Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH Peluang dan kendala pengembang ekonoml lslam di indonesia

FILSAFAT ILMU

Anita Rahmawati 10423019 Ekonomi Islam

FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA 2011

Peluang dan kendala pengembang ekonoml lslam di indonesia A.Pendahuluan 1. Latar belakang Dewasa ini masih banyak kalangan yang melihat Islam secara parsial dimana Islam hanya diwujudkan dalam bentuk ritualisme ibadah semata dan menganggap bahwa Islam tidak ada kaitannya dengan dunia perbankan, pasar modal, asuransi, transaksi eksport import. Bahkan mereka beranggapan bahwa Islam dengan sistem nilai dan tatanan normatifnya sebagai penghambat perekonomian suatu bangsa, sebaliknya kegiatan ekonomi dan keuangan akan semakin meningkat dan berkembang bila dibebaskan dari nilai-nilai normatif dan ketentuan Ilahi. Cara pandang di atas bisa dikatakan sempit dan belum melihat Islam secara kaffah.Islam adalah agama yang universal, bagi mereka yang dapat memahami dan melaksanakan ajaran Islam secara utuh dan total akan sadar bahwa sistem perekonomian akan tumbuh dan berkembang dengan baik bila didasari oleh nilai-nilai dan prinsip syariah Islam, dalam penerapannya pada segenap aspek kehidupan bisnis dan transaksi ummat. Sistem Perekonomian Islam bersifat universal artinya dapat digunakan oleh siapapun tidak terbatas pada umat Islam saja,dalam bidang apapun serta tidak dibatasi oleh waktu ataupun zaman sehingga cocok untuk diterapkan dalam kondisi apapun asalkan tetap berpegang pada kerangka kerja atau acuan norma-norma islami. Al-Quran dan Al-Hadits merupakan landasan hukum yang lengkap dalam mengatur segala aspek kehidupan ummat, khususnya di bidang ekonomi antara lain: - Islam dirancang sebagai rahmat untuk seluruh ummat, menjadikan kehidupan lebih sejahtera dan bernilai, tidak miskin dan tidak menderita (Q.S. Al-Anbiya: 107). - Harta adalah amanat Allah, untuk mendapatkan dan memanfaatkannya harus sesuai dengan ajaranIslam(Q.Q.Al-Anfal:28). - larangan menjalankan usaha yang haram(Q.S.Al-Baqarah:273-281). - Larangan merugikan orang lain (Q.S.Asy-Syuara:183). - Kesaksian dalam muamalah (Q.S.Al-Baqarah:282-283),dll. Anggapan tersebut telah terbukti dengan adanya krisis ekonomi dan moneter yang melanda Indonesia dan Asia beberapa waktu yang lalu bahwa sistem yang kita anut dan dibanggakan selama ini khususnya di bidang perbankan kiranya tidak mampu untuk menanggulangi dan mengatasi kondisi yangada, bahkan terkesan sistem yang ada saat ini dengan tidak adanya nilainilai Ilahi yang melandasi operasional perbankan dan lembaga keuangan lainnya sebagai penyebab tumbuh dan berkembangnya perampok berdasi yang telah menghancurkan sendisendi perekonomian bangsa Indonesia sendiri. Sebaliknya bagi dunia perbankan dan lembaga keuangan Islam yang dalam operasionalnya bersendi pada Syariah Islam, krisis ekonomi dan moneter yang terjadi merupakan moment positif dimana bisa menunjukkan dan memberikan bukti secara nyata dan jelas kepada dunia perbankan khususnya bahwa Bank yang berlandaskan Syariah Islam tetap dapat hidup dan berkembang dalam kondisi ekonomi yang tidak menguntungkan.

