Anda di halaman 1dari 35

Tuberkulosis atau TBC pernah menjadi penyakit yang sangat menakutkan di Indonesia, yaitu pada masa kemerdekaan dulu.

Penyakit ini mudah menular, seperti halnya flu biasa dan cepat menyebar pada orang-orang yang hidup bersama penderita. Bahkan, panglima besar Jendral Sudirman pun akhirnya tidak berdaya melawan penyakit ini. Sekarang, upaya pencegahan sejak dini telah dilakukan, yaitu dengan paket imunisasi BCG pada balita. Walau demikian, Indonesia belum terbebas 100 % dari penyakit ini.

Apa itu TBC paru-paru ?


Tuberkulosis adalah penyakit infeksi akibat Foto rontgen penderita TBC infeksi kuman Mycobacterium yang bersifat sistemis (menyeluruh) sehingga dapat mengenai hampir seluruh organ tubuh, dengan lokasi terbanyak di paru-paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi yang pertama kali terjadi. kembali ke atas

Apa penyebabnya ?
Bakteri Mycobacterium tuberculosa, bakteri ini dapat menular. Jika penderita bersin atau batuk maka bakteri tuberculosi akan bertebaran di udara. Infeksi awal yang terjadi pada anak-anak umunya akan menghilang dengan sendirinya jika anak-anak telah mengembangkan imunitasnya sendiri selama periode 6-10 minggu. Tetapi banyak juga terjadi dalam berbagai kasus, infeksi awal tersebut malah berkembang menjadi progressive tuberculosis yang menjangkiti organ paru dan organ tubuh lainnya. Jika sudah terkena infeksi yang progresif ini maka gejala yang terlihat adalah demam, berat badan turun, rasa lelah, kehilangan nafsu makan dan batuk-batuk. Dalam kasus reactivation tuberculosis, infeksi awal tuberculosis (primary tuberculosis) mungkin telah lenyap tetapi bakterinya tidak mati melainkan hanya "tidur" untuk sementara waktu.

Bilamana kondisi tubuh sedang tidak fit dan dalam imunitas yang rendah, maka bakteri ini akan aktif kembali. Gejala yang paling menyolok adalah demam yang berlangsung lama denga keringat yang berlebihan pada malam hari dan diikuti oleh rasa lelah dan berat badan yang turun. Jika penyakit ini semakin progresif maka bakteri yang aktif tersebut akan merusak jaringan paru dan terbentuk rongga-rongga (lubang) pada paru-paru penderita

Organ pernafasan (paruparu)

maka si penderita akan batuk-batuk dan memproduksi sputum (dahak) yang bercampur dengan darah. kembali ke atas

Faktor resiko
Penyakit TBC adalah penyakit yang dapat ditularkan terutama melalui percikan ludah dari orang yang menderita, namun bila daya tahan tubuh seseorang itu baik maka kuman yang ada didalam tubuh hanya akan menetap dan tidak akan menyebabkan infeksi dan saat daya tahan tubuh sedang turun maka kuman akan menjadi aktif dan menyebabkan timbulnya infeksi pada orang tersebut. Inkubasinya sangat tergantung kepada individu dan level dari infeksi tersebut, apakah termasuk dasar, progresif atau aktif kembali. TBC adalah penyakit kronis yang dapat Perokok sangat beresiko menderita berlangsung selama bertahun-tahun jika tidak ditangani penyakit TBC secara benar. Jika sudah terinfeksi TBC sebaiknya penderita dirawat di rumah sakit atau sanatorium sampai sembuh betul. kembali ke atas

Gejala klinis
Gejala umum/nonspesifik antara lain :

Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau pada anak berat badan tidak naik dalam 1 bulan dengan penanganan gizi Tidak nafsu makan dan pada anak terlihat gagal tumbuh serta penambahan berat badan tidak memadai sesuai umur Demam lama dan berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifoid, malaria atau infeksi saluran nafas akut), dapat disertai adanya keringat pada malam hari Adanya pembesaran kelenjar seperti di leher atau ketiak Batuk lama lebih 30 hari dengan atau tanpa dahak atau dapat juga berupa batuk darah

Pada anak-anak, primary pulmonary tuberculosis (infeksi pertama yang disebabkan oleh bakteri tuberculosis) tidak menampakkan gejalanya meskipun dengan pemeriksaan sinar X-ray. Kadangkadang; ini pun jarang; terlihat adanya pembesaran kelenjar getah bening dan batuk-batuk. Dalam banyak kasus jika tuberculin skin test-nya menunjukkan hasil positif maka si penderita diindikasikan menderita penyakit TBC. Anak-anak dengan dengan tuberculin test positif, meskipun tidak menampakkan gejala, harus mendapatkan perawatan serius. kembali ke atas

Pengobatan
Obat untuk TBC berbentuk paket selama 6 bulan yang harus dimakan setiap hari tanpa terputus. Bila penderita berhenti ditengah pengobatan maka pengobatan harus diulang lagi dari awal, untuk itu maka dikenal istilah PMO (pengawas minum obat) yaitu adannya orang lain yang dikenal baik oleh penderita maupun petugas kesehatan (biasanya keluarga pasien) yang bertugas untuk menngawasi dan memastikan penderita meminum obatnya secara teratur setiap hari. Pada 2 bulan pertama obat diminum setiap hari sedangkan pada 4 bulan berikutnya obat diminum selang sehari. Regimen yang ada antara lain : INH, Pirazinamid, Rifampicin, Ethambutol, Streptomisin. Yang dapat anda lakukan:

Konsultasi ke dokter anda. Minumlah obat anti tuberkulosa, sesuai nasihat dokter secara teratur, dan jangan menghentikan pengobatan tanpa sepengetahuan dokter, karena kan mendorong kuman jadi kebal terhadap pengobatan anti tuberkulosa. Biasanya penyembuhan paling cepat sekitar 6-9 bulan kalau minum obat secara teratur. Makanlah makanan bergizi. Menyederhanakan cara hidup sehari-hari agar tidak menyebabkan stres dan banyak istirahat terutama di tempat berventilasi baik. Menghentikan merokok, bila anda perokok.

Tindakan dokter untuk anda


Memastikan diagnosa melalui pemeriksaan dahak, pemeriksaan rontgen dada atau pada temapat lain yang disesuaikan keperluan, pemeriksaan darah dan kadar gula darah. Memberi resep obat-obat anti TB. Menganjurkan anda untuk masuk rumah sakit bila dipandang perlu, dengan tujuan memulihkan kesehatan dan istirahat, agar melampaui saat gawat selesai. Melakukan operasi untuk membuang bagian-bagian tubuh yang gterkena bila dipandang perlu. Memeriksa keluarga atau orang-orang terdekat dengan anda, mencari sumber infeksi dan kemungkinan terkena TB juga. Memberikan petunjuk mengenai cara batuk agar tidak menyebarkan kuman dan meludah harus dikumpulkan dengan diberi cairan pembunuh kuman (antara lain : lisol), cara hidup yang teratur dan menenangkan pikiran agar daya tahan tubuh mengatasi penyakit dengan cepat.

kembali ke atas

Pencegahan

Imunisasi BCG pada anak balita, Vaksin BCG sebaiknya diberikan sejak anak masih kecil agar terhindar dari penyakit tersebut.

