Uts Ekonometrika
Uts Ekonometrika
OLEH
INAYATUL FACHRIYAH
NIM. 200601110051
BAB 1 ..................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
BAB II .................................................................................................................... 8
ii
2.1.5 Rescaling .............................................................................................. 16
2.1.6.4 Stasioneritas................................................................................. 20
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Matematika merupakan bidang ilmu yang mempelajari pola, struktur,
hubungan, dan properti abstrak. Matematika menggunakan simbol dan notasi untuk
menggambarkan ide dan konsep yang berhubungan dengan kuantitas, ruang,
perubahan, dan banyak hal lainnya. Matematika seringkali digunakan dalam
lingkup akademik untuk memodelkan dan menganalisis fenomena alam, sosial, dan
berbagai bidang ilmu, termasuk dalam analisis regresi (Spivak, 2018). Dalam
analisis regresi, matematika digunakan untuk membangun model matematika yang
memungkinkan untuk memahami dan menggambarkan hubungan antara variabel
prediktor dan variabel respons (Draper & Smith, 1992). Variabel prediktor
(variabel independen) adalah variabel yang digunakan untuk memprediksi atau
menjelaskan variabel respons (variabel dependen). Variabel respons (variabel
dependen) adalah variabel yang ingin diprediksi atau dijelaskan oleh variabel
prediktor (variabel independen) (Shofiyah & Sofro, 2018).
Menurut Budiantara dalam Toruan (2018), pola hubungan antar variabel
dapat didekati melalui tiga pendekatan, yaitu regresi parametrik, regresi
nonparametrik, dan regresi semiparametrik. Regresi parametrik merupakan
pendekatan yang paling umum digunakan dalam analisis statistika. Pendekatan ini
melibatkan asumsi tentang bentuk fungsional hubungan antara variabel prediktor
dan variabel respons. Regresi parametrik memiliki keuntungan dalam hal
interpretasi yang sederhana dan efisiensi komputasi yang tinggi. Namun,
kelemahannya adalah ketidaksesuaian dengan asumsi bentuk fungsional yang
diasumsikan dapat menyebabkan bias dalam perkiraan dan prediksi yang tidak
akurat. Regresi nonparametrik tidak membuat asumsi tertentu tentang bentuk
fungsional hubungan antara variabel prediktor dan variabel respons. Regresi ini
memungkinkan data untuk mengungkapkan bentuk hubungan yang sebenarnya
tanpa membatasinya pada model matematika tertentu. Regresi nonparametrik
memiliki keuntungan dalam hal fleksibilitas dalam memodelkan hubungan yang
kompleks, namun, interpretasi yang lebih sulit dan estimasi yang lebih rumit
dibutuhkan (Hidayah, 2019). Sedangkan, regresi semiparametrik merupakan
1
pendekatan yang memadukan elemen parametrik dan nonparametrik dalam
memodelkan hubungan antara variabel prediktor dan variabel respons, namun tidak
ingin mengasumsikan bentuk fungsi tertentu secara spesifik. Dengan demikian,
regresi semiparametrik memberikan fleksibilitas yang lebih besar dalam mengatasi
pola data yang kompleks dan nonlinier tanpa harus membatasi diri pada regresi
parametrik yang kaku dan lebih efisien daripada regresi nonparametrik (Budiantara
dalam Khairunnisa, dkk., 2020).
Dalam analisis parameter model regresi semiparametrik, salah satu
permasalahan yang dihadapi adalah keberadaan komponen nonparametrik, yang
berupa fungsi dengan bentuk yang tidak diketahui. Untuk mengatasi hal ini,
seringkali digunakan pendekatan nonparametrik yang dikenal sebagai regresi
spline. Spline merupakan suatu bentuk potongan-potongan polinomial yang
memiliki sifat tersegmen, sehingga memberikan fleksibilitas yang lebih baik dalam
menggambarkan karakteristik suatu fungsi atau data. Keunggulan spline terletak
pada penggunaan titik-titik knot, yang merupakan titik perpaduan bersama, dan
mampu menandai perubahan pola perilaku data. Dengan menggunakan spline, kita
dapat menghadapi heterogenitas dalam data dan memodelkan hubungan yang
kompleks antara variabel tanpa harus bergantung pada bentuk distribusi yang telah
ditentukan sebelumnya (Eubank, 1999).
Regresi spline menggunakan basis fungsi yang umumnya terdiri dari basis
truncated power dan basis B-Spline (Eubank, 1999). Kelemahan spline dengan
basis truncated power terjadi ketika orde spline tinggi, jumlah knot yang banyak,
dan knot yang terlalu dekat. Hal ini dapat menyebabkan matriks persamaan normal
yang hampir singular, membuat penyelesaian persamaan normal menjadi sulit.
Untuk mengatasi kelemahan tersebut, digunakan basis B-Spline yang merupakan
fungsi basis yang terdiri dari banyak segmen polinomial. Fungsi basis ini
memberikan fleksibilitas yang tinggi dalam menangkap bentuk fungsional yang
kompleks dan tidak terbatas (Eubank dalam Wulandary & Purnama, 2020).
