Anda di halaman 1dari 13

SYARAT-SYARAT WAJIB HAJI

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata


kuliahFiqih Haji dan Umrah
Dosen
Pengampu
Abdullah Safik,
M.Fil.I

Di susun oleh kelompok 3:


1. Dinda Imroatul Faizah (126311211007)
2. Robet Azroq Diyar (126311212037)
3. Abdul Latip Hidayatullah (126311212040)

SEMESTER V
PROGAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH
JURUSAN DAKWAH
FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN DAKWAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH
TULUNGAGUNG
SEPTEMBER 2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT. karena atas rahmat dan karunia-Nya,
Penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Studi “Fiqih haji dan umrah”.
Kemudian selawat serta salam kita sampaikan kepada Nabi besar Muhammad SAW,
yang telah memberikan pedoman hidup yakni Al-Qur‟an dan Sunnah untuk
keselamatan umat di dunia.
Selanjutnya, keberhasilan pembuatan makalah ini tidak lepas dari dukungan
dan bantuan dari beberapa pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Maftukhin, M.A. selaku rektor Universitas Islam Negeri
Sayyid AliRahmatullah Tulungagung;
2. Bapak Dr. Ahmad Rizqon Khamami, Lc, M.A selaku Dekan
Fakultas Ushuluddin,Adab dan Dakwah;
3. Ibu Citra Ayu Kumala Sari, M.Psi., selaku Kepala Jurusan Manajemen Dakwah;

4. Bapak Rohmat, S.Hum.,M.Pd.I. selaku Koorprodi Jurusan Manajemen Dakwah;

5. Bapak Abdullah Safik, M.Fil.I selaku Dosen Pengampu mata kuliah Fiqih haji
danumrah
6. Kedua Orang Tua & Teman-teman yang selalu memberi semangat dalam
penyelesaian makalah ini.

Mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan manfaat dalam segala bentuk


kegiatan belajar, sehingga dapat memperlancar dan mempermudah proses pencapaian
tujuan- tujuan yang telah ditetapkan. Makalah ini masih memiliki banyak kekurangan,
makadari itu dibutuhkan kritik dan saran yang membangun, sehingga nantinya
makalah ini dapatmenjadi lebih baik lagi kedepannya.

Tulungagung, 21 September
2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI
SAMPUL.....................................................................................................................i

KATA PENGANTAR...............................................................................................ii

DAFTAR ISI.............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang.......................................................................................................4

B. Rumusan masalah..................................................................................................4

C. Tujuan penulisan...................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

A. Syarat-syarat wajib haji........................................................................................5

B. Implementasi Syarat-syarat Wajib Haji di Berbagai Negara...........................8

C. Kebijakan dan Aturan pemerintah untuk memenuhi syarat syarat haji


di Indonesia.............................................................................................................9

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan...........................................................................................................11

B. Saran.....................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUA
N

A. Latar Belakang
Arti kata haji berasal dari bahasa Arab hajja-yahujju-hujjan, yang berarti
qoshada, yakni bermaksud atau berkunjung. Sedangkan dalam istilah agama, haji
adalah sengaja berkunjung ke Baitullah Al-Haram (Ka‟bah) di Makkah Al-
Mukarromah untuk melakukan serangkaian amalan yang telah diatur dan ditetapkan
oleh Allah SWT sebagai ibadah dan persembahan dari hamba kepada Tuhan. Haji
adalah sengaja mengunjungi Baitullah untuk melakukan serangkaian ibadah ditempat-
tempat tertentu pada waktu tertentu dan cara-cara tertentu dengan mengharap ridha
Allah SWT.
Tempat-tempat tertentu yang dimaksud adalah ka‟bah di Makkah, Shafa dan
Marwa, Muzdalifah, dan Arafah. Sedangkan aktivitas tertentunya adalah ihram,
thawaf, sa‟i, dan wukuf di Arafah. Sementara waktu tertentunya adalah bulan
Syawwal, Dzul Qa‟dah, dan 10 hari pertama Dzulhijjah.
Dari berbagai penjelasan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa haji
adalah sengaja mengunjungi Baitullah (Ka‟bah) untuk mengerjakan ibadah dengan
cara, tempat, dan dalam waktu tertentu.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang akan dibahas dalam
makalahini dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana syarat-syarat wajib haji?
2. Bagaimana Implementasi Syarat-syarat Wajib Haji di Berbagai Negara ?
3. Bagaimana Kebijakan dan Aturan pemerintah untuk memenuhi syarat syarat
haji di Indonesia ?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui syarat-syarat wajib haji
2. Untuk mengetahui Implementasi Syarat-syarat Wajib Haji di Berbagai Negara
3. Untuk mengetahui Kebijakan dan Aturan pemerintah untuk memenuhi
syarat syarat haji di Indonesia

