Anda di halaman 1dari 9

Kemurnian Keluarga

Part 16 | Keceplosan

Setelah orgasme kedua itu mereda, Ibu menatap kearahku. Ia menataptanpa mengucapkan sepatah
katapun. Bahkan lama-kelamaan, tatapan Ibu membuatku sedikit merasa jengah karenanya.

“Makasih ya Sayang…” Ucapku sambil mengusap pipi Ibu


“Kenapa kamu kok sekarang jadi seperti ini ya, Rama…?”
“Aku cinta kamu, Sayang…”
“Kok bisa ya…? Kamu jadi setega ini kepada Ibu…”
“Hhhhhhhh… “ Kuhela nafas dalam-dalam, karena bosan mendengar pertanyaan dan kalimat Ibu yang
itu-itu saja.

Kumiringkan tubuhku, sehingga sekarang aku menghadap Ibu. Kutatap dalam-dalam wajah cantiknya
yang terlihat sedih. Kukecup pundaknya pelan lalu berucap, “Aku juga tak tahu kenapa bisa
kehilangan kendali seperti ini, Sayang…. Semua terjadi begitu saja… Kamu tahu… Mungkin karena aku
terlalu mencintaimu… Dan ingin bisa memilikimu sepenuhnya…”
“Tapi khan bukan seperti ini caranya, Rama…”
“Lalu…? Seperti apa Buuu…? Jujur, melihat kecantikanmu, aku tidak bisa menahan diri…."

“Hhhhh…” Gantian, sekarang Ibu yang menghela nafas dalam-dalam. Setelah itu, tanpa berkata-kata
lagi, Ibu mendorong tubuhku lalu bangkit dan duduk di tepi tempat tidur. Untuk sejenak, Ibu berdiam
sambil mengorek-korek spermaku yang meluber dari dalam vaginanya. “Hhhh… Sepertinya… Kali ini…
Pejuhmu bakalan bikin Ibu bener-bener hamil, Rama…”
“Aku siap….”
“... Bertanggung jawab atas janin yang ada dirahimku….” Celetuk Ibu memotong kalimatku, “Iya-iya…
Ibu tahu kok kemauanmu itu…” Sambungnya lagi sebelum akhirnya Ibu berjalan terseok-seok kearah
kamar mandi yang ada di sudut kamar.

Satu tangannya menekan kearah perut, dan cara berjalannya tak lurus. Pelan, dan langkah kakinya
terlihat menyeret. Kulihat, spermaku tak henti-hentinya merembes dari vagina Ibu. Bahkan beberapa
lelehan itu mengalir di paha dalamnya dan menetes ke lantai kamar Ibu. Dan anehnya, ketika melihat
kesakitan Ibu, entah kenapa aku merasa makin bernafsu padanya.

SSSSSSRRRRRRR….
Kudengar, Ibu menyalakan keran air hangat. Rupanya ia hendak mandi.

Kulihat, dari jendela besar yang ada didinding kamar mandi, Ibu sedang duduk di tepi bathup. Ia
terus-terusan menyemprot vaginanya yang gundul dengan shower. Tak lupa, Ibu juga mengorek
sisa-sisa spermaku yang masih menetes dari lubang senggamanya dengan jarinya.

Ketika Ibu membilas vaginanya, matanya terpejam. Dan Ibu juga menggigit bibir bawahnya sehingga
penampilan lusuhnya terlihat benar-benar seksi. Sumpah. Bener-bener terlihat menggairahkan.
Sampai-sampai, membuat penisku yang baru saja ejakulasi, kembali mengeras. Ku beranjak dari
tempat tidur Ibu, dan segera menyusul kearah kamar mandi

“Sayang…” Panggilku pelan, “Butuh bantuan…?”


“Ehh…? Kamu mau ngapain…?” Kaget Ibu ketika menyadari kehadiranku didekatnya. Terlebih ketika
melihat penisku yang kembali menegang dalam genggaman tanganku.

Aku tak menjawab. Hanya tersenyum sambil terus meremas-remas penisku.


“Astaga Rama… Kamu masih pengen lagi…?”
Lagi-lagi, aku tersenyum. Sambil menaik turunkan alisku.
“Kamu ga puas dengan apa yang barusan kamu lakuin ke Ibu…?” Tanya Ibu
“Mumpung malam masih panjang… Yuk… kita bersenang-senang lagi, Sayang..." Balasku sambil
mengamit dagu Ibu dan mengecup bibirnya pelan.
Melihat tingkahku, wajah Ibu terlihat kaget. Ia tak menyangka jika harus melayani nafsu birahi putra
kandungnya secepat ini. Meskipun Ibu mendapatkan kepuasan bercinta denganku, akan tetapi Ibu
mengatakan padaku seolah ia tak menginginkannya kembali.

