Anda di halaman 1dari 33

REGRESI SEMIPARAMETRIK MENGGUNAKAN METODE B-SPLINE

UNTUK MEMODELKAN INFLASI DI INDONESIA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester


Mata Kuliah Ekonometrika
Dosen Pengampu : Abdul Aziz, M.Si

OLEH
INAYATUL FACHRIYAH
NIM. 200601110051

PROGRAM STUDI MATEMATIKA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB 1 ..................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN.................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ……………………………………………………………..1

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 5

1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................................... 5

1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................................ 6

1.5 Batasan Masalah............................................................................................ 6

1.6 Definisi Istilah ……………………………………………………………..7

BAB II .................................................................................................................... 8

KAJIAN TEORI ................................................................................................... 8

2.1 Teori Pendukung ........................................................................................... 8

2.1.1 Analisis Regresi ..................................................................................... 8

2.1.1.1 Regresi Parametrik .......................................................................... 8

2.1.1.2 Regresi Nonparametrik ................................................................... 9

2.1.1.3 Regresi Semiparametrik ................................................................ 10

2.1.2 Estimasi Parameter ............................................................................... 11

2.1.2.1 Metode Maximum Likelihood ....................................................... 11

2.1.2.2 Estimasi Parameter Maximum Likelihood..................................... 11

2.1.3 B-Spline pada Nonparametrik .............................................................. 12

2.1.3.1 Fungsi B-Spline ............................................................................. 12

2.1.3.2 Titik Knot Optimal ........................................................................ 14

2.1.3.3 Metode Generalized Cross Validation (GCV).............................. 14

2.1.4 Keakuratan Model ................................................................................ 15

ii
2.1.5 Rescaling .............................................................................................. 16

2.1.6 Data Time Series .................................................................................. 17

2.1.6.1 Analisis Time Series .................................................................... 17

2.1.6.2 Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) ............... 18

2.1.6.3 Identifikasi Model ARIMA ......................................................... 19

2.1.6.4 Stasioneritas................................................................................. 20

2.1.7 Inflasi ................................................................................................... 20

2.1.8 Jumlah Uang Beredar (JUB) ................................................................ 22

2.2 Kajian Integrasi Inflasi dengan Al-Qur’an.................................................. 22

2.3 Kajian Topik dengan Teori Pendukung ...................................................... 22

BAB III ................................................................................................................. 23

METODE PENELITIAN ................................................................................... 23

3.1 Jenis Penelitian.. .......................................................................................... 23

3.2 Data dan Sumber Penelitian ........................................................................ 23

3.3 Tahapan Penelitian ...................................................................................... 24

3.4 Flowchart Penelitian ................................................................................... 26

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 27

iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Matematika merupakan bidang ilmu yang mempelajari pola, struktur,
hubungan, dan properti abstrak. Matematika menggunakan simbol dan notasi untuk
menggambarkan ide dan konsep yang berhubungan dengan kuantitas, ruang,
perubahan, dan banyak hal lainnya. Matematika seringkali digunakan dalam
lingkup akademik untuk memodelkan dan menganalisis fenomena alam, sosial, dan
berbagai bidang ilmu, termasuk dalam analisis regresi (Spivak, 2018). Dalam
analisis regresi, matematika digunakan untuk membangun model matematika yang
memungkinkan untuk memahami dan menggambarkan hubungan antara variabel
prediktor dan variabel respons (Draper & Smith, 1992). Variabel prediktor
(variabel independen) adalah variabel yang digunakan untuk memprediksi atau
menjelaskan variabel respons (variabel dependen). Variabel respons (variabel
dependen) adalah variabel yang ingin diprediksi atau dijelaskan oleh variabel
prediktor (variabel independen) (Shofiyah & Sofro, 2018).
Menurut Budiantara dalam Toruan (2018), pola hubungan antar variabel
dapat didekati melalui tiga pendekatan, yaitu regresi parametrik, regresi
nonparametrik, dan regresi semiparametrik. Regresi parametrik merupakan
pendekatan yang paling umum digunakan dalam analisis statistika. Pendekatan ini
melibatkan asumsi tentang bentuk fungsional hubungan antara variabel prediktor
dan variabel respons. Regresi parametrik memiliki keuntungan dalam hal
interpretasi yang sederhana dan efisiensi komputasi yang tinggi. Namun,
kelemahannya adalah ketidaksesuaian dengan asumsi bentuk fungsional yang
diasumsikan dapat menyebabkan bias dalam perkiraan dan prediksi yang tidak
akurat. Regresi nonparametrik tidak membuat asumsi tertentu tentang bentuk
fungsional hubungan antara variabel prediktor dan variabel respons. Regresi ini
memungkinkan data untuk mengungkapkan bentuk hubungan yang sebenarnya
tanpa membatasinya pada model matematika tertentu. Regresi nonparametrik
memiliki keuntungan dalam hal fleksibilitas dalam memodelkan hubungan yang
kompleks, namun, interpretasi yang lebih sulit dan estimasi yang lebih rumit
dibutuhkan (Hidayah, 2019). Sedangkan, regresi semiparametrik merupakan

1
pendekatan yang memadukan elemen parametrik dan nonparametrik dalam
memodelkan hubungan antara variabel prediktor dan variabel respons, namun tidak
ingin mengasumsikan bentuk fungsi tertentu secara spesifik. Dengan demikian,
regresi semiparametrik memberikan fleksibilitas yang lebih besar dalam mengatasi
pola data yang kompleks dan nonlinier tanpa harus membatasi diri pada regresi
parametrik yang kaku dan lebih efisien daripada regresi nonparametrik (Budiantara
dalam Khairunnisa, dkk., 2020).
Dalam analisis parameter model regresi semiparametrik, salah satu
permasalahan yang dihadapi adalah keberadaan komponen nonparametrik, yang
berupa fungsi dengan bentuk yang tidak diketahui. Untuk mengatasi hal ini,
seringkali digunakan pendekatan nonparametrik yang dikenal sebagai regresi
spline. Spline merupakan suatu bentuk potongan-potongan polinomial yang
memiliki sifat tersegmen, sehingga memberikan fleksibilitas yang lebih baik dalam
menggambarkan karakteristik suatu fungsi atau data. Keunggulan spline terletak
pada penggunaan titik-titik knot, yang merupakan titik perpaduan bersama, dan
mampu menandai perubahan pola perilaku data. Dengan menggunakan spline, kita
dapat menghadapi heterogenitas dalam data dan memodelkan hubungan yang
kompleks antara variabel tanpa harus bergantung pada bentuk distribusi yang telah
ditentukan sebelumnya (Eubank, 1999).
Regresi spline menggunakan basis fungsi yang umumnya terdiri dari basis
truncated power dan basis B-Spline (Eubank, 1999). Kelemahan spline dengan
basis truncated power terjadi ketika orde spline tinggi, jumlah knot yang banyak,
dan knot yang terlalu dekat. Hal ini dapat menyebabkan matriks persamaan normal
yang hampir singular, membuat penyelesaian persamaan normal menjadi sulit.
Untuk mengatasi kelemahan tersebut, digunakan basis B-Spline yang merupakan
fungsi basis yang terdiri dari banyak segmen polinomial. Fungsi basis ini
memberikan fleksibilitas yang tinggi dalam menangkap bentuk fungsional yang
kompleks dan tidak terbatas (Eubank dalam Wulandary & Purnama, 2020).
Pada regresi semiparametrik spline terdapat beberapa penelitian terdahulu
dengan basis fungsi B-Spline di antaranya adalah Dzulhijjah (2021), dalam
penelitiannya, menunjukkan penggunaan model regresi semiparametrik dengan
koefisien bervariasi menggunakan penaksir B-Spline orde kuadratik dengan 2 titik