4
BAB II
PEMBAHASA
N

A. Syarat-syarat wajib haji

Dalam rukun Islam yang kelima adalah haji. Kata haji berasal dari kata “hājj”

berarti berniat, bermaksud, dan menyengaja. Kata itu dipergunakan untuk menamai

salah satu rukun Islam. Secara syariat, “haji” berarti “menyengaja” mengunjungi

ka‟bah (Baitullah) untuk melaksanakan amal-amal tertentu padawaktu tertentu pula.

Ada juga yang mendefinisikan haji dengan pengertian “sengaja mengunjungi tempat

tertentu, selama waktu tertentu, untuk melaksanakan perbuatan tertentu”. Lebih jauh,

yang dimaksud amal tertentu adalah tawāf, sā’i, wukūf, melontar jumroh, mabīt

(bermalam) dan bercukur, yang semuanya sering disebut manāsik. Semua bentuk

ibadah itu dilakukan ditempat yang telah ditentukan, seperti ka‟bah sebagai tempat

tawaf, Safa-Marwah tempat sā‟i, Arafah tempat wukuf pada 9 Zulhijah, mabit pada

malam 10 Zulhijah, melontar jumroh pada 10, 11 ,12 dan 13 Zulhijah.1

Menurut bahasa, haji artinya menyengaja. Kemudian pemakaiannya menjadi

mashur bagi orang yang menyengaja pergi ke Mekkah untuk menunaikanibadah haji

dengan melakukan amal-amal yang disyariatkan baik wajib ataupun sunah.

Menurut syara‟, haji adalah salah satu rukun Islam yang lima. Kewajibannya

adalah diberlakukan bagi orang-orang yang mampu melakukan perjalanan,

mempunyai bekal, dan mampu menempuh perjalanan.2

Haji hukumnya wajib bagi orang yang mampu melakukannya, sebagaimana

dijelaskan oleh Allah SWT dalam Al-Quran. 3 firman Allah Q.S Ali Imran/3:97

sebagai berikut:

1
Yunasril Ali, Buku Induk Rahasia Dan Makna Ibadah (Jakarta: ZAMAN, 2012), hlm439-440.
2
M. Ali Utsman Ali Mujahid. Dosa Bisa Dihapus: Kunci Penghapus Dosa (Jakarta: Maghfirah Pustaka,
2006), hlm. 81-82.
3
Fakih Abu Faiq, Bimbingan Islam Sehari-hari (Surakarta: al-Qudwah Publishing, 2014),hlm 156.

5
‫َ ً وَ هي‬ َٰ
ۚ‫ٱلنَّا ِ س حج ٱ ْل ت ه ستَط ل ْي ًل‬ ِ ‫ِ هنً و‬ ‫ِ في ِه َ َن هَقا ِهي َن وَ هي خل‬
‫ِ ي ٱ ا ِ ه ع س ِب ي‬ ‫َب ْي‬ ‫علَى‬ َّّ ‫د ه َى اۗ ءا ِل‬ ‫ي َٰ َب ِّي ُم ت ۖ ْب َٰ َر‬
‫ل‬ ‫كا‬ ‫ءا ٌت‬

‫ع ِ ي ٱ ْل َٰ َعلَ ِوي َ ي‬
‫كَف َر َفإِ َّ ى ٱ ِ ن‬
‫ى‬ َّّ ‫ِل‬
‫ل غ‬

“Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim;


Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan
haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup
Mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban
haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari
semesta alam”.4

Makna dari ayat tersebut menyatakan bahwa ibadah haji adalah kewajiban

manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke

Baitullah. Oleh karena itu, tidak semua orang Islam sanggup menunaikannya, kecuali

bagi mereka yang mampu dan anggup menunaikan baik secara materi maupun bekal

kemantapan hati.