Bila ada yang dicurigai sebagai penderita TBC maka harus segera diobati sampai tuntas agar tidak menjadi penyakit yang lebih berat dan terjadi penularan. Jangan minum susu sapi mentah dan harus dimasak Bagi penderita untuk tidak membuang ludah sembarangan. Pencegahan terhadap penyakit TBC dapat dilakukan dengan tidak melakukan kontak udara dengan penderita, minum obat pencegah dengan dosis tinggi dan hidup secara sehat. Terutama rumah harus baik ventilasi udaranya dimana sinar matahari pagi masuk ke dalam rumah. Tutup mulut dengan sapu tangan bila batuk serta tidak meludah/mengeluarkan dahak di sembarangan tempat dan menyediakan tempat ludah yang diberi lisol atau bahan lain yang dianjurkan dokter dan untuk mengurangi aktivitas kerja serta menenangkan pikiran.

kembali ke atas

Daftar Pustaka

kapita selekta kedokteran edisi III, media aesculapius, jakarta, 2000 www.handoko.net

ini gambaran paru pada tbc dengan pandangan melintang, terlihat granuloma dibagian atas paru

Tuberkulosis atau Penyakit TB Dulu Namanya TBC

TB adalah singkatan dari Tubercle Bacillus atau tuberculosis , dulu disingkat TBC. Penyakit TB disebabkan oleh infeksi bakteri mycobacteria, pada manusia terutama oleh Mycobacterium Tuberculosis. Bakteri Tuberculosis biasanya menyerang paru-paru (sebagai TB paru) tetapi TB bisa juga menyerang system syaraf pusat. System limfatik, system sirkulasi, system genitourinary, tulang, persendian, dan bahkan kulit. Mikobakteri lain seperti Mycobacterium bovis, Mycobacterium africanum, Mycobacterium Canetti, dan Mycobacterium microti juga dapat menyebabkan tuberculosis, tetapi spesies-spesies ini jarang terjadi pada manusia. Penyakit TB adalah penyakit yang umum dan sering kali mematikan. TB menular melalui udara, ketika orang-orang yang memiliki penyakit TB batuk, bersin, atau meludah. Kebanyakan infeksi TB pada manusia bersifat asimtomatik, infeksi laten, dan sekitar satu dari sepuluh infeksi laten pada akhirnya berubah menjadi penyakit aktif, yang jika tetap tidak diobati, penyakit TB ini akan membunuh lebih dari separuh penderitanya. Gejala klasik tuberkulosis adalah batuk kronis dengan dahak bercampur darah, demam, berkeringat pada malam hari, dan penurunan berat badan. Infeksi organ lain menyebabkan berbagai gejala.

Medis | Medical Information Source


PERITONITIS TBC

TUBERKULOSIS PARU
Tuberkulosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh Micobacterium tuberculosis dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan oleh hipersensitivitas yang diperantarai-sel (ceIl-mediated hypersensitivity). Penyakit biasanya terletak di paru, tetapi dapat mengenai organ lain. Dengan tidak adanya pengobatan yang efektif untuk penyakit yang aktif, biasa terjadi perjalanan penyakit yang kronik, dan berakhir dengan kematian. ETIOLOGI Mycobacterium tuberculosis, basilus tuberkel, adalah satu di antara lebih dari 30 anggota genus Mycobacterium yang dikenali dengan baik, maupun banyak yang tidak tergolongkan. Bersama dengan kuman yang berkerabat dekat, yaitu M. bovis, kuman ini menyebabkan tuberkulosis. M. leprae merupakan agen penyebab penyakit lepra (lihat Bab 131). M. avium dan sejumlah spesies mikobakterium lainnya lebih sedikit menyebabkan penyakit yang biasa terdapat pada manusia (lihat Bab 132). Sebagian besar mikobakterium tidak patogen pada manusia, dan banyak yang mudah diisolasi dari sumber lingkungan.

Mikobakterium dibedakan dari lipid permukaannya, yang membuatnya tahan-asam sehingga warnanya tidak dapat dihilangkan dengan alkohol asam setelah diwarnai. Karena adanya lipid ini,panas atau deterjen biasanya diperlukan untuk menyempurnakan pewarnaan primer. Yang penting untuk dipahami pada patogenesis tuberkulosis adalah mengenali bahwa M.tuberculosis mengandung banyak zat imunoreaktif. Lipid permukaan pada mikobakterium dan komponen peptidoglikan dinding sel yang larut-air merupakan tambahan yang penting yang dapat menimbulkan efeknya melalui kerja primernya pada makrofag pejamu. Mikobakterium mengandung suatu kesatuan antigen polisakarida dan protein, sebagian mungkin spesifik spesies tetapi yang lainnya secara nyata memiliki epitop yang luas di seluruh genus. Hipersensitivitas yang diperantarai sel khas untuk tuberkuIosis dan merupakan determinan yang penting pada patogenesis penyakit. PENULARAN Sumber penularan adalah penderita tuberkulosis dengan BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin. penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk dropIet (percikan dahak). Droplet mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi jika menghirup droplet tersebut. Setelah kuman masuk melalui saluran pernafasan, kuman dapat menyebar dari paru-paru ke bagian tubuh lain melalui saluran pernafasan sendiri, peredaran darah, saluran limfe maupun secara Iangsung. PATOGENESIS Jalan masuk awal bagi basilus tuberkel ke dalam paru atau tempat Iainnya pada individu yang sebelumnya sehat menimbulkan respons peradangan akut nonspesifik yang jarang diperhatikan dan biasanya disertai dengan sedikit atau sama sekali tanpa gejala. Basilus kemudian ditelan oleh makrofag dan diangkut ke kelenjar limfe regional. Bila penyebaran organisme tidak terjadi pada tingkat kelenjar Iimfe regional, lalu basilus tuberkel lalu mencapai aliran darah dan terjadi diseminata yang Iuas. Kebanyakan lesi tuberkulosis diseminata menyembuh, sebagaimana lesi paru primer, walaupun tetap ada fokus potensial untuk reaktivasi selanjutnya. Diseminasi dapat mengakibatkan tuberkulosis meningeal atau miliaris, yaitu penyakit dengan potensial terjadinya morbiditas dan mortalitas yang utama, terutama pada bayi dan anak kecil. Selama 2 hingga 8 minggu setelah infeksi primer, saat basilus terus berkembang biak di lingkungan intraselulernya, timbul hipersensitivitas pada pejamu yang terinfeksi. Limfosit yang cakap secara imunologik memasuki daerah infeksi, di situ limfosit menguraikan faktor kemotaktik, interleukin dan limfokin. Sebagai responsnya, monosit masuk ke daerah tersebut dan mengalami perubahan bentuk menjadi makrofag dan selanjutnya menjadi sel histiosit yang khusus, yang tersusun menjadi granuloma. Mikobakterium dapat bertahan dalam makrofag selama bertahun-tahun walaupun terjadi peningkatan pembentukan lisozim dalam sel ini, namun multiplikasi dan penyebaran selanjutnya biasanya terbatas. Kemudian terjadi penyembuhan, seringkali dengan kalsifikasi granuloma yang lambat yang kadang meninggalkan lesi sisa yang tampak pada foto rontgen paru. Kombinasi lesi paru perifer terkalsifikasi dan kelenjar limfe hilus yang terkalsifikasi dikenal sebagai kompleks Ghon.

