Dinamika Masyarakat Dan Kebudayaan Ditinjau Dari Ilmu Antropologi
Dinamika Masyarakat Dan Kebudayaan Ditinjau Dari Ilmu Antropologi
Oleh :
Rini Indryawati SPsi, Msi
UNIVERSITAS GUNADARMA
Desember 2013
DAFTAR ISI
Halaman Judul..................................................................................................... 1
Daftar Isi............................................................................................................... 2
Abstraksi............................................................................................................... 3
PENDAHULUAN ............................................................................................... 3
PEMBAHASAN .................................................................................................. 4
A. Proses Belajar Kebudayaan....................................................................... 4
1. Proses Internalisasi ............................................................................... 4
2. Proses Sosialisasi ................................................................................... 4
3. Proses Enkulturasi. .............................................................................. 5
4. Perbedaan Enkulturasi dan Sosialisasi............................................... 6
5. Proses Evolusi Sosial............................................................................. 7
B. Proses Difusi................................................................................................ 12
1. Penyebaran Manusia............................................................................. 12
2. Penyebaran Unsur-unsur Kebudayaan .............................................. 13
C. Proses Akulturasi dan Asimilasi .............................................................. 14
1. Akulturasi .............................................................................................. 14
2. Asimilasi ................................................................................................ 17
D. Inovasi ........................................................................................................ 19
KESIMPULAN ................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 24
2
ABSTRAK
Dinamika masyrakat merupakan cara untuk menganalisis masyarakat.
Yang didalam dari dinamika masyarakat ini terdapat konsep-konsep tentang
proses-proses pergeseran masyarakat dan kebudayaan. Didalam Dinamika Sosial,
terdapat beberapa konsep yang penting: internalisasi, sosialisasi, enkulturasi,
evolusi sosial,asimilasi, difusi, alkulturasi, dan inovasi. Internalisasi, sosialisasi,
dan enkulturasi tergabung dalam satu proses, yaitu proses belajar kebudayaan
sendiri. Difusi adalah salah satu bentuk penyebaran unsur-unsur Kebudayaan dari
satu tempat ke tempat lainnya. Penyebaran ini biasanya dibawa oleh sekelompok
manusia yang melakukan migrasi ke suatu tempat. Sehingga kebudayaan mereka
turut melebur di daerah yang mereka tuju. Bentuk Penyebaran kebudayaan juga
dapat terjadi dengan berbagai cara.
PENDAHULUAN
3
– gejala dan kejadian – kejadian sosial budaya dari sudut perwujudan ataupun
morfoliginya.
PEMBAHASAN
1. Proses Internalisasi
2. Proses Sosialisasi
Sosialisasi adalah satu konsep umum yang bisa dimaknakan sebagai sebuah
proses di mana seseorang belajar melalui interaksi dengan orang lain,
tentang cara berpikir, merasakan, dan bertindak, di mana kesemuanya itu
merupakan hal-hal yang sangat penting dalam menghasilkan partisipasi
sosial yang efektif.
4
Media sosialisasi adalah: keluarga, teman sepermainan, sekolah yang
merupakan media sosialisasi sekunder, tempat pekerjaan, masyarakat umum
yang merupakan media sosialisasi sekunder yang dominan terhadap proses
pembentukan kepribadian, dan media masa.
Proses sosialisasi itu sendiri adalah suatu proses dimana seorang individu
mendapatkan pembentukan sikap untuk berperilaku sesuai dengan kelakuan
kelompoknya. Maka kepribadian adalah keseluruhan faktor biologis,
psikologis dan sosilogis yang mendasari perilaku individu.
3. Proses Enkulturasi
Proses enkulturasi sudah dimulai sejak kecil dalam alam pikiran warga suatu
masyarakat; mula-mula dari orang-orang di dalam lingkungan keluarganya,
kemudian dari teman-temanya bermain. Sering kali ia belajar dengan meniru
berbagai macam tindakan, setelah perasaan dan nilai budaya pemberi
motivasi akan tindakan meniru itu telah diinternalisasi dalam
kepribadiannya. Dengan berkali-kali meniru maka tindakannya akan
menjadi suatu pola yang mantap, dan norma yang megatur tindakannya
“dibudayakan”. Kadang-kadang berbagai norma juga dipelajari seorang
individu secara sebagian-sebagian. Disamping aturan-aturan masyarakat dan
Negara yang di ajarkan di sekolah melalui berbagai mata pelajaran seperti
tata Negara, ilmu kewarganegaraan dan sebagainya, juga aturan sopan-
santun bergaul dan lain-lainnya dapat di ajarkan secara formal.
