Anda di halaman 1dari 16

TUGAS MATA KULIAH ULUMUL QUR’AN

“KODIFIKASI AL-QUR’AN”

Disusun Oleh :

Andi Risky Harahap (21911011)

Muhammad Nur Fadli (21911045)

Dosen Pengampu : Ust Heriansyah, M.Pd.

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH DARUL FATTAH

2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas segala rahmat dan
dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik
dan berjalanan dengan lancar.

Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Ust. Heriansyah. selaku Dosen
Pengampu mata kuliah Ulumul Quran, kepada kedua orang tua, dan kepada rekan-
rekan yang sudah membantu kami menyelesaikan laporan akhir ini

Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini yakni untuk membahas terkait
Kodifikasi Al-Quran. Dengan makalah ini diharapkan kami dan para pembaca
dapat menambah pengetahuan dan pemahaman yang lebih luas.

Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan masukan yang bersifat
membangun demi perkembangan yang lebih baik kedepannya. Akhir kata, semoga
makalah ini bermanfaat bagi para pembaca dan kami sendiri khususnya.

Bandarlampung, 05 November 2021

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I Pendahuluan.........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................2
1.3 Tujuan.....................................................................................................................2
BAB II Pembahasan.........................................................................................................3
2.1 Pengertian Kodifikasi Al-Qur’an..........................................................................3
2.2 Sejarah Kodifikasi Al-Quran................................................................................3
2.2.1 Pada Masa Nabi Muhammad.........................................................................3
2.2.2 Pada Masa Abu Bakar....................................................................................5
2.2.3 Pada Masa Umar bin Khattab........................................................................7
2.2.4 Pada Masa Utsman..........................................................................................7
2.3 Perbedaan Antara Proses Kodifikasi Pada Masa ‘Utsman dan Abu Bakar......8
2.4 Mushaf Utsmani.....................................................................................................9
BAB III Penutup............................................................................................................11
Kesimpulan.................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................12
BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah

Al-Qur’an sebagaimana yang dimiliki umat Islam sekarang ternyata


mengalami proses sejarah yang cukup panjang dan upaya penulisan dan
pembukuan (kodifikasi). Pada zaman Nabi Muhammad SAW, Al-Qur’an belum
dibukukan ke dalam satu mushaf. Tetapi masih terpisah-pisah penulisannya .Al-
Qur’an baru ditulis dalam menggunakan kepingan-kepingan tulang, pelapah-
pelapah kurma, lempengan batu-batu dan lain-lain, yang sesuai dengan kondisi
peradaban masyarakat waktu itu yang belum mengenal adanya alat-alat tulis
menulis, seperti kertas dan pensil.

Pada hakikatnya Allah menjamin kemurnian dan kesucian Al-Qur’an,


selamat dari usaha-usaha pemalsuan, penambahan atau pengurangan-pengurangan
sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Allah dalam surat Al-Hijr:9 dan juga
dalam surat Al-Qiyamah: 17-19. Dalam catatan sejarah dapat dibuktikan bahwa
proses kodifikasi dan penulisan Al-Qur’an dapat menjamin kesuciannya secara
meyakinkan. Al-Qur’an ditulis sejak Nabi masih hidup.Begitu wahyu turun
kepada Nabi, Nabi Muhammad SAW langsung memerintahkan para sahabat
penulis wahyu untuk menuliskannya secara hati-hati. Begitu mereka tulis,
kemudian mereka hafalkan sekaligus mereka amalkan.

Usaha pengumpulan dan kodifikasi Al-Qur’an telah dimulai sejak masa


Rasulullah SAW. Secara resmi kodifikasi Al-Qur’an dimulai pada masa khalifah
Abu Bakar bin Khattab. Pada masa khalifah Utsman, Al-Qur”an kemudian
diseragamkan tulisan dan bacaannya demi menghindari beberapa hal. Mushaf
yang diseragamkan inilah yang kemudian dikenal dengan mushaf Utsmani.
Mushaf Utsmani kemudian diberi harakat dan tanda baca pada masa Ali bin Abi
Thalib. Ada beberapa perbedaan tentang urutan ayat maupun surah seperti yang

1
2

dicantumkan dalam mushaf Utsmani, hal ini dikarenakan perbedaan pendapat para
penghapal Al-Qur’an dan karena turunnya Al-Qur’an memang tidak berurutan
seperti yang terdapat dalam mushaf Utsmani.
Makalah ini akan menguraikan tentang sejarah kodifikasi Al-Qur’an dari
masa Rasulullah, masa Abu Bakar, masa Utsman bin Affan dan perbedaan
kodifikasi antara masa Abu Bakar dan masa Utsman bin Affan.