Di Amerika Serikat, 9095 persen individu dengan kemampuan mengembangkan tanggap imun mengalami penyembuhan dari lesi tuberkulosa primer yang menyeluruh, tanpa adanya bukti lebih lanjut. Pada populasi lainnya, tempat terdapatnya inokulum infektif yang mungkin didapati lebih tinggi dan yang status nutrisional dan faktor hospes lainnya mungkin kurang menguntungkan, kegagalan penyembuhan menyeluruh dapat terjadi pada lebih dari 510 persen individu. Kelaparan dan banyak penyakit yang timbul di antaranya menimbulkan pengaruh yang merugikan pada penyembuhan dan mengancam stabilitas lesi tuberkulosis yang telah sembuh. Tuberkulosissebagai penyakit klinistimbul pada sebagian kecil individu yang tidak mengalami infeksi primer. Pada beberapa individu, tuberkulosis timbul dalam beberapa minggu setelah infeksi primer; pada kebanyakan orang, organisme tetap dormant selama bertahun-tahun sebelum memasuki fase multiplikasi eksponensial yang menyebabkan penyakit. Di antara banyak keadaan, usia dapat dianggap sebagai faktor bermakna yang menentukan jalannya penyakit tuberkulosis. Pada bayi, infeksi tuberkulosis seringkali cepat berkembang menjadi penyakit, dan berisiko tinggi menderita penyakit diseminata, antara lain meningitis dan tuberkulosis miliaris. Pada anak di atas usia 1 atau 2 tahun sampai sekitar usia pubertas, lesi tuberkulosis primer hampir selalu menyembuh; sebagian besar akan menjadi tuberkulosis pada masa akil balig atau dewasa muda. Individu yang terinfeksi pada masa dewasa memiliki resiko terbesar untuk terjadinya tuberkulosis dalam waktu sekitar 3 tahun setelah infeksi. Penyakit tuberkulosis lebih sering pada perempuan dewasa muda, sementara pada laki-laki lebih sering pada usia yang lebih tua. KLASIFIKASI TUBERKULOSIS Sampai sekarang belum ada kesepakatan di antara para klinikus, ahli radiologi, ahli patologi, mikrobiologi dan ahli kesehatan masyarakat tentang keseragaman klasifikasi tuberkulosis. Dari sistem lama diketahui beberapa klasifikasi seperti:

Pembagian secara patologis ? Tuberkulosis primer (childhood tuberculosis) ? Tuberkulosis post-primer (adult tuberculosis) Pembagian secara aktivitas radiologis Tuberkulosis paru (Koch Pulmonum) aktif, non aktif dan quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh). Pembagian secara radiologis (luas lesi) ? Tuberkulosis minimal. Terdapat sebagian kecil infiltrat nonkavitas pada satu paru maupun kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru. ? Moderately advanced tuberculosis. Ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm. Jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya kasar tidak lebih dari sepertiga bagian satu paru. ? Far advanced tuberculoss. Terdapat infiltrat dan kavitas yang melebihi keadaan pada moderately advanced tuberculosis.

Pada tahun 1974 American Thoracic Society memberikan klasifikasi baru yang diambil berdasarkan aspek kesehatan masyarakat.

Kategori O : Tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat kontak negative, tes tuberkulin negatif. Kategori I: Terpajan tuberkulosis, tapi tidak terbukti ada infeksi. Di sini riwayat kontak positif, tes tuberkulin negatif. Kategori II : Terinfeksi tuberkulosis, tetapi tidak sakit. Tes tuberkulin positif, radiologis dan sputum negatif. Kategori III: Terinfeksi tuberkulosis dan sakit.

Di Indonesia klasifikas yang banyak dipakai adalah berdasarkan kelainan klinis, radiologis, dan mikrobiologis :

Tuberkulosis paru Bekas tuberkulosis paru Tuberkulosis paru tersangka, yang terbagi dalam: a.) Tuberkulosis paru tersangka yang diobati. Di sini sputum BTA negatif tetapi tanda-tanda lain positif. b). Tuberkulosis paru tersangka yang tidak diobati. Di sini sputum BTA negatif dan tanda-tanda lain juga meragukan.

Dalam 2-3 bulan, TB tersangka ini sudah harus dipastikan apakah termasuk TB paru (aktil) atau bekas TB paru. Dalam klasifikasi ini perlu dicantumkan : 1. Status bakteriologi, 2. Mikroskopik sputum BTA (Iangsung), 3. Biakan sputum BTA, 4. Status radiologis, kelainan yang relevan untuk tuberkulosis paru, 5. Status kemoterapi, riwayat pengobatan dengan obat anti tuberkulosis. WHO 1991 berdasarkan terapi membagi TB dalam 4 kategori yakn: Kategori I, ditujukan terhadap :

Kasus baru dengan sputum positif. Kasus baru dengan bentuk TB berat.

Kategori II, ditujukan terhadap :


Kasus kambuh Kasus gagal dengan sputum BTA positif

Kategori III, ditujukan terhadap :


Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas. Kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I

Kategori IV, ditujukan terhadap : TB kronik. KOMPLIKASI Komplikasi yang terjadi dapat muncul gejala TB ekstra paru seperti peritonitis TB, Osteomielitis, meningitis dan sebagainya.

Penderita TBC paru dengan kerusakan jaringan luas yang telah sembuh (BTA negatif) masih bisa mengalami batuk darah. Keadaan ini seringkali dikelirukan dengan kasus kambuh. Pengobatan dengan OAT tidak diperlukan namun hanya simptomatis saja, bila perdarahan berat maka perlu dirujuk ke unit spesialistik.

DIAGNOSIS Gejala-gejala Tuberkulosis : Gejala Utama : Batuk terus-menerus dan berdahak selama 3 bulan atau lebih. Gejala tambahan yang sering dijumpai :
o o o o

Dahak bercampur darah Batuk darah Sesak nafas dan nyeri dada. Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat pada malam hari walaupun tanpa beraktivitas, demam meriang selama lebih dari satu bulan.

Gejala-gejala tersebut di atas dijumpai pula pada penyakit paru selain tuberkulosis. Oleh sebab itu setiap orang yang dating ke UPK dengan gejala tersebut di atas, harus dianggap sebagai seorang suspek tuberkulosis, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. Diagnosis tuberkulosis pada orang dewasa : Dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif bila sedikitnya 2 dari 3 spesimen SPS BTA hasilnya positif. Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu dilakukan pemeriksaan foto rontgen thoraks atau pemeriksaan SPS ulang. Apabila fasilitas memungkinkan, maka dapat dilakukan pemeriksaan lain misalnya biakan. Bila keiga specimen hasilnya negative, diberikan antibiotik spectrum luas (misalnya Kotrimoksasol atau amoksisilin) selama 1-2 minggu. Bila tidak ada perbaikan, namun gejala klinis tetap mencurigakan TBC, ulangi pemeriksaan SPS
o

Hasil SPS positi didiagnosis sebagai penderta TBC BTA

positif.