Dengan bukti di atas, sudah saatnya bagi para penguasa negara, alim ulama dan cendekiawan muslim Indonesia untuk membuka mata dan merubah cara pandang yang ada bahwa Sistem Perbankan Syariah merupakan alternatif yang cocok untuk ditumbuh kembangkan dalam dunia perbankan Indonesia dewasa ini. Namun disayangkan perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia terkesan lambat dan kurang dikelola secara serius, terbukti dari data yang diperoleh dari BI Surabaya per Maret 2000 jumlah BPR Konvensional yang ada di Jawa Timur mencapai 427 sedangkan BPR Syariah baru mencapai 6 (1,4%), dimana 5 diantaranya tergolong sehat dan 1 kurang sehat. Kurang berkembangnya Sistem Perekonomian Islam, khususnya Perbankan Syariah di Indonesia terletak pada umat Islam sendiri. Masih banyak umat Islam di Indonesia yang belum paham akan ekonomi Islam ataupun tidak menjalankan sebagaimana mestinya, banyak diantaranya yang merasa takut menjadi miskin karenanya, padahal dalam Q.S Al-Baqarah : 268 dikatakan: "Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir), sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui". Apabila perekonomian di Indonesia telah didasari oleh norma-norma Islam tentunya tidak akan ditemukan kemiskinan ataupun penurunan taraf hidup dan perekonomian ummat seperti yang terjadi saat ini. Dalam makalah ini penulis lebih memfokuskan pada perkembangan Perbankan Syariah sebagai sub unit financial yang merupakan bagian dari sub sistem ekonomi ditinjau dari mitos dan kenyataan yang terjadi dalam prakteknya, serta peranan Perguruan Tinggi sebagai sub sistem pendidikan dalam kaitannya dengan sub sistem ekonomi. 2. Rumusan masalah a. Pengembangan ekonomi dan prospek kedepanya? b. Kendala perbangkan syariah? c. Keterkaitan Institusi Pendidikan dalam Pengembangan Perbankan Syariah?

B. PEMBAHASAN 1. Pengembangan ekonomi dan prospek kedepanya

Sistem ekonomi Islam atatu sering pula disebut ekonomi (yang berdasarkan) Syariah saat ini telah mengalami perkembangan yang kian pesat dan cukup menarik, terutama sangat dirasakan pada sektor keuangan dan perbankan.Berbagai forum untuk merespons perkembangan baik pemikiran maupun prakteknya telah dilaksanakan di berbagai penjuru dunia. Di Indonesia, response serupa juga terjadi secara substansial. Baru saja kita menjadi saksi sebuah konferensi internasional yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia, pada tanggal 30 September-2 Oktober dengan cukup sukses. Serangkaian events berskala internasional lainnya adalah di Surabaya, menyambut berdirinya Masyarakat Ekonomi Syariah Jawa Timur, tanggal 3 Oktober, disusul oleh Pelatihan Internasional pada tanggal 6-10 di Muamalat Institute Jakarta, kemudian tanggal 8-10 Oktober Seminar, di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Selanjutnya disusul dengan Pelatihan Lanjutan dan Lokakarya Nasional Sistem Perbankan dan Keuangan Syariah (Advanced Training and National Workshop I on Shariah Banking and Finance), pada tanggal 13-19 Oktober dengan pembicara dan desain forum secara internasional. Antara momentum besar pada awal tahun ini adalah Simposium Nasional Ekonomi Islami di Malang yang baru saja selesai (28 dan 29 April 2004) Persoalan kita adalah, cukupkah seminar-seminar itu dilaksanakan tanpa ada sembarang upaya tindak lanjut yang memadai untuk pengembangan sebuah sistem perekenomian yang berdasar Syariah? Rasanya tidak. Upaya pembumian sistem ekonomi Syariah harus tetap dilakukan secara serius, melalui berbagai diskursus, pelatihan, perkuliahan dan bahkan di sekolah-sekolah rendah hingga menengah juga perlu di kembangkan. Pengembangan berikutnya juga menuntut keseriusan masyarakat dalam melaksanakan praktek-praktek ekonomi Islam secara lebih serius. Hanya dengan inilah kita akan mampu menegakkannya. Tulisan ringkas ini sekedar memberikan gambaran tentang perkembangan pemikiran, pengajaran maupun pengembangan sistem ekonomi berdasar Syariah, tanpa harus mengkonsentrasikan pada sektor tertentu, atau dalam hal ini keuangan danperbankan. Dalam menghadapi perkembangan dunia modern, pengajaran ekonomi Islam baik dalam arti ilmu maupun sistemnya tampak mengalami kemajuan yang cukup berarti. Adalah kewajiban ummat Islam untuk lebih memperkembangkannya menjadi suatu kenyataan yang menanjikan solusi alternatif sehingga dapat berfungsi sebagai mana janji Islam, yaitu sebagai rahmatan lilalamin. Oleh karenanya secara sistemik, baik pemerintah maupun masyarakat haruslah berupaya untuk menegakkan tiang pancang sistem perekonomian melalui aktifitas-aktifitas ekonomi yang