2
knot. Hasil optimal menunjukkan bahwa nilai GCV (Generalized Cross Validation)
minimum adalah 454,16. Temuan tersebut mengindikasikan bahwa semua
komponen parametrik memberikan pengaruh positif terhadap indeks pembangunan
manusia. Setiap peningkatan satu satuan per komponen akan meningkatkan indeks
pembangunan manusia masing-masing sebesar 2,09%, 0,84%, dan 0,64%.
Sementara itu, untuk komponen nonparametrik, angka harapan hidup cenderung
berpengaruh variasi pada waktu tertentu dan mengalami pola perubahan yang
diperkirakan terjadi pada tahun 2012 dan 2017.
Penelitian selanjutnya terkait regresi semiparametrik spline dengan basis
fungsi B-Spline adalah Azzolina, dkk. (2022), hasil penelitiannya adalah
pengembangan metode semiparametrik menggunakan B-Spline pada penentuan
ukuran sampel dalam desain penelitian klinis fase II. Metode B-Spline digunakan
sebagai pendekatan semiparametrik untuk menentukan prior distribusi yang
informatif dalam desain penelitian tersebut. Metode ini memungkinkan peneliti
untuk menggabungkan pendapat para ahli dalam menentukan prior distribusi yang
sesuai. Dalam penelitiannya, metode B-Spline memberikan solusi yang lebih
fleksibel dan mempertimbangkan pendapat para ahli dalam menentukan ukuran
sampel yang optimal.
Sedangkan penelitian Suwarno (2023), meneliti regresi nonparametrik B-
Spline untuk memodelkan inflasi di Indonesia. Dalam penelitiannya yang
menggunakan data BI Rate, Jumlah Uang Beredar (JUB), kurs mata uang asing
terhadap data inflasi periode Januari 2019 - Desember 2022, mendapatkan
kesimpulan model B-Spline terbaik diperoleh dengan pendekatan 1 titik knot
optimal yang didapatkan dari nilai GCV minimum sebesar 0,012985. Keakuratan
model regresi nonparametrik B-Spline dalam menjelaskan faktor faktor yang
mempengaruhi inflasi di Indonesia dengan bantuan persamaan koefisien
determinasi (R2) dihasilkan nilai sebesar 87,53%. Tingkat hubungan antar variabel
pada model tergolong sangat kuat yang artinya terdapat kecocokan antara data
dengan model B-Spline terbaik yang dihasilkan pada penelitian ini.
Inflasi merupakan fenomena kenaikan harga barang dan jasa secara umum
dalam suatu periode waktu. Data inflasi dapat memberikan informasi tentang
kenaikan harga barang dan jasa yang dapat mempengaruhi daya beli masyarakat

3
serta kebijakan moneter yang diterapkan oleh bank sentral (Widjajanta &
Widyaningsih dalam Jamilah, dkk., 2017). Ketika inflasi meningkat, daya beli
masyarakat menurun karena harga barang dan jasa yang lebih tinggi. Hal ini dapat
mempengaruhi berbagai aspek ekonomi, seperti pertumbuhan ekonomi, investasi,
dan stabilitas harga (Ginting, 2016).
Selain itu, inflasi dapat berdampak langsung pada jumlah uang beredar di
suatu negara. Jumlah uang beredar adalah jumlah uang tunai dan deposito yang
beredar di masyarakat pada suatu waktu tertentu (Hubbard, dkk. dalam Asnawi &
Fitria, 2018). Perubahan inflasi dapat mempengaruhi permintaan dan penawaran
mata uang domestik, dan mempengaruhi jumlah uang yang beredar (Silaban, dkk.,
2021).
Konsep inflasi dan jumlah uang beredar juga memiliki relevansi dalam
pandangan Islam terkait dengan keadilan dan integritas dalam transaksi ekonomi.
Oleh karena itu, penting untuk memastikan kebijakan moneter dan kebijakan
ekonomi secara keseluruhan berusaha menjaga stabilitas harga. Dalam hal ini,
Islam menekankan pentingnya keadilan dan kebersamaan dalam transaksi. Dalam
Qur’an Kemenag (2022) Surah Al-Baqarah ayat 188, Allah berfirman:

"Dan janganlah kamu memakan harta-harta sesamamu dengan jalan yang batil
dan kamu membawa sebagiannya kepada hakim dengan maksud hendak memakan
sebahagian harta orang lain dengan tidak benar, padahal kamu mengetahui." (QS.
Al-Baqarah: 188)

Ayat ini memberikan pengingat pentingnya integritas dalam transaksi


ekonomi dan larangan terhadap praktik-praktik yang curang, termasuk dalam hal
pengelolaan mata uang dan transaksi dengan mata uang asing. Dengan mengacu
pada ayat-ayat Al-Qur'an yang mengandung prinsip-prinsip tersebut, diharapkan
penelitian ini dapat memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang pandangan
Islam dalam mengelola fenomena ekonomi ini (Muhammad, 2004).
Berdasarkan uraian diatas yang telah dijelaskan, dapat disimpulkan bahwa
inflasi merupakan fenomena kenaikan harga barang dan jasa secara umum dalam
suatu periode waktu. Data inflasi penting untuk memahami dampak kenaikan harga
terhadap daya beli masyarakat dan kebijakan moneter yang diterapkan oleh bank

4
sentral. Inflasi juga dapat mempengaruhi jumlah uang beredar di suatu negara, yang
berhubungan dengan permintaan dan penawaran mata uang domestik.
Mengingat pentingnya memahami hubungan antara inflasi dan jumlah uang
beredar, peneliti berencana untuk mengambil topik penelitian tentang regresi
semiparametrik menggunakan metode B-Spline untuk memodelkan inflasi di
Indonesia dengan variabel prediktor jumlah uang beredar. Penelitian ini
menghadirkan perubahan signifikan dari penelitian sebelumnya dengan
mengadopsi pendekatan yang berbeda dalam metodologi analisis. Berbeda dengan
penelitian-penelitian sebelumnya yang mengandalkan pendekatan non-parametrik,
penelitian ini memilih pendekatan yang lebih canggih yaitu metode B-Spline
semiparametrik. Perubahan ini mencerminkan niat peneliti untuk menggali lebih
dalam pada aspek-aspek yang lebih kompleks dalam data melalui penerapan model
B-Spline semiparametrik. Dalam penelitian ini, metode B-Spline akan digunakan
untuk mendekati hubungan antara jumlah uang beredar dan inflasi, dengan
fleksibilitas yang lebih baik dalam menangkap pola hubungan yang kompleks dan
nonlinier antara kedua variabel tersebut. Diharapkan penelitian ini akan
memberikan kontribusi dalam memahami lebih baik faktor-faktor yang
mempengaruhi inflasi di Indonesia, sehingga dapat membantu dalam pengambilan
kebijakan ekonomi yang lebih efektif.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, rumusan masalah yang
diambil oleh peneliti adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana model regresi semiparametrik dengan menggunakan metode B-
Spline pada jumlah uang beredar yang mempengaruhi inflasi di Indonesia?
2. Bagaimana keakuratan model regresi semiparametrik B-Spline dalam
menjelaskan jumlah uang beredar terhadap tingkat inflasi di Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan berdasarkan latar belakang diatas, adalah:
1. Untuk mengetahui model regresi semiparametrik B-Spline pada jumlah
uang beredar yang mempengaruhi inflasi di Indonesia.

5
2. Untuk mengetahui tingkat keakuratan model regresi semiparametrik B-
Spline dalam menjelaskan jumlah uang beredar terhadap inflasi di
Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian


Berdasarkan tujuan penelitian sebelumnya, manfaat penelitian ini adalah:
1. Bagi Peneliti
Peneliti dapat meningkatkan pemahaman dan keahliannya dalam
menerapkan metode regresi semiparametrik menggunakan metode B-
Spline.
2. Bagi Program Studi
Hasil penelitian dapat berkontribusi pada penyempurnaan kurikulum
program studi dengan mengintegrasikan metode dan teknik analisis terkini,
serta meningkatkan mutu pembelajaran yang bersumber dari temuan
penelitian ini.
3. Bagi Pembaca
Sebagai tambahan wawasan atau referensi terkait regresi semiparametrik
menggunakan metode B-Spline pada data inflasi serta memperoleh
pemahaman yang lebih mendalam tentang penggunaan regresi
semiparametrik dan metode B-Spline.