“Cuuuppp…. Ayolah Bu…” Pintaku sambil mengecup bibir Ibu dalam-dalam.


“Enggak Rama… Memek Ibu masih sakit…” Ucap Ibu sambil menggelengkan kepalanya, “Dan lagi…
Sepertinya Ibu tak mau lagi menuruti permintaanmu…”

Kulumat bibir Ibu, dan mengajak lidahnya untuk bergulat. “Cuuuppp… Sluurrppp..”
“Mppfffhh… Nggak Rama… Ibu nggak mau…” Tolak Ibu disela-sela lamutan bibirku.

Tak ingin mendapat penolakan Ibu lebih jauh, lidahku pun segera turun kearah payudara Ibu. Kukecup
putting Ibu sembari menyelomoti payudaranya secara bergantian. Kuremas sambil kutarik-tarik
putingnya. Juga mulai memberi tanda cupang berwarna merah di sekitaran putting imutnya.

“Nggghhh…..” Erang Ibu pasrah sambil menyandarkan punggungnya di dinding samping tepi bathup.
Matanya kembali terpejam dengan tangan yang mulai meremas-remas rambutku
“Pentil kamu udah keras lagi ya, Sayang…?” Godaku sambil terus mempermainkan daging kecil di
payudara Ibu
“Nggghh.. Hentikan Rama… Jangan… Aku Ibumu… Ngghhh… “

Tak berhenti disitu, melihat Ibu yang mulai kembali bergairah karena perlakuan mesumku, buru-buru
kupindahkan konsentrasi tanganku ke vaginanya. Kumainkan biji klitoris Ibu dan mengorek-ngorek
lubang peranakannya dengan jariku. “Licin banget lubang memekmu, Sayang…”
“Ooohhh… Ngghhh….” Ibu tak menjawab. Ia hanya menggigit bibir bawahnya sambil mulai
menggoyang-goyangkan pinggulnya.

Aku tahu, mungkin benar jika Ibu merasakan kesakitan pada lubang kemaluannya, akan tetapi
perlakuan kasar yang kulakukan, membuatnya kembali bergairah. Terlebih ketika aku selipkan dua jari
tanganku ke dalam vaginanya, Ibu tiba-tiba mengerang.
“Oohhh.. Ngentot kamu Ramaaa…!!” Erang Ibu sambil menjambak rambutku. Ibu melenguh saat
mulutku menghisap putting dan payudaranya. Ibu mengembik saat jemari tanganku mengorek dan
mengocok bibir serta liang senggamanya.

“Hhhhaaasshhh.. ANJIIIMMM… KAMU BUAT IBU KELUAR…OOHH… NGENTOOOTT…” Jerit Ibu dengan
tubuh bergetar hebat. Satu tangan Ibu mencakar pundakku dan tangan lainnya membenamkan
wajahku di satu payudaranya.

CREEET CREEET CREECREEET CREETTTT CREETTTTTT


Mata Ibu setengah terpejam. Pupilnya menghilang. Dan rahangnya mengatup rapat. Seperti cacing
kepanasan, tubuh Ibu melengkung-lengkung diatas tepi bathup. Mengejat dan menggelepar hebat
karena rasa nikmat akibat orgasme yang ia dapatkan.

Sejenak, kubiarkan wanita cantik yang ada dihadapanku ini menikmati orgasmenya. Dan ketika ia
sudah kembali tenang, aku pun mendekat lalu membuka kedua pahanya lebar-lebar. Setelah itu
mengarahkan kepala penisku ke lubang vagina Ibu.

“Eeehh.. Kamu mau apa…?” Kaget Ibu ketika ia merasa pahanya terentang dan kepala penisku
menyentuh bibir vaginanya.
“Ngasih kamu enak…” Jawabku tenang sambil mengdorong penisku maju.
“Eeehh.. Nggak-nggak… “ Sambung Ibu sambil menahan pinggulku. “Ibu sudah bilang padamu...
Memek Ibu sakit banget… “
“Terus…?”
“Jangan sekarang ya, Ngentotnya…”
Aku tersenyum lebar, dan menggelengkan kepala. Aku belagak seperti orang tolol. Kuraih salah satu
kaki Ibu dan mengangkatnya ke pundak. Setelah itu kuminta Ibu sedikit rebah di tepi bathup. Dan
ketika Ibu sudah rebah, otomatis liang kenikmatannya terbuka lebar, sehingga membuatku memiliki
akses yang lebih baik ke vagina ibunya. Segera saja, kudorong kepala penisku maju, dan membelah
gerbang kenikmatan Ibu.

