Anda di halaman 1dari 7

IMPLEMENTASI SYARI’AH, FIQH, DAN HUKUM ISLAM DI MASYARAKAT

A, Syari’ah, Fiqh dan Hukum Islam


1. Pengertian syari’ah
Syari’at menurut bahasa berarti jalan menuju tempat keluarnya air untuk minum. Kata
ini kemudian di konotasikan sebagai jalan lurus yang harus di ikuti. Menurut istilah, syari’at
adalah hukum-hukum dan tata aturan allah yang ditetapkan bagi hamba-Nya. Bahkan ada yang
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan syari’at adalah
‫النظم التى شرعها هللا او شرع اصولها ليأخذ االنسان بها نفسه في عالقته بربه وعالقته بأخيه المسلم‬
.‫وعالقته بأخيه االنسان وعالقته بالكون وعالقته بالحياة‬
“Aturan yang di syariatkan oleh Allah atau dasar peratura yang di syari’atkan oleh Allah agar
manusia mengamil dengannya di dalam berhubungan dengan Tuhannya, berhubungan dengan
sesama muslim, berhubungan dengan sesame manusia, berhubungan dengan keadaan dan
juga kehidupan”.

Selain itu, istilah syari’ah juga dapat didefinisikan sebagai berikut


‫ما بين على لسان نبي من االنبياء وما أنزله هللا من االحكام‬
“suatu perkara yang dijelaskan memlalui lisannya nabi dari beberapa nabi dan perkara yang
diturunkan oleh allah dari beberapa hukum.”

Dari beberapa pengertian diatas, dapat dipahami bahwa syari’ah meliputi seluruh aspek
kehidupan manusia, baik aspek hubungan manusia dengan allah swt. Manusia dengan manusia
dan manusia dengan alam semesta.
Syari’ah mengatur hidup manusia sebagai individu, yaitu hamba yang harus taat, tunduk
dan patuh kepada Allah swt. ketaatan dan ketundukan tersebut ditunjukkan dengan cara
melaksanakan ibadah yang tata caranya telah diatur sedemikian rupa dalam aturan yang
disebut dengan syari’ah. Syari’ah juga mengatur hubungan antara manusia dengan dirinya
sendiri untuk mewujudkan sosok individu yang saleh dan mencerminkan sosok pribadi yang
sempurna.

2. Pengertian Fiqih
Fiqih menurut bahasa artinya pemahaman yang mendalam (‫ ) تفهم‬dan membutuhkan
pada adanya pengarahan potensi akal , sebagaimana firman allah swt. Dan sabda nabi
muhammad saw, yaitu :
a. Al-qur’an : surat al-taubah : 122
‫فلو ال نفر من كل فرقة منهم طائفة ليتفقهوا في الدين‬
“Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama.”

b. Al-hadits, HR. Bukhori, muslim, ahmad ibn hanbal, turmudzi dan ibnu majah sebagai berikut
‫من يرد هللا خيرا يفقهه في الدين‬
“jika allah menginginkan suatu kebaikan bagi seseorang , dia akan memberikan suatu
pemahaman keagamaan (yang mendalam) kepadanya.[3]
Sedangkan pengertian fiqh menurut istilah adalah sebagaimana yang elah dikemukakan
oleh para fuqoha’ ialah:
a. Abdul Wahab Kholaf
‫الفقه هو العلم باالحكام الشرعية العلمية المكتسب من ادلتها التفصلية‬
“Fiqh ialah ilmu tentang hukum syara’ yang bersifat praktis (amaliyah) yang diperoleh melalui
dalil-dalilnya yang terperinci.”

b. Wahbah Az-Zuhaili
‫الفقه هو مجموعة االحكام الشرعية العلمية المكتسب من ادلتها التفصلية‬
“Fiqh ialah himpunan hukum syara’ yang bersifat praktis (amaliyah) yang diperoleh melalui
dalil-dalilnya yang terperinci.”
c. Ahmad Bin Muhammad Dimyati
‫معرفة االحكام الشرعية التي طريقها االجتهاط‬
“Mengetahui hukum-hukum syara’ dengan menggunakan jalan ijtihad.”[4]