1.5 Batasan Masalah


Untuk memastikan fokus dan relevansi penelitian ini, akan diaplikasikan
sejumlah batasan masalah sebagai berikut:
1. Data inflasi Indonesia dan faktor terjadinya inflasi seperti jumlah uang
beredar merupakan data sekunder yang difokuskan dari bulan Januari 2020-
September 2023.
2. Komponen variabel parametrik dianalisis dengan memanfaatkan model
Autoregresif Integrated Moving Average (ARIMA).
3. Pemilihan titik knot optimal dilakukan melalui penerapan metode
Generalized Cross Validation (GCV).

6
4. Perhitungan akurasi model menggunakan koefisien determinasi, dikenal
sebagai R-Squared (R 2).
5. Jumlah titik knot yang digunakan adalah 1 titik knot.

1.6 Definisi Istilah


Variabel Prediktor : Variabel bebas (Independent) yang mempengaruhi
atau menjadi penyebab muncunya variabel terikat
(dependent).
Variabel Respon : Variabel yang mengalami perubahan sebagai hasil
dari keberadaan Variabel bebas (Independent).
Regresi : Metode sederhana untuk mengestimasi keterkaitan
antara variabel terikat (dependent) dan variabel bebas
(Independent).

7
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Teori Pendukung
2.1.1 Analisis Regresi
2.1.1.1 Regresi Parametrik
Regresi parametrik adalah suatu pendekatan statistika yang digunakan
untuk mengidentifikasi pola keterkaitan antara variabel respons dan variabel
prediktor dengan asumsi bahwa bentuk kurva regresinya telah diketahui. Salah satu
contoh bentuk regresi parametrik adalah model regresi linier berganda, yang secara
umum diungkapkan sebagai berikut (Purwahyuningsih dan Sunaryo dalam Gusti,
2011):
yi = 0 + 1 x1i + 2 x2i + ... + k xkn +  i , i = 1, 2,..., n. (0.1)

keterangan:
yi : variabel respon pengamatan ke-i

x1i , x2i ,…, xkn : variabel-variabel prediktor pengamatan ke-i

0 : intersep dari model

1 ,  2 ,…,  k : koefisien-koefisien regresi

i : error acak pada pengamatan ke-i yang diasumsikan


identik, independen, dan berdistribusi N(0,𝜎 2 )
Persamaan (0.1) dapat direpresentasikan dalam bentuk matriks sebagai berikut:

y = X + (0.2)

Persamaan (0.2) dapat diuraikan secara detail dengan menuliskan matriks dan
vektor-vektornya (Ruppert, dkk., 2003):

 y1  1 x11 x21 x11   0   0 


y  1 x x22 
x11      
y =  2, X =  12
,  =  1  , =  2 
       
       
 yn  1 x1n x2 n x11   k   n 
keterangan:
y : vektor dari variabel respon

8
X : vektor dari variabel prediktor
 : vektor dari parameter model
 : vektor dari error

2.1.1.2 Regresi Nonparametrik


Regresi nonparametrik digunakan ketika bentuk kurva hubungan antara
variabel respons dan variabel prediktor tidak diketahui secara pasti. Dalam regresi
nonparametrik, kurva regresi diasumsikan hanya bersifat mulus (smooth) dalam
suatu ruang fungsi tertentu, yang mengindikasikan tingginya fleksibilitas dalam
memodelkan hubungan antar variabel tersebut (Purwahyuningsih dan Sunaryo
dalam Gusti, 2011). Secara umum, model regresi nonparametrik dapat dinyatakan
sebagai berikut (Eubank, 1999):

yi = f ( zi ) +  i , i = 1, 2,..., n (0.3)

keterangan:
yi : variabel respon pengamatan ke-i

f ( zi ) : fungsi regresi nonparametrik yang tidak diketahui

zi : variabel prediktor pengamatan ke-i

: error acak pada pengamatan ke- i yang diasumsikan identik,


i
independent, dan berdistribusi N (0,𝜎 2 )
Persamaan di atas dapat dituliskan dalam bentuk matriks seperti berikut:

y = f ( x) +  (0.4)

Persamaan (0.4) dapat dapat diuraikan secara detail dengan menuliskan matriks dan
vektor-vektornya:

 y1   f ( x1 )   0 
y   f ( x )  
y=  2
, f ( x) =  2 
, =  2 
     
     
 yn   f ( xn )   n 

9
Pendekatan nonparametrik digunakan untuk mengevaluasi kurva regresi
tanpa perlu menentukan model terlebih dahulu, berbeda dengan regresi parametrik
yang memerlukan spesifikasi model sebelumnya. Salah satu metode nonparametrik
yang dapat digunakan adalah menggunakan fungsi spline (Laome dalam Maksum,
2019).
2.1.1.3 Regresi Semiparametrik
Regresi semiparametrik adalah hasil dari penggabungan antara regresi
parametrik dan nonparametrik. Dengan demikian, estimasi model semiparametrik
ekuivalen dengan estimasi parameter pada bagian parametrik dan estimasi fungsi
pada bagian nonparametrik (Hamzah dalam Gusti, 2011). Berikut model regresi
semiparametrik (Ruppert, dkk., 2003):

yi = 0 + 1 x1i + 2 x2i + 3 x3i + ... + k xki + f ( zi ) +  i , i = 1, 2,3,..., n (0.5)

keterangan:
yi : variabel respon pengamatan ke-i

xi : variabel pengamatan ke-i komponen parametrik

 : parameter prediktor ke-i untuk komponen parametrik

f ( zi ) : fungsi regresi nonparametrik yang tidak diketahui

: variabel prediktor pengamatan ke-i komponen


zi
nonparametrik
: error acak pada pengamatan ke- i yang diasumsikan identik,
i
independent, dan berdistribusi N (0,𝜎 2 )

Persamaan di atas dapat ditulis dalam bentuk matriks seperti berikut (Salam, 2013):

y = x + f ( z ) +  (0.6)
keterangan:
y : variabel respon berukuran n x 1
x : variabel prediktor komponen parametrik berukuran n x (k +1)
z : variabel prediktor komponen nonparametrik
𝛽 : vektor parameter regresi berukuran (k+1) x 1
f : vektor dari fungsi regresi yang tidak diketahui

10
i : vektor error acak yang berdistribusi N (0,𝜎 2 )

2.1.2 Estimasi Parameter


Sebagian besar model probabilitas, terutama yang memiliki cakupan yang luas
dalam penggunaannya, bergantung pada beberapa konstanta yang dikenal sebagai
parameter. Jika nilai-nilai parameter ini tidak diketahui, pendekatan umumnya
melibatkan estimasi menggunakan data sampel. Proses ini dapat dilakukan dengan
menggunakan fungsi yang dikenal sebagai statistik. Sebuah nilai
𝛽 bagi suatu statistik 𝛽̂ disebut suatu nilai estimasi bagi parameter populasi 𝛽̂.
Estimator atau fungsi keputusan adalah statistik yang digunakan untuk
mendapatkan nilai estimasi. Sifat yang harus dimiliki oleh estimator yang baik
adalah menghasilkan estimasi parameter yang tidak bias. Jika terdapat dua atau
lebih nilai estimasi untuk parameter yang sama, estimasi yang dianggap paling
efisien adalah yang memiliki ragam terkecil (Walpole, 1982).