mengacu pada kebenaran Syariah. Prinsip-prinsip aturannya secara garis besar telah tersusun dalam kaidah-kaidah metodologis usul-fiqh. Sedangkan rumusan-rumusan aplikasinya tertuang dalam fiqh muamalat yang didukung oleh fakta sejarah sejak zaman Rasulullah beserta para sahabat hingga sekarang. Perilaku ekonomi setiap Muslim harus mencerminkan sikap ajarannya yang penuh dengan keluhuran nilai-nilai moral atau etika. Perbaikan etika atau yang dalam bahasa al-Qurannya disebut sebagai akhlaq merupakan wasiat utama Rasulullah yang menjadi target utama diutusnya Beliau menjadi Nabi. Maka amatlah relevan pada saat-saat sekarang ini, utamanya dalam kasus pemberantasan KKN di negeri ini, upaya penegakan ekonomi berdasarkan moral atau akhlaq menjadi prioritas bagi setiap anak bangsa khususnya ummat Islam. Bila para pemimpin bangsa masih memiliki perilaku ekonomi yang tidak lepas dari unsur KKN tersebut, tidaklah kita perlu berharap bahwa sistem ekonomi Islam akan dapat ditegakkan di negeri ini dengan baik. Penegakan nilai-nilai moral menjadi pilar utama sekaligus untuk menguji kesungguhan bangsa Indonesia bagi penerapan sistem ekonomi Syariah. Bila pilar ini secara berangsur-angsur dapat ditegakkan, maka keyakinan akan tegaknya ekonomi Islam memerlukan keseriusan lanjut tentang pengembangan wilayah berikutnya yaitu wilayah keilmuan. Hal ini selain memberikan pendidikan kepada anak bangsa, ia juga berfungsi sebagai wahana pengujian atau validasi yang bersifat saintifik bagi penemuan-penemuan empiris berupa perilaku-perilaku ekonomi yang memerlukan justifikasi ilmiah untuk dikaji lebih jauh. Dalam tataran keilmuan, sekalipun prinsip-prinsip metodologi ekonomi Islam yang bermuara pada usul fiqh dapat dikatakan tidak memerlukan perubahan yang fundamental, namun kaidahkaidah derivatifnya berupa fiqh muamalat haruslah senantiasa berubah seirama dengan pengembangan gagasan saintifik dan pembuktian empirik di lapangan. Ini demi menjaga kesegaran dan dinamika fiqh itu sendiri, sehingga sebagai ajaran Syariah, ekonomi Islam tidak kaku dan tidak ketinggalan zaman. Dengan demikian, penguasaan khazanah sejarah pengembangan pemikiran usul fiqh maupun fiqh serta penguasan teori ekonomi modern menjadi keharusan bagi para akademisi yang terlibat dalam pengembangan ekonomi Islam. Hal ini merupakan sebuah kemestian yang harus terpenuhi sebagai fardhu kifayah untuk keseluruhan anggota masyarakat dan bangsa, sebagai the first best choice Andai prakondisi tersebut susah untuk dipenuhi, setidaknya saat ini, kita memerlukan pembagian tugas antara penguasaan major dan minor untuk salah satunya dalam rangka memenuhi the second best. Para akademisi dari kalangan PT Agama Islam yang relatif menguasai Syariah, mereka diharapkan segera membekali diri dengan teori ekonomi konvensional, agar argumentasi ilmiahnya tidak terlalu tertinggal dengan para ekonom; sementara di sisi lain, para ekonom Muslim mulai membekali diri dengan pengetahuan Syariah dan fiqh, untuk menopang argumentasi yang dibangunnya. Disinilah esensi bekerjanya proses Islamisasi ilmu ekonomi