CLEEEEPPP
“AAARRRRGGGHHH…” Jerit Ibu dengan mata melotot. “Memek Ibu sakit BANGSAAATTT…” Umpat Ibu
ketika aku mulai menyetubuhinya dengan kasar di atas dudukan tepian bathup mandi.

PLAK PLAK PLAK PLAK.


Tubuh Ibu terhentak-hentak seiring tusukan kasar penisku. Payudaranya pun bergoyang
menggemaskan kesana kemari tanpa henti.

PLAK PLAK PLAK PLAK.


“Memekmu memang juara, Bu… Meskipun licin, tapi masih sangat ngejepit…” Pujiku sambil
merentangkan kaki Ibu lebih jauh lagi. “Memek ini… Memang tercipta untukku…”

PLAK PLAK PLAK PLAK.


“Ssshh.. Rama… Stop dulu yaaa… Memek Ibu perih…” Erang Ibu sambil mengernyitkan alis.
“Gak mau…” Balasku singkat sambil terus memompa vagina Ibu.

PLAK PLAK PLAK PLAK.


“Ssshh… Biarin memek Ibu istirahat dulu ya, Sayang…” Pinta Ibu yang kali ini meminta rasa Iba dariku
dengan kembali memanggilku ‘Sayang’, “Boleh yaaa, Sayang… Please… Sebagai gantinya, Ibu sepongin
kontolmu… “
“Tapi nanti aku bisa ngentotin memekmu lagi, Sayang…?”

Ibu tak menjawab, Ia langsung mendorong tubuhku mundur dan memaksaku supaya mencabut
tusukan penisku.

PLOPPP
“Sssshh…” Ibu bergidik ketika merasakan sumbatan divaginanya terlepas begitu saja. Setelah itu, ia
buru-buru rebahan dan berlutut di hadapanku. Diraihnya penisku yang masih berlumuran cairan
vaginanya, dan tanpa rasa jijik sedikitpun, Ibu mulai melahapnya dengan rakus.

HAAAPP
SLUUURRPPP… SLUURPP SLUUUURRRPP….
Awalnya Ibu hanya menbersihkan sisa-sisa lendir yang ada dipenisku. Namun ketika batang
kejantananku sudah keset, segera saja Ibu memasukkan penisku lebih dalam dan melahapnya
bulat-bulat.

“Ooohh.. Ibuuu.. Mulutmu ga kalah enaknya…” Erangku ketika Ibu dengan sigap, memberikan semua
keahlian mulutnya saat menyelomoti kemaluanku. Kuraih bagian belakang kepala Ibu dan
memintanya supaya terus memasukkan penisku ke tenggorokannya.

GAAGG GAAGG GAGG GAAGG


“Nggghhh… Enak bener, Sayang…. Sshhh. Enaaakkk…”

GAAGG GAAGG GAGG GAAGG


Tanpa banyak penolakan, Ibu membiarkanku menggunakan mulutnya sesuka hati. Bahkan, Ibu mulai
tersenyum ketika kusodokkan penisku makin dalam kerongga mulutnya.

GAAGG GAAGG GAAGG GAAGG GAGG GAAGG


Semakin dalam kutusukkan penisku, semakin berasa pula jepitan rongga mulut Ibu. Memijat kepala
dan batang penisku kuat-kuat dengan otot disepanjang tenggorokannya.

“Nyuutt… Nyuuttt…Nyuuttt…”
HIngga tak lama kemudian, karen tak tahan mendapat pijatan geli-geli nikmat di penisku, gelombang
orgasmeku pun memuncak dengan hebat. Dan,

CROOTTT CROOTT CROOOCROOTT CROOTT CROOOTTTTTT.


Benih suburku, tanpa peringatan masuk ke tenggorokan Ibu. Meskipun tak sebanyak sebelumnya,
akan tetapi dapat membuat Ibu tersedak. “Uhuk-uhuk… Uhuk.. Uhuk…”

Buru-buru, Ibu melepas penisku yang masih menyemburkan sperma dari mulutnya. CROTT CROOT.
Karena dadakan, beberapa benihku tak dapat kukontrol. Menyembur wajahnya dan beberapa lagi
mengenai leher, dan payudaranya..”
“Uhuk Uhuk… SIAL… Masih banyak aja pejuhmu, Sayang…”
“Hehehe… Kamu terlihat cantik sekali kalo berlumuran pejuh seperti itu, Sayang…” Ucapku yang
berkata sambil mengagumi hasil karya penisku.