2.1.2.1 Metode Maximum Likelihood


Misalkan X1, X2, …, Xn menyatakan peubah acak yang saling bebas dengan
fungsi padat peluangnya dinyatakan oleh f (Xi ,𝛽), dengan 𝛽 adalah parameter yang
akan ditaksir dengan metode Maximum Likelihood. Maka fungsi padat peluang
gabungannya adalah:
f ( X 1 , X 2 ,..., X n :  ) = f ( X 1 ,  ) . f ( X 2 ,  ) .... f ( Xn,  ) (0.7)

= i =1 f ( X i ,  )
n

= 𝐿(𝛽|𝑋1 , 𝑋2 , … , 𝑋𝑛 )

Sementara itu, metode estimasi maksimum likelihood adalah suatu


pendekatan untuk memilih estimator yang membuat probabilitas sampel yang
diamati mencapai nilai maksimum (Supranto dalam Gusti, 2011).

2.1.2.2 Estimasi Parameter Maximum Likelihood


Maximum Likelihood Estimator (MLE) adalah salah satu metode pendugaan
yang sangat umum digunakan dalam estimasi parameter. MLE mengoptimalkan

11
informasi yang terkandung dalam data pengamatan secara keseluruhan. Proses
MLE terdiri dari dua tahap, yaitu konstruksi fungsi likelihood (yang melibatkan
perkalian fungsi kepadatan peluang dari setiap pengamatan) dan maksimalkan nilai
fungsi likelihood tersebut (Cryer dalam Gusti, 2011).

2.1.3 B-Spline pada Nonparametrik


2.1.3.1 Fungsi B-Spline
Regresi spline adalah sebuah metode dalam analisis regresi yang
menggunakan fungsi spline sebagai model pendekatan. Fungsi spline adalah fungsi
matematika yang terdiri dari potongan-potongan polinomial dengan potongan titik
yang disebut sebagai titik spline. Metode regresi spline digunakan ketika hubungan
antara variabel bebas dan variabel terikat tidak dapat dijelaskan dengan bentuk
fungsional yang sederhana, seperti linear atau polinomial. Dengan menggunakan
regresi spline, bentuk fungsional hubungan dapat disesuaikan secara fleksibel
dengan menggunakan fungsi spline yang dapat menyesuaikan pola data dengan
lebih baik (Similä & Tikka, 2007). Regresi spline menggunakan basis fungsi yang
umumnya terdiri dari basis truncated power dan basis B-Spline (Eubank, 1999).
Fungsi dasar B-Spline menyajikan alternatif bagi fungsi truncated yang
memiliki kelemahan saat orde tinggi. Jika orde tinggi, jumlah knot yang besar dan
penempatan knot terlalu dekat, dapat mengakibatkan persamaan yang sulit
diselesaikan karena membentuk matriks yang mendekati singular (Budiantara dkk.,
2006). Dalam pembentukan model regresi spline menggunakan basis fungsi B-
Spline, terdapat tiga kriteria yang perlu diperhatikan, di antaranya menentukan orde
model, menentukan jumlah knot, dan menetapkan lokasi knot dalam model
(Rahmawati dkk., 2017). Model regresi nonparametrik, apabila didekati
menggunakan fungsi B-Spline dengan orde 𝑚 dan 𝑘 titik knot, dapat dituliskan
melalui persamaan berikut:

( m+k )
f ( xi ) = B
( j =1)
j ( j −m,m ) ( xi ) i = 1, 2,3,.., n (0.8)

12
keterangan:
𝐵𝑗−𝑚,𝑚 : Basis B-Spline dengan orde 𝑚 dengan 𝑚 = 2,3,4 pada titik knot
ke−𝑗
𝛽𝑗 : Parameter regresi B-Spline pada titik knot ke−𝑗.

Untuk membangun fungsi B-Spline orde 𝑚 dengan titik knot 𝑢1, 𝑢2, … , 𝑢𝑘
dimana 𝛼 < 𝑢1 < 𝑢2 < ⋯ < 𝑢𝑘 < 𝑏, adalah dengan mendefinisikan knot tambahan
sebanyak 2𝑚, yaitu 𝑢−(𝑚−1) < ⋯ < 𝑢−1 < 𝑢0 < ⋯ < 𝑢(𝑚+𝑘), di mana 𝑢−(𝑚−1) = ⋯ = 𝑢0
= 𝑎 dan 𝑢𝑘+1 = ⋯ = 𝑢(𝑘+𝑚) = 𝑏. Nilai 𝑎 diambil dari nilai minimum 𝑥 dan 𝑏 diambil
dari nilai maksimum 𝑥.
Menurut Devi, dkk. (2014) dari persamaan di atas, model regresi
nonparametrik yang didekati menggunakan fungsi B-Spline dengan orde m dan k
titik knot, didapatkan suatu persamaan yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

( m+ k )
f ( xi ) = B
( j =1)
j ( j −m,m ) ( xi ) +1 i = 1, 2,3,.., n (0.9)

Menurut Ariesta, dkk. (2021) fungsi B-Spline dengan orde 𝑚 pada titik knot ke−𝑗
dapat dijelaskan secara rekrusif sebagai berikut:

x −uj u j +m − x
B j ,m ( x) = B j ,m −1 ( x) + B j +1,m −1 ( x) , j = −(m − 1),..., k
u j + m −1 − u j u j + m − u j +1

(0.10)
dan
1, 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑢𝑗 < 𝑥 ≤ 𝑢𝑗+1
𝐵𝑗,1 (𝑥) = {
0, 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑦𝑎𝑚𝑔 𝑙𝑎𝑖𝑛𝑛𝑦𝑎
(0.11)

Menurut penelitian Rahmawati, dkk. (2017) derajat atau orde dari B-Spline
dapat diwakili oleh simbol 𝑚. Berdasarkan orde 𝑚, variasi basis fungsi B-Spline
dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori yang berbeda:
1. Orde (m = 2) menghasilkan basis fungsi B-Spline linear, dengan fungsi sebagai
berikut:

13
x −uj u j+2 − x
B j ,2 ( x) = B j ,1 ( x) + B j +1,1 ( x) , j = −1,..., k (0.12)
u j +1 − u j u j + 2 − u j +1

2. Orde (m = 3) menghasilkan basis fungsi B-Spline kuadratik, dengan fungsi


sebagai berikut:

x −uj u j +3 − x
B j ,3 ( x) = B j ,2 ( x) + B j +1,2 ( x) , j = −2,..., k (0.13)
u j +2 − u j u j +3 − u j +1

3. Orde (m = 4) menghasilkan basis fungsi B-Spline kubik, dengan fungsi sebagai


berikut:
x −uj u j +4 − x
B j ,4 ( x) = B j ,3 ( x) + B j +1,3 ( x) , j = −2,..., k (0.14)
u j +3 − u j u j + 4 − u j +1

2.1.3.2 Titik Knot Optimal


Titik knot merujuk pada titik fokus yang meunjukkan bahwa kurva yang
dihasilkan dari fungsi spline ini tersegmen pada titik tertentu. Titik knot juga dapat
diinterpretasikan sebagai parameter penghalus dalam spline. Penentuan titik knot
dapat dilakukan dengan membuat plot data terlebih dahulu, dan lokasi titik knot
ditentukan berdasarkan intervensi pada plot tersebut (Yuniartika, dkk., 2013).
Huang dan Shen dalam Suwarno, (2023) juga menyatakan bahwa penentuan lokasi
titik knot dapat dilakukan dengan beberapa cara. Cara pertama adalah dengan
membagi jarak antar knot sama besar. Cara kedua adalah dengan membagi jumlah
observasi menjadi bagian yang sama banyak (knot kuantil). Cara terakhir
menenentukan posisi secara eksploratif sesuai dengan perubahan bentuk kurva.
Cara kedua seringkali dipilih karena dianggap lebih efektif, di mana observasi
dibagi menjadi bagian yang sama banyak (knot kuantil).

