Estimasi Upah Rata Rata Per Jam Kerja Pada Leve Kabupaten Kota Dengan Menggunakan Sae
Estimasi Upah Rata Rata Per Jam Kerja Pada Leve Kabupaten Kota Dengan Menggunakan Sae
tp
s:
//w
w
w
.b
ps.
go
.id
ht
tp
s:
//w
w
w
.b
ps
.g
o.id
ESTIMASI UPAH RATA-RATA PER JAM PEKERJA
PADA LEVEL KABUPATEN DENGAN
MENGGUNAKAN METODE SAE
ISBN: 978-602-438-320-6
No.Publikasi : 07340.1903
Katalog : 1306049
.id
Naskah :
o
Subdirektorat Pengembangan Model Statistik
.g
ps
Gambar Kulit :
.b
Diterbitkan Oleh:
//w
Pengarah:
Ali Said
Penanggung Jawab:
Setia Pramana
Editor:
.id
Usman Bustaman
o
.g
Pengolah Data:
ps
Dede Yoga Paramartha
.b
Aisyah Fatma
w
Dyah Ayu S
w
Tika Meilaningsih
//w
Banatis Sa’dah
tp
Penulis:
Dhiar Niken Larasati
Zulfa Hidayah Satria Putri
Dewi Lestari Amaliah
Yuniarti
Nurtia
Tata Letak:
Dede Yoga Paramartha
Desain Cover:
Maulana Faris
ht
tp
s:
//w
w
w
.b
ps
.g
o.id
ht
tp
s:
//w
w
w
.b
ps
. go
. id
ht
tp
s:
//w
w
w
.b
ps
.g
o.id
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................ǀ
DAFTAR ISI ............................................................................................................. ǀii
DAFTAR TABEL ....................................................................................................... ŝdž
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ dži
PENDAHULUAN ..................................................................................................... 3
.id
................................................................................................................................... 7
o
KAJIAN TEORI......................................................................................................... 9
.g
ps
2.1 Upah Rata-rata Per Jam Pekerja ...................................................................... 9
.b
2.2 Proporsi Penduduk Lulusan Sekolah Menengah Atas atau Lebih .................. 10
w
2.7 Hubungan antara Program Peningkatan Keterampilan dan Upah Pekerja ... 25
2.8 Hubungan antara Tingkat Pendidikan, Sektor Usaha Agrikultur, dan Tingkat
Melek Huruf terhadap Upah Pekerja............................................................. 27
Kelompok Pekerja Laki-laki ............................................................................ 27
Kelompok Pekerja Perempuan ...................................................................... 29
Kelompok Pekerja Penyandang Disabilitas .................................................... 30
Kelompok Pekerja Bukan Penyandang Disabilitas ......................................... 31
METODOLOGI ....................................................................................................... 35
3.1 Small Area Estimation .................................................................................... 35
3.2 Empirical Best Linear Unbiased Prediction (EBLUP) ....................................... 36
3.3 Dataset dan Variabel ...................................................................................... 38
ǀŝi
3.4 Tahapan Pembangunan Model Small Area Estimation (SAE) ........................ 39
ANALISIS HASIL ................................................................................................... 47
4.1 Analisis Hasil Small Area Estimation pada Rata-rata Upah per Jam Pekerja
(AHE) .............................................................................................................. 47
4.2 Analisis Deskriptif Upah Rata-rata Per Jam Pekerja (AHE/ Average Hourly
Earnings) Hasil Small Area Estimation (SAE) ................................................. 53
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 63
o .id
.g
ps
.b
w
w
//w
s:
tp
ht
vŝŝŝ
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Banyaknya Observasi Estimasi AHE Menurut Disagregasi 24
Tabel 4.2. Nilai Statistik AHE Hasil SAE Tahun 2018 (Rupiah) 37
o .id
.g
ps
.b
w
w
//w
s:
tp
ht
ŝdž
ht
tp
s:
//w
w
w
.b
ps
.g
o.id
DAFTAR GAMBAR
.id
lulusan SMA ke atas berdasarkan pembagian wilayah. 13
o
Gambar 2.4. Box Plot proporsi penduduk laki-laki perempuan yang lulusan SMA ke
atas berdasarkan pembagian wilayah..g 14
ps
Gambar 2.5. Box Plot proporsi penduduk melek huruf di kabupaten/kota
.b
berdasarkan gender. 15
//w
Gambar 2.7. Box Plot proporsi penduduk disabilitas dan non disabilitas yang
s:
Gambar 2.8. Box Plot proporsi penduduk laki-laki perempuan yang melek huruf
ht
džŝ
Gambar 2.16. Hubungan Tingkat Pendidikan, Sektor Usaha Agrikultur, dan Tingkat
Melek Huruf terhadap Upah Pekerja Laki-laki 29
Gambar 2.17. Hubungan Tingkat Pendidikan, Sektor Usaha Agrikultur, dan Tingkat
Melek Huruf terhadap Upah Pekerja Penyandang Disabilitas 30
Gambar 2.18. Hubungan Tingkat Pendidikan, Sektor Usaha Agrikultur, dan Tingkat
Melek Huruf terhadap Upah Pekerja Bukan Penyandang Disabilitas 31
Gambar 4.1 Perbandingan CV Estimasi Langsung dan CV Estimasi SAE
Kabupaten/Kota yang Diurutkan Berdasarkan Peningkatan CV Estimasi
Langsung 50
Gambar 4.2 Level of Improvement Hasil Estimasi SAE 51
Gambar 4.4. Proporsi Penduduk 25+ Dengan Pendidikan Minimal SMA Menurut
Jenis Kelamin Tahun 2015-2018 (Persentase) 55
.id
Gambar 4.5. Persentase Penduduk 5 Tahun Ke Atas Menurut partisipasi Sekolah
dan Klasifikasi Disabilitas 2018 55
o
.g
Gambar 4.6. Scatter Plot Hubungan antara AHE laki-laki dan AHE perempuan di
ps
Kabupaten/Kota Hasil SAE Tahun 2018 (Rupiah) 56
.b
Gambar 4.7. Scatter Plot Hubungan antara AHE Pekerja Bukan Penyandang
w
Gambar 4.8. Peta Sebaran AHE Pekerja laki-laki dan AHE Pekerja perempuan di
Kabupaten/Kota Hasil SAE Tahun 2018 (Rupiah) 58
s:
Gambar 4.9. Peta Sebaran antara AHE Pekerja Bukan Penyandang Disabilitas dan
tp
džŝi
ht
tp
1
s:
//w
w
w
.b
ps
.g
o.id
ht
tp
s:
//w
w
w
.b
ps
.g
o.id
PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sosial, nilai upah sering kali dijadikan sebagai ukuran
kualitas pekerjaan dan standar hidup. Meskipun bukan satu-satunya
indikator, namun kebanyakan ahli ekonomi masih mengaitkan erat kualitas
pekerjaan dengan kompensasi ekonomi berupa besaran upah yang diterima
setiap jam (Dahl, Nesheim, & Olsen, 2009). Cvrlje & Ćorić (2010) juga
menyatakan bahwa standar hidup dalam perspektif makro dapat dinilai
melalui pendapatan riil yang diterima setiap orang. Jadi, sangatlah wajar
ketika upah tinggi masih menjadi atribut untuk menentukan jenis pekerjaan
yang layak oleh masyarakat.