Mendengar pujianku, Ibu tersenyum. Walau terlihat dipaksakan, akan tetapi dapat membuat hatiku
berseri-seri karenanya. Dengan jemari lentiknya, ibu mengurut batang penisku yang melunak itu
beberapa kali. Sekedar memastikan jika tak ada lagi air mani yang tersedia di kantung zakarku.

Namun, ketika tangan Ibu mengurut penisku, harapan untuk dapat istirahat dari persetubuhan pun
sirna. Karena alih-alih mendapat penisku yang lemas karena baru saja ejakulasi, yang terjadi malah hal
sebaliknya. Kemaluanku semakin keras. Menegang dan mendongak keatas.

“ASTAGA RAMAA… Kontolmu ini kapan sih bakalan capeknya…?” Ucap Ibu dengan wajah panik.
“Sepertinya, kontolku ini bisa tenang setelah ngentotin memek ini, Sayang…” Ucapku sambil
mengusap liang kemaluan Ibu yang kenyal, “Apalagi kalo bisa keluarin pejuh didalam rahimmu, pasti
dia bakalan bisa tidur panjang…”

Kuraih pundak Ibu, dan kuajaknya berdiri. Kutuntun Ibu kearah wastafel di sudut kamar mandi dan
kuminta ia berpegangan. Dengan punggung yang menghadap kearahku, aku bisa melihat kecemasan
diwajah Ibu melalui cermin yang ada didepannya.

“Beri aku kesempatan ngentotin memekmu sekali lagi ya, Sayang…” Pintaku sambil meminta Ibu
merentangkan kakinya kesamping sambil memposisikan penisku keliang peranakannya. Mendorong
pundaknya sedikit maju, sehingga membuat tubuh Ibu sedikit menungging. Kuraba vagina Ibu yang
masih begitu basah.

CLEEEEEPPPP
Ibu menggeram. Rahangnya kembali mengatup. Ia terlihat begitu kesal karena untuk kesekian kalinya
mendapat perlakuan tak senonoh dariku. Ibu juga terlihat kelelahan akibat pengkhianatan tubuhnya.
Meskipun otak dan pikirannya menolak perlakuan mesumku, akan tetapi tubuhnya selalu mengikuti
permintaan cabulku.

PLAK PLAK PLAK PLAK


Tak ada bosennya aku, mendengar suara tepukan dan hentakan diantara dua kelaminku dan Ibu.

PLAK PLAK PLAK PLAK


“Nghhhh… Nghhhh… ANJIMM…AANJIIIMMM… Nghhhh… Nghhhh… SIAAALLL…” Umpat Ibu setiap kali
vaginanya mendapat tubrukan penisku.
“Sshhh.. Memekmu enak sekali… Ibuku Sayang… “ Ucapku sembari mengecup pundak Ibu. Kuraih
payudaranya dan juga kuremas-remas kuat. “Makasih ya.... Sudah menerima kontolku…”

PLAK PLAK PLAK PLAK


“Ngggghhh… Anak Bajingan…. Dasar tak punya malu…” Umpat Ibu yang kali ini, tanpa memberikan
penolakan yang berarti.
“Aku punya malu kok, Sayang…” Jawabku sambil terus mempermainkan payudara Ibu, “Buktinya, ini,
kemaluanku ada didalam memekmu…”
PLAK PLAK PLAK PLAK
“Ibu gak rela kamu tidurin seperti ini, Rama… Ibu ga sudi kamu entot seperti ini… “ Erang Ibu sambil
terus menerima sodokan penisku, “Ini namanya… Kamu perkosa Ibu…”
“Dan kamu menikmatinya, bukan…?”
“Kamu memperlakukan Ibu bagai wanita murahan… Kamu perlakukan Ibu bagai pelacur…”

”Aku tak menganggapmu sebagai pelacur, Sayang… Tubuh Ibu terlalu mahal untuk bisa didapatkan
lelaki diluar sana… “ Kupeluk tubuh wanita yang sedang emosi dihadapanku itu. Sambil terus
memompa penisku pada vagina sempitnya, “Kamu milikku, Sayang… Kamu istriku… Kecantikanmu,
hatimu, dan semua asset yang ada di tubuhmu, adalah milikku…”