Hasil SPS negatif, lakukan pemeriksaan foto rontgen thorak :

Hasil mendukung TBC penderita TBC BTA (-) Roentgen (+) Hasil tdak mendukung TBC bukan penderita TBC PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik penderita sering tidak menunjukkan suatu kelainan terutama pada kasus-kasus yang dini atau yang sudah terinfiltasi secara asimptomatik. Tempat kelainan yang paling dicurigai adalah bagian apeks paru. Bila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi suara nafas yang brokhial. Didapatkan juga suara tambahan berupa ronkhi basah kasar dan nyaring. Bila terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau tympani dan auskultasi amforik. Bila tuberculosis mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura. Paru yang sakit terlihat agak tertinggal dalam pernafasan. Perkusi memberikan suara pekak. Auskultasi memberikan suara nafas yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali. UJI TUBERKULIN (MANTOUX) Uji tuberkulin dilakukan dengan cara Mantoux (penyuntikan intra kutan) dengan semprit tuberkulin 1 cc jarum nomor 26. Tuberkulin yang dipakai adalah tuberkulin PPD RT 23 kekuatan 2 TU. Pembacaan dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan. Diukur diameter transveral dari indurasi yang terjadi. Ukuran dinyatakan dalam milimeter. Uji tuberkulin positif bila indurasi > 10 mm (pada gizi baik), atau > 5 mm pada gizi buruk. Bila uji tuberkulin positif, menunjukkan adanya infeksi TBC dan kemungkinan ada TBC aktif pada anak. Namun, uji tuberkulin dapat negatif pada anak TBC berat dengan anergi (malnutrisi, penyakit sangat berat, pemberian imunosupresif, dll). Jika uji tuberkulin meragukan dilakukan uji ulang. DAFTAR PUSTAKA :
o o o o

Harrisons,principles of internal medicine,edisi 16 tahun 2005 Papdi,Buku ajar ilmu penyakit dalam,jilid II Edisi IV tahun 2006 Pedoman nasional penanggulangan Tuberkulosis,Depkes RI,tahun 2007 www.usu_library.com

Diagnosis penyakit tuberculosis didasarkan pada: 1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda: a. Tanda-tanda infiltrat (redup, bronchial, ronkhi basah). b. Tanda-tanda penarikan paru, diafragma, dan mediastinum. c. Secret di saluran nafas dan ronkhi. d. Suara nafas amforik karena adanya kavitas yang berhubungan langsung dengan bronchus. 2. Laboratorium darah rutin (LED normal atau meningkat, limfositosis) 3. Foto toraks PA dan lateral. Gambaran foto toraks yang menunjang diagnosis TB yaitu: a. Bayangan lesi terletak dilapangan atas paru atau segmen apical lobus bawah. b. Bayangan berawan (patchy) atau berbercak (nodular). c. Adanya kavitas, tunggal, atau ganda. d. Kelainan bilateral, terutama di lapangan atas paru. e. Adanya kalsifikasi. f. Bayangn menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian. g. Bayangan milier.

Penyakit infeksi paru yang disebabkan oleh kuman kelompok Mycobacterim tuberculosis. WHO 1990 menyatakan bahwa sekitar 1760 juta orang (1/3 penduduk dunia) yang terinfeksi kuman tuberkulosis. Di negara berkembang tuberkulosis masih merupakan masalah kesehatan utama di masyarakat. Tb merupakan penyebab utama kematian nomor 2 di Indonesia.

Cara penularan penyakit ini melalui droplet yang dikeluarkan oleh penderita TB yang dalam udara yang dapat bertahan dalam suhu kamar (25-30o). Orang dapat terinfeksi apabaila droplet tersebut terhirup dalam saluran pernapasan. Gejala Klinis Gejala yang timbul pada penderita TBC paru adalah;

Batuk-batuk yang produktif 3 minggu Batuk berdarah Sesak nafas Nyeri dada Lemah, letih Berat badan menurun Nafsu makan menurun Berkeringat pada malam hari Demam yang tidak tinggi

Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah pemeriksaan darah rutin terutama LED. Sebagian besar kasus kadar LED meningkat pada penderita TB paru. Selain itu dilakukan pemeriksaan dahak/sputum sebanyak 3 kali. Hasil positif menunjukkan bila 2 dari 3 sampel dahak ditemukan BTA (bakteri tahan asam). Diagnosis pasti dapat dilakukan kultur dan pada hasilnya terdapat kuman Mycobacterium tuberculosis. Pemeriksaan rutin lainnya adalah foto rontgen paru. Dilakukan foto dalam 2 posisi yaitu dari depan dan samping. Foto rontgen dada dilakukan di awal dan pada akhir pengobatan untuk memonitor keberhasilan pengobatan, biasanya dilakukan setelah pengobatan 2 bulan dan 6 bulan. Pemeriksaan imuno-serologis dilakukan bisanya pada anak, dilakukan uji kulit dengan tuberkulin (tes Mantoux) dikatakan positif bila terdapat kemerahan disekitar kulit yang diuji > 15 mm.

Gambar : Hasil uji kulit tuberkulin (mantoux) Penatalaksanaan Terapi dilakukan dengan pemberian OAT (Obat Anti Tuberkulosis). OAT harus diberikan dalam kombinasi sedikitnya dua obat yang bersifat bakterisid (isoniazid dan rifampicin) dengan atau tanpa obat ketiga. OAT yang tersedia adalah Isoniazid (H), Rifampicin (R), Etambutol (E), Streptomicin (S), Pirazinamid (Z). Kepatuhan pasien sangat penting untuk kesembuhan total dari kuman Tb. Panduan OAT dan kategori pada TB paru (WHO 1993) Panduan OAT Klasifikasi dan tipe Fase awal penderita Kategori 1 - BTA (+) baru 2HRZS(E) 4RH 4R3H3 Fase lanjutan

- Sakit berat : BTA 2HRZS(E) (-) luar paru Kategori 2 Pengobatan ulang : - Kambuh BTA (+) - Gagal Kategori 3 - Tb paru BTA (-) 2RHZ 2RHZES/1RHZE 2RHZES/1RHZE

5RHE 5R3H3E3

4RH

- Tb luar paru Keterangan :