.id
United Nations (UN) telah mengadopsi rata-rata upah per jam yang
o
diterima pekerja sebagai salah satu indikator untuk mewujudkan lapangan
.g
kerja yang produktif dan layak bagi semua orang pada 2030 (IAEG-SDGs,
ps
2017). Target ini jatuh pada Sustainable Development Goal (SDG) 8 dengan
.b
belakang sosial untuk mengetahui pay gaps yang terjadi (United Nations
Economic Commission for Europe, 2015).
s:
tp
ht
3
Dalam 3 tahun terakhir, data BPS menunjukkan rata-rata upah per jam
yang diterima laki-laki relatif lebih tinggi dari perempuan pada level nasional
(Gambar 1.1). Perbedaan ini terlihat lebih signifikan ketika perbandingan
dilakukan untuk wilayah kota dan desa (Gambar 1.2). Kenyataan ini
diperkuat dengan hasil kajian International Labour Organization (ILO) pada
tataran global bahwa ketimpangan upah laki-laki dan perempuan masih
terjadi terutama pada distribusi upah persentil atas, termasuk di Indonesia
(International Labour Organization, 2016).
.id
Gambar 1.2. Upah
Rata-rata per Jam
o
.g menurut Daerah
Tempat Tinggal
ps
Sumber:
.b
SAKERNAS
w
Agustus, BPS
w
//w
s:
tp
4
digunakan adalah Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) Agustus
2017. Selain itu, hasil Sensus Penduduk 2010 (SP2010) dan Pendataan
Potensi Desa (PODES) 2014 juga dimanfaatkan sebagai sumber variabel
penyerta (auxiliary variables). Jenis variabel penyerta akan dijelaskan secara
detail pada pembahasan metodologi.
Hasil kajian ini secara statistik layak digunakan untuk menutup gap
indikator rata-rata pendapatan per jam pada level Kabupaten/Kota. Nilai
coefficient of variance (CV) setiap Kabupaten/Kota yang diperoleh dari
pemodelan statistik relatif rendah (di bawah 25 persen). Oleh karena itu,
hasil estimasi ini dapat dijadikan sebagai salah satu alat ukur keberhasilan
SDGs, khususnya tujuan 8.
o .id
.g
ps
.b
w
w
//w
s:
tp
ht
5
6
ht
tp
s:
//w
w
w
.b
ps
.g
o.id
2
KAJIAN
ht
tp
s:
//w
w
w
.b
ps
.g
o.id
7
ht
tp
s:
//w
w
w
.b
ps
.g
o.id
KAJIAN TEORI
.id
penguatan kelembagaan sosial). Bab ini akan menjelaskan mengenai konsep
o
dan definisi dari upah rata-rata per jam pekerja beserta dengan teori-teori
.g
yang melandasi pemilihan variabel penyerta, serta analisis deskriptif dari
ps
variabel-variabel penyerta tersebut. Dalam melakukan analisis deskriptif,
.b
juga diperhatikan variabel dummy yang akan digunakan dalam kajian ini
w
Keterangan:
𝑤
̅ : Upah rata-rata per jam kerja
9
W : Upah baik uang maupun barang yang diperoleh dalam sebulan
H : Jumlah jam kerja aktual seminggu
Sumber data dari indikator ini adalah Survei Angkatan Kerja Nasional.
Untuk keperluan indikator monitoring SDGs, diperlukan agregasi hingga
level berikut (Kementerian PPN/ Bappenas, 2017):
1. Wilayah administrasi: provinsi
2. Daerah tempat tinggal: perkotaan dan perdesaan
3. Jenis kelamin
4. Kelompok umur
5. Tingkat pendidikan
.id
Dalam studi ini disagregasi dilakukan pada level kabupaten dengan
upah rata-rata per jam kerja yang meliputi tenaga kerja laki-laki, tenaga
o
.g
kerja perempuan, tenaga kerja dengan disabilitas, dan tenaga kerja tanpa
ps
disabilitas.
.b
w
10
2. Proses sosial di mana seseorang dipengaruhi oleh suatu lingkungan
yang terpimpin (misalnya sekolah) sehingga ia dapat mencapai
kecakapan sosial dan mengembangkan pribadinya.
.id
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Namun
salah satu manfaat yang tidak dapat diabaikan adalah adanya harapan
o
bahwa peningkatan pendidikan akan .g
menghasilkan peningkatan
ps
pendapatan di kemudian hari. Sagir 1989, melihat adanya hubungan antara
.b
meningkat”.
ht
11
bentuk usaha sendiri ataupun apabila bekerja mampu menduduki
jenjang jabatan yang lebih tinggi.
2. Akan menyebarluaskan pengetahuan yang dimilikinya kepada
masyarakat sekitarnya baik dengan sengaja maupun tidak sengaja
sehingga masyarakat pun akan bertambah pengetahuannya.
3. Masyarakat yang lebih berpendidikan akan bersikap lebih toleran
dalam pergaulan, tidak mudah terprovokasi dan memiliki saling
pengertian atas sikap orang lain sehingga menciptakan kehidupan
bermasyarakat yang lebih harmonis dan sikap seperti ini menunjang
proses pembangunan.
o .id
.g
ps
.b
w
w
//w
s:
tp
Gambar 2.1. Box Plot proporsi penduduk lulusan SMA ke atas di kabupaten/kota
ht
12
Gambar 2.2. Box Plot proporsi penduduk lulusan SMA ke atas di kabupaten/kota
berdasarkan gender.
o .id
Proporsi penduduk laki-laki yang lulusan SMA ke atas di kota lebih
.g
tinggi daripada di kabupaten. Begitu juga dengan proporsi perempuan yang
ps
lulusan SMA ke atas juga lebih tinggi di kota dibandingkan di kabupaten.
.b
Gambar 2. 3. Box Plot proporsi penduduk disabilitas dan non disabilitas yang lulusan
SMA ke atas berdasarkan pembagian wilayah.
13
Gambar 2.4. Box Plot proporsi penduduk laki-laki perempuan yang lulusan SMA ke
.id
atas berdasarkan pembagian wilayah.
o
Penduduk Indonesia laki-laki dan perempuan yang lulusan SMA ke
.g
ps
atas memiliki proporsi tertinggi di wilayah Indonesia Barat. Proporsi
penduduk perempuan yang lulusan SMA ke atas di wilayah timur Indonesia
.b
Buta huruf dalam arti buta bahasa Indonesia, buta pengetahuan dasar
yang dapat menunjang kehidupan sehari-hari, buta aksara dan angka, buta
akan informasi kemajuan teknologi, merupakan beban berat untuk
mengembangkan sumberdaya manusia yang berkualitas dalam arti mampu
menggali dan memanfaatkan peluang yang ada di lingkungannya. Selain itu
buta huruf (buta aksara) adalah adalah orang yang tidak
memilikikemampuan membaca, menulis dan berhitung serta penerapannya
dalam kehidupan sehari-hari (Maf’Ullah, 2013 : 3).