5
dua di antara mereka yang tidak dibelikan oleh-oleh karena hubungan
pergaulannya dengan orang-orang tersebut bukan beruwujud pola-pola
tindakan serba ramah, melainkan canggung dan kaku.
Penyimpangan dari adat yang lazim merupakan suatu faktor penting karena
merupakan sumber dari berbagai jadian masyarakat dan kebudayaan positif
maupun negatif.
6
buku berjudul Variations in value Orientation (1961), yang ditulisnya
bersama dengan F.L. Strodtbeck. Kerangka Kulkckhohn dapat dilihat pada
tabel berikut ini;
Dalam evolusi sosial terdapat dua jenis cara analisa atau cara pandang.
Yaitu, secara detail (microscopic) dan dengan hanya memperhatikan
perubahan – perubahan besar saja (macroscopic). Recurrent processes
atau proses-proses berulang adalah proses evolusi sosial – budaya yang
dianalisis secara detail akan menunjukkan berbagai macam proses
perubahan yang terjadi dalam dinamika kehidupan sehari-hari tiap
masyarakat di dunia . Directional processes yaitu proses-proses evolusi
sosial budaya yang di pandang seolah – olah dari jauh hanya akan terlihat
perubahan – perubahan besar yang terjadi dalam suatu masyarakat dalam
jangka waktu yang panjang.
7
besar yang seolah – olah bersifat menentukan arah (directional) dari sejarah
perkembangan masyarakat dan kebudayaan yang bersangkutan.
8
masyarakat. Lahirlah suatu hukum baru yang disebut dengan
undang-undang.
9
berkelompok. Pada tahapan ini, laki-laki dan perempuan bebas
melakukan hubungan perkawinan dengan yang lain tanpa ada ikatan
kelurga dan menghasilkan keturunan tanpa ada terjadi ikatan keluarga
seperti sekarang ini.
Pada tahapan yang terakhir, patriarchate lambat laun hilang dan berobah
menjadi susunan kekerabatan yang disebut Bachofen susunan parental.
Pada tingkat terakhir ini perkawinan tidak selalu dari luar kelopok
(exogami) tetapi juga dari dalam kelompok yang sama (endogami). Hal
ini menjadikan anak-anak bebas berhubungan langsung dengan kelurga
ibu maupun ayah.
10
ii. Zaman Liar Madya. Zaman di mana manusia menemukan senjata
busur dan panah. Pada zaman ini manusia mulai merobah mata
pencahariannya dari meramu menjadi pencari ikan.
iii. Zaman Liar Muda. Pada zaman manusia menemukan senjata busur
dan panah sampai memiliki kepandaian untuk membuat alat-alat
dari tembikar namun kehidupannya masih berburu.
iv. Zaman Barbar Tua. Zaman sejak manusia memiliki kepandaian
membuat tembikar sampai manusia beternak dan bercocok tanam.
v. Zaman Barbar Madya. Zaman sejak manusia beternak dan
bercocok tanam samapai menemukan kepandaian membuat alat-
alat atau benda-benda dari logam
vi. Zaman Barbar Muda. Zaman sejak manusia memiliki kepandaian
membuat alat-alat dari logam sampai manusia mengenal tulisan.
vii. Zaman Peradaban Purba, menghasilakan beberapa peradapan
klasik zaman batu dan logam
viii. Zaman Masa Kini, sejak zaman peradapan klasik sampai sekarang
11
Kemudian jiwa alam tersebut dipersonifikasikan sebagai dewa-dewa alam.
Pada tingkat selanjutnya manusia yakin bahwa dewa-dewa tersebut
memiliki dewa tertinggi atau raja dewa. Hingga akhirnya manusia
berkeyakinan pada satu Tuhan.