Rukun Islam ke lima ini mempunyai karakteristik yang khusus. Sebab, berbeda

dengan rukun Islam lainnya (syahadat, shalat, puasa, dan zakat), yang dalam

pelaksanaannya cenderung individual dan tidak membutuhkan daya dukung secara

khusus. Haji harus dilaksanakan pada waktu dan tempat tertentu, yaitu dibulan

Dzulhijjah dan di Kota Makkah, Saudi Arabia. Ibadah haji yang dikonsentrasikan

diwaktu dan tempat tertentu tersebut, pada kenyataannya mengundang banyak

persoalan yang harus diperhatikan oleh mereka yang akan melaksanakan haji. Oleh

sebab itu, menunaikan haji mempunyai beberapa persyaratan khusus, diantaranya

adalah mempunyai material yang cukup (terutama bagi umat Islam yang bertempat

tinggal diluar Kota Makkah) untuk biaya transportasi, akomodasi, dan keperluan

sehari-hari selama menunaikan haji.5


6
4
Departemen Agama RI, Al-Quran dan terjemahnya (Jakarta: Cv Al-Jumatul „ali, 2004), hlm. 58.
5
Imam Syaukani, kepuasan jamaah haji terhadap kualitas penyelenggaraan ibadah hajitahun 1430 H/2009

7
Haji hanya dianggap sah apabila dilakukan oleh seorang Muslim, walaupun

belum dewasa. Seorang anak yang mumayyiz (kira-kira berusia enamtahun keatas

dan sudah dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk) hendaknya

meniatkan (ihrām) hajinya atas namanya sendiri. Tetapi apabila iamasih terlalu

kecil, belum mumayyiz, maka walinyalah yang meniatkan (ihrām) untuknya lalu

diajak bersama-sama mengerjakan apa yang harus dikerjakan dalam haji, seperti

tawāf, sā’i (berjalan antara bukit Shafa dan Marwah) dan sebagainya. 6 Haji yang

diwajibkan atas setiap muslim yang mampu, satu kali sepanjang usianya (biasanya

juga disebut hājj Al-Islām atau hajjat Al-Islām) hanya dianggap sah dan memenuhi

kewajiban. Dan apabila seseorang telah menunaikan kewajibannya, yakni telah

melaksanakan hajjat al-Islām dengan sempurna, lalu ia mengulangi lagi berhaji

ditahun-tahun berikutnya, maka hajinya yang kedua dan seterusnya dianggap “haji

sunnah”, kecuali jika ia mewajibkan atas dirinya sendiridengan nazar (nadzr) ataupun

jika ia berhaji sebagai wakil atau pengganti orang lain.7

Ada empat syarat wajib mengerjakan haji yaitu:

1. Beragama Islam

Haji tidak wajib bagi orang kafir, tidak dituntut selama ia kafir di dunia,dan

haji tidak sah baginya, karena ia tidak berhak untuk menunaikan ibadah. Jika orang

kafir naik haji, kemudian ia Islam, maka wajib baginya haji secara Islam, serta haji

selama ia kafir tidak dianggap.

2. Taklif (baligh dan berakal)

Haji tidak wajib bagi anak kecil dan yang hilang akal, karena keduanya tidak

dituntut hukum syara‟. Keduanya tidak wajib menunaikan haji. Juga haji atau umrah

M (Jakarta, November 2011) hlm.1.


6
Abu Hamid Al-Ghazali, Rahasia Haji dan Umroh (Bandung, 1993) hlm. 31
7
Ibid., hlm. 32

8
tidak sah bagi yang hilang akalnya karena ia tidak mampu untuk ibadah.

3. Merdeka

Haji tidak wajib bagi hamba, sebab haji merupakan ibadah yang memakan

waktu panjang. Ia berhubungan dengan lamanya diperjalanan juga disyaratkan

mampu mengadakan bekal dan kendaraan. Dan si hamba akan menyia-nyiakan segala

hak tuannya, maka haji tidak wajib baginya seperti tidak wajibnya jihad.