Pada regresi semiparametrik spline terdapat beberapa penelitian terdahulu
dengan basis fungsi B-Spline di antaranya adalah Dzulhijjah (2021), dalam
penelitiannya, menunjukkan penggunaan model regresi semiparametrik dengan
koefisien bervariasi menggunakan penaksir B-Spline orde kuadratik dengan 2 titik
2
knot. Hasil optimal menunjukkan bahwa nilai GCV (Generalized Cross Validation)
minimum adalah 454,16. Temuan tersebut mengindikasikan bahwa semua
komponen parametrik memberikan pengaruh positif terhadap indeks pembangunan
manusia. Setiap peningkatan satu satuan per komponen akan meningkatkan indeks
pembangunan manusia masing-masing sebesar 2,09%, 0,84%, dan 0,64%.
Sementara itu, untuk komponen nonparametrik, angka harapan hidup cenderung
berpengaruh variasi pada waktu tertentu dan mengalami pola perubahan yang
diperkirakan terjadi pada tahun 2012 dan 2017.
Penelitian selanjutnya terkait regresi semiparametrik spline dengan basis
fungsi B-Spline adalah Azzolina, dkk. (2022), hasil penelitiannya adalah
pengembangan metode semiparametrik menggunakan B-Spline pada penentuan
ukuran sampel dalam desain penelitian klinis fase II. Metode B-Spline digunakan
sebagai pendekatan semiparametrik untuk menentukan prior distribusi yang
informatif dalam desain penelitian tersebut. Metode ini memungkinkan peneliti
untuk menggabungkan pendapat para ahli dalam menentukan prior distribusi yang
sesuai. Dalam penelitiannya, metode B-Spline memberikan solusi yang lebih
fleksibel dan mempertimbangkan pendapat para ahli dalam menentukan ukuran
sampel yang optimal.
Sedangkan penelitian Suwarno (2023), meneliti regresi nonparametrik B-
Spline untuk memodelkan inflasi di Indonesia. Dalam penelitiannya yang
menggunakan data BI Rate, Jumlah Uang Beredar (JUB), kurs mata uang asing
terhadap data inflasi periode Januari 2019 - Desember 2022, mendapatkan
kesimpulan model B-Spline terbaik diperoleh dengan pendekatan 1 titik knot
optimal yang didapatkan dari nilai GCV minimum sebesar 0,012985. Keakuratan
model regresi nonparametrik B-Spline dalam menjelaskan faktor faktor yang
mempengaruhi inflasi di Indonesia dengan bantuan persamaan koefisien
determinasi (R2) dihasilkan nilai sebesar 87,53%. Tingkat hubungan antar variabel
pada model tergolong sangat kuat yang artinya terdapat kecocokan antara data
dengan model B-Spline terbaik yang dihasilkan pada penelitian ini.
Inflasi merupakan fenomena kenaikan harga barang dan jasa secara umum
dalam suatu periode waktu. Data inflasi dapat memberikan informasi tentang
kenaikan harga barang dan jasa yang dapat mempengaruhi daya beli masyarakat
3
serta kebijakan moneter yang diterapkan oleh bank sentral (Widjajanta &
Widyaningsih dalam Jamilah, dkk., 2017). Ketika inflasi meningkat, daya beli
masyarakat menurun karena harga barang dan jasa yang lebih tinggi. Hal ini dapat
mempengaruhi berbagai aspek ekonomi, seperti pertumbuhan ekonomi, investasi,
dan stabilitas harga (Ginting, 2016).
Selain itu, inflasi dapat berdampak langsung pada jumlah uang beredar di
suatu negara. Jumlah uang beredar adalah jumlah uang tunai dan deposito yang
beredar di masyarakat pada suatu waktu tertentu (Hubbard, dkk. dalam Asnawi &
Fitria, 2018). Perubahan inflasi dapat mempengaruhi permintaan dan penawaran
mata uang domestik, dan mempengaruhi jumlah uang yang beredar (Silaban, dkk.,
2021).
Konsep inflasi dan jumlah uang beredar juga memiliki relevansi dalam
pandangan Islam terkait dengan keadilan dan integritas dalam transaksi ekonomi.
Oleh karena itu, penting untuk memastikan kebijakan moneter dan kebijakan
ekonomi secara keseluruhan berusaha menjaga stabilitas harga. Dalam hal ini,
Islam menekankan pentingnya keadilan dan kebersamaan dalam transaksi. Dalam
Qur’an Kemenag (2022) Surah Al-Baqarah ayat 188, Allah berfirman:
"Dan janganlah kamu memakan harta-harta sesamamu dengan jalan yang batil
dan kamu membawa sebagiannya kepada hakim dengan maksud hendak memakan
sebahagian harta orang lain dengan tidak benar, padahal kamu mengetahui." (QS.
Al-Baqarah: 188)
4
sentral. Inflasi juga dapat mempengaruhi jumlah uang beredar di suatu negara, yang
berhubungan dengan permintaan dan penawaran mata uang domestik.