1.2 Rumusan Masalah

- Apa pengertian Kodifikasi Al-Qur’an?


- Bagaimana sejarah pengumpulan dan pencetakan Al-Qur’an?

1.3 Tujuan

- Mengetahui pengertian Kodifikasi Al-Qur’an


- Mengetahui sejarah pengumpulan dan pencetakan Al-Qur’an
BAB II

Pembahasan

2.1 Pengertian Kodifikasi Al-Qur’an

Sebagai umat muslim yang mengimani kitab Al-Qur’an, sudah seharusnya


kita sebagai umat muslim tau dan paham mengenai sejarah-sejarah Al-Qur’an.
Mushaf Al-Quran yang saat ini telah melampaui perjalanan yang sangat panjang
dengan kurun waktu yang tidak singkat, yaitu lebih dari 1400 tahun silam dan
tentunya memiliki banyak sejarah yang menarik untuk dibahas. Salah satunya
adalah kodifikasi Al-Qur’an.
Kodifikasi Al-Qur’an merupakan salah satu sejarah Al-Qur’an yang dapat
diartikan sebagai usaha untuk mengumpulkan ayat, maupun surah yang telah
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Usaha pengumpulan Al-Quran ini
telah dilaksanakan mulai pada zaman Nabi Muhammad SAW hingga pada zaman
kekhalifahan Utsman Bin Affan RA. Tentunya usaha pengumpulan ini memiliki
tujuan yang diinginkan, yaitu agar ayat dan surah dalam Al-Quran dapat terus
terjaga dan tidak berserakan, kemudian menjaga ayat-ayat tersebut agar tidak
hilang dikarenakan banyak dari penghapal Al-Qur’an yang gugur di medan perang
dan masih banyak lagi.

2.2 Sejarah Kodifikasi Al-Quran

2.2.1 Pada Masa Nabi Muhammad

Pengumpulan Al-Qur’an pada zaman Nabi Muhammad SAW ditempuh dengan


dua cara:

2.2.1.1 : al Jam'u fis Sudur

3
4

Para sahabat langsung menghafalnya diluar kepala setiap kali Nabi


Muhammad SAW menerima wahyu. Hal ini bisa dilakukan oleh mereka dengan
mudah terkait dengan kultur (budaya) orang arab yang menjaga Turast
(peninggalan nenek moyang mereka diantaranya berupa syair atau cerita) dengan
media hafalan dan mereka sangat masyhur dengan kekuatan daya hafalannya.

2.2.1.2 : al Jam'u fis Suthur


Yaitu wahyu turun kepada Nabi Muhammad SAW ketika beliau berumur
40 tahun yaitu 12 tahun sebelum hijrah ke madinah. Kemudian wahyu terus
menerus turun selama kurun waktu 23 tahun berikutnya dimana Nabi Muhammad
SAW setiap kali turun wahyu kepadanya selalu membacakannya kepada para
sahabat secara langsung dan menyuruh mereka untuk menuliskannya sembari
melarang para sahabat untuk menulis hadis-hadis beliau karena khawatir akan
bercampur dengan Al-Qur’an. Nabi Muhammad SAW bersabda "Janganlah kalian
menulis sesuatu dariku kecuali Al-Qur’an, barangsiapa yang menulis sesuatu
dariku selain Al-Qur’an maka hendaklah ia menghapusnya.
Biasanya sahabat menuliskan Al-Qur’an pada media yang terdapat pada
waktu itu berupa ar-Riqa' (kulit binatang), al-Likhaf (lempengan batu), al-Aktaf
(tulang binatang), al-`Usbu ( pelepah kurma). Sedangkan jumlah sahabat yang
menulis Al-Qur’an waktu itu mencapai 40 orang. Adapun hadis yang menguatkan
bahwa penulisan Al-Qur’an telah terjadi pada masa Nabi Muhammad SAW
adalah hadis yang di Takhrij (dikeluarkan) oleh al-Hakim dengan sanadnya yang
bersambung pada Anas r.a., ia berkata: "Suatu saat kita bersama Nabi Muhammad
SAW dan kita menulis Al-Qur’an (mengumpulkan) pada kulit binatang ".
Dari kebiasaan menulis Al-Qur’an ini menyebabkan banyaknya naskah-
naskah (manuskrip) yang dimiliki oleh masing-masing penulis wahyu,
diantaranya yang terkenal adalah: Ubay bin Ka'ab, Abdullah bin Mas'ud, Mu'adz
bin Jabal, Zaid bin Tsabit dan Salin bin Ma'qal. Adapun hal-hal yang lain yang
bisa menguatkan bahwa telah terjadi penulisan Al-Qur’an pada waktu itu adalah
Nabi Muhammad SAW melarang membawa tulisan Al-Qur’an ke wilayah musuh.
Nabi Muhammad SAW bersabda: "Janganlah kalian membawa catatan Al-Qur’an
5