yang akan berujung pada Islamisasi perekonomian. Sekalipun pada tahap awal muncul kecurigaan bahwa bukannya Islamisasi ekonomi malahan sebaliknya justifikasi terhadap praktek-praktek ekonomi konvensioanl, sebagaimana kritik Ziauddin Sardar terhadap proses Islamisasi pengetahuan yang dilancarkan oleh Ismail al-Faruqi maupun Syed Muhammad Naquib al-Attas. Pada tahap awal tampaknya memang demikian, namun ketika proses ilmiah yang dilakukan telah berlangsung cukup lama, ditambah dengan penemuan-penemuan empirik yang mendukung terbangunnya sebuah sistem keilmuan Islam yang bergerak dalam bidang ekonomi semakin mendapatkan momentum yang menguntungkan, maka akan terjadi sebuah transisi dari situasi the second best menuju ke the fisrt best. Perkembangan terbaru di dunia ilmu menunjukkan bahwa ekonomi Islam telah semakin mendapat pengukuhannya. Serangkaian seminar, simposium, lokakarya dan sebagainya telah berkembang pesat sejak hampir tiga puluhan tahun terakhir di peringkat internasional, berlangsung baik di negara-negara barat seperti Amerika dan Eropa, maupun di negara-negara Muslim seperti di Timur Tengah dan di anak benua India dan Pakistan, sementara kita di Indonesia terlambat sekitar sepuluh atau bahkan dua puluh tahun. Seminar internasional ekonomi Islam secara monumental dilaksanakan pertama kali di Jeddah tahun 1976 yang merekomendasikan dibentuknya Center for Research in Islamic Economics (CREI) yang menginduk pada Universitas King Abdul Aziz di Jeddah. CREI kemudian menerbitkan jurnal berkala yang diberi nama Journal of Research in Islamic Economics (JRIE) dan sejumlah penerbitan lainnya. Beberapa tahun kemudian sejumlah lembaga-lembaga sejenis juga didirikan bagai jamur di musim hujan. Di Indonesia sendiri, sebenarnya telah dirintis oleh Departemen Agama suatu kajian tentang Islam dalam Disiplin Ilmu. Akan tetapi kajian ini sekalipun menjadi materi wajib dalam kuliah Agama Islam, tidak memperoleh sambutan yang memadai, mungkin disebabkan kurangnya rujukan-rujukan yang bersifat teoretik. Fase berikutnya, ekonomi Islam bukan saja menjadi bahan diskursus lepas di negara-negara tersebut, melainkan telah menjadi bagian dari kurikulum pendidikan ekonomi dan keuangan atau perbankan. Keuangan dan perbankan merupakan sektor paling pesat kemajuannya berikutan dengan pendirian bank-bank Syariah sejak tahun tujuh-puluhan. Diantara momentum sejarah paling bermanfaat bagi pengembangan ekonomi Islam adalah didirikannya Bank Pembangunan Islam (IDB) yang disepakati oleh Dana Moneter Internasional (IMF) pada pertengahan tahun delapan puluhan. Dalam perspektif ilmiah serta kaitannya setidaknya terdapat tiga alasan mengapa ekonomi Islam selama beberapa dekade mendatang masih berada dibawah pengaruh ekonomi konvensional.. Pertama, sesuai dengan definisi yang banyak dianut oleh para ekonom sebagai kajian ekonomi yang berbicara tentang Islam, maka ia akan terus menjadi subordinat atau bagian dari ilmu

