Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, rumah sakit

adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.

Pelayanan rumah sakit juga diatur dalam kode etik Rumah Sakit, dimana kewajiban dari rumah

sakit terhadap karyawan, pasien dan masyarakat diatur berdasarkan Pasal 29 ayat (1) huruf F

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Tugas rumah sakit adalah

memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Pelayanan kesehatan perorangan

adalah setiap kegiatan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan untuk

memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, dan

memulihkan kesehatan1

Rumah sakit di selenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan pada nilai

kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi,

pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien serta mempunyai fungsi sosial. 2 Fungsi sosial

yang dimaksud antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak mampu/ miskin,

pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana alam dan

kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi terhadap kemanusiaan.

1
Freddy, Hak Pasien, Bandung: Mandar Maju., 2007, h.37.
2
Ibid., h. 38.
Dalam menerima pasien rumah sakit harus mengetahui bentuk tanggung jawab apa yang

harus diterima dan dijalankan. Ketentuan tersebut merumuskan, hak memperoleh perlindungan

kesehatan untuk setiap orang tanpa membedakan ras, status, warna kulit, jenis kelamin,

keyakinan politik dan sebagainya.3 Rumah sakit harus mentaati setiap peraturan perundang-

undangan di Indonesia agar masyarakat yang telah menjadi pasien rumah sakit tidak di

telantarkan dan tidak dipersulit untuk mendapat perawatan medis pertama yang semestinya.

Sesuai dengan Pasal 32 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

yang menyatakan bahwa:

Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta,

wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan

pencegahan kecacatan terlebih dahulu.

Fenomena yang terjadi di Indonesia masih banyak masyarakat kurang mampu/ miskin

mengalami kesulitan dalam pelunasan administrasi rumah sakit. Hal ini tentu akan membebani

masyarakat, karena disatu sisi masyarakat kurang mampu sangat membutuhkan pelayanan medis

pertama dan penanganan cepat dari rumah sakit, hal ini tentu juga mengabaikan fungsi sosial dari

rumah sakit.

Seperti kasus yang telah terjadi di Bekasi, pasien bernama Reny Wahyuni telah ditolak

sebanyak tujuh rumah sakit (RS Ananda Bekasi, RS Anna Medika Bekasi, RS Mekar Sari, RS

Bakti Kartini, RS Bella, RS Hermina, dan RSUD Kota Bekasi) yang berakibat pada kematian

bayinya saat dilahirkan melalui operasi caesar, padahal pasien telah terdaftar dalam program

BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan. Dalih yang sering digunakan rumah

sakit yaitu tidak terdapat kamar kosong yang mampu menampung pasien, alhasil pasien

3
Ibid., h. 55.
pemegang BPJS Kesehatan yang notabenya dari kalangan bawah harus bisa menerima kenyataan

tersebut.

Setelah dilakukan investigasi berupa pengecekan kamar di rumah sakit terkait ternyata

masih terdapat beberapa kamar kosong yang seharusnya tidak menjadi alasan pihak rumah sakit

untuk menolak pasien, terutama pasien kurang mampu/ miskin.

Di Indonesia kebijakan negara tentang rumah sakit sudah begitu konkrit, namun

kesadaran rumah sakit untuk ikut mensukseskan tergolong cukup rendah. Seperti dibentuknya

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Undang-

Undang No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit serta Undang-Undang No.36 Tahun 2009

tentang Kesehatan.

Berdasarkan keterangan yang dihimpun suami Reny Wahyuni, Hari Kustanto (41), saat

itu kondisi mengalami gangguan kehamilan. Usia bayinya sudah lebih dari delapan bulan dan

segera mendapat perawatan tim medis. Kemudian, Hari Kustanto mencari rumah sakit untuk

merawat istrinya. Setelah tiga hari mencari rumah sakit, Reny belum dirawat dengan alasan

ruang Intensive Care Unit (ICU) penuh. Padahal mereka telah terlindungi Badan Penyelanggara

Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Bahkan, saat mendatangi ke Rumah Sakit Umum Daerah

(RSUD) Kota Bekasi. Hari Kustanto berkata: "Tiga hari saya berkeliling cari rumah sakit, tapi

ditolak semua dengan alasan ruang ICU sudah penuh.”4

Dalam kasus ini tanggung jawab dari pihak rumah sakit sesuai dengan kode etik rumah

sakit yang berlaku di Indonesia (Kepmenkes RI No. 924/Menkes/SK/Per/XII/1986) Bab I