Dari beberapa pengertian di atas, memberikan suatu pengertian bahwa definisi


pertama, fiqh dapat dipandang sebagai suatu ilmu yanfg didalamnya menjelaskan masalah
hukum, sedang definisi kedua, fiqh dipandang sebagai suatu hukum, sebab didalam keduanya
terdapat kemiripan antara fiqh sebagai ilmu dan fiqh sebagai hukum. Artinya ketika ia
dipandang sebagai ilmu, maka dalam penyajiannya diungkapkan secara deskriptif, akan tetapi
ketika ia dipandang sebagai suatu hukum, maka penyajiannya diungkapkan secara analisis
induktif.
Para ulama sependapat bahwa setiap perkataan dan perbuatan manuasia, baik yang
menyangkut hubungan manusia dengan tuhannya, ataupun yang menyangkut dengan
sesamanya, semuanya telah diatur oleh syara’. Peraturan-peraturan ini sebagiannya
diterangkan melalui wahyu, baik diterangkan dalam al-Qur’an maupun Sunnah, dan sebagian
lagi diterangkan dengan jelas melalui wahyu, namun oleh nash ditunjuk tanda-
tanda (qarinah) atau melalui tujuan umum syari’at itu sendiri, maka berdasarkan petunjuk itu
para mujtahid menetapkan hukumnya. Semua ketentuan-ketentuan hukum baik yang
ditetapkan melalui nash atau ijtihad para mujtahid pada bidang yang tidak ada nashnya,
dinamakan fiqih.[6]