2.1.3.3 Metode Generalized Cross Validation (GCV)


Generalized Cross Validation (GCV) merupakan metode yang berguna dalam
pemilihan titik knot yang optimal. Dengan mendapatkan nilai GCV minimum,
peneliti dapat mengidentifikasi titik knot yang optimal untuk menentukan model B-
Spline terbaik. Semakin kecil nilai GCV yang diperoleh, semakin baik pula model

14
regresi B-Spline yang dihasilkan. Metode GCV dapat dijelaskan sebagai berikut
(Eubank, 1999):
MSE (k1 , k2 ,..., kn )
GCV (k1 , k2 ,..., kn ) = −1
(0.15)
(n trace[ I − A(k1 , k2 ,..., kn )]2
keterangan:
ki : Titik knot ke-i, i=1,2,…,n

n : Banyaknya data
I : Matriks identitas
𝑝
:
MSE 𝑛−1 ∑ (𝑦𝑗 − 𝑦̂(𝑥𝑗 ))2
𝑗=1

A(k1 , k2 ,..., kn ) : X(X’X)-1X’

2.1.4 Keakuratan Model


Salah satu metode evaluasi umum dalam analisis regresi adalah koefisien
determinasi, yang sering disebut sebagai alat untuk mengukur tingkat keakuratan
suatu model. Koefisien determinasi, umumnya disimbolkan dengan R2,
diinterpretasikan sebagai sarana untuk menilai sejauh mana variasi dalam variabel
respons dapat dijelaskan oleh variabel prediktor. Nilai R2, yang berkisar antara 0
dan 1 (0 ≤ R2 ≤ 1), mencerminkan persentase variasi dalam variabel respons yang
dapat dijelaskan oleh variabel prediktor. Semakin mendekati nilai 1, semakin baik
model tersebut sesuai dengan data, sementara semakin mendekati 0, semakin buruk
kecocokan antara model dan data. Koefisien determinasi memberikan gambaran
tentang seberapa efektif variabel prediktor menjelaskan variasi dalam variabel
respons dalam konteks analisis regresi (Sembiring dalam Ariesta, dkk., 2021).
Nilai koefisien determinasi mengindikasikan sejauh mana pengaruh yang
dimiliki oleh variabel-variabel prediktor terhadap variabel respons. Rumus
koefisien determinasi dapat dijelaskan sebagai berikut (Suyono, 2015):


n
( yi − yˆi )2 SSE
R 2
= 1− i =1
= 1− (0.16)

n
i =1
( yi − y )2 SST

15
keterangan:
R2 : Koefisien determinasi
yi : Variabel respon pada pengamatan ke-i

yˆi : Nilai estimasi variabel respon pada pengamatan ke- i

y : Nilai rata-rata variabel respon y


i : Banyak pengamatan, untuk i = 1,2, . . , n
SSE : Sum Square Error
SST : Sum Square Total
Berikut adalah kriteria untuk menilai tingkat hubungan koefisien
determinasi (Ariesta, dkk., 2021):
Interval Koefisien Determinasi Tingkat Hubungan
0,00 – 0,199 Sangat Rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Sedang
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,000 Sangat Kuat
Tabel 2. 1 Kriteria Nilai Koefisien Determinasi

Dalam tabel tersebut, dapat disimpulkan bahwa semakin mendekati nilai 1


atau 100%, koefisien determinasi R2 menunjukkan tingkat kesesuaian model regresi
dengan data aktual. Artinya, jika R2 mendekati 1, model regresi sangat sesuai
dengan data sebenarnya, menandakan hubungan yang sangat kuat antara variabel
respon dan variabel prediktor. Sebaliknya, jika nilai R2 mendekati 0, ini
menandakan bahwa hubungan antara variabel respon dan variabel prediktor sangat
rendah atau lemah (Aziz, 2010).

2.1.5 Rescaling
Rescaling data adalah teknik normalisasi yang digunakan dalam praproses
data untuk menyamakan skala dari semua variabel yang akan digunakan untuk
pemodelan regresi. Tujuan dari menyamakan skala variabel adalah untuk
memastikan bahwa semua variabel tersebut memiliki rentang nilai yang sama, yaitu
antara 0 dan 1 (Chamidah, dkk., 2012) Terdapat berbagai metode yang dapat

16
digunakan untuk rescaling, dan salah satunya adalah Normalisasi Min-Max.
Normalisasi Min-Max adalah sebuah teknik yang mengubah skala nilai data
sehingga sesuai dengan rentang antara 0 dan 1 melalui transformasi linier terhadap
data asli, dengan tujuan mencapai perbandingan yang seimbang antara data
penelitian (Nasution, dkk., 2019). Mengubah variabel menggunakan metode
rescaling MinMax melibatkan penggunaan rumus berikut (Permana & Salisah,
2022):

Zi − min( Z )
Zi' = (0.17)
max( Z ) − min( Z )
keterangan:
Z : Data aktual keseluruhan
Zi : Data aktual pada observasi ke-i

Zi' : Data hasil rescaling pada observasi ke-i


i : Banyak pengamatan, untuk i= 1,2, . . , n
min( Z ) : Nilai paling rendah dari Z
max( Z ) : Nilai paling tinggi dari Z

2.1.6 Data Time Series


2.1.6.1 Analisis Time Series
Time Series adalah sekumpulan pengamatan yang diambil berurutan sesuai
dengan waktu, dan antara pengamatan yang berdekatan memiliki korelasi,
menunjukkan bahwa setiap pengamatan dari variabel berhubungan dengan variabel
itu sendiri pada periode waktu sebelumnya. Analisis time series merupakan suatu
metode statistika yang digunakan untuk memprediksi peristiwa di masa depan.
Metode ini memanfaatkan data yang diurutkan berdasarkan waktu, sehingga dapat
mengidentifikasi korelasi antara peristiwa pada saat ini dengan periode waktu
sebelumnya. Selain keterkaitan dalam dimensi waktu, analisis time series juga
dapat mengungkap potensi hubungan antara variabel-variabel dalam dimensi lain,
seperti lokasi atau dimensi lainnya yang saling terkait (Wei, 2006).

17
2.1.6.2 Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)
Model ARIMA pertama kali diperkenalkan oleh Box dan Jenkins pada tahun
1970. Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) adalah model
statistika yang digunakan untuk menganalisis dan meramalkan data time series.
ARIMA memiliki beberapa model yang dapat diterapkan pada berbagai jenis data
time series, yaitu (Montgomery dkk., 2015):
1. Model Autoregressive (AR)
Model stokastik yang bermanfaat untuk merepresentasikan suatu proses yang
dinyatakan sebagai bilangan berhingga, kumpulan linier dari data lampau atau data
yang didapatkan pada masa lalu dari proses dan kejadian tak terduga adalah model
autoregresive. Apabila periode yang mempengaruhi nilai tidak hanya satu atau dua
periode, tetapi hingga p periode, maka modelnya dapat dituliskan menjadi:

Yt = i + tYt −1 +  2Yt −2 + ... +  pYt − p + et (0.18)

keterangan:
Yt : nilai variabel pada waktu ke-t
i : koefisien regresi (i=1,2, ..., p)
et : nilai error atau residual pada waktu ke-t
2. Model Moving Average (MA)
Moving Average (MA) bertujuan untuk menjelaskan fenomena di mana suatu
pengamatan pada waktu tertentu dapat diungkapkan sebagai kombinasi linear dari
sejumlah kesalahan acak. MA tidak hanya digunakan untuk memperkirakan nilai
𝑌𝑡 dengan menggunakan nilai 𝑌 pada periode sebelumnya, tetapi juga untuk
memperkirakan nilai 𝑌𝑡 dengan memanfaatkan nilai residu. Model Moving Average
(MA) dengan orde q umumnya disimbolkan sebagai MA(q). Bentuk model MA(q)
dapat dituliskan sebagai berikut:

