan terbuat dari karet,
ujung
tongkat terbuat dari plastik,
dan mempunyai cruck untuk
melindungi perut.
2.1.3 Tongkat lipat 10 Terbuat dari aluminum,
buah/sekolah panjang 110 cm, dapat
dilipat, ujung tongkat
terbuat dari plastik.
2.1.4 Blind fold 10 Terbuat dari kain berwarna
buah/sekolah hitam dan tidak tembus
pandang.
2.1.5 Kompas bicara 5 buah/sekolah Khusus untuk tunanetra.
2.1.6 Stopwatch 5 buah/sekolah Khusus untuk tunanetra.
2.1.7 Denah ruang 1 buah/sekolah
timbul

No Jenis Rasio Deskripsi


2.2 Peralatan
Motorik Kasar:
2.2.1 Alat 1 set/sekolah
keseimbangan
badan
2.2.2 Matras 1 buah/sekolah
2.3 Alat Bantu
Auditif:
2.3.1 Tape recorder 1 set/sekolah Dapat memutar kaset atau
CD. Memiliki double deck.
2.3.2 Alat musik 1 set/sekolah
pukul
2.3.3 Alat musik tiup 6 buah/sekolah
2.3.4 Alat musik 2 buah/sekolah
petik
2.3.5 Alat musik 2 buah/sekolah
gesek
43

3 Perlengkapan
Lain
3.1 Kotak kontak 1 buah/ruang
3.2 Tempat sampah 1 buah/ruang

b. Ruang Bina Komunikasi, Persepsi Bunyi dan Irama (BKPBI) untuk


Tunarungu (B)
1) Ruang Bina Wicara.
a) ruang Bina Wicara berfungsi sebagai tempat latihan wicara
perseorangan.
b) sekolah yang melayani peserta didik SDLB dan/atau SMPLB
tunarungu memiliki minimum satu buah ruang Bina Wicara
dengan luas minimum 4 m2.
c) ruang Bina Wicara dilengkapi dengan sarana sebagaimana
tercantum pada tabel 13.
tabel 13. Jenis, rasio dan deskripsi sarana ruang bina wicara
No Jenis Rasio Deskripsi
1 Perabot
1.1 Kursi peserta 1 Kuat, stabil, dan aman.
didik buah/peserta
didik
1.2 Meja peserta 1 Kuat, stabil, dan aman.
didik buah/peserta
didik
1.3 Kursi guru 1 buah/guru Kuat, stabil, dan aman.
No Jenis Rasio Deskripsi
1.4 Meja guru 1 buah/guru Kuat, stabil, dan aman.
1.5 Lemari 1 buah/ruang Ukuran memadai untuk
menyimpan seluruh
peralatan Bina Wicara.
Dapat dikunci.
2 Peralatan
Pendidikan
2.1 Speech trainer 1 unit/ruang Berfungsi sebagai alat
amplifikasi bunyi untuk
umpan balik pendengaran.
Dilengkapi dengan lampu
indikator dan vibrator,
headphone anak (suara dan
vibrator), serta mikrofon guru
dan peserta didik
2.2 Alat perekam 1 unit/ruang Tape recorder atau alat
perekam lain yang setara
untuk merekam hasil latihan
bicara peserta didik.
44

2.3 Cermin 1 buah/ruang Ukuran minimum dapat


digunakan 2 orang
bersebelahan, dipasang di
dinding sebagai umpan balik
visual dan membaca ujaran.
2.4 Nasalisator 1 buah/ruang Alat bantu pembentuk fonem-
fonem nasal/ sengau.
2.5 Sikat getar 5 buah/ruang Alat bantu pembentukan
fonem-fonem getar.
2.6 Alat latihan 1 set/ruang Dapat berupa bola pingpong
pernafasan dengan media pipa PVC
dibelah, kapas, bulu-bulu,
lilin, kertas tipis, pembuluh,
parfum/aroma.
2.7 Alat latihan 1 set/ruang Terdiri dari berbagai
organ bicara makanan lunak, cair dan
keras sebagai perangsang
lidah, seperti madu, permen,
sirup.
2.8 Spatel 3 buah/ruang Digunakan untuk
memperbaiki posisi lidah saat
pengucapan fonem tertentu.
Dapat diganti dengan sendok
es krim untuk penggunaan
sekali pakai.
2.9 Garpu tala 1 buah/ruang

No Jenis Rasio Deskripsi


2.10 Gambar organ 1 buah/ruang Digunakan untuk membantu
artikulasi menyadari posisi organ
artikulasi sesuai dengan
fonem yang akan dibentuk.
2.11 Bagan 1 buah/ruang Digunakan untuk membantu
konsonan dan menyadarkan dan
vokal membentuk fonem sesuai
dengan posisi alat ucap.