14
keterampilan karena dapat menyerap informasi baik itu lisan maupun tulisan
(BPS, 2011:88).
o .id
.g
Gambar 2.5. Box Plot proporsi penduduk melek huruf di kabupaten/kota
ps
berdasarkan disabilitas dan non disabilitas
.b
15
Proporsi penduduk laki-laki dan perempuan yang melek huruf di
kabupaten lebih tinggi dibandingkan dengan di kota. Meskipun proporsi
penduduk lulusan SMA ke atas lebih tinggi di kota ternyata tidak serta merta
memiliki proporsi tingkat melek huruf yang lebih tinggi dari kabupaten.
o .id
.g
ps
.b
Gambar 2.7. Box Plot proporsi penduduk disabilitas dan non disabilitas yang lulusan
w
disabilitas yang melek huruf di Indonesia wilayah barat juga lebih tinggi
tp
Gambar 2.8. Box Plot proporsi penduduk laki-laki perempuan yang melek huruf
berdasarkan pembagian wilayah.
16
Penduduk Indonesia laki-laki dan perempuan yang melek huruf
memiliki proporsi tertinggi di wilayah Indonesia Barat. Proporsi penduduk
perempuan melek huruf di wilayah timur Indonesia lebih tinggi
dibandingkan wilayah tengah. Hal tersebut mengindikasikan penduduk
perempuan Indonesia bagian tengah memiliki minat menempuh pendidikan
yang masih rendah.
.id
kesempatan kerja berarti peluang atau keadaan yang menunjukkan
o
tersedianya lapangan pekerjaan sehingga semua orang yang bersedia dan
.g
sanggup bekerja dalam proses produksi dapat memperoleh pekerjaan
ps
sesuai dengan keahlian, keterampilan dan bakatnya masing-masing.
.b
baik dalam arti memikul beban pembangunan atau menerima kembali hasil
w
17
yang terjadi di lapangan dalam mengatasi berbagai persoalan yang
menyangkut kesejahteraan bangsa. (Tambunan dalam Setyabudi, 2005).
Berdasarkan Gambar 2.9, terlihat bahwa di kota penduduk baik laki-laki,
perempuan, penyandang disabiltas, maupun bukan penyandang disabilitas,
lebih banyak berada di daerah berstatus kabupaten daripada di daerah
berstatus kota. Hal ini karena di kabupaten memang lebih banyak lapangan
pekerjaan di sektor pertanian daripada di kota.
o .id
.g
ps
.b
w
w
//w
s:
tp
ht
Gambar 2.9. Proporsi penduduk yang bekerja pada sektor pertanian menurut
kabupaten/kota
18
o .id
.g
ps
.b
w
w
//w
s:
tp
ht
Gambar 2.10. Proporsi penduduk yang bekerja pada sektor pertanian menurut
wilayah
Berdasarkan gambar di atas, terlihat bahwa baik pada penduduk laki-
laki maupun perempuan dan baik pada penduduk disabilitas maupun
nondisabilitas, proporsi yang bekerja pada sektor pertanian kebanyakan
berada di Indonesia bagian timur atau tengah. Hal ini dimungkinkan terjadi
karena di Indonesia bagian timur, sektor pertanian merupakan sektor
penyangga perekonomian yang utama sehingga wajar jika banyak
penduduk yang bekerja pada sektor tersebut.
19
2.5 Keterampilan dan Upah Pekerja
.id
produktivitasnya, sementara produktivitas itu sendiri ditentukan oleh
keterampilan atau skills yang dimiliki oleh seseorang.
o
.g
ps
Beberapa studi empiris juga memperlihatkan hasil yang sama bahwa
.b
memiliki upah yang lebih tinggi daripada pekerja tidak terampil. Sementara
tp
20
Dari berbagai hasil studi tersebut, dapat dikatakan bahwa
keterampilan yang dapat diukur dari pelatihan yang diikuti oleh pekerja,
memiliki pengaruh positif terhadap upah mereka. Oleh karena itu, dalam
penelitian ini, keterampilan pekerja didekati dengan proporsi
desa/kelurahan dengan program peningkatan keterampilan produksi,
proporsi desa/kelurahan dengan program peningkatan keterampilan
pemasaran, dan proporsi desa/kelurahan yang memiliki program
penguatan kelembagaan sosial. Ketiga variabel terebut berasal dari hasil
pendataan Potensi Desa tahun 2018 (PODES 2018) karena sumber data ini
sesuai dengan keperluan SAE, yaitu variabel bebas yang tidak memiliki error.
o .id
2.6 Program Peningkatan Keterampilan di Indonesia
.g
ps
Program peningkatan keterampilan produksi di Indonesia
.b
Jawa), yang disusul oleh wilayah Indonesia bagian tengah (Kalimantan, Bali,
ht
dan Nusa Tenggara), dan paling sedikit dilakukan di wilayah Indonesia Timur
(Sulawesi, Maluku, dan Papua). Hal tersebut dapat dilihat dari nilai median
proporsi desa yang memiliki program peningkatan keterampilan produksi di
ketiga wilayah tersebut masing-masing sebesar 20,33 (barat); 16,06 (tengah);
dan 8,69 (timur).
21
proporsi desa/kelurahan dengan pelatihan produksi
o .id
.g
ps
.b
wilayah, baik itu di Indonesia bagian barat, tengah, maupun timur. Secara
umum di wilayah berstatus kota, proporsi desa/kelurahan dengan pelatihan
keterampilan produksi jauh lebih tinggi yaitu sekitar 33 persen,
dibandingkan di wilayah berstatus kabupaten yang hanya mencapai 12
persen.
22
bagian barat mediannya adalah 7,44; 5,26 di Indonesia bagian tengah; dan
2,65 di Indonesia bagian timur.
proporsi desa/kelurahan dengan pelatihan pemasaran
o.id
.g
ps
.b
w
w
//w
23
pendidikan, penyuluhan keterampilan usaha, peningkatan wawasan
kepedulian, dan peningkatan kapasitas lainnya.
proporsi desa/kelurahan dengan program penguatan kelembagaan sosial
o .id
.g
ps
.b
w
w
//w
24
masyarakat dalam hal ini peningkatan keterampilan paling banyak dilakukan
di wilayah Indonesia bagian barat, diikuti bagian tengah, dan terakhir di
wilayah timur. Selain itu, program tersebut juga lebih banyak dilakukan di
daerah berstatus kotamadya daripada di daerah berstatus kabupaten.
.id
positif dengan upah pekerja. Dalam studi ini, upah pekerja didisagregasi ke
o
dalam empat jenis pekerja. Keempat jenis pekerja tersebut adalah pekerja
.g
laki-laki (male), pekerja perempuan (female), pekerja dengan disabilitas
ps
(wdis), dan pekerja tanpa disabilitas (wodis). Berdasarkan gambar 2.14,
.b
sangat kecil terhadap upah pekerja di semua jenis tenaga kerja. Hal ini
s:
diperlihatkan oleh scatter plot yang tidak membentuk pola linear serta
tp
25
-0,06 0,01 0,01
o .id
-0,08 .g
-0,01 0,00
ps
.b
w
w
//w
Keterangan:
propC1 : proporsi desa/kelurahan dengan pelatihan produksi
s:
defemale : upah rata-rata per jam pekerja perempuan (rupiah) dari pendugaan langsung (direct estimate)
dewdis : upah rata-rata per jam pekerja dengan disabilitas (rupiah) dari pendugaan langsung (direct estimate)
dewodis : upah rata-rata per jam pekerja tanpa disabilitas (rupiah) dari pendugaan langsung (direct estimate)
26
berpendapatan rendah (lower income workers), efek pelatihan terhadap
upah terbilang kecil dan tidak signifikan.