kewilayah musuh, karena aku merasa tidak aman (khawatir) apabila catatan Al-
Qur’an tersebut jatuh ke tangan mereka”.

Kisah masuk islamnya sahabat `Umar bin Khattab r.a. yang disebutkan
dalam buku-bukus sejarah bahwa waktu itu `Umar mendengar saudara
perempuannya yang bernama Fatimah sedang membaca awal surah Thaha dari
sebuah catatan (manuskrip) Al-Qur’an kemudian `Umar mendengar, meraihnya
kemudian memba-canya, inilah yang menjadi sebab ia mendapat hidayah dari
Allah sehingga ia masuk islam. Sepanjang hidup Nabi Muhammad SAW Al-
Qur’an selalu ditulis bilamana beliau mendapat wahyu karena Al-Qur’an
diturunkan tidak secara sekaligus tetapi secara bertahap.

2.2.2 Pada Masa Abu Bakar

Sepeninggal Rasulullah SAW, istrinya `Aisyah menyimpan beberapa


naskah catatan (manuskrip) Al-Qur’an, dan pada masa pemerintahan Abu Bakar
r.a terjadilah Jam'ul Quran yaitu pengumpulan naskah-naskah atau manuskrip Al-
Qur’an yang susunan surah-surahnya menurut riwayat masih berdasarkan pada
turunnya wahyu (hasbi tartibin nuzul). Imam Bukhari meriwayatkan dalam
shahihnya sebab-sebab yang melatarbelakangi pengumpulan naskah-naskah Al-
Qur’an yang terjadi pada masa Abu Bakar yaitu Atsar yang diriwatkan dari Zaid
bin Tsabit r.a. yang berbunyi: " Suatu ketika Abu bakar menemuiku untuk
menceritakan perihal korban pada perang Yamamah , ternyata Umar juga
bersamanya. Abu Bakar berkata :" Umar menghadap kapadaku dan mengatakan
bahwa korban yang gugur pada perang Yamamah sangat banyak khususnya dari
kalangan para penghafal Al-Qur’an, aku khawatir kejadian serupa akan menimpa
para penghafal Al-Qur’an di beberapa tempat sehingga suatu saat tidak akan ada
lagi sahabat yang hafal Al-Qur’an, menurutku sudah saatnya engkau wahai
khalifah memerintahkan untuk mengumpul-kan Al-Qur’an, lalu aku berkata
kepada Umar : " bagaimana mungkin kita melakukan sesuatu yang tidak pernah
dilakukan oleh Rasulullah SAW ?" Umar menjawab: "Demi Allah, ini adalah
sebuah kebaikan".
6