4. Kesanggupan Badan, Harta dan Keamanan yang Menjamin Haji Kemampuan yaitu
kesanggupan, untuk sampai ke Makkah.

B. Implementasi Syarat-syarat Wajib Haji di Berbagai Negara


Pelaksanaan haji adalah salah satu dari lima rukun Islam yang wajib dilakukan
oleh umat Islam yang mampu secara finansial dan fisik untuk melaksanakannya. Syarat-
syarat wajib haji dapat berbeda di berbagai negara tergantung pada regulasi dan kebijakan
pemerintah setempat.8 Namun, ada beberapa syarat wajib haji yang umumnya berlaku di
seluruh dunia. Berikut ini adalah beberapa syarat umum yang biasanya diterapkan di
berbagai negara:
1. Keimanan: Seorang Muslim harus memenuhi syarat iman, yaitu telah menganut
agama Islam dan beriman kepada ajaran-ajaran Islam.
2. Kesehatan Fisik: Calon jamaah haji harus dalam keadaan sehat fisik yang memadai
untuk menyelesaikan perjalanan haji yang melelahkan. Ini termasuk tidak memiliki
penyakit yang berbahaya atau kondisi kesehatan yang menghalangi perjalanan.
3. Keuangan: Calon jamaah haji harus memiliki cukup dana untuk membiayai
perjalanan haji, termasuk tiket pesawat, akomodasi, makanan, dan biaya-biaya lain
yang terkait dengan haji. Mereka juga harus memiliki cukup dana untuk keluarga
yang ditinggalkan selama perjalanan.
4. Usia: Ada persyaratan usia untuk melakukan haji. Biasanya, seseorang harus
mencapai usia dewasa, yaitu umumnya di atas 18 tahun, untuk dapat pergi haji tanpa
wali atau pendamping.

8
Cahyani, A. I. (2019). "Pelaksanaan haji melalui penerapan formal dalam peraturan haji di
Indonesia." El-Iqthisady: Jurnal Hukum Ekonomi Syariah, 104-112.

9
5. Status Perempuan: Wanita yang ingin pergi haji harus ditemani oleh seorang mahram
(keluarga laki-laki yang tidak halal untuk dinikahi). Ini adalah syarat wajib untuk
melindungi keamanan dan kesejahteraan wanita yang melakukan perjalanan
sendirian.
6. Izin Pemerintah: Di banyak negara, calon jamaah haji harus mendapatkan izin dari
pemerintah atau lembaga yang berwenang untuk melakukan perjalanan haji. Izin ini
sering kali diberikan dalam jumlah terbatas, sehingga ada antrian panjang untuk
melakukan haji.
7. Keikutsertaan dalam Kelompok: Banyak negara mengharuskan calon jamaah haji
untuk bergabung dalam kelompok yang dipimpin oleh agen perjalanan atau lembaga
yang berwenang. Kelompok-kelompok ini memiliki kuota tertentu dan peraturan
tertentu yang harus diikuti.
8. Vaksinasi: Beberapa negara mungkin mengharuskan calon jamaah haji untuk
divaksinasi atau menjalani pemeriksaan kesehatan tertentu sebagai persyaratan untuk
mengikuti perjalanan haji. Ini terutama penting dalam menghadapi situasi pandemi
seperti COVID-19.
9. Pelatihan: Beberapa negara mungkin mengharuskan calon jamaah haji untuk
mengikuti program pelatihan sebelum berangkat ke Makkah, yang mencakup
informasi tentang tata cara haji dan etika selama perjalanan.
10. Dokumen Identitas: Calon jamaah haji harus memiliki dokumen identitas yang sah
dan sesuai, seperti paspor dan visa, untuk pergi ke Saudi Arabia atau negara lain yang
menjadi tujuan utama ibadah haji.
Penting untuk dicatat bahwa persyaratan haji dapat berubah dari waktu ke waktu
dan dapat berbeda di berbagai negara. Oleh karena itu, sangat penting bagi calon jamaah
haji untuk menghubungi otoritas berwenang atau lembaga haji di negara mereka untuk
mendapatkan informasi terbaru tentang persyaratan haji yang berlaku.