“MIMPI aja terus… Hhh… Hhh… Kamu tak akan pernah mendapat Ibu sampai kapan-pun…” Ledek Ibu
dengan nada bersungut-sungut dan nafas yang menderu-deru, “Hhh… Hhh… Mungkin untuk saat
ini… Kamu bisa memperkosa Ibu terus-terusan… Tapi, Hhh… Hhh… Hhh… Ibu tak akan pernah
memberikan sepenuhnya padamu…. Kau tak layak untuk mendapatkan tubuh dan hatiku…”

”Hehehe…Oke… Suatu saat, aku bakalan mendapatkanmu seutuhnya…” Bisikku tanpa mengendorkan
genjotan penisku pada vagina Ibu, “Kamu milikku… Kamu istriku…”
“Tidak… Ibu bukan istrimu… Ibu milik Ayahmu…”

PLAK PLAK PLAK… PLLLAAAAAAKKKK…!!


Kuhentikan satu tusukan penisku, dengan sodokan yang begitu keras pada vagina Ibu.

“Aaarggghhh…” Erang Ibu sambil berpegangan pada tepi wastafel.


“Kamu masih mengharapkan lelaki seperti dia, Sayang…?” Bisikku pelan.
“Ayah orang yang baik…. Ia tak memperkosa istri orang lain…” Ucap Ibu lantang.

”Sumarto orang baik Itu..? Itu hanya ada di pikiranmu, Sayang… “ Ucapku mematahkan pendapat Ibu
dengan menyebut Ayah dengan nama aslinya
”Maksudmu….?” Tanya Ibu sambil menengok kebelakang.
“Kalo kamu tahu sebenernya tentang Ayah… Kamu mungkin bakalan kaget sekaget-kagetnya…”
“Kok begitu…?” Heran Ibu makin menengok kebelakang.
“Jangan belagak bodoh deh, Sayang… “ Ucapku membetulkan posisi Ibu supaya terus menungging dan
menghadap ke depan, “Asal kamu tahu… Suamimu… Tak sebaik yang kamu kira…”

Kuminta Ibu rebah kedepan. Supaya lebih menyodorkan pantatnya kepadaku. Dan dengan gerakkan
pinggul yang cepat, kupompa vagina Ibu dengan ganas. “Jangan berhenti dulu… Aku belum selesai
ngentotin memek sempitmu…”

PLAK PLAK PLAK… PLAK PLAK PLAK…


“Aaahhh… Sebentar-sebentar… “ Pinta Ibu supaya aku berhenti menyetubuhinya sebentar.
“Aku belom keluar, Sayang…” Sahutku sambil meremas kedua payudaranya kuat-kuat. Sekedar untuk
mengalihkan perhatiannya.
“Aaarrggghhhh…. ANAK BAJINGAAAANNN…”
“Teriak aja Sayang… Kamu terlihat seksi saat sedang kesakitan…” Balasku tanpa mempedulikan cacian
dan teriakan Ibu

PLAK PLAK PLAK… PLAK PLAK PLAK…

Perlahan-lahan, Ibu mulai diam. Ia mengerti, jika segala macam penolakan yang ia lakukan, tak akan
memberinya banyak keuntungan. Oleh karenanya, alih-alih memberontak dan mencoba mengakhiri
penderitaan yang ia alami, Ibu memilih rileks dan belajar menikmatinya. Bahkan terkadang, Ibu
mengikuti ayunan pinggulku dan bergoyang seiring gerakan keluar masuk penisku.

“Itilmu besar banget, Sayang…” Ucapku ketika mengusap klitoris Ibu yang bengkak
“Nggghhh… “ Ibu melenguh. Mencengkram tepi wastafel kuat-kuat. Sambil menunggingkan pantatnya.
Seolah menyodorkan lubang kenikmatannya guna bisa kugunakan sepuas-puasnya.
PLAK PLAK PLAK… PLAK PLAK PLAK…
Semakin menungging, semakin tarasa pula pijatan dari otot vagina Ibu. Meremas kuat batang penisku
setiap kali kemaluanku keluar masuk di liang kenikmatan Ibu. Meskipun vagina itu sudah begitu licin,
akan tetapi karena saking sempitnya vagina Ibu, bibir kemaluannya selalu ikut terdorong masuk dan
tertarik keluar seiring gerakan penisku.

Hingga akhirnya, karena kenikmatan jepitan itu, membuat orgasmeku langsung sampai dan meledak
dalam waktu singkat.

CROOTT CROOOCROOTT CROOTT CROOOTTTTTT.