4
Berita Satu, “Ditolak 7 RS di Bekasi, Putri Reny Lahir dalam Kondisi Meninggal,” 12 Juni 2017,
https://www.beritasatu.com/megapolitan/436128/ditolak-7-rs-di-bekasi-putri-reny-lahir-dalam-kondisi-meninggal,
dikunjungi pada tanggal 15 Agustus 2019 pukul 09.15.
menetapkan bahwa rumah sakit sebagai suatu institusi yang harus menaati kode etik Rumah

Sakit Indonesia, dapat mengawasi serta bertanggung jawab terhadap semua kejadian di dalam

rumah sakit, memberikan pelayanan yang baik, memberikan pertolongan gawat darurat tanpa

mengharuskan pembayaran uang muka terlebih dahulu, memelihara peralatan dengan baik dan

agar selalu siap pakai dan merujuk kepada rumah sakit lain apabila tidak tersedia peralatan atau

tenaga spesialis yang dibutuhkan oleh pasien.5

Permasalahan ini termasuk dalam kategori hukum privat. Hukum privat adalah hukum

yang mengatur hubungan-hubungan antara orang yang satu dengan yang lain dengan

menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan. Dengan memperhatikan permasalahan

tersebut maka menarik untuk diteliti.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan penjelasan dari latar belakang permasalahan diatas, maka dapat di temukan

isu hukum/ rumusan masalah penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana hubungan antara pasien dengan rumah sakit, terhadap penolakan

dalam kondisi gawat darurat ?

2. Apa akibat hukum atau sanksi bagi rumah sakit yang telah menolak pasien dalam

kondisi gawat darurat ?

C. TUJUAN PENELITIAN

5
Hendrik, Etika dan Hukum Kesehatan, Jogjakarta: EGC., 2014, h.41.
Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut :

1. Menjelaskan mengenai hubungan antara pasien dengan terhadap rumah sakit yang

menolak dalam kondisi gawat darurat.

2. Menjelaskan mengenai akibat hukum bagi rumah sakit yang telah menolak pasien

dalam kondisi gawat darurat.

D. KEASLIAN PENULISAN

Judul skripsi ini merupakan hasil karya dan ide sendiri dari penulis, keaslian penelitian

didalam penulisan ini memiliki persamaan dengan beberapa penulisan penelitian terdahulu

dengan judul “Penolakan Pelayanan Medis Oleh Rumah Sakit Terhadap Pasien yang

Membutuhkan Perawatan Darurat” yang dibuat oleh Cahyo Agi Wibowo, mahasiswa

Universitas Muhammadiyah Surabaya dengan NIM. 09120042.

Meskipun judul skripsi tersebut hampir sama dengan penulisan penelitian ini namun

didalam rumusan masalah, metode penulisan dan analisis kasus akan dijumpai substansi yang

berbeda. Dengan demikian penulisan penelitian ini merupakan hasil dari pemikiran sendiri serta

menjadi penulisan yang pertama dan asli adanya.


Tabel Keaslian Penulisan

Topik Perbedaan

Judul Tinjauan Yuridis Mengenai Penolakan Pelayanan Medis Oleh


Penolakan Pasien Miskin Pada Rumah Sakit Terhadap Pasien
Keadaan Gawat Darurat Oleh yang Membutuhkan Perawatan
Rumah Sakit Darurat
Rumusan 1. Bagaimana hubungan antara 1. Bagaimana hubungan hukum
Masalah pasien dengan rumah sakit, penolakan perawatan medis, jika
terhadap penolakan dalam dilihat dari aspek hukum pidana ?
kondisi gawat darurat ? 2. Apa bentuk
2. Apa akibat hukum atau pertanggungjawaban atas
sanksi bagi rumah sakit yang penolakan perawatan medis yang
telah menolak pasien dalam termasuk perbuatan melawan
kondisi gawat darurat ? hukum yang merugikan orang
lain dan bagaimana cara
melakukan gugatan pada masalah
tersebut ?
Analisis Hubungan penolakan pasien Penolakan pelayanan medis oleh
miskin dalam kondisi gawat rumah sakit terhadap pasien
darurat dikaitkan dengan UU gawat darurat dikaitkan dengan
No. 24 Tahun 2011 UU No.44 Pasal 304 dan 531 KUHP dan
Tahun 2009 UU No.36 Tahun pertanggungjawaban serta cara
2009 disertai dengan akibat pengajuan gugatan.
hukum dan bentuk
pertanggungjawabannya.