.id
pada sisi penawaran tenaga kerja yang membuat mereka tidak terserap
dalam pasar tenaga kerja.
o
.g
ps
Sementara itu, pada pekerja dengan disabilitas, kecilnya korelasi
.b
27
laki dengan pendidikan tertinggi SMA ke atas dengan rata-rata upah
menunjukkan tren yang positif, dimana hal ini menunjukkan indikasi awal
bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin tinggi pula rata-rata
upah yang didapatkan. Di sisi lain, terlihat secara umum hubungan antara
rata-rata upah pekerja laki-laki dengan proporsi pekerja laki-laki di bidang
agrikultur dan kemampuan membaca menunjukkan tren negatif. Analisis
hubungan antar variabel ini merupakan indikasi awal keterkaitan antara
variabel rata-rata upah per jam pekerja dengan variabel penyertanya.
Signifikansi keterkaitan antar variabel ini ditunjukkan oleh pemodelan SAE
pada bab berikutnya.
o .id
.g
ps
.b
w
w
//w
s:
tp
ht
Gambar 2.15. Hubungan Tingkat Pendidikan, Sektor Usaha Agrikultur, dan Tingkat
Melek Huruf terhadap Upah Pekerja Laki-laki
28
Kelompok Pekerja Perempuan
o .id
.g
ps
.b
Gambar 2.16. Hubungan Tingkat Pendidikan, Sektor Usaha Agrikultur, dan Tingkat
w
agrikultur (pertanian) memiliki hubungan negatif dengan upah per jam yang
tp
yang bekerja di sektor agrikultur ini mendapatkan upah yang lebih rendah
bila dibandingkan sektor lainnya. Hubungan negatif juga ditunjukkan antara
upah per jam pekerja perempuan dengan kemampuan membaca.
Sementara itu, pekerja perempuan yang berpendidikan SMA ke atas
memiliki korelasi yang positif dengan upah yang diterima oleh pekerja
perempuan. Hal ini mengindikasikan semakin tinggi pendidikan pekerja
perempuan, upah yang diterima pun semakin besar. Namun, scatter plot ini
hanya menunjukkan indikasi awal terkait variabel penyerta yang nantinya
akan digunakan dalam model. Dengan melihat hubungannya, diharapkan
variabel penyerta tersebut memberikan kontribusi yang baik di dalam
model.
29
Kelompok Pekerja Penyandang Disabilitas
o .id
.g
ps
.b
Gambar 2.17. Hubungan Tingkat Pendidikan, Sektor Usaha Agrikultur, dan Tingkat
w
negatif dengan upah rata-rata per jam yang diterimanya, hal ini dapat dilihat
ht
dari slop garis regresi pada diagram pencar yang menurun. Hal ini wajar
terjadi karena pekerjaan di sektor pertanian cenderung membutuhkan
kekuatan fisik. Sementara itu, hubungan yang positif terlihat pada
pendidikan dan tingkat literasi dari penyandang disabilitas. Kabupaten/kota
dengan proporsi penyandang disabilitas yang merupakan lulusan SMA ke
atas serta proporsi penyandang disabilitas yang mampu membacanya tinggi
cenderung memiliki upah rata-rata per jam yang tinggi pula. Hal ini dapat
dilihat dari slop yang menanjak pada garis regresi.
30
Kelompok Pekerja Bukan Penyandang Disabilitas
o .id
.g
ps
.b
w
Gambar 2.18. Hubungan Tingkat Pendidikan, Sektor Usaha Agrikultur, dan Tingkat
w
semakin rendah upah rata-rata per jamnya. Selama ini, upah tenaga kerja
sektor pertanian memang tergolong rendah dibandingkan sektor-sektor yang
ht
lain. Alasan inilah yang sering menyebabkan masyarakat bermigrasi dari sektor
pertanian ke sektor lain terutama industri manufaktur (Tulangow & Timban,
2017). Tipe korelasi yang sama terjadi antara proporsi penduduk dengan
kemampuan membaca terhadap upah rata-rata per jam. Tentu saja korelasi ini
tidak masuk akal yang kemungkinan disebabkan ketidakcukupan sampel.
Sementara itu, upah rata-rata per jam dibayarkan dalam jumlah tinggi ketika
persentase penduduk lulusan SMA ke atas juga makin besar. Hal ini sesuai
dengan fakta di lapangan bahwa pasar tenaga kerja cenderung mensyaratkan
SMA sebagai batas minimal pendidikan untuk memasuki dunia kerja.
31
ht
tp
s:
//w
w
w
.b
ps
.g
o.id
ht
3
tp
s:
//w
w
w
.b
ps
.g
o.id
9
ht
tp
s:
//w
w
w
.b
ps
.g
o.id
METODOLOGI
.id
digunakan. Penduga berbasis desain akan memanfaatkan penimbang dalam
o
.g
survei untuk menghitung estimasi dan menarik kesimpulan (inferensia)
ps
berdasarkan distribusi peluang dari desain sampling yang digunakan.
Contoh pendugaan langsung adalah pendugaan terhadap Upah rata-rata
.b
w
35
pula disebut dengan pendugaan area kecil (small area estimation). Rao dan
Molina (2015) menyebutkan bahwa pendugaan area kecil meminjam
kekuatan area sekitarnya, yakni dengan menggunakan nilai dari variabel
respon y dari area/periode waktu yang terkait dan hal ini akan
meningkatkan jumlah sampel efektif. Nilai tersebut kemudian digunakan
dalam proses estimasi melalui sebuah model (baik model implisit maupun
eksplisit) dengan menggunakan informasi tambahan (peubah penyerta)
yang berkaitan dengan y, misalnya data dari sensus atau data administratif.
Menurut Rao dan Molina (2015), ketersediaan peubah penyerta yang baik
dan penentuan model penghubung yang sesuai akan sangat berpengaruh
terhadap pembentukan penduga tidak langsung.
.id
Dalam pendekatan pendugaan parameter area kecil, terdapat dua
asumsi yang digunakan untuk mengembangan model, yakni:
o
.g
1. Asumsi bahwa keragaman di dalam area kecil peubah respon
ps
dapat diterangkan seluruhnya oleh hubungan keragaman yang
.b
(random effect).
tp
(mixed model).
36
Metode BLUP yang dikembangkan Henderson mengasumsikan
diketahuinya komponen varians pengaruh acak dalam model linier
campuran, padahal dalam kenyataannya, komponen varians sulit dihitung
dan bahkan tidak diketahui. Oleh karena itu, metode BLUP ini kemudian
dikaji lebih lanjut oleh Harville (1977) dengan terlebih dahulu melakukan
pendugaan komponen varians dengan metode Maximum Likelihood dan
Restricted Maximum Likelihood, sehingga kemudian disebut prediksi tak bias
linier terbaik empiris (Empirical Best Linear Unbiased Prediction – EBLUP).