Selanjutnya Umar selalu saja mendesakku untuk melakukannya sehingga


Allah melapangkan hatiku, maka aku setuju dengan usul umar untuk
mengumpulkan Al-Qur’an. Zaid berkata: Abu bakar berkata kepadaku : "engkau
adalah seorang pemuda yang cerdas dan pintar, kami tidak meragukan hal itu,
dulu engkau menulis wahyu (Al-Qur’an) untuk Rasulullah SAW, maka sekarang
periksa dan telitilah Al-Qur’an lalu kumpulkanlah menjadi sebuah mushaf". Zaid
berkata : " Demi Allah, andaikata mereka memerintahkan aku untuk memindah
salah satu gunung tidak akan lebih berat dariku dan pada memerintahkan aku
untuk mengumpulkan Al-Qur’an. Kemudian aku teliti Al-Qur’an dan
mengumpulkannya dari pelepah kurma, lempengan batu, dan hafalan para sahabat
yang lain".
Kemudian Mushaf hasil pengumpulan Zaid tersebut disimpan oleh Abu
Bakar, peristiwa tersebut terjadi pada tahun 12 H. Setelah ia wafat disimpan oleh
khalifah sesudahnya yaitu Umar, setelah ia pun wafat mushaf tersebut disimpan
oleh putrinya dan sekaligus istri Rasulullah SAW yang bernama Hafsah binti
Umar r.a.
Semua sahabat sepakat untuk memberikan dukungan mereka secara penuh
terhadap apa yang telah dilakukan oleh Abu bakar berupa mengumpulkan Al-
Qur’an menjadi sebuah Mushaf. Kemudian para sahabat membantu meneliti
naskah-naskah Al-Qur’an dan menulisnya kembali. Sahabat Ali bin Abi thalib
berkomentar atas peristiwa yang bersejarah ini dengan mengatakan : " Orang yang
paling berjasa terhadap Mushaf adalah Abu bakar, semoga ia mendapat rahmat
Allah karena ialah yang pertama kali mengumpulkan Al-Qur’an, selain itu juga
Abu bakarlah yang pertama kali menyebut Al-Qur’an sebagai Mushaf). Menurut
riwayat yang lain orang yang pertama kali menyebut Al-Qur’an sebagai Mushaf
adalah sahabat Salim bin Ma'qil pada tahun 12 H lewat perkataannya yaitu :
"Kami menyebut di negara kami untuk naskah-naskah atau manuskrip Al-Qur’an
yang dikumpulkan dan di bundel sebagai MUSHAF" dari perkataan salim inilah
Abu bakar mendapat inspirasi untuk menamakan naskah-naskah Al-Qur’an yang
telah dikumpulkannya sebagai al-Mushaf as Syarif (kumpulan naskah yang
mulya). Dalam Al-Qur’an sendiri kata Suhuf (naskah ; jama'nya Sahaif) tersebut 8
7

kali, salah satunya adalah firman Allah QS. Al Bayyinah (98):2 " Yaitu seorang
Rasul utusan Allah yang membacakan beberapa lembaran suci. (Al-Qur’an)".

2.2.3 Pada Masa Umar bin Khattab

Tidak ada perkembangan yang signifikan terkait dengan kodifikasi Al-


Qur’an yang dilakukan oleh khalifah kedua ini selain melanjutkan apa yang telah
dicapai oleh khalifah pertama yaitu mengemban misi untuk menyebarkan islam
dan mensosialisasikan sumber utama ajarannya yaitu Al-Qur’an pada wilayah-
wilayah daulah islamiyah baru yang berhasil dikuasai dengan mengirim para
sahabat yang kredibilitas serta kapasitas ke-Al-Qur’anan-nya bisa
dipertanggungjawabkan Diantaranya adalah Muadz bin Jabal, `Ubadah bin
Shamith dan Abu Darda'.

2.2.4 Pada Masa Utsman

Pada masa pemerintahan Usman bin 'Affan terjadi perluasan wilayah islam
di luar Jazirah arab sehingga menyebabkan umat islam bukan hanya terdiri dari
bangsa arab saja ('Ajamy). Kondisi ini tentunya memiliki dampak positif dan
negatif. Salah satu dampaknya adalah ketika mereka membaca Al-Qur’an, karena
bahasa asli mereka bukan bahasa arab. Fenomena ini di tangkap dan ditanggapi
secara cerdas oleh salah seorang sahabat yang juga sebagai panglima perang
pasukan muslim yang bernama Hudzaifah bin al-yaman. Imam Bukhari
meriwayatkan dari Anas r.a. bahwa suatu saat Hudzaifah yang pada waktu itu
memimpin pasukan muslim untuk wilayah Syam (sekarang syiria) mendapat misi
untuk menaklukkan Armenia, Azerbaijan (dulu termasuk soviet) dan Iraq
menghadap Usman dan menyampaikan kepadanya atas realitas yang terjadi
dimana terdapat perbedaan bacaan Al-Qur’an yang mengarah kepada perselisihan.
Ia berkata : "wahai usman, cobalah lihat rakyatmu, mereka berselisih gara-gara
bacaan Al-Qur’an, jangan sampai mereka terus menerus berselisih sehingga
menyerupai kaum yahudi dan nasrani ".
Lalu Usman meminta Hafsah meminjamkan Mushaf yang di pegangnya
8

