GARUDA PADA TAHUN 2018 Sebagai maskapai nasional, Garuda Indonesia saat ini melayani lebih dari 60 destinasi di seluruh dunia serta berbagai lokasi eksotis di Indonesia. Dalam rangka memberikan layanan penerbangan full service, Garuda Indonesia mengusung konsep “Garuda Indonesia experience” di semua touch point layanan penerbangan yang mengadaptasi nuansa Indonesia Hospital dengan menghadirkan keramahan negara dan budaya yang kaya. Garuda Indonesia pada 2019 dikenakan sanksi oleh lembaga keuangan pemerintah dan non-pemerintah pasalnya dalam laporan keuangan Garuda ditemukan kejanggalan, semua berawal dari hasil laporan keuangan Garuda Indonesia untuk tahun buku 2018, dalam laporan keuangan tersebut Garuda Indonesia Group membukukan laba bersih seangka ini melonjak tajam dibanding 2017 yang menderita rugi 216,5 juta us dolar. Namun, laporan keuangan tersebut menimbulkan polemik dua komisaris PT Garuda Indonesia yang menemukan kejanggalan dalam pembukuan keuangan 2018. Terdapat beberapa pos keuangan yang pencatatannya tidak sesuai standar akuntansi yang membuat kinerja Garuda Indonesia untung pada 2018 padahal seharusnya merugi. Dalam dokumen yang didapat oleh awak media tertulis bawah dua komisaris ini yaitu Chairul Tanjung dan Dony oskaria, keduanya merupakan perwakilan dari PT Trans Airways pemegang saham Garuda Indonesia dengan kepemilikan sebesar 25,61% cerita kejanggalan tersebut bermula dari kerjasama itu dilakukan antara PT mahata Aero teknologi dan PT Citilink Indonesia penyediaan koneksi wi-fi di armada pesawat, kerjasama tersebut kemudian diperluas ke Garuda group yang juga mengikuti Sriwijaya Air dari situ Garuda akan mendapatkan pembayaran dari mahata Aero teknologi sebesar 3,5 miliar. Namun, belum ada pembayaran masuk dari Mahata Aero Technology hingga akhir 2018, padahal Garuda Indonesia telah mengakuinya sebagai pendapatan tahun lalu, dari pihak Trans Airways berpendapat angka ini terlalu signifikan hingga mempengaruhi neraca keuangan Garuda Indonesia. Jika nominal dari kerjasama tersebut belum masuk sebagai pendapatan perusahaan sebenarnya masih merugi sebesar 3,5 miliar pasalnya Garuda Indonesia memasukkan keuntungan dari PT mahata Aero teknologi yang memiliki utang kepada maskapai berpelat merah tersebut. PT mahata Aero teknologi sendiri yang memiliki utang terkait permasalahan wi-fi yang belum dibayarkan sebesar 11,33 miliar, dua komisaris ini berpendapat dampak dari pengakuan pendapatan Ini menimbulkan keracuan yang menyesatkan, isunya posisi keuangan Garuda Indonesia telah bergeser drastis dari rugi menjadi untung. Bukan hanya itu, rekor ini menambah beban keuangan Garuda Indonesia dalam membayar PPH dan PPN padahal beban itu seharusnya belum menjadi kewajiban karena pembayaran dari kerjasama dengan Mahata belum masuk ke kantor perusahaan. Seperti diketahui Kementerian OJK dan BEI kompak memberikan sanksi atas laporan keuangan Garuda Indonesia tahun buku 2018 yang dinilai melanggar ketentuan dari standar akuntansi yang ada, untuk itu setelah melakukan konsultasi panjang dengan lembaga memayungi akuntan public OJK dan berusaha meminta manajemen perusahaan untuk menyatakan kembali laporan keuangannya, tidak hanya untuk laporan keuangan periode yang berakhir pada Desember 2018, namun juga untuk laporan keuangan intern Maret 2019. Sanksi tersebut dikenakan setelah Garuda mencatat piutang dari PT mahata untuk menyediakan teknologi wi-fi sebagai pendapatan padahal kontrak tersebut berdurasi lama dan ini menjadi pertanyaan sebagai sebagian besar kalangan, tak hanya saksi administrasi OJK juga mengenakan denda berlipat kepada direksi dan komisaris perusahaan, sanksi diberikan setelah kedua instansi tersebut memeriksa auditor terkait permasalahan laporan keuangan Garuda Indonesia tahun buku 2018. khususnya pengakuan pendapatan atas perjanjian kerjasama dengan PT mahata Aero teknologi yang diindikasikan tidak sesuai dengan standar akuntansi. Sekedar informasi akibat laporan tersebut Garuda Indonesia dikenakan denda yang nominalnya mencapai 1,25 miliar dengan tersebut terdiri dari 800 juta yang dibebankan kepada 8 reaksi,100 juta kepada Dewan komisaris, 100 juta denda dengan kepada maskapai dan tambahan denda 250 juta dari Bursa Efek Indonesia.