Model dasar dalam pengembangan pendugaan area kecil didasarkan
pada bentuk model linier campuran sebagai berikut:
.id
𝑦𝑖 = 𝑥𝑖 𝛽 + 𝑣𝑖 + 𝑒𝑖 (3.1)
dimana:
o
.g
𝑦𝑖 = nilai pendugaan langsung berdasarkan rancangan survei
ps
𝑥𝑖 = variabel predictor yang elemen-elemennya diketahui
.b
𝑣𝑖 = pengaruh acak area kecil dengan asumsi 𝑣𝑖 ~ 𝑁(0, 𝜎𝑣2 ) dimana 𝜎𝑣2 = 𝐴
w
2
𝑒𝑖 ~ 𝑁(0, 𝜎𝑒𝑖 ) dimana 𝜎𝑒𝑖
2
= 𝐷𝑖 biasanya diasumsikan diketahui.
tp
ht
𝜃̂𝑖𝐵𝑃 = 𝜃̂𝑖 (𝑦𝑖 𝐼𝐴) = 𝑥𝑖𝑇 𝛽̂𝑖 + (1 − 𝐵𝑖 )(𝑦𝑖 − 𝑥𝑖𝑇 𝛽̂𝑖 ) (3.3)
𝜃̂𝑖𝐵𝑃 = 𝜃̂𝑖 (𝑦𝑖 𝐼𝐴) = (1 − 𝐵𝑖 )𝑦𝑖 + (𝐵𝑖 𝑥𝑖𝑇 𝛽̂𝑖 )
(3.4)
Penduga BLUP diperoleh dengan cara terlebih dahulu menduga
komponen varians nya. Kemudian mensubstitusi 𝛽 oleh 𝛽̂ dan 𝐴 oleh 𝐴̂
sehingga disebut sebagai prediksi tak bias linier terbaik empirik (Empirical
37
Best Linear Unbiased Prediction– EBLUP). Jadi, metode EBLUP mensubstitusi
komponen varians yang tidak diketahui ini dengan penduganya (Sael dan
Chambers, 2003).
Metode EBLUP ini dapat digunakan pada model campuran linear
(Linear Mixed Model/LMM) dengan variabel respon yang bersifat kontinu,
tetapi tidak dapat digunakan untuk model dengan data kategorik (biner).
Rahman (2008) menyebutkan bahwa estimasi dengan EBLUP merupakan
kombinasi tertimbang antara penduga langsung dan penduga sintetik
regresi. Kelebihan metode EBLUP adalah sederhana dan tidak rumit, namun
kesimpulan yang dihasilkan tidak begitu mudah dan jelas. Metode ini tidak
dapat menangani masalah yang rumit dengan banyak dimensi.
o .id
3.3 Dataset dan Variabel .g
ps
.b
Pekerja/Average Hourly Earnings (AHE) berasal dari survei dan sensus yang
w
dilakukan oleh Badan Pusat Statistik, yakni Survei Angkatan Kerja Nasional
//w
(SAKERNAS) 2017, Sensus Penduduk (SP) 2010, dan Pendataan Potensi Desa
s:
(Podes) 2014.
tp
38
1) proporsi desa yang memiliki program peningkatan
keterampilan produksi;
2) proporsi desa yang memiliki program peningkatan
keterampilan pemasaran hasil produksi; dan
3) proporsi desa yang memiliki program penguatan kelembagaan
sosial kemasyarakatan.
Sementara itu, variabel penyerta (X) yang diperoleh dari SP 2010
adalah sebagai berikut:
1) proporsi penduduk yang bekerja di sektor pertanian;
2) proporsi penduduk berpendidikan SMA ke atas; dan
3) proporsi penduduk yang melek huruf.
Selain itu, untuk mengakomodir perbedaan kondisi wilayah, maka
ditambahkan pula variabel dummy wilayah, yakni dummy wilayah barat
.id
(Jawa dan Sumatera) dan dummy wilayah tengah (Kalimantan dan Balinusra).
o
.g
ps
3.4 Tahapan Pembangunan Model Small Area Estimation (SAE)
.b
w
model dua level untuk menduga parameter bagi area kecil dengan populasi
ht
39
a. Penghitungan Direct Estimates (Pendugaan Langsung)
Pendugaan langsung terhadap Upah Rata-rata Per Jam Pekerja
(AHE) dihitung dengan menggunakan data-data hasil SAKERNAS 2017.
Untuk memenuhi kebutuhan indikator SDGs, maka untuk setiap
kabupaten/kota, dihitung pendugaan langsung AHE menurut
disagregasinya, yakni AHE menurut jenis kelamin (laki-laki dan
perempuan) serta AHE menurut status disabilitas (penyandang disabilitas
dan bukan penyandang disabilitas). Dengan demikian, terdapat empat
pendugaan langsung terhadap AHE, yakni: 1) AHE Perempuan; 2) AHE
Laki-laki; 3) AHE Penyandang Disabilitas; dan 4) AHE Bukan Penyandang
Disabilitas.
.id
Secara umum, rumus penghitungan direct estimates untuk Upah
Rata-rata Per Jam Pekerja/Average Hourly Earning (AHE) adalah sebagai
o
berikut: .g
ps
.b
(3.8)
//w
40
Tabel 3.1. Banyaknya Observasi Estimasi AHE Menurut Disagregasi
Estimasi Jumlah Observasi
AHE Perempuan 491
AHE Laki-laki 491
AHE Penyandang Disabilitas 486
AHE Bukan Penyandang Disabilitas 491
.id
Ketersediaan data variabel penyerta yang bagus bersifat sangat
o
krusial terhadap pembentukan estimator tidak langsung. Hal ini karena
.g
ps
dalam pendugaan tidak langsung, informasi dari variabel penyerta akan
digunakan untuk menduga nilai dari suatu variabel respon. Oleh karena
.b
variabel respon maka akan semakin baik. Dalam kajian ini, mendeteksi
adanya korelasi dilakukan dengan membuat plot antara variabel
penyerta dengan variabel respon dengan memanfaatkan beberapa
package pada software R, yakni package ggplot21 , dplyr2 , plyr3 , dan
girdExtra4.
1
H. Wickham. ggplot2: Elegant Graphics for Data Analysis. Springer-Verlag New York, 2016.
2
Hadley Wickham, Romain François, Lionel Henry and Kirill Müller (2018). dplyr: A Grammar of Data
Manipulation. R package version 0.7.6. https://CRAN.R-project.org/package=dplyr
3
Wickham H (2011). “The Split-Apply-Combine Strategy for Data Analysis.” Journal of Statistical Software, 40(1),
1–29. http://www.jstatsoft.org/v40/i01/.
4
Auguie, Baptiste dan Antonov, Anton. Miscellaneous Function for “Grid” Graphics.2017
41
yang dijelaskan pada bagian sebelumnya. Guna menyusun model SAE
untuk AHE menurut disagregasi yang dibutuhkan dalam indikator SDGs,
maka terdapat empat struktur model EBLUP, masing-masing untuk AHE
Perempuan; AHE Laki-laki; AHE Penyandang Disabilitas; dan AHE Bukan
Penyandang Disabilitas; dengan variabel penyerta X yang sama. Secara
umum, persamaan masing-masing model EBLUP tersebut diperlihatkan
dalam persamaan berikut.