untuk disalin oleh panitia yang telah dibentuk oleh Usman yang anggotanya
terdiri dari para sahabat diantaranya Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa'id
bin al'Ash, Abdurrahman bin al-Haris dan lain-lain.[3] Kodifikasi dan penyalinan
kembali Mushaf Al-Qur’an ini terjadi pada tahun 25 H, Usman berpesan apabila
terjadi perbedaan dalam pelafalan agar mengacu pada Logat bahasa suku Quraisy
karena Al-Qur’an diturunkan dengan gaya bahasa mereka.[4] Setelah panitia
selesai menyalin mushaf, mushaf Abu bakar dikembalikan lagi kepada Hafsah.
Selanjutnya Usman memerintahkan untuk membakar setiap naskah-naskah dan
manuskrip Al-Qur’an selain Mushaf hasil salinannya yang berjumlah 6 Mushaf
Mushaf hasil salinan tersebut dikirimkan ke kota-kota besar yaitu Kufah,
Basrah, Mesir, Syam dan Yaman. Usman menyimpan satu mushaf untuk ia
simpan di Madinah yang belakangan dikenal sebagai Mushaf al-Imam. Tindakan
Usman untuk menyalin dan menyatukan Mushaf berhasil meredam perselisihan
dikalangan umat islam sehingga ia manual pujian dari umat islam baik dari dulu
sampai sekarang sebagaimana khalifah pendahulunya Abu bakar yang telah
berjasa mengumpulkan Al-Qur’an. Adapun Tulisan yang dipakai oleh panitia
yang dibentuk Usman untuk menyalin Mushaf adalah berpegang pada Rasm
alAnbath tanpa harakat atau Syakl (tanda baca) dan Nuqath (titik sebagai pembeda
huruf).

2.3 Perbedaan Antara Proses Kodifikasi Pada Masa ‘Utsman dan Abu Bakar

Perbedaan antara proses kodifikasi pada masa ‘Utsman dan Abu Bakar,
bahwa tujuan pengkodifikasian al-Qur’an pada masa Abu Bakar radliyallâhu
‘anhu adalah menghimpun al-Qur’an secara keseluruhan dalam satu Mushhaf
sehingga tidak ada satupun yang tercecer tanpa mendorong orang-orang agar
bersatu dalam satu Mushhaf saja, dan hal ini dikarenakan belum tampak implikasi
yang signifikan dari adanya perbedaan seputar Qirâ`at sehingga mengharuskan
tindakan ke arah itu. Sementara tujuan kodifikasi pada masa ‘Utsman adalah
menghimpun al-Qur’an secara keseluruhan dalam satu Mushhaf namun
mendorong orang-orang agar bersatu dalam satu Mushhaf saja. Hal ini, karena
9

adanya implikasi yang sangat mengkhawatirkan dari beragam versi Qirâ`ah


tersebut.
Jerih payah pengkodifikasian ini ternyata membuahkan mashlahat yang
besar bagi kaum Muslimin, yaitu bersatu-padunya umat, bersepakatnya kata serta
terbitnya suasana keakraban diantara mereka. Dengan terciptanya hal tersebut,
maka kerusakan besar yang ditimbulkan oleh perpecahan umat, tidak bersepakat
dalam satu kata serta menyeruaknya kebencian dan permusuhan telah dapat
dibuang jauh-jauh. Hal seperti ini terus berlanjut hingga hari ini, kaum Muslimin
bersepakat atasnya, diriwayatkan secara mutawatir diantara mereka melalui proses
transfer dari generasi tua kepada generasi muda dengan tanpa tersentuh oleh
tangan-tangan jahat dan para penghamba hawa nafsu.