2.12 Kartu 1 set/ruang Kartu kata berjumlah


identifikasi minimal 15 kartu per fonem
untuk mengidentifikasi fonem
sesuai dengan posisi awal,
tengah dan/atau akhir.
2.13 Buku 1 Merekam perkembangan
program buah/peserta latihan peserta didik.
latihan didik
45

3 Perlengkapan Lain
3.1 Jam dinding 1 buah/ruang
3.2 Kotak kontak 1 buah/ruang
3.3 Tempat sampah 1 buah/ruang

2) Ruang Bina Persepsi Bunyi dan Irama


a) Ruang Bina Persepsi Bunyi dan Irama berfungsi sebagai tempat
mengembangkan kemampuan memanfaatkan sisa pendengaran
dan/atau perasaan vibrasi untuk menghayati bunyi dan
rangsang getar di sekitarnya, serta mengembangkan kemampuan
berbahasa khususnya bahasa irama.
b) Sekolah yang melayani peserta didik SDLB dan/atau SMPLB
tunarungu memiliki minimum satu buah ruang Bina Persepsi
Bunyi dan Irama yang dapat menampung satu rombongan belajar
dengan luas minimum 30 m2.
c) Ruang Bina Persepsi Bunyi dan Irama dilengkapi dengan sarana
sebagaimana tercantum pada tabel 14.
tabel 14. jenis, rasio dan deskripsi sarana ruang bina persepsi bunyi dan
irama
No Jenis Rasio Deskripsi
1 Perabot
1.1 Kursi peserta didik 1 buah/ruang Kuat, stabil, dan aman.
1.2 Meja peserta didik 1 buah/ruang Kuat, stabil, dan aman.
1.3 Kursi guru 1 buah/ruang Kuat, stabil, dan aman.
1.4 Meja guru 1 buah/ruang Kuat, stabil, dan aman.
1.5 Lemari 1 buah/ruang Ukuran memadai untuk
menyimpan seluruh peralatan
Bina Persepsi Bunyi dan Irama.
Dapat dikunci.
No Jenis Rasio Deskripsi
2 Peralatan Pendidikan
2.1 Cermin 1 Ukuran minimum 4 m x 2 m,
buah/sekolah dipasang di dinding ruang
sebagai umpan balik visual,
dilengkapi dengan kain penutup
cermin.
2.2 Sound system 1 set/sekolah Dapat mengeluarkan suara dan
vibrasi yang dapat ditangkap
oleh peserta didik. Dapat
memutar kaset, CD dan media
lain untuk mengiringi
pembelajaran gerak dan tari.
2.3 Sound level meter 1 Dapat mengukur tingkat
buah/sekolah kekerasan suara yang dihasilkan
sound system agar dapat
ditangkap peserta didik.
46

2.4 Keyboard 1 Terdiri dari 3 oktaf.


buah/sekolah
2.5 Alat musik pukul 1 set/sekolah Dapat meliputi tambur, drum,
gendang, tamburin, rebana,
gong, bende, kempul, kenong,
angklung, kentongan, garputala,
triangle.
2.6 Alat musik tiup 6 Dapat meliputi seruling, peluit,
buah/sekolah harmonika, pianika, terompet.
2.7 Panggung getar 1 Panggung berukuran 4 m2
buah/sekolah dengan tinggi 30 cm, kuat dan
mendukung gerak peserta didik
2.8 Alat bantu dengar 10 Jenis pocket, super power, dan
buah/sekolah bina oral.
3 Media Pendidikan
3.1. Papan tulis 2 buah/ruang Ukuran minimum 60 cm x 120
cm.
Ditempatkan pada posisi yang
memungkinkan seluruh peserta
didik melihat dengan jelas.
4 Perlengkapan Lain
4.1 Jam dinding 1 buah/ruang
4.2 Kotak kontak 1 buah/ruang
4.3 Tempat sampah 1 buah/ruang

3) Ruang Bina Diri untuk Tunagrahita (C)


a) Ruang Bina Diri berfungsi sebagai tempat kegiatan pembelajaran
Bina Diri, meliputi:
1) merawat diri makan, minum, menjaga kebersihan badan,
buang air;
2) mengurus diri berpakaian dan berhias diri; dan
3) okupasi melakukan kegiatan sehari-hari yang meliputi
mencuci dan menyeterika baju, menyemir sepatu, membuat
minuman, memasang sprei, dan membersihkan lantai.
b) Sekolah yang melayani peserta didik SDLB dan/atau SMPLB
tunagrahita memiliki minimum satu buah ruang Bina Diri
dengan luas minimum 24 m2.
c) Ruang Bina Diri dilengkapi dengan kamar mandi dan/atau
jamban khusus untuk latihan atau dapat memanfaatkan jamban
yang ada.
d) Ruang Bina Diri dilengkapi dengan sarana sebagaimana
tercantum pada tabel 15.
tabel 15. jenis, rasio, dan deskripsi sarana ruang bina diri
No Jenis Rasio Deskripsi
1 Perabot
47

1.1 Lemari 1 buah/ruang Kuat, stabil, dan aman.


pakaian Memiliki rak dan gantungan
baju.
1.2 Meja dan 1 set/ruang Kuat, stabil, dan aman.
kursi rias Dilengkapi dengan cermin.
1.3 Meja dan 1 set/ruang Kuat, stabil, dan aman.
kursi makan Minimum untuk 6 orang.
1.4 Meja setrika 1 set/ruang Kuat, stabil, dan aman.
1.5 Tempat tidur 1 buah/ruang Kuat, stabil, dan aman.
1.6 Meja dapur 1 buah/ruang Kuat, stabil, dan aman.
1.7 Meja dan 1 set/ruang Kuat, stabil, dan aman.
kursi guru