Mengingat pentingnya memahami hubungan antara inflasi dan jumlah uang
beredar, peneliti berencana untuk mengambil topik penelitian tentang regresi
semiparametrik menggunakan metode B-Spline untuk memodelkan inflasi di
Indonesia dengan variabel prediktor jumlah uang beredar. Penelitian ini
menghadirkan perubahan signifikan dari penelitian sebelumnya dengan
mengadopsi pendekatan yang berbeda dalam metodologi analisis. Berbeda dengan
penelitian-penelitian sebelumnya yang mengandalkan pendekatan non-parametrik,
penelitian ini memilih pendekatan yang lebih canggih yaitu metode B-Spline
semiparametrik. Perubahan ini mencerminkan niat peneliti untuk menggali lebih
dalam pada aspek-aspek yang lebih kompleks dalam data melalui penerapan model
B-Spline semiparametrik. Dalam penelitian ini, metode B-Spline akan digunakan
untuk mendekati hubungan antara jumlah uang beredar dan inflasi, dengan
fleksibilitas yang lebih baik dalam menangkap pola hubungan yang kompleks dan
nonlinier antara kedua variabel tersebut. Diharapkan penelitian ini akan
memberikan kontribusi dalam memahami lebih baik faktor-faktor yang
mempengaruhi inflasi di Indonesia, sehingga dapat membantu dalam pengambilan
kebijakan ekonomi yang lebih efektif.
5
2. Untuk mengetahui tingkat keakuratan model regresi semiparametrik B-
Spline dalam menjelaskan jumlah uang beredar terhadap inflasi di
Indonesia.
6
4. Perhitungan akurasi model menggunakan koefisien determinasi, dikenal
sebagai R-Squared (R 2).
5. Jumlah titik knot yang digunakan adalah 1 titik knot.
7
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Teori Pendukung
2.1.1 Analisis Regresi
2.1.1.1 Regresi Parametrik
Regresi parametrik adalah suatu pendekatan statistika yang digunakan
untuk mengidentifikasi pola keterkaitan antara variabel respons dan variabel
prediktor dengan asumsi bahwa bentuk kurva regresinya telah diketahui. Salah satu
contoh bentuk regresi parametrik adalah model regresi linier berganda, yang secara
umum diungkapkan sebagai berikut (Purwahyuningsih dan Sunaryo dalam Gusti,
2011):
yi = 0 + 1 x1i + 2 x2i + ... + k xkn + i , i = 1, 2,..., n. (0.1)
keterangan:
yi : variabel respon pengamatan ke-i
y = X + (0.2)
Persamaan (0.2) dapat diuraikan secara detail dengan menuliskan matriks dan
vektor-vektornya (Ruppert, dkk., 2003):
8
X : vektor dari variabel prediktor
: vektor dari parameter model
: vektor dari error
yi = f ( zi ) + i , i = 1, 2,..., n (0.3)
keterangan:
yi : variabel respon pengamatan ke-i
y = f ( x) + (0.4)
Persamaan (0.4) dapat dapat diuraikan secara detail dengan menuliskan matriks dan
vektor-vektornya:
y1 f ( x1 ) 0
y f ( x )
y= 2
, f ( x) = 2
, = 2
yn f ( xn ) n
9
Pendekatan nonparametrik digunakan untuk mengevaluasi kurva regresi
tanpa perlu menentukan model terlebih dahulu, berbeda dengan regresi parametrik
yang memerlukan spesifikasi model sebelumnya. Salah satu metode nonparametrik
yang dapat digunakan adalah menggunakan fungsi spline (Laome dalam Maksum,
2019).
2.1.1.3 Regresi Semiparametrik
Regresi semiparametrik adalah hasil dari penggabungan antara regresi
parametrik dan nonparametrik. Dengan demikian, estimasi model semiparametrik
ekuivalen dengan estimasi parameter pada bagian parametrik dan estimasi fungsi
pada bagian nonparametrik (Hamzah dalam Gusti, 2011). Berikut model regresi
semiparametrik (Ruppert, dkk., 2003):
keterangan:
yi : variabel respon pengamatan ke-i
Persamaan di atas dapat ditulis dalam bentuk matriks seperti berikut (Salam, 2013):
y = x + f ( z ) + (0.6)
keterangan:
y : variabel respon berukuran n x 1
x : variabel prediktor komponen parametrik berukuran n x (k +1)
z : variabel prediktor komponen nonparametrik
𝛽 : vektor parameter regresi berukuran (k+1) x 1
f : vektor dari fungsi regresi yang tidak diketahui
10
i : vektor error acak yang berdistribusi N (0,𝜎 2 )
= i =1 f ( X i , )
n
= 𝐿(𝛽|𝑋1 , 𝑋2 , … , 𝑋𝑛 )
11
informasi yang terkandung dalam data pengamatan secara keseluruhan. Proses
MLE terdiri dari dua tahap, yaitu konstruksi fungsi likelihood (yang melibatkan
perkalian fungsi kepadatan peluang dari setiap pengamatan) dan maksimalkan nilai
fungsi likelihood tersebut (Cryer dalam Gusti, 2011).