Spermaku menyembur deras. Keluar dari zakarku dan memenuhi liang senggama Ibu.

“Ooohhh. Ramaaaa…” Erang Ibu ketika rahimnya terisi oleh benih segarku.
“Memekmu, memang selalu terasa nikmat Sayang…” Ucapku mengakhiri persetubuhan malam itu.

-------

“Ssssrrrrr… Ohhh… Sial…” Umpatku ketika mengguyur tubuhku dengan siraman air dan sabun. Terasa
perih karena begitu banyaknya luka terbuka akibat cakaran kuku di kulitku. Dipundak, di leher, di paha,
dipunggung, dan di dadaku. Aku tak mengira jika ketika merasa nikmat, Ibu bisa melukaiku seperti ini.

Saat keluar kamar mandi, kulihat Ibu sudah kembali memakai dasternya. Ia juga sudah mengganti
sprei yang sempat basah karena semburan cairan orgasmenya. Ditepi tempat tidur, Ibu duduk
berdiam diri, sambil menyisir rambut dan menatap tajam kearahku.

Sumpah, emosi dan perasaan di hatiku terasa seperti gado-gado. Bercampur aduk. Tak karu-karuan
sampai-sampai membuatku bingung. Satu sisi hatiku senang karena keinginanku untuk menyetubuhi
Ibu bisa terkabul. Namun disatu sisi lainnya, ada rasa kasihan pada Ibu karena aku telah menyakiti hati
dan tubuhnya.

“Sedang ngelamunin apa, Sayang…?” Tanyaku yang secara spontan mendekat kearah Ibu, dan
membantunya menyisir rambut hitam panjang itu.

Ibu menghela nafas panjang.

“Tadi, maksud kamu apa ya…? Tanya Ibu dengan nada yang lirih.
“Yang mana…? Aku ga bilang apa-apa deh…”
“Kamu bilang, kalo Ibu tahu tentang Ayah… Ibu bakalan kaget sekaget-kagetnya…”
“Mungkin… Tadi aku bilang mungkin…” Jawabku mencoba mengingat-ingat sambil meralat.
“Memangnya ada apa dengan Ayahmu, Rama..?”

“Tak ada apa-apa kok…”


“Kamu bohong…!” Ucap Ibu tak percaya sambil terus menatap tajam kearahku, “Ayolah, Ibu mohon
Rama… Kasih tahu Ibu…”
“Kasih tahu apa, Sayang…? Aku cuman ngegertak kamu…”
“Omong kosong…! Yan kamu katakan tadi tuh bukanlah gertakan… “ Ucap Ibu menebak-nebak, “Ayo
Sayang… Ceritakan aja… Ibu perlu tahu.. Kamu punya sesuatu tentang Ayahmu….”
“Tidak ada, Sayang… Beneran deh… Aku cuman menggoda Ibu…”

“Ibu ga percaya… Kalo kamu ga punya sesuatu… Mana mungkin kamu berkata seperti itu tentang
Ayah…” Jelas Ibu, “Ibu tahu kok… Alasan kamu perkosa Ibu.. Bukan cuman karena nafsu semata…”
“Hah…? Gimana, Sayang…?”

“Rama… Ibu tuh wanita loh… Dan wanita, itu punya firasat yang kuat…”Sambung Ibu, “Jadi… Ibu bisa
tahu kok… Kamu berani ngentotin Ibu tuh karena kamu menyimpan rahasia terbesar Ayah… Dan
karena rahasia itu… Kamu bisa mengambil keputusan untuk melakukan tindakan cabul seperti ini
kepada Ibu…”
ANJIM…
Hebat banget tebakan Ibu

“Jadi… Jujur aja, Sayang… Ceritakan rahasiamu tentang Ayah…”


“Nggggg…”
“Ibu ga akan marah kok…”

“Dan semisal kamu bisa jujur padaku… Mungkin kamu bisa mendapatkan Ibu seutuhnya…” Ucap Ibu
seolah memberikan sebuah pernyataan untuk menyerahkan dirinya padaku.
“Berarti…?”
“Iya… Kamu bisa jadi suami baru Ibu… Mendapatkan tubuh… Hati… dan kemaluanku…”

SERIUS…?
Jerit hatiku lantang. Hatiku langsung berbunga-bunga mendengar perkataan Ibu.

“Jadi…?”
Kutarik nafas dalam-dalam, dan menceritakan hal yang kulihat mengenai Ayah. “Aku melihat Ayah
dan seorang wanita di dekat kandang sapi kemarin.”