2. Peralatan Pendidikan
2.1 Perlengkapan 1 set/ruang Terdiri dari bedak, minyak
rias rambut dan sisir.
2.2 Perlengkapan 1 set/ruang Terdiri dari piring, sendok,
makan dan garpu dan gelas. Terbuat dari
minum bahan tidak mudah pecah.
2.3 Taplak meja 1 buah/ruang Warna kain menarik dan tidak
mudah kotor.
2.4 Perlengkapan 1 set/ Terdiri dari sikat gigi, pasta
menggosok peserta gigi, gelas dan handuk kecil.
gigi didik
2.5 Perlengkapan 2 set/ruang Terdiri dari berbagai
memasak. perlengkapan memasak dan
persiapan memasak yang
terbuat dari bahan yang tidak
berkarat dan tidak mudah
pecah.
No Jenis Rasio Deskripsi
2.6 Perlengkapan 1 set/ruang Terdiri dari setrika dan meja
menyeterika setrika.
2.7 Perlengkapan 1 set/ruang Terdiri dari sprei, kasur,
tempat tidur bantal guling dan sarungnya,
selimut.
2.8 Perlengkapan 1 buah/ruang Terdiri dari sapu, alat pel,
kebersihan ember, kemoceng, kain lap,
dan bahan pembersih.
2.9 Pakaian 1 set/peserta Terdiri dari pakaian sekolah,
didik pakaian ibadah, pakaian
santai dan pakaian pesta.
2.10 Perlengkapan 1 set/ruang Terdiri dari gayung dan
ember. Dilengkapi dengan
mandi dan
handuk, sabun dan shampo
buang
untuk setiap peserta didik.
air
48

2.11 Perlengkapan 1 set/ruang Terdiri dari ember, papan


mencuci cuci, sikat dan sabun cuci
pakaian
3 Perlengkapan Lain
3.1 Jam dinding 1 buah/ruang
3.2 Kotak kontak 1 buah/ruang
3.3 Tempat 1 buah/ruang
sampah

4) Ruang Bina Diri dan Bina Gerak untuk Tunadaksa (D)


a) Ruang Bina Diri dan Bina Gerak berfungsi sebagai tempat latihan
koordinasi, layanan perbaikan disfungsi organ tubuh, terapi
wicara dan terapi okupasional, serta sekaligus berfungsi sebagai
ruang asesmen.
b) Sekolah yang melayani peserta didik SDLB dan/atau SMPLB
tunadaksa memiliki minimum satu buah ruang Bina Diri dan
Bina Gerak yang dapat menampung satu rombongan belajar
dengan luas minimum 30 m2.
c) Ruang Bina Diri dan Bina Gerak dilengkapi dengan kamar mandi
dan/atau jamban khusus untuk latihan atau dapat
memanfaatkan jamban yang ada.
d) Ruang Bina Diri dan Bina Gerak dilengkapi dengan sarana
sebagaimana tercantum pada tabel 16.
tabel 16. jenis, rasio, dan deskrispsi sarana ruang bina diri dan bina gerak
No Jenis Rasio Deskripsi
1 Perabot
1.1 Meja dan 1 set/ruang Kuat, stabil, dan aman
kursi guru
1.2 Meja dan 1 set/ruang Kuat, stabil, dan aman
kursi peserta
didik
2 Peralatan Pendidikan
2.1 Staal bars 1 Ukuran standar untuk anak yang
buah/sekolah dapat terbuat dari kayu atau kayu dan
logam. Berfungsi sebagai alat bantu
berdiri atau alat untuk
memperkenalkan posisi berdiri.
2.2 Restorator 1 set/sekolah Digunakan untuk latihan tangan dan
hand dan latihan kaki.
Restorator leg
2.3 Exercise mat 2 set/sekolah Digunakan sebagai alas lantai saat
R 70 latihan.
2.4 Papan 1 set/sekolah Terbuat dari balok ukuran panjang 3
keseimbanga m, lebar 15 cm, tebal 10 cm, tinggi 20
n cm dari lantai.
Digunakan untuk latihan
keseimbangan pada posisi berdiri dan
berjalan.
49

2.5 Sand bag 3 unit/sekolah Kantong berisi pasir sebagai pemberat


dan penyetabil keseimbangan.
2.6 Stand-in table 1 set/sekolah Dapat digunakan oleh dua peserta
didik. Digunakan untuk memperbaiki
postur tubuh dan melatih otot kaki.
2.7 Vestibular 1 set/sekolah Berupa papan keseimbangan setengah
board lingkaran yang digunakan untuk
latihan keseimbangan dalam posisi
duduk dan tengkurap.
2.8 Balance 1 set/sekolah Digunakan untuk mengembangkan
beam set kemampuan persepsi jarak dalam
melangkah.
2.9 Physio ball 1 set/sekolah Terdiri dari beberapa ukuran.
mirror Digunakan sebagai tumpuan untuk
melatih otot perut dan punggung.
2.10 Wheelchair 2 buah/sekolah Kursi roda sebagai alat bantu bergerak.
2.11 Walker 2 Digunakan sebagai alat bantu berjalan.
buah/sekolah
2.12 Crawler 1 Digunakan sebagai alat bantu bergerak
buah/sekolah bagi siswa dengan anggota tubuh yang
tidak berfungsi.
No Jenis Rasio Deskripsi
2.13 Stick 2 pasang/sekolah

2.14 Kruk 2 Meliputi jenis kruk dengan tumpuan di


pasang/sekolah siku dan kruk dengan tumpuan di
untuk setiap ketiak
jenis
2.15 Tripod 1 set/sekolah Terbuat dari logam.
Digunakan sebagai alat bantu berjalan.
2.16 Brace 1 set/sekolah Digunakan untuk menyangga kaki
yang layu.
2.17 Walking 1 set/sekolah Digunakan untuk latihan berjalan
parallel bars serta penguatan otot kaki dan otot
tangan.
2.18 Wall bars 1 buah/sekolah Berupa tangga yang menempel pada
dinding tembok.
Berfungsi untuk melatih kekuatan otot
tangan, otot kaki dan memperbaiki
postur tubuh terutama tulang
belakang.
2.19 Dynamic 1 set/sekolah Digunakan untuk latihan
body and keseimbangan dalam berbagai posisi.
balance
2.20 Kolam 1 buah/sekolah Berupa kolam berukuran 2 m dengan
hydrotherapy kedalaman antara 20-120 cm.
Terbuat dari beton, fiber, plastik atau
bahan lain yang setara.
50