Yt =  0 + 1e1 +  2et −1 + 3et −2 + ... +  q et −q (0.19)

keterangan:
Yt : nilai variabel pada waktu ke-t
i : koefisien regresi (i=1,2, ..., q)

18
et : nilai error atau residual pada waktu ke-t
3. Model Autoregressive Moving Average (ARMA)(p,q)
Model Autoregressive Moving Average (ARMA) merupakan kombinasi atau
sintesis dari model Autoregressive (AR) dan Moving Average (MA). Metode
ARIMA bekerja efektif jika data runtun waktu yang digunakan saling bergantung
atau terkait secara statistik. Gabungan dari proses ARMA memiliki sifat campuran
antara AR dan MA. Dalam teori, fungsi autokorelasi menurun menuju nol setelah
lag (q-p) yang pertama, baik secara eksponensial maupun berbentuk gelombang
sinus. Fungsi autokorelasi parsial secara teoritis menurun menuju nol setelah lag
(p-q) yang pertama. Umumnya, pada model runtun waktu non-musiman, nilai p dan
q biasanya tidak lebih dari dua. Secara matematis, proses ARMA dengan orde (p,q)
dapat diartikan melalui formulasi pada persamaan:

Yt = 0 + tYt −1 + ... +  pYt − p − 1e1 − ... +  q et −q + et (0.20)

keterangan:
Yt : nilai variabel pada waktu ke-t
i : koefisien regresi (i=1,2, ..., p)
i : koefisien regresi (i=1,2, ..., q)
et : nilai error atau residual pada waktu ke-t

2.1.6.3 Identifikasi Model ARIMA


Pengenalan terhadap data time series dilakukan dengan membuat grafik time
series dari data tersebut. Dengan memeriksa grafik time series, maka dapat
mengetahui pola perilaku data dan menentukan apakah perlu menerapkan
transformasi atau difference terhadap data tersebut. Terdapat beberapa cara untuk
mengidentifikasi model dasar ARIMA berdasarkan struktur ACF (Autocorrelation
Function) dan PACF (Partial Autocorrelation Function) secara teoritis (Wei, 2006)
sebagaimana disajikan dalam tabel berikut.
Model Strukur ACF Struktur PACF
Menurun mengikuti ∅kk=0 untuk k>p atau cut
AR (p)
bentuk eksponensial off setelah lag p

19
𝜌k = 0 untuk k>q atau cut Menurun mengikuti
MA (q)
off setelah lag q bentuk eksponensial
Tails off setelah lag ke- Tails off setelah lag ke-
(q-p) (p-q)
ARMA (p,q)
Menurun mengikuti Menurun mengikuti be-
bentuk eksponensial ntuk eksponensial
Tabel 2. 2 Struktur ACF dan PACF untuk Proses Stationer

2.1.6.4 Stasioneritas
Stasioneritas mengindikasikan bahwa data tetap stabil tanpa mengalami
pertumbuhan atau penurunan. Data dianggap stasioner ketika polanya berada dalam
keseimbangan sekitar nilai rata-rata yang tetap dan variansnya konstan di sekitar
rata-rata tersebut selama periode waktu tertentu (Makridakis & Hyndman, 1999).
Dalam penelitian Makridakis & Hyndman (1999), disebutkan bahwa suatu data
dapat dianggap stasioner jika memiliki nilai rata-rata yang relatif konstan dan tidak
tergantung pada waktu, serta variasi fluktuasinya konstan. Terdapat dua metode
untuk menguji stasioneritas data, yaitu dengan menggunakan transformasi Box-Cox
dan metode Differencing. Transformasi Box-Cox melibatkan pengubahan pangkat
pada variabel tidak bebas, khususnya pada deret waktu yang awalnya tidak
stasioner dalam hal variasi, agar dapat diubah menjadi data yang stasioner melalui
transformasi tersebut. Sementara itu, Differencing, atau pembedaan, digunakan
ketika data deret berkala tidak stasioner dalam hal rata-rata. Pada metode ini,
dilakukan perhitungan selisih nilai data antara satu periode dengan nilai data pada
periode sebelumnya. Jika hasil differencing ordo pertama masih tidak menghasilkan
data yang stasioner, maka dapat dilakukan differencing ordo kedua, dan seterusnya,
hingga diperoleh data yang memenuhi kriteria stasioner.
2.1.7 Inflasi
Istilah "inflasi" berasal dari bahasa latin "inflance", yang berarti
peningkatan. Secara umum, inflasi adalah fenomena dalam perekonomian di mana
terjadi peningkatan harga dan upah, permintaan tenaga kerja melebihi pasokan, dan
jumlah uang yang beredar meningkat secara signifikan. Inflasi selalu dicirikan oleh
peningkatan harga-harga yang terjadi dengan cepat (Nopirin dalam Mahendra,

20
2016). Menurut (Mankiw, 2006) dalam ilmu ekonomi makro, negara-negara sering
menghadapi serangkaian masalah yang mencakup pertumbuhan ekonomi,
ketidakstabilan aktivitas ekonomi, pengangguran, neraca perdagangan, dan inflasi.
Di antara beberapa masalah tersebut, inflasi adalah salah satu yang sangat
diperhatikan, karena inflasi adalah fenomena di mana harga-harga umum
meningkat dari satu periode ke periode berikutnya dan memiliki dampak yang
signifikan pada kondisi makroekonomi. Inflasi berperan sebagai indikator penting
dalam menilai stabilitas perekonomian. Tingkat inflasi yang rendah dan stabil dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi. Menurut Fadilla (2017), Terdapat empat
kategori inflasi, yaitu ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi. Inflasi dikategorikan
sebagai ringan jika peningkatan harga tahunan berada di bawah 10 persen.
Sementara itu, inflasi sedang didefinisikan sebagai tingkat kenaikan harga yang
fluktuatif antara 10 dan 30 persen per tahun. Ketika kenaikan harga mencapai angka
antara 30 dan 100 persen per tahun, maka inflasi dianggap berat. Terakhir,
hiperinflasi, yang juga dikenal sebagai inflasi yang tidak terkendali, terjadi ketika
peningkatan harga tahunan melebihi 100 persen.
Selain itu, inflasi berkorelasi dengan perubahan jumlah uang yang
dikeluarkan oleh pemerintah. Peningkatan yang berkelanjutan dalam tingkat harga
umum (inflasi) terjadi ketika jumlah uang yang beredar di pasar melebihi kebutuhan
yang sebenarnya. Dengan kata lain, jika jumlah uang beredar meningkat, maka
harga barang dan jasa pun cenderung naik, yang mendorong masyarakat untuk lebih
banyak menghabiskan uang mereka dengan meningkatkan konsumsi barang dan
jasa. Selama kapasitas produksi masih mencukupi, peningkatan dalam konsumsi ini
akan mendorong produksi lebih banyak dan menciptakan peluang kerja yang lebih
banyak. Namun, ketika kapasitas produksi telah mencapai batasnya, peningkatan
permintaan barang dan jasa dapat menyebabkan kenaikan harga secara keseluruhan
(inflasi) (Sukirno dalam Yusri, 2016).
Stabilitas tingkat inflasi pada suatu negara menjadi krusial untuk menjaga
daya beli masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Untuk memastikan
stabilitas ini, suatu negara dapat mengimplementasikan strategi untuk menangani
inflasi yang berada di tingkat yang tidak optimal, baik itu terlalu tinggi atau terlalu
rendah. Kepastian dan konsistensi dalam tingkat inflasi memberikan kepercayaan

21
kepada pelaku ekonomi untuk menjalankan aktivitas ekonominya. Keadaan ini
memberikan manfaat signifikan bagi situasi ekonomi suatu negara, menegaskan
bahwa stabilitas inflasi menjadi landasan untuk mencapai stabilitas ekonomi secara
keseluruhan (Ginting, 2016).