B. Proses Difusi
1. Penyebaran manusia
12
terdapat belukar dan sebagainya. Jadi jelas mereka tidak gemar untuk
pindah ke wilayah berburu lain.
Bentuk difusi yang lain lagi dan mendapatkan perhatiaan oleh ilmu
antropologi adalah penyebaran unsur-unsur kebudayaan yang berdasarkan
pertemuan-pertemuan antara individu dalam suatu kelompok manusia
dengan individu kelompok tetangga. Pertemuan-pertemuan antara
kelompok-kelompok semacam itu dapat berlangsung dengan berbagai
cara.
Cara yang pertama adalah hubungan dimana bentuk dan kebudayaan itu
masing-masing hampir tidak berubah. Hubungan ini yaitu hubungan
symbiotic, dapat kita lihat contohnya di daerah pedalaman negara-negara
kongo,togo dan kamerun di afrika tengah dan barat. Di daerah pedalaman
negara-negara tersebut berbagai suku bangsa afrika hidup dari bercocok
tanam di ladang. Mereka mempunyai tetangga , kelompok-kelompok kecil
yang terdiri dari suku-suku negrito hidup dari berburu dan mengumpulkan
hasil hutan. Hasil berburu dan hasil berhutang itu dibarter dengan hasil
pertanian. Hubungan semacam ini telah berlangsung sejak lama sekali,
malahan sudah sejak berabad-abad lamanya, kedua bela pihak sudah saling
13
membutuhkan,tetapi hubungan mereka terbatas hanya pada barter barang-
barang itu saja, sedangkan proses saling mempengaruhi tidak ada. Pada
hubungan symbiotic itu kebudayaan suku-suku bangsa afrika tidak
berubah dan kebudayaan kelompok-kelompok negrito juga tidak.
Suatu difusi yang meliputi jarak yang besar biasanya terjadi melalui suatu
rangkain pertemuan antara suatu deret suku-suku bangsa. Proses di fusi
semacam ini dalam ilmu antropologi di sebut stimulus diffusion.
1 . Alkulturasi
14
tertentu dihadapkan dengan unsur – unsur kebudayaan asing itu lambat laun
diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan
hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.
Proses akulturasi ada sejak dulu kala dalam sejarah kebudayaan manusia,
tetapi proses akulturasi yang mempunyai sifat khusus, baru timbul ketika
kebudayaan-kebudayaan bangsa-bangsa di Eropa Barat mulai menyebar ke
semua daerah lain di muka bumi, dan mulai mempengaruhi masyarakat-
masyarakat suku-suku bangsa di Afrika, Asia, Oseania, Amerika Utara, dan
Amerika Latin.
Suatu panitia dari dewan ilmiah Social Science Council di Amerika yang
terdiri dari tiga orang sarjana antropologi terkenal, yaitu R. Redfield, R
Linton, dan M.J. Herskovith, telah mengerjakan peninjauan kembali tadi
dan berhasil menyusun suatu ikhtisar dalam tahun 1935. Mereka mencoba
meringkas dan merumuskan semua masalah dalam lapangan penelitian
akulturasi . Ikhtisar itu berjudul A Memorandum for the Study of
Acculturation, dimuat dalam berbagai majalah ilmu antropologi yang
terpenting.
15
Teduh misalnya, mendapat perhatian Iatimewa dari Seventh Pasific Science
Congress yang diadakan tahun 1949 di Auckad (New Zealand). Kongres itu
mempunyai suatu seminar khusus dalam acaranya, untuk mendiskusikan
masalah akulturasi dalam ilmu antropologi. Bibliografi dengan catatan dari
semua karangan mengenai masalah akulturasi tang disusun oleh F. Keesing,
yaitu : Cultire Change: An Analysis and Bibliography of Antrhropologigal
Sources to 1952, dapat memberikan suatu gambaran tentang hal yang
pernah dikerjakan oleh para sarjana antropologi dalam penelitian-penelitian
mengenai akulturasi hingga tahun 1952. Hal yang dikerjakan antara tahun
1952 dan 1960 juga sangat besar jumlahnya.
16
Reaksi para individu yang terkena unsur-unsur asing.