3. Pengertian Hukum Islam


Hukum secara etimologi (lughah) kata hukum berasal dari ‫ ح ك م‬yang berarti
”menolak kezhaliman/penganiayaan atau dengan arti menetapkan, atau memutuskan dan
lain-lain. Secara terminologi/istilah ushul fiqh. Hukum itu adalah titah Allah yang berkenaan
dengan perbuatan orang-orang mukallaf, berupa tuntutan (perintah dan larangan) pilihan,
atau menjadi sebab-syarat, dan mani’ (penghalang).
Dari definisi diatas diketahui hukum itu terbagi kepada 2 (dua) bahagian, yaitu hukum
taklifi yang mengandung perintah yaitu wajjib dan sunnat, dan larangan yaitu, haram dan
makruh dan pilihan yaitu mubah (harus) boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan.
Bagian kedua yaitu hukum wad’y, yaitu yang dijadikan sebab, seperti, tergelincirnya
matahari menjadi sebab wajib shalat zuhur, syarat, seperti berwudhu menjadi syarat sahnya
shalat, dan mani’ (pengahalang) seperti haid dan nifas menjadi pengahalang wajibnya shalat
dan puasa.
Dalam hukum Islam, hukum lebih diartikan kepada fiqih Islam sebagai penjabaran dari
syari’ah. Syari’ah sulit akan dilaksanakan tanpa fiqih, maka fiqih adalah ujung tombak dalam
pelaksanaan syari’ah Islam. Antara syari’ah dan fiqih dapat dibedakan, tetapi tidak dapat
dipisahkan. Untuk memperjelas persamaan dan perbedaan antara syari’ah dan fiqih dibawah
ini dijelaskan sebagai berikut:
Syari’ah terdapat di dalam al Qur’an dan sunnah Rasul saw. Kalau kita berbicara tentang
syari’ah yang dimaksud adalah wahyu Allah dalam al Qur’an dan sunnah Rasul. Sedangkan
fiqih terdapat dalam berbagai kitab fiqih, dan yang dimaksud dengan fiqih adalah
pemahaman atau penalaran pemikiran manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad
tentang syari’at. Syariah dan fikih dapat dibedakan tapi tidak dapat dipisahkan, karena fikih
adalah ujung tombak dari syariah (operasional syariah)
a. syari’ah bersifat fundamental, idealistis, dan otoritatif, sedangkan fiqh bersifat liberal,
realistis , dan instrumental ruang lingkupnya terbatas pada apa yang biasa disebut
tindakan hukum
b. Syari’ah adalah ciptaan atau ketetapan Allah serta ketentuan RasulNya, karena itu
kebenarannya mutlak (absolut) serta berlaku abadi sepanjang masa dimana saja. Fiqih
adalah hasil karya manusia, maka keberannya bersifat relatif dan tidak dapat berlaku
abadi, dapat berubah dari masa ke masa, dan dapat berbeda dari satu tempat dengan
tempat lain. Sebagai permisalan perbedaan waktu adalah; peristiwa-peristiwa yang baru
yang pada waktu tertentu tidak terjadi seperti, bayi tabung, vasektomi dan tubektomi,
pencangkokan organ tubuh, dan masih banyak permaslahan yang akan muncul
disebabkan oleh perubahan waktu. Sedangkan perbedaan tempat seperti halnya wasiat
wajibah, wasiat wajibah yang dikenal di Indonesia diberikan kepada anak angkat,
sedangkan wasiat wajibah yang dikenal di Mesir diberikan kepada cucu yang ketika
kakeknya meninggal orangtuanya telah lebih dahulu meninggal (cucu yang putus titi)
c. Syariah adalah satu (unity) dan fikih beragam/ berbilang (diversity). Dalam fiqih,
seseorang akan menemukan pemikiran-pemikiran para fukaha, antara lain para pendiri
empat imam mazhab yang ada dalam ilmu fiqih yang sampai sekarang masih
berpengaruh dikalangan umat Islam sedunia yaitu Abu Hanifah (pendiri mazhab Hanafi),
Malik bin Anas (pendiri mazhab Maliki) Muhammad Idris As-Syafi’i (pendiri mazhab
Syafi’i) dan Ahmad bin Hanbal (pendiri mazhab Hanbali).
d. Fiqih berisi rincian dari syari’ah karena itu dapat dikatakan sebagai elaborasi terhadap
syari’ah. Elaborasi yang dimaksud disini merupakan suatu kegiatan ijtihad dengan
menggunakan akal fikiran atau al ra’yu. Yang dimaksud ijtihad adalah suatu usaha
sungguh-sungguh dengan mempergunakan segenap kemampuan yang ada dilakukan
oleh seseorang (ahli hukum) yang memenuhi syarat untuk mendapatkan garis hukum
yang belum jelas atau tidak ada ketentuannya di dalam al-Quran dan Sunnah Rasulullah.
Di antara ciri-ciri hukum Islam, yaitu:
a. bersumber dan merupakan bagian dari agama Islam
b. bersumber dari al Qur’an dan al Hadis yang dikembangkan serta dirumuskan lebih lanjut
oleh pemikiran (al ra’yu) manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad
c. Mempunyai dua istilah yaitu syari’ah dan fiqih
d. Ruang lingkup yang diatur oleh hukum Islam tidak hanya soal hubungan manusia dan
benda serta penguasa dalam masyarakat tetapi juga mengatur hubungan antara
manusia dengan Allah. Selalu disebut hubungan vertikal dan horizontal. Hubungan
dengan Allah disebut ibadah, sendangkan hubungan dengan sesama manusia dan benda
serta penguasa disebut muamalah. Kedua hubungan ini harus dihidupkan dengan
seimbang dan serasi tanpa kepincangan tanpa berat sebelah
e. Struktur berlapis, terdiri atas (a) nash atau teks al Qur’an (b) sunnah nabi saw (untuk
syari’ah) (c) hasil ijtihad, (d) pelakasanaanya dalam praktik berupa:
a) Keputusan hakim
b) amalan-amalan untuk ummat Islam dalam mesyarakat (untuk fiqih)
f. Dapat dibedakan antara :
a) Hukum taklifi atau hukum Islam yang lima (ahkam al Islam al Khamsah) yaitu;
wajib, sunnat, haram, makruh dan mubah dan
b) Hukum wadhy yang mengandung sebab, syarta dan mani’ (pengahalang), seperti
telah disebut diatas.
g. Mengenai hak dan kewajiban. Dalam sistem hukum barat, hak lebih diutamakan dari
perintah kewajiban. Dalam hukum barat orang banyak bicara tentang hak asasi manusia
tanpa membicarakan sisi lainnya yaitu kewajibaan asasi manusia. Dalam sistem hukum
Islam kewajiban lebih diutamakan dari pada hak, Penuhi dulu kewajiban baru hak
diperoleh seperti pahala-pahala sebagai ganjarannya.