Hening.

“Ohh… Kamu cuman ngelihat Ayahmu dengan wanita lain…? Udah? Gitu aja…?” Celetuk Ibu yang
begitu menganggap remeh info dariku, “Mungkin mereka cuman ngobrol aja, gak lebih…”
”Iya.. Memang ngobrol sih…”

Ibu menarik nafas panjang, “Info yang ga penting…” Ucap Ibu sambil kembali menyisir rambutnya.

“Kalo ngobrolnya ga pake mulut… Kira-kira itu info yang penting ga, Sayang...?”
”Gimana cara ngobrol ga pake mulut…?” Heran Ibu
“Ya pake itu…” Balasku memonyongkan mulut kearah selangkangan Ibu.

“Gausah mengada-ada… “ Sahut Ibu lagi terus meremehkan informasiku, “Bisa jadi fitnah kalo kamu
ga punya bukti…?”
”Aku punya kok…” Balasku.
“Ibu masih tak percaya.”

“Kalo aku bisa kasih Ibu bukti yang jelas, Ibu mau kasih aku apa…?” Godaku meminta imbalan.
“Maumu apa…?” Sahut Ibu dengan lirikan matanya.
“Ibu tahulah, mauku apa…”

“Tubuh Ibu…?” Tebak Ibu, “Kamu khan udah ngerasainnya… Semalem dan barusan juga kamu udah
mejuhin memek dan rahim ibu….”
“Aku ingin lebih jauh lagi, Sayang….” Ucapku mencoba peruntungan

”Hhhhhh… Sejauh apalagi sih…?” Keluh Ibu menghembuskan nafas panjang.


“Ibu belum menerimaku sebagai suami barumu….”
“Oke… Kalo itu maumu…” Ucap Ibu meladeni keinginanku, “ Kalo kamu bisa kasih bukti Ayah ada main
dengan wanita itu… Maka Ibu bakal menganggapmu sebagai suami baru-ku…”

“Beneran, Sayang…?”
“Ibumu tak pernah ingkar janji.”
“Aku bisa memiliki-mu seutuhnya…? Hati…? Tubuh…? Dan rahimmu…?”
“Buktikan aja sendiri…”
”Oke… Tunggu sebentar…” Ucapku penuh semangat sambil menghambur ke kamar. Kuambil
handphoneku dan kutunjukkan kepada Ibu, video perbuatan Ayah dengan seorang wanita yang tak
kusebutkan namanya. Mata Ibu terbelalak sambil berkali-kali menatap kearahku.
“Gimana…? Sekarang percaya dengan apa yang aku katakan…?” Tanyaku
Ibu mengangkat kedua bahunya dan menggelengkan kepala, “Gambarnya ga jelas.. Bisa aja kamu
mengarang cerita…” Ucap Ibu cuek. Sok tak peduli dengan kenyataan yang terjadi pada suaminya.

“Buat apa aku mengarang cerita seperti ini, Sayang…?”


“Supaya kamu bisa dapat cinta perhatian dariku…”
“Okeee. Kalo kamu butuh pembuktian lebih lanjut, sekarang ganti bajumu dan ikut aku…”

“Kemana…?”
“Ikut saja, Sayang.. Dan buktikan semua kebenaran ucapanku…”

Tak menunggu waktu lama, kupacu kuda besiku ke lokasi dimana Ayah pernah bertemu dan
menikmati tubuh wanita cantik itu dulu.

“Ini kita mau kemana sih…?” Tanya Ibu ketika kami berdua sudah berada dekat dengan lokasi tujuan.
“Ntar juga Ibu ngerti kok…” Jawabku begitu hampir tiba di dekat dengan kandang teman Ayah. Segera
saja kumatikan mesin motorku, dan kubiarkan motorku meluncur dalam kesunyian hingga tiba di
depan kandang.

Sunyi. Tak terlihat ada aktifitas di kandang keluarga kami. Hanya terlihat mang Ujo dan salah seorang
rekannya yang terlihat mendengkur berdua di dalam pos satpam

“Kok ada Mang Ujo disini…?” Heran Ibu, “Ini sebenernya tempat apa, Rama…?”
“Ini kandang Pak Bagus, Sayang…”
“Kandang Pak Bagus…?” Tanya Ibu dengan raut kebingungan, “Kok ke kandang Pak Bagus…? Dia
siapa…?” Emang apa hubungannya Ayah dengan dia…? Kamu mau bohongin Ibu lagi…?” Sindir Ibu
dengan nada ketusnya karena