C. Kebijakan dan Aturan pemerintah untuk memenuhi syarat syarat haji di Indonesia
Kebijakan dan aturan yang mempengaruhi pemenuhan syarat-syarat haji di
Indonesia sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan ibadah haji oleh jamaah. 9 Berikut
adalah beberapa kebijakan dan aturan yang memengaruhi pemenuhan syarat-syarat haji di
Indonesia:

9
Mulkin, F. I., & Fataruba, S. (2021). Kajian Hukum Islam Terhadap Kebijakan Pemerintah Atas Pemberian
Kuota Lebih Kepada Jemaah Haji. TATOHI: Jurnal Ilmu Hukum, 1(7), 708-721.
1
1. Kuota Haji: Pemerintah Indonesia menetapkan kuota haji setiap tahun. Kuota ini
membatasi jumlah jamaah haji yang dapat berangkat setiap tahunnya. Kebijakan
kuota ini dapat memengaruhi akses individu yang ingin menjalani haji.
2. Sistem Alokasi Kuota: Kuota haji Indonesia dibagi berdasarkan provinsi dan
kabupaten/kota. Ini berarti bahwa masing-masing wilayah memiliki alokasi kuota
tertentu. Kebijakan alokasi kuota ini dapat menguntungkan atau merugikan wilayah
tertentu, tergantung pada jumlah pendaftar dan alokasi yang mereka terima.
3. Biaya Haji: Pemerintah Indonesia juga menetapkan biaya paket haji yang harus
dibayar oleh jamaah. Biaya ini mencakup transportasi, akomodasi, dan layanan
lainnya selama pelaksanaan haji. Kebijakan ini memengaruhi pemenuhan syarat
keuangan, dan fluktuasi biaya haji dapat menjadi tantangan bagi calon jamaah.
4. Seleksi dan Prioritas: Pemerintah melakukan seleksi jamaah haji berdasarkan
kriteria tertentu, seperti usia dan kesehatan. Selain itu, ada prioritas yang diberikan
kepada orang-orang yang belum pernah menjalani haji. Kebijakan ini memengaruhi
siapa yang akan mendapatkan kesempatan untuk melaksanakan haji.
5. Pendaftaran dan Pembayaran: Prosedur pendaftaran untuk haji melibatkan
berbagai dokumen dan persyaratan, termasuk persyaratan kesehatan dan pembayaran
biaya haji. Kebijakan ini dapat memengaruhi persiapan calon jamaah.
6. Pemeriksaan Kesehatan: Jamaah diwajibkan menjalani pemeriksaan kesehatan
untuk memastikan bahwa mereka cukup sehat untuk menjalani ibadah haji. Kebijakan
ini dilaksanakan untuk melindungi kesehatan jamaah dan menghindari penyebaran
penyakit di Tanah Suci.
7. Perlindungan Jamaah: Pemerintah juga memiliki kebijakan dan regulasi untuk
melindungi hak dan keamanan jamaah haji Indonesia selama perjalanan dan selama
pelaksanaan haji di Makkah dan Madinah.
8. Pendidikan dan Informasi: Pemerintah juga memberikan edukasi dan informasi
kepada calon jamaah mengenai persiapan haji, tata cara pelaksanaan, dan hal-hal yang
perlu diperhatikan selama ibadah haji.
Pemerintah Indonesia secara rutin memantau dan meninjau kebijakan-
kebijakan terkait haji guna memastikan bahwa pemenuhan syarat-syarat haji
berlangsung dengan baik dan sesuai dengan prinsip-prinsip kesetaraan dalam Islam.

