Anda di halaman 1dari 10

Laporan Penelitian

Antropometri telinga pada koreksi kelainan kongenital daun telinga mikrotia


Dini Widiarni
Departemen Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta - Indonesia

ABSTRAK
Latar belakang: Mikrotia adalah malformasi daun telinga yang memperlihatkan kelainan bentuk ringan sampai berat, dengan ukuran kecil sampai tidak terbentuk sama sekali (anotia). Ukuran, posisi aurikula, serta lekuknya penting dalam evaluasi keberhasilan rekonstruksi aurikula. Rangka telinga dibentuk dari tandur iga 6-7, yang disesuaikan dengan tinggi telinga sisi normal (Sa-sba) dan lebar telinga (Pra-pa). Aurikuloplasti tahap pertama, yaitu membentuk rangka telinga dan menanamnya pada daerah subkutis telinga. Tahap kedua setelah 12 minggu, dilakukan elevasi rangka telinga. Tujuan: Mengetahui perbedaan ukuran antropometri telinga sebelum operasi maupun sesudah operasi dibandingkan dengan telinga normal. Metode: Desain penelitian ini before and after with control group. Sepuluh pasien mikrotia pada rekonstruksi tahap I dilakukan pengukuran tinggi (Sa-sba) dan lebar telinga (Pra-pa). Parameter antropometri telinga diukur sesudah operasi pada minggu ke-1, 4, 8 dan 12. Hasil: Dengan paired t test, terdapat perbedaan bermakna antara ukuran antropometri telinga berdasarkan tinggi telinga (Sa-sba) dan lebar telinga (Pra-pa) sebelum operasi dengan sesudah operasi minggu ke-1, 4, 8, dan 12 (p<0,001). Tidak ada perbedaan kedua parameter pada minggu ke-12 dengan telinga normal (p>0,05.) Tidak terdapat perbedaan antropometri tinggi telinga pada minggu ke-12 dengan telinga normal (p>0,05) dan terdapat perbedaan lebar telinga pada minggu ke-12 dengan telinga normal (p<0,004). Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan antara tinggi rangka telinga setelah implantasi pada minggu ke-12 dengan telinga normal, terdapat perbedaan pada lebar telinga pada minggu ke-12 dengan telinga normal. Kata kunci: mikrotia, aurikuloplasti, antropometri telinga, pra-pa (preaurale-postaurale), sa-sba (superaurale-subaurale)

ABSTRACT
Background: Microtia is congenital deformation of the ear, which vary from slight to severe, from small ears to anotia. Evaluation of the size, position and curves of the auricle is very important in planning the reconstruction. The auricle framework is made of rib cartilage tailored according to height (Sa-sba) and width (Pra-pa) of the normal ear. First phase of auriculoplasty is forming the ear frame and its insertion in the subcutaneous ear region. Second phase is elevating the auricle, performed after 12 weeks. Purpose: To find out the differences of anthropometric measurements on microtial ears before and after surgery compared with normal ears. Method: This study is before and after with control group design on 10 patients with 12 microtial ears which had undergone two stepped ear reconstruction. Before and after surgery, the patients went through anthropometric measurement of the length and width of the ear, at weeks 1, 4, 8, and 12. Result: With paired t test, there were significant differences on anthropometric measurements based on Sa-sba and Pra-pa before and after surgery on week 1, 4, 8 and 12 (p<0.001). There was no difference in both

parameters on week 12 with a normal ear (p>0.05). There was no difference between the height at week 12 with normal ear (p>0.05) and there were differences on the width of the ears at weeks 12 with normal ear (p<0.004). Conclusion: There is no difference in height and a difference in width, at week 12 with normal ear. Key words: microtia, ear antropometry, aurikuloplasty, pra-pa, sa-sba Alamat korespondensi: Dini Widiarni, Departemen THT FKUI-RSCM. Jl. Diponegoro 71, Jakarta. E-mail: dini_pancho@yahoo.com