“Sssshhh… Sabar ya Sayang… Sebentar lagi kamu bakalan paham kok…” Sahutku sambil mengamit
tangan Ibu dan berjalan pelan, hingga masuk kedalam kandang. “Kita tunggu Ayah disini…” Ucapku
lagi sembari menunjuk ke arah kandang kosong yang cukup tersembunyi.
“Kok malah sembunyi di kandang…?” Tanya Ibu dengan ujung alis yang menaik.
“Udah… Percaya aku deh, Sayang… Nanti pasti kamu paham alasannya…”

Hampir se-jam lamanya, aku dah Ibu menunggu Ayah didalam kandang. Duduk terdiam diatas
tumpukan jerami, ditemani oleh nyamuk-nyamuk nakal yang sedari awal kedatangan, menyapa tanpa
henti. Sampai-sampai badan mulus Ibu bentol-bentol karena terkena gigitan nyamuk nakal.

“Rama, udah yuk kita pulang saja…” Pinta Ibu putus asa karena tak tahan dengan rasa gatal di sekujur
tubuhnya, “Ayahmu ga bakalan pulang kemari…”
“Ssssshhhhh… Sedikit lagi Sayang…” Ucapku sembari membantu mengusap tubuh Ibu supaya tak
digigitin nyamuk. “Aku yakin, Ayah pasti kemari kok…”

Dan benar, tak beberapa lama kemudian, muncul sebuah mobil dari kejauhan. Berjalan pelan dan
menuju kearah kandang. Dari bentuk, model, dan warna tuh mobil, sepertinya Ibu kenal banget
dengan mobil tersebut.

“Kok… Sepertinya Ibu tahu itu mobil siapa…” Celetuk Ibu sambil mengernyitkan mata.

“Aku tunggu didalam ya, Sayang…” Ucap seorang wanita yang dalam kegelapan malam, langsung
keluar dari pintu mobil begitu mesin mobil itu berhenti. “Jangan lama-lama ya Mas… Aku udah ga
sabar banget nih…”
“Idih… Ga sabar ngapain…?” Sahut seorang pria dari dalam mobil.
“ya ga sabar aja…”
“Emangnya mau apa coba buru-buru…?”
“Ya khan aku udah lama ga ngerasain sodokan juragan kuda… ” Jawab wanita kegenitan
“Bukannya kamu siang tadi baru ngentot bareng Randu…?”
“Kontol Mas Randu ga bisa muasin aku, Mas… Beda ama punyamu itu… Hihihi…” Sahut wanita itu
sambil berjalan kearah pintu supir. Membuka pintunya, dan mengajaknya turun.
“Emang kenapa dengan kontolku…?” Jawab sang lelaki.

“Itu Ayahmu, Rama…!!!” Pekik Ibu dengan nada tertahan, “Dan Itu… Teh Ratih…?” Sambung Ibu
dengan mata melotot kearahku.
“Bener khan apa yang aku ceritakan ke kamu, Sayang…” Jelasku sambil tersenyum.

“Ihhhsss… Kok kamu pake nanya segala sih, Mas…” Lanjut Teh Ratih lagi.
“Looh beneran… Kontolku khan biasa-biasa aja, Sayang…” Sahut Ayah.
“Udah deh Mas… Jangan ngobrol aja… Yuk Mas, buruan kekamar… Aku udah bener-bener nggak
tahan lagi nih… “ Sambungnya sambil mengamit tangan sang lelaki dan menggiringnya kedalam.
“Emangnya… Kamu nggak tahan mau ngapain sih…?”
“Pengen seneng-seneng ama kontol kudamu yang begitu perkasa itu”
“Udah…? itu aja…?”
“Nggak dong…Hihihi…” Tawa wanita itu lagi sambil mencium bibir sang lelaki, “Aku pengen dibuahi
oleh benih kontol KUDA PEJANTAN aku…”

“Serius… Itu Teh Ratih ya, Rama…?” Tanya Ibu seolah tak percaya dengan penglihatan matanya.
Aku tak menjawab, hanya menganggukkan kepala sambil tersenyum.

“Jadi selama ini… Ayah benar-benar ada hubungan spesial dengan Teh Ratih…?”
Lagi-lagi aku tersenyum. Senyum puas, penuh kemenangan.

“Dan kalo Teh Ratih nyamperin Ayah kesini… Itu artinya…?”


“Teh Ratih pengen dibuahi oleh benih kontol PEJANTAN milik Ayah…”

“ASTAGA…”

Anda mungkin juga menyukai