2.1.8 Jumlah Uang Beredar (JUB)


Menurut Rahardja dan Manurang dalam Yusri (2016), mendefinisikan
jumlah uang beredar adalah nilai keseluruhan uang yang berada di masyarakat.
Adapun jumlah uang beredar dalam pengertian sempit atau narrow money
mencakup uang kartal dan uang giral. Dari segi teknis, yang dihitung sebagai
jumlah uang beredar hanya uang yang benar-benar berada di tangan masyarakat.
Sedangkan uang yang disimpan di bank, baik bank umum maupun bank sentral,
serta uang kertas dan logam (uang kartal) yang dimiliki oleh pemerintah, tidak
termasuk dalam kategori uang beredar
Menurut Brunner & Meltzer (1972), teori kuantitas uang mengindikasikan
bahwa terdapat hubungan yang erat antara inflasi dan pertumbuhan jumlah uang
beredar dalam suatu perekonomian. Perkembangan teori ini kemudian
menitikberatkan pada pengaruh dari jumlah uang yang sebenarnya beredar, yang
mencakup uang tunai, setara kas, dan deposito berjangka. Dengan kata lain, teori
ini menegaskan bahwa ketika jumlah uang yang beredar meningkat, cenderung
berkontribusi pada tingkat inflasi yang lebih tinggi dalam suatu negara atau wilayah
ekonomi. Melalui fokus pada uang yang aktif digunakan dalam transaksi, termasuk
uang dalam bentuk tunai dan simpanan berjangka, teori kuantitas uang memberikan
landasan konseptual untuk memahami dinamika inflasi dalam konteks ketersediaan
dan pertumbuhan uang beredar.
2.2 Kajian Integrasi Inflasi dengan Al-Qur’an
2.3 Kajian Topik dengan Teori Pendukung

22
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggabungkan dua jenis pendekatan, yaitu studi literatur dan
pendekatan kuantitatif. Studi literatur dilakukan dengan mengumpulkan referensi
dan sumber daya yang relevan dengan topik penelitian. Sumber-sumber ini
mencakup buku dan artikel jurnal yang digunakan sebagai dasar untuk memahami
konteks penelitian. Sedangkan, pendekatan kuantitatif melibatkan pengumpulan
dan analisis data numerik sesuai dengan kebutuhan penelitian. Data numerik
disusun secara terstruktur oleh peneliti untuk mempermudah proses pemodelan data
dengan menerapkan metode B-Spline. Penelitian ini berfokus pada penggunaan data
yang telah ada dengan menggunakan teori tertentu untuk mencapai kesimpulan
penelitian.

3.2 Data dan Sumber Penelitian


Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah data sekunder. Data
sekunder merupakan data yang berasal dari lembaga pendataan dan tersedia untuk
umum melalui lembaga tersebut (Hamke dan Reitsch dalam Hamid & Susilo,
2015). Data penelitian ini diperoleh dari beberapa sumber, yaitu:
1. Sumber data inflasi diperoleh melalui akses ke website resmi Bank Indonesia
(BI), yang merupakan sumber yang terpercaya dan otoritatif dalam hal data
moneter dan keuangan. yaitu www.bi.go.id/id.
2. Jumlah Uang Beredar (JUB) diperoleh melalui akses ke website resmi Badan
Pusat Statistik (BPS), yang merupakan lembaga pemerintah yang
mengumpulkan dan menyediakan data statistik secara komprehensif, yaitu
www.bps.go.id.
Peneliti menggunakan data yang difokuskan pada bulan Januari 2020
hingga September 2023, dan semua data diakses pada tanggal 14 Oktober 2023.
Penelitian ini melibatkan dua jenis variabel data yang terbagi menjadi dua jenis
variabel yaitu varabel respon(y) dan variabel prediktor (x) sesuai yang tercantum
pada Tabel 3.1:

23
Simbol Variabel Satuan
y Inflasi Presentase (%)
x Jumlah Uang Beredar (JUB) Rupiah

Tabel 3. 1 Variabel Penelitian

3.3 Tahapan Penelitian


Penelitian ini akan memproses data mengenai tingkat inflasi di
Indonesia, dimulai dari bulan Januari 2020 hingga September 2023, dengan
menerapkan metode regresi semiparametrik B-Spline. Langkah-langkah yang
akan diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pemodelan regresi semiparametrik B-Spline pada jumlah uang beredar
mempengaruhi inflasi di Indonesia dapat diidentifikasi melalui langkah-
langkah sebagai berikut:
1) Mendeskripsikan data penelitian yakni data inflasi dan jumlah uang
beredar
2) Memasukkan data dan menerapkan transformasi data dengan
menggunakan rescaling untuk standardisasi skala (satuan) pada
data penelitian
3) Membuat scatterplot pada masing-masing variabel dengan tujuan
memahami pola data
4) Melakukan uji korelasi pearson antar variabel
5) Mengidentifikasi komponen parametrik dan nonparametrik dalam
pembentukan model regresi semiparametrik.
6) Mengestimasi parameter nonparametrik tanpa matrik pembobot
7) Mengidentifikasi orde dan titik knot optimal dari nilai GCV
(Generalized Cross Validation) minimum berdasarkan hasil data
melalui proses rescaling
8) Mengestimasi parameter semiparametrik dengan smoothing optimal
menggunakan matrik pembobot
9) Melakukan uji signifikasi

24
10) Melakukan pemodelan regresi nonparametrik B-Spline berdasarkan
orde dan titk knot optimal yang didapat dari nilai GCV minimum
2. Evaluasi tingkat akurasi model regresi semiparametrik B-Spline dalam
memodelkan inflasi dengan menggunakan koefisien determinasi (𝑅2)
sebagai indikator keakuratan model serta memberikan interpretasi pada
model terbaik yang diperoleh untuk mendapatkan pemahaman yang lebih
dalam mengenai hubungan antara JUB dan tingkat inflasi di Indonesia.

25
3.4 Flowchart Penelitian
Di bawah ini adalah flowchart penelitian terkait penggunaan regresi
semiparametrik B-Spline untuk memodelkan tingkat inflasi di Indonesia

Gambar 3. 1 Flowchart Penelitian

26
DAFTAR PUSTAKA

Ariesta, D., Gusriani, N., & Parmikanti, K. (2021). Estimasi Parameter Model
Regresi Nonparametrik B-Spline Pada Angka Kematian Maternal. Jurnal
Matematika UNAND, 10(3), 342–354. https://doi.org/10.25077/jmu.10.3.342-
354.2021
Asnawi, A., & Fitria, H. (2018). Pengaruh Jumlah Uang Beredar,Tingkat Suku
Bunga Dan Inflasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia. Jurnal
Ekonomika Indonesia, 7(1), 24.
https://doi.org/10.29103/ekonomika.v7i1.1129
Aziz, A. (2010). Ekonometrika Teori & Praktik Eksperimen dengan MATLAB. UIN
Maliki Press.
Azzolina, D., Berchialla, P., Bressan, S., Da Dalt, L., Gregori, D., & Baldi, I.
(2022). A Bayesian Sample Size Estimation Procedure Based on a B-Splines
Semiparametric Elicitation Method. International Journal of Environmental
Research and Public Health, 19(21). https://doi.org/10.3390/ijerph192114245
Brunner, K., & Meltzer, A. H. (1972). Friedman’s Monetary Theory. Journal of
Political Economy, 80, 837–851. https://www.jstor.org/stable/1830414
Budiantara, I. N., Suryadi, F., Otok, B. W., & ... (2006). Pemodelan B-Spline dan
MARS Pada Nilai Ujian Masuk terhadap IPK Mahasiswa Jurusan Disain
Komunikasi Visual UK. Petra Surabaya. Jurnal Teknik ….
http://203.189.120.189/ejournal/index.php/ind/article/view/16497
Chamidah, N., Wiharto, & Salamah, U. (2012). Pengaruh Normalisasi Data pada
Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagasi Gradient Descent Adaptive Gain
(BPGDAG) untuk Klasifikasi. Jurnal Teknologi & Informasi ITSmart, 1(1),
28. https://doi.org/10.20961/its.v1i1.582
Devi, A. R., Mukid, M. A., & Yasin, H. (2014). Analisis Inflasi Kota Semarang
menggunakan Metode Regresi Nonparametrik B-Spline. Jurnal Gaussian,
3(2), 193–202. http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/gaussian
Draper, N., & Smith, H. (1992). Applied Regresssion Analysis (B. Sumantri (ed.);
2nd ed.). Gramedia Pustaka Utama.
Dzulhijjah, N. A. (2021). Pemodelan Semiparametrik Dengan Koefisien Bervariasi
Pada Data Longitudinal Menggunakan Penaksir B-Spline. Universitas