PENDAHULUAN Ukuran, posisi dan lekuk aurikula

Mikrotia adalah kelainan kongenital berupa malformasi daun telinga yang memperlihatkan kelainan bentuk dengan derajat kelainan dari ringan sampai berat, daun telinga berukuran kecil sampai tidak terbentuk sama sekali (anotia). Pada kelainan ini daun telinga mengandung sisa kartilago yang tidak

merupakan hal yang sangat penting dalam operasi koreksi dan rekonstruksi aurikula. Data lengkap mengenai hal tersebut, disertai umur, jenis kelamin dan tinggi badan merupakan data dasar yang penting dalam perencanaan operasi. Panjang aurikula bergantung kepada tinggi badan serta umur seseorang. Pada umumnya, panjang aurikula mencapai 85% dari panjang akhir pada saat usia 6 tahun dan 90% pada usia 9 tahun. Selanjutnya ukuran tinggi aurikula bertambah sangat sedikit, biasanya karena perubahan jaringan lunak lobules dan bukan menunjukkan pertumbuhan yang sebenarnya. Lebar aurikula juga bergantung pada tinggi badan dan umur, namun sudah mencapai 95% lebar pada usia 6 tahun. Berbeda dengan proyeksinya, lebar aurikula yang dilihat dari sudut pandang anterior dinilai cukup konstan. Pada umumnya proyeksi telinga adalah 20+4 mm dengan batas normal berkisar antara 12 sampai dengan 28 mm. Data-data tersebut penting untuk rujukan indikasi dan

terbentuk dengan baik yang melekat pada jaringan lunak lobul dan posisinya tidak sesuai dengan telinga normal. Mikrotia dapat disertai dengan kelainan lengkung brankial berupa hemifasial mikrosomia, kraniofasial

mikrosomia atau dapat berdiri sendiri. Mikrotia seringkali disertai dengan atresia liang telinga, kelainan telinga tengah dan gangguan yang

perkembangan

tulang

pendengaran

menyebabkan gangguan konduksi hantaran suara. Ada tiga kategori penting yang

memudahkan menilai kelainan daun telinga dengan cepat. Departemen THT FKUI/RSCM menggunakan kriteria menurut Aguilar dan Jahrsdoerfer,1 yaitu derajat I: jika telinga luar terlihat normal tetapi sedikit lebih kecil. Tidak diperlukan prosedur operasi untuk kelainan daun telinga ini. Derajat II: jika terdapat defisiensi struktur telinga seperti tidak

perencanaan otoplasti.

terbentuknya skapa, lobul, heliks atau konka. Ahli THT-KL dapat memilih berbagai teknik operasi rekonstruksi tergantung defisiensi

masih memerlukan penelitian lebih lanjut; 3) prosthetic ear replacements.11 Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan ukuran antropometri telinga sebelum operasi maupun sesudah operasi antara minggu ke-1, ke-4, ke-8, dan ke-12 dengan telinga normal.

kelainan telinganya. Derajat III: terlihat seperti bentuk kacang tanpa struktur telinga atau anotia. Kelainan ini membutuhkan proses operasi rekonstruksi dua tahap atau lebih.2-5 Rekonstruksi mikrotia bertujuan untuk memperbaiki kelainan, baik dalam hal

METODE Desain penelitian ini merupakan before and after with control group. Subjek mikrotia yang dilakukan di Departemen THT-KL

kosmetik maupun fungsional. Ahli bedah THTKL memberikan informasi kepada pasien saat evaluasi preoperatif seperti usia yang tepat saat operasi, derajat kelainan dibandingkan dengan ukuran telinga sisi normal dan penggunaan kartilago tulang iga. Usia pasien menjadi pertimbangan operasi, minimal berumur 68 tahun. Pada usia ini, kartilago tulang iga sudah cukup memadai untuk dibentuk sebagai rangka telinga dan telinga sisi normal telah mencapai pertumbuhan maksimal, sehingga dapat digunakan sebagai contoh rangka telinga.5,6 Pada usia ini daun telinga mencapai 8090% ukuran dewasa. 1,7 Terdapat tiga model rangka telinga untuk operasi rekonstruksi antara lain: 1) tandur autologus2-6,8-10 yaitu rekonstruksi menggunakan kartilago autologus, telah menjadi standar operasi rekonstruksi karena tandur diterima dengan baik dan tidak terjadi reaksi penolakan jaringan; 2) prosthetic framework bila rekonstruksi

FKUI/RSCM Divisi Plastik Rekonstruksi dan direncanakan operasi rekonstruksi tahap

pertama diikuti dengan tahap kedua setelah 12 minggu, dua pasien memiliki mikrotia bilateral. Pasien mengikuti standar pelayanan medis penanganan terpadu mikrotia yang melibatkan Divisi Plastik Rekonstruksi, dan THT Otologi, Komunitas.