2.4 Mushaf Utsmani

Dahulunya, Al-Qur’an tidaklah ditulis tapi dihafal, adapun ditulis itu


karena ada orang-orang dari luar arab, yang tidak mengerti tentang bahasa arab
maka dijadikanlah Al-Qur’an itu ditulis. Al-Qur’an tidaklah berbeda, bahkan
rasulullah bersabda, bahwa Al-Qur’an itu diturunkan dengan tujuh huruf yang
berarti ada tujuh cara membacanya. Nah, dari sinilah masalah ini akhirnya
membesar. Pada saat Islam sudah menyebar ke berbagai penjuru dunia, mulai dari
Spanyol, Persia sampai daratan Rusia, Al-Qur’an ini mulai banyak orang yang
membacanya berbeda. Sampai suatu saat ada dua umat yang saling menyalahkan
bacaan, dan memang barangsiapa yang memalsukan Al-Qur’an pada waktu itu
(masih jaman sahabat, sepeninggal rasulullah) maka hukumannya adalah penggal.
Maka para shahabat tak main-main dengan urusan ini. Dua orang yang
sedang bertengkar itu berasal dari Madinah yang satu dari Persia. Dan ketika
mereka kemudian menghadap kepada khalifah saat itu (ustman bin Affan) maka
Ustman mendengarkan kedua bacaan itu dan tak ada yang salah dari bacaan itu,
namun karena perselisihan sudah banyak dan orang-orang saling menyalahkan
maka satu-satunya cara adalah dengan menulis Al Qur'an tersebut dalam satu cara
baca. Sebelumnya Al Qur'an sudah dibukukan, tapi masih terpisah dan ada tujuh
cara baca. Dari sinilah kemudian para pembesar-pembesar shahabat berunding,
10

kira-kira ejaan yang manakah yang akan dijadikan sebagai satu-satunya bacaan
yang dipakai di dalam Al Qur'an. Saat itulah Ustman mengatakan , "Allah telah
meridhai kaum muhajirin dan Anshar, dan mereka juga telah ridha kepada Allah,
maka kita memakai cara bacanya kaum muhajirin dan Anshar".
Maka setelah itu dibukukanlah Al Qur'an dengan cara bacaan kaum
muhajirin dan Anshar seperti yang kita terima sampai sekarang. Dan mushaf yang
disusun oleh Ustman itu dikenal sebagai Mushaf ustmani. Sebelumnya mushaf itu
tidak ada harakat, fathah, dhomah, atau kasrah, baru ada tanda baca itu pada
zaman Ali bin Abi Thalib. Tidak aneh kalau mushaf ustmani adalah satu-satunya
yang disyahkan. setelah dibukukannya Al Qur'an dan dituliskan mushaf ustmani
itu para shahabat tak ada perselisihan lagi. Dan Mushaf-mushaf itu dikirim ke
beberapa negara. 3 dikirim keluar negeri satu tinggal di Makkah.
11
BAB III

Penutup

Kesimpulan

Perbedaan kodifikasi Al-quran pada masa Abu Bakar dan Utsman adalah

Pada masa Khalifah Abu Bakar, motivasi pengumpulan Al Qur’an pada


zaman ini ialah upaya memelihara Al Qur’an dari kepunahannya dengan wafatnya
orang-orang yang membaca dan menghapalnya. Penulisan dilakukan untuk
menghimpun dan menyalin kembali catatan-catatan Al Qur’an menjadi sebuah
mushaf. Tertib suratnya menurut turunnya wahyu.
Pada masa Khalifah Utsman bin Affan motivasi untuk mengumpulkan Al
Qur’an ialah banyaknya perbedaan bacaan Al Qur’an yang meluas ke segenap
penjuru negeri dan telah mengakibatkan perselisihan sengit antar kaum muslimin.
Beliau mengambil jalan tengah untuk menulis Al Qur’an dengan dialek bahasa
Qurasy dengan alasan bahwa Al Qur’an di turunkan dengan bahasa mereka,
meskipun tujuh bacaan ini terdiri dari beberapa bahasa.

12
DAFTAR PUSTAKA

Amal, Taufik Adnan, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an. Yogyakarta : Forum kajian


dan Budaya, 2001.
Hasan, Ali, Sejarah dan Metodologi Tafsir, terj Arkom. Jakarta: Rajawali, 1992.
Shalih, Subhi, Membahas Ilmu-Ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Firdaus,1990.
Al Qattan, Manna Khalil. Study Ilmu Alqur’an. Jakarta: Litera Antarnusa. 1994

13

Anda mungkin juga menyukai