( m+k )
f ( xi ) = B
( j =1)
j ( j −m,m ) ( xi ) i = 1, 2,3,.., n (0.8)
12
keterangan:
𝐵𝑗−𝑚,𝑚 : Basis B-Spline dengan orde 𝑚 dengan 𝑚 = 2,3,4 pada titik knot
ke−𝑗
𝛽𝑗 : Parameter regresi B-Spline pada titik knot ke−𝑗.
Untuk membangun fungsi B-Spline orde 𝑚 dengan titik knot 𝑢1, 𝑢2, … , 𝑢𝑘
dimana 𝛼 < 𝑢1 < 𝑢2 < ⋯ < 𝑢𝑘 < 𝑏, adalah dengan mendefinisikan knot tambahan
sebanyak 2𝑚, yaitu 𝑢−(𝑚−1) < ⋯ < 𝑢−1 < 𝑢0 < ⋯ < 𝑢(𝑚+𝑘), di mana 𝑢−(𝑚−1) = ⋯ = 𝑢0
= 𝑎 dan 𝑢𝑘+1 = ⋯ = 𝑢(𝑘+𝑚) = 𝑏. Nilai 𝑎 diambil dari nilai minimum 𝑥 dan 𝑏 diambil
dari nilai maksimum 𝑥.
Menurut Devi, dkk. (2014) dari persamaan di atas, model regresi
nonparametrik yang didekati menggunakan fungsi B-Spline dengan orde m dan k
titik knot, didapatkan suatu persamaan yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
( m+ k )
f ( xi ) = B
( j =1)
j ( j −m,m ) ( xi ) +1 i = 1, 2,3,.., n (0.9)
Menurut Ariesta, dkk. (2021) fungsi B-Spline dengan orde 𝑚 pada titik knot ke−𝑗
dapat dijelaskan secara rekrusif sebagai berikut:
x −uj u j +m − x
B j ,m ( x) = B j ,m −1 ( x) + B j +1,m −1 ( x) , j = −(m − 1),..., k
u j + m −1 − u j u j + m − u j +1
(0.10)
dan
1, 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑢𝑗 < 𝑥 ≤ 𝑢𝑗+1
𝐵𝑗,1 (𝑥) = {
0, 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑦𝑎𝑚𝑔 𝑙𝑎𝑖𝑛𝑛𝑦𝑎
(0.11)
Menurut penelitian Rahmawati, dkk. (2017) derajat atau orde dari B-Spline
dapat diwakili oleh simbol 𝑚. Berdasarkan orde 𝑚, variasi basis fungsi B-Spline
dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori yang berbeda:
1. Orde (m = 2) menghasilkan basis fungsi B-Spline linear, dengan fungsi sebagai
berikut:
13
x −uj u j+2 − x
B j ,2 ( x) = B j ,1 ( x) + B j +1,1 ( x) , j = −1,..., k (0.12)
u j +1 − u j u j + 2 − u j +1
x −uj u j +3 − x
B j ,3 ( x) = B j ,2 ( x) + B j +1,2 ( x) , j = −2,..., k (0.13)
u j +2 − u j u j +3 − u j +1
14
regresi B-Spline yang dihasilkan. Metode GCV dapat dijelaskan sebagai berikut
(Eubank, 1999):
MSE (k1 , k2 ,..., kn )
GCV (k1 , k2 ,..., kn ) = −1
(0.15)
(n trace[ I − A(k1 , k2 ,..., kn )]2
keterangan:
ki : Titik knot ke-i, i=1,2,…,n
n : Banyaknya data
I : Matriks identitas
𝑝
:
MSE 𝑛−1 ∑ (𝑦𝑗 − 𝑦̂(𝑥𝑗 ))2
𝑗=1
n
( yi − yˆi )2 SSE
R 2
= 1− i =1
= 1− (0.16)
n
i =1
( yi − y )2 SST
15
keterangan:
R2 : Koefisien determinasi
yi : Variabel respon pada pengamatan ke-i
2.1.5 Rescaling
Rescaling data adalah teknik normalisasi yang digunakan dalam praproses
data untuk menyamakan skala dari semua variabel yang akan digunakan untuk
pemodelan regresi. Tujuan dari menyamakan skala variabel adalah untuk
memastikan bahwa semua variabel tersebut memiliki rentang nilai yang sama, yaitu
antara 0 dan 1 (Chamidah, dkk., 2012) Terdapat berbagai metode yang dapat
16
digunakan untuk rescaling, dan salah satunya adalah Normalisasi Min-Max.