ekonomi konvensional. Timur Kuran, seorang pemikir ekonomi Islam dari Turki berpendapat, ekonomi Islam merupakan sub-divisi dari ilmu atau kajian ekonomi, sehingga akan tetap dibawah bayang-bayang perkebangan ilmu (dan juga sistem) ekonomi konvensional. Kedua, lahirnya ekonomi Islam adalah berkembang sebagai sebuah respon atau reaksi dari ketidak-adilan penerapan ekonomi konvensional yang telah mapan, maka kehandalan ekonomi Islam dalam memberikan solusi alternatif terhadap masalah sosial-ekonomi masih dipertanyakan. Ketiga, dalam kenyataan sekarang, para ekonom Muslim memperoleh training dan pendidikan dari Barat. Mereka memperoleh status sosial yang lebih tinggi dibanding para ilmuan agama yang mencoba memberikan solusi soial-ekonomi dalam masyarakat. Ini antara lain juga disebabkan ketiadaan alat analisis matematika, statistika, dan sebagainya yang dimilikioleh para pemikir agama tersebut Bila ketiga kecenderungan ini dibiarkan, maka keberadaan ekonomi Islam bukan saja tidak akan mampu memimpin, bahkan tidak akan dapat mengimbangi laju perkembangan ekonomi konvensional. Namun kita tidak perlu pessimis. Tampaknya penerapan teori Solow yang diperkuat dengan Mankew, Romer dan Weil tentang konvergensi dalam pertumbuhan dapat berlaku, dengan sejumlah catatan. Bila dalam teori pertumbuhan konvergensi dapat berlangsung antara pertumbuhan negara-negar miskin yang mampu mengejar ketertinggalannya dari pertumbuhan di negara maju, maka teori konvergensi disini dapat dimengerti sebagai pengejaran ekonomi Islam terhadap ekonomi konvensional. Seperti diketahui bahwa laju perkembangan ekonomi Islam yang masih muda ini tampak relatif lebih dari pertumbuhan ekonomi konvensional, bila diukur berdasarkan pencapaian-pencapain teoretiknya. Ini dimungkinkan karena peminjaman berbagai alat analisa konvensional, utamanya neoklasik, sehingga keberadaannya dapat dikatakan sebagai membonceng perjalanan perkembangan ekonomi konvensional Sementara negara-negara miskin mampu menunjukkan kapabilitas sosia untuk menyerap transformasi teknologi sebagai prasyarat utama menuju pada posisi catch-up dalam teori konvergensi pertumbuhan, maka dalam hal ini pula, ekonomi Islam dapat menunjukkan kapabilitas ilmiah-nya untuk menyerap alat analisa dari ekonomi konvensional. Sebagai kesimpulan, terlepas dari kontroversi teori konvergensi dalam pertumbuhan ekonomi itu sendiri, perkembangan ekonomi Islam tampaknya kian menunjukkan arah yang memberi gambaran optimis kepada kita. Terutama setelah tampak tanda-tanda bahwa kemampuan dan kehandalan ekonomi konvensional mulai dipertanyakan dalam memberikan solusi atas berbagai krisis perekonomian dunia seperti yang terjadi khususnya di Indonesia dan Argentina. Sementara upaya pengembangan ekonomi Islam kian mendapatkan tempat di hati ummatnya. Wallahu alam. 2. Kendala Perbankan Syariah