Dapat berupa kolam permanen atau


portabel.
2.21 Tempat tidur 1 buah/sekolah Digunakan sebagai tempat untuk
pemijatan otot-otot yang layu.
2.22 Dressing 6 set/sekolah Sebagai sarana latihan binadiri.
frame set
2.23 Swivel utensil 1 set/sekolah Sebagai sarana latihan binadiri.
2.24 Lacing shoes 1 set/sekolah Sebagai sarana latihan binadiri.
Terdiri dari perlengkapan latihan
menggunakan sepatu dan kaos
kaki.
2.25 Peralatan 1 set/sekolah Terdiri dari berbagai bentuk kloset
toilet training untuk latihan buang air serta latihan
bagi orangtua/pengasuh untuk
memindahkan peserta didik dari kursi
roda ke kloset.
2.26 Cermin 1 buah/sekolah Cermin lebar dipasang di dinding dan
dilengkapi dengan kain penutup
cermin.
No Jenis Rasio Deskripsi
2.27 Speech 1 set/sekolah Berfungsi sebagai alat amplifikasi
trainer bunyi untuk umpan balik
pendengaran. Dilengkapi dengan
lampu indikator dan vibrator,
headphone anak (suara dan vibrator),
serta mikrofon guru dan peserta didik.
2.28 Garpu tala 1 buah/sekolah

2.29 Spatel 1 buah/sekolah Digunakan untuk memperbaiki posisi


lidah saat pengucapan fonem tertentu.
Dapat diganti dengan sendok es krim
untuk penggunaan sekali pakai.
3 Perlengkapan lain
3.1 Jam dinding 1 buah/ruang
3.2 Kotak kontak 1 buah/ruang
3.3 Tempat 1 buah/ruang
sampah

5) Ruang Bina Pribadi dan Sosial untuk Tunalaras (E)


a) Ruang Bina Pribadi dan Sosial berfungsi sebagai tempat
penanganan dan pemberian tindakan kepada peserta didik
dalam usaha perubahan perilaku, pribadi dan sosial.
b) Sekolah yang melayani peserta didik SDLB dan/atau SMPLB
tunalaras memiliki minimum satu ruang Bina Pribadi dan Sosial
dengan luas minimum 9 m2.
c) Ruang Bina Pribadi dan Sosial dapat memberikan kenyamanan
suasana bagi peserta didik.
d) Ruang Bina Pribadi dan Sosial dilengkapi dengan sarana
sebagaimana tercantum pada tabel 17.
51

tabel 17. jenis rasio dan diskripsi sarana ruang program khusus bina
pribadi dan sosial
No Jenis Rasio Deskripsi
1. Perabot
1.1 Meja kerja 1 buah/ruang Model setengah biro
1.2 Kursi kerja 2 buah/ruang Kuat, stabil, dan aman
1.3 Kursi tamu 1 set /ruang Kuat, stabil, dan aman. Untuk 5
orang.
1.4 Lemari 1 buah/ruang Ukuran memadai untuk menyimpan
peralatan Bina Pribadi dan Sosial.

No Jenis Rasio Deskripsi


2. Peralatan Pendidikan
2.1 Buku catatan 1 set/ruang Untuk mencatat perkembangan
pribadi peserta perilaku peserta didik.
didik
2.2 Media 1 set/ruang Media simulasi peran keluarga,
pengembangan media penyaluran agresifitas
kepribadian (misalnya rolling boxer, sarung tinju
dan tracksando).
3 Perlengkapan lain
3.1 Jam dinding 1 buah/ruang
3.2 Kotak kontak 1 buah/ruang
3.3 Tempat 1 buah/ruang
sampah

6) Ruang Keterampilan.
a) Ruang keterampilan berfungsi sebagai tempat kegiatan
pembelajaran keterampilan sesuai dengan program keterampilan
yang dipilih oleh tiap sekolah.
b) Pada setiap sekolah yang menyelenggarakan jenjang pendidikan
SMPLB dan/atau SMALB minimum terdapat dua buah ruang
keterampilan. Ruang tersebut digunakan untuk kegiatan
pembelajaran pada jenis keterampilan yang dapat dipilih dari tiga
kelompok keterampilan: keterampilan rekayasa, keterampilan
jasa atau keterampilan perkantoran.
c) Ruang keterampilan memiliki luas minimum 24 m2 dan lebar
minimum 4 m.
d) Ruang keterampilan dilengkapi dengan sarana sesuai jenis
keterampilan.
3. Ruang Penunjang
a. Ruang Pimpinan:
1) ruang pimpinan berfungsi sebagai tempat melakukan kegiatan
pengelolaan SDLB, SMPLB dan/atau SMALB, pertemuan dengan
sejumlah kecil guru, orang tua murid, unsur komite sekolah, petugas
dinas pendidikan, atau tamu lainnya.
52