Neurootologi

Pemeriksaan fisik dilakukan dengan mengukur telinga berdasarkan antropometri telinga.

Parameter pemeriksaan adalah lebar telinga kanan dan kiri (Pra-pa ka/ki) dan panjang telinga kanan dan kiri (Sa-sba ka/ki).12 Parameter ukuran telinga ditentukan sesuai dengan status poliklinik Divisi Plastik THT-KL

Rekonstruksi

Departemen

RSCM/FKUI. Sebagai dasar ukuran telinga dibuat gambar dengan menggunakan film. Untuk mengetahui adanya atresia liang telinga dilakukan pemeriksaan fisik dan dilakukan CT scan untuk menilai liang telinga, pneumatisasi mastoid, osikel, saraf fasialis untuk rencana tindakan atresiaplasti (kanalo dan

menggunakan rangka silikon atau goretex. Metode ini sering menimbulkan komplikasi nekrosis, sehingga tidak digunakan di RSCM. Integritas jaringan host dengan bahan prostetik

timpanoplasti). Fungsi pendengaran dievaluasi dengan audiogram. Prosedur yang dilakukan adalah tindakan aurikuloplasti pada mikrotia. Pada waktu operasi, tandur diambil dari iga 6-7, kemudian dibentuk menggunakan pahat atau scalpel dan disesuaikan dengan bentuk rencana telinga menggunakan dimensi. template dan model tiga heliks

dua tahap. Timpanoplasti dilakukan pada tiga kasus diantaranya satu kasus dilakukan operasi fenestrasi (timpanoplasti tipe VB), dan

kanaloplasti sebanyak tujuh kasus. Atresia ditemukan pada 10 telinga diikuti oleh stenosis 2 telinga, 5 subjek dengan hipoplasia mastoid pneumatisasi baik sebanyak 4 telinga dan pneumatisasi minimal pada 3 subjek. Pada semua subjek penelitian terdapat adanya koklea. Maleus, inkus dan stapes ditemukan saat operasi pada 5 telinga, adanya fusi tulang-tulang pendengaran sebanyak 4 telinga dan hipoplasia sebanyak 3 telinga

Rangka

telinga

berupa

merupakan bagian tertinggi, sedangkan fosa triangularis, skapa dan konka merupakan bagian tanpa kartilago.

HASIL Pasien paling banyak terdapat di kelompok usia >12 tahun laki-laki = perempuan. Sebaran 10 subjek penelitian akan dihitung menjadi telinga. Lokasi kelainan pada telinga kanan sama dengan telinga kiri, kasus terbanyak terdiri dari mikrotia derajat III sebanyak 10 telinga. Derajat II terdapat pada dua telinga dengan kelainan berupa defisiensi struktur telinga, seperti tidak

Meatoplasti dilakukan pada tahap kedua saat elevasi rangka telinga, kecuali satu subjek yang tampak telah terbentuk meatus. Tabel 1 menunjukkan perbedaan bermakna ukuran telinga berdasarkan Sa-sba antara sebelum operasi dengan sesudah operasi, baik dengan minggu ke-1 (p<0,001), minggu ke-4 (p<0,001), minggu ke-8 (p<0,001), maupun minggu ke-12 (p<0,001). Perbandingan ukuran telinga setelah operasi 4, 8 minggu dengan minggu 12 secara klinis bermakna walaupun statistik tidak bermakna (p=0,054). Ukuran pada minggu 12 sama dengan ukuran normal (p=0,792). Gambar 1 dan 2 menunjukkan ukuran antropometri panjang telinga sebelum dan sesudah rekonstruksi berdasarkan Sa-sba dan Pra-pa.

terbentuknya subunit aestetik telinga skapa, lobul, heliks atau konka. Temuan kondisi telinga terbanyak berbentuk kacang (peanut like), sehingga tidak terdapat subunit, sedangkan 6 telinga masih terdapat lobul, 2 telinga terdapat skapa dan 2 telinga terdapat konka. Kelainan ini membutuhkan proses operasi rekonstruksi

Tabel 1. Sebaran subjek berdasarkan antropometri telinga Mikrotia Post operasi I Sa-sba 3,56 (1,18) p Pra-pa 2,77 (1,54) p

