Filsafatt
Filsafatt
Makalah ini disusun dan diajukan untuk memenuhi tugas terstruktur pada
mata kuliah “Filsafat Pendidikan Islam”
Dosen Pengampu:
Endah Kurnia Yuningsih, M.Pfis.
Dr. Muhammad Minan Chusni, M.Pd. Si.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1. Latar Belakang Masalah........................................................................1
1.2. Rumusan Masalah..................................................................................1
1.3. Tujuan Penulisan...................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................2
BAB III PENUTUP..............................................................................................12
PENUTUP.............................................................................................................12
3.1. Kesimpulan..........................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Adapun rumusan masalah yang penulis ajukan didalam makalah ini adalah
sebagai berikut :
1. Apa saja aliran - aliran dalam filsafat pendidikan terkait dengan praktik
pelaksanaan pendidikan?
2. Bagaimana hubungan antara filsafat dan dinamika sistem pendidikan
Indonesia dengan filsafat pendidikan Islam?
1.3. Tujuan Penulisan
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
3. Filsafat pendidikan Pragmatisme
Pragmatisme yaitu makna segala sesuatu yang bergantung pada hubungan
yang dilakukan Power (dalam uyoh,2011:133) implikasi filsafat pendidikan
dikemukakan Pragmatisme sebagai berikut:
a. Tujuan pendidikan
Menemukan hal baru dalam kehidupan yang didapatkan pada pengalaman.
b. Kedudukan siswa
Memiliki kemampuan yang luar biasa dan kompleks untuk
mengembangkannya.
c. Peranan guru
Mengawasi dan membimbing pengalaman belajar siswa, tanpa
mengganggu minat dan kebutuhannya.
d. Kurikulum
Menentukan kurikulum dan menghilangkan perbedaan antara pendidikan
liberal dan praktis untuk minat dan kebutuhan siswa.
e. Metode
Metode aktif, yaitu learning by doing (belajar sambil bekerja).
3
Power (dalam uyoh,2011:165) mengemukakan implikasi filsafat pendidikan
Esensialisme sebagai berikut:
a. Tujuan pendidikan
Tujuan lainnya dari pendidikan esensialisme adalah mempersiapkan orang
untuk berhasil di sekolah, di mana sekolah memainkan perannya sendiri dalam
merencanakan tujuan mata pelajaran yang cocok untuk digunakan seseorang.
tujuan umum pendidikan esensial adalah untuk mengajarkan warisan budaya
dan sejarah dengan menggunakan akumulasi pengetahuan yang dapat bertahan
lama.
Dari sudut pandang filosofi pendidikan esensialisme, proses pembelajaran
harus berpusat pada guru. Dimana pembelajaran menggunakan metode yang
menyesuaikan dengan kreatifitas dan inisiatif guru.
b. Kedudukan siswa
Sekolah bertanggung jawab atas pemberian pengajaran yang logis atau
dapat dipercaya. Sekolah berkuasa untuk menuntut hasil belajar siswa. Siswa
belajar ke sekolah untuk belajar, bukan untuk mengatur pelajaran.
c. Peranan guru
Guru harus terdidik. Secara moral ia merupakan orang yang dapat
dipercaya, dan secara teknis harus memiliki kemahiran dalam mengarahkan
proses belajar.
d. Kurikulum
Di pendidikan dasar berupa membaca, menulis, berhitung keterampilan
berkomunikasi adalah esensial untuk mencapai prestasi skolastik dan hidup
sosial yang layak. Kurikulum sekolah berisikan apa yang harus diajarkan.
e. Metode
Metode tradisional, menekankan pada inisiatif guru.
4
Guru harus menunjukkan rasa hormat yang sejati (ikhlas) terhadap semua
budaya, baik dalam memberi pelajaran maupun dalam hal lainnya. Pelajaran
sekolah harus mewakili budaya masyarakat.
d. Kurikulum
Kurikulum sekolah tidak boleh didominasi oleh budaya mayoritas
maupun oleh budaya yang ditentukan atau disukai semua budaya dan nilai-
nilai yang berhubungan berhak untuk mendapatkan tempat dalam kurikulum.
e. Metode
Sebagai kelanjutan dari pendidikan progresif, metode aktivitas
dibenarkan (learning by doing).