Banyak tantangan dan permasalahan yang dihadapi dalam perkembangan Bank Syariah, terutama berkaitan dengan penerapan suatu sistem perbankan yang baru yang mempunyai sejumlah perbedaan prinsip dari sistem keuntungan yang dominan dan telah berkembang pesat di Indonesia. Permasalahan ini dapat berupa permasalahan yang bersifat operasional perbankan maupun aspek dari lingkungan makro. Beberapa kendala yang dihadapi dalam pengembangan Bank Syariah antara lain : 1.Permodalan Permasalahan pokok yang senantiasa dihadapi dalam pendirian suatu usaha adalah permodalan. Setiap ide ataupun rencana untuk mendirikan Bank Syariah sering tidak dapat terwujud sebagai akibat tidak adanya modal yang cukup untuk pendirian Bank Syariah tersebut, walaupun dari sisi niat ataupun ghiroh para pendiri relatif sangat kuat. Kesulitan dalam pemenuhan permodalan ini antara lain disebabkan karena : a. Belum adanya keyakinan yang kuat pada pihak pemilik dana akan prospek dan masa depan keberhasilan Bank Syariah, sehingga ditakutkan dana yang ditempatkan akan hilang. b. Masih kuatnya perhitungan bisnis keduniawian pada pemilik dana sehingga ada rasa keberatan jika harus menempatkan sebagian dananya pada Bank Syariah sebagai modal. c. Ketentuan terbaru tentang Permodalan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia relatif cukup tinggi. 2. Peraturan Perbankan Peraturan Perbankan yang berlaku belum sepenuhnya mengakomodir operasional Bank Syariah mengingat adanya sejumlah perbedaan dalam pelaksanaan operasional Bank Syariah dengan Bank Konvensional. Ketentuan-ketentuan perbankan yang ada kiranya masih perlu disesuaikan agar memenuhi ketentuan syariah agar Bank Syariah dapat beroperasi secara relatif dan efisien. Ketentuan-ketentuan tersebut antara lain adalah hal-hal yang mengatur mengenai : a. Instrument yang diperlukan untuk mengatasi masalah likwiditas. b. Instrument moneter yang sesuai dengan prinsip syariah untuk keperluan pelaksanaan tugas Bank Sentral. c. Standar akuntansi, audit dan pelaporan. d. Ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai prinsip kehati-hatian, dll. Ketentuan-ketentuan di atas sangat diperlukan agar Bank Syariah dapat menjadi elemen dari sistem moneter yang dapat menjalankan fungsinya secara baik dan mampu berkembang dan bersaing dengan Bank Konvensional. 3. Sumber Daya Manusia Kendala dibidang SDM dalam pengembangan Perbankan Syariah disesabkan karena sistem perbankan syari'ah masih belum lama dikenal di Indonesia. Disamping itu lembaga akademik dan pelatihan ini masih terbatas, sehingga tenaga terdidik dan berpengalaman dibidang

perbankan syariah baik dari sisi bank pelaksana maupun bank sentral (pengawas dan peneliti bank). Pengembangan SDM dibidang Perbankan Syariah sangat diperlukan karena keberhasilan pengembangan bank syariah pada level mikro sangat ditentukan oleh kualitas manajemen dan tingkat pengetahuan serta ketrampilan pengelola bank. SDM dalam perbankan syariah memerlukan persyaratan pengetahuan yang luas dibidang perbankan, memahami implementasi prinsip-prinsip syariah dalam praktek perbankan serta mempunyai komitmen kuat untuk menerapkannya secara konsisten. 4. Pemahaman Ummat Pemahaman sebagian besar masyarakat mengenai sistem dan prinsip Perbankan Syariah belum tepat, bahkan diantara ulama dan cendekiawan muslim sendiri masih belum ada kata sepakat yang mendukung keberadaan Bank Syariah, terbukti dari hasil pretest terhadap 37 Dosen Fakultas Syariah dalam acara Orientasi Perbankan yang telah dilakukan oleh Asbisindo Wilayah Jatim beberapa waktu yang lalu memberikan jawaban yang tidak konsekwen dan cenderung ragu-ragu. Dan masih adanya masyarakat yang mengaku paham akan Syariah Islam tetapi tidak mau menjalankannya seperti yang dialami oleh PT. BPR Syariah Baktimakmur Indah Sidoarjo dalam memberikan pembiayaan mudharabah dengan salah satu mitranya yang dikenal sebagai ulama yang mana sang ulama mau berbagi kerugian namun setelah untung tidak bersedia membagi keuntungannya dengan pihak Bank, yang tentunya bertentangan dengan akad yang telah disepakati di awal. Atau seorang ulama yang datang ke Bank dan menanyakan besarnya bunga atas simpanannya. Hal-hal seperti di atas merupakan kejadian nyata yang selalu dan kerap kali dialami dalam operasional bank Syariah sehari-harinya, bahkan mungkin lebih parah dari contoh-contoh di atas. Dari kalangan ulama sendiri sampai saat ini belum ada ketegasan pendapat terhadap keberadaan Bank Syariah, kekurangtegasan tersebut antara lain disebabkan karena : a. Kurang komprehensifnya informasi yang sampai kepada para ulama dan cendekiawan tentang bahaya dan dampak destruktif sistem bunga terutama pada saat krisis moneter dan ekonomi dilanda kelesuan. b. Belum berkembangluasnya lembaga keuangan syariah sehingga ulama dalam posisi sulit untuk melarang transaksi keuangan konvensional yang selama ini berjalan dan berkembang luas. c. Belum dipahaminya operasional Bank Syariah secara mendalam dan keseluruhan. d. Adanya kemalasan intelektual yang cenderung pragmatis sehingga muncul anggapan bahwa sistem bunga yang berlaku saat ini sudah berjalan atau tidak bertentangan dengan ketentuan agama. Minimnya pemahaman masyarakat akan Sistem Perbankan Syariah antara lain disebabkan karena : a. Sistem dan prinsip operasional Perbankan Syariah relatif baru dikenal dibanding dengan sistem bunga.