Normalisasi Min-Max adalah sebuah teknik yang mengubah skala nilai data
sehingga sesuai dengan rentang antara 0 dan 1 melalui transformasi linier terhadap
data asli, dengan tujuan mencapai perbandingan yang seimbang antara data
penelitian (Nasution, dkk., 2019). Mengubah variabel menggunakan metode
rescaling MinMax melibatkan penggunaan rumus berikut (Permana & Salisah,
2022):
Zi − min( Z )
Zi' = (0.17)
max( Z ) − min( Z )
keterangan:
Z : Data aktual keseluruhan
Zi : Data aktual pada observasi ke-i
17
2.1.6.2 Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)
Model ARIMA pertama kali diperkenalkan oleh Box dan Jenkins pada tahun
1970. Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) adalah model
statistika yang digunakan untuk menganalisis dan meramalkan data time series.
ARIMA memiliki beberapa model yang dapat diterapkan pada berbagai jenis data
time series, yaitu (Montgomery dkk., 2015):
1. Model Autoregressive (AR)
Model stokastik yang bermanfaat untuk merepresentasikan suatu proses yang
dinyatakan sebagai bilangan berhingga, kumpulan linier dari data lampau atau data
yang didapatkan pada masa lalu dari proses dan kejadian tak terduga adalah model
autoregresive. Apabila periode yang mempengaruhi nilai tidak hanya satu atau dua
periode, tetapi hingga p periode, maka modelnya dapat dituliskan menjadi:
keterangan:
Yt : nilai variabel pada waktu ke-t
i : koefisien regresi (i=1,2, ..., p)
et : nilai error atau residual pada waktu ke-t
2. Model Moving Average (MA)
Moving Average (MA) bertujuan untuk menjelaskan fenomena di mana suatu
pengamatan pada waktu tertentu dapat diungkapkan sebagai kombinasi linear dari
sejumlah kesalahan acak. MA tidak hanya digunakan untuk memperkirakan nilai
𝑌𝑡 dengan menggunakan nilai 𝑌 pada periode sebelumnya, tetapi juga untuk
memperkirakan nilai 𝑌𝑡 dengan memanfaatkan nilai residu. Model Moving Average
(MA) dengan orde q umumnya disimbolkan sebagai MA(q). Bentuk model MA(q)
dapat dituliskan sebagai berikut:
keterangan:
Yt : nilai variabel pada waktu ke-t
i : koefisien regresi (i=1,2, ..., q)
18
et : nilai error atau residual pada waktu ke-t
3. Model Autoregressive Moving Average (ARMA)(p,q)
Model Autoregressive Moving Average (ARMA) merupakan kombinasi atau
sintesis dari model Autoregressive (AR) dan Moving Average (MA). Metode
ARIMA bekerja efektif jika data runtun waktu yang digunakan saling bergantung
atau terkait secara statistik. Gabungan dari proses ARMA memiliki sifat campuran
antara AR dan MA. Dalam teori, fungsi autokorelasi menurun menuju nol setelah
lag (q-p) yang pertama, baik secara eksponensial maupun berbentuk gelombang
sinus. Fungsi autokorelasi parsial secara teoritis menurun menuju nol setelah lag
(p-q) yang pertama. Umumnya, pada model runtun waktu non-musiman, nilai p dan
q biasanya tidak lebih dari dua. Secara matematis, proses ARMA dengan orde (p,q)
dapat diartikan melalui formulasi pada persamaan:
keterangan:
Yt : nilai variabel pada waktu ke-t
i : koefisien regresi (i=1,2, ..., p)
i : koefisien regresi (i=1,2, ..., q)
et : nilai error atau residual pada waktu ke-t
19
𝜌k = 0 untuk k>q atau cut Menurun mengikuti
MA (q)
off setelah lag q bentuk eksponensial
Tails off setelah lag ke- Tails off setelah lag ke-
(q-p) (p-q)
ARMA (p,q)
Menurun mengikuti Menurun mengikuti be-
bentuk eksponensial ntuk eksponensial
Tabel 2. 2 Struktur ACF dan PACF untuk Proses Stationer
2.1.6.4 Stasioneritas
Stasioneritas mengindikasikan bahwa data tetap stabil tanpa mengalami
pertumbuhan atau penurunan. Data dianggap stasioner ketika polanya berada dalam
keseimbangan sekitar nilai rata-rata yang tetap dan variansnya konstan di sekitar
rata-rata tersebut selama periode waktu tertentu (Makridakis & Hyndman, 1999).
Dalam penelitian Makridakis & Hyndman (1999), disebutkan bahwa suatu data
dapat dianggap stasioner jika memiliki nilai rata-rata yang relatif konstan dan tidak
tergantung pada waktu, serta variasi fluktuasinya konstan. Terdapat dua metode
untuk menguji stasioneritas data, yaitu dengan menggunakan transformasi Box-Cox
dan metode Differencing. Transformasi Box-Cox melibatkan pengubahan pangkat
pada variabel tidak bebas, khususnya pada deret waktu yang awalnya tidak
stasioner dalam hal variasi, agar dapat diubah menjadi data yang stasioner melalui
transformasi tersebut. Sementara itu, Differencing, atau pembedaan, digunakan
ketika data deret berkala tidak stasioner dalam hal rata-rata. Pada metode ini,
dilakukan perhitungan selisih nilai data antara satu periode dengan nilai data pada
periode sebelumnya. Jika hasil differencing ordo pertama masih tidak menghasilkan
data yang stasioner, maka dapat dilakukan differencing ordo kedua, dan seterusnya,
hingga diperoleh data yang memenuhi kriteria stasioner.