2 Asimilasi
Proses-proses sosial yang disebut asimilasi itu banyak diteliti oleh para
sarjana sosiologi, terutama di Amerika Serikat. Di sana timbul berbagai
masalah yang berhubungan dengan adanya individu – individu dan
kelompok imigran yang berasal dari berbagai suku bangsa dan Negara di
Eropa, yang mempunyai kebudayaan-kebudayaan yang berbeda-beda.
Indonesia, mempunyai banyak golongan khusus, baik yang berupa suku
bangsa, lapisan sosial, golongan agama, pengetahuan mengenai seluk-beluk
proses asimilasi dari tempat-tempat lain di dunia menjadi penting sekali
sebagai bahan perbandingan.
Hal yang penting untuk diketahui adalah faktor – faktor yang menghambat
proses asimilasi. Dari berbagai proses asimilasi yang pernah diteliti oleh
para ahli terbukti bahwa hanya dengan pergaulan antara kelompok –
17
kelompok secara luas dan intensif saja, belum tentu terjadi suatu proses
asimilasi, kalau di antara kelompok-kelompok yang berhadapan itu tidak
ada suatu sikap toleransi dan simpati satu terhadap yang lain. Orang Cina
misalnya ada di Indonesia, bergaul secara luas dan intensif dengan orang
Indonesia sejak berabad-abad lamanya; namun mereka belum juga semua
terintegrasi ke dalam masyarakat dan kebudayaan Indonesia, karena selama
itu belum cukup ada sikap saling bertoleransi dan bersimpati.
Sikap toleransi dan simpati terhadap kebudayaan lain sering terhalang oleh
berbagai faktor, dan faktor-faktor ini sudah tentu juga menjadi penghalang
proses asimilasi pada umumnya. Faktor-faktor itu adalah :
Jenis-jenis asimilasi
18
Faktor-faktor yang mendorong atau mempermudah terjadinya
asimilasi adalah sebagai berikut :
5. Perbedaan ciri-ciri fisik, seperti tinggi badan, warna kulit atau rambut
D. Inovasi
19
Difusi Inovasi adalah teori tentang bagaimana sebuah ide dan teknologi baru
tersebar dalam sebuah kebudayaan. Teori ini dipopulerkan oleh Everett
Rogers pada tahun 1964 melalui bukunya yang berjudul Diffusion of
Innovations. Ia mendefinisikan difusi sebagai proses dimana sebuah
inovasi dikomunikasikan melalui berbagai saluran dan jangka waktu tertentu
dalam sebuah sistemsosial.
Inovasi merupakan ide, praktik, atau objek yang dianggap baru oleh
manusia atau unit adopsi lainnya. Teori ini meyakini bahwa sebuah inovasi
terdifusi ke seluruh masyarakat dalam pola yang bisa diprediksi. Beberapa
kelompok orang akan mengadopsi sebuah inovasi segera setelah mereka
mendengar inovasi tersebut. Sedangkan beberapa kelompok masyarakat
lainnya membutuhkan waktu lama untuk kemudian mengadopsi inovasi
tersebut. Ketika sebuah inovasi banyak diadopsi oleh sejumlah orang, hal itu
dikatakan exploded atau meledak.
Difusi inovasi sebenarnya didasarkan atas teori pada abad ke19 dari
seorang ilmuan perancis, Gabriel Tarde. Dalam bukunya yang berjudul “The
Laws of Imitation” (1930), Tarde mengemukakan teori kurva S dari adopsi
inovasi, dan pentingnya komunikasi interpersonal. Tarde juga
memperkenalkan gagasan mengenai opini leadership , yakni ide yang menjadi
penting di antara para peneliti efek media beberapa dekade kemudian. Tarde
melihat bahwa beberapa orang dalam komunitas tertentu merupakan orang
yang memiliki ketertarikan lebih terhadap ide baru, dan dan hal-hal teranyar,
sehingga mereka lebih berpengetahuan dibanding yang lainnya. Orang-orang
ini dinilai bisa memengaruhi komunitasnya untuk mengadopsi sebuah inovasi.
Jika sebuah inovasi dianggap sulit dimengerti dan sulit diaplikasikan, maka hal
itu tidak akan diadopsi dengan cepat oleh mereka, lain halnya jika yang
dianggapnya baru merupakan hal mudah, maka mereka akan lebih cepat
mengadopsinya. Beberapa jenis inovasi bahkan harus disosialisasikan melalui
komunikasi interpersonal dan kedekatan secara fisik.