7. Filsafat Postmodernisme
Postmodernisme merupakan suatu paham yang mengkritisi dan melampaui
nilai-nilai dan pandangan yang diusung oleh zaman sebelumnya terkhusus pada
modernism yang dinilai gagal dan sebagai bentuk reaksi pemberontakan dan kritik
atas janji modernism. Tokoh-tokoh filsafat Postmodernisme diantaranya Charles
Sanders Pierce(1839-1914),10 September 1839 adalah seorang filsuf, ahli logika
semiotika, matematika dan ilmuan Amerika Serikat mengemukakan Tiga konsep
semiotika:
1. Sintaksis semiotok adalah hubungan antar benda,seperti teks dan gambar
dalam iklan.
2. Semantik semiotik adalah hubungan antara tanda, obyek dan interpretant. Hal
ini untuk melihat hubungan antara tanda non bahasa dalam iklan.
3. Pragmatik semiotik adalah hubungan antara pemakai tanda dan pemakaian
tanda.
5
Tujuan pendidikan adalah agar generasi kita mampu mengenai, mempelajari
kenyataan ini, dan mampu mengubahnya. Tanpa pengetahuan yang objektif
berarti akan terjadimanipulasi terhadap realitas. Tanpa itu yang akan lahir adalah
generasi cuek, permisif,malas dan mengikuti maknanya sendiri. Padahal otonomi
makna adalah jitos karena tidak tercipta dengan sendirinya. Postmodernisme
memiliki asumsi yang hampir sama dengan pendidikan liberalis, yaitu
menekankan individualisme dengan menganggap bahwa setiap individu memiliki
makna yang berbeda-beda.
Pengembangan kurikulum pada era postmodern akan memberikan
argumenterhadap pendekatan tradisional atas logika positivisme modern kepada
pelajaran sejarah sebagai sebuah peristiwa yang perlu dipelajari. Kurikulum
postmodern akan mendorong refleksi autobiography menjelaskan pengamatan
yang didapat, memperbaiki hasil interpretasi dan mengerti secara kontekstual.
Pengetahuan dipahami sebagai ketertarikan refleksi manusia, adanya nilai yang
dianut, ada aksi yang dibangun secara sosial.
a. Keunggulan Lahirnya Filsafat Posmodernisme
1) Pengingkaran atas semua jenis ideology. Konsep berfilsafat dalam era
postmodernisme adalah hasil penggabungan dari berbagai jenis fondasi
pemikiran. Mereka tidak mau terkungkung dan terjebak dalam satu
bentuk fondasi pemikiran filsafat tertentu.
2) Menggantikan peran cerita-cerita besar menuju cerita-cerita kecil, dimana
aliran modernism dianggap bergantung dan terpaku pada grand narrative
dari kemapanan filsafat yang hanya mengandalkan akal, dialektika roh,
emansipasi subjek yang rasional, dan sebagainya.
3) Aliran ini tidak meniru sesuatu yang ada (pemikiran) tetapimenggunakan
sesuatu yang sudah ada dengan gaya baru, dan lain-lain.
b. Kekurangan Filsafat Posmodernisme
1) Postmodernisme tidak memiliki asas-asa yang jelas (universal dan
permanen). Bagaimana mungkin akal sehat manusia dapat menerima
sesuatu yang tidak jelas asas dan landasannya? Jika jawaban mereka
positif, jelas sekali hal itu bertentangan dengan pernyataan mereka
sendiri.
2) Segala pemikiran yang hendak merevisi modernisme, tidak dengan
menolak modernisme itu secara total, melainkan dengan memperbaharui
premis-premis modern di sana-sini saja. Ini dimaksudkan lebih
merupakan "kritik imanen" terhadap modernisme dalam rangka men
gatasi berbagai konsekuensi negatifnya.
3) Pemikiran-pemikiran yang terkait erat pada dunia sastra dan banyak
berurusan dengan persoalan linguistik. Kata kunci yang paling populer
6
dan digemari oleh kelompok ini adalah "dekontruksi", dan lain-lain
(Juanda, 2016).