2RHZ/2R3H3Z3

4R3H3

2HRZ = tiap hari selama 2 bulan 4RH= tiap hari selama 4 bulan 4H3R3 = tiga kali seminggu selama 4 bulan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Penyakit paru bukanlah penyakit yang baru di Indonesia. Terutama penyakit paru karena infeksi, seperti pada penyakit Tuberkulosis paru. Menurut WHO, prevelensi tuberkulosis di Indoneisa ialah 715.000 kasus per tahun dan merupakan penyebab kematian urutan ketiga setelah penyakit jantung dan penyakit saluran pernapasan. (Gunawan, 2002) Pada skenario kali ini ada pasien laki-laki, berusia 30 tahun dan merupakan seorang perokok. Datang dengan keluhan utama batuk darah sebanyak 250 cc sejak 1 hari yang lalu. Penderita mengeluh batuk dengan dahak sulit keluar sejak 2 bulan yang diikuti demam hilang timbul dan keringat malam. Tidak mau makan 2 hari ini, dan berat badan menurun 4 kg. Riwayat penyakitnya, tiga tahun yang lalu penderita pernah sakit paru dnegan suara serak dan telah mendapat pengobatan paket dari Puskesmas selama 6 bulan. Saat mendapat pengobatan tersebut penderita pernah dirawat di rumah sakit karena muntah-muntah dan mata kuning. Penderita mempunyai 2 anak yang masih balita dan ayah penderita meninggal dunia karena penyakit paru menular dan jantung 6 tahun yang lalu. Tekanan darahnya 100/60. Pada pemeriksaan didapatkan konjunctiva pucat, auskultasi suara amforik pada paru kanan dan diapatkan pembesaran kelenjar leher. Pemeriksaan darah belum ada hasil. Foto toraks tampaak gambaran fibroinfiltrat dan kavitas di paru kanan. Gambaran sarang tawon pada apex paru kiti. Direncanakan pemeriksaan sputum, biopsi jarum halus dan bila perlu bronkoskopi di atas meja operasi. Penderita ditenangkan , diajarkan agar tidak takut untuk membatukkan. Batuk darah ditampung dan dimonitor volumenya. B. Rumusan masalah 1. Bagainana patofisiologi dan patogenesis penyakit tersebut? 2. Apa hubungannya dengan riwayat penyakit terdahulu yang pernah dideritanya? 3. Apa yang didapatkan dari hasil anamnesis dan pemeriksaan? 4. Apa yang diderita oleh pasien tersebut? 5. Apa diagnosis bandingnya? 6. Bagaimana penatalaksanaannya?

C. Tujuan penulisan 1. Mengetahu patofisiologi dan patogenesis penyakit paru. 2. Mengetahui hubungan riwayat penyakit terdahulu dan penyakit paru yang diderita sekarang. 3. Dapat menguhubungkan dari hasil anamnesis dan pemeriksaan dengan penyakit paru yang diderita. 4. Dapat menatalaksana penyakit paru dengan baik. D. Manfaat penulisan 1. Sebagai sarana pembelajaran mengenai suatu kasus kedokteran. 2. Sebagai sarana pembelajaran mahasiswa dalam pembuatan sebuah laporan kegiatan. 3. Sebagai laporan atas pelaksanaan tutorial mahasiswa. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hemoptosis, Hemoptosis (batuk darah) diklasifikasikan berdasarkan berat ringannya / jumlah darah yang dibatukkan : 1. Bercak (streaking) Darah bercampur dengan sputum hal yang sering terjadi, paling umum pada bronchitis. Volume darah kurang dari 15 20 ml/24 jam. 2. Hemoptisis Hemoptisis dipastikan ketika total volume darah yang dibatukkan 20 600 ml/ 24 jam. Walaupun tidak spesifik untuk penyakit tertentu, hal ini berarti pendarahan dari pembuluh darah yang lebih besar dan biasanya karena kanker paru, pneumonia (necrotizing pneumonia), TB, atau emboli paru. 3. Hemoptosis massif Darah yang dibatukkan dalam waktu 24 jam lebih dari 600 ml biasanya karena kanker paru, kavitas pada TB, atau bronkiektasis. 4. Pseudohemoptosis Batuk darah dari struktur saluran pernafasan bagian atas (di atas laring) atau dari saluran cerna atas (gastrointestinal) atau hal ini dapat berupa pendarahan buatan (factitious). Perdarahan terakhir biasanya karena luka disengaja di mulut, faring, atau rongga hidung (Amin, 2007). B. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Darah Pemeriksaan ini hasilnya tidak sensitif dan tidak spesifik. Pada saat tuberkulosis baru mulai (aktif), akan didapatkan jumlah lekosit yang sedikit meninggi. Jumlah limfosit masih dibawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah lekosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal. Hasil pemeriksaan lain dari darah didapatkan anemia ringan normokrom normositer. Pemeriksaan serologis yang pernah dipakai adalah reaksi takahashi. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan proses tuberkulosis masih aktif atau tidak. Kriteria positif yang dipakai di Indonesia adalah titer 1 / 128. Positif palsu dan negatif palsu dari pemeriksaan ini masih besar (Amin dan Bahar, 2007). Pemeriksaan Sputum

Pemeriksaan sputum penting karena dengan ditemukannya kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Selain itu, pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Tidak mudah untuk mendapatkan sputum terutama pada pasien yang tidak batuk atau batuk yang nonproduktif. Dalam hal ini dianjurkan 1 hari sebelum pemeriksaan, pasien dianjurkan minum air sebanyak 2 liter dan diajarkan melakukan refleks batuk. Dan juga dengan memberikan tambahan obat obat mukolitik, ekspektoran atau dengan inhalasi larutan garam hipertonik selama 20 30 menit. Bila masih sulit, sputum dapat diperoleh dengan cara bronkoskopi, diambil dengan brushing atau bronchial washing atau Broncho Alveolar Lavage (BAL). Basil tahan asam dari sputum juga dapat diperoleh dengan cara bilasan lambung. Hal ini sering dikerjakan pada anak anak karena mereka sulit mengeluarkan dahaknya. Kuman baru dapat ditemukan apabila bronkus yang terlibat proses penyakit ini terbuka keluar sehingga sputum yang mengandung kuman BTA mudah keluar. Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang kurangnya ditemukan ditemukan 3 kuman dalam 1 sediaan, atau dengan kata lain diperlukan 5000 kuman dalam 1 ml sputum (Amin dan Bahar, 2007). C. Pemeriksaan Radiologi Gambaran Radiologi Tuberculosis Foto toraks menunjukkan gambaran fibroinfiltrat dan kavitas di paru kanan serta gambaran sarang tawon di apeks paru kiri. Gambaran radiologis beranekaragam ini semakin menguatkan diagnosis tuberkulosis, namun untuk memastikan diagnosis melalui gambaran radiologis selain gambaran posterior anterior dan lateral seharusnya dilakukan foto toraks top lordotik, oblik, dan tomografi dengan densitas keras karena masing-masing gambaran yang beranekaragam ini menggambarkan juga proses penyakit lain seperti kavitas pada abses paru dan infiltrat pada wkanker paru (Zulkifli, 2006). Sedangkan gambaran radiologis pada pasien skenario kemungkinan dimulai dengan proses TB primer dimulai di paru kanan yang membuat banyak lesi dan kavitas sehingga memungkinkan relaps menjadi TB pascaprimer yang menyebar ke paru kiri serta akibat terbentuknya banyak kavitas menyebabkan juga bronkiektasis di apeks paru kiri karena tingginya tekanan oksigen di daerah tersebut dibandingkan daerah lain membuat kuman tumbuh dengan baik. Pemeriksaan radiologis seringkali menunjukkan adanya TB, tetapi hampir tidak dapat membuat diagnosis berdasarkan pemeriksaan ini saja karena hampir semua manifestasi TB dapat menyerupai penyakit-penyakit lainnya (Price dan Standridge, 2006). Secara patologis, manifestasi TB paru biasanya berupa suatu kompleks kelenjar getah bening parenkim. Pada orang dewasa, segmen apeks dan posterior lobus atas atau segmen superior lobus bawah merupakan tempat-tempat yang sering menimbulkan lesi yang terlihat homogen dengan densitas yang lebih pekat. Dapat juga terlihat adanya pembentukan kavitas dan gambaran penyakit yang menyebar yang biasanya bilateral. Ketidaknormalan apapun pada foto dada seseorang yang positif HIV dapat mengindikasikan adanya penyakit TB. Sebenarnya, seseorang yang positif HIV dengan penyakit TB dapat memiliki foto dada yang normal (CDC, 2000) Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk menentukan lesi tuberkulosis. Pemeriksaan ini memang membutuhkan biaya lebih dibandingkan pemeriksaan sputum, tetapi dalam beberapa hal memberikan keuntungan seperti pada tuberculosis anak-anak dan tuberculosis milier. Pada kedua hal di atas diagnosis dapat diperoleh melalui pemeriksaan radiologis dada, sedangkan pemeriksaan sputum hampir selalu negatif. Lokasi lesi tuberculosis umumnya di daerah apeks paru (segmen apikal lobus atas atau segmen