Minggu ke-1 Minggu ke-4 Minggu ke-8 Minggu ke-12 Normal

5,90 (0,68) 5,94 (0,66) 6,00 (0,77) 5,86 (0,69) 5,94 (0,68)

<0,001* <0,001 <0,001 <0,001 0,792*

3,88 (0,45) 3,80 (0,29) 3,86(0,38) 3,76 (0,31) 3,30 (0,38)

0,038* 0,041 0,025 0,054 0,004**

* Analisis corrected paired t test untuk Mikrotia minggu ke-1 Analisis corrected paired t t test untuk Mikrotia minggu ke-4 Analisis corrected paired t test untuk Mikrotia minggu ke-8 Analisis corrected paired t test untuk Mikrotia minggu ke-12 ** Unpaired t test, perbandingan antara nilai normal dan post operasi minggu ke-12 Perbandingan antar-minggu ke-1, 4, 8, dan 12 semuanya mempunyai nilai p>0,05

4 6

5 3 4

sasba Preop mikrotia

sasba Mg 1

sasba Mg 4

sasba Mg 8

sasba Mg 12

prapa Preop mikrotia

prapa Mg 1

prapa Mg 4

prapa Mg 8

prapa Mg 12

Gambar 1. Ukuran antropometri panjang telinga (Sa-sba mm) telinga (Pra-pa mm) Gambar 2. Ukuran antropometri lebar sebelum dengan sesudah rekonstruksi sebelum dengan sesudah operasi

Gambar 3. Tulang rawan iga 6-7

Gambar 4. Rangka telinga

DISKUSI

Aurikuloplasti dilakukan pada umur 68 tahun, mengingat besarnya kartilago iga yang

akan diambil sebagai donor dan pertimbangan perkembangan telinga kontralateral maksimal mencapai 85% ukuran panjang dan 95% ukuran lebar pada usia 6 tahun. Pada penelitian ini terdapat 2 orang pasien berumur 1112 tahun dan 8 orang berumur 1316 tahun. Pengukuran rangka telinga yang akurat dibutuhkan saat implantasi pada operasi tahap pertama, agar pada tahap kedua saat elevasi dan operasi rekonstruksi fungsi pendengaran, yaitu atresiaplasti, sehingga fungsi dan estetika dapat tercapai optimal. Operasi dilakukan dengan mempertimbangkan dengan penilaian prognosis sesuai dengan Jahrsdoefer1 setelah dilakukan. Dalam melakukan operasi aurikuloplasti, posisi telinga sama pentingnya dengan bentuk dan kontur daun telinga. Farkas12 telah membuat penilaian morfologi telinga dan membuat standar penilaian pengukuran telinga untuk perencanaan rekonstruksi. Telinga letaknya tidak vertikal, melainkan miring dan paralel dengan dorsum nasi. Telinga terletak di sisi lateral kepala dengan tinggi vertikal sekitar 6 cm dari rima orbita lateral. Daun telinga memiliki multikontur dengan bentuk agak oval dan struktur tiga lapis berbeda membentuk tiga dimensi. Skapa merupakan struktur

Peneliti melakukan operasi aurikuloplasti dalam dua tahap menggunakan tandur autologus kartilago iga dengan atau tanpa atresiaplasti untuk memperbaiki fungsi pendengaran. Pada tahap pertama dilakukan operasi lobuloplasti dan penanduran rangka telinga, menggunakan iga 6-7 dengan memprioritaskan bentuk telinga berupa heliks, antiheliks sesuai dengan tingkatan anatomi aurikula.17 Pembuatan rangka telinga disesuaikan dengan template dan model rangka telinga tiga dimensi. Bakal skapa, fosa triangularis dan konka merupakan unit telinga tanpa kartilago (lihat gambar 3 dan 4). Hal ini berbeda dengan pengamatan langsung peneliti di RS Prosper Reclinghausen, Jerman, yang banyak mendalami tindakan ini menggunakan iga 69 dengan tandur cukup untuk membentuk daun telinga lengkap. Berdasarkan sebaran antropometri telinga, rerata panjang telinga (Sa-sba) mikrotia 3,56 cm (SB 1,18) dan lebar telinga (Pra-pa) 2,77 cm (SB 1,54), sedangkan rerata panjang telinga normal pada percontoh 5,94 cm (SB 0,68) dengan lebar telinga 3,30 cm (SB 0,38). Dilakukan analisis uji t untuk melihat perbedaan ukuran panjang dan lebar telinga pasca-aurikuloplasti.18 Ukuran panjang telinga minggu ke-4 sampai minggu ke-12 tidak berbeda dengan ukuran normal (p=0,792), akan tetapi lebar telinga minggu ke-12 terdapat perbedaan dengan ukuran telinga normal (p=0,04). Perbedaan ini terjadi sejak awal operasi meskipun telah diusahakan menggunakan template sebagai model, serta pengaruh fiksasi interna dan eksterna serta penggunaan vacum drain. Hal ini sangat mungkin karena peran ekstraseluler matriks yang