2) luas minimum ruang pimpinan adalah 12 m2 dan lebar minimum


adalah 3 m.
3) ruang pimpinan mudah diakses oleh guru dan tamu sekolah, serta
dapat dikunci dengan baik.
4) ruang pimpinan dilengkapi sarana sebagaimana tercantum pada
tabel 18.
tabel 18. jenis, rasio, dan deskripsi sarana ruang pimpinan
No Jenis Rasio Deskripsi
1 Perabot
1.1 Kursi 1 buah/ruang Kuat, stabil, dan aman.
pimpinan Ukuran memadai untuk
duduk dengan nyaman.
1.2 Meja 1 buah/ruang Kuat, stabil, dan aman.
pimpinan Ukuran memadai untuk
bekerja dengan nyaman.
1.3 Kursi dan 1 set/ruang Kuat, stabil, dan aman.
meja tamu Ukuran memadai untuk 5
orang duduk dengan nyaman.
1.4 Lemari 1 buah/ruang Kuat, stabil, dan aman.
Ukuran memadai untuk
menyimpan perlengkapan
pimpinan sekolah.
Dapat dikunci.
1.5 Papan 1 buah/ruang Kuat, stabil, dan aman.
statistik Berupa papan tulis berukuran
minimum 1 m2.
2 Perlengkapan lain
2.1 Simbol 1 set/ruang Terdiri dari Bendera Merah
kenegaraan Putih, Garuda Pancasila,
Gambar Presiden RI, dan
Gambar Wakil Presiden RI.
2.2 Tempat 1 buah/ruang
sampah
2.3 Jam dinding 1 buah/ruang

b. Ruang Guru:
1) ruang guru berfungsi sebagai tempat guru bekerja dan istirahat serta
menerima tamu, baik peserta didik maupun tamu lainnya.
2) rasio minimum luas ruang guru adalah 4 m2/pendidik dan luas
minimum adalah 32 m2.
3) ruang guru mudah dicapai dari halaman SDLB, SMPLB dan/atau
SMALB ataupun dari luar lingkungan SDLB, SMPLB dan/atau
SMALB, serta dekat dengan ruang pimpinan.
4) ruang guru dilengkapi sarana sebagaimana tercantum pada tabel 19.
53

tabel 19. jenis, rasio, dan deskripsi sarana ruang guru


No Jenis Rasio Deskripsi
1 Perabot
1.1 Kursi kerja 1 buah/guru Kuat, stabil, dan aman.
Ukuran memadai untuk
duduk dengan nyaman.
1.2 Meja kerja 1 buah/guru Kuat, stabil, dan aman.
Model meja setengah
biro. Ukuran memadai
untuk menulis,
membaca, memeriksa
pekerjaan, dan
memberikan konsultasi.
1.3 Lemari 1 buah/guru Kuat, stabil, dan aman.
atau 1 buah Ukuran memadai untuk
yang menyimpan perlengkapan
digunakan guru untuk persiapan dan
bersama oleh pelaksanaan pembelajaran.
semua guru
Dapat dikunci.
1.4 Papan 1 Kuat, stabil, dan aman.
statistik buah/sekolah Berupa papan tulis
berukuran minimum 1 m2.
1.5 Papan 1 Kuat, stabil, dan aman.
pengumuman buah/sekolah Berupa papan tulis
berukuran minimum 1 m2.

2 Perlengkapan Lain
2.1 Tempat cuci 1 buah/ruang
tangan
2.2 Jam dinding 1 buah/ruang
2.3 Tempat 1 buah/ruang
sampah

c. Ruang Tata Usaha:


1) Ruang tata usaha berfungsi sebagai tempat kerja petugas untuk
mengerjakan administrasi SDLB, SMPLB dan/atau SMALB.
2) Rasio minimum luas ruang tata usaha adalah 4 m2/petugas dan luas
minimum adalah 16 m2.
3) Ruang tata usaha mudah dicapai dari halaman SDLB, SMPLB
dan/atau SMALB ataupun dari luar lingkungan SDLB, SMPLB
dan/atau SMALB, serta dekat dengan ruang pimpinan.
4) Ruang tata usaha dilengkapi sarana sebagaimana tercantum pada
tabel 20.
54

tabel 20. jenis, rasio, dan deskripsi sarana ruang tata usaha
No Jenis Rasio Deskripsi
1 Perabot
1.1 Kursi kerja 1 Kuat, stabil, dan aman.
buah/petugas Ukuran memadai untuk
duduk dengan nyaman.
1.2 Meja kerja 1 Kuat, stabil, dan aman.
buah/petugas Model meja setengah biro.

Ukuran memadai untuk


melakukan pekerjaan
administrasi.
1.3 Lemari 1 buah/ruang Kuat, stabil, dan aman.
Ukuran memadai untuk
menyimpan arsip
dan perlengkapan pengelolaan
administrasi sekolah.
Dapat dikunci.
1.4 Papan 1 buah/ruang Kuat, stabil, dan aman.
statistik Berupa papan tulis berukuran
minimum 1 m2.
2 Perlengkapan
Lain
2.1 Mesin ketik/ 1 set/sekolah
komputer
2.2 Filing cabinet 1
buah/sekolah
2.3 Brankas 1
buah/sekolah
2.4 Telepon 1
buah/sekolah
2.5 Jam dinding 1 buah/ruang
2.6 Kotak kontak 1 buah/ruang
2.7 Penanda 1
waktu buah/sekolah
2.8 Tempat 1 buah/ruang
sampah

d. Tempat Beribadah:
1) tempat beribadah berfungsi sebagai tempat warga SDLB, SMLPB
dan/atau SMALB melakukan ibadah yang diwajibkan oleh agama
masing-masing pada waktu sekolah.
2) banyak tempat beribadah sesuai dengan kebutuhan tiap SDLB,
SMPLB dan/atau SMALB, dengan luas minimum adalah 12 m2.
3) tempat beribadah dilengkapi sarana sebagaimana tercantum pada
tabel 21.
55