apikal lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau daerah hillus menyerupai tumor paru (misalnya pada tuberculosis endokondrial) Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia, gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal sebagai tuberculoma. Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis. Lama-lama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis terlihat bayangan yang bergaris-garis. Pada kalsifikasi bayangannya tampak sebagai bercak-bercak padat dengan densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis yang luas disertai penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun pada satu bagian paru. Gambaran tuberculosis milier terlihat berupa bercak-bercak halus yang umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru. Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberculosis paru adalah penebalan pleura /(pleuritis), massa cairan di bagian bawah paru (efusi pleura/empiema), bayangan hitam radiolusen di pinggir paru/ pleura (pneumotoraks) Pada satu foto dada sering didapatkan bermacam-macam bayangan sekaligus (pada tuberculosis yang sudah lanjut) seperti infiltrat, garis-garis fibrotik, kalsifikasi, kavitas (non sklerotik/sklerotik) maupun atelektasis dan emfisema. Tuberculosis sering memberikan gambaran yang aneh-aneh, terutama gambaran radiologis; sehingga dikatakan tuberculosis is the great imitator. Gambaran infiltrasi dan tuberculoma sering diartikan sebagai pneumonia, mikosis paru, karsinoma bronkus atau karsinoma metastasis. Gambaran kavitas sering diartikan sebagai abses paru. Di samping itu perlu diingat juga faktor kesalahan dalam mebaca foto. Faktor kesalahan ini dapat mencapai 25%. Oleh sebab itu untuk diagnosisd radiologi sering dilakukan juga foto dengan proyeksi densitas keras. Adanya bayangan (lesi) pada foto dada, bukanlah menunjukkan adanya aktivitas penyakit, kecuali suatu infiltrat yang betul-betul nyata. Lesi penyakit yang sudah non-aktif, sering menetap selama hidup pasien. Lesi yang berupa fibrotik, kalsifikasi, kavitas, schwarte, sering dijumpai pada orang-orang yang sudah tua. Pemeriksaan khusus yang kadang-kadang juga diperlukan adalah bronkografi, yakni untuk melihat kerusakan bronkus atau paru yang disebabkan oelh tuberculosis. Pemeriksaan ini umumnya dilakukan bila pasien akan mengalami pembedahan paru. Pemeriksaan radiologis dada yang lebih canggih dan saat ini sudah banyak dipakai di rumah sakit rujukan adalah Computed Tomography Scanning (CT Scan). Pemeriksaan ini lebih superior dibanding lebih superior dibanding radiologis biasa. Perbedaan densitas jaringan terlihat lebih jelas dan sayatan dapat dibuat transversal. Pemeriksaan lain yang lebih canggih lagi adalah Magnetic Resonance Imaging (MRI). Pemeriksaan MRI ini tidak sebaik CT Scan, tetapi dapat mengevaluasi proses-proses dekat apeks paru, tulang belakang, perbatasan dada-perut. Sayatan bisa dibuat transversal, sagital dan koronal (Amin dan Bahar, 2007). Gambaran Radiologi Bronkiektasis Bronkiektasis adalah keadaan yang ditandai dengan dilatasi/ pelebaran bronkus dan bronkiolus. Timbul bila dinding bronkus melemah. Bahan-bahan purulen terkumpul pada bagian yang melebar ini mengakibatkan infeksi yang menetap. Biasanya bronkiektasis disebabkan oleh obstruksi bronkus jangka lama, penyakit fibrokistik pada pankreas; infeksi berulang dan sebagai komplikasi campak, batuk rejan, influenza; atau kelainan kongenital sindrom kartagener.

Penyebab yang terakhir ini diturunkan sebagai gen resesif autosomal. Gambaran klinis uatam bronkiektasis adalah batuk kronik yang jarang, sputum mukopurulen berbau busuk, hemoptisis, pada tingkat lanjut penumonia rekuren, malnutrisi, jari tabuh (Rahmatullah, 2007). D. Patogenesis Tuberkulosis Tuberkulosis disebabkan Mycobacterium tuberculosis. Kuman berbentuk batang, tahan asam dalam pewarnaan bakteri tahan asam (BTA). Cepat mati dengan sinar matahari langsung tetapi dapat bertahan hidup di tempat gelap dan lembab. Cara penularan, melalui droplet (percikan dahak). Kuman dapat menyebar secara langsung jaringan sekitar, pembuluh limfe, pembuluh darah. Daya penularan ditentukan banyaknya kuman yang dikeluarkan dari paru. Bakteri tuberculosis berada di udara dalam bentuk droplet kemudian masuk ke saluran pernafasan atas. Basil yang tertelan atau masuk ke saluran pernafasan merupakan gumpalan basil (unit) yang terdiri dari 2-3 basil, yang lebih besar dari itu biasanya tidak bias masuk karena terlalu besar dan tertahan di bronkus/bronkiolus, saluran hidung, dan tidak menimbulkan penyakit. Setelah berhasil masuk kesaluran pernafasan bagian bawah sampai ke alveolus biasanya daerah yang disenangi oleh bakteri TB adalah di daerah-daerah yang memiliki tekanan oksigen yang tinggi yaitu di lobus tengah pada paru-paru kanan, atau pada apex paru bagian bawah sampai lobus atas bagian bawah, kemudian lobus inferior bagian atas. Basil tuberkel yang berada di alveolus akan membangkitkan reaksi radang berupa odema mukosa, pelebaran pembuluh darah, produksi cytokine, senyawa kimia yang bersifat kemotaktik bagi PMN. PMN yang datang ke alveolus kemudian berkumpul, berakumulasi dan bertambah bayak untuk memfagosit basil tersebut. Dalam tubuh PMN basil tersebut tidak mati melainkan berkembang biak didalam sel PMN. Sesudah hari pertama terjadinya infeksi leukosit yaitu PMN tadi digantikan perannya oleh makrofag. Makrofag tersebut berkumpul menjadi banyak akhirnya terjadilah konsolidasi alveolus akibat terdapatnya makrofag dan PMN yang berkumpul disertai cairan-cairan dari pembuluh darah yang vasodilatasi akibat reaksi peradangan tadi. Ketika terjadi konsolidasi inilah ditemukan adanya tanda-tanda pneumonia akut. Bakteri yang difagosit oleh makrofag yang seharusnya mati justru berkembang biak lagi di dalam makrofag. Sampai pada proses ini banyak yang menamainya proses infeksi primer Ghon. Basil yang sudah banyak ini melalui pembuluh darah yang rusak dan aliran limfatik paru menyebar ke nodus limfatikus regional. Sampai pada penyebaran ini dinamakan proses infeksi primer kompleks Ranke. Proses ini berjalan dan memakan waktu 3-8 minggu. Pada tahap ini pada sebagian orang dapat sembuh sendiri tanpa cacat. Sebagian orang meninggalkan sedikit berkas-berkas berupa garis fibrotic, kalsifikasi di hilus yang berpotensi untuk kambuh lagi karena kuman yang dormant. Dan pada sebagian orang lagi ada yang terus berlanjut menyebar secara perkontinuitatum, secara bronkogen menyebabkan paru sebelahnya ikut terinfeksi. Kuman juga dapat tertelan bersama sputum dan ludah sehingga sampai ke usus dan secara limfogen ke oragan tubuh lainnya, secara hematogen ke organ tubuh yang lainnya. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka akan menjadi TB milier karena menjalar keseluruh lapang paru. Basil tuberkel yang didalam makrofag berhasil mengambil alih makrofag sehingga mengatur makrofag agar dapat menyatu satu sama lainnya menjadi Tuberkel yaitu suatu granuloma yang terdiri dari histiosit dan sel datia langerhans yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat. Keadaan ini biasanya memakan waktu 3-10 minggu setelah gejala pneumonia yang berupa konsolidasi. Sarang-sarang granuloma ini dapat direabsorbsi kembali tanpa cacat atau sarang-sarang tadi meluas namun sembuh dengan meninggalkan bekas sebukan jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras dan menimbulkan pengapuran. Selanjutnya yang