B. Ruang lingkup Syari’ah


Ruang lingkup syari’ah yaitu hubungannya dengan masalah-masalah ibadah.
Secara bahasa ibadah berarti: taat, tunduk, menurut, mengikuti, dan do’a. Bisa juga diartikan
menyembah, sebagaimana disebut dalam Q.S. Al-Dzariyat:56
‫َو َم ا َخ َلْقُت ٱْلِج َّن َو ٱِإْل نَس ِإاَّل ِلَيْعُبُدوِن‬
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembahKu”.
(Q.S. Al-Fatihah: 5
ْ ‫ِإَّياَك َنْعُبُد َو ِإَّياَك َنْسَتِع يُن‬
“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah, dan hanya kepada Engkaulah kami mohon
pertolongan”
Menurut ulama tauhid mengatakan bahwa ibadah adalah mengEsakan Allah Swt.
Dengan sungguh – sungguh dan merendahkan serta menundukkan jiwa setunduk – tunduknya
kepada-Nya. Pengertian ini didasarkan pada firman Allah Swt , dalam QS surat An-Nisa’: 36:

‫َو ٱْع ُبُدو۟ا ٱَهَّلل َو اَل ُتْش ِر ُك و۟ا ِبِهۦ َش ْئًـا‬


“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukannya dengan sesuatupun”.
Menurut ulama fiqih, ibadah adalah semua bentuk pekerjaan yang bertujuan
memperoleh keridhoan Allah Swt. Dan mendambakan pahala dari-Nya di akhirat.

Secara garis besar ibadah dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu:
a. Ibadah Mahdah
Ibadah mahdah disebut juga ibadah yang ketentuannya pasti sudah ditentukan oleh
Allah atau ibadah khassah yaitu ibadah murni, ibadah khusus, yakni ibadah yang ketentuan dan
pelaksanaannya telah ditetapkan oleh nas dan merupakan sari ibadah kepada Allah.[5] Dan
tidak bisa diubah lagi oleh manusia, kita hanya menjalankan bagaimana yang telah ditentukan-
Nya, seperti mengerjakan shalat, shalat itu sudah diwajibkan kepada manusia dalam satu hari
satu malam lima waktu, subuh, dhuhur, ashar, magrib,dan insya sedangkan yang lain boleh
dikerjakan akan tetapi itu tidak diwajibkan. Dan selanjutnya membayar zakat, zakat itu sudah
ada ketentuan dalam agama siapa-siapa saja yang harus membayarnya yakni orang memiliki
kelebihan harta benda. Dan berpuasa pada bulan ramadhan itu juga sudah ada ketentuannya
yakni berpuasa pada bulan yang sudah ditentukan bahkan ada yang dilarang berpuasa seperti
pada kedua hari raya. Dan yang terakhir menunaikan haji, yakni diwajib bagi orang tersebut
yang ada memiliki kemampuan baik secara fisik ataupun materialnya.