b. Pengembangan Perbankan Syariah baru dalam tahap awal jika dibandingkan dengan Bank Konvensional yang telah ratusan tahun bahkan sudah mendarah daging dalam masyarakat. c. Keengganan bagi pengguna jasa perbankan konvensional untuk berpindah ke Bank Syariah disebabkan hilangnya kesempatan untuk mendapatkan penghasilan tetap dari bunga. 5. Sosialisasi Sosialisasi yang telah dilakukan dalam rangka memberikan informasi yang lengkap dan besar mengenai kegiatan usaha perbankan syariah kepada masyarakat luas belum dilakukan secara maksimal. Tanggungjawab kegiatan sosialisasi ini tidak hanya dipundak para bankir syariah sebagai pelaksana operasional bank sehari-hari, tetapi tanggungjawab semua pihak yang mengaku Islam secara baik secara perorangan, kelompok maupun instansi yang meliputi unsur alim ulama, penguasa negara/pemerintahan, cendekiawan, dll. Yang memiliki kemampuan dan akses yang besar dalam penyebarluasan informasi terhadap masyarakat luas. Sosialisasi yang dilakukan tidak hanya kepada masyarakat awam tetapi juga kepada ulama, pondok pesantren, ormas-ormas, instansi, institusi, pengusaha, dll. Yang selama ini belum tahu ataupun belum memahami secara detail apa dan bagaimana keberadaan dan operasional Bank Syariah walaupun dari sisi Fiqih dan Syariah mereka tahu benar. 6. Piranti Moneter Piranti Moneter yang pada saat ini masih mengacu pada sistem bunga sehingga belum bisa memenuhi dan mendukung kebijakan moneter dan kegiatan usaha bank syariah, seperti kelebihan/kekurangan dana yang terjadi pada Bank Syariah ataupun pasar uang antar bank syariah dengan tetap memperhatikan prinsip syariah. Bank Indonesia selaku penentu kebijakan perbankan mencoba untuk menyiapkan piranti moneter yang sesuai dengan prinsip syariah seperti halnya SBI dan SBPU yang berlandaskan syariah Islam. 7. Jaringan Kantor Pengembangan jaringan kantor Bank Syariah diperlukan dalam rangka perluasan jangkauan pelayanan kepada masyarakat. Disamping itu kurangnya jumlah Bank Syariah yanga ada juga menghambat perkembangan kerjasama antar Bank Syariah. Jumlah jaringan kantor bank yang luas juga akan meningkatkan efisiensi usaha serta meningkatkan kompetisi ke arah peningkatan kulaitas pelayanan dan mendorong inovasi produk dan jasa perbankan syariah. Pengembangan jaringan Perbankan Syariah dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain: a. Peningkatan kualitas Bank Umum Syariah dan BPR Syariah yang telah beroperasi. b. Perubahan kegiatan usaha Bank Konvensional yang memiliki kondisi usaha yang baik dan berminat untuk melakukan kegiatan usaha bank berdasarkan prinsip syariah. c. Pembukaan kantor cabang syariah (full branch) bagi bank konvensional yang memiliki kondisi usaha yang baik dan berminat untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Pembukaan kantor cabang syariah dapat dilakukan dengan 3 cara antara lain :