tabel 21. jenis, rasio, dan deskripsi sarana tempat beribadah


No Jenis Rasio Deskripsi
1 Perabot
1.1 Lemari/rak 1 Kuat, stabil, dan aman.
buah/tempat Ukuran memadai untuk
ibadah menyimpan perlengkapan
ibadah.
2 Perlengkapan
lain
2.1 Perlengkapan Disesuaikan dengan
ibadah kebutuhan.
2.2 Jam dinding 1
buah/tempat
ibadah

e. Ruang UKS:
1) ruang UKS berfungsi sebagai tempat untuk penanganan dini peserta
didik yang mengalami gangguan kesehatan di SDLB, SMPLB
dan/atau SMALB.
2) luas minimum ruang UKS adalah 12 m2.
3) ruang UKS dilengkapi sarana sebagaimana tercantum pada tabel 22.
tabel 22. jenis, rasio, dan deskripsi sarana ruang UKS
No Jenis Rasio Deskripsi
1 Perabot
1.1 Tempat tidur 1 set/ruang Kuat, stabil, dan aman.
1.2 Lemari 1 buah/ruang Kuat, stabil, dan aman.
Dapat dikunci.
1.3 Meja 1 buah/ruang Kuat, stabil, dan aman.
1.4 Kursi 2 buah/ruang Kuat, stabil, dan aman.
2 Perlengkapan Lain
2.1 Catatan kesehatan 1 set/ruang
peserta didik
2.2 Perlengkapan P3K 1 set/ruang Tidak kadaluarsa.
2.3 Tandu 1 buah/ruang
2.4 Selimut 1 buah/ruang
2.5 Tensimeter 1 buah/ruang
2.6 Termometer badan 1 buah/ruang

2.7 Timbangan badan 1 buah/ruang


2.8 Pengukur tinggi 1 buah/ruang
badan
2.9 Tempat cuci 1 buah/ruang
tangan
56

2.10 Jam dinding 1 buah/ruang


2.11 Tempat sampah 1 buah/ruang

f. Ruang Konseling/Asesmen:
1) ruang konseling/asesmen berfungsi sebagai tempat peserta didik
mendapatkan layanan konseling dari konselor berkaitan dengan
pengembangan pribadi, sosial, belajar, dan karir, serta berfungsi
sebagai tempat kegiatan dalam menggali data kemampuan awal
peserta didik sebagai dasar layanan pendidikan selanjutnya.
2) luas minimum ruang konseling/asesmen adalah 9 m2.
3) ruang konseling/asesmen dapat memberikan kenyamanan suasana
dan menjamin privasi peserta didik.
4) ruang konseling/asesmen dilengkapi sarana sebagaimana tercantum
pada tabel 23.
tabel 23. jenis, rasio, dan deskripsi sarana ruang konseling/asesmen
No Jenis Rasio Deskripsi
1 Perabot
1.1 Meja kerja 1 buah/ruang Kuat, stabil, dan aman.
Ukuran memadai untuk
bekerja dengan nyaman.
1.2 Kursi kerja 1 buah/ruang Kuat, stabil, dan aman.
Ukuran memadai untuk
duduk dengan nyaman.
1.3 Kursi tamu 2 buah/ruang Kuat, stabil, dan aman.
Ukuran memadai untuk
duduk dengan nyaman.
1.4 Lemari 1 buah/ruang Kuat, stabil, dan
aman. Dapat dikunci.
1.5 Papan kegiatan 1 buah/ruang Kuat, stabil, dan aman.

2 Peralatan Pendidikan
2.1 Instrumen 1 set/ruang
konseling
2.2 Buku sumber 1 set/ruang
2.3 Media 1 set/ruang Menunjang pengembangan
pengembangan kognisi, emosi, dan motivasi
kepribadian peserta didik.
2.4 Perlengkapan 1 set/ruang Disesuaikan dengan jenis
asesmen ketunaan peserta didik.
3 Perlengkapan lain
3.1 Jam dinding 1 buah/ruang
3.2 Tempat sampah 1 buah/ruang
57

g. Jamban:
1) jamban berfungsi sebagai tempat buang air besar dan/atau kecil.
2) minimum terdapat 2 unit jamban. Pada SDLB, SMPLB, dan/atau
SMALB untuk tunagrahita dan/atau tunadaksa, minimum salah
satu unit jamban merupakan unit yang dapat digunakan oleh anak
berkebutuhan khusus, termasuk pengguna kursi roda.
3) jamban dilengkapi dengan peralatan yang mempermudah peserta
didik berkebutuhan khusus untuk menggunakan jamban.
4) luas minimum 1 unit jamban adalah 2 m2.
5) jamban harus berdinding, beratap, dapat dikunci, dan mudah
dibersihkan.
6) tersedia air bersih di setiap unit jamban.
7) jamban dilengkapi sarana sebagaimana tercantum pada tabel 25.
tabel 25. jenis, rasio, dan deskripsi sarana jamban
No Jenis Rasio Deskripsi
1 Perlengkapan Lain
1.1 Kloset 1 buah/unit Khusus untuk SDLB, SMPLB
jamban dan SMALB tunagrahita
dan/atau tunadaksa minimum
terdapat 1 buah kloset duduk
yang dapat digunakan oleh
pengguna kursi roda.
1.2 Tempat air 1 buah/ unit Volume minimum 200 liter.
jamban Berisi air bersih.
1.3 Gayung 1 buah/ unit
jamban
1.4 Gantungan 1 buah/ruang
pakaian
1.5 Tempat 1 buah/ruang
sampah

h. Gudang:
1) gudang berfungsi sebagai tempat menyimpan peralatan
pembelajaran di luar kelas, tempat menyimpan sementara peralatan
SDLB, SMPLB dan/atau SMALB yang tidak/belum berfungsi, dan
tempat menyimpan arsip SDLB, SMPLB dan/atau SMALB yang telah
berusia lebih dari 5 tahun.
2) luas minimum gudang adalah 18 m2.
3) gudang dapat dikunci.
4) gudang dilengkapi sarana sebagaimana tercantum pada tabel 26.
tabel 26. jenis, rasio, dan deskripsi sarana gudang
No Jenis Rasio Deskripsi
1 Perabot
1.1 Lemari 1 Kuat, stabil, dan aman.
buah/ruang
58