Berdasarkan fakta yang sering kali kali terjadi bahwasannya masih rendahnya kesadaran

dari pihak rumah sakit untuk melaksanakan peratutan perundang-undangan serta lebih

mementingkan keuntungan semata yang mengakibatkan diskriminasi kepada pasien miskin atau

pengguna BPJS Kesehatan yang mengakibatkan sering ditemukan permasalahan terkait

penolakan pasien miskin pada keadaan gawat darurat yang dilakukan oleh rumah sakit, padahal

aturan dilarang menolak pasien dalam kondisi gawat darurat tersebut sangat jelas tertulis dalam

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Undang-Undang Nomor 36 Tahun

2014 tentang Tenaga Kesehatan dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Berdasarkan dengan kasus tersebut maka penulis mencoba mengangkat persoalan mengenai:
“ TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PENOLAKAN PASIEN PADA KEADAAN

GAWAT DARURAT OLEH RUMAH SAKIT ”

E. METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan kepada metode,

sistematika dan pemikiran tertentu bertujuan guna mempelajari gejala hukum besertaa cara untuk

menganalisisnya.6 Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah menemukan kebenaran koherensi, yaitu

aturan hukum yang sesuai dengan norma hukum serta norma yang berupa perintah atau larangan

itu sesuai dengan prinsip hukum. Serta apakah tindakan seseorang sesuai dengan norma hukum

atau prinsip hukum.7

Dalam penelitian ini terdapat pembahasan bahwa pengaturan terhadap pasien di dalam

kondisi gawat darurat oleh rumah sakit yang sebelumnya telah ditegaskan bahwa rumah sakit

memiliki fungsi sosial, antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak mampu

atau miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban

bencana alam dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi terhadap kemanusiaan yang

diatur didalam UU No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

2. Pendekatan
6
Soerjono Soekanto, Penelitian hukum normatif, Jakarta: Rajawali Pers., 1990, h.1.
7
Peter Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media Group., 2011, h. 47.
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan oleh penulis, maka guna menjawab

isu hokum didalam penelitian, penulis akan menggunakan pendekatan sebagai berikut:

a. Pendekatan Perundang-undangan (Statue Approach)

Dalam metode pendekatan perundang-undangan diperlukan pemahaman

mengenai hierarki dan asas-asas dalam peraturan perundang-undangan.

Pendekatan peraturan perundang-undangan adalah pendekatan dengan

menggunakan legislasi dan regulasi.8 Pendekatan ini dilakukan dengan menelaah

semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan (isu

hukum) yang sedang dihadapi.

b. Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach)

Pendekatan ini beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang

berkembang didalam ilmu hukum. Pendekatan ini menjadi penting karena

pemahaman terhadap pandangan yang berkembang dalam ilmu hukum dapat

menjadi pijakan untuk membangun argumentasi hukum ketika menyelesaikan isu

hukum yang dihadapi. Pandangan ini akan memperjelas ide dan gagasan dengan

memberikan pengertian-pengertian hukum, konsep hukum, maupun asas hukum

yang relevan dengan permasalahan terkait.

3. Bahan Hukum

Cara pengumpulan bahan hokum yang digunakan dalam penelitian yaitu dengan

penelusuran kepustakaan yang berupa literatur dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan

8
Ibid., h. 137.
objek penelitian. Didalam penelitian ini telah disebutkan bahwa pendekatan yang dilakukan

menggunakan metode pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual.

Didalam penelitian ini terdapat peraturan perundang-undangan yang erat kaitannya

dengan pengaturan terhadap pasien di dalam kondisi gawat darurat oleh rumah sakit serta akibat

hukum bagi rumah sakit yang telah menolak pasien dalam kondisi gawat darurat. Bahan hukum

yang menjadi kajian meliputi beberapa hal sebagai berikut:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang terdiri atas peraturan perundang-

undangan yang berhubungan dengan penelitian, antara lain:

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2016 tentang Fasilitas Pelayanan

Kesehatan.

2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.

3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial.

4. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

6. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

7. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

8. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.

9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2016 tentang Sistem

Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu.

10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan

Kesehatan Pada JKN.


11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 40 Tahun 2012 tentang Pedoman

Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat.

12. Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 1

Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan.

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang terdiri atas buku-buku teks yang

ditulis para ahli hukum, jurnal-jurnal hukum, dan pendapat para sarjana yang

relevan dengan penelitian ini.

Anda mungkin juga menyukai