2.1.7 Inflasi
Istilah "inflasi" berasal dari bahasa latin "inflance", yang berarti
peningkatan. Secara umum, inflasi adalah fenomena dalam perekonomian di mana
terjadi peningkatan harga dan upah, permintaan tenaga kerja melebihi pasokan, dan
jumlah uang yang beredar meningkat secara signifikan. Inflasi selalu dicirikan oleh
peningkatan harga-harga yang terjadi dengan cepat (Nopirin dalam Mahendra,
20
2016). Menurut (Mankiw, 2006) dalam ilmu ekonomi makro, negara-negara sering
menghadapi serangkaian masalah yang mencakup pertumbuhan ekonomi,
ketidakstabilan aktivitas ekonomi, pengangguran, neraca perdagangan, dan inflasi.
Di antara beberapa masalah tersebut, inflasi adalah salah satu yang sangat
diperhatikan, karena inflasi adalah fenomena di mana harga-harga umum
meningkat dari satu periode ke periode berikutnya dan memiliki dampak yang
signifikan pada kondisi makroekonomi. Inflasi berperan sebagai indikator penting
dalam menilai stabilitas perekonomian. Tingkat inflasi yang rendah dan stabil dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi. Menurut Fadilla (2017), Terdapat empat
kategori inflasi, yaitu ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi. Inflasi dikategorikan
sebagai ringan jika peningkatan harga tahunan berada di bawah 10 persen.
Sementara itu, inflasi sedang didefinisikan sebagai tingkat kenaikan harga yang
fluktuatif antara 10 dan 30 persen per tahun. Ketika kenaikan harga mencapai angka
antara 30 dan 100 persen per tahun, maka inflasi dianggap berat. Terakhir,
hiperinflasi, yang juga dikenal sebagai inflasi yang tidak terkendali, terjadi ketika
peningkatan harga tahunan melebihi 100 persen.
Selain itu, inflasi berkorelasi dengan perubahan jumlah uang yang
dikeluarkan oleh pemerintah. Peningkatan yang berkelanjutan dalam tingkat harga
umum (inflasi) terjadi ketika jumlah uang yang beredar di pasar melebihi kebutuhan
yang sebenarnya. Dengan kata lain, jika jumlah uang beredar meningkat, maka
harga barang dan jasa pun cenderung naik, yang mendorong masyarakat untuk lebih
banyak menghabiskan uang mereka dengan meningkatkan konsumsi barang dan
jasa. Selama kapasitas produksi masih mencukupi, peningkatan dalam konsumsi ini
akan mendorong produksi lebih banyak dan menciptakan peluang kerja yang lebih
banyak. Namun, ketika kapasitas produksi telah mencapai batasnya, peningkatan
permintaan barang dan jasa dapat menyebabkan kenaikan harga secara keseluruhan
(inflasi) (Sukirno dalam Yusri, 2016).
Stabilitas tingkat inflasi pada suatu negara menjadi krusial untuk menjaga
daya beli masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Untuk memastikan
stabilitas ini, suatu negara dapat mengimplementasikan strategi untuk menangani
inflasi yang berada di tingkat yang tidak optimal, baik itu terlalu tinggi atau terlalu
rendah. Kepastian dan konsistensi dalam tingkat inflasi memberikan kepercayaan
21
kepada pelaku ekonomi untuk menjalankan aktivitas ekonominya. Keadaan ini
memberikan manfaat signifikan bagi situasi ekonomi suatu negara, menegaskan
bahwa stabilitas inflasi menjadi landasan untuk mencapai stabilitas ekonomi secara
keseluruhan (Ginting, 2016).
22
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggabungkan dua jenis pendekatan, yaitu studi literatur dan
pendekatan kuantitatif. Studi literatur dilakukan dengan mengumpulkan referensi
dan sumber daya yang relevan dengan topik penelitian. Sumber-sumber ini
mencakup buku dan artikel jurnal yang digunakan sebagai dasar untuk memahami
konteks penelitian. Sedangkan, pendekatan kuantitatif melibatkan pengumpulan
dan analisis data numerik sesuai dengan kebutuhan penelitian. Data numerik
disusun secara terstruktur oleh peneliti untuk mempermudah proses pemodelan data
dengan menerapkan metode B-Spline. Penelitian ini berfokus pada penggunaan data
yang telah ada dengan menggunakan teori tertentu untuk mencapai kesimpulan
penelitian.