𝑦𝑖
𝐴𝐻𝐸𝑝𝑒𝑟𝑒𝑚𝑝𝑢𝑎𝑛
= 𝑥𝑖𝑡 𝛽 + 𝑣𝑖
𝐴𝐻𝐸𝑝𝑒𝑟𝑒𝑚𝑝𝑢𝑎𝑛
+ 𝑒𝑖
𝐴𝐻𝐸𝑝𝑒𝑟𝑒𝑚𝑝𝑢𝑎𝑛 (3.9a)
.id
𝑦𝑖𝐴𝐻𝐸𝑛𝑜𝑛−𝑑𝑖𝑠𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 = 𝑥𝑖𝑡 𝛽 + 𝑣𝑖𝐴𝐻𝐸𝑛𝑜𝑛−𝑑𝑖𝑠𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 + 𝑒𝑖𝐴𝐻𝐸𝑛𝑜𝑛−𝑑𝑖𝑠𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠
o
(3.9d)
e. Running Model EBLUP .g
ps
Running model EBLUP dilakukan dengan menggunakan software
.b
5
Molina I, Marhuenda Y (2015). “sae: An R Package for Small Area Estimation.” The R Journal, 7(1), 81–
98. https://journal.r-project.org/archive/2015/RJ-2015-007/RJ-2015-007.pdf
42
Berdasarkan Lampiran 1, model terbaik untuk AHE perempuan adalah
C1C3ae dengan nilai AIC sebesar 9796,823. Model ini dibentuk dengan
variabel penyerta yakni: proporsi desa yang memiliki program
peningkatan keterampilan produksi (C1); proporsi desa yang memiliki
program penguatan kelembagaan sosial kemasyarakatan (C3); proporsi
penduduk yang bekerja di sektor pertanian (a); dan proporsi penduduk
yang berpendidikan SMA ke atas (e). Sementara itu, model terbaik yang
digunakan untuk mengestimasi nilai AHE laki-laki, penyandang
disabilitas, dan bukan penyandang disabilitas masing-masing adalah
model C1ae (10011,98), C1C3e (9977,987), dan C1C3ae (10024,25).
.id
Setelah diperoleh model terbaik, kemudian dilanjutkan dengan
penghitungan Mean Square Error (MSE) dari estimasi yang diperoleh.
o
.g
Untuk mengidentifikasi model yang dihasilkan cukup baik untuk
ps
mengestimasi nilai AHE menurut disagregasinya, maka perlu
.b
𝑆𝐷
(3.10)
tp
𝐶𝑉 = × 100%
𝑋̅
ht
dimana :
𝐶𝑉 = Coefficient of Variance
𝑆𝐷 = Standar Deviasi
𝑋̅ = nilai rata-rata AHE
Selain itu, perbaikan model yang dihasilkan dari model SAE EBLUP
juga dapat dilihat dari level of improvement (LI) model yang dihasilkan.
𝐶𝑉𝐷𝐸 − 𝐶𝑉𝐸𝐵𝐿𝑈𝑃
𝐿𝐼 = × 100% (3.11)
𝐶𝑉𝐷𝐸
dimana :
𝐿𝐼 = Level of Improvement
𝐶𝑉𝐷𝐸 = Coeficient of Variance dari pendugaan langsung
𝐶𝑉𝐸𝐵𝐿𝑈𝑃 = Coeficient of Variance dari model EBLUP
43
44
ht
tp
s:
//w
w
w
.b
ps
.g
o.id
ht
tp
4
s:
//w
w
w
.b
ps
.g
o.id
35
ht
tp
s:
//w
w
w
.b
ps
.g
o.id
ANALISIS HASIL
4.1 Analisis Hasil Small Area Estimation pada Rata-rata Upah per Jam
Pekerja (AHE)
Model SAE terbaik ditunjukkan oleh Tabel 4.1. Dari model tersebut,
terlihat bahwa variabel proporsi desa dengan program peningkatan
keterampilan produksi dan proporsi penduduk yang lulus SMA/setingkat ke
.id
atas memberikan pengaruh yang signifikan bagi besaran AHE baik pada
o
.g
kelompok laki-laki, perempuan, penduduk penyandang disabilitas, maupun
ps
penduduk bukan penyandang disabilitas. Satu hal yang menarik adalah
variabel proporsi desa dengan program peningkatan keterampilan produksi
.b
w
kabupaten/kota.
tp
47
kabupaten/kota tersebut. Dengan kata lain pekerja di luar sektor pertanian
di suatu kabupaten/kota secara rata-rata mendapatkan upah yang lebih
tinggi dibandingkan dengan pekerja di sektor pertanian.
.id
pelatihan
o
produksi
proporsi 87,74***.g 96,14** 67,27**
ps
desa/kelurahan (<0,01) (0,02) (0,03)
.b
dengan
w
program
w
penguatan
//w
kelembagaan
s:
sosial
tp
48
Jika dicermati lebih lanjut, variabel proporsi desa/kelurahan dengan
program peningkatan ketrampilan pemasaran adalah variabel yang tidak
masuk pada seluruh model terbaik yang terbentuk. Kondisi ini mungkin
terjadi jika ada multikolinearitas antara variabel proporsi desa/kelurahan
dengan pelatihan produksi, proporsi desa/kelurahan dengan program
peningkatan ketrampilan pemasaran, dan proporsi desa/kelurahan dengan
program penguatan kelembagaan sosial.
Model SAE yang terbentuk dibangun dengan mempertimbangkan
juga aspek wilayah, dimana wilayah ini dibedakan menjadi kawasan
Indonesia Barat (Sumatera dan Jawa), kawasan Indonesia Tengah
(Kalimantan, Bali, dan Nusa Tenggara), dan kawasan Indonesia Timur
.id
(Sulawesi, Maluku, Papua). Hasil model SAE terbaik menunjukkan bahwa
rata-rata upah per jam pekerja di kawasan Indonesia Barat dan kawasan
o
.g
Indonesia Tengah lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata upah per jam
ps
pekerja di kawasan Indonesia Timur, ditunjukkan melalui nilai koefisien
.b
bahwa rata-rata upah per jam pekerja di kawasan Indonesia Barat lebih
//w
Indonesia Tengah.
tp
ht
Untuk melihat apakah hasil estimasi rata-rata upah per jam pekerja
model SAE cukup baik untuk digunakan, dilakukan perbandingan nilai CV
hasil estimasi langsung dan estimasi SAE. Seluruh kabupaten/kota diurutkan
berdasarkan nilai CV hasil estimasi langsung. Dari Gambar 4.1 secara umum
terlihat bahwa semakin tinggi nilai CV hasil estimasi langsung suatu
kabupaten/kota, semakin besar jarak antara nilai CV hasil estimasi langsung
dengan nilai CV hasil estimasi SAE.