b. Ibadah ghairu mahdah


Ibadah ghairu mahdah yaitu ibadah yang berhubungan manusia yang lain misalnya
sosial, politik, budaya, pendidikan lingkungan hidup, kemiskinan,dan sebagainya. Dari uraian
tentang kedua ibadah dia atas M. Amin Abdullah memberi dua penertian yaitu: pertama
merujuk pada aspek normatifitas, wahyu, yang dihukumi oleh kaum fuqaha' sebagai fardu ain,
sedangkan penngertian yang kedua merujuk pada aspek historisitas yang tersudut pada
katagori fardhu kifayah.
Selanjutnya jika ditinjau dari segi pelaksanaannya ibadah dapat dibagikan menjadi tiga
bentuk yaitu:
1. Ibadah jasmaniah dan rohaniah yaitu panduan ibadah jasmani dan rohaniah seperti shalat dan
puasa.
2. Ibadah rohaniah dan maliah yaitu panduan ibadah rohani dan harta seperti membayar zakat.
3. Ibadah jasmaniah, rohaniah dan maliah sekaligus, seperti menunaikan atau melaksanakan
ibadah haji
Jika ditinjau dari segi kepentingannya ibadah ada dua yaitu: kepentingan pribadi atau
perorangan, seperti shalat dan puasa, dan kepentingan ijtima'i atau masyarakat seperti zakat
dan melaksanakan ibadah haji.
Ibadah ditinjau dari bentuk dan sifatnya ada lima macam yaitu:
1. Ibadah dalam bentuk perkataan atau lisan (ucapan lidah) seperti berzikir, berdo'a tahmid,
membaca Al-Qur'an.
2. Ibadah dalam bentuk perbuatan yang tidak ditentukan bentuknya, seperti menolong orang
lain, jihad, mengurus jenazah.
3. Ibadah dalam bentuk pekerjaan yang telah ditentukan wujud perbuatannya seperti shalat,
zakat, dan haji.
4. Ibadah yang tatacara pelaksanaannya berbentuk menahan diri seperti puasa, i'tikaf dam
ihram.
5. Ibadah yang berbentuk menggugurkan hak, seperti memaafkan orang yang telah melakukan
kesalahan terhadap dirinya dan membebaskan seseorang yang berhutang kepadanya.