paling parah adalah keadaan granuloma yang terus meluas dan menyebar sehingga jumlahnya juga banyak pada lapang paru sehingga bagian yang meluas tadi akan menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis menjadi lembek membentuk jaringan keju kejadian inilah yang disebut perkejuan. Bila jaringan keju tadi copot dan dibatukkan keluar maka akan terbentuklah kavitas pada tengah-tengahnya. Mula-mula dinding kavitasi ini tipis namun semakin lama semakin tebal karena sebukan fibroblast membentuk jaringan fibrositik yang pada akhirnya menjadi kronik dinamai kavitas sklerotik. Terjadinya perkejuan tersebut dikarenakan pada jaringan nekrotik tersebut dihasilkan TNF dan sitokin yang berlebihan oleh jaringan sekitar dan oleh leukosit, selain itu juga dihasilkannya enzim-enzim hidrolisis protein, lipid dan asam nukleat yang dihasilkan makrofag yang sebetulnya ditujukan pada basil TB namun karena makrofagnya rusak maka enzim tersebut keluar ke jaringan. Banyak komplikasi yang terjadi akibat dari persarangan ini diantaranya adalah meluasnya lesi tersebut dan membuat sarang pneumonia baru. Bila masuk dalam arteri pulmonalis maka akan menjadi TB millier. Tertelan akan menjadi TB ekstra paru. Apabila sampai pada bronchial dan tracea makan akan menjadi TB endobronchial dan TB endotracheal dan bisa menjadi empiema bila rupture ke pleura. Sarang-sarang ini bisa memadat dan membentuk suatu pengerasan yang dinamakan tuberkuloma. Tuberkuloma ini dapat cair yang membentuk kavitas baru. Komplikasi kronik kavitas adalah apabila berinteraksi dan kolonisasi dengan fungus seperti Aspergillus dan kemudian menjadi mycetoma (Price dan Standridge, 2006; Amin dan Bahar, 2007). E. Tuberkulosis Klasifikasi Tuberkulosis Di Indonesia klasifikasi yang banyak dipakai adalah berdasarkan kelainan klinis, radiologis dan mikrobiologis: 1. Tuberkulosis paru 2. Bekas tuberkulosis paru 3. Tuberkulosis paru tersangka a. Tuberculosis paru tersangka yang diobati. Disini sputum BTA negative, tetapi tanda-tanda lain positif. b. Tuberkulosis paru tersangka yang tidak diobati. Disini sputum BTA negative dan tanda-tanda lain juga meragukan. Dalam 2-3 bulan, TB tersangka ini sudah harus dipastikan apakah termasuk TB paru (aktif) atau bekas TB paru. Dalam klasifikasi ini perlu dicantumkan status bakteriologi, mikroskopik sputum BTA (langsung), biakan sputum BTA, status radiologis (kelainan yang relevan untuk tuberculosis paru), status kemoterapi (riwayat pengobatan dengan obat anti tuberculosis). WHO 1991 berdasarkan terapi membagi TB dalam 4 kategori yakni: 1. Kategori I, ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dan kasus baru dengan bentuk TB berat. 2. Kategori II, ditujukan terhadap kasus kambuh dan kasus gagal dengan BTA positif. 3. Kategori III, ditujukan terhadap kasus BTA negative dengan kelainan paru yang tidak luas dan kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I. 4. Kategori IV, ditujukan terhadap TB kronik (Amin dan Bahar, 2007). Gejala Penyakit TB paru Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.

Gejala sistemik/umum Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul. Penurunan nafsu makan dan berat badan. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah). Perasaan tidak enak (malaise), lemah. Gejala khusus Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara mengi, suara nafas melemah yang disertai sesak. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang. Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah (Anonim, 2009). F. Penatalaksanaan TB Tujuan Pengobatan Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. Prinsip pengobatan Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip prinsip sebagai berikut: OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan. Paduan OAT dan peruntukannya. a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3) Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru: Pasien baru TB paru BTA positif. Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif Pasien TB ekstra paru Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 1 Berat Badan Tahap Intensif tiap hari selama 56 hari

RHZE (150/75/400/275) Tahap Lanjutan 3 kali seminggu selama 16 minggu RH (150/150) 30 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT 38 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT 55 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT Dosis paduan OAT-Kombipak untuk Kategori 1 Tahap Pengobatan Lama Pengobatan Dosis per hari / kali Jumlah hari/kali menelan obat Tablet Isoniasid @ 300 mgr Kaplet Rifampisin @ 450 mgr Tablet Pirazinamid @ 500 mgr Tablet Etambutol @ 250 mgr Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56 Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 48 b. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3) Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya: Pasien kambuh Pasien gagal Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default) Dosis untuk paduan OAT KDT Kategori 2 Berat Badan Tahap Intensif tiap hari RHZE (150/75/400/275) + S Tahap Lanjutan 3 kali seminggu RH (150/150) + E(400) Selama 56 hari Selama 28 hari selama 20 minggu 30 37 kg 2 tablet 4KDT + 500 mg Streptomisin inj. 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT + 2 tab Etambutol 38 54 kg 3 tablet 4KDT + 750 mg Streptomisin inj. 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT + 3 tab Etambutol

55 70 kg 4 tablet 4KDT + 1000 mg Streptomisin inj. 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT + 4 tab Etambutol 71 kg 5 tablet 4KDT + 1000 mg Streptomisin inj. 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT + 5 tab Etambutol Dosis paduan OAT Kombipak untuk Kategori 2 Tahap Pengobatan Lama Pengobatan Tablet INH @ 300 mgr Kaplet R @ 450 mgr Tablet Z @ 500 mgr Etambutol Strepto misin injeksi Jumlah hari/kali menelan obat Tablet @ 250 mgr Tablet @ 400 mgr Tahap Intensif (dosis harian) 2 bulan 1 bulan 1 11 13 33 3- 0,75gr - 56 28 Tahap Lanjutan (dosis 3x semggu) 5 bulan 2 1 - 1 2 - 60 Catatan: Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan.

Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus. Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg). c. OAT Sisipan (HRZE) Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari). (Depkes RI, 2007). Efek samping pemberian OAT Efek Samping Ringan Penyebab Penanganan Tidak ada nafsu makan, mual, sakit perut Rifampisin Semua OAT diminum malam sebelum tidur Nyeri Sendi Pirasinamid Beri Aspirin Kesemutan s/d rasa terbakar di kaki INH Beri vitamin B6 (piridoxin) 100mg per hari Warna kemerahan pada air seni (urine) Rifampisin Tidak perlu diberi apa-apa, tapi perlu penjelasan kepada pasien. Efek Samping Berat Penyebab Penatalaksanaan Gatal dan kemerahan kulit Semua jenis OAT Ikuti petunjuk penatalaksanaan dibawah *). Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan, ganti Etambutol. Gangguan keseimbangan Streptomisin Streptomisin dihentikan, ganti Etambutol. Ikterus tanpa penyebab lain Hampir semua OAT Hentikan semua OAT sampai ikterus menghilang. Bingung dan muntah-muntah (permulaan ikterus karena obat) Hampir semua OAT Hentikan semua OAT, segera lakukan tes fungsi hati. Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan Etambutol. Purpura dan renjatan (syok) Rifampisin Hentikan Rifampisin.(Anonim, 2009) BAB III PEMBAHASAN Dalam skenario, pasien adalah seorang laki-laki berusia 30 tahun. Dengan berbagai gejala klinis dan hasil dari pemeriksaan yang didapatkan, keterangan ini merupakan salah satu fakta pendukung, karena menjadi salah satu ciri khas penyakit tuberculosis (TB), yang prevalensinya paling tinggi terjadi pada usia produktif. Pasien tersebut mengeluh batuk darah sebanyak satu gelas sejak satu hari yang lalu. Batuk darah ini merupakan ekspektorasi dari sputum ditambah dengan darah, yang terjadi akibat iritasi pada sel-sel di dinding bronkus, sehingga pembuluh darah disekitarnya ikut pecah. Penderita mengeluh batuk dengan dahak sulit keluar sejak 2 bulan, diikuti demam hilang timbul dan keringat malam. Batuk dengan dahak yang sulit keluar tersebut terjadi karena adanya rangsang iritan yang mengakibatkan terjadinya batuk. Karena penderita adalah perokok, maka asap rokok yang bersifat merangsang sekresi mucin mengakibatkan meningkatnya produksi dahak (mucus). Namun sifat rokok yang juga mengakibatkan berangsur hilangnya silia menyebabkan kesulitan pengeluaran dahak. Sebenarnya pada siang hari, penderita juga berkeringat, namun keringat siang hari ini tidak terlalu terlihat, karena pada siang hari penderita beraktivitas, sehingga keringat yang terjadi pada malam hari terlihat mencolok. Selain

itu, penurunan kadar kortikosteroid yang mengakibatkan turunnya aktivitas penekanan proses infeksi mengakibatkan demam disertai keluarnya keringat cenderung lebih terasa pada malam hari. Proses infeksi mengakibatkan makrofag mengeluarkan berbagai macam mediator pro inflamasi, salah satunya TNF, yang kemudian menekan nafsu makan di pusatnya, sehingga penderita tidak mau makan 2 hari ini. Akibatnya berat badan menurun 4 kg, karena walaupun asupan nutrisi berkurang, bakteri TB yang berkembang biak menyebabkan terjadinya peningkatan metabolisme. Tiga tahun lalu penderita pernah sakit paru dengan suara serak dan mendapat pengobatan paket dari Puskesmas selama 6 bulan. Pengobatan yang dimaksud adalah pengobatan TB paru. Suara serak timbul akibat dahak yang tertimbun di celah di laring, terhalang oleh plica vocalis, sehingga dahak tidak dapat dikeluarkan, dan menimbulkan suara serak. Saat terapi tersebut, pernah dirawat di RS karena muntah-muntah dan mata kuning. Hal ini terjadi akibat efek samping dari obat-obat anti TB, yang pada memiliki efek hepatotoksik, sehingga salah satu contoh efek sampingnya dapat menimbulkan ikterus. Karena penderita memiliki 2 anak yang masih balita, maka anak dari penderita juga harus diberikan obat-obatan sebagai profilaksis karena anak lebih rentan terinfeksi karena system imun yang belum sempurna. Ayah penderita meninggal karena penyakit paru menular dan jantung 6 tahun yang lalu. Droplet yang menjadi sumber penularan TB paru mampu melakukan dormansi dalam waktu yang lama. Sehingga kemungkinan besar pasien tertular penyakit TB paru dari almarhum ayahnya. Tekanan darah: 100/60. Hal ini terhitung normal, apalagi untuk orang yang sedang mengalami proses infeksi. Umumnya, infeksi pada saluran respirasi menyebabkan penurunan tekanan darah. Pada pemeriksaan didapatkan konjungtiva pucat, yang merupakan tanda-tanda dari anemia hemoragik, yang dapat terjadi akibat dari defisiensi vitamin B12 dan asam folat. Suara amforik didapatkan karena terjadi pembentukan kavitas di paru. Pembesaran kelenjar leher terjadi karena basil telah menyebar melalui aliran limfe (secara limfogen). Gambaran fibroinfiltrat dan kavitas di paru kanan dan gambaran sarang tawon pada apex paru kiri menunjukkan bahwa paru kanan adalah tempat terjadinya infeksi TB paru yang pertama kali, baru kemudian infeksi mulai menyebar ke paru kiri. BAB IV PENUTUP A. Simpulan Pasien ini menderita penyakit Tuberculosis paru. B. Saran 1. Agar penyakit pasien tidak bertambah berat, maka pasien perlu berhenti merokok. 2. Untuk mencegah penyebaran penyakit ini,maka pasien perlu menjaga agar tidak batuk di depan anaknya, agar anaknya yang masih balita tidak terinfeksi. DAFTAR PUSTAKA Amin, Zulkifli. 2007. Manifestasi Klinik dan Pendekatan Pada Pasien Dengan Kelainan Sistem Pernapasan dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Amin, Zulkifli. Bahar, Asril. 2007. Tuberkulosis Paru dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Anonim. 2009. Penyakit TBC. Akses tanggal 30 Desember 2009 17:15 di http://www.medicastore.com/tbc/penyakit_tbc.htm Anonim. 2009. Obat Tuberkulosis (TBC). Akses tanggal 30 Desember 2009 17:12 di http://www.medicastore.com/apotik_online/kemoterapi_antimikroba/obat_tb.htm Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 2 Cetakan Pertama. Jakarta: Depkes RI. Price, Sylvia A. Standridge, Mary P. 2006. Tuberkulosis Paru dalam Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC. Rahmatullah, Pasiyan. 2007. Bronkiektasis dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Anda mungkin juga menyukai