Pada kelompok pekerja laki-laki, nilai CV estimasi langsung rata-rata
upah per jam pekerja di Kabupeten Mamberamo Tengah adalah nilai CV
tertinggi yaitu 37,75%. Setelah dilakukan pemodelan SAE, nilai CV estimasi
rata-rata upah per jam pekerja di kabupaten tersebut menurun menjadi
49
21,35%. Di sisi lain, nilai CV estimasi langsung rata-rata upah per jam pekerja
di Kabupaten Semarang adalah nilai CV terendah yaitu 2,64% dan CV
estimasi SAE sebesar 2,62%. Hal ini menunjukkan kelayakan hasil estimasi
langsung dan estimasi SAE tidak jauh berbeda. Analisis serupa juga terjadi
pada kelompok pekerja perempuan, kelompok pekerja dengan status
berkebutuhan khusus, dan kelompok pekerja tanpa status berkebutuhan
khusus.
o .id
.g
ps
Pekerja Bukan Penyandang Disabilitas Pekerja Penyandang Disabilitas
.b
Langsung Langsung
SAE SAE
w
w
//w
s:
tp
50
kabupaten/kota sisanya dengan nilai CV yang tinggi dikategorikan sebagai
tinggi.
Semua kabupaten/kota pada masing-masing kategori kemudian
dihitung nilai level of improvement (lihat penjelasan detail pada Bab III) dan
dilihat sebarannya menggunakan diagram box plot (Gambar 4.2)
Hasil sebaran level of improvement (LI) pada kelompok perempuan,
laki-laki, pekerja penyandang disabilitas, dan pekerja bukan penyandang
disabilitas menunjukkan pola yang serupa. Rata-rata LI tertinggi ada pada
kategori kabupaten yang memiliki CV estimasi langsung tinggi. Sebaliknya
rata-rata LI terendah ada pada kategori kabupaten/kota dengan CV estimasi
langsung rendah. Hal ini sejalan dengan Gambar 4.1 dimana perbaikan
.id
estimasi rata-rata upah per jam pekerja terbesar akan dirasakan oleh
kabupaten/kota dengan estimasi langsung yang kurang baik.
o
.g
ps
.b
w
w
//w
s:
tp
ht
51
Jika dicermati lebih detil menurut kelompoknya, kelompok pekerja
penyandang disabilitas merupakan kelompok yang memiliki LI paling besar
di seluruh kategori dibandingkan dengan kelompok pekerja lainnya. Hal ini
dikarenakan sampel pada kelompok pekerja penyandang disabilitas paling
sedikit diantara kelompok lainnya dimana hal ini akan mempengaruhi
kualitas estimasi langsung rata-rata upah per jam pekerja penyandang
disabilitas. Oleh karena itu, penerapan SAE memberikan perbaikan paling
besar pada kelompok tersebut.
Hasil estimasi langsung dan estimasi SAE disajikan dalam bentuk box
plot pada Gambar 4.3. Diagram box plot dibagi menjadi tiga kategori
menurut kawasan, yaitu kawasan Indonesia Barat, Indonesia Tengah, dan
.id
Indonesia Timur untuk masing-masing kelompok pekerja.
Jika dilihat menurut sebarannya, rata-rata hasil estimasi langsung dan
o
.g
hasil estimasi SAE tidak jauh berbeda baik di kawasan Indonesia Barat,
ps
Indonesia Tengah, dan Indonesia Timur. Nampak juga bahwa rata-rata hasil
.b
paling tinggi dibandingkan dengan kawasan lainnya, dimana hal ini sejalan
w
pemodelan SAE, sebaran hasil estimasi SAE pada seluruh kelompok pekerja
tp
52
Langsung Langsung
SAE SAE
Langsung Langsung
SAE SAE
.id
Pekerja Penyandang Disabilitas
Pekerja Perempuan
o
.g
ps
.b
w
w
//w
s:
tp
Gambar 4.3. Sebaran Estimasi Rata-rata Upah per Jam Pekerja Menurut Kawasan
ht
4.2 Analisis Deskriptif Upah Rata-rata Per Jam Pekerja (AHE/ Average
Hourly Earnings) Hasil Small Area Estimation (SAE)
53
Tabel 4.2. Nilai Statistik AHE Hasil SAE Tahun 2018 (Rupiah)
Variabel Rata-rata Median Min Max Standar Range
Statistik Deviasi
Berdasarkan Jenis Kelamin
Laki-laki 26.050,42 24.920,13 11.722,86 53.506,55 6.583,37 41.783,68
Perempuan 19.411,95 18.616,28 5.740,40 41.421,22 5.516,97 35.680,82
Berdasarkan Klasifikasi Disabilitas
Tanpa 24.212,02 22.880,40 10.501,27 52.757,42 6.533,80 42.256,15
Disabilitas
Dengan 19.640,27 19.329,95 5.532,98 45.454,55 6.055,12 39.921,57
.id
Disabilitas
o
.g
Berdasarkan Tabel 4.2, telah dilakukan disagregasi terhadap AHE
ps
berdasarkan jenis kelamin dan klasifikasi disabilitas. Jika dilihat dari jenis
.b
rata AHE lebih tinggi daripada yang memiliki disabilitas. Hal tersebut
//w
gender dan disabilitasnya. Selaras dengan data BPS pada tahun 2018,
tp
pengeluaran per kapita perempuan hanya sekitar 9,04 juta, angka ini masih
ht
Hal tersebut dapat terlihat pada Gambar 4.4 dan 4.5. Pada Gambar 4.4
terlihat bahwa proporsi penduduk perempuan usia 25 ke atas yang memiliki
pendidikan minimal SMA lebih kecil daripada laki-laki. Hal tersebut
menunjukkan bahwa kualitas perempuan relatif masih lebih rendah dari laki-
laki. Selain itu, Gambar 4.5 menunjukkan persentase penduduk dengan
disabilitas usia 5 tahun ke atas yang masih bersekolah hanya 5,48 %.
Pemerintah harus mulai memperhatikan pengembangan keterampilan dan
kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas berdasarkan prinsip-prinsip
54
peluang yang sama dan perlakuan yang sama. Evaluasi kebijakan
pemerintah terkait dengan pemberdayaan perempuan dan penyandang
disabilitas masih perlu dilakukan guna mempercepat proses pembangunan
di Indonesia.
.id
o
.g
ps
.b
w
Gambar 4.4. Proporsi Penduduk 25+ Dengan Pendidikan Minimal SMA Menurut
w
55
terlihat linear positif dimana semakin tinggi nilai AHE laki-laki akan semakin
tinggi pula AHE perempuan. Terlihat pula bahwa masih terdapat 8,96%
kabupaten/kota yang memiliki AHE laki-laki diatas rata-rata tetapi AHE
perempuan dibawah rata-rata. Hal tersebut mengindikasikan bahwa
terdapat ketimpangan gender di kabupaten/kota tersebut.
Gambar 4.6. Scatter Plot Hubungan antara AHE laki-laki dan AHE perempuan di
Kabupaten/Kota Hasil SAE Tahun 2018 (Rupiah)
56
Rata-rata AHE Tanpa Disabilitas = 24.212,02
Gambar 4.7. Scatter Plot Hubungan antara AHE Pekerja Bukan Penyandang
w
Klasifikasi Disabilitas
57
berdasarkan wilayah, baik pada laki-laki maupun perempuan, rata-rata AHE
di wilayah indonesia bagian timur memiliki nilai rata-rata AHE paling tinggi
dibandingkan wilayah lainnya.