27
Hasanuddin.
Eubank, R. L. (1999). Nonparametric Regression and Spline Smoothing (2nd ed.).
Marcel Dekker, Inc.
Fadilla. (2017). Perbandingan Antara Teori Inflasi dalam Perspektif Islam dan
Konvensional. Islamic Banking, 2(2), 1–14.
Ginting, A. M. (2016). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inflasi: Studi
Kasus di Indonesia Periode Tahun 2004-2014. Kajian.
http://jurnal.dpr.go.id/index.php/kajian/article/view/766
Gusti, O. W. (2011). Regresi Semiparametrik Spline dalam Memodelkan Hasil
UNAS SMAN 1 Sekaran Lamongan [UIN Maulana Malik Ibrahim Malang].
http://etheses.uin-malang.ac.id/6741/1/07610065.pdf
Hamid, E. S., & Susilo, Y. S. (2015). Strategi Pengembangan Usaha Mikro Kecil
dan Menengah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Ekonomi
Pembangunan: Kajian Masalah Ekonomi Dan Pembangunan, 12(1), 45.
https://doi.org/10.23917/jep.v12i1.204
Hidayah, F. N. (2019). Analisis Regresi Nonparametrik Spline Linear (Studi Kasus:
Data Indeks Pembangunan Manusia Berdasarkan Provinsi di Indonesia Tahun
2017) [UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta]. In Instiutional Repository UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta. http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/34789
Jamilah, N., Hadijati, M., & Fitriyani, N. (2017). Regresi Nonparametrik B-Spline
dalam Meramalkan Inflasi di Indonesia. Eigen Mathematics Journal.
http://eigen.unram.ac.id
Kementrian Agama Republik Indonesia. (2022). Qur’an Kemenag. Lajnah
Pentashihan mushaf Al-Qur’an. https://quran.kemenag.go.id/
Khairunnisa, L. R., Prahutama, A., & Santoso, R. (2020). Pemodelan Regresi
Semiparametrik dengan Pendekatan Deret Fourier (Studi Kasus: Pengaruh
Indeks Dow Jones dan BI Rate Terhadap Indeks. Jurnal Gaussian.
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/gaussian/article/view/27523
Mahendra, A. (2016). Analisis Pengaruh Jumlah Uang Beredar, Suku Bunga SBI
dan Nilai Tukar terhadap Inflasi di Indonesia. JRAK, 2, 1–12.
Makridakis, S., & Hyndman, R. J. (1999). Manual of Forecasting: Methods and
Applications. https://doi.org/10.13140/RG.2.1.2528.4880

28
Maksum, M. W. (2019). Model Regresi Semiparametrik Spline untuk Data
Longitudinal pada Kasus Penderita Demam Berdarah Dengue di Kota
Makassar. eprints.unm.ac.id. http://eprints.unm.ac.id/13931/
Mankiw, N. G. (2006). Principles of Macroeconomics (fourth edi). Steve Momper.
Montgomery, D. C., Jennings, C. L., & Kulahci, M. (2015). Introduction To Time
Series Analysis And Forecasting (2nd ed.). John Wiley &Sons, Inc.
Muhammad, A. (2004). Tafsir Ibnu Katsiir. Pustaka Imam Asy-Syafi’i.
Nasution, D. A., Khotimah, H. H., & Chamidah, N. (2019). Perbandingan
Normalisasi Data untuk Klasifikasi Wine Menggunakan Algoritma K-NN.
Computer Engineering, Science and System Journal, 4(1), 78.
https://doi.org/10.24114/cess.v4i1.11458
Permana, I., & Salisah, F. N. (2022). Pengaruh Normalisasi Data Terhadap
Performa Hasil Klasifikasi Algoritma Backpropagation. IJIRSE: Indonesian
Journal of Informatic Research and Software Engineering, 2(1), 67–72.
Rahmawati, A. S., Ispriyanti, D., & Warsito, B. (2017). Pemodelan Kasus
Kemiskinan Di Jawa Tengah Menggunakan Regresi Nonparametrik Metode
B-spline. Jurnal Gaussian.
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/gaussian/article/view/14758
Ruppert, D., Wand, M. P., & Carroll, R. J. (2003). Semiparametric Regression.
Cambridge University Press. https://doi.org/10.1017/CBO9780511755453
Salam, N. (2013). Estimasi Likelihood Maximum Penalized dari Model Regresi
Semiparametrik. Prosiding Seminar Nasional Statistika Universitas ….
http://eprints.undip.ac.id/40367/
Shofiyah, F., & Sofro, A. (2018). Analisis Regresi Linier Multivariat pada
Kandungan Daun Tembakau. Jurnal Ilmiah Matematika, 6(2).
Silaban, B., Suharto, A., & Yusman. (2021). Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi,
Jumlah Uang Beredar Dan Tingkat Bunga Terhadap Ekonomik Eksposur
Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2005
- 2015 Dengan Inflasi Sebagai Variabel Intervening. 2, 1–16.
https://doi.org/https://doi.org/10.31253/aktek.v13i2.928
Similä, T., & Tikka, J. (2007). Input selection and shrinkage in multiresponse linear
regression. Computational Statistics & Data Analysis, 52(1), 406–422.

29
https://doi.org/10.1016/j.csda.2007.01.025
Spivak, M. (2018). calculus (Third Edit). Library o Congress Catalog Card Number
90-82517.
Suwarno, S. S. (2023). Regresi Nonparametrik B-Spline untuk Memodelkan Inflasi
di Indonesia. UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
Suyono. (2015). Analisis Regresi untuk Penelitian. Deepublish.
Toruan, R. L. (2018). Pengujian Hipotesis Simultan Parameter Model Regresi
Nonparametrik Spline Truncated pada data Longitudinal.
Walpole, R. (1982). Pengantar Statistika Edisi Ke-3. Gramedia Pustaka Utama.
Wei, W. W. S. (2006). Time Series Analysis : Univariate and Multivariate Methods
(second). Pearson Addison Wesley.
Wulandary, S., & Purnama, D. I. (2020). Perbandingan Regresi Nonparametrik
kernel NWE dan B-Spline pada Pemodelan Rata Rata Lama Sekolah dan
Pengeluaran Perkapita di Indonesia. Jambura Journal of Probability.
https://ejurnal.ung.ac.id/index.php/jps/article/view/7501
Yuniartika, Y., Kusnandar, D., Mara, M. N., & Validation, C. (2013). Penentuan
Generalized Cross Validation (GCV) sebagai Kriteria dalam Pemilihan
Model Regresi B-Spline Terbaik. 02(2), 121–126.
Yusri, F. (2016). Analisis Pengaruh Jumlah Uang Beredar terhadap Inflasi di
Provinsi Aceh [Universitas Teuku Umar]. www.utu.ac.id

30

Anda mungkin juga menyukai