penyangga telinga pertama yang penting. Heliks adalah posisi paling lateral, sedang bagian paling dalam adalah konka telinga dekat muara liang telinga (lihat gambar 2). Dikenal beberapa teknik operasi aurikuloplasti daun telinga, antara lain yang dikembangkan oleh Aguilar, Brent dan Nagata.
2 14 17

mempengaruhi perubahan kelengkungan iga. Saat operasi, rangka telinga dibuat sesuai dengan template dan model telinga sebelum dimasukkan ke dalam pocket. Hasil ini akan meyakinkan peneliti dalam membuat rangka telinga yang sesuai dengan ukuran normal karena pada tindak lanjut ternyata tidak didapati perbedaan ukuran yang bermakna setelah 12 minggu. Hal ini berbeda dengan pendapat Brent14,15 yang membuat rangka lebih besar karena mengantisipasi adanya resorpsi kemudian. Pada teknik operasi ini, saat membentuk rangka telinga tiga dimensi diutamakan bentuk krus heliks, intertragus, antitragus dan

Penyulit kesesuaian antropometri terjadi pada kasus dengan sindrom Treacher Collins seperti yang dikutip oleh Brent,21 merupakan kelainan genetik yang jarang ditemukan, bersifat autosomal dominan karena adanya mutasi gen TCOF1 pada kromosom 5 q32-q33.1.22 Sindrom ini antara lain mikrotia dengan tuli konduksi disertai

micrognatia, zigoma tidak berkembang sempurna dan sudut lateral kelopak mata turun ke bawah. Kelainan lain yang sering menyertai mikrotia ialah hemifacial microsomia atau dikenal sebagai facial-auricular-vertebral syndrome yang

merupakan gangguan perkembangan mandibula ipsilateral. Untuk mendapat hasil optimal tentunya kasus hemifacial microsomia selanjutnya dapat dilakukan mandibular advancement atau

memfiksasinya pada dasar rangka. Rangka telinga mempunyai empat dasar, dilanjutkan simba dan kavum konka sebagai paling dasar, krus heliks menempati dasar ke-3, dilanjutkan fosa

digunakan augmentasi tandur tulang seperti pada kasus pertama. Populasi penelitian ini sesuai dengan Melnick dan Myranthopoulus yang dikutip dari Bauer13 yang menyatakan 50% dari pasien mikrotia disertai dengan craniofacial microsomia. Observasi mendapatkan klinis pada penelitian ini

triangularis dan skapa pada lantai dua. Heliks, antiheliks, tragus dan antitragus terletak pada tingkat paling atas. Tujuan rekonstruksi membuat daun telinga acceptable dalam ukuran, posisi dan orientasi sesuai dengan teknik Nagata16,17 atau Siegert.19,20 Tahapan ini berbeda dengan Brent14,15 yang melakukan empat tahap operasi dengan melakukan lobuloplasti pada tahap ketiga dan pembentukan tragus pada tahap keempat. Tindakan operasi dilakukan dua tahap dengan pertimbangan operasi saat elevasi rangka telinga akan memaparkan daerah retroaurikular dan dapat dilanjutkan untuk mencapai planum mastoid saat kanaloplasti. Teknik ini berbeda dengan teknik Brent,
14,15 2,3

satu contoh kasus yang pada

perabaan permukaan rangka telinga menjadi iregular, rangka mengecil dengan jaringan kutis dan subkutis menebal. Ukuran panjang telinga menjadi lebih kecil 5 mm dan lebar telinga 6 mm dan bila dipandang dari segi estetika, menurut Farkas12,23 perbedaan 3 mm memperlihatkan asimetri bentuk telinga. Kizhner dan Barak24 melakukan studi retrospektif dengan menilai ukuran panjang dan lebar telinga rangka telinga pascaimplantasi pada aurikuloplasti teknik Nagata,

atau Aguilar.