7
Rasionalisme lahir adalah sebagai reaksi terhadap dominasi Gereja pada Abad
Pertengahan Kristen di Barat. Munculnya rasionalisme ini menandai perubahan
dalam sejarah filsafat, Rasionalisme ialah paham filsafat yang mengatakan akal
(reason) merupakan hal terpenting dalami mendapatkan pengetahuan dan
memyebarkan pengetahuan. Rasionalisme yakin bahwa untuk memperoleh
pengetahuan yaitu dengan bersandar pada logika dan intelektual. Penalaran ini
tidak didasarkan hanya pada data pengalaman, tetapi juga diolah dari kebenaran.
Pengalaman indera digunakan untuk merangsang akal dan memberikan dorongan
yang menyebabkan akal bisa bekerja. Akan tetapi, dalami mencapai kebenaran
manusia harus mengandalkan akal (Tarigan, W. P. L., Christine, J., & Tarigan, U.
(2023:21).
Ahmad Tarmizi Che Hasim (2018) menyatakan bahwa aliran rasionalisme
mempengaruhi pendidikan dengan menekankan pentingnya penggunaan metode
ilmiah dan analisis rasional dalam pendidikan. Menurut Che Hasim, rasionalisme
menganggap bahwa pendidikan harus berbasis pada pengetahuan yang didasarkan
pada data empiris, dan menggunakan metode ilmiah untuk memperoleh
pengetahuan yang lebih mendalam dan benar tentang dunia.
Dalam pendidikan, rasionalisme menekankan pada pentingnya penggunaan
metode ilmiah dan analisis rasional dalam memperoleh pengetahuan yang lebih
mendalam dan benar tentang dunia. Rasionalisme juga mendorong penggunaan
logika dan penalaran dalam pengambilan keputusan dan pembuatan argumentasi
yang tepat dalam proses pembelajaran. Selain itu, rasionalisme juga memandang
bahwa pengetahuan yang didasarkan pada data empiris dan penelitian ilmiah lebih
bernilai daripada kepercayaan atau pandangan yang tidak berdasarkan fakta yang
terverifikasi. Oleh karena itu, rasionalisme menekankan pada pentingnya
pemahaman yang mendalam dan kritis terhadap pengetahuan dan pengalaman,
serta kemampuan untuk berpikir mandiri dan kritis dalam proses pembelajaran.
3. Pragmatisme
Teori pendidikan progresivisme ini berbeda dengan pandangan tradisional
seperti esensialisme dan perenialisme. Gerakan Thailand adalah bagian dari
gerakan reformasi umum yang mencirikan kehidupan Amerika di akhir abad ke-
19 dan awal abad ke-20. Gerakan yang sering dikaitkan dengan pragmatisme John
Dewey atau experimentalisme, menekankan pandangan bahwa semua proses
belajar-mengajar harus berpusat pada kepentingan dan kebutuhan anak.
Aliran pragmatisme dipopulerkan oleh tokoh-tokoh seperti John Dewey dan
William James, dan banyak mempengaruhi pendidikan di Amerika Serikat pada
abad ke-20. Saat ini, pemikiran pragmatisme masih memainkan peran penting
dalam pengembangan kurikulum dan metode pembelajaran di banyak institusi
pendidikan
8
David T. Hansen (2017:261), dijelaskan bahwa aliran pragmatisme
memandang bahwa pendidikan harus berpusat pada pengalaman praktis dan nyata
dalam kehidupan sehari-hari, serta memperhatikan tujuan-tujuan konkret yang
relevan dengan kebutuhan dan kepentingan individu dan masyarakat. Tujuan
pendidikan, menurut pragmatisme, adalah untuk mengajarkan seseorang cara
berpikir sehingga seseorang dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat yang
selalu berubah Saragih, E. (2012:9) Dalam praktiknya, pragmatisme
mempengaruhi pendidikan dengan menekankan pada penggunaan metode
pembelajaran yang aktif dan partisipatif, serta pengembangan kurikulum yang
relevan dengan kebutuhan dan kepentingan siswa. Pragmatisme juga menekankan
pada pentingnya pengembangan keterampilan dan kemampuan yang dapat
diaplikasikan secara praktis dalam kehidupan sehari-hari.