20
keuntungan yang didapat, semakin tinggi dorongan untuk
mengadopsi perilaku tertentu. Adopsi inovasi juga dipengaruhi oleh
keyakinan terhadap kemampuan seseorang.
Adopsi inovasi juga dipengaruhi oleh nilai yang dimiliki individu tersebut
serta persepsi dirinya. Jika sebuah inovasi dianggapnya menyimpang atau tidak
sesuai dengan nilai yang ia anut, maka ia tidak akan mengadopsinya. Semakin
besar pengorbanan yang dikeluarkan untuk mengadopsi sebuah inovasi,
semakin kecil tingkat adopsinya.
Riset menunjukkan bahwa sebuah kelompok yang solid dan dekat satu sama
lain mengadopsi inovasi melalui kelompoknya. Dalam proses adopsi inovasi,
komunikasi melalui saluran media massa lebih cepat menyadaran masyarakat
mengenai penyebaran inovasi baru dibanding saluran komunikasi interpersonal.
Komunikasi interpersonal memengaruhi manusia untuk mengadopsi inovasi
yang sebelumnya telah diperkenalkan oleh media massa.
21
Berdasarkan evaluasi dan diskusi dengan orang lain, ia mulai cenderung
untuk mengadopsi atau menolak inovasi tersebut.
Kategori pengadopsi :
1. Inovator : Adalah kelompok orang yang berani dan siap untuk mencoba
hal-hal baru. Hubungan sosial mereka cenderung lebih erat dibanding
kelompok sosial lainnya. Orang-orang seperti ini lebih dapat membentuk
komunikasi yang baik meskipun terdapat jarak geografis. Biasanya orang-
orang ini adalah mereka yang memeiliki gaya hidup dinamis di perkotaan
yang memiliki banyak teman atau relasi.
22
4. Mayoritas akhir : Kelompok zang ini lebih berhati-hati mengenai fungsi
sebuah inovasi. Mereka menunggu hingga kebanyakan orang telah
mencoba dan mengadopsi inovasi sebelum mereka mengambil keputusan.
Terkadang, tekanan dari kelompoknya bisa memotivasi mereka.
Dalam kasus lain, kepentingan ekonomi mendorong mereka untuk
mengadopsi inovasi.
KESIMPULAN
Didalam Dinamika Sosial, terdapat beberapa konsep yang penting:
internalisasi, sosialisasi, enkulturasi, evolusi sosial,asimilasi, difusi, alkulturasi,
dan inovasi. Internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasi tergabung dalam satu proses,
yaitu proses belajar kebudayaan sendiri. Internalisasi adalah proses panjang
dimana individu dari lahir sampai individu itu meninggal, ia belajar, menanamkan
dan mengembangkan kepribadiannya, segala perasaan, hasrat, nafsu, serta emosi
yang diperlukan sepanjang hidupnya.
23
2. Adanya pertemuan antara individu-individu kelompok yang lain.
3. Hubungan perdagangan
Proses Akulturasi sudah ada sejak dulu kala dalam sejarah kebudayaan
manusia, tetapi proses akulturasi yang mempunyai sifat khusus, baru timbul
ketika kebudayaan-kebudayaan bangsa-bangsa di Eropa Barat mulai menyebar ke
semua daerah lain di muka bumi, dan mulai mempengaruhi masyarakat-
masyarakat suku-suku bangsa di Afrika, Asia, Osenia, Amerika Utara, dan
Amerika Latin.
DAFTAR PUSTAKA
Herskovits, M.J. 1924. ”Preliminary Consideration of the Culture
Areas of Africa”. American Anthropologist. Vol. XXVI, p. 50-
Kluckhohn, C. And W.H.Lely. 1945. ”The Concept of Culture”. The Science of
Man in the World Crisis. R.Linton (Ed). New York : Columbia University
Press, p 78-106
Koentjaraningrat.1980. Sejarah Teori Antropologi. Jakarta : Universitas
Indonesia.
24
Koentjaraningrat. 1979. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Aksara
Baru.
25