ternyata tinggi rangka telinga berkurang 3,1% dan lebar telinga bertambah 4% pada pengukuran setelah operasi kedua. Brent pada tulisan Kizner dan Barak,24 mengatakan terjadi perubahan ukuran sampai dengan 10%. Kondisi ini disebabkan pengukuran yang tidak sesuai dengan template saat membuat rangka, juga sangat mungkin terjadi pengurangan tinggi telinga dan penambahan lebar telinga seperti terjadi pada pasien dapat

untuk membentuk dengan detail subunit telinga konka. Untuk mendapatkan hasil estetik yang baik Jiang26 dan Siegert19 melakukan tindakan bedah minor memperbaiki detail subunit telinga. Penggunaan benang non-resorpable prolene 3,0 kurang dapat menjaga bentuk rangka telinga yang dibuat. Idealnya untuk mempertahankan bentuk rangka telinga kartilago dijahit

menggunakan wire 5,0 earset stellex dengan jarum lurus untuk mempertahankan bentuk rangka telinga. Siegert19 menggunakan kateter Foley untuk memaksimalkan regangan jabir saat implantasi kartilago merupakan saran yang baik mengingat tegangan berlebih setelah implantasi rangka dapat mengakibatkan nekrosis jaringan kulit dengan

disebabkan penggunaan iga yang berbentuk bertambah lengkung sejalan dengan waktu. Kondisi ini dapat dihindarkan sesuai dengan kepustakaan yang dilaporkan oleh Kim et al,25 yaitu lengkungan kartilago dapat dikurangi dengan melakukan pemahatan secara konsentrik dengan arah sesuai kelengkungan iga. Untuk menghasilkan sudut sefalokonka,

akibat paparan tandur kartilago rangka telinga. Pada penelitian ini tidak ada komplikasi nekrosis tandur kulit. Penelitian ini menyimpulkan tindakan penilaian

setelah dilakukan atresiaplasti daerah posterior rangka telinga diletakkan buttress yang dibentuk dari sisa kartilago kemudian ditutup dengan jabir fasia temporoparietal seperti yang dilakukan Siegert.19 Selanjutnya dilakukan meatoplasti dan defek liang telinga ditutup dengan tandur kulit. Full thickness skin graft dan fasia temporal daerah mastoid berguna untuk menutup daerah posterior daun telinga. Agar tidak terjadi retraksi saat penyembuhan saat elevasi sangat dianjurkan tidak terjadi tahanan dan mencapai elevasi 90o. Saat ini biasanya detail rangka telinga hilang, daun telinga tampak edema. Penggunaan vacum drain dapat mencegah terjadinya hematom, akan membentuk rangka telinga lebih lekat dengan kulit. Ekskavasi konka dianjurkan oleh Weerda

rekonstruksi telinga membutuhkan

antropometri sebelum dan sesudah tindakan. Tinggi dan lebar telinga dengan detail telinga menjadi parameter penting penilai evaluasi pascaoperasi. Penggunaan template dan model tiga dimensi sangat disarankan untuk

mendapatkan hasil optimal. Khusus pada tindakan rekonstruksi pada grade tiga dapat dilakukan beberapa modifikasi teknik, sehingga dapat dilakukan dalam dua tahap bersama dengan atresiaplasti dengan hasil optimal bila dilihat dari fungsi dan estetika.

DAFTAR PUSTAKA

1. Jahrsdoerfer RA. Surgical correction of congenital malformations of the sound conducting

Surgical treatment of facial injuries. Baltimore: Williams & Wilkins; 1974. p. 555-84. 11. Romo T. Microtia. [serial on the internet]. c2008 [cited 2007 Dec 28]. Available form:

mechanism. In: Glasscock ME, Shambough GE, editors. Surgery of the ear. Philadelphia: WB Saunders Co; 1990. p. 321-33. 2. Aguilar EA. Congenital auricular malformation. In: Bailey BJ, Healy GB, Johnson JT, editors. Head and neck surgery otolaryngology. 3rd ed. Philadelphia: Walter Kluwer; 2001. p. 2373-87. 3. Aguilar EF. Auricular reconstruction of congenital microtia (grade III). Laryngoscope 1996;