Pragmatisme tidak memperlakukan guru hanya sebagai penonton seperti
naturalis atau menganggapnya sangat diperlukan seperti idealisme. Menurut
pragmatisme, guru bukanlah diktator atau master tugas tetapi pemimpin kegiatan
kelompok. Fungsi utama seorangguru p ragmatic adalah untuk menyarankan
masalah kepada murid-muridnya dan untuk merangsang mereka untuk
menemukan solusi. (Saragih, E. 2012:10) sehingga guru diharapkan mampu
mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan
siswa, serta memanfaatkan situasi dan kondisi nyata dalam kehidupan sehari-hari
untuk memfasilitasi pembelajaran. Guru juga diharapkan dapat memfasilitasi
siswa untuk mengembangkan keterampilan dan kemampuan yang dapat
diaplikasikan dalam kehidupan nyata, serta mendorong siswa untuk berpikir kritis
dan kreatif.
Setiap aliran filsafat pendidikan memiliki pandangan yang berbeda-beda
mengenai hakikat pendidikan. Oleh karena itu, aliran filsafat pendidikan sangat
mempengaruhi pemahaman tentang hakikat pendidikan. Dengan memahami
berbagai aliran filsafat pendidikan, sehingga dapat memperdalam pemahaman
tentang hakikat pendidikan dan bagaimana pendidikan dapat diimplementasikan
secara efektif untuk mencapai tujuannya.
Adapun berbagai aspek filsafat yang saling berhubungan antara lain:
a. Filsafat pendidikan esensialisme didasarkan pada filsafat idealism dan
realisme.
1) Tujuan pendidikan adalah untuk mendorong perkembangan intelektual
individu, dan untuk mendidik orang yang cakap.
2) Pengetahuan menurut aliran ini adalah keterampilan esensial dan subjek
akademik, penguasaan konsep dan prinsip-prinsip mata pelajaran.
3) Guru memiliki otoritas pada bidang studi yang ditekuninya, dan
pengajaran eksplisit nilai-nilai tradisional.
9
4) Penekanan kurikulum pada keterampilan mendasar, mata pelajaran
esensial antara lain Bahasa Inggris, sains, sejarah, matematika, dan bahasa
asing. Tren kurikulum yang terkait antara lain kembali kepada dasar,
literasi budaya, dan keunggulan dalam pendidikan.
10
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
11
DAFTAR PUSTAKA
12
Jurnal Seni Budaya, 11(1), 87–96.
Hansen, D. T. (2017). Pragmatism and Education: Deweyan Progressivism
Reconsidered. Educational Theory, 67(3), 259-275.
Sharma, K. (2016). Idealism and Education. The International Journal of Indian
Psychology, 3(2), 101-105.
Gold, J. D. (2019). The Significance of Idealism in Modern Education. Journal of
Philosophical Thought, 2(2), 80-88.
Hardanti, B. W. (2020). Landasan ontologis, aksiologis, epitesmologis aliran
filsafat esensialisme dan pandanganya terhadap pendidikan. Reforma: Jurnal
Pendidikan dan Pembelajaran, 9(2), 87-95.
Krisdiana, M., Malihah, S., Hidayat, S., & Dewi, R. S. (2022). Implementasi
Filsafat Pendidikan Idealisme di Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan dan
Konseling (JPDK), 4(6), 6561-6567.
Yunus, H. A. (2016). Telaah aliran Pendidikan progresivisme dan esensialisme
dalam perspektif filsafat Pendidikan. Jurnal Cakrawala Pendas, 2(1).
Murtaufiq, S. (2014). Telaah Kritis Aliran-Aliran Filsafat
Pendidikan. AKADEMIKA, 192-193.
Hikmawan, F. (2017). Perspektif filsafat pendidikan terhadap psikologi
pendidikan humanistik. Jurnal Sains Psikologi, 6(1), 31-36.
EFFENDI, Y. R. HUBUNGAN FILSAFAT, PENDIDIKAN, DAN
KURIKULUM.
13