- Pembukaan kantor cabang dengan mendirikan kamtor, perlengkapan dan SDM yang baru. - Mengubah kantor cabang yang ada menjadi kantor cabang syariah. - Meningkatkan status kantor cabang pembantu menjadi kantor cabang syariah. 8. Pelayanan Dunia perbankan senantiasa tidak terlepas pada masalah persaingan, baik dari sisi rate/margin yang diberikan maupun pelayanan. Dari hasil survei lapangan membuktikan bahwa kualitas pelayanan merupakan peringkat pertama kenapa masyarakat memilih bergabung dengan suatu bank. Dewasa ini semua Bank Konvensional berlomba-lomba untuk senantiasa memperhatikan dan meningkatkan pelayanan kepada nasabah, tidak telepas dalam hal ini Bank Syariah yang dalam operasionalnya juga memberikan jasa tentunya unsur pelayanan yang baik dan islami hahrus diperhatikan dan senantiasa ditingkatkan. Tentunya hal ini harus didukung oleh adanya SDM yang cukup handal dibidangnya. Kesan kotor, miskin dan tampil ala kadarnya yang selama ini melekat pada Islam harus dihilangkan. 3. Keterkaitan Institusi Pendidikan dalam Pengembangan Perbankan Syariah Seperti telah disebutkan di atas bahwa salah satu penghambat perkembangan Bank Syariah adalah keberadaan SDM. Guna menciptakan SDM yang handal dan profesional dibidang Perbankan Syariah tentunya tidak terlepas dari peranan Institusi Pendidikan yang dalam hal ini memang berperan sebagai pencetak SDM. Mengingat prospek Bank Syariah dalam dunia perbankan sangat bagus bahkan mendapat tanggapan positif dari semua pihak, sebaliknya perkembangan Bank Syariah sendiri masih berada pada phase growth justru sangat kritis/riskan. Pilihan kita hanya satu yakni bagaimana mewujudkan keberhasilan atau sukses. Kiranya dalam pengembangan Bnak Syariah ini dipersyaratkan dukungan SDM yang berkualitas, berintegritas dan bermoral islami. Dan mengingat sampai saat ini masih belum ada lembaga/institusi pendidikan yang handal dan berkualitas dalam menciptakan SDM Perbankan Syariah, maka sudah saatnya bagi para cendekiawan muslim untuk turut serta memikirkan pengembangan Perbankan Syariah dengan cara menyiapkan SDM yang handal dan profesional di bidang perbankan syariah melalui institusi pendidikan yang dimilikinya. Sebagai contoh apa yang telah dirintis oleh STIE Perbanas Surabaya dengan memberikan mata kuliah pilihan Syariah Banking pada mahasiswanya mulai tahun ajaran 1999/2000 yang dalam pelaksanaanya bekerjasama dengan PT. BPR Syariah Baktimakmur Indah sebagai tenaga pengajar. Dengan keberhasilan yang dicapai dalam taraf uji coba ini, direncanakan pada tahun ajaran berikutnya dapat ditingkatkan dengan membuka Program D-1 dan D-3 Perbankan Syariah.

C. Penutup

Pengembangan perbankan syariah pada dasarnya merupakan bagian penting yang tidak terpisahkan dari Pengembangan Ekonomi Islam. Salah satu alternatif yang sesuai untuk diterapkan di Indonesia dalam rangka memperbaiki keterpurukan ekonomi yang terjadi di Indonesia dewasa ini adalah dengan cara mengembangbiakkan Perbankan Syariah yang beroperasional secara syariah Islam secara lebih luas. Tentunya pengembangan Perbankan Syariah ini tidak dapat berhasil dengan baik apabila tidak ada dukungan dari semua pihak baik pemerintah, ulama, cendekiawan, pengusaha, pengelola Bank bahkan masyarakat sendiri serta adanya satu kesatuan pola pikir tentang Bank Syariah dari semua pihak tersebut di atas, sehingga dalam perjalanan/operasional Bank Syariah tidak lagi ditemukan adanya perbedaan pendapat yang kontroversial. Karena kontroversi yang merebak hanya akan membingungkan umat, yang berakibat kepada keraguan mereka untuk menyambut kehadiran bayi ekonomi Islam yang untuk masa sekarang ini muncul sebagai pionir dalam bentuk/matra Perbankan Syariah. Kekurang berhasilan Perbankan Syariah di Indonesia dikhawatirkan akan semakin menjauhkan umat dari kepercayaan atas kemungkinan diterapkannya konsep ekonomi Islam didalam kehidupan nyata.

Anda mungkin juga menyukai