C. Tujuan Syari’at Islam


Secara umum, maksud dan tujuan diturunkan syariat Islam adalah untuk
mendatangkan kemaslahatan dan sekaligus menolak kemudharatan dalam kehidupan umat
manusia. Konsep ini dikenal dengan sebutan maqashid syar’iah. Maqashid Syaria’h berarti
tujuan Allah dan Rasul-Nya dalam merumuskan hukum-hukum Islam. Tujuan ini dapat ditelusuri
dalam ayat-ayat al-Quran dan Sunnah Rasulullah saw sebagai alasan logis bagi rumusan suatu
hukum yaang berorientasi kepada kemaslahatan umat manusia.
Imam al-Ghazali menjelaskan konsep maqashid/tujuan syariah. Menurutnya, tujuan
syari’ai Islam yang berhubungan dengan makhluk ada lima, yaitu
Pertama, memelihara atau melindungi agama dan sekaligus memberikan hak kepada
setiap orang untuk memilih antara beriman atau tidak, karena, “Tidak ada paksaan dalam
memeluk agama Islam” (QS. Al Baqaarah, 2:256). Manusia diberi kebebasan mutlak untuk
memilih, “…Maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa
yang ingin (kafir) biarlah ia kafir” (QS. Al Kahfi, 18:29).
Kedua, “melindungi jiwa”. Syariat Islam sangat melindungi keselamatan jiwa seseorang
dengan menetapkan sanksi hukum yang sangat berat, contohnya hukum “qishash”. Di dalam
Islam dikenal ada “tiga” macam pembunuhan, yakni pembunuhan yang “disengaja”,
pembunuhan yang “tidak disengaja”, dan pembunuhan “seperti disengaja”. Hal ini tentunya
dilihat dari sisi kasusnya, masing-masing tuntutan hukumnya berbeda. Jika terbukti suatu
pembunuhan tergolong yang “disengaja”, maka pihak keluarga yang terbunuh berhak
menuntut kepada hakim untuk ditetapkan hukum qishash/mati atau membayar “Diyat”
(denda). Dan, hakim tidak punya pilihan lain kecuali menetapkan apa yang dituntut oleh pihak
keluarga yang terbunuh. Berbeda dengan kasus pembunuhan yang “tidak disengaja” atau yang
“seperti disengaja”, di mana Hakim harus mendahulukan tuntutan hukum membayar “Diyat”
(denda) sebelum qishash.
Bahwasanya dalam hukum qishash tersebut terkandung jaminan perlindungan jiwa, kiranya
dapat kita simak dari firman Allah SWT: “Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan)
hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa” (QS. Al Baqarah, 2:179).
Ketiga, “perlindungan terhadap keturunan”. Islam sangat melindungi keturunan di
antaranya dengan menetapkan hukum “Dera” seratus kali bagi pezina ghoiru muhshon (perjaka
atau gadis) dan rajam (lempar batu) bagi pezina muhshon (suami/istri, duda/jand) (Al Hadits).
Firman Allah SWT : “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap
seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya
mencegah kamu untuk menjalankan agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari
akhirat dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-
orang yang beriman” (An Nuur, 24:2). Ditetapkannya hukuman yang berat bagi pezina tidak lain
untuk melindungi keturunan. Bayangkan bila dalam 1 tahun saja semua manusia dibebaskan
berzina dengan siapa saja termasuk dengan orangtua, saudara kandung dan seterusnya, betapa
akan semrawutnya kehidupan ini.
Keempat, “melindungi akal”. Permasalahan perlindungan akal ini sangat menjadi
perhatian Islam. Bahkan dalam sebuah hadits Rasulullah Saw menyatakan, “Agama adalah akal,
siapa yang tiada berakal (menggunakan akal), maka tiadalah agama baginya”. Oleh karenanya,
seseorang harus bisa dengan benar mempergunakan akalnya. Seseorang yang tidak bisa atau
belum bisa menggunakan akalnya atau bahkan tidak berakal, maka yang bersangkutan bebas
dari segala macam kewajiban-kewajiban dalam Islam. Misalnya dalam kondisi lupa, sedang tidur
atau dalam kondisi terpaksa. Kesimpulannya, bahwa hukum Allah hanya berlaku bagi bagi
orang yang berakal atau yang bisa menggunakan akalnya.
Betapa sangat luar biasa fungsi akal bagi manusia, oleh karena itu kehadiran risalah Islam di
antaranya untuk menjaga dan memelihara agar akal tersebut tetap berfungsi, sehingga manusia
bisa menjalankan syariat Allah dengan baik dan benar dalam kehidupan ini. Demikian pula, agar
manusia dapat mempertahankan eksistensi kemanusiaannya, karena memang akallah yang
membedakan manusia dengan makhluk-makhluk Allah yang lain.
Untuk memelihara dan menjaga agar akal tetap berfungsi, maka Islam mengharamkan segala
macam bentuk konsumsi baik makanan, minuman atau apa pun yang dihisap misalnya, yang
dapat merusak atau mengganggu fungsi akal. Yang diharamkan oleh Islam adalah khamar. Yang
disebut khamar bukanlah hanya sebatas minuman air anggur yang dibasikan seperti di zaman
dahulu, tapi yang dimaksud khamar adalah, “setiap segala sesuatu yang membawa akibat
memabukkan” (Al Hadits).
Keharaman Khamar sudah sangat jelas, di dalam QS. Al Maidah ayat 90 Allah SWT menyatakan,
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, berkorban untuk
berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan.
Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan” (QS. Al Maa-
idah,5:90) Ayat ini mengisyaratkan, bahwa seseorang yang dalam kondisi mabuk, berjudi,
berkorban untuk berhala dan mengundi nasib maka tergolong syaitan, karena sifat syaitani
sedang mengusai diri yang bersangkutan.
Kelima, “melindungi harta”. Yakni dengan membuat aturan yang jelas untuk bisa
menjadi hak setiap orang agar terlindungi hartanya di antaranya dengan menetapkan hukum
potong tangan bagi pencuri. “Laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah
tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari
Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (Qs. Al Maa-idah, 5:38). Juga peringatan
keras sekaligus ancaman dari Allah SWT bagi mereka yang memakan harta milik orang lain
dengan zalim, “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim,
sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api
yang menyala-nyala (neraka Jahannam) (QS. An Nisaa, 4:10).

Anda mungkin juga menyukai