23
Simbol Variabel Satuan
y Inflasi Presentase (%)
x Jumlah Uang Beredar (JUB) Rupiah
24
10) Melakukan pemodelan regresi nonparametrik B-Spline berdasarkan
orde dan titk knot optimal yang didapat dari nilai GCV minimum
2. Evaluasi tingkat akurasi model regresi semiparametrik B-Spline dalam
memodelkan inflasi dengan menggunakan koefisien determinasi (𝑅2)
sebagai indikator keakuratan model serta memberikan interpretasi pada
model terbaik yang diperoleh untuk mendapatkan pemahaman yang lebih
dalam mengenai hubungan antara JUB dan tingkat inflasi di Indonesia.
25
3.4 Flowchart Penelitian
Di bawah ini adalah flowchart penelitian terkait penggunaan regresi
semiparametrik B-Spline untuk memodelkan tingkat inflasi di Indonesia
26
DAFTAR PUSTAKA
Ariesta, D., Gusriani, N., & Parmikanti, K. (2021). Estimasi Parameter Model
Regresi Nonparametrik B-Spline Pada Angka Kematian Maternal. Jurnal
Matematika UNAND, 10(3), 342–354. https://doi.org/10.25077/jmu.10.3.342-
354.2021
Asnawi, A., & Fitria, H. (2018). Pengaruh Jumlah Uang Beredar,Tingkat Suku
Bunga Dan Inflasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia. Jurnal
Ekonomika Indonesia, 7(1), 24.
https://doi.org/10.29103/ekonomika.v7i1.1129
Aziz, A. (2010). Ekonometrika Teori & Praktik Eksperimen dengan MATLAB. UIN
Maliki Press.
Azzolina, D., Berchialla, P., Bressan, S., Da Dalt, L., Gregori, D., & Baldi, I.
(2022). A Bayesian Sample Size Estimation Procedure Based on a B-Splines
Semiparametric Elicitation Method. International Journal of Environmental
Research and Public Health, 19(21). https://doi.org/10.3390/ijerph192114245
Brunner, K., & Meltzer, A. H. (1972). Friedman’s Monetary Theory. Journal of
Political Economy, 80, 837–851. https://www.jstor.org/stable/1830414
Budiantara, I. N., Suryadi, F., Otok, B. W., & ... (2006). Pemodelan B-Spline dan
MARS Pada Nilai Ujian Masuk terhadap IPK Mahasiswa Jurusan Disain
Komunikasi Visual UK. Petra Surabaya. Jurnal Teknik ….
http://203.189.120.189/ejournal/index.php/ind/article/view/16497
Chamidah, N., Wiharto, & Salamah, U. (2012). Pengaruh Normalisasi Data pada
Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagasi Gradient Descent Adaptive Gain
(BPGDAG) untuk Klasifikasi. Jurnal Teknologi & Informasi ITSmart, 1(1),
28. https://doi.org/10.20961/its.v1i1.582
Devi, A. R., Mukid, M. A., & Yasin, H. (2014). Analisis Inflasi Kota Semarang
menggunakan Metode Regresi Nonparametrik B-Spline. Jurnal Gaussian,
3(2), 193–202. http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/gaussian
Draper, N., & Smith, H. (1992). Applied Regresssion Analysis (B. Sumantri (ed.);
2nd ed.). Gramedia Pustaka Utama.
Dzulhijjah, N. A. (2021). Pemodelan Semiparametrik Dengan Koefisien Bervariasi
Pada Data Longitudinal Menggunakan Penaksir B-Spline. Universitas
27
Hasanuddin.
Eubank, R. L. (1999). Nonparametric Regression and Spline Smoothing (2nd ed.).
Marcel Dekker, Inc.
Fadilla. (2017). Perbandingan Antara Teori Inflasi dalam Perspektif Islam dan
Konvensional. Islamic Banking, 2(2), 1–14.
Ginting, A. M. (2016). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inflasi: Studi
Kasus di Indonesia Periode Tahun 2004-2014. Kajian.
http://jurnal.dpr.go.id/index.php/kajian/article/view/766
Gusti, O. W. (2011). Regresi Semiparametrik Spline dalam Memodelkan Hasil
UNAS SMAN 1 Sekaran Lamongan [UIN Maulana Malik Ibrahim Malang].
http://etheses.uin-malang.ac.id/6741/1/07610065.pdf
Hamid, E. S., & Susilo, Y. S. (2015). Strategi Pengembangan Usaha Mikro Kecil
dan Menengah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Ekonomi
Pembangunan: Kajian Masalah Ekonomi Dan Pembangunan, 12(1), 45.
https://doi.org/10.23917/jep.v12i1.204
Hidayah, F. N. (2019). Analisis Regresi Nonparametrik Spline Linear (Studi Kasus:
Data Indeks Pembangunan Manusia Berdasarkan Provinsi di Indonesia Tahun
2017) [UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta]. In Instiutional Repository UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta. http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/34789
Jamilah, N., Hadijati, M., & Fitriyani, N. (2017). Regresi Nonparametrik B-Spline
dalam Meramalkan Inflasi di Indonesia. Eigen Mathematics Journal.
http://eigen.unram.ac.id
Kementrian Agama Republik Indonesia. (2022). Qur’an Kemenag. Lajnah
Pentashihan mushaf Al-Qur’an. https://quran.kemenag.go.id/
Khairunnisa, L. R., Prahutama, A., & Santoso, R. (2020). Pemodelan Regresi
Semiparametrik dengan Pendekatan Deret Fourier (Studi Kasus: Pengaruh
Indeks Dow Jones dan BI Rate Terhadap Indeks. Jurnal Gaussian.