Pekerja Perempuan
o .id
.g
ps
.b
w
w
//w
s:
Pekerja Laki-laki
tp
ht
Gambar 4.8. Peta Sebaran AHE Pekerja laki-laki dan AHE Pekerja perempuan di
Kabupaten/Kota Hasil SAE Tahun 2018 (Rupiah)
58
Pada Gambar 4.9 juga menunjukkan bahwa, baik AHE pekerja
penyandang disabilitas maupun pekerja bukan penyandang disabilitas
sebagian besar berada pada AHE rendah. Sebanyak 42,6% dan 49,9%
kabupaten/kota di Indonesia memiliki AHE pekerja penyandang disabilitas
dan pekerja bukan penyandang disabilitas yang rendah. Selain itu, cukup
banyak pula, yaitu sekitar 12,3% kabupaten/kota di Indonesia yang
memberikan upah atau AHE yang tinggi untuk penduduk penyandang
disabilitas.
Pekerja Penyandang Disabilitas
o .id
.g
ps
.b
w
w
//w
s:
tp
ht
Gambar 4.9. Peta Sebaran antara AHE Pekerja Bukan Penyandang Disabilitas dan
AHE Pekerja Penyandang Disabilitas di Kabupaten/Kota Hasil SAE Tahun 2018
(Rupiah)
59
Pada Gambar 4.9 juga, jika dilihat dari rata-rata AHE berdasarkan
wilayah, baik pada AHE pekerja penyandang disabilitas maupun pekerja
bukan penyandang disabilitas, rata-rata AHE di wilayah Indonesia bagian
barat memiliki nilai rata-rata AHE paling rendah, sedangkan wilayah
Indonesia bagian timur memiliki nilai tertinggi.
Dari klasifikasi kelompok AHE sebelumnya, jika dilakukan overlay
antara pekerja laki-laki (MALE) dan pekerja perempuan (FEMALE), seperti
yang disajikan pada Gambar 4.10, selain Provinsi DKI Jakarta yang
merupakan Provinsi Ibu Kota, yang terlihat sangat kontras adalah Provinsi
Kalimantan Timur. Hampir semua kabupaten/kota yang ada di Kalimanta
Timur memiliki AHE pekerja laki-laki dan pekerja perempuan pada
.id
kelompok tinggi, kecuali pada Kabupaten Kutai Barat, Paser, dan Penajaman
Paser Utara.
o
.g
ps
.b
w
w
//w
s:
tp
ht
Gambar 4.10. Peta Overlay antara AHE pekerja laki-laki dan AHE pekerja perempuan
di Kabupaten/Kota Hasil SAE Tahun 2018
60
AHE pekerja bukan penyandang disabilitas berada kelompok AHE tinggi,
namun AHE pekerja penyandang disabilitas berada pada kelompok AHE
sedang.
o .id
.g
ps
Gambar 4.11. Peta Overlay antara AHE Pekerja penyandang Disabilitas dan AHE
.b
61
62
ht
tp
s:
//w
w
w
.b
ps
.g
o.id
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. Sumbar Dalam Angka 2011. BPS Sumatera Barat:
Padang. Survei Sosial Ekonomi Nasional 2008. BPS Sumatera Barat:
Padang.
Baum, W,C., Tolbert, S.M. 1988. Investasi dalam Pembangunan. Terjemahan
Bassilius Bengo Teku, Jakarta, Universitas Indonesia.
Broecke, S. (2016). Do skills matter for wage inequality? . IZA World of Labor
2016 , 1-10.
Cvrlje, D., & Ćorić, T. (2010). Macro & micro aspects of standard of living and
.id
quality of life in a small transition economy: The case of Croatia. EFZG
Working Paper Series, 385(02), 1–12.
o
.g
Dahl, S.-Å., Nesheim, T., & Olsen, K. M. (2009). Reconciling Work and Welfare
ps
in Europe A Network of Excellence of the European Commission’s Sixth
.b
Publishing.
s:
22.
Girsberger, E. M., Rinawi, M., & Krapf, M. (2018, Juni). Wages and
Employment; The Role of Occupational Skills. IZA Institute of Labor
Economics Discussion Paper Series , pp. 1-40.
Groh, M., Krishnan, N., McKenzie, D., & Vishwanath, T. (2012, Juli 01). Soft
skills or hard cash ? the impact of training and wage subsidy programs
on female youth employment in Jordan (English). Impact Evaluation
Series , pp. 1-38.
Hampf, F., Wiederhold, S., & Woessmann, L. (2017). Skills, earnings, and
employment; exploring causality in the estimation of returns to skills.
Large-scale Assessments in Education , 1-30.
Handicap International. (Tanpa Tahun). Situation of Wage Employmement of
People with Disabilities, Ten Developing Countries in Focus. Tidak
63
Tersedia: Handicap International.
IAEG-SDGs. (2017). Tier Classification for Global SDG Indicators. 20 April
2017. (September), 1–31. Retrieved from
https://unstats.un.org/sdgs/files/Tier Classification of SDG Indicators_20
April 2017_web.pdf
International Labour Organization. (2016). Global Wage Report 2016/17:
Wage inequality in the workplace. In Just Labour: A Canadian Journal of
Work and Society. Retrieved from
http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---dgreports/---dcomm/---
publ/documents/publication/wcms_537846.pdf
United Nations Economic Commission for Europe. (2015). Handbook on
.id
Measuring Quality of Employment - A Statistical Framework. Retrieved
from
o
.g
https://www.unece.org/fileadmin/DAM/stats/publications/2015/ECE_CE
ps
S_40.pdf
.b
64
Lampiran
.id
7 C1C2 10039.36 10227.54 10137.89 10182.06
o
8 C1C3 10038.87 10233.35 10145.15 10187.08
9 C1a 9914.419 10084.22
.g 10039.97 10066.18
ps
10 C1e 9810.903 10014.6 9979.356 10046.71
.b
65
Model Bukan
Penyandang
No. (Kombinasi Perempuan Laki-laki Penyandang
Disabilitas
Variabel X) Disabilitas
32 C1ae 9808.762 10011.98 9980.96 10026.75
33 C1al 9916.418 10086.2 10029.15 10045.79
34 C1el 9812.879 10016.61 9979.799 10038.23
35 C2ae 9822.235 10023.56 9997.476 10042.93
36 C2al 9941.498 10111.35 10056.62 10078.01
37 C2el 9822.846 10024.68 9998.428 10045.28
38 C3ae 9833.213 10026.39 10001 10047.73
39 C3al 9945.543 10109.67 10054.1 10079.65
40 C3el 9832.559 10027.3 10000.68 10050.13
.id
41 ael 9834.096 10037.46 10003.45 10043.96
o
42 C1C2C3a 9898.303 10083.45 10035.05 10062.5
43 C1C2C3e 9801.604 10018.09 .g 9979.4 10045.2
ps
44 C1C2C3l 10034.81 10230.41 10080.77 10184.03
.b
Keterangan:
66
C1 = proporsi desa yang memiliki program peningkatan keterampilan
produksi
C2 = proporsi desa yang memiliki program peningkatan keterampilan
pemasaran hasil produksi
C3 = proporsi desa yang memiliki program penguatan kelembagaan sosial
kemasyarakatan.
a = proporsi penduduk yang bekerja di sektor pertanian
e = proporsi penduduk berpendidikan SMA ke atas
l = proporsi penduduk yang melek huruf.
o .id
.g
ps
.b
w
w
//w
s:
tp
ht
67
ht
tp
s:
//w
w
w
.b
ps
.g
o.id