Ukuran memadai untuk


menyimpan alatalat dan arsip
berharga.
1.2 Rak 1 Kuat, stabil, dan aman.
buah/ruang Ukuran memadai untuk
menyimpan peralatan olahraga,
kesenian, dan keterampilan.

i. Ruang Sirkulasi:
1) ruang sirkulasi horizontal berfungsi sebagai tempat penghubung
antar ruang dalam bangunan SDLB, SMPLB dan/atau SMALB dan
sebagai tempat berlangsungnya kegiatan bermain dan interaksi
sosial peserta didik di luar jam pelajaran, terutama pada saat hujan
ketika tidak memungkinkan kegiatan-kegiatan tersebut berlangsung
di halaman SDLB, SMPLB dan/atau SMALB.
2) ruang sirkulasi horizontal berupa koridor yang menghubungkan
ruangruang di dalam bangunan SDLB, SMPLB dan/atau SMALB
dengan luas minimum adalah 30% dari luas total seluruh ruang pada
bangunan, lebar minimum adalah 1,8 m, dan tinggi minimum adalah
2,5 m.
3) ruang sirkulasi horizontal dapat menghubungkan ruang-ruang
dengan baik, beratap, serta mendapat pencahayaan dan penghawaan
yang cukup.
4) koridor tanpa dinding pada lantai atas bangunan bertingkat
dilengkapi pagar pengaman dengan tinggi 90 -110 cm.
5) bangunan bertingkat dilengkapi tangga dan ramp.
6) bangunan bertingkat dengan panjang lebih dari 30 m dilengkapi
minimum dua buah tangga.
7) jarak tempuh terjauh untuk mencapai tangga pada bangunan
bertingkat tidak lebih dari 25 m.
8) lebar minimum tangga adalah 1,5 m, tinggi maksimum anak tangga
adalah 17 cm, lebar anak tangga adalah 25-30 cm, dan dilengkapi
pegangan tangan yang kokoh dengan tinggi 85-90 cm.
9) tangga yang memiliki lebih dari 16 anak tangga harus dilengkapi
bordes dengan lebar minimum sama dengan lebar tangga.
10) kelandaian ramp tidak lebih terjal dari 1:12.
11) ruang sirkulasi vertikal dilengkapi pencahayaan dan penghawaan
yang cukup.
j. Tempat Bermain/Berolahraga:
1) tempat bermain/berolahraga berfungsi sebagai area bermain,
berolahraga, pendidikan jasmani, upacara, dan kegiatan
ekstrakurikuler, serta sebagai tempat latihan orientasi dan mobilitas
bagi peserta didik tunanetra dan latihan mobilitas bagi peserta didik
tunadaksa.
2) minimum terdapat tempat bermain/berolahraga berukuran 20 m x
10 m yang memiliki permukaan datar, drainase baik, dan tidak
terdapat pohon, saluran air, serta benda-benda lain yang
mengganggu kegiatan berolahraga.
59

3) sebagian lahan di luar tempat bermain/berolahraga ditanami pohon


yang berfungsi sebagai peneduh.
4) lokasi tempat bermain/berolahraga diatur sedemikian rupa sehingga
tidak banyak mengganggu proses pembelajaran di kelas.
5) tempat bermain/berolahraga tidak digunakan untuk tempat parkir.
6) tempat bermain/berolahraga dilengkapi sarana sebagaimana
tercantum pada tabel 27.
tabel 27. jenis, rasio, dan deskripsi sarana tempat bermain/berolahraga
No Jenis Rasio Deskripsi
1 Peralatan
Pendidikan
1.1 Tiang bendera 1 Tinggi sesuai ketentuan yang
buah/sekolah berlaku.
1.2 Bendera 1 Ukuran sesuai dengan
buah/sekolah ketentuan yang berlaku.
1.3 Peralatan olah 3 set/sekolah Jenis disesuaikan dengan jenis
raga ketunaan peserta didik.