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/gaussian/article/view/27523
Mahendra, A. (2016). Analisis Pengaruh Jumlah Uang Beredar, Suku Bunga SBI
dan Nilai Tukar terhadap Inflasi di Indonesia. JRAK, 2, 1–12.
Makridakis, S., & Hyndman, R. J. (1999). Manual of Forecasting: Methods and
Applications. https://doi.org/10.13140/RG.2.1.2528.4880
28
Maksum, M. W. (2019). Model Regresi Semiparametrik Spline untuk Data
Longitudinal pada Kasus Penderita Demam Berdarah Dengue di Kota
Makassar. eprints.unm.ac.id. http://eprints.unm.ac.id/13931/
Mankiw, N. G. (2006). Principles of Macroeconomics (fourth edi). Steve Momper.
Montgomery, D. C., Jennings, C. L., & Kulahci, M. (2015). Introduction To Time
Series Analysis And Forecasting (2nd ed.). John Wiley &Sons, Inc.
Muhammad, A. (2004). Tafsir Ibnu Katsiir. Pustaka Imam Asy-Syafi’i.
Nasution, D. A., Khotimah, H. H., & Chamidah, N. (2019). Perbandingan
Normalisasi Data untuk Klasifikasi Wine Menggunakan Algoritma K-NN.
Computer Engineering, Science and System Journal, 4(1), 78.
https://doi.org/10.24114/cess.v4i1.11458
Permana, I., & Salisah, F. N. (2022). Pengaruh Normalisasi Data Terhadap
Performa Hasil Klasifikasi Algoritma Backpropagation. IJIRSE: Indonesian
Journal of Informatic Research and Software Engineering, 2(1), 67–72.
Rahmawati, A. S., Ispriyanti, D., & Warsito, B. (2017). Pemodelan Kasus
Kemiskinan Di Jawa Tengah Menggunakan Regresi Nonparametrik Metode
B-spline. Jurnal Gaussian.
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/gaussian/article/view/14758
Ruppert, D., Wand, M. P., & Carroll, R. J. (2003). Semiparametric Regression.
Cambridge University Press. https://doi.org/10.1017/CBO9780511755453
Salam, N. (2013). Estimasi Likelihood Maximum Penalized dari Model Regresi
Semiparametrik. Prosiding Seminar Nasional Statistika Universitas ….
http://eprints.undip.ac.id/40367/
Shofiyah, F., & Sofro, A. (2018). Analisis Regresi Linier Multivariat pada
Kandungan Daun Tembakau. Jurnal Ilmiah Matematika, 6(2).
Silaban, B., Suharto, A., & Yusman. (2021). Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi,
Jumlah Uang Beredar Dan Tingkat Bunga Terhadap Ekonomik Eksposur
Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2005
- 2015 Dengan Inflasi Sebagai Variabel Intervening. 2, 1–16.
https://doi.org/https://doi.org/10.31253/aktek.v13i2.928
Similä, T., & Tikka, J. (2007). Input selection and shrinkage in multiresponse linear
regression. Computational Statistics & Data Analysis, 52(1), 406–422.
29
https://doi.org/10.1016/j.csda.2007.01.025
Spivak, M. (2018). calculus (Third Edit). Library o Congress Catalog Card Number
90-82517.
Suwarno, S. S. (2023). Regresi Nonparametrik B-Spline untuk Memodelkan Inflasi
di Indonesia. UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
Suyono. (2015). Analisis Regresi untuk Penelitian. Deepublish.
Toruan, R. L. (2018). Pengujian Hipotesis Simultan Parameter Model Regresi
Nonparametrik Spline Truncated pada data Longitudinal.
Walpole, R. (1982). Pengantar Statistika Edisi Ke-3. Gramedia Pustaka Utama.
Wei, W. W. S. (2006). Time Series Analysis : Univariate and Multivariate Methods
(second). Pearson Addison Wesley.
Wulandary, S., & Purnama, D. I. (2020). Perbandingan Regresi Nonparametrik
kernel NWE dan B-Spline pada Pemodelan Rata Rata Lama Sekolah dan
Pengeluaran Perkapita di Indonesia. Jambura Journal of Probability.
https://ejurnal.ung.ac.id/index.php/jps/article/view/7501
Yuniartika, Y., Kusnandar, D., Mara, M. N., & Validation, C. (2013). Penentuan
Generalized Cross Validation (GCV) sebagai Kriteria dalam Pemilihan
Model Regresi B-Spline Terbaik. 02(2), 121–126.
Yusri, F. (2016). Analisis Pengaruh Jumlah Uang Beredar terhadap Inflasi di
Provinsi Aceh [Universitas Teuku Umar]. www.utu.ac.id
30