1
BAB III
PENUTU
P

A. Kesimpulan
Kesimpulan dari materi di atas adalah sebagai berikut:
1. Syarat-syarat Wajib Haji: Ibadah haji merupakan salah satu rukun Islam
yang penting, dan pemenuhan syarat-syarat haji adalah kunci dalam menjalankannya
dengan benar. Dalam Islam, haji wajib bagi mereka yang mampu secara fisik dan
finansial untuk melaksanakannya. Syarat-syarat tersebut termasuk beriman kepada
Islam, memiliki kesehatan yang memadai, keuangan yang cukup, usia yang
mencukupi, dan status perempuan yang harus ditemani oleh mahram jika perlu.
2. Implementasi Syarat-syarat Haji di Berbagai Negara: Pelaksanaan syarat-
syarat haji dapat bervariasi dari satu negara ke negara lainnya. Terdapat persyaratan
umum yang biasanya berlaku, seperti keimanan, kesehatan fisik, dan keuangan yang
mencukupi. Namun, kebijakan pemerintah, kuota haji, dan peraturan lainnya dapat
mempengaruhi cara pemenuhan syarat-syarat tersebut di berbagai negara.
3. Kebijakan dan Aturan Pemerintah di Indonesia: Di Indonesia, pemerintah
memiliki peran yang signifikan dalam mengatur pelaksanaan haji. Kebijakan
pemerintah mencakup kuota haji, biaya haji, seleksi jamaah, pendaftaran,
pemeriksaan kesehatan, dan perlindungan jamaah. Pemerintah juga memberikan
edukasi dan informasi kepada calon jamaah haji. Seluruh kebijakan ini bertujuan
untuk memastikan pelaksanaan haji berjalan lancar, aman, dan sesuai dengan ajaran
Islam.

B. Saran
Semoga dengan selesainya makalah ini, diharapkan agar para pembaca
khususnya mahasiswa/i dapat lebih mengetahui dan memahami tentang hukum haji.
Kami selaku penyusun, memohon kritik dan saran pembaca mengenai makalah kami,
demi kesempurnaan kedepannya bisa dikirim melalui via email
dindafaizah08@gmail.com.

1
DAFTAR PUSTAKA

M. Ali Utsman Ali Mujahid.( 2006). Dosa Bisa Dihapus: Kunci Penghapus Dosa (Jakarta:
Maghfirah Pustaka, 81-82.
Fakih Abu Faiq. (2014). imbingan Islam Sehari-hari (Surakarta: al-Qudwah Publishing),
156.
Noor, M. (2018). Haji dan Umrah. Jurnal Humaniora Teknologi, 4(1).
Cahyani, A. I. (2019). Pelaksanaan haji melalui penerapan formal dalam peraturan haji di
Indonesia. El-Iqthisady: Jurnal Hukum Ekonomi Syariah, 104-112.
Nur, S. (2020). Pelaksanaan Ibadah Haji Pada Masa Pandemi Covid 19; Studi Komparatif
Perspektif Mazhab Fikih. Mazahibuna: Jurnal Perbandingan Mazhab, 134-
150.
Idawati, I. (2017). Persoalan-Persoalan Kontemporer yang Terjadi dalam Pelaksanaan Ibadah
Haji. Warta Dharmawangsa, (51).
Simbolon, N. N., & Imsar, I. (2021). Manajemen Pelayanan Haji dan Umroh di Kantor
Kementerian Agama Sumatera Utara. Jurnal Pendidikan Tambusai, 5(3),
8929-8936.
Mulkin, F. I., & Fataruba, S. (2021). Kajian Hukum Islam Terhadap Kebijakan Pemerintah
Atas Pemberian Kuota Lebih Kepada Jemaah Haji. TATOHI: Jurnal Ilmu
Hukum, 1(7), 708- 721.
Rachmadi, A. (2014). Studi Tentang Rekrutmen Calon Jamaah Haji Dalam Keberangkatan
ke Saudi Arabia di Kantor Kementerian Agama Kota Samarinda. eJournal
Ilmu Pemerintahan, 2(2), 2372-2386.
Fahham, A. M. (2016). Penyelenggaraan Ibadah Haji: Masalah dan
Penanganannya. Kajian, 20(3), 201-218.
Saleh, A. C. (2008). Penyelenggaraan haji era reformasi: analisis internal kebijakan publik
Departemen Agama. Pustaka Alvabet.
Febriansyah, M. D. T., & Samin, S. (2022). Pelayanan Ibadah Haji Khusus Melalui Travel Di
Kota Makassar. Siyasatuna: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Siyasah
Syar'iyyah, 3(1), 133- 143.

Anda mungkin juga menyukai