E. INSTENTIF BAGI PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN NON PNS


1. Umum:
a. penerima insetif adalah pendidik dan tenaga kependidikan Pendidikan
khusus non PNS yang bertugas di SLB dan Sekolah Penyelenggara
Pendidikan Inklusif se Jawa Barat;
b. penerima insentif wajib mengisi formulir biodata calon penerima insentif
(format disediakan oleh provinsi);
c. penerima insentif mempunyai NUPTK dan atau nomor registrasi lainnya
yang sah dan diakui oleh Dinas pendidikan;
d. penerima insentif wajib menyertakan surat keterangan mengajar atau
melaksanakan tugas dari kepala SLB dan Sekolah Penyelenggara
Pendidikan Inklusif minimal 5 tahun terakhir disertai dengan SK dari
kepala SLB dan Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif; dan
e. penerima insentif mengisi aplikasi data pada pangkalan data yang ada
pada gugus masing-masing disertai surat komitmen integritas (format
disediakan oleh provinsi).
2. Khusus:
a. penerima insentif pendidik dan tenaga kependidikan Pendidikan khusus
non PNS di Jawa Barat hanya diperbolehkan menerima insentif dari
Dinas Pendidikan Provinsi jawa Barat hanya 1 pilihan insentif;
b. penerima insentif dilarang menukarkan kepada pendidik dan tenaga
kependidikan yang tidak berhak;
c. penerima insentif wajib melaksanakan tugas selama pemberi insetif
dalam masa komitmen integritas berlangsung;
d. penerima insentif memberikan laporan absen bulanan pada pangkalan
data gugus untuk diteruskan pada pengkalan data provinsi (format
disediakan oleh provinsi); dan
e. penerima insentif wajib mentaati peraturan yang dibuat sebagaimana
tesebut diatas.
60

F. LEMBAGA INTERVENSI MANDIRI


1. Bentuk Lembaga yaitu klinik multidisiplin yang memantau dan menangani
masalah pertumbuhan dan perkembangan anak dari usia 4 tahun sampai
berusia 20 tahun.
2. Lembaga intervensi mandiri ditangani oleh sebuah Tim Tumbuh Kembang
yang terdiri dari dokter spesialis, terapis dan guru pendidikan khusus yang
berkecimpung dalam bidang tumbuh kembang anak, antara lain:
a. Dokter Spesialis Saraf Anak;
b. Dokter Spesialis Rehabilitasi Medis;
c. Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Anak;
d. Psikolog;
e. Ahli Terapi Fisik/Fisioterapi;
f. Ahli Terapi Okupasi; dan
g. Ahli Terapi Wicara.
3. Penilaian ( assesment ) akan dilakukan pada semua anak berkebutuhan
khusus dengan keluhan tumbuh kembang oleh sebuah tim Holistik yang
terdiri dari ahli medis syaraf anak, ahli rehabilitasi medik , psikolog dan guru
pendidikan khusus.
4. Jenis layanan pada lembaga intervensi mandiri.
a. Terapi Okupasi (Occupational Therapy):
menangani anak dengan gangguan perkembangan motorik halus.
b. Terapi Sensori Integrasi:
menangani anak-anak dengan disfungsi sensory integrasi yang bisa
terjadi pada kasus-kasus seperti autisme, Attention Deficit/Hyperactivity
Disorder (ADHD), PDDNOS, Learning Disabilities, Asperger Syndrome
dan lain-lain. Aktivitas integrasi sensoris juga bertujuan untuk
meningkatkan kapasitas untuk belajar.
c. Terapi Wicara (Speech therapy):
untuk anak dengan keterlambatan perkembangan bicara terapi bagi
anak dengan keterlambatan perkembangan bicara serta gangguan
perilaku komunikasi yang meliputi gangguan bahasa, bicara, suara, dan
irama kelancaran sehingga pasien dapat mampu berinteraksi dengan
lingkungannya secara wajar dan optimal.
d. Fisioterapi:
untuk anak dengan gangguan perkembangan motorik kasar.
e. Terapi perilaku (Behaviour Therapy):
terapi bagi anak dengan gangguan perkembangan perilaku yang
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan anak agar berperilaku lebih
adaptif dengan lingkungan sekitar, serta mengurangi perilaku yang tidak
sesuai, seperti perilaku agresif, dan lain-lain.
f. Terapi Orthopaedagog:
terapi bagi anak yang mengalami kesulitan dalam mengikuti pendidikan
pada umumnya, tidak mampu mengembangkan potensi secara optimal,
serta memiliki prestasi belajar yang rendah, sehingga memerlukan
perhatian dan bantuan khusus untuk mendapatkan hasil yang lebih
baik sesuai bakat dan kemampuannya serta mengembangkan potensi
akademik dan menumbuhkan sikap belajar yang positif.
61

g. Orthoprostetic:
membuat alat bantu bagi anak yang membutuhkan.
h. Terapi Musik:
terapi musik bagi anak dan ibu hamil (dilakukan oleh Psikolog).
5. Kurikulum dan bahan ajar atau terapis menyesuaikan dengan aturan
organisasi profesi.
6. Melakukan koordinasi dengan Resource Center.
7. Ijin rekomendasi kelembagaan pada Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat
melalui bagian pendidikan di Sekretariat Daerah Provinsi.
G. EVALUASI
Evaluasi dilaksanakan oleh Dinas pendidikan Provinsi Jawa Barat. Hasil
evaluasi menjadi masukan untuk perbaikan penyelenggara pendidikan khusus,
para pihak yang terlibat perbaikan pengembangan pendidikan khusus.
H. PELAPORAN
Tim Pelaksana evaluasi SPM penyelenggara pendidikan khusus memberikan
laporan pemantauan dan evaluasi kepada Gubernur melalui Dinas Pendidikan
provinsi jawa Barat yang dikoordinasikan pada bagian pendidikan di Sekretariat
Daerah Pemerintahan Provinsi Jawa Barat.
Laporan hasil pemantauan dan evaluasi kepada Gubernur melalui bagian
pendidikan di Sekretariat Daerah Pemerintahan Provinsi Jawa Barat untuk
dimasukkan sebagai salah satu indikator pelaksanaan SPM secara keseluruhan
yang diamanatkan oleh peraturan dan perundangan yang berlaku.

GUBERNUR JAWA BARAT,

MOCHAMAD RIDWAN KAMIL

Anda mungkin juga menyukai