PENDAHULUAN
Dalam bidang geriatri, mslh etika (tms hukum) sangat penting artinya, bahkan diantara berbagai cabang kedokteran mungkin pada cabang inilah etika dan hukum paling berperan
Lanjut . . . .
PERMASALAHAN
Permasalahan yg masih tdp pd lanjut usia, bisa ditinjau dari aspek hukum dan etika, dapat disebabkan oleh berbagai faktor:
1. Produk hukum - Walaupun telah diterbitkan dlm jumlah banyak, belum semua produk hukum dan perundangundangan mempunyai peraturan pelaksana. - UU No. 13 th 1998 tentang : kesejahteraan sosial lanjut usia === shg perlu dipertimbangkan diterbitkannya UU lainnya yg dpt mengatasi permasalahan lanjut usia scr lebih spesifik.
Lanjut . . . .
2. Keterbatasan Prasarana
Prasarana pelayanan thd lanjut usia yg terbatas di masyarakat, dll . Hal ini mengakibatkan para lanjut usia tak dpt diberi pelayanan sedini mungkin, sehingga persoalannya menjadi berat pd saat diberikan pelayanan.
Lanjut . . . .
3. Keterbatasan sumber daya manusia terbatasnya kuantitas & kualitas tenaga yg dpt memberi pelayanan serta perawatan kpd lanjut usia scr bmutu & bkelanjutan mengakibatkan keterlambatan & mengetahui tanda-tanda dini adanya suatu permasalahan hukum & etika yg sedang terjadi.
Lanjut . . . .
Aspek etika pd pelayanan geriatri berdsrkn prinsip otonomi dititik beratkan pada :
1.
2. 3.
Px hrs ikut b partisipasi dlm proses pengambilan keputusan & pembuatan keputusan Px hrs telah mendptkn penjelasan cukup tentang tindakan atau keputusan yg akan diambil scr lengkap & jelas Keputusan yg diambil hanya dianggap syah bila px scr mental dianggap kapabel
Arahan keinginan px
(advance directives)
Dlm hal mhargai hak otonomi, dikenal apa yg disebut sebagai arahan keinginan px, yaitu ucapan atau keinginan px yg diucapkan pd saat px msh dlm keadaan kapasitas fungsional yg baik Arahan keinginan yg diucapkan sebaiknya dicatat / direkam u/ kemudian digunakan sebagai pedoman bilamana diperlukan u/ pengambilan keputusan pd saat kapasitas px menurun atau terganggu.
Apabila arahan tsb tdk dicatat/ direkam, tetap mempunyai kekuatan hukum, asalkan tdp saksi yg cukup pd saat arahan tsb diucapkan.
Yg lebih kuat dr arahan keinginan px adalah apa yg disebut TESTAMEN KEMATIAN (LIVING WILL ) : Suatu pernyataan dr px saat masih kapabel scr fungsional di depan seorang petugas hukum (pengacara/notaris). Testamen kematian bisa mberi kekuatan hukum atas tindakan dokter u/ mberikan, mhentikan atau melepas segala tindakan pemberian alat bantu perpanjangan hidup.
Pd usia lanjut apalagi kalau penyakitnya sudah meluas, pemberian peralatan tsb seringkali diperdebatkan justru merupakan tindakan yg kejam ( futile treatment). Dikatakan sebagai kekejaman fisiologik, bila terapi / tindakan yg diberikan tdk akan mberikan perbaikan (plausible effect) sama sekali pada kesehatan px.
Kekejaman kuantitatif : bila tindakan atau terapi tampaknya tidak ada gunanya
Kekejaman kualitatif : bila terapi atau tindakan perpanjangan hidup tidak menunjukkan perbaikan justru mengurangi kualitas hidup px. Walaupun sering menimbulkan tanggapan emosional dari keluarga, penghentian peralatan perpanjangan hidup harus diberi pertimbangan yg sama dengan pertimbangan apakah alat tsb perlu dipasang atau tdk. Pemasangan alat ini tdk dg sendirinya mhalangi untuk suatu saat mhentikannya bila dianggap tdk ada gunanya lagi.
Dokter hrs m.jelaskan hal ini kpd keluarga px & mberi pengertian bhw evaluasi menunjukkan pemberian peralatan tsb perlu dihentikan.
Eutanasia
Eutanasia atau tindakan mbantu seseorang agar dpt meninggal, baik scr pasif maupun secara aktif, jelas-jelas tidak dibenarkan dalam etika dan hukum di Indonesia.
Pada px yg sudah tidak kapabel, pertimbangan keagamaan dpt mbantu bukan saja keluarga, akan tetapi juga pihak dokter untuk melihat aspek kehidupan dari sisi pandang spiritualreligius.