http://www.myfacialplasticsurgeon.com/2007/06/2 0/microtia-romo-new-york-manhattan.html. 12. Farkas LG. Anthropometry of the head and face. 2nd ed. New York: Raven Press; 1994. 13. Bauer BS. Ear microtia. Juni 2006 [cited 2007 Nov 29]. Available from:

http://www.emedicine.com/plastic/TOPIC453.htm . 14. Brent B. Auricular reconstruction. In: Brent B, editor. The artistry of reconstructive surgery. St louis, Missouri: Mosby; 1987. p. 597-604. 15. Brent B. Technical advances in ear reconstruction with autogenous rib cartilage graft: personal experience with 1200 cases. Plast Reconstr Surg 1999; 104:319-34. 16. Nagata S. Modification of the stages in total reconstruction of the auricle. Part I: grafting the three-dimentional costal cartilage framework for

106(12):1-26. 4. Widiarni D, Helmi. Auriculoplasty in microtia. Singapore: Asean congress ENT head neck surgery; 2001. 5. Weerda H. Plastic surgery of the ear. In: Adam DA, Cinnamond
th

MJ,

editors.

Scott-Brown

otolaryngology. 6

ed. Oxford: Butterworth-

Heinemann; 1997. p. 3/8/1-3/8/21. 6. Wang TD. Auricular reconstruction. In: Papel ID, ed. Facial plastic and reconstructive surgery. 2nd ed. New York: Thieme; 2002. p. 615-34. 7. Cruz A, Chandrasekhar SS. Congenital

lobule-type microtia. Plast Reconstr Surg 1994; 93:221-30. 17. Nagata S. A new method of total reconstruction of the auricle for microtia. Plast Reconstr Surg 1993; 92(2):187-201. 18. Sastroasmoro S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. 2nd ed. Jakarta: Sagung Seto; 2002. 19. Siegert R, Magritz R. Reconstruction of the auricle. Current Topics in Otorhinolaryngol Head Neck Surg 2007; 6:1865-011. 20. Cho BC, Lee SH. Surgical results of two-stage reconstruction of the auricle in congenital microtia using an autogenous costal cartilage alone or combined with canaloplasty. Plast Reconstr Surg 2006; 117:936-47.

malformation of the temporal bone. In: Brackman DE, Shelton C, editors. Otologic surgery. Philadelphia: WB Saunders Co; 1994. p. 70-84. 8. Firmin F. Ear reconstruction in cases of typical microtia: personal experience based on 352 microtic ear corrections. Scand J Plast Reconstr Hand Surg 1998; 32:35-47. 9. Kaufman MR, Westreich R, Ammar SM, Amirali A, Iskander A, Lawson W. Autologous cartilage grafts enhanced by a novel transplant medium using fibrin sealant and fibroblast growth factor. Arch Facial Plast Surg 2004; 6:94-100. 10. Kazanjien. Converse's grafts of dermis, fat, facia, cartilage and bone. In: Converse JM, editor.

21. Brent B. Reconstruction of the auricle. Plast Surg 2006; 3(3):633-98. 22. Wikipedia. Treacher Collins syndrome. c2008 [cited 2008 Jun 15]. Available from:

25. Kim DW, Shah AR, Toriumi DM. Concentric and eccentric carved costal cartilage. Arch Facial Plast Surg 2006; 8:42-6. 26. Jiang H, Pan B, Lin L, Li Y, Zhuang H. Lifting the reconstructed ear using remnant ear cartilage in

http://en.wikipedia.org/wiki/. 23. Farkas LG, Posneck JC, Hreczko TM.

lobule-type microtia. J Plast Reconstr Aest Surg 2008; 62(2):273-7. 27. Yu D, Jiang H, Yang Q, Pan B, Lin L, Wang T, et al. Technical innovations in ear reconstruction using a skin expander with autogenous cartilage graft. J Plast Reconstr Aest Surg 2008; 61:559-69.

Anthropometric growth study of the ear. Cleft Palate Craniofacial J 1992; 29:324-9. 24. Kizhner V, Barak A. Framework changes using costal cartilage for microtia reconstruction. Arch Otolaryngol Head Neck Surg 2008; 134(7):768-70.

Anda mungkin juga menyukai